PERSEPSI MASYARAKAT DAN PELAKSANAAN KHITBAH DI DESA LEMBOR KABUPATEN LAMONGAN MENURUT TINJAUAN ISLAM
PERSEPSI MASYARAKAT DAN PELAKSANAAN KHITBAHDI DESA
LEMBOR KABUPATEN LAMONGANMENURUT TINJAUAN ISLAM
Oleh: MAHBUB IKHSAN ( 00120066 )
Syariah
Dibuat: 20070712 , dengan 2 file(s).
Keywords: PERSEPSI MASYARAKAT DAN PELAKSANAAN KHITBAH
DI DESA LEMBOR KABUPATEN LAMONGAN
Substansi dari penelitian ini adalah membahas tentang bagaimana persepsi masyarakaat dan
bagaimana pelaksanaan khitbah di desa Lembor Kabupaten Laamongan ditinjau dari Islam.
Dalam penelitian ini peneliti mengelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu : Pertama, kelompok
umur 50 tahun ke atas, Kedua, kelompok masyarakat yang berumur dibawah 50 tahun di atas 30
tahun, Ketiga, kelompok masyarakat yang berumur dibawah 30 tahun yang sudah pernah
melakukan khitbah.
Berdasarkan hasil penelitian pada tanggal 5 Maret 2006 di desa Lembor kecamatan Brondong
Kabupaten Lamongan, mayoritas masyarakat mempunyai persepsi/pemahaman yang hampir
sama tentang khitbah (3 kelompok diatas).
Ø Menurut kelompok pertama, mereka mempunyai pemahaman bahwa khitbah adalah sebuah
proses untuk mengawali pernikahan setelah adanya persetujuan pihak keluarga lakilaki sebelum
masuk prosesi khitbah yang biasanya persetujuan tersebut diawali oleh pihak keluarga
perempuan meminta bantuan pihak III (orang yang dipercaya) untuk menanyakannya. Setelah
ada persetujuan pihak keluarga lakilaki baru dilaksanakan prosesi khitbah.
Dalam prosesi khitbah tersebut masyarakat di desa Lembor mengikuti kebiasaan orangorang
terdahulu (nenek moyang mereka). Yaitu Pihak keluarga perempuan yang harus datang ke rumah
pihak keluarga lakilaki untuk melamar dengan membawa kuekue khas desa Lembor yang
ukurannya kirakira 4 sampai 5 kali lipat dari kuekue yang dijual di pasaran.
Ø Sedangkan menurut kelompok kedua, pemahaman mereka tentang khitbah juga tidak jauh
berbeda dengan kelompok pertama di atas. Hanya saja titik perbedaannya pada tingkat ketaatan
mengikuti budaya nenek moyang. Menurut kelompok ini prosesi peminangan yang dilakukan
oleh nenek moyang tidak sepenuhnya harus diikuti. Misalnya sesekali pihak lakilaki yang yang
harus datang ke rumah keluarga perempuan untuk melamar.
Mengenai kuekue yang dibawa pada saat prosesi peminangan tidak menjadi masalah mengikuti
nenek moyang, dengan pertimbangan lebih mempertahankan kue khas.
Artinya pada kelompok kedua ini pada tataran pelaksanaan mereka masih mereka masih
mengikuti sepenuhnya kepada nenek moyang.
Ø Yang terakhir menurut kelompok ketiga, pemahaman mereka tentang khitbah juga hampir
sama dengan kelompok kedua di atas. Tetapi baru sekedar persepsi saja karena pada
kenyataannya mereka ternyata juga masih mengikuti orang tua.
Demikian juga dengan kuekue yang dibawa pada saat prosesi peminangan pada prakteknya
mereka masih mengikuti nenek moyang.
Namun, biarpun dari kalangan muda ini pada tataran cara berfikir sudah mulai ada benihbenih
pendobrakan adat, tetapi pada tataran pelaksanaannya, mereka masih takut (belum berani)
melawan kebiasaan yang sudah berjalan sejak beberapa tahun silam.
Oleh karenanya dari data yang diperoleh di lapangan serta datadata dari beberapa sumber
referensi yang sudah dikemukakan pada babbab sebelumnya, maka bisa dirumuskan sebagai
berikut :
Pertama, menurut Islam tidak ditemukan baik di dalam alQur’an maupun Hadits Rasulullah
tentang adanya keharusan perempuan melamar lakilaki bahkan sebaliknya teksteks hadits
menyebutkan lakilaki yang melamar perempuan. Tetapi tidak ditemukan pula larangan
perempuan melamar lakilaki. Oleh karena itu pelaksanaan khitbah di desa Lembor itu
hukumnya mubah atau dibolehkan oleh syarak. Hal ini diperkuat dengan pendapat Sayyid Sabiq
dalam kitabnya yang berjudul “Fiqhus Sunnah”.
Kedua, tidak ditemukan baik dalam AlQur’an maupun Hadits tentang keharusan membawa kue
kue tertentu, karena masalah ini hanyalah adat masyarakat saja. Selain itu tidak ditemukan juga
ayat AlQur’an ataupun Hadits yang melarang untuk membawa kue kue tertentu dalam
pelaksanaan khitbah. Oleh karena itu menurut Islam, membawa kuekue tertentu dalam
pelaksanaan khitbah itu bolehboleh saja asal tidak diyakini sebagai lambang yang mempunyai
akibat tertentu dalam kehidupan.. Wallahu a’lam.
LEMBOR KABUPATEN LAMONGANMENURUT TINJAUAN ISLAM
Oleh: MAHBUB IKHSAN ( 00120066 )
Syariah
Dibuat: 20070712 , dengan 2 file(s).
Keywords: PERSEPSI MASYARAKAT DAN PELAKSANAAN KHITBAH
DI DESA LEMBOR KABUPATEN LAMONGAN
Substansi dari penelitian ini adalah membahas tentang bagaimana persepsi masyarakaat dan
bagaimana pelaksanaan khitbah di desa Lembor Kabupaten Laamongan ditinjau dari Islam.
Dalam penelitian ini peneliti mengelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu : Pertama, kelompok
umur 50 tahun ke atas, Kedua, kelompok masyarakat yang berumur dibawah 50 tahun di atas 30
tahun, Ketiga, kelompok masyarakat yang berumur dibawah 30 tahun yang sudah pernah
melakukan khitbah.
Berdasarkan hasil penelitian pada tanggal 5 Maret 2006 di desa Lembor kecamatan Brondong
Kabupaten Lamongan, mayoritas masyarakat mempunyai persepsi/pemahaman yang hampir
sama tentang khitbah (3 kelompok diatas).
Ø Menurut kelompok pertama, mereka mempunyai pemahaman bahwa khitbah adalah sebuah
proses untuk mengawali pernikahan setelah adanya persetujuan pihak keluarga lakilaki sebelum
masuk prosesi khitbah yang biasanya persetujuan tersebut diawali oleh pihak keluarga
perempuan meminta bantuan pihak III (orang yang dipercaya) untuk menanyakannya. Setelah
ada persetujuan pihak keluarga lakilaki baru dilaksanakan prosesi khitbah.
Dalam prosesi khitbah tersebut masyarakat di desa Lembor mengikuti kebiasaan orangorang
terdahulu (nenek moyang mereka). Yaitu Pihak keluarga perempuan yang harus datang ke rumah
pihak keluarga lakilaki untuk melamar dengan membawa kuekue khas desa Lembor yang
ukurannya kirakira 4 sampai 5 kali lipat dari kuekue yang dijual di pasaran.
Ø Sedangkan menurut kelompok kedua, pemahaman mereka tentang khitbah juga tidak jauh
berbeda dengan kelompok pertama di atas. Hanya saja titik perbedaannya pada tingkat ketaatan
mengikuti budaya nenek moyang. Menurut kelompok ini prosesi peminangan yang dilakukan
oleh nenek moyang tidak sepenuhnya harus diikuti. Misalnya sesekali pihak lakilaki yang yang
harus datang ke rumah keluarga perempuan untuk melamar.
Mengenai kuekue yang dibawa pada saat prosesi peminangan tidak menjadi masalah mengikuti
nenek moyang, dengan pertimbangan lebih mempertahankan kue khas.
Artinya pada kelompok kedua ini pada tataran pelaksanaan mereka masih mereka masih
mengikuti sepenuhnya kepada nenek moyang.
Ø Yang terakhir menurut kelompok ketiga, pemahaman mereka tentang khitbah juga hampir
sama dengan kelompok kedua di atas. Tetapi baru sekedar persepsi saja karena pada
kenyataannya mereka ternyata juga masih mengikuti orang tua.
Demikian juga dengan kuekue yang dibawa pada saat prosesi peminangan pada prakteknya
mereka masih mengikuti nenek moyang.
Namun, biarpun dari kalangan muda ini pada tataran cara berfikir sudah mulai ada benihbenih
pendobrakan adat, tetapi pada tataran pelaksanaannya, mereka masih takut (belum berani)
melawan kebiasaan yang sudah berjalan sejak beberapa tahun silam.
Oleh karenanya dari data yang diperoleh di lapangan serta datadata dari beberapa sumber
referensi yang sudah dikemukakan pada babbab sebelumnya, maka bisa dirumuskan sebagai
berikut :
Pertama, menurut Islam tidak ditemukan baik di dalam alQur’an maupun Hadits Rasulullah
tentang adanya keharusan perempuan melamar lakilaki bahkan sebaliknya teksteks hadits
menyebutkan lakilaki yang melamar perempuan. Tetapi tidak ditemukan pula larangan
perempuan melamar lakilaki. Oleh karena itu pelaksanaan khitbah di desa Lembor itu
hukumnya mubah atau dibolehkan oleh syarak. Hal ini diperkuat dengan pendapat Sayyid Sabiq
dalam kitabnya yang berjudul “Fiqhus Sunnah”.
Kedua, tidak ditemukan baik dalam AlQur’an maupun Hadits tentang keharusan membawa kue
kue tertentu, karena masalah ini hanyalah adat masyarakat saja. Selain itu tidak ditemukan juga
ayat AlQur’an ataupun Hadits yang melarang untuk membawa kue kue tertentu dalam
pelaksanaan khitbah. Oleh karena itu menurut Islam, membawa kuekue tertentu dalam
pelaksanaan khitbah itu bolehboleh saja asal tidak diyakini sebagai lambang yang mempunyai
akibat tertentu dalam kehidupan.. Wallahu a’lam.