75
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB NEGARA
MALAYSIA TERHADAP PENUMPANG PESAWAT MH 370 DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL
D. Perlindungan Hukum Yang Diberikan Pemerintah Malaysia Terhadap
Penumpang MH 370
MH370, yang membawa 227 penumpang dan 12 awak kabin, terbang dari Kuala Lumpur menuju Beijing. MH370 menghilang dari radar sekitar satu jam
setelah lepas landas dari Bandara Internasional Kuala Lumpur pada 12.41 waktu setempat pada 8 Maret lalu. MH370 dijadwalkan mendarat di Beijing pada 6.30
waktu Malaysia di hari yang sama.
44
Setelah menerima berita tersebut tim SAR langsung turun dan di bagi menjadi dua kolidor yaitu selan dan utara, pesawat
Malaysia airlines ini menimbulkan banyak kecurigaan, sampai saat ini beberapa kecurigaan itu mulai hilang dengan di temukannya titik dari jejak pesawat MH370
ini, Dengan sangat menyesal perdana menteri mengumumkan pada seluruh awak media dan keluarga korban bahwa Lokasi ini terpencil, jauh dari tempat-tempat
yang bisa dilandasi.
E. Bentuk Pertanggung Jawaban MH 370 Terhadap Penumpang dalam
Hukum Internasional
Misteri hilangnya pesawat Malaysia Airlines bernomor penerbangan MH370 masih terus diperbincangkan, baik oleh kalangan pemerhati penerbangan,
akademisi dan intelejen. Spekulasi dan hipotesis mengenai hilangnya pesawat
44
http:pengantarilmupr.blogspot.com diakses tanggal 1 Agustus 2014
berbendera Malaysia ini masih terus bermunculan. Yang cukup sensasional adalah misteri hilangnya pesawat MH370 ini sama sekali tidak terdeteksi oleh satelit
yang paling canggih sekalipun, bahkan keberadaan black box yang berisikan data di pesawat tersebut juga belum ditemukan. Hingga saat ini, telah tujuh bulan lebih
keberadaan pesawat tersebut masih terselimuti misteri dan ini membuat penasaran bagi keluarga korban ditambah pihak yang berwenang di Malaysia kerap sekali
memberikan informasi yang tidak konsisten dan berubah-ubah.
45
“Sebenarnya keluarga korban dapat melakukan protes dan menuntut pihak Malaysia Airlines
atasmisleading information, tetapi di sisi lain kita tidak dapat begitu saja menyalahkan Malaysia sepenuhnya karena mereka hanya berusaha
menyalurkan informasi yang ada dari berbagai pihak, agar tidak ada kesan bahwa mereka sedang menutupi informasi mengenai keberadaan pesawat tersebut
sebenarnya. Dalam hal pemberian ganti rugi, pihak Malaysia Airlines tentunya akan
bekerjasama dengan pihak asuransi kepada keluarga atau ahli waris korban sebagai bentuk pertanggungjawaban mutlak strict liability. Namun demikian,
untuk menentukan tanggungjawab berdasarkan kesalahan liability based on fault belum bisa ditetapkan karena belum ada kejelasan mengenai sebab musabab
jatuhnya pesawat MH370 tersebut. Selama ini hipotesis dan asumsi yang berkembang adalah kehabisan bahan bakar sehingga jatuh di Samudera Hindia.
Jika memang demikian, sebenarnya ada hal yang tidak beres pada pesawat Boeing buatan Amerika Serikat tersebut karena dengan kapal tersebut berubah arah maka
45
http:www.ubaya.ac.id2014contentinterview_detail83Menanggapi-Misteri- MH370.html
, diakses tanggal 10 Agustus 2014
ada kemungkinan telah terjadi kegagalan navigasi dan kondisi pesawat tidak laik untuk terbang.
Setelah terjadinya kecelakaan pesawat udara dalam penerbangan, maka timbul pertanggungjawaban perusahaan itu atas kecelakaan pesawat udara.
Namun dalam Konvensi Warsawa membatasi tanggung jawab pengangkut sampai jumlah maksimum tertentu.
Hanya dalam hal-hal yang khusus batas tersebut dapat dilampaui, tapi sebaliknya dalam keadaan dan dengan cara apapun misalnya dengan perjanjian
khusus jumlah yang telah ditetapkan tersebut tidak dapat dikurangi. Bila dilihat bahwa dasar pemikiran diadakannya pembatasan tanggung jawab Limitation of
Liability pengangkut udara oleh para pembuat Konvensi antara lain adalah:
7. Sebagai imbalan atas diterapkannya Prinsip Presumption of Liability dimana
beban pembuktian beralih dari pihak korban sebagai penggugat kepada pihak pengangkut sebagai tergugat.
8. Untuk melindungi perusahaan pengangkutan udara yang masih dalam taraf
permulaan masih sangat lemah dari kemungkinan kerugian financial yang sangat besar.
9. Risiko tidak dapat dibebankan sepenuhnya kepada pengangkut, mengingat
para penumpang atau pengirim kargo dianggap menyadari akan bahaya yang mungkin timbul dari kegiatan penerbangan yang masih dalam taraf permulaan.
10. Untuk menghindari proses berperkara di pengadilan yang berkepanjangan
dalam menentukan jumlah santunan.
11. Bagi para penumpang dan pengirim kargo masih ada kemungkinan untuk
menutupi asuransi sendiri, sehingga selain santunan dari pengangkut para korban juga akan memperoleh santunan dari pengangkut para korban juga
akan memperoleh santunan dari pengangkut para korban juga akan memperoleh santunan dari perusahaan asuransi
Tanggungjawab mutlak strict liability merupakan tanggungjawab penuh dari pihak pengangkut kepada penumpang pada saat kita membeli tiket. Oleh
karena itu, penting sekali kita memberikan data identitas yang benar dan sesuai ketika kita membeli tiket agar jika terjadi sesuatu maka akan mempermudah
pendataan dan proses ganti rugi. Pada saat pihak Malaysia Airlinesmengundang keluarga korban untuk datang ke Malaysia dengan menanggung seluruh biaya
akomodasi selama berada di Malaysia bukan bagian dari strict liabilitytetapi bentuk itikad baik dari pihak Malaysia Airlinesuntuk menunjukkan rasa simpati
kepada keluarga korban. “Apabila pihak Malaysia tidak menunjukkan itikad baiknya, kita bisa meminta bantuan dari Pemerintah Indonesia sebagai bentuk
tanggungjawab negara kepada warganegaranya. Tetapi, ini sebenarnya tidak diperlukan karena ganti rugi tersebut sebagai bagian strict liability, pasti akan
diberikan oleh pihak Malaysia. Dari 96 pasal dalam konvensi Chicago 1944 tidak terdapat satu pasal pun
yang menyinggung terkait dengan masalah ganti rugi akibat kecelakaan pesawat. Dalam konvensi ini hanya terdapat 2 pasal yang menyinggung masalah
kecelakaan pesawat, yaitu pasal 16 tentang pencarian psawat dan pasal 26 tentang
investigasi kecelakaan. Begitu pula dalam annex-annexnya juga tidak ada yang mengatur masalah ganti rugi akibat kecelakaan pesawat.
Ketentuan internasional terkait dengan pemberian ganti rugi terhadap kecelakaan angkutan udara juga tidak dapat diaplikasikan dalam kasus kecelakaan
pesawat MH370. Sebagaimana telah dibahas di atas, dalam tataran internaional terdapat beberapa konvensi yang mengatur tentang tanggung jawab perusahaan
penerbangan antara lain konvensi warsawa 1929, Protokol hague 1955, protokol guatemal city 1971, montreal agreament, konvensi montreal 1991.
Konvensi warsawa 1929 merupakan ketentuan induk terkait dengan pertanggung jawaban perusahaan penrbangan sebagai pengangkut. Dalam article 1
konvensi warsawa 1929 dijelaskan bahwa konvensi ini berlaku untuk semua angkutan udara internasional international carriage yang mengangkut orang,
barang atau kargo dengan angkutan udara. Dalam aricle 2 diterangkan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan angangkuta udara international international
carriage , pengangkut internasional adalah pengangkut yang mana berdasarkan
perjanjian antara 2 pihak, yang mana antara tempat pemberangkatan dan tempat pendaratan terpisah oleh dua teritori atau dua yuridksi yang berbeda, apakah
dengan pendaratan antara intermediate landing, baik di dalam wilayah negara anggota konvensi ataupun bukan.
Hal ini berdampak bahwa, angkutan udara yang melakukan suatu pengangkutan dalam suatu negara berdaulat tanpa pendaratan di luar negri, baik
negara tersebut merupakan anggota konvensi warsawa maupun bukan anggota
tetap bukan merupakan sebuang angkutan udara internasional yang mana ketentuan dalam konevensi warsawa 1929 tidak berlaku terhadapnya
F. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Korban Kecelakaan MH 370