Tanggung Jawab Negara Dalam Hukum Pidana Internasional

M. Husni Syam, SH.,LL.M.

TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM
HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

1. Aggression
2. Genocide
3. Crimes against humanity
4. War crimes
5. Unlawful possession or
use or emplacement of
weapons
6. Theft of nuclear
materials
7. Mercenaries
8. Apartheid
9. Slavery and slave-related
practices
10. Torture and other forms
of cruel, inhuman or
degrading treatment

11. Unlawful human
experimentation
12. Piracy
13. Aircraft hijacking and
unlawful acts against
international air safety
14. Unlawful acts against
the safety of maritime
navigation and the safety of

15. Threat and use of force against
internationally protected persons
16. Crimes against United Nations
and associated personnel
17. Taking of civilian hostages
18. Unlawful use of the mail
19. Attacks with explosives
20. Financing of terrorism
21. Unlawful trafc in drugs and
related drug ofences

22. Organized crime
23. Destruction and/or theft of
national treasures
24. Unlawful acts against certain
internationally protected elements of
the environment
25. International trafc in obscene
publications
26. Falsifcation and counterfeiting
27. Unlawful interference with
submarine cables, and
28. Bribery of foreign public ofcial

Tanggung Jawab Negara
Prinsip Tj Negara

Fondasi TJN

Prinsip Hukum
Umum


Kedaulatan
Persamaan Hak
Antar Negara

Diagram
TJN

Perdata

PIDANA

Tindakan negara yang
merugikan negara lain,
sanksinya perdata.misal
dlm perdagangan
(kontrak) antar negara or
antar individu

- Jus Cogens

- - TJ Individu
- - Tindakan hk thd
agresor

jure gestionis dan
jure empiri

Imputabilitas

Diagram
Prinsip kedaulatan negara dalam hubungan
internasional sangatlah dominan.
Negara berdaulat yang satu tidak tunduk pada
negara berdaulat yang lain.
Negara mempunyai kedaulatan penuh atas orang, barang,
dan perbuatan yang ada di teritorialnya.
Hukum Internasional telah mengatur bahwa di dalam kedaulatan,
terkait di dalamnya kewajiban untuk tidak menyalahgunakan
kedaulatan tersebut


Karenanya negara dapat diminta pertanggungjawaban untuk
tindakan-tindakan atau kelalaiannya yang melawan hukum
Pertanggungjawaban negara dlm HI pada dasarnya dilatar belakangi
pemikiran bahwa tidak ada satu pun negara yang dpt menikmati
hak2nya tanpa menghormati hak2 negara lain

Diagram
Aturan dalm HI

Primary Rules
seperangkat aturan yang
mendefinikasikan hak dan
kewajiban negara yang
tertuang dalam bentuk
traktat, hukum kebiasaan
atau instrumen lainnya.

Secondary Rules
seperangkat aturan yang
mendefinisikan bagaimana dan

apa akibat hukum apabila
primary rules itu dilanggar oleh
negara. Secondary rules ini
yang disebut hukum tanggung
jawab negara (the law of state
responsibility)

Hukum tanggung jawab negara dikembangkan melalui
hukum kebiasaan yang muncul dari praktik negara,
pendapat para pakar, juga putusan pengadilan
internasional

Diagram
1

Petanggungjawaban negara berarti
kewajiban memberikan jawaban yg
merupakan perhitungan atas suatu hal
yang terjadi dan kewajiban untuk
memberikan pemulihan atas kerugian

yg mungkin ditimbulkannya

F. Sugeng Istanto

3

TJN suatu tindakan salah secara
internasional yg dilakukan oleh suatu negara
thd negara lain, yg menimbulkan akibat tertentu
bagi negara pelakunya dalam bentuk kewajiban
kewajiban baru thd korban.(Responsibility of
States means that an internationally wrongful
act. Committed by one state against another,
entails certain consequences for its author in the
form of new obligations towards the victim)

Karl Zemanek

 Umumnya para pakar hukum Internasional hanya


mengemukakan karakteristik timbulnya
tanggung jawab negara seperti berikut :
 adanya suatu kewajiban hukum internasional
yang berlaku antara dua negara tersebut
 adanya suatu perbuatan atau kelalaian yang
melanggar kewajiban hukum internasional
tersebut yang melahirkan tanggung jawab
negara
 adanya kerusakan atau kerugian sebagai
akibat adanya tindakan yang melanggarhukum
atau kelalaian
Meski belum mendapat kesepakatan universal,
karakteristik diatas banyak diikuti dalam hukum

 Setiap internationally wrongful act menimbulkan tanggung jawab

negara.
 Tindakan berbuat atau tidak berbuat (omission) dari negara dapat

merupakan internationally wrongful act yang mengandung dua

unsur yaitu :
1.dapat dilimpahkan pada negara berdasarkan Hukum
Internasional;
2.merupakan pelanggaran kewajiban terhadap Hukum
Internasional (breach of an international obligation).
 Karakteristik tindakan negara yang merupakan internationally

wrongful act diatur oleh Hukum Internasional, tidak dipengaruhi
oleh karakteristik Hukum Nasional.
 Artinya sekalipun Hukum Nasional menyatakan tindakan
tersebut sah, tetapi apabila Hukum Internasional menyatakan
sebaliknya maka yang akan berlaku adalah apa yang
ditetapkan dalam Hukum Internasional.

 Unsur dapat dilimpahkan muncul karena dalam praktik negara

sebagai suatu entitas yang abstrak tidak dapat bertindak
sendiri, harus melalui individu sebagai organ negara,
perwakilan negara atau pejabat negara. Tindakan negara yang
dapat dilimpahkan adalah :

1. Tindakan dari semua organ negara negara (state organ), baik

legislatif, eksekutif, yudikatif atau apa pun fungsinya, apapun
posisinya dalam struktur organisasi negara dan apapun
karakternya sebagai organ pemerintah pusat atau teritorial
unit dari suatu negara. Termasuk dalam organ adalah setiap
orang atau kesatuan (entity) yang mempunyai status organ
negara dalam Hukum Nasional
2. Tindakan Individu atau entity yang meskipun bukan organ

negara atau diluar struktur formal pemerintah pusat atau
daerah, tetapi dikuasakan secara sah untuk melaksanakan
unsur-unsur kekuasaan instansi tertentu pemerintah.
Tindakan individu atau kelompok dianggap sebagai tindakan

 Suatu negara yang membantu (aids or assist) negara lain

dalam internationally wrongful act yang dilakukan negara
lain dan Suatu negara yang memberikan petunjuk atau
mengontrol (direct and control) negara lain dalam

melakukan internationally wrongful act bertanggung jawab
secara internasional jika :
1.That state does so with knowledge of the circumstances of
the internationally wrongful acts.
2.The act would be internationally wrongful acts if committed
by that state.
 Negara yang bertanggung jawab terhadap internationally

wrongful acts wajib untuk :
1.Cease that act, if it is continuing.
2.Ofer approppriate assurances and guarantiees of non-n
repetition, if circumtances so require.

 Negara bertanggung jawab untuk memberikan full

reparation terhadap kerugian (injury) yang ditimbulkan
oleh the internationally wrongful acts. Kerugian yang
dimaksud meliputi material, immaterial yang disebabkan
oleh the internationally wrongful act negara tersebut.
 Tanggung jawab ini bersifat melekat pada negara. Artinya

suatu negara berkewajiban memberikan ganti rugi
manakala negara itu menimbulkan kerugian pada negara
lain.
 Full reparation terhadap kerugian dapat berupa restitusi,

kompensasi, penghukuman terhadap orang-orang yang
seharusnya bertanggung jawab, permintaan maaf atau
pemuasan (satisfaction) atau kombinasi dari kesemuanya.

 Dalam kaitannya dengan kompensasi yang berwujud

materi dapat terdiri dari :
1. Penggantian biaya pada waktu putusan pengadilan
dikeluarkan meskipun jumlah penggantian itu
menjadi lebih besar dari nilai pada waktu tindakan
pelanggaran kewajiban itu dilakukan
2. Kerugian tidak langsung (indirect damages)
sepanjang kerugian itu mempunyai kaitan langsung
dengan tindakan tidak sah tersebut.
3. Hilangnya keuntungan yang diharapkan sepanjang
keuntungan itu dalam situasi atau dalam
perkembangan yang normal.
4. Pembayaran terhadap kerugian atas bunga yang
hilang karena adanya tindakan melanggar hukum.

Deklarasi

Stockholm

 Prinsip 22 :
 Negara-negara juga harus bekerja sama dengan cara

yang cepat dan efsien serta lebih tekun untuk
mengembangkan hukum internasional lebih lanjut
mengenai kewajiban menyediakan restitusi dan
kompensasi atas efek-efek yang merugikan dari
kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan
di dalam wilayah atau kekuasaan mereka, yang
efeknya meluas ke luar daerah wilayah mereka”.
 States shall cooperate to develop further the
international law regarding liability and compensation for
the victims of pollution and other environmental damage
caused by activities within the jurisdiction or control of
such States to areas beyond their jurisdiction.

 Reparation :
 restitusi (Pasal 35),
 kompensasi (Pasal 36),
 pengakuan atau permintaan maaf

/satisfaction (Pasal 37),
 membayar bunga/ interest (Pasal
38),

restitusi (Pasal 35),
“Restitusi adalah ganti kerugian yang
diberikan kepada korban atau
keluarganya oleh pelaku atau pihak
ketiga, dapat berupa pengembalian
harta milik, pembayaran ganti
kerugian untuk kehilangan atau
penderitaan, atau penggantian biaya
untuk tindakan tertentu.”

Compensation -

Article 36


 1. The State responsible for an internationally wrongful act

is under an obligation to compensate for the damage
caused thereby, insofar as such damage is not made good
by restitution.
 2. The compensation shall cover any fnancially assessable
damage including loss of profts insofar as it is established.
 Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh

negara kepada korban atau keluarga korban yang
merupakan ahli warisnya sesuai dengan kemampuan
keuangan negara untuk memenuhi kebutuhan dasar,
termasuk perawatan kesehatan fsik dan mental.

Satisfaction
 Bentuk reparation
 Setiap upaya yang dilakukan oleh sipelanggar

suatu kewajiban untuk mengganti kerugian
menurut hk kebiasaan atau suatu perjanjian,
dibuat oleh para pihak ybsk yg bukan berupa
restitusi (pemulihan) atau kompensasi
 Satisfaction merupakan pemulihan atas perbuatan
yg melanggar kehormatan negara, dilakukan via
perunduingan diplomatik n manifestasinya
permohonan maaf n jaminan utk tidak mengulang
 Pecuniary reparation dilakukan apabila
pelanggaran menimbulkan kerugian material

Interest
 Article 38
 1. Interest on any principal sum due under this chapter shall

be payable when necessary in order to ensure full reparation.
The interest rate and mode of calculation shall be set so as to
achieve that result.
 2. Interest runs from the date when the principal sum should
have been paid until the date the obligation to pay is fulflled.
 1. Bunga pada setiap jumlah pokok terhutang akan dibayar

bila diperlukan untuk menjamin reparasi penuh. Tingkat bunga
dan cara perhitungan harus diatur sedemikian rupa untuk
mencapai hasil tersebut.
 2. Bunga berjalan dari tanggal ketika jumlah pokok seharusnya
sudah dibayar sampai dengan tanggal kewajiban membayar
terpenuhi.

Teori Kesalahan

 Teori Subyektif (Teori Kesalahan)
 tanggung jawab negara ditentukan oleh adanya

unsur keinginan atau maksud untuk melakukan
suatu perbuatan (kesengajaan atau dolus) atau
kelalaian (culpa) pada pejabat atau agen negara
yang bersangkutan.
 Teori Obyektif (Teori Risiko)
 tanggung jawab negara adalah selalu mutlak
(strict). Manakala suatu pejabat atau agen negara
telah melakukan tindakan yang merugikan orang
(asing) lain, maka negara bertanggung jawab
menurut hukum internasional tanpa dibuktikan
apakah tindakan tersebut terdapat unsur
kesalahan atau kelalaian.

PENEGAKAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL
Pendekatan tradisional (indirect control
system))
 Int. crime ditentukan oleh konvensi
multilateral
 Penegakan dan sanksi diserahkan
kepada hukum pidana nasional dari
negara peserta
 Negara ybsk wajib mengusut/
menuntutnya atau
mengekstradisikannya
Pendekatan Modern (direct control
system)
 Pembentukan mahkamah Pidana
Internasional / ICC

PERMANEN
TR
IC

Y
ICT

Ad Hoc
N
u
rem
b

er
g
Tri
a

TOKYO TRIALS

ls

Sesudah PD II

Pengadilan Nuremberg


Piagam London (London Charter of the International Military
Tribunal), yang juga dikenal sebagai Piagam Nuremberg



Inggris, Amerika Serikat, Perancis dan Uni Soviet yang
menandatangani Piagam London sebagai dasar dari
pembentukan Pengadilan Militer Internasional



Australia, Belgia, Czechoslovakia, Denmark, Ethiopia, Yunani,
Haiti, Honduras, India, Luxembourg, Belanda, Selandia Baru,
Norwegia, Panama, Paraguay, Polandia, Serbia, Uruguay dan
Venezuela



dua jalur pengadilan:
 Pengadilan Militer Internasional, untuk mengadili para
penjahat perang yang berperan sebagai “arsitek” kejahatan,
dan
 pengadilan domestik, untuk mengadili para penjahat perang
yang merupakan kaki tangan.



24 terdakwa terpilih untuk diadili. hanya 21 orang yang hadir di
persidangan.



Putusan 1 Oktober 1946: 12 hukuman mati, 3 penjara seumur

Pengadilan Tokyo
 Pengadilan Tokyo membuat klasifkasi tiga jenis

kejahatan: “Kelas A” (kejahatan terhadap
perdamaian),
 “Kelas B” (kejahatan perang) dan
 “Kelas C” (kejahatan terhadap kemanusiaan) –

yang dilakukan selama berlangsungnya Perang
Dunia II.
 28 orang pemimpin militer dan politik Jepang

saat itu dituntut telah melakukan kejahatan
“Kelas A”
 lebih dari 300.000 orang Jepang dituntut telah

melakukan kejahatan “Kelas B” dan “Kelas C”.
 Jenis kejahatan “Kelas C” meliputi kekejaman

yang terjadi selama berlangsungnya perang.
www.themegallery.com

Kejahatan Internasional dalam London Charter
 CRIMES AGAINST PEACE: namely,

planning, preparation, initiation or waging
of a war of aggression, or a war in
violation of international treaties,
agreements or assurances, or
participation in a common plan or
conspiracy for the accomplishment of any
of the foregoing;
 WAR CRIMES: namely, violations of the

laws or customs of war. Such violations
shall include, but not be limited to,
murder, ill-treatment or deportation to
slave labor or for any other purpose of
civilian population of or in occupied
territory, murder or ill-treatment of
prisoners of war or persons on the seas,
killing of hostages, plunder of public or
private property, wanton destruction of
cities, towns or villages, or devastation
not justifed by military necessity;
 CRIMES AGAINST HUMANITY: namely,

murder, extermination, enslavement,
deportation, and other inhumane acts
committed against any civilian
population, before or during the war; or

perencanaan, persiapan, inisiasi atau penggajian
perang agresi, atau perang yang melanggar
perjanjian internasional, perjanjian atau jaminan,
atau partisipasi dalam rencana bersama atau
konspirasi untuk pemenuhan hal di atas
pelanggaran hukum atau kebiasaan perang.
Pelanggaran tersebut termasuk, namun tidak terbatas
pada, pembunuhan, perlakuan buruk atau deportasi
untuk kerja paksa atau untuk tujuan lain dari penduduk
sipil atau di wilayah yang diduduki, pembunuhan atau
penganiayaan terhadap tawanan perang atau orangorang di laut, pembunuhan sandera, penjarahan harta
benda publik atau swasta, penghancuran semena-mena
kota, kota atau desa, atau kerusakan tidak dibenarkan
oleh kepentingan militer;

pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, deportasi,
dan tindakan tidak manusiawi lainnya yang dilakukan
terhadap penduduk sipil, sebelum atau selama
perang; atau penganiayaan atas dasar politik, ras
atau agama dalam pelaksanaan atau sehubungan
dengan kejahatan di dalam yurisdiksi Pengadilan,
apakah atau tidak melanggar hukum domestik dari
negara di mana dilakukan.

PRINSIP2 NUREMBERG
Adanya pertanggungjawaban individu secara
hukum (individual liability) atas kejahatan2 berat.
Bahwasanya dalam kaitannya dengan kejahatan
berat, maka hk internasional mengalahkan
hukum domestik.
NUREMBERG
NUREMBERG
PRINCIPLES
PRINCIPLES

Tidak ada kekebalan bagi kepala negara atau
aparat negara untuk kejahatan berat.
“Mendapat perintah” tidak dapat dipakai utk
membela diri, karena setiap individu mempunyai
kewajiban untuk tidak mematuhi sebuah perintah
yg melanggar hukum.
Mendefinisikan kejahatan2 berat yang menjadi
urusan seluruh umat manusia. Yaitu kejahatan
thd perdamaian, kejahatan perang & kejahatan
terhadap kemanusiaan.

Lembaga

Ratione Marteriae

R. Per
sonae

Nuremberg

1.
2.
3.

Crimes Against Peace
War Crimes
CAH

1.
2.
Special
Proclamation 16-1- 3.
1.
2.

London
Agreement 45

Tokyo
46

ICTY
SC. Res. 808/1991
& 827/1993

3.
4.

ICTR
SCRes. 955/1994

1.
2.
3.

R. Loci

R. Tempus

Individu or
members of
organizations

Europe

1945

Crimes Against Peace
War Crimes
CAH

Individu

Far East

1946

Grave Breaches of GC
Violations of the laws
or customs of war
Genocide
CAH

individu

Former
Yugoslavia

Since 1991

Rwanda &
Neg
Tetangga

1-1-94 sd
31-12-94

All

2000

Genocide
WN Rwanda/
Crimes Against
individu
Humanity
Violation of art. 2 GC &
AddProt II

1. Genocide, -- 2. CAH
Rome Statute 1998 3. War crimes – 4. The
Crime of Agression

ICC

individu

Statuta Roma
 Statuta Roma ditandatangani pada

tanggal 17 Juli 1998, oleh negara-negara
peserta yang menggagas sebuah
mahkamah pidana internasional yang
permanen. Dari 120 negara yang hadir,
20 negara abstain, dan 7 negara
menentang termasuk Amerika Serikat,
Cina, Israel dan India.1 Mahkamah
Pidana Internasional (International
Criminal Court - dikenal dengan
singkatan ICC) berdiri pada tanggal 1 Juli
2002 ketika 60 negara telah
meratifkasinya.
www.themegallery.com

Yurisdiksi ICC
Yurisdiksi
Material

ICC dapat mengadili kejahatan genosida, kejahatan
terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan
agresi. [Tetapi, kejahatan agresi baru akan didefinisikan
pada tahun 2008]. (Pasal 5-8)

Yurisdiksi
Temporal

ICC hanya memiliki yurisdiksi terhadap kejahatan
yang terjadi setelah Statuta Roma berlaku, sesudah
1 Juli 2002. (Pasal 11)

Yurisdiksi
Teritorial

Yurisdiksi
Personal

ICC memiliki yurisdiksi thd kejahatan yg dilakukan di dlm wilayah negara
peserta, tanpa melihat kewarga-negaraan pelaku. Termasuk, negara2 yg
mengakui yurisdiksi ICC atas dasar deklarasi ad hoc (misalnya ada negara di
mana terjadi kejahatan internasional dan pemerintahan negara itu
mendeklarasikan bhw negaranya mengakui yurisdiksi ICC, walaupun blm
menandatangani Statuta Roma) & dlm wilayah yg ditentukan, secara sepihak,
oleh Dewan Keamanan. (Pasal 12)

• (Pasal 25-26) ICC memiliki yurisdiksi terhadap orang, dan bukan
terhadap entitas yang abstrak.5 Akan tetapi ICC tidak memiliki
yurisdiksi terhadap pelaku yang berusia di bawah 18 tahun.

Yurisdiksi ICC


Yurisdiksi Material: (Pasal 5-8) ICC dapat mengadili kejahatan
genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan
perang, dan kejahatan agresi. [Tetapi, kejahatan agresi baru
akan didefnisikan pada tahun 2008].3



Yurisdiksi Temporal: (Pasal 11) ICC hanya memiliki yurisdiksi
terhadap kejahatan yang terjadi setelah Statuta Roma
berlaku, sesudah 1 Juli 2002.



Yurisdiksi Teritorial: (Pasal 12) ICC memiliki yurisdiksi
terhadap kejahatan yang dilakukan di dalam wilayah negara
peserta, tanpa melihat kewarga-negaraan dari pelaku.
Termasuk, negara-negara yang mengakui yurisdiksi ICC atas
dasar deklarasi ad hoc (misalnya ada negara di mana terjadi
kejahatan internasional dan pemerintahan negara itu
mendeklarasikan bahwa negaranya mengakui yurisdiksi ICC,
walaupun belum menandatangani Statuta Roma) dan dalam
wilayah yang ditentukan, secara sepihak, oleh Dewan
Keamanan.



Yurisdiksi Personal: (Pasal 25-26) ICC memiliki yurisdiksi
terhadap orang, dan bukan terhadap entitas yang abstrak.5

Asas-Asas ICC
Complementary Principle
Unwilling – tidak mau (Pasal 17 (2))


Suatu negara dinyatakan tidak mempunyai kesungguhan dalam
menjalankan pengadilan apabila:
• Pengadilan nasional dijalankan dalam rangka melindungi pelaku
dari tanggung jawab pidana atas kejahatan berat tersebut
• Terjadi penundaan yang tidak konsisten dengan niat untuk
mendapat keadilan
• Pengadilan dilakukan secara tidak independen dan memihak,
serta tidak konsisten dengan niat untuk mendapatkan keadilan

Unable -n tidak mampu (Pasal 17 (3))


Pengadilan suatu negara dinyatakan tidak mampu apabila
 terjadi kegagalan sistem pengadilan nasional, secara
menyeluruh ataupun sebagian. Sehingga negara tersebut tidak
mampu menghadirkan tertuduh atau bukti dan kesaksian yang
dianggap perlu untuk menjalankan proses hukum.
www.themegallery.com

Lanjutan
 • Ne bis in idem (Pasal 20): Tidak ada seseorang

pun dapat dipidana untuk kedua kali dalam
perkara yang sama. Akan tetapi ada
pengecualian terhadap prinsip ini apabila dapat
dibuktikan pengadilan yang digelar dilakukan
untuk melindungi pelaku atau tidak dilakukan
sesuai standar hukum internasional.
 • Nullum crimen sine lege, nulla poena sine lege

(Pasal 22 & 23): Seseorang hanya dapat dituntut
berdasarkan kejahatan yang diakui dalam
Statuta Roma. Dan seseorang yang dinyatakan
bersalah oleh pengadilan hanya boleh dihukum
sesuai dengan ketentuan berdasarkan Statuta
ini.
 • Nonretroaktif (Pasal 24): Tidak seorangpun

dapat dituntut melakukan kejahatanwww.themegallery.com
berdasarkan

Lanjutan
 • Pertanggungjawaban pidana individu (Pasal

25): ICC mempunyai yurisdiksi terhadap orang
(bukan institusi, perusahaan atau negara) yang
melakukan kejahatan yang tertera dalam
Statuta, ataupun yang memerintahkan, atau
memfasilitasi terjadinya kejahatan tersebut,
termasuk mereka yang menghasut, secara
terbuka, untuk dilakukannya genosida.
 • Mengecualikan yurisdiksi terhadap pelaku

berumur di bawah 18 tahun (Pasal 26): ICC
menggunakan standar Konvensi Anak, dan tidak
akan mengadili pelaku anak-anak.
 • Tidak mengenal imunitas (Pasal 27): Tidak ada

kekebalan hukum dengan alasan menjalankan
tugas resmi, khususnya tidak ada kekebalan
www.themegallery.com
sebagai kepala ataupun aparat negara.

Lanjutan
 Pertanggungjawaban komandan dan atasan (Pasal 28): Seorang

komandan militer atau atasan (sipil) mempunyai tanggung jawab pidana
terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang di bawah komandonya,
apabila ia mengetahui, atau seharusnya mengetahui, bahwa orang di
bawah komandonya melakukan kejahatan, dan ia gagal mencegah atau
menghukum.
 • Tidak mengenal adanya kedaluwarsa atau batas waktu (Pasal 29):

Artinya, sampai kapan pun ICC mempunyai kewajiban mengadili pelaku
kejahatan berat sesuai Statuta Roma.
 • Dengan niat dan mengetahui (Pasal 30): Untuk membuktikan tanggung

jawab pidana, maka niat pelaku untuk melakukan kejahatan tersebut
harus bisa dibuktikan. Pelaku juga mengetahui bahwa ada situasi
tertentu atau konsekuensi tertentu akan terjadi akibat dari sebuah
tindakan.
 Asas pembelaan (Pasal 31): Tanggung jawab pidana dihapuskan pada

orang yang, ketika melakukan kejahatan, mengalami gangguan jiwa,
mabuk, melakukan bela diri, dilakukan di bawah ancaman terhadap jiwa
seseorang.

Hubungannya dengan PBB
1. DK PBB merupakan salah satu pihak
yang dapat merujuk suatu situasi
dugaan pelanggaran utk ditindaklanjuti
oleh penuntut umum ICC.
2. PBB bs menjadi sumber informasi
tambahan bagi penuntut umum ICC
untuk mengevaluasi informasi awal yg
diterimanya.
3. Sekjen PBB bisa menjadi saluran
komunikasi berkenaan dengan
pernyataan negara-negara mengenai
permintaan kerjasama dengan ICC

ICC
• Rome statute diadopsi 17 Juli 1998
n berlaku 1 juli 2002
• Tujuan:
• Mengakhiri impunitas
• Menghalangi para penjahat perang dan
HAM di masa depan
• Membantu mengakhiri konfik
• Memperbaiki berbagai kelemahan dari
peng. Ad hoc sebelumnya.