Autokorelasi Pengujian EfisiensiI Pasar Modal dI Asean

91 modal di Singapura belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Pada indeks PSI, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Francesco Guidi 2011 dan Kashif Hamid 2010 yang menyatakan bahwa pasar modal di Filipina belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Pada indeks SETI, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kasilingam 2014 dan Kashif Hamid 2010 yang menyatakan bahwa pasar modal di Thailand belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Pada indeks VNI, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khoa Cuong 2014, Francesco Guidi 2011 dan Kashif Hamid 2010 yang menyatakan bahwa pasar modal di Vietnam belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Dari uraian hasil analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pasar modal di ASEAN tidak efisien dalam bentuk lemah yang artinya bahwa harga saham hari ini ada hubungannya dengan harga saham sebelumnya.

3. Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi korelasi antara variabel pengganggu error pada periode t dan periode t-1 sebelumnya. Autokorelasi muncul karena observasi yang 92 berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya Imam Ghozali, 2005: 95. Beberapa cara untuk menanggulangi masalah autokorelasi adalah dengan mentransformasikan data atau bisa juga dengan mengubah model regresi ke dalam bentuk persamaan beda umum generalized difference equation. Selain itu juga dapat dilakukan dengan memasukkan variabel lag dari variabel terikatnya menjadi salah satu variabel bebas, sehingga data observasi menjadi berkurang 1. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pengujian sederhana terhadap stasioneritas data yaitu dengan menggunakan uji Breusch- Godfrey. Perhatikan nilai ObsR-squared dan nilai Probability disebelah kanannya. Nilai ObsR-squared berasal dari koefisien determinasi yaitu R-square dikalikan dengan banyaknya observasi. Jika nilai probabilitynya lebih besar daripada α = 5, mengindikasikan bahwa data tidak mengandung masalah autokorelasi. Sebaliknya, jika nilai probabilitynya lebih kecil daripada α = 5, maka mengindikasikan bahwa data mengandung masalah autokorelasi. Berikut ini adalah hasil dari uji Autokorelasi dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey dari ke enam indeks di ASEAN yang dapat dilihat pada tabel 4.3. 93 Tabel 4.3 Hasil Uji Autokorelasi Variabel ObsR-squared Prob Kesimpulan JKSE 8.857877 0.0119 Terdapat Autokorelasi KLSE 16.18218 0.0003 Terdapat Autokorelasi STI 6.923467 0.0314 Terdapat Autokorelasi PSI 38.18482 0.0000 Terdapat Autokorelasi SETI 22.69873 0.0000 Terdapat Autokorelasi VNI 8.135807 0.0171 Terdapat Autokorelasi Sumber: Data diolah menggunakan Eviews 9.0 Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa ke enam indeks memiliki masalah autokorelasi. Pada indeks JKSE nilai hitung ObsR-square sama dengan 8.857877 dengan probabilitas 0.0119 atau α lebih kecil daripada α = 5, maka mengindikasikan bahwa data mengandung masalah autokorelasi. Pada indeks KLSE nilai hitung ObsR-square sama dengan 16.18218 dengan pr obabilitas 0.0003 atau α lebih kecil daripada α = 5, maka mengindikasikan bahwa data mengandung masalah autokorelasi. Pada indeks STI nilai hitung ObsR-square sama dengan 6.923467 dengan probabilitas 0.0314 atau α lebih kecil daripada α = 5, maka mengindikasikan bahwa data mengandung masalah autokorelasi. Pada indeks PSI nilai hitung ObsR-square sama dengan 38.18482 dengan probabilitas 0.0000 atau α lebih kecil daripada α = 5, maka mengindikasikan bahwa data mengandung masalah autokorelasi. Pada indeks SETI nilai hitung ObsR-square sama dengan 22.69873 dengan probabilitas 0.0000 atau α lebih kecil daripada α = 5, maka mengindikasikan bahwa data mengandung masalah autokorelasi. Pada 94 indeks VNI nilai hitung ObsR-square sama dengan 8.135807 dengan proba bilitas 0.0000 atau α lebih kecil daripada α = 5, maka mengindikasikan bahwa data mengandung masalah autokorelasi. Pada indeks JKSE, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Francesco Guidi 2011 dan Kashif Hamid 2010 yang menyatakan bahwa pasar modal di Indonesia belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Pada indeks KLSE, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Francesco Guidi 2011 dan Kashif Hamid 2010 yang menyatakan bahwa pasar modal di Malaysia belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Pada indeks STI, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kashif Hamid 2010 yang menyatakan bahwa pasar modal di Singapura belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Pada indeks PSI, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Francesco Guidi 2011 dan Kashif Hamid 2010 yang menyatakan bahwa pasar modal di Filipina belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Pada indeks SETI, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kasilingam 2014 dan Kashif Hamid 2010 yang menyatakan bahwa pasar modal di Thailand belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. 95 Pada indeks VNI, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khoa Cuong 2014, Francesco Guidi 2011 dan Kashif Hamid 2010 yang menyatakan bahwa pasar modal di Vietnam belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Dari uraian hasil analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pasar modal di ASEAN tidak efisien dalam bentuk lemah yang artinya bahwa harga saham hari ini ada hubungannya dengan harga saham sebelumnya karena hasil analisis menunjukkan bahwa data pada keenam indeks tersebut mengandung masalah autokorelasi.

4. Model ARIMA