Faktor penyebab tingginya perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Kota Palembang

FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA PERKARA CERAI GUGAT
DI PENGADILAN AGAMA KOTA PALEMBANG

Oleh:
Rusmala Dewi Jayanti
103044128090

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1428 H / 2007 M

FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA PERKARA CERAI
GUGAT DI PENGADILAN AGAMA KOTA PALEMBANG

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Hukum Islam Pada Fakultas Syari’ah dan Hukum


Disusun Oleh:
Rusmala Dewi Jayanti
103044128090

Dibawah Bimbingan:

Drs.H.A. Basiq Djalil, S.H., M.A
NIP:150 169 102

Sri Hidayati, M.Ag
NIP:150 282 403

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1428 H / 2007 M


Pengesahan Panitia Ujian

Skripsi yang berjudul Faktor Penyebab Tingginya Perkara Cerai Gugat di
Pengadilan Agama Kota Palembang , telah diujikan dalam sidang munanqasah Fakultas
Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 15
Agustus 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum Islam Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Ahwal As-Sakhsiyyah.

Jakarta,

September 2007

Disahkan oleh
Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, SH.MA.MM)
NIP: 150 210 422
Panitia Ujian Munaqasah

Ketua


: Drs.H.A Basiq Djalil. SH.MA

(……………………)

NIP: 150 169 102
Sekretaris

: Kamarusdiana. S.Ag.MH

(……………………)

NIP: 150 285 972
Pembimbing I

: Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H, M.H

(……………………)

NIP: 150 169 102

Pembimbing II

: Sri Hidayati. M.Ag

(……………………)

NIP: 150 282 403
Penguji I

: Drs. H. Husni Thoyar, M.Ag

( ……………………)

NIP: 150 050 919
Penguji II

: Kamarusdiana, S.Ag, M.H
NIP: 150 285 972

( ……………………)


KATA PENGANTAR

‫اﺮ‬

‫اﷲ ا ﺮ‬

Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar…
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang Maha
Mengetahui. Yang Maha Mendengar. Yang Maha Pengasih dan Penyayang kepada
hambaNya yang dhaif ini. Atas berkat, izin dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Hanya Dia-lah sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan. Dibandingkan
dengan ilmu-Nya, maka ilmu yang Dia berikan kepada penulis ibarat setitik tinta yang
dicelupkan di Samudera yang luas. Hanya Dia-lah satu-satunya tempat penulis memohon
segala sesuatu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “FAKTOR
PENYEBAB TINGGINYA PERKARA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA
KOTA PALEMBANG”
Salawat dan salam semoga senantiasa terus mengalir kepada Rasul tercinta
Muhammad Saw, yang dengannya tercapailah risalah islam ini hingga menebar
keharumannya di seluruh jagad alam ini, beserta sahabat dan keluarganya, semoga kita

termasuk kafilah penerus perjuangan rasul tercinta. Amin Ya Rabbal Alamin. Dalam
kehidupan ini senantiasa ada orang-orang yang menjadi batu pijakan untuk meraih
keberhasilan. Apakah itu besar atau kecil, peranan orang-orang tersebut tidak dapat di
abaikan begitu saja.

Penulis menyadari, bahwa selesainya skripsi ini tidak luput dari dorongan dan
bantuan berbagai pihak, baik moril maupun materill, untuk itu penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya, terutama kepada :
1. Bapak Djohan Syafri dan Ibunda Hj. Tugirah, S.Pd, kakakku Darmawan Hertanto
dan Adindaku Rini Sri Astuti yang tiada hentinya dan tiada lelahnya memberikan
motivasi dan do’a kepada penulis serta memberikan bantuan moril terlebih lagi
materil. Semoga Allah swt melimpahkan rahmt dan kasih sayangNya kepada kalian
semua. Rabbifirli waliwalidayya waliman dakhala baitiya mu’minan wally
mu’mininna wal mu’minnati. Amin Ya Rabbal Alamin.
2. Bapak Pof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M, selaku Dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum.
3. Bapak Drs.H. A. Basiq Djalil, S.H, M.A, selaku Ketua Jurusan Ahwal Syakhsiyyah
dan Bapak Kamarusdiana, S.Ag, M.H, selaku Sekretaris Jurusan Ahwal
Syakhsiyyah
4. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H, M.A dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag, selaku

pembimbing skripsi penulis yang dengan kesabarannya membimbing penulis dan
meluangkan waktu sibuknya untuk penulis.
5. Bapak Drs. Andi Makil, H.M, selaku Ketua Pengadilan Agama Palembang yang
telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan riset di Pengadilan Agama
Palembang. Ibu Dra. Asma Zainuri, S.H, Hakim Pengadilan Agama Palembang
yang dari beliau penulis melakukan wawancara menyangkut skripsi penulis. Bapak
Drs. Azkar, S.H, Bapak Edy Syafiq, S.H, Bapak Sahlanudin, S.Ag, S.H, Bapak Qori

dan seluruh staf dan karyawan di Pengadilan Agama Kota Palembang yang telah
banyak membantu penulis selama melakukan riset di Pengadilan Agama
Palembang.
6. Pimpinan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan
IAIN

Raden Fatah Palembang beserta karyawannya yang telah memberikan

fasilitas serta kemudahan pada penulis untuk mengadakan studi kepustakaan,
Jazakumullah Khairan Katsiran.
7. Seluruh dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum, khususnya di program studi Ahwal

Syakhsiyyah, Jazakumulllah Khairan Katsiran atas bimbingan dan ilmu yang
diberikan selama penulis menimba ilmu di Fakultas Syari’ah dan Hukum ini.
8. Keluarga besar kosan Al-Kautsar Bapak H. Wanhar besarta keluarga dan temanteman kos, ika, nur, e’em, rahmah dan yang lainnya,. Jazakumullah

atas

kebersamaannya.
9. Ayundaku Shinta Radesti, S.Si yang selalu memberikan motivasi kepada penulis
lewat sms-smsnya dan setia mendengarkan curhat penulis selama menyelesaikan
skripsi ini.
10. Sahabat-sahabatku tercinta Pit, Ferry, Bad, Dila, Cicit, Firman, Fai, Hadziq, Fa’at,
Arif dan yang lainnya kelas PA (B) angkatan tahun 2003. Juga untuk sahabat dari
Malaysia, K’Erny, K’Noni, K’Shaimah, K’Syidah, Hafiz bin Yunus, K’Saefullah,
serta sahabat-sahabat seperjuanganku lainnya yang tidak bisa disebut satu-persatu.
Jazakumullah khairan katsiran, penulis mencintai dan menyayangi kalian semua

karena Allah Swt. “Rabbi au ziqni an asykura ni’matakal lati anamta alaiya Wa
ala waalidayya wa an a’ mala shalihan tardhohu wa adkhilni birahmatika fi i’
Badikasshalihin.” Semoga segala bantuan yang telah diberikan akan dibalas oleh
Allah Swt dengan pahala yang berlipat ganda. Amin ya rabbal alamin.

Akhirnya hanya kepada Allah Swt semuanya penulis pasrahkan. “Hasbiyallahu
laillahaillahu,’alaihi tawakaltu wahuwarabbul arsyil adzim”. Semoga skripsi ini
bermanfaat, terutama bagi penulis, maupun bagi pembaca pada umumnya. Amin.

Jakarta, 16 Jumadil Akhir 1428 H.
1 Juli 2007 M.

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

i

DAFTAR ISI .........................................................................................................

v

DAFTAR TABEL ................................................................................................


vii

BAB I

BAB II

BAB III

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................

1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................

5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................


6

D. Metode Penelitian ..........................................................................

7

E. Sistematika Penulisan .....................................................................

9

PENGERTIAN DAN PROSEDUR PERCERAIAN
A. Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian .......................................

11

B. Akibat Hukum dan Hikmah Perceraian .........................................

25

C. Perbedaan Cerai Gugat dan Permohonan Cerai ............................

29

D. Prosedur Administrasi Cerai Gugat ...............................................

32

GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA PALEMBANG
A. Sejarah Singkat Pengadilan Agama Palembang ............................

39

B. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Palembang.......................

49

C. Kompetensi Absolute dan Relatif Pengadilan Agama Palembang..

53

D. Statistik Perkara Cerai Gugat di Pengadilan Agama Palembang ..
BAB IV

58

FAKTOR PENYEBAB CERAI GUGAT DI PENGADILAN
AGAMA PALEMBANG
A. Perkara Cerai Gugat di Pengadilan Agama Palembang ………….

61

B. Latar Belakang Penggugat …………………………….………….

62

C. Faktor-Faktor Penyebab Cerai Gugat di Pengadilan Agama Palembang
………………………………………………………..

62

D. Analisa Tentang Tingginya Perkara Cerai Gugat ………………… 74
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………….

77

B. Saran-Saran ……………………………………………………….

79

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

80

LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................

83

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Perkara perceraian yang diterima dan diputus pada Pengadilan Agama
Palembang Tahun 2004-2006...............................................................
Tabel 3.2 Perkara Cerai Talak Yang Diterima dan yang Diputus

Tahun

2004-2006.............................................................................................
Tabel 3.3 Perkara Cerai Gugat Yang Diterima dan yang Diputus

59

59

Tahun

2004-2006.............................................................................................

60

Tabel 3.4 Perkara Cerai Gugat Selama Tiga Tahun (Tahun 2004 sampai Tahun2006)
..............................................................................................................60
Tabel 4

Faktor Perceraian Dari Tahun 2004 Sampai Dengan

Tahun

2006 ......................................................................................................

65

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

i

DAFTAR ISI .........................................................................................................

v

DAFTAR TABEL ................................................................................................

vii

BAB I

BAB II

BAB III

PENDAHULUAN
F. Latar Belakang Masalah .................................................................

1

G. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................

5

H. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................

6

I. Metode Penelitian ..........................................................................

7

J. Sistematika Penulisan .....................................................................

9

PENGERTIAN DAN PROSEDUR PERCERAIAN
E. Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian .......................................

11

F. Akibat Hukum dan Hikmah Perceraian .........................................

25

G. Perbedaan Cerai Gugat dan Permohonan Cerai ............................

28

H. Prosedur Administrasi Cerai Gugat ...............................................

32

GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA PALEMBANG
E. Sejarah Singkat Pengadilan Agama Palembang ............................

38

F. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Palembang.......................

48

BAB IV

G. Kompetensi Absolute dan Relatif Pengadilan Agama Palembang..

52

H. Statistik Perkara Cerai Gugat di Pengadilan Agama Palembang ..

57

FAKTOR PENYEBAB CERAI GUGAT DI PENGADILAN
AGAMA PALEMBANG
A. Perkara Cerai Gugat di Pengadilan Agama Palembang ………….

60

E. Latar Belakang Penggugat …………………………….………….

61

F. Faktor-Faktor Penyebab Cerai Gugat di Pengadilan Agama Palembang
………………………………………………………..

61

G. Analisa Tentang Tingginya Perkara Cerai Gugat ………………… 72
BAB V

PENUTUP
C. Kesimpulan ……………………………………………………….

79

D. Saran-Saran ……………………………………………………….

81

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

82

LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................

85

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Perkara perceraian yang diterima dan diputus pada Pengadilan Agama
Palembang Tahun 2004-2006...............................................................
Tabel 3.2 Perkara Cerai Talak Yang Diterima dan yang Diputus

Tahun

2004-2006.............................................................................................
Tabel 3.3 Perkara Cerai Gugat Yang Diterima dan yang Diputus

58

58

Tahun

2004-2006.............................................................................................

59

Tabel 3.4 Perkara Cerai Gugat Selama Tiga Tahun (Tahun 2004 sampai Tahun2006)
..............................................................................................................59
Tabel 4

Faktor Perceraian Dari Tahun 2004 Sampai Dengan

Tahun

2006 ......................................................................................................

59

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Perkara perceraian yang diterima dan diputus pada Pengadilan Agama
Palembang Tahun 2004-2006...............................................................
Tabel 3.2 Perkara Cerai Talak Yang Diterima dan yang Diputus

Tahun

2004-2006.............................................................................................
Tabel 3.3 Perkara Cerai Gugat Yang Diterima dan yang Diputus

59

59

Tahun

2004-2006.............................................................................................

60

Tabel 3.4 Perkara Cerai Gugat Selama Tiga Tahun (Tahun 2004 sampai Tahun2006)
..............................................................................................................60
Tabel 4

Faktor Perceraian Dari Tahun 2004 Sampai Dengan

Tahun

2006 ......................................................................................................

65

MOTTO :
“ J anganl ah

buk u

s aj a.

mendat angi
t i dak

mengambi l

i l mu

Bar ang

s i apa

ul ama

( i l muan) ,

ak an

ber ak ar

Bar ang

s i apa

t i dak

der i t a

bel aj ar

t i dak

dar i
per nah

mak a

ia

dal am k emul i aan.
per nah

mak a

ia

menanggung
t i dak

ak an

mer as ak an l ez at ny a i l mu penget ahuan”

“ Wat t az awwadu
Zaddi t

Taqwa” ,

Fai nna

Khai r r az

Ber bek al l ah dan Sebai k -

bai k bek al adal ah TAQWA”

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Segala sesuatu di alam wujud ini diciptakan oleh Allah Swt berpasangpasangan, Allah Swt berfirman:

‫ﱠﻜ ﺬآﱠﺮون‬

‫ﺎ زو‬

‫ء‬

‫آﱢ‬

‫و‬

Artinya: “Segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat
akan kebesaran Allah”. (az-Zariyat/51: 49)
Dan juga firman-Nya,

‫ا ﺬﱠآﺮ وا ﺄ ﻰ‬

‫ا ﺰﱠو‬

‫وأ ﱠ‬

Artinya: “Dan bahwa Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan
perempuan” . (Al-Najm/53: 45)
Al Qur'an menjelaskan bahwa manusia (laki-laki) secara naluriah, di samping
mempunyai keinginan terhadap harta dunia, anak keturunan dan yang lain-lain, juga
sangat menyukai lawan jenisnya.
Perkawinan merupakan ikatan yang suci dan kokoh. Oleh sebab itu perkawinan
oleh Al-Qur'an disebut dengan kata nikah dan misaq (perjanjian). Nikah secara bahasa
ialah al-dhammu wa al-wath’u1 yang berarti berkumpul dan bersetubuh. Muhammad
Abu Ishrah memberikan definisi yang lebih luas, yang juga dikutip oleh Zakiah
Daradjat 2:

1
2

Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami Wa Adilatuh, (Baerut: Darul Fikr, 1991), Juz VII, h. 29
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenda Media, 2003), Cet. Ke-1, h.9

“Akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan
keluarga (suami isteri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong dan
memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing”.
Segala sesuatu yang disyari'atkan Islam mempunyai tujuan sekurang-kurangnya
mengandung hikmah tertentu tak terkecuali perkawinan. Tujuan perkawinan Islam tidak
dapat dilepaskan dari pernyataan Al-Qur'an. Al-Qur'an menjelaskan:

‫ن‬
‫ﺔإﱠ‬

‫ﻮدﱠة ور‬

‫ﻜ‬

‫ﻜ ﻮا إ ﻬ ﺎ و‬

‫ﻜ أزوا ﺎ‬

‫أ‬

‫ﻜ‬
‫ﻜﱠﺮون‬

‫ءا ﺎ أن‬

‫و‬

‫ذ ﻚ ﺎت ﻮم‬

Artinya: “Di antara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah Dia menciptakan isteri-isteri
bagi para laki-laki dari jenis mereka sendiri, agar mereka merasa tentram
(sakinah), kemudian Allah menjadikan/menumbuhkan perasaan cinta dan kasih
sayang (mawaddah dan rahmah) di antara mereka. Dalam hal demikian benarbenar terdapat (pelajaran) bagi mereka yang mau berfikir”. (Ar-Rum/30: 21)
Ayat tersebut di atas mengungkapkan tujuan dasar dari setiap pembentukkan
rumah tangga, yaitu di samping untuk mendapatkan keturunan yang shaleh adalah
untuk dapat hidup tenteram adanya suasana sakinah yang disertai rasa kasih sayang.
Ikatan pertama pembentukkan rumah tangga telah dipatri oleh ijab kabul yang
dilakukan waktu akad nikah. Kalimat ijab kabul sangat mudah untuk di ucapkan oleh
calon suami dan wali calon isteri.

Artinya, bahwa ucapan ijab kabul sungguh gampang diucapkan namun berat
pada pelaksanaannya karena memerlukan perhatian yang serius dan terus menerus.3

3

Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Analisis Yurisprudensi
Dengan Pendekatan Ushuliyah, (Jakarta: Prenada Media, 2004 ), hal. 96

Dalam kehidupan rumah tangga, meskipun pada mulanya suami isteri penuh
kasih sayang seolah-olah tidak akan menjadi pudar, namun pada kenyataannya rasa
kasih sayang itu bila tidak dibina bisa menjadi pudar, bahkan bisa hilang berganti
dengan kebencian. Jika kebencian sudah datang dan suami isteri tidak dengan sungguh
hati mencari jalan keluar dan memulihkan kembali kasih sayangnya maka akan
berujung ke arah perceraian. Dalam sebuah rumah tangga sulit digambarkan tidak
terjadinya sebuah percekcokan. Akan tetapi, percekcokan itu sendiri beragam
bentuknya ada yang ibarat seni dan irama dalam kehidupan rumah tangga yang tidak
mengurangi keharmonisan dan ada pula yang menjurus kepada kemelut berkepanjangan
yang bisa mengancam eksistensi lembaga perkawinan.
Setiap perkawinan tentulah diharapkan akan bertahan seumur hidup. Ada
kalanya harapan ini tidak tercapai karena rumah tangga bahagia yang diidam-idamkan
melalui perkawinan berubah menjadi neraka. Maka terbukalah pintu bagi perceraian.
Karena awal dari suatu perkawinan adalah cinta kasih yang membayangkan
kebahagiaan, maka selalulah peristiwa perceraian diliputi oleh ledakan-ledakan emosi.
Menjadilah kasus perceraian di Pengadilan sebagai perkara yang paling banyak di
tangani hakim. Tak terkecuali Pengadilan agama kota Palembang dalam beberapa tahun
terakhir ini banyak sekali menerima perkara perceraian khususnya perkara cerai gugat.
Karena itu keseimbangan kedudukan suami isteri dalam menangani kasus perceraian
sangat penting artinya. Ini tidak saja menyangkut keadilan dan kepastian hukum, tetapi

juga menghilangkan prasangka-prasangka yang tidak berdasar dari suami isteri yang
sedang berperkara terhadap hakim yang menangani perkaranya.4
Kasus perceraian di Kota Palembang, selama beberapa tahun ini tertinggi di
Sumatera Selatan.5 Pengadilan Agama Palembang dalam kurun waktu 3 tahun yaitu
dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 perkara yang diterima dan yang diputus
untuk perkara perceraian semakin meningkat, khususnya gugatan perkara yang diajukan
oleh pihak isteri. Banyaknya cerai gugat yang diajukan oleh pihak isteri ini , tentulah
dilatar belakangi oleh banyak faktor.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik mengkajinya dalam skripsi
yang berjudul “FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA PERKARA CERAI GUGAT
DI PENGADILAN AGAMA KOTA PALEMBANG”. Hal yang memotivasi penulis
untuk mengadakan penelitian di Pengadilan Agama Palembang menyangkut judul
diatas adalah dari penelitian tersebut diharapkan mampu memberikan jawaban dan
penjelasan yang gamblang mengenai faktor penyebab perkara cerai gugat di Pengadilan
Agama Palembang. Di samping itu juga karena penulis adalah asli putri daerah tersebut
ingin memberikan sebuah wacana dan pencerahan kepada masyarakat mengenai
keberadaan Pengadilan Agama Palembang.
B. Batasan dan Perumusan Masalah
Untuk mempermudah penulisan dan pembahasan dalam skripsi ini, perlu
kiranya penulis membatasi masalah sehingga jelas masalah yang akan dibahas. Dalam
4

Bustanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia, Akar, Sejarah, Hambatan dan
Prospeknya, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), Cet. Ke- 1, h. 124-125
5
http://www.kompas.com/kesehatan/news/0508/05/073853.htm, h.2

skripsi ini penulis membatasi masalahnya yaitu perkara cerai talak dan perkara cerai
gugat. Namun yang menjadi fokus bahasannya adalah perkara cerai gugat. Selain itu
juga membahas faktor yang menjadi penyebab tingginya perkara cerai gugat di
Pengadilan Agama Kota Palembang. Untuk itu penulis memfokuskan dan
mengefektifkan pengolahan datanya hanya pada perkara cerai gugat dari tahun 2004
sampai tahun 2006 yang terdapat di Pengadilan Agama Kota Palembang.
Dari latar belakang dan batasan masalah tersebut maka dapat penulis rumuskan
sebagai berikut: “Perceraian hal yang sangat dibenci Allah, walaupun halal.
Sebaliknya perkawinan merupakan hal yang terpuji dan BP4 merupakan lembaga
perdamaian/penasehat yang memberi pengarahan serta pembinaan kepada suami isteri
agar dapat menghindari perceraian. Namun kenyataan di lapangan jumlah perkara
perceraian semakin banyak di tangani hakim. Hal ini penulis ingin telusuri
penyebabnya untuk kemudian dapat diambil langkah yang lebih tepat untuk
mengatasinya.”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Mengacu pada masalah penelitian, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab tingginya perkara cerai gugat di
Pengadilan Agama Palembang selama kurun waktu 3 tahun dari tahun 2004 sampai
tahun 2006. Selain itu juga untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
tingginya kasus perceraian khususnya untuk perkara cerai gugat di Pengadilan Agama
Palembang.

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis
Bagi peneliti, penelitian ini merupakan suatu pengamalan antara teori yang
telah didapatkan di perkuliahan dengan praktek yang ada di lapangan. Dan sebagai
bahan evaluasi bagi tokoh masyarakat, Da’i, pendidik serta yang lainnya, untuk
dapat menanamkan nilai-nilai atau dasar-dasar pemahaman agama yang kuat kepada
masyarakat. Selain itu, penelitian ini juga memberikan informasi dan wacana baru
mengenai Pengadilan Agama yang ada di kota Palembang.
2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan lapangan penelitian
khususnya di bidang hukum keluarga.

D. Metodelogi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode deskriptif yaitu berupaya
menghimpun data dan informasi yang telah ada atau telah terjadi di lapangan.6
Bersifat eksploratif yaitu peneliti ingin menggali secara luas tentang sebab-sebab
atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu dan bertujuan untuk

6

Nana Sudjana dan Awal Kusumah, Proposal Penelitian Di Perguruan Tinggi, (Bandung: PT. Sinar
Baru Algensindo, 2000), h. 85

menggambarkan keadaan sesuatu.7 Dalam hal ini peneliti hanya ingin mengetahui
hal-hal yang berhubungan dengan keadaan sesuatu yaitu apa saja yang menjadi
sebab tingginya perkara cerai gugat yang terdapat di Pengadilan Agama Kota
Palembang.
2. Sumber Data
Penentuan instrument penelitian ini berupa peneliti sebagai instrument
peneliti utama dengan menggunakan pengamatan/observasi terlibat, wawancara,
penggunaan dokumen dan sumber tertulis lainnya. Wawancara diperlukan untuk
melakukan analisis dan interpretasi langsung dari hasil pengamatan. Menilik jenis
penelitian ini, maka jenis data yang dibutuhkan adalah data kualitatif dan kuantitatif
yang penulis kumpulkan dari berbagai sumber tertulis baik yang sifatnya primer dan
skunder.
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer berupa, (i) Studi
dokumentasi yaitu mengumpulkan data-data yang terdapat di Pengadilan Agama
Palembang berupa putusan hakim dan dokumentasi tentang sejarah Pengadilan
Agama Palembang. (ii) Interview (wawancara) yang dimaksudkan untuk menggali
keterangan-keterangan dan informasi penting dari narasumber yang

berkaitan

dengan skripsi ini. Narasumber tersebut adalah Hakim di Pengadilan Agama
Palembang. Interview dilakukan dengan menggunakan alat bantu

berupa tape

recorder.

7

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1998), Cet. Ke -11, h. 245

3. Pengolahan dan Analisa Data
Dalam menganalisa data, penulis menggunakan metode deskriptif analitik
yaitu teknik analisa data dimana penulis menjabarkan data-data yang diperoleh dari
hasil observasi di lapangan kemudian data tersebut di analisa secara kuantitatif
untuk mencari seberapa besar tingkat perkara yang telah diterima dan yang telah
diputus oleh Pengadilan Agama Palembang. Data kuntitatif ini diproses dengan 2
(dua) cara8 yaitu pertama dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang
diharapkan dan diperoleh persentase, kedua diklasifikasikan, dijumlahkan sehingga
menjadi suatu susunan urut data untuk selanjutnya dibuat tabel. Kemudian di proses
lebih lanjut menjadi perhitungan untuk diambil kesimpulan. Pada akhirnya data
tersebut diintrpretasikan dengan merujuk pada buku-buku yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan dijabarkan dalam skripsi ini.

4. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisannya, penulis berpedoman pada buku penulisan
skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2005.
E. Sistematika Penulisan

8

Suharsimi Arikunto, Op., Cit., h. 246

Sistematika penulisan merupakan pola dasar pembahasan skripsi dalam bentuk
bab dan sub bab yang secara logis saling berhubungan dan merupakan suatu dari
masalah yang diteliti. Adapun sistem penulisan skripsi ini sebagai berikut:
Bab pertama berisi Pendahuluan, memuat latar belakang masalah, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab kedua berisi Pengertian dan Prosedur Perceraian, memuat pengertian dan
dasar hukum perceraian, hikmah dan akibat hukum perceraian, perbedaan cerai gugat
dan permohonan cerai dan prosedur administrasi cerai gugat.
Bab ketiga berisi Gambaran Umum Pengadilan Agama Palembang, memuat
sejarah singkat pengadilan agama Palembang, struktur organisasi pengadilan agama
Palembang, kompetensi absolute dan relatif pengadilan agama Palembang dan statistik
perkara perceraian di pengadilan agama Palembang.
Bab keempat berisi tentang Faktor Penyebab Cerai Gugat di Pengadilan Agama
Palembang memuat, perkara cerai gugat di pengadilan agama Palembang, latar
belakang Penggugat, faktor-faktor penyebab cerai gugat di Pengadilan Agama
Palembang dan analisa tentang tingginya perkara cerai gugat
Bab kelima berisi Penutup yang memuat kesimpulan dan saran-saran
Daftar Pustaka
Lampiran

BAB II
PENGERTIAN DAN PROSEDUR PERCERAIAN
A. Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian
1. Pengertian dan Macam-Macam Perceraian
Keutuhan dan kelanggengan kehidupan perkawinan merupakan suatu tujuan
yang di gariskan Islam. Akad nikah merupakan suatu perjanjian untuk selamanya
dan langgeng hingga meninggal dunia. Karena itu, perkawinan dinyatakan sebagai
ikatan yang paling kokoh. Ikatan kokoh antara suami isteri oleh al-Qur’an disebut
dengan mitsaqan ghalidzan.9 Allah Swt berfirman :

‫ﺎ ﺎ ﻜ وأ ﺬن ﺾ إ ﻰ ﻀﻜ أ ﻀﻰ و ﺪ ﺄ ﺬو وآ‬

‫ﺎ‬

Artinya:” Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu
telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami isteri. Dan
mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu sekalian perjanjian
yang kuat”. ( An-Nisa/4:21)
Ikatan kokoh tersebut bisa menjadi tidak kokoh lagi, jika di dalam
kehidupan rumah tangga suami isteri tersebut sering terjadi perselisihan.
Perselisihan tersebut terkadang sulit untuk didamaikan yang menyebabkan pihak
suami ataupun isteri menuntut cerai. Islam adalah agama yang solutif yaitu setiap
masalah senantiasa dicari jalan keluarnya. Seperti masalah shiqoq (percekcokan)
ini, ketika masalah percekcokan dalam rumah tangga tersebut terjadi, maka

9

Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. Ke-1, h.316

penyelesaiannya haruslah diselesaikan lewat hakam terlebih dahulu baik dari pihak
isteri ataupun dari pihak suami untuk mendamaikan kedua belah pihak.
Sebagaimana diataur dalam Qs.An-Nisa:35 :

‫ﺎ‬

‫أه ﻬﺎ إن ﺮ ﺪا إ‬

‫أه و ﻜ ﺎ‬

‫ﻬ ﺎ ﺎ ﻮا ﻜ ﺎ‬
‫ﺮا‬

‫ﺎ‬

‫آﺎن‬

‫ﺎق‬

‫ﻬ ﺎ إن ا‬

‫وإن‬
‫ا‬

‫ﻮ‬

Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada shiqoq (percekcokan/ persengketaan)
antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki
dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam ini
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada
suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal”. (An-Nisa/4:35)
Jika kedua orang hakam yang ditunjuk untuk persoalan shiqoq ini
menghendaki hubungan suami isteri diteruskan, maka kedua suami isteri tersebut
tetap harus melanjutkan hubungan suami isteri (perkawinan) mereka. Akan tetapi,
andaikan lewat jalur hakam ini masalah shiqoq tidak dapat diselesaikan dan di
antara suami isteri tetap saling bertengkar, maka tidak ada cara lain, perceraian
merupakan salah satu jalan (solusi) agar tidak terjadi pertengkaran yang terus
menerus karena cinta dan kasih sayang sudah tidak dapat dibina lagi.
Pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk selamanya sampai matinya
salah seorang suami isteri tersebut. Inilah sebenarnya yang dikehendaki Islam.
Namun dalam keadaan tertentu terdapat hal-hal yang menghendaki putusnya
perkawinan itu dalam arti bila hubungan perkawinan tetap dilanjutkan, maka
kemudharatan akan terjadi. Dalam hal ini Islam membenarkan putusnya perkawinan

sebagai langkah terakhir dari usaha merukunkan rumah tangga, putusnya
perkawinan dengan begitu adalah suatu jalan yang baik.10
Putusnya perkawinan dalam hal ini berarti berakhirnya hubungan suami
isteri. Dilihat dari sisi pihak-pihak yang berakad, maka sebab putusnya ikatan
perkawinan ada yang merupakan hak pada suami dan ada juga yang merupakan hak
pada isteri.11 Putusnya perkawinan atas kehendak dari suami oleh alasan tertentu
dan dinyatakan kehendaknya itu dengan ucapan tertentu disebut dengan talak yang
merupakan haknya. Sedangkan putusnya perkawinan atas kehendak isteri dan
merupakan haknya disebut dengan khulu’.12 “Perceraian” dalam istilah ahli fiqh
disebut dengan “talak” atau “furqah”. Talak berarti “membuka ikatan”,
“membatalkan perjanjian”. Furqah berarti bercerai lawan dari berkumpul.
Talak sendiri dalam hadits Nabi Saw dikatakan sebagai perkara yang
dibenci, namun halal untuk dilakukan. Sebagaimana Hadits Rasulullah Saw,

‫ﺎرب‬
‫ل إ ﻰ اﷲ‬

, ‫ﺮﱢف وا‬
‫ )ا ﺾ ا‬:‫و ﱠ ﺎل‬

‫ﺎﺪ‬
‫ ﱠﺪ ﺎ ﱠﺪ‬,‫ﺪ‬
‫ﱠﺪ ﺎ آ ﺮ‬
‫ا ﱠ ﱢ ﱠﻰ اﷲ‬
‫ﺮ‬
‫ا‬
,‫د ﺎر‬
13
(‫ﺰﱠو ﱠ ا ﱠ ق( )روا ا ﻮ داود‬

Artinya :” Dikatakan Katsir Ibnu Ubaid, dikatakan Muhammad bin Khalid dari
Mu’arif bin Wasil, dari Muharib bin Ditsar, dari Umar dari Nabi Saw berkata :
“(perbuatan halal di sisi Allah adalah Talak)”.

10

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Bogor: Kencana Prenada Media, 2003), Cet. Ke-1,

11

Acmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-1,

h.124
h.117
12

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan UndangUndang Perkawinan, (Jakrata: Prenada Media, t.th), h.197
13
Abu Daud, Sunan Abu Daud, (Beirut: Darul Fikr, 1994), h. 226

Perkara halal di sini menurut Yusuf Qardhawi memberikan pengertian,
bahwa talak itu suatu rukhsah (keringanan) yang diadakan semata-mata karena
darurat yaitu ketika memburuknya hubungan suami isteri dan keduanya benar-benar
mengajukan perceraian.14 Di masa dulu talak merupakan hak “prerogatif” pria
(suami) yang bisa dipergunakan “kapan saja” dan “dimana saja”. Karena di masa
lampau banyak penyalahgunaan wewenang talak, maka kini dengan dibentuknya
hukum keluarga kontemporer diadakan rambu-rambu pemakaiannya. Artinya hak
talak itu tetap berada ditangan suami, tetapi penggunaannya harus di depan sidang
Pengadilan Agama.15
Dilain pihak isteri juga mempunyai hak untuk melakukan suatu perbuatan
hukum yang akan menjadi sebab putusnya ikatan perkawinan. Perbuatan hukum
tersebut disebut dangan khulu’ yaitu pihak isteri meminta agar pihak suami bersedia
memutus ikatan perkawinan, bersedia menceraikan dan pihak isteri menyediakan
pembayaran yang besarnya disetujui oleh pihak suami (yang lazim paling besar
tidak melebihi mahar)16 atau dengan kata lain isteri mempunyai hak untuk
mengajukan perceraian dari suaminya dengan membayar ‘iwadh (tebusan) dengan
cara mengembalikan mahar yang pernah suami berikan kepadanya.17 Adapun lebih
jelasnya, Talak menurut pengertian bahasa ialah pelepasan ikatan yang kokoh. Kata
“talak” diambil dari “ithlaq” yang berarti melepaskan dan meninggalkan. Talak
14

Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal Haram Dalam Islam, terj. Muammal Hamidi, (Surabaya:
PT.Bina Ilmu, 1980), h.284
15
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002), Cet ke-2, h.103-107
16
Ahmad Kuzari, Op., Cit., h.12
17
Lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Kairo : Daar al-Fath, 2000), Cet ke-1, jilid 2, h.191

menurut pengertian istilah (syara’) ialah pelepasan akad perkawinan.18 Menurut
Amir Syarifuddin dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, terdapat
tiga kata kunci yang menunjukkan hakikat dari perceraian yang bernama talak,
yaitu:19
Pertama, kata ”melepaskan” atau membuka atau menanggalkan mengandung
arti bahwa talak itu melepaskan sesuatu yang selama ini telah terikat yaitu ikatan
perkawinan.
Kedua, kata “ikatan perkawinan”, yang mengandung arti bahwa talak itu
mengakhiri hubungan perkawinan yang terjadi selama ini. Bila ikatan perkawinan
itu membolehkan hubungan antara suami dan isteri maka dengan telah dibuka
ikatan itu status suami dan isteri kembali kepada keadaan semula, yaitu haram.
Ketiga, kata dengan lafaz “tha-la-qa” dan sama maksudnya dengan itu
mengandung arti bahwa putusnya perkawinan itu melalui suatu ucapan dan ucapan
yang digunakan itu adalah kata-kata talak.
Talak memang banyak macamnya, tetapi bila ditinjau dari segi ada atau
tidak adanya kemungkinan bekas suami rujuk kembali kepada bekas isteri, maka
talak terbagi menjadi 2 yaitu:

a. Talak Raj’i

18
19

Al- Shan’any, Op., Cit, h.609
Amir Syarifuddin, Op., Cit., h.199

Talak raj’i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk
selama isteri dalam masa iddah.20
b. Talak Bain
Talak bain yaitu talak yang terjadi ketiga kalinya atau talak sebelum
isteri dicampuri atau talak tebusan isteri kepada suaminya. Talak bain ini terdiri
dari 2 (bagian), yaitu:
1) talak bain sughra
2) talak bain kubra.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 119, ayat (1) dijelaskan,
bahwa: “Talak ba’in shugra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tetapi boleh
akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam masa iddah”. Dan
dalam ayat (2) diterangkan, bahwa: “Talak ba’in shugra sebagaimana tersebut
pada ayat satu adalah (a) talak yang terjadi qobla al dukhul (sebelum
dicampuri), (b) talak dengan tebusan atau khulu’ dan (c) talak yang dijatuhkan
oleh Pengadilan Agama.
Pada pasal 120 Kompilasi Hukum Islam (KHI), mengenai talak ba’in
kubro dijelaskan, bahwa: “Talak ba’in kubro adalah talak yang terjadi untuk
ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan
kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas isteri menikah
lagi dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da dukhul (setelah
dicampuri) dan habis masa iddahnya.”
20

KHI, Pasal 118, h. 57

Mengenai ketentuan talak ba’in kubro, diterangkan dalam al-Qur’an
surat al-Baqarah ayat 230 yang menyatakan:

‫ﻬﺎ ﺈن‬

‫ﻰ ﺪ‬
‫ﺎ إن ﺮا ﺎ أن‬

‫ﺎ أن‬

‫ﺮ زو ﺎ ﻜ‬
‫ﺪود‬

‫ﻬﺎ ﺈن‬

‫ﺪود و ﻚ ا‬

‫ﺎح‬
‫ﻬﺎ ا‬

‫ﻬ ﺎ‬

‫ﻮن ﻮم‬

Artinya:” Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua),
maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan
suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya,
maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri)
untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah,
diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (alBaqarah/2::230)
Dewasa ini talak bukan lagi merupakan hak mutlak suami untuk
menjatuhkannya karena menjatuhkan talak harus terlebih dahulu dipenuhi syaratsyarat tertentu. Menurut hukum perkawinan di Indonesia, talak adalah ikrar suami
di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya
hubungan perkawinan. Ikrar talak diucapkan di depan sidang Pengadilan setelah
mendengar keterangan saksi-saksi, baik dari pihak keluarga maupun dari orang
dekat. Setelah Pengadilan memutuskan dan diucapkan ikrar talak di depan sidang
Pengadilan oleh suami, maka putuslah hubungan suami terhadap isteri atau
hubungan kedua suami isteri tersebut.21
Perceraian (talak) ditinjau dari cara dan waktu menjatuhkannya terbagi
menjadi 2 (dua) macam, yaitu: (1) talak sunni dan (2) talak bid’i.

21

Bahder Johan Nasution dan Sri Warjiati, Hukum Perdata Islam (Bandung: Mandar Maju, 1997),
Cet. Ke-1, h.31

Kompilasi Hukum Islam (KHI),

pasal 121 menyatakan: “Talak sunni

adalah talak yang dibolehkan yaitu talak yang dijatuhkan terhadap isteri yang
sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut”. Sedangkan talak bid’i
dalam pasal 122 dinyatakan:”Talak bid’i adalah talak yang dilarang, yaitu talak
yang dijatuhkan pada waktu isteri dalam keadaan haid atau isteri dalam keadaan
suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut”.
Dari penjelasan di atas ada pergeseran pemahaman talak (perceraian) antara
ketentuan fiqh dan peraturan perundang-undangan tentang perkawinan di Indonesia.
Dalam fiqh talak dapat dilakukan kapan saja ia suka dan dimanapun ia mau, tetapi
perceraian dalam aturan hukum perkawinan di Indonesia harus melalui sidang
Pengadilan Agama agar tercapai ketentuan hukum yang tidak semena-mena oleh
suami untuk mentalak isterinya.
Hukum Islam memberi jalan kepada isteri yang menghendaki perceraian
dengan menggunakan jalan khulu’ sebagaimana hukum Islam memberi jalan kepada
suami untuk menceraikan isterinya dengan jalan talak.
Bila seorang isteri melihat pada diri suaminya sesuatu yang tidak diredhoi
Allah untuk melanjutkan hubungan perkawinan, sedangkan si suami tidak mau
menceraikannya, maka si isteri dapat meminta perceraian dari suaminya dengan
kompensasi ganti rugi yang diberikannya kepada suaminya. Bila suami menerima
dan menceraikan isterinya atas dasar uang ganti itu, maka putuslah perkawinan
antara keduanya. Khulu’ yang terdiri dari lafaz kha-la-‘a yang berasal dari bahasa

arab

secara

etimologi

berarti

menangguhkan

atau

membuka

pakaian.22

Dihubungkan dengan kata khulu’ dengan perkawinan karena dalam al-Qur’an
disebutkan bahwa suami itu sebagai pakaian bagi isterinya dan isteri itu pakaian
bagi suaminya. Dalam surat al-Baqarah(2) ayat 187 dijelaskan:

... ‫ﺎس ه‬

‫ﻜ‬

‫ﺎس وأ‬

‫ ﻬ‬...

Artinya: “…mereka merupakan pakaian bagimu dan kamu merupakan pakaian
bagi mereka…”. (al-Baqarah/2: 187)
Dalam arti istilah hukum dalam beberapa kitab fiqh, khulu’ diartikan
dengan:“Putus perkawinan dengan menggunakan uang tebusan, menggunakan
ucapan talak atau khulu”.23
Di dalam khulu’ terdapat beberapa unsur yang merupakan rukun yang
menjadi karakteristik dari khulu’ itu dan di dalam setiap rukun terdapat beberapa
syarat. Adapun yang menjadi rukun dari khulu’ adalah:
a. Suami yang menceraikan isterinya dengan tebusan
b. Isteri yang meminta cerai dari suaminya dengan uang tebusan
c. Uang tebusan atau ‘iwadh
d. Alasan untuk terjadinya khulu’

Sedangkan yang menjadi syarat dari khulu’ antara lain:

22
23

Amir Syarifuddin, Op., Cit., h.231
Ibid

Pertama, syarat suami yang menceraikan isterinya dalam bentuk khulu’
sebagaimana yang berlaku dalam talak adalah seseorang yang ucapannya telah
dapat diperhitungkan secara syar’i, yaitu akil, baliqh dan bertindak atas
kehendaknya sendiri dan dengan kesengajaan. Seluruh mazhab, kecuali Hambali
sepakat bahwa baligh dan berakal merupakan syarat yang wajib dipenuhi oleh lakilaki yang melakukan khulu’. Hambali mengatakan bahwa khulu’ sebagimana halnya
dengan talak, dianggap sah bila dilakukan oleh orang yang mumayyiz ( telah
mengerti sekalipun belum baligh).24 Bila suami masih belum dewasa atau suami
sedang dalam keadaan gila, maka yang akan menceraikan dengan nama khulu’
adalah walinya.25
Kedua, isteri yang di khulu’, para ulama mazhab sepakat bahwa isteri yang
mengajukan khulu’ kepada suaminya itu wajib sudah baligh dan berakal sehat. Isteri
yang mengajukan khulu’ kepada suaminya disyaratkan hal-hal sebagai berikut:
a. Ia adalah seseorang yang berada dalam wilayah suami dalam arti isterinya atau
yang telah diceraikan, namun masih dalam iddah raj’i.
b. Ia adalah seseorang yang telah dapat bertindak atas harta, karena untuk
keperluan pengajuan khulu’ ini ia harus menyerahkan harta. Untuk syarat ini ia
harus seseorang yang telah baligh, berakal, tidak berada di bawah pengampuan
dan sudah cerdas bertindak atas harta. Kalau tidak memenuhi persyaratan ini,
maka yang melakukan khulu’ adalah walinya.

24
25

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 2006), h.462
Amir Syarifuddin, Op., Cit., h.235

Ketiga: adanya uang tebusan, atau ganti rugi atau ‘iwadh. Para ulama
mazhab sepakat bahwa harta tebusan (dalam khulu’) hendaknya mempunyai nilai
dan jumlahnya boleh sama, kurang atau lebih banyak dari pada mahar. Dalam
peraturan hukum perkawinan di Indonesia besarnya ‘iwadh ditentukan oleh Menteri
Agama, sebelum adanya Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
‘iwadh yang harus dibayar sebesar Rp.10,- seperti yang tertera di dalam buku Akta
Nikah. Akan tetapi pada saat ini besarnya ‘iwadh ditentukan menurut peraturan
yang telah ditetapkan itu.26
Kempat, shighat atau ucapan cerai yang disampaikan oleh suami yang dalam
ungkapan tersebut dinyatakan “uang ganti” atau “ ‘iwadh”. Menurut para ulama
ucapan khulu’ itu ada dua macam :
a. Menggunakan lafaz yang jelas dan terang atau sharih. Yang termasuk ke dalam
lafaz yang sharih untuk khulu’ itu adalah pertama, lafaz khulu’ seperti ucapan
suami “ saya khulu’ kamu dengan ‘iwadh sebuah sepeda motor”. Kedua, lafaz
tebusan, seperti ucapan suami, “saya bercerai denganmu dengan tebusan
sekian”. Ketiga, lafaz fasakh, seperti ucapan suami “ saya fasakh kamu dengan
‘iwadh sebuah kitab Al-Qur’an “.
b. Menggunakan lafaz kinayah yaitu lafaz lain yang tidak langsung berarti
perceraian tapi dapat dipergunakan untuk itu. Terjadinya khulu’ dengan lafaz
kinayah ini disyaratkan harus disertai dengan niat. Umpamanya ucapan suami, “

26

Asma Zainuri, Hakim Pengadilan Agama Palembang, Wawancara Pribadi, 30 April 2007

pergilah pulang ke rumah orang tuamu dan kamu membayar ‘iwadh sejuta
rupiah “
Kelima, adanya alasan untuk terjadinya khulu’. Baik dalam ayat Al-Qur’an
maupun dalam hadits Nabi terlihat adanya alasan untuk terjadinya khulu’ yaitu isteri
khawatir tidak akan mungkin melaksanakan tugasnya sebagai isteri yang
menyebabkan dia tidak dapat menegakkan hukum-hukum Allah.
Khulu’ sebagai salah satu bentuk putusnya perkawinan tidak diatur sama
sekali dalam Undang-Undang Perkawinan. Namun di dalam Kompilasi Hukum
Islam (KHI) ada mengaturnya dalam dua tempat, yaitu pada pasal 1 ayat (1) yang
menegaskan bahwa “Khulu adalah perceraian yang terjadi atas permintaan isteri
dengan memberikan tebusan dan ‘iwadh kepada dan atas persetujuan suaminya”.
Dan di pasal 124 yang berbunyi “Khulu’ harus berdasarkan atas alasan perceraian
sesuai ketentuan pasal 116”.
Putusnya ikatan perkawinan dalan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun1974 tentang Perkawinan disebut dengan
kata “perceraian”, sehingga sama dengan penggunaan hak talak oleh suami dan
penggunaan hak khulu’ oleh isteri pun hanya diperkenankan apabila mempunyai
alasan seperti yang tersebut dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun
1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
itu
3. Dasar Hukum Perceraian

Pengaturan perceraian (talak) dalam Islam diatur melalui ketentuan alQur'an dan Sunah Nabi Saw. Dengan adanya ketentuan tersebut dapat dijadikan
landasan bahwa agama Islam membolehkan perceraian.
a. Allah Swt berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 229:

...‫ﺎن‬

‫ﺈ‬

‫ﺮ‬

‫ﺮوف أو‬

‫ق ﺮ ﺎن ﺈ ﺎك‬

‫ا‬

Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang
baik…”. (al- Baqarah/2:229)
b. Surat at-Thalaq ayat 1, dalam penggalannya menyebutkan:

‫رﻜ‬

‫ﻮا ا ﺪة وا ﻮا ا‬

‫ﺪ ﻬ وأ‬

‫ﻮه‬

‫ا ﺎء‬

‫إذا‬

‫ﺎ أ ﻬﺎ ا‬
...

Artinya: “Wahai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka
hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu
serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu…”. (at-Thalaq/65:1)
c. Hadits Rasulullah Saw:

‫ﺎرب‬
‫ل إﻰ‬

, ‫ﱢﺮف وا‬
‫ )ا ﺾ ا‬:‫و ﱠ ﺎل‬

‫ﺎﺪ‬
‫ ﱠﺪ ﺎ ﱠﺪ‬,‫ﺪ‬
‫ﱠﺪ ﺎ آ ﺮ‬
‫ا ﱠ ﱢ ﱠﻰ اﷲ‬
‫ﺮ‬
‫ا‬
,‫د ﺎر‬
27
(‫اﷲ ﱠﺰو ﱠ ا ﱠ ق( )روا ا ﻮ داود‬

Artinya : ”Dikatakan Katsir Ibnu Ubaid, dikatakan Muhammad bin Khalid dari
Mu’arif bin Wasil, dari Muharib bin Ditsar, dari Ibnu Umar dari Nabi Saw
berkata : “(perbuatan halal disisi Allah Talak)”. (HR. Abu Daud)

Dasar hukum disyariatkannya khulu’ ialah firman Allah dalam surat alBaqarah ayat 229 :

27

Abu Daud, Op.Cit.,

‫ﺈن‬

‫ﺎ ﺪود ا‬

‫ﺎﺎأ‬

‫ﺌﺎ إ أن‬

... ‫ﺎ ا ﺪت‬

‫ﻮه‬

‫ﺎ‬

‫ﻬﺎ‬

‫ﺎح‬

‫ﻜ أن ﺄ ﺬوا‬
‫ﺎ ﺪود ا‬

‫و‬
‫أ‬

Artinya: “…Tidak halal bagi kamu mengambil sesuatu yang telah kamu berikan
kepada mereka kecuali kalau keduanya khawatir tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, jika kamu khawatir tidak dapat menjalankan hukumhukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya…” (al-Baqarah/2:229)
Dasar hukum dari hadits :

‫ا‬
‫ﻜﺮ ﺔ‬
‫ﱠﺪ ﺎ ﺎ ﺪ‬
‫ﱠﺪ ﺎ ﺪ ا ﻮ ﱠهﺎب ا‬
‫ﱠﺪ ﺎ أذهﺮ‬
,‫ ﺎر ﻮل اﷲ‬: ‫و ﱠ ﺎ‬
‫أ ا ﱠ ﱠ ﱠﻰ اﷲ‬
‫ن ا ﺮأة ﺎ‬
‫ﱠﺎس أ ﱠ‬
‫ و ﻜ ﱢ أآﺮ ا ﻜ ﺮ اﻹ م ﺎل‬, ‫و د‬
‫ﻰ‬
‫ﺎأ‬
‫ﺎ‬
‫ ﺎل ر ﻮل اﷲ‬. : ‫ﺪ ؟( ﺎ‬
‫ )أ ﺮ ﱢد‬: ‫و ﱠ‬
‫ر ﻮل اﷲ ﱠﻰ اﷲ‬
‫ﺎ‬
‫ﺔ( ﺎل أ ﻮ ﺪ اﷲ‬
‫ )ا ا ﺪ ﺔ و ﻬﺎ‬: ‫و ﱠ‬
‫ﱠﻰ اﷲ‬
28
(‫ﱠﺎس )روا ا ﺎرى‬
‫ا‬
Artinya: “Dikatakan Azhar Ibnu Jamil, dikatakan Abdul Wahab Tsaqafi, dikatakan
Khalid dari Ikrimah dari Ibnu Abbas r.a. Sesungguhnya isteri Tsabit bin
Qais datang menghadap Nabi Saw, seraya berkata : Ya Rasulullah, Tsbit
bin Qais itu tidak ada yang saya cela akhlaknya dan agamanya. Akan
tetapi, saya tidak mau kufur dalam Islam.29 Lalu Rasulullah Saw,
bersabda :Apakah kamu mau mengembalikan kebunnya ? Dia menjawab:
Ya, Lalu Rasulullah Saw, bersabda: terimalah kebun itu dan talaqlah
isterimu satu kali.” Dikatakan Abu Abdillah mengikuti padanya dari Ibnu
Abbas. (HR.Bukhari)

28

Muhammad bin Isma’il Abu Abdullah Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, (Beirut: Darr Al-Fikr,
1994), Juz.ke-3, h. 208-209
29
Maksudnya, saya tidak mencela akhlak dan agamanya, maksudnya ia, isteri (Tsabit bin Qais)
berpisah dari suaminya bukan karena akhlaknya yang buruk atau agamanya yang kurang. Tetapi ia berpisah
karena ia benci melihat mukanya (wajahnya). Ia khawatir kebenciannya ini menyebabkan ia tidak dapat
melaksanakan kewajiban kepada suaminya dengan baik. Dan yang dimaksud dengan kufur/ingkar ialah ingkar
terhadap hak pergaulan dengan suaminya.

B. Akibat Hukum dan Hikmah Perceraian
1. Akibat Hukum Perceraian
a. Akibat terhadap anak
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 105, dijelaskan bahwa pemeliharaan
anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.
Untuk anak yang sudah mumayyiz hak pengasuhannya diserahkan kepada anak
tersebut untuk memilih di antara ayah atau ibunya. Selain itu, biaya pemeliharaan
ditanggug oleh ayahnya.30
b. Akibat terhadap masa iddah
Bagi seorang isteri yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu atau iddah,
kecua