Larangan Berzina Dalam Al-Qur’an dan Budaya Sifon Pada Etnis Suku Timor NTT

LARANGAN BERZINA DALAM AL-QUR’AN DAN RITUAL “SIFON”
PADA ETNIS SUKU TIMOR NTT

Skripsi
Diajukan ke Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Tafsir Hadis (S.Th.I)

Oleh:
Zulkifli Natonis
NIM: (109034000042)

JURUSAN TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M / 1435 H

ABSTRAK
Judul : “Larangan Berzina Dalam Al-Qur’an dan Budaya Sifon Pada Etnis
Suku Timor NTT”

Al-Qur‟an telah menetapkan bahwa zina adalah perbuatan yang “keji” dan
“suatu jalan yang buruk”. Bahkan dilarang untuk mendekatinya apalagi
melakukannya, segala bentuk hubungan seksual di luar ikatan pernikahan
yang sah termasuk dalam kategori perzinahan, selain dari pada itu juga
zina sering digunakan dalam istilah zina mata, zina tangan dan lain-lain.
Namun kenyataan yang terjadi pada sebagian masyarakat berbeda dengan
apa yang digariskan dalam Al-Qur‟an, mengingat banyaknya warisan
aneka ragam ritual di Negeri ini, yang berkembang di masyarakat baik
yang bertentangan dengan ajaran agama atau tidak. Berkaitan dengan hal
ini contonya seperti ritual sifon yang sampai saat ini masih marak terjadi
di beberapa orang etnis suku Timor (Atoen Meto’), di propinsi Nusa
Tenggara Timur. Ritual
sifon merupakan suatu ritual tradisional
masyarakat di beberapa daerah di tengah hingga barat pulau Timor, yakni
melakukan kegiatan penyunatan tradisoinal namun yang uniknya adalah
pasca sunat si lelaki diharuskan melakukan hubungan seks yang dipercaya
mampu menyembuhkan luka pasca penyunatan tersebut, uniknya adalah
tidak boleh dengan istri sendiri atau wanita yang akan dijadikan istri. Jadi
sifon adalah hubungan seksual pasca sunat yang wajib dilakukan seorang
pasien ketika luka sunatnya belum sembuh. Tujuannya untuk

menyembuhkan luka dan membuang panas, agar organ seksual pria
kembali berfungsi baik. Atas dasar inilah penulis tertarik untuk membahas
permasalahan ini, sehingga kita bisa menarik kesimpulan dan memberikan
solusi yang tepat untuk masalah seperti ini. adapun lokasi penelitian yaitu
Desa Oelet, Kecamatan Amanuban Timur, Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Kata Kunci: Al-Qur’an, Zina, Larangan, Masyarakat, Ritual, Sifon.

i

KATA PENGANTAR

   
Puji syukur ke hadirat Allah swt. tempat berlindung, memohon
pertolongan, dan memohon ampunan. Aku berlindung kepada Allah dari semua
kejahatan yang bersumber dari dalam diri, dan dari semua keburukan yang ada.
Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan tiada sekutu bagi-Nya, dan
bersaksi bahwa Muhammad hamba-Nya dan utusan-Nya.
Pada pengantar ini penulis ingin mengungkapkan bahwa semua yang
ditulis belum bisa dikatakan sempurna, ini hanyalah bagian dari usaha penulis

yang terbatas, materi yang kurang, kemampuan yang lemah, dan juga pengalaman
yang kurang maksimal dalam hal ini. Sudah sepatutnya penulis bersyukur atas
segala nikmat Allah yang tak terbatas dan tak terhitung, dan alhamdulillah dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dosen Fakultas
Ushuluddin yang telah menyetujui pnulisan skripsi ini. Juga kepada semua pihak
di luar kampus yang telah mencurakhan pengetahuan hingga akhirnya penulis bisa
mempersembahkan skripsi ini.
-

Kepada Pak Muslih, Lc. M.Ag, sebagai pembimbing dalam penulisan
skripsi ini, yang telah memberikan waktunya yang sangat berharga
untuk membimbing penulis.

-

Kepada Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. dan juga Dr. Bustamin, yang
telah bersedia menerima konsultasi penulis untuk mengangkat tema
dalam skripsi ini.


-

Kepada Dekan Fakultas Ushuluddin dan Rektor Unifersitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

-

Kepada kedua orang tua penulis, Bapak Usman Basir Natonis dan Ibu
Lisnayati Taek, atas usaha materil maupun moril, do‟a dan didikan

ii

beliau berdua berdua sehingga penulis bisa sampai melanjutkan
sekolah dari Nusa Tenggara Timur hingga Perguruan Tinggi di Jakarta.
-

Kepada kakanda Mukhlisnah Usman, sebagai seorang kaka yang selalu
mensuport penulis baik secara materil maupun moril dan membantu
untuk dapat melanjutkan pendidikan di UIN Jakarta.


-

Kepada saudara-saudaraku semua, k‟Taufik, k‟Nur, d‟Aldi dan
d‟Bony, yang selalu memberi semangat untuk sama-sama berjuan
menyelesaikan pendidikan.

-

Kepada saudara-saudara seperjuanganku, Amir dan Ali, walaupun
kami kuliah sambil tinggal di Masjid, karena keuangan yang minim
sekali, tetapi in sya Allah kami tetap semangat untuk menyelsaikan
kuliah kami.

-

Kepada k‟ Tohir Selan, yang berusaha keras dibantu k‟Mukhlisnah
untuk berusaha membantu penulis sampai mendapatkan beasiswa Dipa
untuk masuk ke Fakultas Ushuluddin UIN.


-

Kepada semua teman kelas, anak-anak Tafsir Hadis. Yang selama
kuliah berjuang bersama-sama guna menggapai cita-cita kita bersama.

-

Kepada

Pengurus

DKM

Masjid

Al-Mukhlishin,

yang

telah


memberikan tempat tinggal kepada penulis selama masa kuliah.
-

Kepada TK/TPA Al-Mukhlishin yang menjadi tempat belajar
mengajar penulis selama kuliah.

-

Dan kepada semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu-persatu
namun in sya Allah tidak mengurangi rasa terima kasih penulis.

semoga semua pihak terkit yang telah membantu mendapatkan balasan yang
terbaik dari Allah, dengan harapan semoga skripsi ini bermanfaat untuk penulis
sendiri, dan umumnya untuk semua pihak.
Jakarta, Maret 2014

Penulis

iii


PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman
pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” yang
diterbitkan oelh CeQDa (Center for Quality Developmrnt and Assurance) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
I.

Konsonan

Huruf Arab

Huruf Latin

Keterangan

‫ا‬

A


A

‫ب‬

B

Be

‫ت‬

T

Te

‫ث‬

Ts

Te dan es


‫ج‬

J

Je

‫ح‬

H

Ha

‫خ‬

Kh

Ka dan ha

‫د‬


D

De

‫ذ‬

Dz

De dan zet

‫ر‬

R

Er

‫ز‬

Z

Zet

‫س‬

S

Es

‫ش‬

Sy

Es dan ye

‫ص‬

S

Es dengan garis bawah

‫ض‬

D

De dengan garis bawah

‫ط‬

T

Te dengan garis bawah

‫ظ‬

Z

Zet dengan garis
bawah

‫ع‬

‘A

„ terbalik di atas hadap
kanan

‫غ‬

Gh

Ge dan ha

‫ف‬

F

Ef

iv

II.

‫ق‬

Q

Qi

‫ك‬

K

Ka

‫ل‬

L

El

‫م‬

M

Em

‫ن‬

N

En

‫و‬

W

We

‫ه‬

H

Ha

‫ء‬



Apostrof

‫ي‬

Y

Ye

Vocal Tunggal

Tanda Vokal Arab

III.

Tanda Vokal Latin

Keterangan

A

Fathah

i

Kasrah

u

Damah

Vocal panjang

Tanda vocal arab

Tanda vocal latin

‫ا‬

Â

a dengan topi di atas

‫ي‬

î

i dengan topi di atas

û

u dengan topi di atas

IV.

Keterangan

Vocal Rangkap

Tanda Vocal Arab

Tanda Vocal Vatin

Keterangan

‫ـــــ ي‬

Âi

a dan i

‫ـــــ و‬

Au

a dan u

V.

Pembaharuan

‫ال‬

: al

‫الش‬

: al-sy

‫وال‬

: wa al

v

DAFTAR ISI
ABSTRAK .........................................................................................................i
KATA PENGANTAR .......................................................................................ii
PEDOMAN TRANSLITERASI .....................................................................iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................vi
BAB I: PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ..........................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah......................................................6
C. Manfaat dan Tujuan Penelitian ...............................................................7
D. Tinjauan Pustaka .....................................................................................8
E. Metode Penelitian....................................................................................9
F. Sistematika Penulisan .............................................................................10
BAB II: ETNIS MASYARAKAT SUKU TIMOR DESA OELET ..............11
A. Letak Geografis .......................................................................................11
1. Letak Desa Oelet dalam Peta ............................................................11
2. Gambaran umum geografis Desa Oelet dalam Peta ..........................13
B. Islam di suku Timor dan Desa Oelet .......................................................14
C. Budaya dalam Masyarakat suku Timor Desa Oelet ................................18
1. Asal-usul nama suku Timor ..............................................................18
2. Pola hidup masyarakat ......................................................................19
3. Konsep ketuhanan dalam perspektif masyarakat ..............................21
4. Macam-macam tradisi suku Timor Desa Oelet .................................22
BAB III: LARANGAN ZINA PERSPEKTIF
AL-QUR’AN ......................................................................................................28
A. Pengertian Zina .......................................................................................28
B. Penggolongan Zina Terbagi Menjadi Dua ..............................................30
C. Dampak Perbuatan Zina ..........................................................................31
1. Zina menyebarkan penyakit kelamin ................................................33
2. Anak lahir di luar nikah.....................................................................34
3. Kehidupan rumah tangga berantakan ................................................37
D. Had Zina (Hukum Zina) .........................................................................39
BAB IV: RITUAL SIFON DAN KAITANNYA DENGAN LARANGAN
ZINA DALAM AL-QUR’AN ...........................................................................43
A. Ritual sifon pada Masyarakat suku Timor ..............................................43
1. Pengertian ritual sifon .......................................................................43
2. Tujuan ritual sifon .............................................................................44
3. Proses pelaksanaan ritual sifon..........................................................45
B. Menilai ritual sifon Perspektif Al-Qur‟an ...............................................49
C. Solusi Al-Qur‟an Terhadap ritual Sifon ..................................................59

vi

BAB V: PENUTUP ...........................................................................................62
A. Kesimpulan .............................................................................................62
B. Saran-saran ..............................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................64
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...............................................................................67

vii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur'an dan Hadits telah memberi petunjuk tentang hal-hal yang
diharuskan sebagai perbuatan terpuji dan hal-hal yang harus ditinggalkan sebagai
perbuatan tercela, namun kenyataannya perbuatan tercela yang telah digariskan

sering dilakukan dan perbuatan baik yang telah ditentukan kadang-kadang
ditinggalkan. Perbuatan melanggar terhadap kaidah-kaidah tersebut baik yang
bersumber kepada Al-Qur'an maupun Hadits bukan hanya dilakukan oleh oleh
satu dua orang tetapi bahkan dilakukan secara berbarengan, bahkan ada
sebagian yang telah menjadikannya budaya secara turun temurun yang berlaku
hingga saat ini.
Dalam tradisi hukum Islam, semua hubungan seksual di luar pernikahan
yang sah dipandang sebagai suatu kejahatan. Zina yang didefinisikan sebagai
hubungan seksual terlarang antara seorang laki-laki dan seorang perempuan,
merupakan bentuk utama kategori kejahatan ini. Hukuman berzina bagi laki
laki dan perempuan sama, yaitu seratus cambukan bagi yang belum menikah
dan hukuman mati dengan dirajam bagi yang telah menikah, walaupun
penerapan hukuman tersebut jarang didokumentasikan dalamsejarah, berikut
salah satu ayat perintah untuk menjauhi zina1. Berikut kutipan ayatnya:

Syaikh Salim Bin Ied-Al-Hilaili, Ensiklopedi Larangan Menurut Al-Qur’an dan As-sunnah,
bab Aqidah, Fiqih dan Akhlaq v. 3. Traslated by : Abu Ihsan Al-Atsari (Bogor: Pustaka Imam AsySyafi I, 2005), hal. 460.
1

1

2

          

Artinya:“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (Q.S: Al-Isra’
ayat 32)
Ayat ini menegaskan bahwa: “Dan janganlah kamu mendekati zina”
dengan melakukan hal-hal, walau dalam bentuk menghayalkannya sehingga
dapat mengantar kamu terjerumus ke dalam keburukan itu, “Sesungguhnya
ia”, yakni zina itu, “adalah suatu perbuatan” amat “keji” yang melampaui
apa pun “dan suatu jalan yang buruk” dalam menyalurkan kebutuhan
biologis2.
Berangkat

dari

penjelasan

di

atas,

bisa

dibayangkan

bahwa

sesungguhnya mendekatinya saja kita dilarang, apalagi sampai kita
melakukannya bahkan terlanjur dijadikan budaya dan mengakar begitu kuat
sehingga perlu dilakukan beberapa hal untuk menghindari hal tersebut.
Para ulamapun menggarisbawahi kata “janganlah kamu mendekati
zina”, yang berarti pelarangan dalam soal seks bukan sekedar koitus yang tidak
sah, tetapi segala hal yang mengarah atau mendekati koitus juga terlarang3.
Islam telah melarang segala bentuk hubungan seksual di luar pernikahan, dan
menetapkan hukum yang berat terhadap pelanggaran hukum-hukum yang telah
ditentukan.

M. Qurays Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an V. 7
(Jakarta: Lentera hati, 2002), hal. 80.
3
Marzuki Umar Sa abah, Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas Kontemporer Umat
Islam (Yogyakarta: UII Press, 2001), hal. 2.
2

3

Namun di Indonesia terkenal dengan budaya dan ritualnya yang
beranekaragam. Ritual tersebut merupakan pewarisan dari nenek moyang yang
lahir jauh sebelum kita ada. sehingga agama, ritual dan masyarakat jelas tidak
akan berdiri sendiri, ketiganya memiliki hubungan yang sangat erat dalam
prakteknya, selaras dalam menciptakan ataupun kemudian saling menegasikan.
Saat ritual ataupun agama dianggap sebagaian manusia terlahir di dunia
mau tidak mau harus menerima warisan sebuah tradisi, sistem tingkah laku
yang sebelumnya telah ada. Berbeda dengan ketika budaya ataupun agama
dimaknai sebagai proses, keduanya dipandang dalam bentuk kontinuitas
perkembangan, kebangkitan, dan keruntuhan sutau kebudayaan. Kebudayaan
dan Agama sebagai proses adalah realitas yang tidak terhenti satu jejak saja.
Terkadang banyak ritual di Indonesia yang belum hilang dan tidak kita
ketahui, ada budaya tidak bertentangan dengan agama, ada pula ritual yang
sekilas kalau kita pahami mungkin akan bertentangan dengan ajaran agama
Islam. Contonya, seperti ritual sifon yang sampai saat ini masih marak terjadi
di beberapa orang etnis suku Timor (atone meto), di propinsi Nusa Tenggara
Timur.
Ritual sifon merupakan suatu ritual tradisional masyarakat etnis suku
timor (Atoin Meto) di beberapa daerah di tengah hingga barat pulau Timor,
yakni melakukan kegiatan penyunatan namun yang uniknya adalah pasca sunat
si lelaki diharuskan melakukan hubungan seks yang dipercaya mampu
menyembuhkan luka pasca penyunatan tersebut. Jadi sifon adalah hubungan

4

seks pasca sunat yang wajib dilakukan seorang pasien ketika luka sunatnya
belum sembuh. Tujuannya untuk membuang panas, agar organ seksual pria
kembali berfungsi baik.
Sebenarnya ritual sifon ialah tradisi hubungan sexual yang yang harus
dilakukan oleh pria yang sehabis disunat secara tradisional dengan wanita yang
disyaratkan tidak boleh dengan istrinya sendiri, atau calon istrinya, namun
biasanya dilakukan dengan janda, dan sekarang ini juga ada yang dilakukan
dengan pekerja sex komersil dengan kepercayaan dan maksud untuk
menyembuhkan sunatnya dan membuang sakit, sial dan panas dari pria yang
disunat. Ritual sifon ini biasanya dilakukan pada setiap musim panen.
Tujuannya adalah untuk membersihkan diri dari berbagai macam penyakit,
juga membersihkan diri dari noda dosa dan pengaruh bala setan dan secara
biologis dimaksudkan untuk menambah kejantanan dan keperkasaan seorang
pria dewasa.4
Ritual sifon dilakukan karena umumnya dukun sunat dan si pasien sunat
berkeyakinan “kalau tidak melakukan sifon, alat vitalnya akan mengalami
gangguan fungsi dan dengan sifon kemampuan-fungsi alat vital semakin
unggul”. Ritual ini dilakukan saat sunat hampir sembuh tetapi belum sembuh
total yaitu berkisar 2 – 7 hari setelah sunat.5

4

Sigit Purnawan - Bambang Sugeng – Pudjiasti, Kajian Hubungan Budaya Sifon (Ritual
Hubungan Sex Pasca Sunat Tradisional) Dengan Hak Wanita Dan Pertumbuhan Penyakit Kelamin
(Makalah Presentasi Undana Kupang, 2007), hal. 15.
5

Haidar Dwi Pratiwi - Frandita Eldiansyah Ria Rohmawati - Kustantina Alfatie M - Dini
Dian Flowerenty - Silvi Anita - Uslatu Rodyah - Kukuh Aria W, Analisis Jurnal Keperawatan Lintas

5

Ritual ini kalau ditinjau dari aspek hukum Islam, jelas-jelas
bertentangan karena sesungguhnya sudah jelas firman Allah dalam Kitab-Nya
dan sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam dalam sunnahnya serta Ijma’
para ulama tentang haramnya zina dan bahwasanya dia termasuk kekejian dan
dosa yang besar. Bahkan mendekatinya pun dilarang seperti yang terdapat pada
kutipan ayat di atas.6
Dari larangan zina yang telah dipaparkan di atas, akan muncul suatu
pertanyaan besar dalam benak, mengapa masyarakat masih mempertahankan
nilai-nilai ritual seperti ini ?, Masyarakat, agama dan ritual sangat erat
berkaitan satu sama lain. Saat ritual atau agama diartikan sesuatu yang terlahir
di dunia yang manusia mau tidak mau harus menerima warisan tersebut.
Walaupun agama dan ritual saling berhubungan erat sebab keduanya
mengatur kehidupan sosial dan saling memiliki keterkaitan, akan tetapi agama
dan budaya harus dapat dibedakan. Perbedaan yang paling signifikan yaitu
agama merupakan suatu ajaran yang mengatur kehidupan yang berhubungan
antara manusia dan Sang Khaliq, manusia dan manusia. Sedangkan tradisi
turun-temurun adalah suatu tatanan masyarakat yang diatur atau yang dibentuk
oleh manusia itu sendiri demi kelangsungan bersama.

Budaya Sifon (Ritual Hubungan Sex Pasca Sunat Tradisional) di Kecamatan Molo Utara, Timor
Tengas Selatan, NTT (Makalah Presentasi Ilmu Keperawatan Unieversitas Jember, 2013), hal. 1.
6
Al-Hilali, Ensiklopedi Larangan, hal. 461.

6

B. Batasan dan Perumusan Masalah
Batasan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah, penelitian hanya
dikhususkan untuk warga desa Oelet, Kec. Amanuban Timur, Kab. Timor
Tengah Selatan, Prop. Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan data servei Jumlah
penduduk Desa Oelet yaitu 1504 KK, dengan jumlah 5992 orang.7 Diantaranya
yang menganut agama Kristen Protestan dan Katolik: 1468 KK dengan jumlah
5872 orang. Sedangkan agama Islam yaitu 36 KK dengan jumlah 120 orang.
Dengan rincian orang dewasa berjumlah 47 orang, dan anak kecil berjumlah 73
orang.
Skripsi ini hanya difokuskan untuk mewawancarai warga yang
beragama Islam di Desa Oelet khususnya bagi orang dewasa mulai dari umur
18 tahun sampai dengan orang tua, yang terdiri dari 36 KK dengan jumlah jiwa
120 orang. Antara lain dengan jumlah jiwa 47 orang dewasa dan sisanya 73
orang anak dibawah umur. Dari 47 orang dewasa penulis hanya mewawancarai
25 % yaitu 25 orang.
Dari 25 orang warga yang diwawancarai terdiri dari 2 orang tokoh
agama, 2 orang tokoh adat, 5 orang pelajar, dan 16 orang petani. Waktu yang
ditempuh untuk penelitian yaitu mulai tanggal 13 Desember 2013 sampai 1
februari 2014.
Rumusan masalahnya adalah, penulis bermaksud mengkaji tentang
ayat-ayat yang menjelaskan larangan berzina dalam Al-Qur’an, kemudian
7

Data tersebut penulis dapatkan dari kantor Desa Oelet, pada hari Senin , tanggal 16
Desember 2013.

7

membahas dan mengetahui rituall sifon yang dipraktekkan oleh sebagian orang
etnis suku Timor sehingga dapat diketahui, apa sebenarnya ritual sifon itu?,
serta bagaimana Al-Qur’an menilai ritual sifon? Kemudian bisa diberikan
solusi yang tepat untuk permasalahan ini. Atas dasar pemikiran inilah, penulis
membahas semua permasalahn ini dengan judul: “LARANGAN BERZINA
DALAM AL-QUR’AN DAN RITUAL “SIFON” PADA ETNIS SUKU
TIMOR NTT”.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan rumusan maslah yang akan dibahas maka tujuan dan
manfaat dari penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:
-

Mengkaji dan mengetahui tafsiran ayat tentang larangan berzina dalam
Al-Qur’an.

-

Mengetahui gambaran tentang ritual sifon yang dipraktekkan oleh
sebagian orang dari etnis suku timor, sehingga mengaitkannya dengan
hukum yang ada dalam Al-Qur’an.

-

Untuk menyelesaikan tugas skripsi guna mendapatkan gelar S1 pada
jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.

8

D. Tinjauan Pustaka
Untuk mendukung kepustakaan di atas, penulis melakukan tinjauan
pustaka atas beberapa karya tulis yang membahas tema yang sama atau
mempunyai kemiripan dengan yang dibahas oleh penulis antara lain sebagai
berikut:
1. Fadhel Ilahi, At-Tadâbir al-Wâqiyah min az-Zinâ fî al-Fiqh al-Islâmi.
Penerjemah: Subhan Nur Zina: Problematika dan Solusinya. Jakarta:
Qisthi Press, 2006.
2. Haidar

Dwi

Pratiwi

-

Frandita

Eldiansyah Ria

Rohmawati -

Kustantina Alfatie M - Dini Dian Flowerenty - Silvi Anita Uslatu Rodyah - Kukuh Aria W. Analisis Jurnal Keperawatan Lintas
Budaya Sifon

(Ritual Hubungan Sex Pasca Sunat Tradisional) di

Kecamatan Molo Utara, Timor Tengas Selatan, NTT. Makalah
Presentasi Ilmu Keperawatan Unieversitas Jember, 2013.
3. Sigit Purnawan - Bambang Sugeng - Pudjiasti. Kajian Hubungan
Budaya Sifon (Ritual Hubungan Sex Pasca Sunat Tradisional) Dengan
Hak Wanita Dan Pertumbuhan Penyakit Kelamin. Makalah Presentasi
Undana Kupang, 2007.
Berikut beberapa referensi yang menjadi penelitian sebelum skripsi ini
dibuat, akan tetapi penulis melihat belum ada yang membahas tentang ritual
sifon dan dikaitkan dengan Agama, untuk itu di dalam skripsi ini penulis
berusaha mengaitkannya dengan Agama.

9

E. Metode Penelitian
Metode penelitian skripsi ini pada dasarnya untuk mendapatkan data
dengn tujuan dan kegunaan sesuai dengan pembahasan yang ada yaitu dengan
metode penelitian kualitatif sebagai berikut:
1. Metode Pengumpulan Data
a. Metode

penelitian

menggunakan

kepustakaan

Kitab-kitab

tafsir

(library
yang

research)
berkaitan

yaitu
dengan

pembahasan seperti: Tafsir Al-Misbah, Tafsir ath-Thabari, Tafsir
al-Qurthubi, dan masih banyak tafsir yang lain serta buku-buku
fiqih dan sumber pelengkap lain. Karena tafsir-tafsir ini memiliki
pembahasan yang menyangkut kehidupan sosoial.
b. Metode penelitian lapangan (field research)
1. Observasi, yaitu melakukan pengamatan terlebih dahulu
terhadap target yang akan dijadika sasaran penelitian.
2. Interview (wawancara), yakni melakukan tanya jawab terhadap
responden sesuai dengan yang telah ditentukan pada rumusan
dan batasan masalah
2. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dalam skripsi ini menggunakan Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah CeQDa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2007, kecuali dalam penulisan catatan kaki. Penulis hanya menuliskan

10

nama terakhir atau nama popular dari pengarang buku untuk kutipan
berikutnya. Begitu pula dengan judul, penulis hanya menuliskan dua kata dari
buku tersebut.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran umum mengenai skripsi ini, di sini
penulis membagi pembahsan ke dalam beberapa bab sebagaimana berikut:
Bab pertama, pembahasannya meliputi latar belakang masalah yang
memaparkan seputar gambaran masalah yang akan di uraikan pada bab-bab
selanjutnya, kemudian pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metodologi penelitian diakhiri dengan sistematika
penulisan.
Bab kedua, pada bab ini, akan dipaparkan lebih jauh tentang profil
masyarakat suku timor dan beragam kebudayaanya, letak geografis, dan
sejarah masuknya Islam sampai seberapa jauh pengaruh syariat Islam dalam
kehidupan sehari-hari.
Bab ketiga, Penulis akan memaparkan secara gamblang tentang
larangan mendekati zina, dampak negatif perbuatan zina dan hukuman untuk
pelakunya.
Bab keempat, pada bagian ini, penulis akan membahas kedua pokok
masalah yaitu zina dan kaitannya dengan budaya sifon yang dianut oleh
beberapa etnis suku timor (atone meto).

11

Bab kelima, berhubung bab terakhir maka penulis akan membuat
Kesimpulan dan saran-saran. Yaitu memaparkan secara singkat isi dari
pembahasan mulai dari awal hingga akhir secara signifikan, serta dilanjutkan
dengan saran-saran.

13

2. Gambaran umum geografis Desa Oelet
Berdasarkan data survei Desa Oelet kini berpenduduk sekitar 5992
Jiwa, dengan jumlah KK 1504. Diantaranya yang menganut agama Kristen
Protestan dan Katolik: 1468 KK dengan jumlah Jiwa 5872 orang. Dan
agama Islam yaitu: 36 KK dengan jumlah Jiwa 120 orang.
Berdasarkan pengamatan penulis, Secara geografis desa ini bisa
dibilang berwajah ganda, perubahan parasnya tergantung musim, selama
musim hujan desa ini berwajah cantik dan ramah, pemandangan hijau
mendominasi. Bunga flamboyan mekar di mana-mana, saat kemarau
mendera, wajah desa berubah muram, kering, gersang dan panas.
Ditambah lagi dengan listrik yang sampai sat ini belum menjamah ke desa
ini.
Kondisi ini memunculkan perdebatan pada siapapun yang datang
ke desa ini, karena pada musim yang berbeda sangat kontras, pada musim
hujan orang akan melihat bahwa desa ini sangat subur namun sebaliknya
pada musim panas orang akan merasakan bahwa desa ini adalah termasuk
yang paling gersang, pemandangan itu seakan memberi julukan bahwa
tempat ini adalah salah satu dari tempat-tempat gersang yang menjadi ciri
khas Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Seperti halnya daerah-daerah terpencil lainya, maka Desa Oelet ini
menyimpan banyak tradisi-tradisi yang unik, salah satunya adalah budaya
sifon yang menjadi bagian dari pembahasan penulis kali ini.

14

B. Islam di Suku Timor Desa Oelet
Menurut catatan sejarah, agama Islam telah lama masuk ke Kupang,
Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Namun peradaban dan perkembangannya
ke dalam masyarakat suku Timor belum signifikan. Agama Islam masuk ke
Pulau Timor belakangan dibandingkan dengan agama-agama lain seperti
Kristen Protestan dan Katolik yang lebih dulu mendominasi dan berkembang
dengan pesat di daerah pedalam Suku Timor. Awal masuknya Islam
diperkirakan sekitar tahun 1800-an yang dibawa oleh ulama-ulama dari pulau
seberang seperti pulau Solor, yang menjadi tempat masuknya Islam pertama
kali di Nusa Tenggara Timur.1
Sebuah wilayah di tengah kota Kupang bernama Airmata, dapat
dipastikan menjadi titik sentral objek ziarah di sini. Dari namanya sudah
dipastikan bahwa wilayah ini memiliki identitas logat Melayu yang khas.
Berbeda dengan seluruh nama daerah dikota ini yang berawalan Oe (air)
seperti Oe ba’, Oe’sapa, Oebufu, dll. Masjid Agung Baitul Qodim Airmata
dikenal dengan nama Masjid Airmata, terletak di Jl. Trikora No. 32, Kelurahan
Air Mata, Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Ini merupakan Masjid tertua di

Pulau Timor dan dijadikan pusat penyebaran agama Islam di kota Kupang
hingga pedalaman Pulau Timor.2
Masjid yang sudah berusia lebih dari dua ratus tahun itu dibangun di
atas tanah hibah dari Syahban Bin Sanga Kala pada tahun 1806 bersama
1

Bambang Budi Utomo, Atlas Sejarah Indonesia Masa Islamn (Jakarta: PT. Kharisma
Ilmu, 2012), hal. 142.
2
Utomo, Atlas Sejarah, hal. 142.

15

dengan Kiai Arsyad (tokoh pergerakan Banten yang diasingkan Belanda ke
Kupang). Konon pembangunan Masjid tersebut dibantu oleh umat Kristiani
yang ada di sekitar kampung Airmata Kupang.3
Setidaknya ada beberapa ualama yang ditangkap kompeni Belanda dan
diasingkan hingga mereka wafat dan dikuburkan di makam para ulama yang
terletak berdekatan dalam sebuah komplek yang dikenal dengan Pekuburan
Umum Islam Airmata, kecamatan Kelapa Lima, Kupang, Nusa Tenggara
Timur.
Agama Islam mulai masuk ke suku Timor dari kota Kupang sejak lama,
perkembangannya ke daerah pedalaman suku Timor belum signifikan, untuk
daerah Timur Tengah Selatan (TTS). khususnya kecamatan Amanuban Timur,
Desa Oelet. menurut catatan sejarah baru masuk sekitar tahun 1960-an dan
mulai berkembang hingga saat ini.4
Belum ditemukan buku yang secara pasti membahas Sejarah Islam
masuk ke pedalaman Pulau Timor khususnya Kab. Timor Tengah Selatan
(TTS). Namun di dunia maya ada beberapa catatan yang dipublikasikan
sebagai upaya untuk mengenang sejarah yang pernah terjadi khususnya di Kab.
Timor Tengah Selatan, Kec. Amanuban Timur.
Perkembangan Islam di pedalaman pulau Timor khususnya Timor
Tengah Selatan, Kec. Amanuban Timur, tidak terlepas dari peran Usif Isu,
3

Utomo, Atlas Sejarah, hal. 143.
Muhammad Syah Isu, Para Raja se-NTT bertemu di Niki-Niki
(http://muhamadsyahisu.blogspot.com/, 14 Juni 2011)
4

16

(Raja Isu) pada tahun 1967. Putra dari Usif Isu yakni Gabrial Isu, seorang Fetor
(Raja Lokal) dari Kefetoran Noebunu sebelumnya Fetor Noehambet yang
mengantikan ayahnya Leonard Isu dan adiknya Hendrik menjadi Kefetoran
Noehanbet mengantikan kakanya.5
Masuknya kedua Usif Isu ke agama Islam kemudian diikuti oleh
seluruh keluarga dan beberapa Tamuku (Kepala Desa) dan seluruh masyarakat
yang loyal kepadanya. Gelombang perpindahan agama dari agama Kristen
keagama Islam sangat pesat hingga konon jumlahnya mencapai ribuan jiwa ini
sangat mengemparkan dipulau Timor. Hal ini menambah rasa benci oleh
lawan-lawan politiknya, yang sebelumnya tidak senang padanya terutama para
tokoh penyebar agama Kristen.
Gabrial Isu berganti nama menjadi Gunawan Isu sebagai putra tertua
yang menggantikan ayahnya maka dalam sistem kerajaan ia bertangungjawab
penuh terhadap setiap permasalahan kerajaan yang dipimpinnya.
Beliau tetap memperjuangkan dan mengembangkan tegaknya agama
Islam dengan berbagai resiko dan pengorbanan sebagai konsekwensi yang
harus diterimanya yang saat itu beliau menjabat Camat sedangkan adiknya
menjabat DPRD dikabupaten TTS, akan tetapi langsung dipecat dari jabatanya
karena memeluk agama Islam dan saat pengikutnya mengikuti langkah beliau
bukan karena paham akan kebenaran Islam akan tetapi pengaruh Rajanya.6

5

Isu, Para Raja (http://muhamadsyahisu.blogspot.com/)
Isu, Para Raja (http://muhamadsyahisu.blogspot.com/2011/03/sejarah-islam-masukke-pulau-timor-ntt_02.html )
6

17

Ketika Raja dari Kefetoran Noebunu yang bernama Leonard Isu masuk
Islam dan mengganti nama menjadi Gunawan Isu, maka masyarakat yang loyal
terhadap beliau pada saat itu berbondong-bondong untuk meniggalkan agama
pertama yg mereka anut, yaitu Kristiani dan Katolik tetapi sebagian masyarakat
menganut kepercayaan halaika (kepercayaan primitif suku Timor) menurut
dialek setempat. dan mengikuti ajaran Islam yang baru dianut oleh pemimpin
mereka.
Menurut penuturan Bapak Ahmad Taek, Warga desa Oelet yang pada
saat itu termasuk loyal kepada Raja Kefetoran Noebunu, mengikuti langkah
pemimpin mereka dan sebagian masuk Islam sebagai generasi pertama yang
diantara mereka adalah: Musa Tune (Neon Tune), Ahmad Taek (Eko Taek),
Mansyur Taek (Suli Taek), Salim Taek (Seo Taek), Amin Taek (Tkela Taek),
dan masih banyak yang lain.7
Menurut penuturan Bapak Usman Basir Natonis, Sekitar tahun 19681969 masyarakat desa Oelet khususnya yang beragama Islam bersukarela
untuk membangun sebuah Masjid sebagai tempat ibadah pertama kali kala itu,
yaitu Masjid Al-Hadid Oelet, yang kokoh berdiri hingga tahun 2003 kemudian
direnovasi dengan bantuan dana dari Kedutaan Arab Saudi dan berdiri hingga
saat ini.
Melihat sajian sejarah di atas bahwa Agama Islam masuk belakangan
ke masyarakat pedalaman Pulau Timor khususnya desa Oelet, wajar apabila
7

Hasil wawancara dengan Bapak Usman Basir Natonis dan Ibu Lisnayati Taek pada tgl.
13 Desember 2013.

18

pengetahuan masyarakat tentang agama masih minim sehingga masih banyak
budaya nenek moyang yang dipertahankan hingga saat ini dan perlu kaderkader pendakwah yang bekerja keras demi terwujudnya umat Islam yang lebih
maju lagi di Desa Olelet.
C. Ragam Budaya pada Masyarakat suku Timor Desa Oelet
1. Asal usul nama suku Timor ( Atoen Meto )
Suku Timor merupakan sebutan untuk suku yang berada di pulau
timor khususnya daerah pedalaman. Suku ini menempati seluruh wilayah
di Timor Barat, tersebar di tiga kabupaten yaitu kabupaten Timor Tengah
Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), dan kabupaten Kupang, Nusa
Tenggara Timur.
Suku Timor dalam dialek setempat dinamakan “Atoin Meto” yang
artinya “Atoin” = orang atau manusia, sedangkan “Meto”=kering, sehingga
disebut orang kering atau lebih tepatnya “penduduk tanah kering”
pemberian nama ini sesuai dengan daerah Pulau Timor yang pada
umumnya gersang dan kering.
Selain dari nama Suku Timor di atas, dikenal juga dengan nama
Suku Dawan, yang sudah ditemukan dalam publikasi asing berbahasa
Jerman pada tahun 1887, nama ini hasil pemberian oleh orang lain yang
disesuaikan dengan nama aslinya yang berarti penduduk tanah kering.
Kendatipun demikian tidak bisa dipastikan waktu penggunaan sebutan itu
secara lisan di antara para penduduk suku Timor.

19

2. Pola hidup masyarakat
Masyarakat desa Oelet menjalani hidup sehari-hari dengan
matapencaharian, umunya pertanian dan peternak. Dan sebagian kecil
menjadi pegawai. Hal ini karena daerahnya yang masih tergolong daerah
terpencil, yang sama dengan banyak daerah yang terdapat di Nusa
Tenggara Timur, bahkan listrikpun sampai sekarang belum menjamah di
daerah ini.
Sekalipun daerahnya panas namun masyarakat sangat menjunjung
tinggi nilai kekerabatan dan keakraban, seperti hubungan kekeluargaan
“fetof-naof, “olif-tataf” yang secara leksikal berarti hubungan “saudarasaudari, adik-kakak”. Maksud hubungan “feto mone, olif tataf “ adalah
untuk menjamin kesatuan antropologis-etnis masyarakat suku Timor
khususnya desa Oelet walaupun telah mengalami perluasan hidup
kekeluargaan, artinya walaupun sudah mempunyai berlapis-lapis generasi
keturunan.
Dalam kehidupan sehari-hari hubungan kekeluargaan masih sangat
kentara, walaupun berbeda keyakinan antara Islam, Kristen Protestan dan
Katolik. Tetapi masyarakat masih mempertahankan budaya lokalnya yaitu
“nekaf mese ma an sao mese”, artinya satu hati dan satu cinta, karena
hampir semua masyarakat masih ada garis keturunan berdasarkan marga
masing-masing. Sebagaimana masyarakat kampung pada umumnya.
Masyarakat di sini masih mempertahankan hubungan kekerabatan yang
sangat erat antara satu dengan yang lain.

20

Khususnya Desa Oelet Pada saat musim hujan keadaan tanah
sangat banyak mengandung air, sehingga di beberapa tempat terjadi
longsor, pada musim kemarau tanah menjadi kering dan sangat susah
menemukan air di daerah-daerah yang lebih rendah.
Menurut penuturan Bapak Usman Basir ketika musim kemarau
tiba, warga desa Oelet sangat kesusahan dalam mendapatkan air bersih
baik itu untuk keperluan memasak, minum, mandi dan lain sebagainya.
Untuk mendapatkan air bersih membutuhkan perjalanan yang cukup jauh
bisa 2-3 km perjalanan baru akan mendapatkan air.
Wajar saja bila pemukiman masyarakat suku Timor desa oelet yang
berada di daerah pedalaman sudah terbiasa dengan iklim yang gersang dan
tandus. Dan tidak mengherankan apabila orang Timor menamakan dirinya
“Atoin Meto” yang artinya penduduk daerah kering. Mata pencaharian
masyarakat umumnya adalah petani dan peternak, sistem pertanian yang
mereka kembangkan adalah selalu membuka lahan baru dan berpindahpindah, dari satu lahan ke lahan lain. Sehingga mungkin inilah salah satu
penyebab terjadinya longsor karena sering terjadi penggundulan hutan
untuk lahan pertanian.
3. Konsep ketuhanan dalam pandangan suku Timor
Kalau kita berbicara tentang konsep ketuhanan, sebenarnya jauh
sebelum masyarakat mengenal agama Kristen Protestan dan Katolik yang
menjadi mayotitas di daerah ini, karena agama Islam sebagai yang

21

minoritas dan belakangan berkembang di desa Oelet, dalam kepercayaan
suku Timor, yaitu Halaika. mereka telah mengenal konsep ketuhanan
walaupun pada akhirnya berbeda dalam konsep itu sendiri. Mereka
menyebut “Yang Tertinggi” atau Sang Pencipta sebagai “Uis Neno” Uis
atau Usi artinya Raja, sedangkan Neno artinya langit, yang kalau
digabungkan artinya Raja Langit atau Tuhan yang dimaksud oleh
masyarakat suku Timor.
Selain Tuhan Lagit masyarakat Timor juga meyakini adanya Tuhan
Alam, “Uis Pah” atau “Pah Tuaf” pah artinya (dunia atau alam) akan
tetapi Uis Neno tetap lebih berkuasa di atas Uis Pah.
Uis Neno dianggap sebagai asal mula segala sesuatu, Pencipta,
pemelihara, dan penguasa alam semesta ini. sedangkan Uis Pah / Pah Tuaf
berarti roh-roh yang mengurus dunia atau penguasa daerah setempat, rohroh tersebut adalah penghuni pohon-pohon besar, batu-batu besar, hutan
terlarang, dan tempat-tempat kramat lainya. Dan ada beberapa tradisi yang
harus dilakukan untuk penghormatan kepada uis neno dan uis pah salah
satunya yaitu budaya sifon yang penulis bahas sekarang.
Namun kekuasaan Uis Neno jauh di atas Uis Pah, karena Uis Pah
hanya berkuasa dan mengurusi daerah setempat sedangkan Uis Neno yang
menguasai dan mengurusi seluruh alam semesta termasuk di dalamnya Uis
Pah.

22

4. Macam-macam budaya suku Timor yang ada di Desa Oelet
Sebagaimana kebiasaan masyarakat suatu daerah yang masih
mempertahankan nilai-nilai budaya yang dipraktekkan secara turuntemurun, maka di desa Oelet khususnya ada beberapa budaya yang masih
dijalankan dan dipertahankan hingga saat ini antara lain sebagai berikut:
a. Oko’mama’ dan Puah manus
Oko’mama’ adalah tempat, yang digunakan untuk tempat menyimpan
“Puah manus” atau pinang dan daun sirih,

dan bahan-bahan

menginang lainnya. Oko’mama’ dianyam dari daun lontar. Bagian
luarnya dilapisi dengan manik-manik yang membentuk sebuah motif.
Makna dari Oko’mama’ ini bukan hanya skekdar tempat menyimpan
bahan-bahan

untuk

makan

penyambung

silaturahmi,

sirih

karena

pinang,

tetapi

digunakan

sebagai

disetiap

alat

kegiatan

masyarakat, baik itu kegiatan kecil maupun kegiatan besar.
Budaya “Oko’mama’ “Puah-manus” sebenarnya merupakan sisi lain
dari budaya kekeluargaan”. Artinya kebiasaan menyuguhi tamu
dengan puah manus atau sirih pinang disaat tamu mengunjungi rumah
atau keluarga tertentu merupakan penjelmaan dari sikap membina
persaudaraan dan persatuan universal. Kebiasaan puah manus
sesungguhnya mengekspresikan sikap keterbukaan, sikap menerima
kehadiran orang lain, sikap “welcome” terhadap sesama tanpa
memandang suku, agama atau latar belakang orang tersebut.

23

Pokoknya setiap manusia yang hadir sebagai “tamu” bagi keluarga
orang Timor diterima sebagai saudara, manusia yang sederajat, dan itu
ditandai dengan pemberian sirih pinang. Falsafah hidup orang Dawan
ini yaitu budaya “Puah-manus”, merupakan falsafah keterbukaan,
penghargaan dan partnership dengan semua manusia.
b. Tonis / natoin
Tonis atau Natoni merupakan ungkapan pesan-pesan yang dinyatakan
dalam bentuk syair-syair bahasa kiasan adat yang dituturkan secara
lisan oleh seorang penutur, yang disebut (Atonis atau Na’tonis) yang
dilakukan

dengan

ditemani

oleh

sekelompok

orang

sebagai

pendamping. yang ditujukan baik kepada sesama manusia maupun
kepada para arwah orang mati atau dewa. Dalam natoni, yang
bertindak sebagai pengirim pesan disebut atonis. Pesan yang
diungkapkan melalui syair-syair natoni yang diucapkan menyerupai
pantun. Tonis biasanya disampaikan kepada sesama manusia, juga
kepada arwah orang mati atau para dewa yang disembah.
Natoni sebenarnya lebih kepada interaksi satu arah. Hanya natoni
perkawinan yang ada nuansa dialognya. Sebaliknya bila natoni
ditujukan untuk arwah leluhur maka dilakukan ibarat doa bersama.
Natoni merupakan sarana komunikasi tradisional yang dipergunakan
untuk menyampaikan pesan tertentu baik kepada sesama warga
maupun kepada para leluhur.

24

c. Poe Pah
Umumnya daerah Pulau Timor yang gersang maka masyarakat
memliki beberapa kegiatan atau ritual yang diadakan untuk mensiasati
alam sekitar. Salah satunya adalah upacara Poe Pah yaitu, satu ritual
berdoa tahunan oleh masyarakat suku timor termasuk Desa Oelet yang
akan dipimpin langsung oleh ketua adad setempat, yaitu dilakukan di
salah satu tempat yang dianggap paling keramat. Dengan tujuan berdoa
kepada Uis Neno dan Uis Pah.
Berawal dengan berkumpulnya masyarakat dengan membawa seekor
binatang ternak, seperti sapi, dan peralatan makan yang semuanya
harus terbuat dari alam, seperti alat masak dari tanah liat, tempat
makan dari anyaman lontar atau tempurung kelapa. Semua makanan
harus dihabiskan dan tidak dibawa pulang.
Ritual ini biasanya dilakukan setiap akhir tahun, yaitu di salah satu
tempat yang dikramatkan . dengan maksud dan tujuan untuk
mendapatkan berkah dari para leluhur dan Uis Pah yang dipercayai
sebagai penguasa dan pengurus daerah setempat.
Budaya Poe Pah ini sebenarnya menjadi acara penghubung antara
masyarakat dengan Uis Pah dan Uis Neno untuk mensiasati alam yang
gersang dan tandus, melalui acara ini masyarakat mempersembahkan
sesuatu untuk mendapatkan keberkahan dari peguasa sehingga hasil
panen akan berlimpah dan masyarakat akan makmur.

25

d. Kete’
Kete’ yaitu tradisi pengakuan dosa yang dilakukan oleh orang yang
terkena musibah, yaitu mendatangi ahli peramal setempat yang disebut
A’onen, kemudian berdoa untuk menemukan masalah apa yang telah
menimbulkan musibah, ketika masalahnya ditemukan dan diakui oleh
pelaku maka iapun terbebas dari musibah itu.
Misalnya ketika seorang menderita sakit atau terkena musibah lain
yang susah dihadapi, maka ini dipastikan berhubungan erat dengan
kesalahan yang diperbuatnya atau ada kaitannya dengan keluarga yang
lain, sehingga perlu adanya penyelesaian yaitu mencari akar
permasalahannya dengan mendatangi orang pintar, dan menyelesaikan
permasalahan itu.
e. Taman
Tradisi taman secara bahasa bisa diartikan sebagai penyandaran
(sesuatu yang disandarkan), yaitu setiap bayi yang lahir harus diberi
nama sesuai dengan nama orang yang telah meninggal, baik itu orang
tua sendiri atau kakek dan keluarga terdekat lain yang telah meninggal.
Karena menurut penuturan mereka anak yang lahir ini harus
disandarkan ke orang yang telah meniggal agar seumur hidupnya dia
dijaga oleh orang yang meningal tersebut.

26

f. Sifon
Sifon ialah suatu ritual hubungan seksual yang dilakukan oleh pria
yang sehabis disunat secara tradisional dengan wanita dengan
kepercayaan dan maksud untuk menyembuhkan sunatnya dan
membuang sakit, sial dan panas dari pria yang disunat.
Berdasarkan penelitian, sebenarnya sifon dilakukan karena pada
umumnya dukun sunat dan si pasien sunat berkeyakinan “kalau tidak
melakukan sifon, alat vitalnya akan mengalami gangguan fungsi dan
dengan sifon kemampuan-fungsi alat vital semakin unggul”.
Pelaksanaan sifon yaitu berawal dari prosesi sunat tradisional yang
dilakukan oleh Ahelet (dukun sunat) dengan beberapa persyaratan yang
berlaku. Ritual sifon ini sudah berlangsung turun-temurun di beberapa
etnis Timor yang terutama tinggal di berbagai pedesaan di Wilayah
Kabupaten TTS (Timor Tengah Selatan), dan TTU (Timor Tengah
Utara).
Syarat utama untuk pasien yang akan disunat adalah, Pertama: sudah
memasuki umur dewasa mulai dari kisaran 17 tahun ke atas. Kedua:
sudah pernah melakukan hubungan seksual dengan wanita lain, karena
kalau belum pernah melakukan hubungan seksual dikhawatirkan akan
canggung dan kesulitan ketika menjalani proses akhir dari sunat
tradisional atau yang dinamakan ritual sifon tersebut.

27

Cara penyunatan pun terbilang sangat sederhana, berbeda dengan yang
dilakukan dokter yakni menggunakan peralatan modern, tetapi hanya
menggunakan sebilah pisau dan alat dari bambu untuk menjepit kulub
kemaluan pria kemudian dipotong.

BAB III
LARANGAN ZINA PERSPEKTIF AL-QUR’AN

A. Pengertian Zina
Secara kebahasaan, term zina berasal dari kata zanâ-yaznî, dengan kata
jadinya dalam di dalam Al-Qur’an diulang sebanyak sembilan kali, yang
berarti menyetubuhi seorang perempuan tanpa akad nikah yang sah. 1 Di
kalangan ulama Fiqh definisi ini sudah maklum adanya. Namun diantara
mereka ada yang menambahkan bahwa, keduannya sudah baligh (dewasa).
Karena itu jika salah satunya belum baligh, maka hukum zina hanya ditujukkan
kepada yang sudah baligh.2 Ada juga yang menambahkan, bahwa hubungan
seksual yang tidak sah itu dilakukan atas dasar suka sama suka. Sehingga
dalam kasus pemerkosaan yang mendapat had zina hanya yang memperkosa,
jika memang terbukti.
Terkait dengan pengertian zina ini, para ulama berbeda pendapat
tentang liwât (hubungan seksual melalui jalan belakang), apakah ia termasuk
zina atau tidak?. Menurut sebagian ulama, liwât termasuk zina, yakni bukan
dari sisi perbuatannya tetapi dari segi sûrah (praktik) dan kategorosasinya. Dari
segi praktiknya, liwât juga memasukkan kemaluan ke dubur. Dalam hal ini,
dubur juga dianggap farj yang makna generiknya adalah sesuatu yang terbuka,
sedangkan dari segi kategorisasi bahwa liwât adalah salah satu bentuk

1

Asy-Syâtibî, al-Muwâfaqâ fî Ushûlil-Ahkâm v. 11 (Beirut: Dârul Fiqr, 1341 H), hal. 4-5.
Kementrian Agama RI, Kedudukan dan Peran Perempuan (Tafsir Al-Qu a Te atik)
(Jakarta: Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimas Islam
Kementrian Agama RI, 2012), hal. 253.
2

28

29

kesenangan yang dilarang oleh syarak, sebagaimana zina. Makanya ar-Râzî
mendefinisikan zina sebagai suatu istilah untuk menggambarkan masuknya
suatu kemaluan kepada yang lain, atas dasar kesenangan semata yang dilarang
oleh agama.3
Meski begitu, mayoritas ulama tetap menganggap keduanya, yakni zina
dan liwât sebagai dua hal yang berbeda, walaupun keduannya dianggap samasama perbuatan buruk dan kotor. Argumentasinya adalah bahwa secara umum
hubungan seksual melalui jalan belakang dikatakan liwât bukan zina, dan para
sahabat berbeda pendapat dalam status hukum liwât, padahal mereka sangat
paham tentang karakter bahasa Arab. Artinya, jika para sahabat bersepakat
tentang status hukum liwât seperti zina, maka hukumnya akan dikembalikan
lagi ke ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an.4
Disamping itu juga terminologi zina digunakan dalam berbagai macam
kasus, antara lain: zina mata, zina tangan, dll. Begitu juga menganalogikan
dubur dengan farj juga tidak tepat sebab tidak setiap yang berlubang di dalam
anggota tubuh kita disebut farj, misalnya: mulut, telinga, mata, dan lain-lain.5
Sementara, terkait dengan hukum liwât di kalangan mazhab Syafi’i terbagi
dalam dua kelompok: pertama: dikenakan hukuman seperti zina, dan kedua,
yaitu kedua pelakunya dibunuh.6

3

Al-Râzî, Mafâtîhul-Gaib, Jilid 11, hal. 218.
Râzî, Mafâtîhul-Gaib, Jilid 11, hal. 218.
5
Tabarî, Ja i al-Baya a Ta wil Ayi Al-Qu a , penerjemah: Misbah – Anshari Taslim,
dkk, Tafsir at-Tabarî Jilid II (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hal. 137.
6
Kementrian Agama, Peran Perempuan, hal.254.
4

30

B. Penggolongan Zina Terbagi Menjadi Dua
Zina dikategorikan menjadi dua macam, yaitu zina muhzan dan gairu
muhsan.
1. Zina Muhsan
Zina muhsan adalah orang yang sudah baliq, berakal, berakal, merdeka,
sudah pernah bercampur

dengan jalan yang sah. Para ulama sepakat

bahwa hukuman terhadap pezina muhsan adalah dirajam (dilempar dengan
batu) sampai meninggal. Didasarkan atas hadis Nabi Muhammad SAW,
Zina mushson adalah pelaku zina antara laki-laki dan perempuan sudah
pernah melakukan hubungan seksual dalam ikatan pernikahan yang sah.
2. Zina Ghairu Muhsan
Yang dimaksud dengan zina ghairu mushshon adalah pelaku zina antara
laki-laki dan perempuan masih perjaka atau belum ada ikatan pernikahan
yang sah antara keduannya. Dan hukumannya pun berbeda dengan zina
muhshon.7

7

Fadhel Ilahi, At-Tadâbir al-Wâqiyah min az-Zinâ fî al-Fiqh al-Islâmi, Penerjemah:
Subhan Nur, Zina: Problematika dan Solusinya ( Jakarta: Qisthi Press, 2007), hal. 28-29.

31

C. Dampak Perbuatan Zina
Al-Qur’an telah memaparkan beberapa kejahatan tertentu, yang
mempunyai dampak negatif terhadap ketertiban masyarakat. Al-Qur’an juga
telah mewajibkan dijatuhkannya sangsi hukuman-hukuman tertentu atas
kejahatan-kejahatan tersebut sebagai upaya mencegah dan mengurangi terjadi
berbagai kejahatan itu, yaitu berupa pelanggaran terhadap berbagai macam
hukum agama seperti, pelanggaran terhadap jiwa, harta, kehormatan,
keturunan, akal, dan undang-undang umum masyarakat.8
Syariat Islam tidak hanya melarang kita untuk berzina tetapi dianjurkan
untuk menjauhi zina, artinya tidak boleh mendekati hal-hal yang mengarah
kepada perbuatan zina, baik itu dari menahan pandangan, kemaluan dan
menjauhi tempat-tempat yang mengandung unsur perzinahan.

Ahzami Samiun Jazuli menulis bahwa perbuatan zina berarti pula
tindakan pembunuhan dari berbagai perspektif: Zina pada dasarnya dalah
serupa dengan tindakan pembunuhan karena zina berarti mengorbankan hidup
tidak pada koridor selayaknya dan umumnya disertai oleh dorongan untuk
melarikan diri dari tanggung jawab.9 Yakni dengan melakkan aborsi,

Mahmud Syaltut, Al-Islaa A idatu wa Sya i atu , Penerjemah: Abdurrahman Zain,
Islam, Aqidah dan Syariah (Jakarta: Pustaka Amani, 1998), hal. 37.
9
Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan Al-Qu a (Jakarta: Gema Insani,
2006), hal. 238.
8

32

membunuh janin sebelum fase pembentukan jasadnya baik sebelum maupun
sesudah.10

Zina merupakan pembunuhan dalam konteks membunuh masyarakat.
Dalam arti, jaringan nasab