Keadilan dalam al-qur’an: analisis kata al-qisth pada berbagai ayat

(1)

(Analisis Kata Al-Qisth Pada Berbagai Ayat)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Alfionitazkiyah

NIM: 1110034000005

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADITS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

iv Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbutkti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 30 Oktober 2014


(5)

v

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. atas segala karunia dan rahmat-Nya. Salawat teriring salam serta untaian kata-kata mutiara yang indah senantiasa selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw. sehingga penulis

dapat menyelesaiakan penyusunan skripsi yang berjudul “Keadilan Dalam

Al-Qur’an (Analisis Kata Al-Qisth Pada Berbagai Ayat).”

Skripsi ini tidak akan bisa tuntas tanpa adanya orang-orang berjasa dibelakang penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, dan Dekan Fakultas Ushuluddin.

2. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., selaku ketua jurusan Tafsir-Hadis yang telah mensahkan proposal skripsi. Dan juga kepada sekretaris jurusan Tafsir-Hadis, Jauhar Azizy, MA., yang telah banyak sekali membantu penulis agar skripsi ini menjadi baik.

3. Dr. Abdul. Moqsith, M.Ag, selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan dan saran agar skripsi ini menjadi layak untuk ditampilkan.

4. Seluruh dosen program studi Tafsir-Hadis yang telah banyak memberikan ilmu selama berkiprah di UIN Syarif Hidayatullah.

5. Kepada kedua orang tua, yang tercinta A. Malik dan Hj. Inayah, yang selalu memberikan dukungan dan motivasi, dan tiada hentinya berdoa untuk kesuksesan anaknya.


(6)

vi

7. Seluruh teman-teman Tafsir-Hadits, yang selalu memberikan dukungannya.

8. Pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas, yang telah banyak membantu demi selesainya skripsi ini.

Akhirnya, penulis menyadari dengan wawasan keilmuan yang masih sedikit, kurangnya referensi, dan rujukan lain yang belum terbaca, menjadikan skripsi ini jauh dari sempurna. Namun, penulis telah berusaha menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan kemampuan penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik dari para pembaca sangat diperlukan sebagai bahan perbaikan penulisan ini.

Semoga skripsi ini memberikan manfaat khususnya bagi diri sendiri, dan bagi orang lain yang membacanya. Serta memberikan pemahaman tafsir mengenai Keadilan Dalam Al-Qur’an (Analisis Kata Al-Qisth Pada Berbagai Ayat).

Ciputat, 30 Oktober 2014


(7)

vii

Padanan Aksara 1. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

ا : a ط : th

ب : b ظ : zh

ت : t ع : ‘

ث : ts غ : gh

ج : j ف : f

ح : h ق : q

خ : kh ك : k

د : d ل : l

ذ : dz م : m

ر : r ن : n

ز : z و : w

س : s ـه : h

ش : sy ء : ,

ص : sh ي : y


(8)

viii

Fathah : a : ā : ai

Kasrah : i : ī : au

Dhammah : u : ū

3. Kata Sandang

a. Kata sandang yang diikuti alif lam ( ) al-qamariyah ditrnsliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

: al-Baqarah : al-Māidah

b. Kata sandang yang diikuti dengan alif lam ( ) asy-syamsiyah

ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di deoan dan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

: ar-Rajulu : as-Sayyidah

: asy-Syamsu : ad-Dārimī

c. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah (Tasydīd) dalam system aksara Arab digunakan lambang (), sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydīd. Aturan ini berlaku secara umum, baik tasydīd yang berada di tengah kata, di akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Contoh:

: mannā billāh : man as-Sufahā’u : Inna al-Ladzīna : wa ar-Rukka’i


(9)

ix

Alfionitazkiyah

Keadilan Dalam Al-Qur’an (Analisis Kata Al-Qisth Pada Berbagai Ayat)

Latar belakang penulisan skripsi ini adalah ketertarikan penulis terhadap pokok bahasan mengenai Keadilan Dalam Al-Qur’an (Analisis Kata Al-Qisth

Pada Berbagai Ayat), mengingat bahwa al-qisth merupakan bagian dari sifat manusia yang harus selalu ditegakkan kepada siapapun dan kapanpun. Karena sifat ini memiliki dampak yang sangat positif bagi orang yang menegakkannya.

Kajian skripsi ini merupakan kajian pustaka dengan metode pembahasan yang bersifat deskriptik-analitik, yakni menggambarkan dan menguraikan data-data penafsiran al-Qur’an tentang materi bahasan yang didapat dari berbagai macam sumber bacaan yang primer dan sekunder.

Sumber-sumber utama dari bahan-bahan kajian ini diambil dari lima kitab tafsir al-Qur’an, seperti Mafātih Al-Ghaib karya Fakhruddīn Ar-Rāzī, Ruh Al-Ma’ānī fī Tafsīr Al-Qur’an Al-’Azhīm wa As-Sab’ Al-Matsānī karya Al- lūsī, Al-Kasysyāf karya az-Zamakhsyarī, At-Tahrīr wa At-Tanwīr karya Ibn ’ syūr, dan Al-Mīzān fi Tafsīr Al-Qur’an karya Thabāthabāi’.

Temuan yang didapat dari hasil penelitian mengenai Keadilan Dalam

Al-Qur’an (Analisis Kata Al-Qisth Pada Berbagai Ayat) adalah bahwa setiap kata di dalam al-Qur’an memiliki makna khusus tersendiri. Ada dua kata yang bermakna adil di dalam al-Qur’an yaitu al-‘adl dan al-qisth. Kata al-qisth memiliki dua makna, pertama, bermakna adil dan kedua, bermakna menyimpang. Serta beberapa objeknya, yaitu al-qisth adalah sifat orang yang berilmu, al-qisth

terhadap anak yatim, al-qisth dalam jual-beli, al-qisth dalam melerai pertikaian,

al-qisth terhadap orang-orang non muslim.

Selanjutnya, penulisan skripsi ini diharapkan mampu memberikan sumbangan untuk memperluas wawasan intelektual pembaca dan memperkaya khazanah ilmu-ilmu keislaman.


(10)

x

KATA PENGANTAR ... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Metodologi Penulisan ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG KEADILAN ... 11

A. Definisi Keadilan Secara Bahasa... 11

B. Definisi Keadilan dari Berbagai Disiplin Ilmu ... 16

C. Term Keadilan dalam Al-Qur’an... 18

D. Urgensi Keadilan ... 23

BAB III OBJEK AL-QISTH DALAM AL-QUR’AN ... 25

A. Term Al-Qisth dalam Al-Qur’an ... 25

B. Objek Al-Qisth dalam Al-Qur’an ... 36

1. Al-Qisth adalah Sifat Orang yang Berilmu ... 37

2. Al-Qisth terhadap Anak Yatim ... 40


(11)

xi

BAB IV PENUTUP ... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 57


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup bersama dalam suatu komunitas masyarakat dengan jangka hidup waktu yang lama. Mereka saling berinteraksi dan melakukan tindakan yang menghasilkan timbal balik kepada sesamanya. Sehingga tidak mustahil terjadi konflik sosial1 di antara mereka. Sehingga dapat memunculkan tindakan-tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dianggap tidak sesuai dengan akhlak yang terpuji. Dalam menindak lanjuti penyimpangan tersebut masyarakat tidak harus main hakim sendiri melaikan harus adanya keadilan yang ditegakkan dalam mengatasi penyimpangan tersebut. Oleh karenanya keadilan dalam suatu komunitas masyarakat sangatlah penting untuk selalu ditegakkan.2

Sikap adil adalah suatu tindakan/akhlak yang sangat terpuji dan bahkan harus selalu ditegakkan dalam berbagai aspek kehidupan. Di dalam al-Qur‟an pun aspek yang banyak dipaparkan adalah aspek akhlak, yaitu aspek yang mengatur hubungan makhluk kepada Allah seperti firman-Nya dalam Q.S. Ash-Shaff t [37]:159-160, Q.S. Asy-Syūra [42]:05 dan Q.S. Al-Muzammil [73]:09, hubungan sesama mannusia sebagaimana tertulis di dalam Q.S. Al-Baqarah [02]:83 dan Q.S. An-Nis [04]:86 dan hubungan kepada lingkungan sebagaimana tertulis di dalam Q.S. Al-An‟ m [06]:38. Dari tiga aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa

1

Konflik sosial adalah bagian dari interaksi social yang bersifat asosiatif. Konflik atau pertentangan diartikan sebagai sebuah bentuk interaksi yang ditandai ole keadaan saling mengancam, menghancurkan, melukai, atau melenyapkan. Hal ini terjadi di dalam dinamika masyarakat. Lihat Tri Sunarti, Sosiologi, (Sukoharjo: Graha Multi Grafiko, 2007), h. 41

2

Niniek Sri Wahyuni dan Yusniati, Manusia dan Masyarakat, (Jakarta: Ganeca Exact, 2004), h. 23


(13)

manusia sebagai mkhluk ciptaan-Nya diharuskan untuk selalu bergaul dengan apapun dan siapapun yang disebut habl minallah danhabl minann s.

Dari dua macam interaksi tersebut manusia lebih banyak menghabiskan waktu hidupnya berinteraksi dengan sesamanya (habl minann s). Oleh karenanya al-Qur‟an telah menjelaskan tentang tata cara manusia bersikap kepada manusia lainnya. Di antaranya adalah dengan berbuat ihsan (baik), jujur, tolong-menolong, tenggang rasa, saling menghormati, adil dan lain-lain. Dari beberapa sikap/sifat yang telah tersebut ada salah satu sifat yang sulit dilakukan yaitu sifat adil. Tidak semua orang dapat berlaku adil kepada sesamanya, meskipun orang tersebut ingin berlaku adil.

Keadilan adalah sesuatu yang abstrak. Sulit untuk diungkapkan dan dideskripsikan. Terkadang keadilan dikaitkan dengan hukum. Keadilan dapat dimaknai memberikan sesuatu kepada setiap anggota masyarakat sesuai dengan

haknya yang harus diperolehnya tanpa diminta; tidak berat sebelah atau tidak

memihak kepada salah satu pihak; mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana

yang benar dan mana yang salah, bertindak jujur dan tetap menurut peraturan

yang telah ditetapkan. Keadilan merupakan nilai-nilai kemanusiaan asasi dan

menjadi pilar bagi berbagai aspek kehidupan, baik individual, keluarga, dan

masyarakat. Ibn Qudamah mengatakan bahwa keadilan merupakan sesuatu yang

tersembunyi, motivasinya semata-mata karena takut kepada Allah Swt.3

Adil juga termasuk satu kata yang mudah diucapkan, tetapi berat untuk ditegakkan. Kata ini berbentuk kata benda tetapi maknanya adalah kata kerja. Sehingga mengindikasikan adanya perintah untuk menegakkan dan berlaku adil

3 Abdul „Azis Dahlan,

et. al., (eds), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), h. 25


(14)

kepada setiap orang. Kata adil juga sering dimaknai “menempatkan sesuatu pada tempatnya”.4

Adapun orang-orang yang adil yang mengurus urusan orang-orang muslim dan menunaikan hak-haknya, maka mereka kelak akan mendapatkan derajat yang tinggi dan kegembiraan yang besar. Mereka akan berada di menara-menara cahaya di sisi kanan Rabb ar-Rahm n. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh „Abdullah bin „Amr bin al-„Ash ra.5

Sesungguhnya orang-orang yang adil di sisi Allah akan berada di atas menara-menara cahaya di sebelah kanan Rabb yang Rahm n, dan kedua tangan-Nya di sebelah kanan orang-orang yang adil di dalam menetapkan hukum, adil dalam keluarga dan adil dalam kepemimpinannya. Sedangkan dalam suatu riwayat ditambahkan; “Nabi Muhammad bersabda: dan keduanya adalah tangan kanan (kebaikan)”.6

Hadits di atas menerangkan bahwa Nabi menjamin orang-orang yang berbuat adil akan berada di sisi Allah. Nabi pun menerangkan bahwa orang-orang yang berbuat adil yang dijamin adalah mereka yang selalu menegakkan keadilan dengan mengunakan term al-qisth. Dalam Q.S. An-Nis ‟ [04]:03 Allah juga menggunkan kata al-qisth untuk menerangkan keadilan seorang wali terhadap anak yatim yang berada dibawah tanggungannya.

4

Maksud dari arti tersebut adalah menempatkan yang hak pada tempatnya yang hak dan sesuatu yang batil pada tempatnya yang batil.

5

Yusuf Abdullah Daghfaq, Berbuat Adil Jalan Menuju Bahagia, (Jakarta: Gema Insani Press, 1992), h. 58

6Abū „Abdurrahm n bin Syu‟aib bin „Alī

an-Nas ‟i, Sunan An-Nas i Al-Musamma Al-Mujtaba, Kitab Al-Qudhah, Bab fadhl al-hakīm al-„ dil fī hukmih, No. Hadits 5389, (Bairūt:D rul Hadīts, 1889), h. 235


(15)































Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.7

Asb b al-nuzūl ayat ini adalah bahwa ada seorang anak yatim perempuan yang cantik dan memiliki harta yang banyak. Ia berada di bawah tanggungan walinya. Wali anak yatim tersebut menyukai akan kecantikan dan hartanya yang melimpah. Sehingga ia ingin menikahinya tetapi sang wali tidak mau memberikan mahar baginya. Bahkan tujuan sang wali ingin mengambil/menikmati kekayaan dari harta yang dimiliki anak yatim tersebut tanpa mengelolahnya. Menurut al-Thabarī kata adil yang pertama bermakna adil bagi seorang wali anak yatim dalam bemberikan hak-hak yang harus didapatkan anak yatim tersebut dari harta yang dimilikinya dengan mengelolahnya sebaik-baiknya.8

Sedangkan makna adil yang kedua adalah keadilan dalam bemberikan nafkah batin, waktu/giliran dan kasih sayang yang sama terhadap istri-strinya.9

Dari tafsiran ayat di atas secara eksplisit dapat dikatakan bahwa aspek yang dibahas dengan menggunakan term al-„adl adalah bersifat batiniyah atau

immateri (abstrak). Sedangkan aspek yang dibahas dengan menggunakan term al-qisth bersifat indrawi/lahiriyah.

7

Lihat Al-Qur‟an Al-Hadi

8Abū Ja‟far Mu

hammad bin Jarīr At-Thabarī, J mi‟ Al-Bay nfī Ta‟wīl Al-Qur‟an. Jilid 3, (Mesir: Al-Maktabah At-Taufiqiyyah. 2004), h. 242

9


(16)

Di dalam Q.S. Al-Anbiy ‟[21]:47 Allah juga menggunakan term al-qisth

untuk menjelaskan hukuman-Nya kepada mkahluk-Nya sesuai dengan amalan yang pernah diperbuatnya.













































Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka Tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.10

Pada ayat ini Allah berfirman dengan menggunakan term al-qisth. Al-Baidhawī berpendapat bahwa keadilan yang maksud dari ayat ini adalah Allah akan memberikan hukuman atau balasan sesuai dengan lembaran amalan-amalan yang pernah dilakukan oleh seorang hamba. Allah akan menimbang semua amalan yang pernah diperbuatnya maupun yang baik atau yang buruk dengan adil pada hari kiamat. Yakni setiap amalan yang ditimbang tidak akan dikurangi atau dilebihkan. Sehingga tidak ada seorang pun yang akan dizalimi. Setiap jiwa akan menerima hukumannya masing-masing sesuai amal perbuatannya semasa hidupnya.11

Dari ayat-ayat al-Qur‟an dan hadīts di atas, diketahui bahwa keadilan disebut dengan menggunakan term al-qisth dan seluruh ungkapannya bermakna adil. Dan di dalam al-Qur‟an juga telah jelas sekali bahwa Allah sangat mencintai orang-orang yang berbua adil dengan sebutan muqsithīn dan bukan dengan lafaz ‟ dilīn.Ini mengindikasikan bahwa derajat lafaz qisth lebih tinggi dari pada lafaz ‟adl. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini penting untuk dikaji lebih lanjut

10

Lihat Al-Qur‟an Al-Hadi

11N shiruddīn Abī Sa‟īd ‟Abdullah bin ‟Umar bin Mu

hammad as-Syair zī al-Baidhawī,


(17)

dengan judul skripsi KEADILAN DALAM AL-QUR’AN (Analisis Kata Al-Qisth pada Berbagai Ayat).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pembahasan tentang kata adil (al-qisth) sangat banyak dan luas aspek-aspek yang terkait dengannya. Seperti berlaku adil ketika menjadi seorang pemimpin, menegakkan hukum, melerai dua orang yang bertikai sehingga tidak memihak pada salah satu dari keduanya, memelihara harta orang lain dan harta anak yatim, adil kepada non muslim, berdagang/jual-beli dalam menentukan timbangan, berlaku adil terhadap anak adopsi, menjadi saksi, dan sifat adil juga menjadi identitas orang yang berilmu.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas pembatasan masalah yang akan dibahas hanya menyangkut beberapa aspek yaitu sifat adil yang menunjukkan identitas orang yang berilmu, berlaku adil terhadap anak yatim, adil dalam berdagang/jual-beli, melerai orang yang bertikai, dan adil kepada non muslim.

Pembatasan ini betujuan agar pembahasan tentang al-qisth (adil) lebih fokus dan tidak keluar dari tema yang dibahas dari aspek-aspek yang telah diidentifikasi dengan mengkaitkannya kepada ayat-ayat al-Qur‟an dan hadits yang berkaitan dengannya, namun tidak terlepas dari penafsiran dan penjelasan al-Qur‟an dan hadits.

Sedangkan rumusan masalah dalam penulisan ini menggunakan model pertanyaan yang berguna untuk menjawab pokok permasalahan dan menunjukkan arah pemahaman yang benar.


(18)

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan pokok permasalahn yang telah disebutkan di atas, maka tujuan penulisan ini yaitu:

1. Mengetahui penjelasan tentang definisi al-qisth dalam al-Qur‟an, bentuk-bentuk kalimat al-qisth yang digunakan al-Qur‟an pada ayat -ayatnya, serta macam-macamnya.

2. Mengetahui dan memahami term al-qisth dalam al-Qur‟an dengan menggunakan penafsiran dari para mufassir tentang ayat-ayat yang terkait, dan untuk mendapatkan penjelasan tentang objek-objek yang dikaji dalam al-Qur‟an dengan menggunakan kata al-qisth.

3. Secara akademis, penelitian ini bertujuan untuk memberikan konstribusi ilmiah dalam khazanah keilmuan Islam, khususnya dalam bidang Al-Qur‟an. Penulisan ini juga menjadi salah satu bacaan bagi pembaca yang ingin mendalami wawasan al-Qur‟an, khususnya mengenai masalah al-qisth. Selain itu bertujuan untuk melengkapi tugas akhir kuliah sebagai persyaratan dalam rangka meraih gelar Sarjana Agama (S.Ag).

D. Metodologi Penulisan

Kajian penelitian yang digunakan yaitu dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan teknik library research (kepustakaan), yaitu dengan mengumpulkan data-data melalui bacaan dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan pembahasan penulis. Sebagai data primer penulis merujuk pada kitab-kitab tafsir karya beberapa mufassir diantaranya kitab Maf tīh Al-Ghaib


(19)

-Sab‟ Al-Mats nī karya Al- lūsī, Al-Kasysy f karya az-Zamakhsyarī, At-Tahrīr wa At-Tanwīr karya Ibn ‟ syūr, dan Al-Mīz n fi Tafsīr Al-Qur‟an karya Thab thab i‟. Sedangkan data sekunder adalah data-data yang dicari dari sumber-sumber kepustakan berupa kitab-kitab tafsir, buku-buku, majalah, artikel, dan lain-lain. Sebagai pedoman penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku Pedoman Akademik Strata 1 yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press tahun 2010, dan pedoman transliterasi mengikuti Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta (Edisi Revisi), Cetakan kedua, Mei tahun 2011.

Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif analitik. Metode deskriptif adalah suatu metode yang bermaksud untuk menggambarkan data-data dalam menguji dan menjelaskan sebuah hipotesis untuk menjawab pertanyan dari suatu permasalahan. Sedangkan analitik yaitu sebuah tahapan untuk menguraikan data-data yang telah terkumpul dan tersusun secara sistematis. Jadi, metode deskriptif analitik adalah sebuah metode pembahasan untuk menerapkan data-data yang telah tersusun dengan melakukan kajian terhadap data-data tersebut.

E. Tinjauan Pustaka

Pembahasan tentang adil dalam berbagai literatur cukup banyak. Namun dari berbagai literatur tersebut belum ditemukan pembahasan kata al-qisth secara detail atau secara tematik. Bahkan, terkadang kata al-qisth masuk dalam pembahasan al-„adl atau keadilan. Kata keadilan kadang pula berkaitan dengan hukum, baik hukum Islam atau pun hukum Negara yang disebut Undang-Undang


(20)

Dasar (UUD). Sejauh yang bisa diketahui belum ditemukan bahasan kata al-qisth

secara mendalam.

Beberapa pembahasan yang terkait dengan adil adalah:

1. Berbuat Adil Jalan Menuju Bahagia karangan Yusuf Abdullah Daghfaq yang diterbitkan oleh Gema Insani Press tahun 1992. Buku ini membahas tentang sifat adil yang harus dilakukan oleh seorang ulil amri (pemimpin) dan balasan dari Allah bagi orang yang berlaku adil, serta balasan bagi orang yang berbuat zalim.

2. Konsep Adil Dalam Poligami (Analisis Perspektif Hukum Islam dan Undang-Undang No.1 tahun 1974) ditulis oleh Abdul Khoir Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010. Skripsi ini membahas sikap adil yang harus dilakukan oleh seorang suami ketika ia melakukan poligami yang bertumpu pada hukum Islam dan hukum Negara. Sifat adil yang dituntut pada pembahasan ini adalah adil kepada anak dan istri dalam pembagian waktu berkumpul bersama keluarga.

3. Analisis Konsep Adil Berpoligami Perspektif Hukum Islam ditulis oleh Nuri Faat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007. Skripsi ini hampir sama dengan skripsi di atas hanya saja sifat adil yang dibahas pada skripsi ini adalah keadilan yang harus dilakukan oleh seorang suami ketika dia berpoligami yang bertumpu pada hukum Islam.

Dari beberapa penelitian yang telah disebutkan di atas belum ada yang mengkajikeadilan dalam al-Qur‟an; analisis kata al-qisth pada berbagai ayat. Hal ini yang penting untuk dikaji. Posisi penulisan ini mencoba untuk membuat wacana baru yang belum dikaji dari beberapa penelitian sebelumnya.


(21)

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun menggunakan sistematika bab per bab. Kemudian pembahasan dijelaskan dalam sub-sub bab. Bab pertama berisi pendahuluan, yang terdiri dari sub-sub bab yang menjelaskan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

Pada bab kedua penulis paparkan tentang kajian teoritis tentang keadilan, yang terdiri dari beberapa sub bab yang menjelaskan tentang definisi keadilan secara bahasa, definisi keadilan dari berbagai disiplin ilmu, term keadilan dalam al-Qur‟an dan urgensi keadilan.

Pada bab ketiga penulis memaparkan tentang inti dari pembahasan yang ingin penulis bahas yaitu objek al-qisth dalam al-Qur‟an, yang terdiri dari dua sub bab yang menerangkan term al-qisth dalam al-Qur‟an dan al-qisth dalam al-Qur‟an terdiri dari lima sub-sub bab yaitu al-qisth terhadap orang-orang non muslim, al-qisth terhadap anak yatim, al-qisth dalam melerai pertikaian, al-qisth

adalah sifat orang yang berilmu, dan al-qisth dalam jual-beli.

Pada bab keempat ini berupa penutup. Pada bab ini penulis menarik kesimpulan dari pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya dan juga menulis saran-saran. Pada akhir penulisan ini adalah Daftar Pustaka, yaitu paparan buku-buku yang dipakai untuk menjadi rujukan penulisan dalam penulisan skripsi ini.


(22)

BAB II

KAJIAN TEORITIS TENTANG KEADILAN A. Definisi Keadilan Secara Bahasa

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia keadilan diartikan sama berat; tidak berat sebelah; dan tidak memihak.12 Artinya tidak melebihi atau mengurangi dari pada yang sewajarnya. Berpihak dan berpegang pada kebenaran.13 Seperti halnya seorang pemimpin yang menegakkan hukum kepada rakyatnya. Seorang pemimpin yang adil adalah yang menghukum rakyatnya yang berbuat salah dan membebaskan rakyatnya yang tidak bersalah. Dalam kasus ini pemimpin tersebut telah berlaku adil karena menempatkan kebenaran dan keburukan sesuai tempatnya. Di dalam al-Qur‟an Allah ta‟ala pun telah berfirman bahwa jika seseorang yang hendak menetapkan hukum maka tetapkanlah dengan adil.























































Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka Maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara mereka, Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.14

12

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka, 2005), h. 4

13

Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern Englidh Press, 2002), h. 12

14


(23)

Khitab ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw. Jika orang-orang tersebut (kaum Yahudi) datang kepada Nabi dan memintanya untuk menegakkan hukum di dalam perselisihan yang terjadi di antara mereka, maka tetapkanlah hukum atau tinggalkanlah (tidak perduli). Ini adalah pilihan bagi Nabi dalam menghadapi perselisihan kaum Yahudi. Jika Nabi mengabaikannya-tidak menuruti kamauan mereka-maka hal itu tidak akan memudaratkan Nabi walaupun mereka melakukannya, karena Allah akan selalu menjaganya. Namun jika Nabi tidak mengabaikannya, maka Allah menyuruhnya untuk menegakkan hukum dengan adil-dengan tidak menerima suap-karena Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil dan Allah akan selalu menjaga diri mereka dari hal-hal yang bersifat haram.15

Keadilan bukan hanya ditegakkan dalam hal kepemimpinan saja. Namun banyak aspek yang berkaitan dengannya. Salah satunya adalah menjadi seorang saksi. Seperti dalam kasus persaksian bagi wanita/istri yang berbuat zina. Jika ada seseorang yang berkata bahwa wania/istri tersebut berzina, maka harus dihadirkan saksi baginya untuk membenarkan atau menyalahkan persaksiannya. Sebagaimana firman Allah Swt.

15

Dalam kitab Ma‟ lim At-Tanzīl diterangkan bahwa ayat ini menjelaskan tentang hukum

yang ditegakkan oleh kaum Yahudi yaitu oleh Ka‟ab bin Asyr f dan koalisinya, mereka selalu menerima suap dan menetapkan hukum untuk orang yang telah menyuapnya. Artinya mereka memenangkan orang yang telah menyuap mereka. Dalam hal ini mereka adalah orang-orang suka mendengarkan perkataan dusta dan memakan sesuatu yang haram yaitu suap. Pandangan mereka pura-pura buta terhadap kebenaran sehingga mereka meninggalkan perselisihan yang sebenarnya terjadi. Lihat Ahmad Mushthafâ Al-Maraghī, Tafsīr Al-Mar ghī, (Kairo: Maktabah Mushthafâ, 1946), h. 120


(24)

























































Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji16 hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.17

Bagi orang yang dihadirkan sebagai saksi harus berlaku adil dengan memberikan persaksian yang benar dan tidak berdusta. Sehingga persaksiannya tidak memberatkan salah satu pihak. Sebagaiman firman Allah Swt.

















































Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.18

Arti “hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan

(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil” mengindikasikan bahwa ada dua perkara yang tersirat. Pertama, mengagungkan Allah atas

16

Perbuatan keji: menurut jumhur mufassirin yang dimaksud perbuatan keji ialah perbuatan zina, sedang menurut Pendapat yang lain ialah segala perbuatan mesum seperti : zina, homo sek dan yang sejenisnya. menurut Pendapat Muslim dan Mujahid yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah musahaqah (homosek antara wanita dengan wanita).

17

Q.S. An-Nis [04]:15 lihat Al-Qur‟an Al-Hadi

18


(25)

perintah-Nya dan kedua, saling mengasihi terhadap sesama makhluk ciptaan Allah. Dan lafaz (menjadi saksi dengan adil) adalah lafaz yang menjelaskan perkara yang kedua. Yaitu saling mengasihi terhadap sesama makhluk. Ar-R zī menjelaskan bahwa tidak boleh saling mengasihi dalam hal persaksian dikarenakan karabat atau keluarganya, dan tidak boleh menghalang-halangi pengajuan kesaksian yang dilakukan oleh musuh-musuh dan lawan-lawannya.19

Firdaus al-Hisyam dan Drs. Rudy Hariyono berpendapat bahwa kata adil diartikan just, fair, impartial, rightful, lawful, honest (secara pantas, adil, tidak berat sebelah, berdasarkan keadilan, hukum yang sah, lurus hati).20 Dalam kamus Cambridge kata fair berarti treating everyone in the same way, so that no one has an advantage (perbuatan seseorang dengan cara yang sama, sehinnga tidak ada seorang pun mendapatkan keuntungan).21 Maksud dari definisi tersebut adalah bahwa tidak ada salah satu yang merasa diuntungkan dan yang lain dirugikan, melainkan keduanya mendapatkan kepuasaan dan kerelaan dari sebuah keputusan dan keputusannya pun tidak berat sebelah.

Pengertian di atas sejalan dengan pengertian yang telah dirumuskan dalam hukum Islam bahwa adil adalah “mempersamakan sesuatu dengan yang lain, baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu itu menjadi tidak berat

19

Ar-R zī, Tafsīr Al-Fakhr Ar-R zī: Al-Musytahir bi At-Tafsīr Al-Kabīr wa Maf tīh Al-Ghaib, Jilid 6, h. 184

20

Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono, Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab Indonesia Inggris, (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), h. 523

21

Cambridge University, Cambridge School Dictionary, (New York: Cambridge University Press, 2008), h. 273


(26)

sebelah dan tidak berbeda satu sama lain. Adil juga berarti “berpihak atau berpegang kepada kebenaran.”22

Berlaku adil sangat terkait dengan hak dan kewajiban. Hak yang dimiliki seseorang, termasuk hak asasi wajib diperlakukan secara adil. Hak dan kewajiban terkait pula dengan amanah, sedangkan amanah wajib diberikan kepada yang berhak menerimanya/ditunaikan. Oleh karena itu hukum yang didasarkan sifat amanah harus ditetapkan secara adil tanpa diiringi rasa benci dan sifat negatif lainnya yang dapat merugikan salah satu dari dua pihak.23 Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Q.S. Al-Maidah [05]:08.

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.24

Ayat ini menceritakan kaum Yahudi pada perang Khaibar. Ketika itu Rasulullah mendatangi mereka untuk membantu meringankan pajak yang harus mereka keluarkan. Akan tetapi mereka bertekad untuk membunuh Nabi. Sehingga turunlah ayat ini sebagai nasihat kepada Nabi agar tetap berlaku adil kepada suatu kaum dan larangan untuk berbuat curang (tidak berbuat adil) yang disebabkan rasa benci yang terdetik di hati karena perbuatan mereka ke Nabi.25 Oleh karena itu Allah melarang hamba-hambanya untuk berbuat curang (tidak adil) kepada orang lain yang disebabkan oleh kebencian.

22

Dahlan, et. al., (eds), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I, h. 25

23

Dahlan, et. al., (eds), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I, h. 25

24

Q.S. Al-Maidah [05]:08 lihat Al-Qur‟an Al-Hadi

25 „Abdurrahm n Jaluddīn as

-Suyūthī, Al-Dur Al-Mantsūr fī Tafīr Al-Ma‟tsūr, (Bairūt: D rul Fikr, 2009), h. 35


(27)

B. Definisi Keadilan dari Berbagai Disiplin Ilmu

Keadilan adalah tindakan yang selalu diinginkan oleh setiap elemem masyarakat di setiap Negara. Tanpa keadilan kehidupan akan goyah. Karena seseorang akan bersikap sewenang-wenang dan semenah-menah terhadap terhadap yang lainnya. Terkadang keadilan tidak hanya berkutik dalam ranah hukum saja. Jika dilihat dari berbagai disiplin ilmu pengertian keadilanpun akan berbeda-beda.

Dalam ilmu sosial keadilan didefinisikan dengan adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional atas hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan: ekonomi, politik, pengetahuan, dan kesempatan. Definisi lain dari keadilan sosial adalah hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau golongan tertentu.26

Dalam ilmu tasawuf keadilan didefinisikan dengan seseorang harus mendapatkan haknya dan memberikan kewajibannya. Dalam hal ini, yaitu mendamaikan perselisihan antara orang yang menzalimi dengan orang yang terzalimi.27 Karena kewajiban setiap muslim adalah menegakkan amr ma‟ruf nahi

munkar. Sehingga ketika ia melihat kemunkaran/kezaliman, ia wajib melerainya. Berbeda halnya dalam ilmu hadīts keadilan diartikan sebagai sifat yang tertancap dalam jiwa seseorang untuk senantiyasa bertakwa dan memelihara harga diri. Menjauhi dosa besar seperti syirik, sihir, membunuh, memakan riba,

26

Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), 6 cet, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 187

27

Muhammad Yusūf Mūsa, Falsafah Al-Akhl qiyah fī Al-Isl m, (Mesir: Muassasah


(28)

memakan harta anak yatim, melarikan diri sewaktu perang berkecamuk, menuduh zina wanita-wanita baik-baik, menyakiti kedua orang tua dan mengaharapkan kehalalan di al-Bait al-Haram dan menjauhi dosa kecil seperti mengurangi timbangan sebiji, mencuri sesuap makanan, serta menjauhi perkara-perkara mubah yang dinilai mengurangi harga diri.28

Sedangkan dalam ilmu filsafat menurut Aristoteles (dikutip dari Ibn Maskawaih) keadilan terbagi menjadi tiga macam yaitu:

1. Keadilan yang dilakukan seorang hamba keada tuhannya. Dalam hal ini seseorang mengerjakan secara terus-menerus perkara yang telah diperintahkan/diwajibkan tuhan kepada hamba-Nya.

2. Keadilan yang bersifat komutatif. Yaitu keadilan yang mengatur hubungan antara satu orang dengan yang lainnya dalam menegakkan hak-hak tiap individu. Seperti dalam menghormati kepala negara/pemimpin, menunaikan amanat dan menunaikan janji dalam bermu‟amalah. Keadilan ini lebih menuntut agar semua orang menepati apa yang telah dijanjikannya.

3. Kedilan yang ditegakkan setiap orang dalam hal hutang-piutang dan wasiat. Keadilan yang harus mereka tegakkan adalah dengan membayarkan hutangnya dan menjalankan wasiatnya.29

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keadilan adalah suatu tindakan seseorang untuk menunaikkan hak dan kewajiban terhadap orang

28Muhammad „Ajaj Al

-Khatib, Ushūl Al-Hadīts. Penerjemah H.M Nur Ahmad Musyafiq, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 203.

29 K mil Mu

hammad Muhammad „Araidhah, Ibn Maskawaih Maz hib Akhl qiyah, (Bairūt: D rul Kutub Al-‟Ilmiyah, t.t.), h, 287.


(29)

lain. Jika hal ini dapat tercapai maka kehidupan pun akan berjalan damai dan sejahtera.

C. Term Keadilan dalam Al-Qur’an

Al-Qur‟an adalah firman Allah Swt. yang terdiri dari susunan berbagai macam kosakata. Banyaknya kosakata tersebut disesuaikan dengan teks dan konteksnya. Oleh karena itu cukup banyak pula beberapa kosakata yang memiliki arti yang sama. Hal inilah yang menjadi perdebatan para mufassir, karena ada anggapan bahwa kosakata yang terdapat di dalam al-Qur‟an memiliki sinonim. Ada pula mufassir yang berpendapat bahwa tidak ada sinonimitas di dalam al-Qur‟an.

‟Aisyah binti Sy thī menolak adanya sinonimitas kata di dalam al-Qur‟an. Menurutnya setiap kata memiliki arti dan makna tersendiri. Sehingga antara satu kata dengan kata lainnya tidak memiliki kesamaan makna. Di dalam kitab

Al-Burh n fī ‟Ulūm Al-Qur‟an dijelaskan bahwa ada beberapa kata yang dianggap

mutaradif (sinonim).30 Seperti kata adil. Di dalam al-Qur‟an banyak kata yang semakna dengannya namun berbeda lafaznya yaitu kata ‟adl dan qisth.

30

Adapun beberapa kata yang dianggap memiliki sinonim kata seperti kata al-khauf, di dalam al-Qur‟an kata ini disebutkan sebanyak 125 kali dengan berbagai derivasinya. Kata al-khauf berarti takut dan lafaz lain yang satu arti dengannya kurang lebih ada 8 kata, yaitu kata al-khasyyah, ar-ru‟bah, ar-ruhbah, wajala, asy-syafaqah, hadzara, ar-rau‟u. Kata-kata tersebut memiliki makna yang sama dengan kata al-khauf. Lihat Mann ‟ al-Qathth n, Mab hits fī ‟Ulūm Al-Qur‟an, (Riyadh: D rul Rasyīd, t.t), h. 204

Kata lain yang dianggap memiliki sinonim adalah kata al-bukhl yang berarti pelit, kikir, atau bakhil. Di dalam al-Qur‟an kata al-bukhl disebutkan sebanyak 12 kali pengulangan dengan berbgai macam derivasinya. Kata-kata yang memiliki arti sama dengannya seperti qatara, al-syuh,

dandhanīn. Lihat „Abdul B qī, Al-Mu‟jam Al-Mufahr s li Alf dz Al-Qur‟an Al-Karīm, h. 115 dan 246


(30)

Kata al-‟adl bermakna al-istiw ‟ ( ) “suatu keadaan yang

sama/lurus.”31

Makna ini berarti menetapkan hukum dengan benar. Jadi orang yang adil adalah seseorang yang berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kata al-‟adl memiliki makna ”persamaan”, dan inilah makna asal kata al-‟adl yang menjadikan pelakunya tidak berpihak kepada salah satu.32 Sehingga ia hanya menegakkan keadilan terhadap orang yang bersalah sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan di dalam al-Qur‟an dan al-Sunnah. Menurut pendapat al-Raghib al-Ashfahani dalam kitabnya Al-Mufrad t fī Gharīb Al-Qur‟an mngatakan bahwa pengertian term „adl adalah ا س ا ع ض ق ظف : ع ا ا ع ا.33

Kata al-‟adl disebutkan di dalam al-Qur‟an sebanyak 28 kali pengulangan dengan berbagai derivasinya. Salah satunya terdapat pada Q.S. al-Nis [04]:129.

















































Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.34

Kata ‟adl pada ayat ini diartikan ‟sama‟ . Menurut al-Baidhawī35 kata ‟adl pada ayat ini adalah tidak condong sedikitpun kepada salah satu istri sebagaimana

31Abū al

-Husain Ahmad bin F ris bin Zakariy , Mu‟jam Maq yis Al-Lughah, (T.tp:D rul Fikr, t.t), h. 246

32

Dahlan, et. al., (eds), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I, h. 5

33

Abu al-Q sim al-Husain bin Muhammad (ar-R gib al-Ashfah nī), Al-Mufrad t fī

Gharīb Al-Qur‟an,(T.tp, Maktabah Naz r Mushthafâ al-B z, t.t), h. 422

34

Lihat Al-Qur‟an Al-Hadi

35


(31)

yang dilakukan oleh rasulullah dengan menbagikan bagiannya/haknya terhadap para istrinya ”Ya Allah, inilah pembagianku yang aku mampu, maka janganlah Engkau cela aku pada sesuatu yang Engkau mampu dan tidak aku mampu." (Abu Daud berkata; yaitu hati).36

Hal ini mengindikasikan bahwa rasul membagi hak dan kewajiban kepada para istrinya dengan adil dalam hal kasih sayang. Begitupun yang dimaksud ayat ini bahwa jika seorang suami memiliki dua istri maka hendaklah ia berlaku adil dengan semampunya, tidak condong berbuat baik kepada salah satunya dan membenci yang lainnya. Rasulullah bersabda ”Barangsiapa yang memiliki dua

orang istri kemudian ia cenderung kepada salah seorang diantara keduanya, maka ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan sebelah badannya miring."37 Dapat disimpulkan bahwa makna kata ‟adl berkaitan dengan sesuatu yang bersifat immateri yaitu bersifat abstrak dan keadilan dengan menggunakan term al-‟adl sangat sulit untuk dilakukan. 38

Sedangkan kata al-qisth ( ) yang terdiri dari tiga huruf yaitu q f, sīn

dan tha‟ adalah kosa kata bahasa arab yang berbentuk masdar yang memiliki dua makna yang berbeda.39 Berdasarkan derivasinya, kata al-qisth memiliki dua

36Diriwayatkan oleh „ isyah Dalam kitab

Sunan Abu Daud

Lihat

Abū D ud bin al-Asy‟ats as-Sijist nī al-Adzdī, Sunan Abī D ud, Jilid I, Kitab Al-Nik h, bab fī Al-Qism baina An-Nis ‟, No. Hadits 2134 (Indonesia: Maktabah Risunkur, t.t ), h. 242

37

Diriwayatkan Abu Hurairah dalam kitab Sunan Abu Daud

Lihat Abū D ud, Sunan

Abī D ud, Jilid I, Kitab Al-Nik h, bab fī Al-Qism baina An-Nis ‟, No. Hadits 2133, h. 242

38

Dahlan, et. al., (eds), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I, h. 6

39


(32)

makna pokok yang bertentangan yaitu (adil dan menyimpang).40 Menurut as-Sya‟r wī kata al-qisth yang bermakna adil berasal dari kata

sedangkan yang bermakna menyimpang berasal dari kata

41

Asal makna al-qisth adalah al-nashīb yaitu bagian. Makna pertama adalah keadilan dan makna kedua adalah mengambil bagian orang lain. Menurut al-Raghib al-Ashfahanī maksud dari makna al-qisth yang kedua adalah kecurangan. Sedangkan kata al-qisth yang bermakna adil berasal dari bentuk tsulatsī mazīd

dari kata bermakna “memberikan bagian orang lain” yang berarti bertindak secara proporsional. Seperti kalimat bermakna“seorang laki

-laki telah berlaku curang” dan bermakna “seorang laki-laki telah

berlaku adil.”42

Kata al-qisth yang bermakna menyimpang terdapat dalam Q.S Al-Jin [72]:14-15 wa minn al-qasithūn ( = dan ada (pula) di antara kami yang menyimpang dari kebenaran) dan wa amm al-qasithūn ( =

dan adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran). Kata al-qisth pada dua ayat tersebut berbentuk isim f ‟il dari tsulatsī mujarrad. Asal katanya adalah . Kata ini sangat bertentangan dengan kata al-qisth yang bermakna adil yang berasal dari kata

40

Ahmad bin Muhammad bin „Alī al-Muqrī al-Fayyūmī, Al-Mishbah Al-Munīr, (Bairūt: D rul Kutub al-„Ilmiyah, 1994), h. 503

41

.Muhammad Mutawallī Asy-Sya‟r wī, Tafsīr Asy-Sya‟r wī, Jilid 4, (T.tp.: Dar at-Tafiqiyyah li at-Turats, t.t.), h. 30

42

Nasaruddin Umar, et. al, (eds), Ensiklopedia Al-Qur‟an Kajian Kosakata, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 775


(33)

walaupun makna keduanya berbeda namun berasal dari satu suku kata.43

Di dalam kitab tafsir Maf tih Al-Ghaib diterangkan bahwa kata al-qisth bermakna

adil digunakan untuk menerangkan sifat orang-orang mukmin dan orang-orang

yang berilmu, dan juga dalam hal mu‟amalah. Sedangkan kata al-qisth bermakna

menyimpang menerangkan tentang sifat orang-orang kafir karena mereka selalu menyimpang dari kebenaran, sifat orang-orang musyrik yang berbuat zalim, dan termasuk sifat para jin.44

Dalam kamus Al-Munawwir kata al-qisth memiliki banyak arti. Secara etimologi kata al-qisth ( ) an-nashīb artinya bagian dan ada beberapa makna yang semakna dengannya. Seperti al-qisth dapat bermakna ( ) al-miqd r artinya kadar, jumlah, ( ) al-mīz n artinya neraca, timbangan, ( ) ar-rizq artinya rezeki, ( ) an-najm artinya angsuran, cicilan.45 Elias A. Elias dan Edwar E. Elias mengartikan kata al-qisth adalah fair and square46 (dengan jujur).47

Di dalam kitab T j Al-‟ rūs diterangkan bahwa kata al-qisth digunakan untuk menerangkan keadilan yang terkait tentang pembagian saja

ا (bila memutuskan perkara mereka memutuskannya dengan adil, bila mereka membagi mereka membaginya dengan merata) artinya

43

Abu al-Fadhl Jam luddīn Muhammad bin Mukrim,Lis nul „Arab,(Bairut: D r Sh dar, t.t.), h. 377

44

Muhammad ar-R zī Fakhruddīn, Tafsīr Al-Fakhr Ar-R zī: At-Tafsīr Al-Kabīr wa

Maf tīh Al-Ghaib, (Bairūt: D rul Fikr, 1985), h. 160

45

Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Q mūs „Arabī-Indūnisī, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1984), h. 1202

46

Elias A. Elias dan Edwar E. Elias, Q mūs Al-Ily s Al-„Ashrī Injilīzī-„Arabī, (Bairūt:

D rul Jīl, 1974), h. 256

47

Peter Salim, M.A., Adavced English-Indonesia Dictionary, (Jakarta: Modern English Press, 1991), h. 822


(34)

apabila mereka membagi (sesuatu) mereka membaginya dengan adil.48 Sedangkan kata al-‟adl digunakan untuk menegakkan keadilan secara lurus, sesuai dengan

hukum syar‟i, seperti hukum qish s, jinay t, dan sebagainnya. Adanya persamaan dalam memberikan balasan/ganjaran. Jika hal itu baik, maka katakan baik dan jika hal itu buruk, maka katakan buruk.49

D. Urgensi Keadilan

Keadilan adalah ambisi orang-orang yang berakal, tujuan orang-orang bijak dan sasaran yang ingin dicapai oleh semua orang yang normal. Tanpa keadilan kehidupan akan menjadi goncang, timbangan akan terbalik dan ukuran akan meleceng. Jika keadilan tidak ditegakkan, maka akan banyak orang-orang yang kuat berlaku sewenang-wenang terhadap orang yang lemah, dan orang yang zalim akan berlaku semenah-menah terhadap orang yang merdeka.50 Oleh sebab

48Hadits ini diriwayatkan oleh Abū Mūsa dalam kitab

Musnad Ahmad bin Hanbal

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far Telah menceritakan kepada kami 'Auf dan Hammad bin Usamah telah menceritakan kepadaku 'Auf dari Ziyad bin Mikhraq dari Abu Kinanah dari Abu Musa ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri diatas pintu ka'bah dan disana ada orang-orang dari bangsa Quraisy. Kemudian beliau bersabda seraya seraya memegang dua sisi pintu: "Adakah orang lain dika'bah ini selain orang quraisy?" maka dikatakanlah, "Ya, wahai Rasulullah, yaitu si Fulan anak saudara perempuan kami." Maka beliau bersabda: "Anak dari saudara perempuan suatu kaum adalah termasuk dari kaum itu." kemudian melanjutkan bersabda: "Sesungguhnya urusan ini akan senantiasa di tangan orang-orang Quraisy selama sikap mereka, bila dimintai belas kasihan, mereka mengasihi, bila memutuskan perkara mereka memutuskannya dengan adil, bila mereka membagi mereka membaginya dengan merata. Barangsiapa yang tidak melakukan itu diantara mereka, maka baginya laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. Dan tidak akan diterima darinya baik amalan wajib maupun amalan sunnahnya."

49

Muhammad Murtadha bin Muhammad al-Husainī al-Zabidī, T j Al-„ rūs min Jawir Al

-Q mūs, (Bairūt: D rul Kutub al-„Ilmiyah, 2007), h. 257

50


(35)

itu sangat penting rasa keadilan untuk selalu ditegakkan. Banyak manfaat dari ditegakkannya keadilan yaitu;

1. Masyarakat akan hidup damai, sejahtera, dan tentram. 2. Tidak adanya kecemburuan antar individu.

3. Tidak adanya pertentangan antara orang yang mengadili dengan orang yang diadili dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan hukum. 4. Tidak adanya kesenjangan social dan disintegrasi dalam masyarakat. 5. Tidak adanya perpecahan antar masyarakat disebabkan perbedaan suku,

ras, dan budaya.

6. Segala tindakan masyarakat akan berjalan berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku.

Keadilan sangatlah penting serta dibutuhkan baik di suatu komunitas ataupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab jika tanpa adanya keadilan maka tidak akan terwujud pemerintahan yang baik, serta tidak akan terwjud persatuan dan kesatuan bangsa.51

51Medhy Putra, “Keterbukaan dan Keadilan dalam K

ehidupan Berbangsa dan Bernegara

Sebagai Upaya Menghadapi Konflik Di Berbagai Wilayah NKRI.” Artikel diakses pada 27

November 2014 dari http://Medhyputra.wordpress.com/2011/06/16/Keterbukaan-dan-Keadilan- dalam-Kehidupan-Berbangsa-dan-Bernegara-Sebagai-Upaya-Menghadapi-Konflik-Di-Berbagai-Wilayah-nkri/


(36)

BAB III

OBJEK AL-QISTH DALAM AL-QUR’AN

Firman-firman Allah yang terdapat di dalam al-Qur‟an terdiri dari berbagai macam pola-pola kalimat dan kosakata. Terkadang dalam satu pembahasan Allah menjelaskan kata yang sama namun menggunakan berbagai macam kosa kata. Seperti kata pelit. Di dalam al-Qur‟an kata pelit tidak diartika dengan satu kosa kata tetapi dengan berbagai macam kata seperti qatara, bukhl, al-syuh, dan

dhanīn. Perbedaan kosakata yang digunakan menjadi salah satu sebab terjadinya perbedaan objek-objek yang dibahas pada setiap ayatnnya. Begitu pula yang terjadi pada kata adil. Allah tidak hanya menggunakan satu kosakata untuk mengartikan kata adil. Ada beberapa kosakata yang dapat memaknainya dalam bahasa arab, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya salah satunya adalah al-qisth.

Term al-qisth tidak hanya membahas satu objek kajian. Term ini juga terkait dengan beberapa objek keadilan lainnya. Di antara beberapa objek pembahasannya adalah adil adalah sifat orang yang berilmu, adil dalam memelihara harta anak yatim, adil dalam transaksi jual-beli, adil dalam melerai pertikaian, dan adil terhadap orang-orang non muslim.

A. Term Al-Qisth dalam Al-Qur’an

Di dalam al-Qur‟an ada beberapa kosa kata arab yang bermakna adil.

Seperti kata al-„adl dan al-qisth. Menurut pendapat al-Raghib al-Ashfahani dalam kitabnya Al-Mufrad t fī Gharīb Al-Qur‟an mengatakan bahwa keadilan dengan menggunakan term qisth diartikan: ع ص ا (bagian atau yang dibagikan


(37)

secara adil).52 Menurut Imam al-Ghazali (dalam bukunya Al-Maqshad fī Syarh

Asma' Allah Al-Husnâ), kata al-muqsith berarti memenangkan/membela orang yang teraniaya/terzalimi dari orang yang menganiaya/menzalimi. Maksud dari pengertian tersebut adalah dengan menggabungkan/menyatukan keridhaan dari orang yang terzalimi dengan keridhaan orang yang menzalimi. Sehingga keduanya merasa rela, sama-sama puas dan senang dengan hasil yang diperoleh.53 Jika dipahami dari definisi ini maka dapat dikatakkan bahwa keadilan yang dimaksud adalah keadilan yang dapat menyenangkan kedua belah pihak dan tidak ada yang merasa teraniaya.

Kata al-qisth di dalam al-Qur‟an, dengan berbagai derivasinya disebut sebanyak 25 kali di dalam 22 ayat dan 15 surat. Dalam bentuk mashdar

disebutkan sebanyak 15 kali, dalam bentuk isim tafdhīl disebut 2 kali, dalam bentuk fi‟il mudh ri‟ disebut 2 kali, dalam bentuk fi‟il amr disebut 1 kali, dalam bentuk isim f ‟il disebut sebanyak 5 kali, 2 dalam bentuk tsulatsī dan 3 kali dalam bentuk mazīd. Berbagai derivasinya terdapat di beberapa surat sebagaimana tercantum pada tabel.54

No. Kosakata Jumlah Surat No.

Sur Ayat Mk Md

1 2 3 4 6 7 8

1

An-Nis 4 3 Md

Al-Mumtahanah 60 8 Md

52

Abu al-Q sim, Al-Mufrad t fī Gharīb Al-Qur‟an, h. 521

53

Abū H mid al-Ghazalī, Al-Maqshad fī Syarh Asma' Allah Al-Husna, (Bairūt: D r al-Kutub al-„Ilmiyah, t.t), 112

54

Muhammad Fu d „Abdul B qī, Al-Mu‟jam Al-Mufahr s li Alfadz Al-Qur‟an Al-Karīm,


(38)

2 Al-Hujur t 49 9 Md

3

Al-Jinn 72 14 Mk

Al-Jinn 72 15 Mk

4

Al-Baqarah 2 282 Md

Al-Ahz b 33 5 Md

5

Al-M idah 5 42 Md

Al-Hujur t 49 9 Md

Al-Mumtahanah 60 8 Md

6 1

„ lī„Imr n 3 18 Md

„ lī„Imr n 3 21 Md

An-Nis 4 127 Md

An-Nis 4 135 Md

Al-M idah 5 8 Md

Al-M idah 5 42 Md

Al-An‟ m 6 152 Md

Al-A‟r f 7 29 Mk

Yūnus 10 4 Mk

Yūnus 10 47 Mk


(39)

Hūd 11 85 Mk

Al-Anbiy ‟ 21 47 Mk

Ar-Rahm n 55 9 Md

Al-Hadīd 57 25 Md

Kata al-qisth dalam bentuk mashdar disebutkan sebanyak 15 kali dengan kata Seperti yang terdapat pada Q.S. Yunus [10]:04.



















































Hanya kepadaNyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka.55

Pada ayat ini, huruf “ba” pada lafaz kembali kepada lafaz

yang menerangkan bahwasanya Allah akan memberikan balasan bagi orang yang telah berbuat adil dan berbuat zalim/kufur dengan adil. Orang yang semasa hidupnya berlaku adil tidak berbuat zalim dan suka mengerjakan amal-amal sholeh, maka Allah balas mereka pada hari pembalasan dengan pahala yang besar. Berlaku adil yang dimaksud adalah berbuat adil dalam segala perkara karena keadilan yang kuat bagaikan kemusyrikan yaitu sebuah kezaliman yang besar, dan

55


(40)

adil adalah sikap untuk mengalahkan kezaliman. Sedangkan bagi orang yang berlaku kufur kepada Allah, maka akan dibalas dengan sebuah siksaan yang besar pula yaitu diberikannya minuman berupa air yang sangat panas serta azab yang pedih. Oleh karena itu sangat beruntunglah bagi orang-orang yang berlaku adil dan selalu menegakkannya selama hidupnya.56

Balasan yang Allah berikan kepada makhluknya adalah sesuai dengan amalan mereka masing-masing. Allah tidak akan memberatkan/menzalimi makhluknya, karena Allah adalah yang Maha Adil dan pasti akan menempatkan timbangannya dengan seadil-adilnya pada hari kiamat. Sebagaiman firman Allah pada Q.S. Al-Anbiy ‟[21]:47













































Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka Tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.57

Pada ayat ini Allah berfirman dengan menggunakan term al-qisth. Al-Baidhawī berpendapat bahwa keadilan yang maksud dari ayat ini adalah Allah akan memberikan hukuman atau balasan sesuai dengan lembaran amalan-amalan yang pernah dilakukan oleh seorang hamba. Allah akan menimbang semua amalan yang pernah diperbuatnya maupun yang baik atau yang buruk dengan adil pada hari kiamat. Yakni setiap amalan yang ditimbang tidak akan dikurangi atau dilebihkan. Sehingga tidak ada seorang pun yang akan dizalimi. Setiap jiwa akan

56

Al-Baidhawī, Anw r At-Tanzīl wa Asr r At-Ta‟wīl, h. 546

57


(41)

menerima hukumannya masing-masing sesuai amal perbuatannya semasa hidupnya.58

Kemudian kata al-qisth dalam bentuk fi‟il mudh ri‟ mazīd yaitu tuqsithū ( ) terdapat pada dua surat yaitu Q.S. Al-Nis [04]:03 dan Q.S. Al -Mumtahanah [60]:08.

































Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.59

Ayat ini menjelaskan tentang sikap orang mukmin kepada orang-orang kafir. Asbab an-nuzulayat ini menceritakan tentang Asm ‟ binti Abī Bakr. Kejadian ini terjadi pada masa Jahiliyah. Ketika itu ibunya yang bernama Qatīlah Ibnah ‟Abdul ‟Uzzá ia adalah seorang wanita musrik datang dan membawa hadiah untuk Asm ‟ sebuah keju dan minyak samin. Namun Asm ‟ menolaknya sambil berkata : ” Aku tidak mau menerima hadiah dari mu, dan janganlah kamu memasuki rumahku sampai rasulullah mengizinkannya”. Kemudian ‟ isyah

melaporkan kejadian tersebut kepada Nabi Saw. hingga turunlah ayat ini.60 Allah

58

Al-Baidhawī, Anwar At-Tanzīl wa Asr r At-Ta‟wīl, h. 89

59

Q.S. Al-Mumtahanah [60]:08 lihat Al-Qur‟an Al-Hadi

60

Dari riwayat Az-Zubair

عص ث : ق ، س ا ش ث : ق ،ف ع ه ث : ق ، ط أا ها إ ح ث ح ف أ ك ، أ ء سأ ف ز : ق ،ه أ ع ، ز ا ها ع ع ه ع ع ، ث

ع ا ق ق ه ج ا ع خ ا ، ه ك قا ا : قف ، س طقأ ص ا أف ، زع ا

ا )ها ز أف ، َس ه ع ها َص ها س شئ ع ك ك ف َس ه ع ها َص ها س أ ح ك

ك ق َا ع هَ ا

( طسق ا ):ه ق إ ... ( ِ ا ف lihat At-Thabarī, J mi‟ Al-Bay nfī Ta‟wīl Al-Qur‟an, Jilid 15, h. 68


(1)

untuk menunaikan. Oleh karena itu Allah sangat mencintai al-muqsithīn (orang-orang yang menegakkan keadilan) dan derajat mereka lebih tinggi berada di sebelah kanan Rabb ar-Rahm n.


(2)

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan telaah dan analisis yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa setiap kata di dalam al-Qur‟an memiliki makna khusus tersendiri. Meskipun secara lahir kata tersebut memiliki kesamaan arti dengan kata yang lain. Seperti kata keadilan di dalam al-Qur‟an disebutkan dalam dua bentuk yaitu term al-„adl dan term al-qisth. Term „adl adalah keadilan yang ditegakkan berdasarkan hukum yang telah termaktub di dalam al-Qur‟an. Sehingga terkadang ada salah satu pihak yang tidak puas dari keputusan orang yang mengadili. Sedangkan term al-qisth adalah keadilan yang memiliki tanggung jawab lebih berat dari pada keadilan yang diteggakkan dengan menggunakan term „adl. Karena keadilan dengan term ini lebih mengutamakan kepuasan antara keduabelah pihak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keadilan ini seperti suatu amanah yang harus dijalankan. Yaitu dengan memberikan kepuasaan pada keduabelah pihak. Oleh karena itu Allah sangat mencintai al-muqsithīn (orang-orang yang berbuat adil).

Di dalam al-Qur‟an kata al-qisth terungkap sebanyak 25 kali di dalam 22 ayat dan 15 surat. Al-qisth di dalam al-Qur‟an terungkap di berbagai ayat yang umumnya berisi penjelasan agar setiap individu menegakkan keadilan dalam setiap kondisi dan kepada siapapun tanpa membeda-bedakan status stratanya. Secara eskplisit diterangkan di dalam al-Qur‟an bahwa sifat al-qisth merupakan sifat yang baik dan paling Allah sukai jika dimiliki oleh seorang manusia. Para


(3)

ulama tafsir seperti Ibn. syūr, ar-R zī, az-Zamakhsyarī, al- lūsī, dan

Thab thab i‟ di dalam kitab mereka juga mengungkapkan bahwa sifat al-qisth

merupakan sifat yang sangat baik dan harus ditegakkan. Banyak hal dapat ditemukan yang berkaitan dengan kajian mengenai penafsiran al-qisth di dalam

al-Qur‟an seperti objek-objek al-qisth yaitu al-qisth adalah sifat orang yang

berilmu, al-qisth terhadap anak yatim, al-qisth dalam jual-beli, al-qisth dalam melerai pertikaian, al-qisth terhadap orang-orang non muslim.

B. Saran

1. Penelitian yang menggali nilai-nilai dalam al-Qur‟an dan pembahasan yang berisi pelajaran-pelajaran mengenai akhlak dan sifat-sifat manusia, seperti al-qisth harus selalu digalakkan agar setiap individu semakin mengerti dan memahami tentang arti kebaikan yang bersumber dari al-Qur‟an.

2. Sifat al-qisth (adil) selalu bersifat positif. Oleh karena itu setiap individu diharapkan benar-benar memahami sifat al-qisth dan selalu menegakkannya dimanapun dan kepada siapapun. Sehingga tidak ada ketimpangan dalam menegakkan keadilan dan berat sebelah.

3. Kepada instansi pemerintah dan lembaga-lembaga baik swasta dan negeri yang terkait, sebisa mungkin memberikan peluang sebanyak-banyaknya secara terbuka dan dukungan seluas-luasnya berupa beasiswa kepada para mahasiswa atau setiap individu yang serius dan konsen terhadap ilmu-ilmu keislaman agar dapat melaksanakan penelitian yang serupa atau yang lainnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Adzdī, Abū D ud bin al-Asy‟ats as-Sijist nī. Sunan Abī D ud. Jilid I.

Indonesia: Maktabah Risunkur. t.t.

Al- lūsī, Abūl Fadhl Syih buddīn Mahmūd. Rūh Al-Ma‟ nī fī Tafsīr Al-Qur‟an

Al-„Azhīm wa As-Sab‟ Al-Mats nī. Bairūt: D rul Kutub Al-„Ilmiyah. 1994.

„Araidhah, K mil Muhammad Muhammad. Ibn Maskawaih Maz hib Akhl qiyah.

Bairūt: D rul Kutub Al-‟Ilmiyah. t.t.

„ syūr, Muhammad at-Thahir Ibn. Tafsīr At-Tahrīr wa At-Tanwīr. t.tp:

Al-D ruttaunisiyyah. t.t.

Al-Baidhawī, N shiruddīn bin Sa‟īd „Abdullah bin „Umar bin Muhammad asy

-Syair zī. Anw r At-Tanzīl wa Asr r At-Ta‟wīl. Mesir: al-Maktabah

at-Taufiqiyyah. t.t.

Al-B qī, Muhammad Fu d „Abd. Al-Mu‟jam Al-Mufahr s li Alfadz Al-Qur‟an Al

-Karīm. Mesir: D rul Hadīts. 1364.

Cambridge University. Cambridge School Dictionary. New York: Cambridge University Press. 2008.

Dahlan, Abdul „Azis et. al., (eds). Ensiklopedi Hukum Islam. Jilid I. Jakarta:

Ichtiar Baru Van Hoeve. 1996.

Daghfaq, Yusuf Abdullah. Berbuat Adil Jalan Menuju Bahagia. Jakarta: Gema Insani Press. 1992.

Ad-Damasyqī, „Im duddīn Abī al-Fid ‟ Ism ‟īl bin Katsīr al-Qurasyī. Tafsīr Al

-Qur‟an Al-„Azhīm. Bairut: Al-Maktabah Al-„Ashriyyah. 2000.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai pustaka. 2005.

Elias, Elias A. dan Edwar E. Elias. Q mūs Al-Ily s Al-„Ashrī Injilīzī-„Arabī.

Bairūt: D rul Jīl. 1974.

Fakhruddīn, Muhammad ar-R zī. Tafsīr Al-Fakhr Ar-R zī: At-Tafsīr Al-Kabīr wa

Maf tih Al-Ghaib. Bairut: D rul Fikr. 1985.

---. Tafsīr Al-Fakhr Ar-R zī: Al-Musytahir bi At-Tafsīr Al-Kabīr wa Maf tīh Al-Ghaib. Bairūt: D rul Fikr. 1981.

Al-Fayyūmī, Ahmad bin Muhammad bin „Alī al-Muqrī. Al-Mishbah Al-Munīr.


(5)

Al-Ghazalī, Abū H mid. Al-Maqsh d fī Syarh Asma' Allah Al-Husna. Bairūt: D r al-Kutub al-„Ilmiyah. t.t

Hidayat, Komaruddin dan Azyumardi Azra. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education). 6 cet. Jakarta: Kencana. 2008.

Al-Hisyam, Firdaus dan Rudy Hariyono. Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab Indonesia Inggris. Surabaya: Gitamedia Press. 2006.

Al-Jazirī, „Abdurrahm n. Al-Fiqh „ala Al-Madz hib Al-Arba‟ah. Mesir: D rul

Hadīts. 2004.

Al-Khatib, Muhammad „Ajaj. Ushūl Al-Hadīts. Penerjemah H.M Nur Ahmad Musyafiq. Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.

Al-Maraghī, Ahmad Mushthafâ. Tafsīr Al-Mar ghī. Kairo: Maktabah Mushthafâ.

1946.

---. Tafsīr Al-Maraghī. Mesir: t.pn. 1969.

Muhammad, Abu al-Q sim al-Husain bin (ar-R gib al-Ashfah nī). Al-Mufrad t fī Gharīb Al-Qur‟an. Maktabah Naz r Mushthafâ al-B z. t.pn. t.t.

Mukrim, Abu al-Fadhl Jam luddīn Muhammad. Lis nul „Arab. Bairut: D r Sh dar. t.t.

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Q mūs „Arabī-Indūnisī. Yogyakarta: Pustaka Progresif. 1984.

Mūsa, Muhammad Yusūf. Falsafah Al-Akhl qiyah fī Al-Isl m. Mesir: Muassasah

Al-Kh najī. 1963.

An-Nas ‟ī, Abū „Abdurrahm n bin Syu‟aib bin „Alī. Sunan An-Nas ‟ī Al

-Musamma Al-Mujtaba. Bairūt: D rul Hadīts. 1889.

An-Nūr, Muhammad Ahmadī Abū. Al-Muntakhab fī Tafsīr Al-Qur‟an Al-Karīm.

Mesir: Lajnah Al-Qur‟an wa Al-Sunnah. 1986.

Putra, Medhy. “Keterbukaan dan Keadilan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Sebagai Upaya Menghadapi Konflik Di Berbagai Wilayah

NKRI.” Artikel diakses pada 27 November 2014 dari

http://Medhyputra.wordpress.com/2011/06/16/Keterbukaan-dan- Keadilan-dalam-Kehidupan-Berbangsa-dan-Bernegara-Sebagai-Upaya-Menghadapi-Konflik-Di-Berbagai-Wilayah-nkri/

Al-Qathth n, Mann ‟. Mab hits fī ‟Ulūm Al-Qur‟an. Riy dh: D rurrasyīd. t.t

Al-Qurthūbī, Syamsuddin. Al-J mi‟ li Ahk m Al-Qur‟an. Riy dh: D r ‟ lim al

-Kutub. 2003.

Salim, Peter, M.A. Adavced English-Indonesia Dictionar. Jakarta: Modern English Press. 1991.


(6)

Salim, Peter dan Yenny Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern Englidh Press. 2002.

Sunarti, Tri. Sosiologi. Sukoharjo: Graha Multi Grafiko. 2007.

As-Suyūthī, „Abdurrahm n Jaluddīn. Ad-Dur Al-Mantsūr fī Tafsīr Al-Ma‟tsūr.

Bairūt: D rul Fikr. 2009.

Asy-Sya‟r wī, Muhammad Mutawallī. Tafsīr Asy-Sya‟r wī. Jilid 4. T.tp.: Dar

at-Tafiqiyyah li at-Turats. t.t.

As-Syaukanī, Muhammad bin „Alī bin Muhammad. Fathul Qadīr Al-J mi‟ baina

Fannai Ar-Riw yah wa Ad-Dir yah min ‟Ilm At-Tafsīr. Bairūt: D rul Ma‟rifah. 1997.

Tim Forum Karya Ilmiah RADEN. Al-Qur‟an Kita Studi Ilmu Sejarah dan Tafsir Kalamullah. Kediri: Lirboyo Press. 2011.

At-Thabarī, Abū Ja‟far Muhammad bin Jarīr. J mi‟ Al-Bay n fī Ta‟wīl Al

-Qur‟an. Jilid 3. Mesir: Al-Maktabah Al-Taufiqiyyah. 2004. ---. J mi‟ Al-Bay n fīTa‟wīl Al-Qur‟an. Bairūr: D rul Fikr. 1978.

At-Thab thab ī‟, Muhammad Husain. Al-Mīz n fī Tafsīr Al-Qur‟an. Bairut:

Muassasah Al-A‟la. 1983.

Umar, Nasaruddin, et. al, (eds). Ensiklopedia Al-Qur‟an Kajian Kosakata. Jakarta: Lentera Hati. 2007.

Wahyuni, Niniek Sri dan Yusniati. Manusia dan Masyarakat. Jakarta: Ganeca Exact. 2004

Az-Zabidī, Muhammad Murtadha bin Muhammad al-Husainī. T j Al-„ rūs min

Jawir Al- Q mūs. Bairūt: D rul Kutub al-„Ilmiyah. 2007.

Zakariy , Abū al-Husain Ahmad bin F ris bin. Mu‟jam Maq yis Al-Lughah. T.tp:

D rul Fikr. t.t.

Az-Zamakhsyarī, Mahmūd bin ‟Umar bin Muhammad. Tafsīr Al-Kasysy „an

Haq iq Ghaw midh At-Ta‟wīl wa ‟Uyūn Al-Aq wīl fī Wujūh At-Ta‟wīl.