UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VIII1 SMP NEGERI 1 SIANJUR MULAMULA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN METAKOGNISI.

(1)

MASALAH DAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VIII1 SMP NEGERI 1 SIANJUR MULAMULA MELALUI

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN METAKOGNISI

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada

Program StudiPendidikan Matematika

OLEH:

GUBEL SIMANJORANG NIM. 8106172030

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN 2017


(2)

i ABSTRAK

Gubel Simanjorang. Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII1 SMP Negeri 1 Sianjur Mulamula Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Metakognisi. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2016.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk meningkatkan kemampaun pemecahan masalah siswa dengan pendekatan metakognisi melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah, (2) Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan pendekatan metakognisi melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah, dan (3) Untuk mendeskripsikan keefektifan penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatanmetakognisi. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII1 SMP Negeri 1 Sianjur Mulamula yang berjumlah 30 orang siswa. Objek dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kemampuan pemecahan masalah siswa dengan pendekatan metakognisi melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah meningkat sebesar 10%. Hal ini dapat dilihat dari hasil ketuntasan klasikal tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada siklus I diperoleh sebesar 70% dan perolehan ketuntasan klasikal pada siklus II mencapai 80%, (2) Kemampuan berpikir kritis siswa dengan pendekatan metakognisi melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah meningkat sebesar 16,67%. Hal ini dapat dilihat dari hasil ketuntasan klasikal tes kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I diperoleh sebesar 63,33% dan perolehan ketuntasan klasikal pada siklus II mencapai 80%, dan (3) Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis siswa. Dari hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis siswa.

Kata Kunci: Pemecahan masalah, berpikir kritis, pembelajaran berbasis masalah, metakognisi.


(3)

ii

Gubel Simanjorang. Effort to improve the ability of Problem Solving and Critical Thinking Student Class VIII1 SMP Negeri 1 Sianjur Mulamula through Application of Problem Based Learning Model Approach Metacognition. Thesis. State University of Medan. Post Graduate Program. 2016.

The purpose of this study is (1) To improve the problem solving ability of students with the approach metacognition through the implementation of problem based learning, (2) To improve students' critical thinking with the approach metacognition through the implementation of problem based learning, (3) To describe the completeness solving skills problems and critical thinking skills of students with the approach of metacognition through the implementation of problem based learning, (4) to describe the students' response to the process of problem-based learning approach to metacognition, and (5) to describe the teacher's ability to manage learning for the implementation of problem-based learning approach metacognition progress. This research is a classroom action research. Subjects in this study were students of class VIII1 SMP Negeri 1 Sianjur Mulamula totaling 30 students. The object of this research is the the ability of problem-solving and critical thinking through the application of problem-based learning with the approach metacognition. The results showed that (1) ability of solving problems of students increased from the first cycle to the second cycle, (2) the results of critical thinking skills of students increased significantly from the first cycle to the second cycle, (3) Complete classical test problem solving ability mathematics student at cycle I obtained a 70% acquisition of classical completeness in cycle II reached 80%. And the classical completeness test students 'critical thinking skills of mathematics in the first cycle was obtained by 63.33% and the acquisition of classical completeness in cycle II reached 80%, (4) The results of students' response to problem-based learning with the approach metacognition showed a positive response, and (5) the ability of teachers to manage learning that are in either category. From these results, it can be concluded that the application of problem-based learning with the approach metacognition can enhance the problem solving and critical thinking of students. Keyword: Problem solving, critical thinking, problem-based learning,


(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah menganugerahkan kasih dan rahmatNya sehingga penulis dapat mempersembahkan tesis ini kepada para pecinta dan pengembang ilmu pengetahuan, terkhusus para pendidik atau calon pendidik. Tesis ini berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII1 SMP Negeri 1 Sianjur Mulamula mealalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Metakognisi”. Melalui karya tulis ini, penulis sudah berupaya seoptimal mungkin untuk memaparkan secara gamblang tentang peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis siswa yang diajar melalui model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi.

Terima kasih yang tulus dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu sejak mulai persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa yang senantiasa memberikan balasan atas amal baik kita masing-masing. Pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selain Dosen Pembimbing I juga sebagai Direktur Pascasarjana Unimed yang sudah menjadi orangtua saya, telah mengorbankan waktu dan pikiran dalam membimbing penulis sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

2. Prof. Dr. Pargaulan Siagian, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan, arahan dan motovasi.

3. Prof, Dr. Edy Syahputra, M.Pd, Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd dan Dr. Edi Surya, M.Si selaku dosen narasumber sekaligus penguji yang telah banyak memberikan masukan dalam kesempurnaan tesis ini.


(5)

iv

Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

5. Para Bapak/Ibu Dosen di Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan

6. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan terkhusus Kelas B1 Angkatan XVIII. Dan terkhusus kepada sobat saya Andri Sitanggang, M.Pd, Marthin Sihombing, Purba Diamanson Purba, M.Pd, Daud Siagian, M.Pd, Sadar Rajagukguk yang telah banyak membatu penulisan dalam penyusunan tesis ini.

7. Bapak Edyson Simanihuruk selaku Kepala SMPN 1 Sianjur Mulamula, Gomgom Uli Basa Siahaan, S.Th, M.Pd selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, rekan-rekan guru terkhusus Guru Matematika Abangda Tondor Samosir, S.Pd, Namboru Hotmaria Simarmata, Hulahulai Tupa Maslin Nainggolan, S.Pd dan tim solid Pegawai TU: Leo Nadeak, Mr. Sarles Saragi, S.Kom, Naldes Simanjorang, dan itoku Ibu Sitohang, Ibu Sihombing yang telah membantu dan memfasilitasi penulis dalam melaksanakan penelitian.

8. Rekan-rekan dulu di Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir terkhusus, dulunya satu Bidang di Pendidikan Luar Sekolah yaitu Pak Johansan Silalahi, Pak Ambittua Simbolon, SH, Jonner Manurung, S.Pd, Eva Leginah Sinurat, S.Pd dan Rosnelly Parhusip, S.Pd atas motovasi dan kerja sama yang baik sehingga tugas-tugas di kantor dapat terkendali dan penulis dapat mengakhiri studi ini.

9. Rekan-rekan di Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Samosir terkhusus Ibu Lastuana Simbolon, S.Pd, MM selaku Kepala Dinas, Ibu J. Pasaribu, M.Pd selaku Sekretaris Dinas dan atasan saya yang telah memberikan motivasi dan spirit dalam finishing urusan studi ini.


(6)

v

10.Rasa haru dan hormat saya sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada orang tua, Alm. Ayahanda L. Simanjorang dan Ibunda B. Br. Sagala, Mertua Alm. G. Nainggolan dan T br Situngkir yang telah berjuang melebihi kemampuannya dan berdoa tiada pernah henti demi kesuksesan penulis dalam menyelesaikan perkuliahan. Terima kasih buat Istriku Tercinta Dumoran Nainggolan, S.Pd yang telah banyak berkorban untuk penulis dan Anak-anakku Firstman Agustinus Mangapul Simanjorang, Gio Vincent Simanjorang, Hieronymus Septian Simanjorang dan Ino March Simanjorang yang telahmenjadi insipirasi penyemangat peneliti dalam menjalani kehidupan ini.

Penulis menyadari bahwa pada penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi sempurnanya penelitian ini. Kiranya isi tulisan ini bermanfaat dalam membangun dunia pendidikan Indonesia.

Medan, Februari 2017

Penulis,


(7)

vi

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 20

1.3 Batasan Masalah ... 21

1.4 Rumusan Masalah ... 21

1.5 Tujuan Penelitian ... 22

1.6 Manfaat Penelitian ... 23

1.7 Defenisi Operasional ... 23

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 25

2.1. Kemampuan Pemecahan Masalah ... 25

2.2. Kemampuan Berpikir Kritis ... 31

2.3. Pendekatan Metakognisi ... 39

2.4. Pembelajaran Berbasis Masalah ... 45

2.4.1. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah ... 47

2.4.2. Sintak atau Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah ... 48

2.5. Pendekatan Metakognisi dalam Pembelajaran Berbasis Masalah ... 49

2.6. Efektifitas Pembelajaran ... 55

2.7. Teori Belajar yang mendukung Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Metakognisi ... 57

2.8. Penelitian yang Relevan ... 66

2.9. Kerangka Konseptual ... 68

2.10. Hipotesis Tindakan ... 73

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 74

3.1. Jenis Penelitian ... 74

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 74

3.3. Subjek dan Objek Penelitian ... 74

3.4. Prosedur dan Desain Penelitian ... 75

3.5. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 80

3.6. Uji Coba Instrumen ... 85


(8)

vii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 96

4.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 96

4.1.1. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus I ... 96

4.1.2. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II ... 135

4.2. Pembahasan Penelitian ... 155

4.3. Keterbatasan Penelitian ... 163

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 164

5.1. Kesimpulan ... 164

5.2. Saran ... 165


(9)

viii

Halaman

1.1. Rata-rata Nilai Ujian Semester Genap Matematika Kelas VIII1,

VIII2 dan VIII6 SMP Negeri 1 Sianjur Mulamula ... 3

2.1. Keterampilan Berpikir Kritis dan Sub Keterampilannya... 35

2.2. Langkah-Langkah Pengembangan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 48

2.3. Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Metakognisi ... 52

3.1. Kisi-Kisi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 81

3.2. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 82

3.3. Kriteria Derajat Reliabilitas Butir Tes ... 83

3.4. Kriteria Koefisien Korelasi ... 84

3.5. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 85

3.6. Hasil Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 86

3.7. Hasil Validasi Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 86

3.8. Hasil Analisis Uji Coba Reliabilitas Tes ... 88

3.9. Hasil Analisis Ujicoba Tes Pemahaman Pemecahan Masalah Matematika ... 90

3.10. Hasil Analisis Ujicoba Tes Berpikir Kritis Matematika ... 90

3.11. Kategori Respon Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran... 94

3.12. Kriteria Keberhasilan ... 94

4.1. Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 1 Siklus I ... 96

4.2. Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 2 Siklus I ... 98

4.3. Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 3 Siklus I ... 99

4.4. Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 4 Siklus I ... 100

4.5. Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus I ... 101

4.6. Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Perindikator Siklus I ... 102

4.7. Hasil Tes Berpikir Kritis Matematika Siswa Pada Siklus I ... 103

4.8. Hasil Tes Berpikir Kritis Matematika Siswa Perindikator Siklus I ... 105

4.9. Respon Siswa Kelas VIII1 Terhadap Komponen dan Kegiatan Pembelajaran Siklus I ... 106

4.10. Rangkuman Refleksi Siklus I ... 132

4.11. Tindakan Perbaikan pada Siklus I ... 134

4.12. Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 1 Siklus II ... 136

4.13. Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 2 Siklus II ... 137

4.14. Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 3 Siklus II ... 138


(10)

ix

4.15. Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 4

Siklus II ... 139 4.16. Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus II ... 140 4.17. Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Perindikator

Siklus II ... 141 4.18. Hasil Tes Berpikir Kritis Matematika Siswa Pada Siklus I ... 143 4.19. Respon Siswa Kelas VIII1 Terhadap Komponen dan Kegiatan

Pembelajaran Siklus I ... 144 4.20. Rangkuman Refleksi Siklus II ... 154


(11)

1

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Didalam dunia yang terus berubah, mereka yang memahami dan dapat mengerjakan matematika akan memiliki kesempatan dan peluang yang lebih besar dalam menentukan masa depannya. Kemampuan dalam matematika akan membuka pintu untuk masa depan yang produktif, dan sebaliknya kelemahan dalam matematika akan membiarkan pintu tersebut tertutup (NCTM, 2000). Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu yang dapat mengembangkan daya pikir manusia (BNSP, 2006). Disisi lain matematika merupakan alat yang efisien dan diperlukan oleh semua ilmu pengetahuan, dan tanpa bantuan matematika semuanya tidak akan mendapat kemanjuan yang berarti (Sujono, 1988). Dengan demikian matematika berperan penting dalam kehidupan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Lebih jauh dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tetang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 mengatakan bahwa mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Matematika yang diberikan di sekolah sangat penting dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika sebagai ilmu dasar mempunyai peranan penting dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, bahwa tujuan pembelajaran matematika agar peserta didik memiliki kemampuan (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006):


(12)

2

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Sebuah artikel menarik bartajuk “Refleksi Kritis Pembelajaran Matematika” keluaran PPPPTK Matematika memaparkan bahwa banyak diantara guru-guru kita dijenjang sekolah dasar yang karena posisinya sebagai guru kelas menjadikan mereka tidak punya pilihan lain kecuali harus mengajarkan matematika walaupun kurang menarik bagi mereka bahkan bisa jadi guru tersebut tidak mengenal matematika secara memadai. Akibatnya pembelajaran matematika tidak terlaksana secara utuh melainkan hanya bagian-bagian yang dikuasai guru tersebut. Hal ini merupakan salah satu awal banyaknya peserta didik yang gagal


(13)

menyempurnakan pemahaman matematika, mereka merasa frustasi dan bahkan tidak lagi bergairah dalam belajar matematika (Mansur, 2008).

Kelesuan belajar matematika akan mengakibatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia rendah. Menurut catatan Human Development Report 2013 (HDR) prestasi belajar matematika rendah, pada tahun 2012 Human Development Index (HDI) Indonesia menempati peringkat 121 dari 186 negara dan berada pada ketegori medium human development (urutan ke-3 terbawah dari 4 kategori). Selain itu, Programme for International Student Assesment (PISA) yang terakhir membuat penilaian tentang kemampuan literisasi matematika siswa Indonesia menempati peringkat 61 dari 65 negara. Peringkat yang diperoleh Indonesia ini kalah jauh dari Thailand yang menempati posisi ke-50. Posisi terakhir ditempati oleh Kyrgizstan (Nadia, 2013). Hasil yang kurang memuaskan juga berlaku di SMP Negeri 1 Sianjur Mulamula. Rata-rata nilai ujian semester genap tahun pelajaran 2015/2016 untuk tiga kelas dari enam kelas belum mencapai ketuntasan seperti yang terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1.1. Rata-rata Nilai Ujian Semester Genap Matematika Kelas VIII1, VIII2 dan VIII6 SMP Negeri 1 Sianjur Mulamula

VIII1 VIII2 VIII6

Usem 52,43 48,62 44,83

KKM 61 61 61

Sumber: Dokumen SMP Negeri 1 Sianjur Mulamula

Kualitas perolehan kompetensi yang dimiliki siswa tidak lepas dari bagaimana kegiatan pembelajaran matematika yang terjadi di sekolah. Pembelajaran matematika yang terjadi seharusnya dapat memberikan suatu kemampuan berpikir sehingga nantinya akan mampu menghasilkan


(14)

pemikir-4

pemikir yang kompeten serta mampu menyelesaikan masalah. Diungkapkan oleh Soedjadi (2004) bahwa: ”pendidikan matematika memiliki dua tujuan besar yang meliputi (1) tujuan bersifat formal, yang memberi tekanan pada penataan nalar anak serta pembentukan pribadi anak dan (2) tujuan yang bersifat material yang memberi tekanan pada penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika”. Selain itu, objek materi pelajaran yang diberikan guru juga tidak lengkap bila dibandingkan dengan kurikulum internasional, misalnya Cambridge. (Nadia, 2013). Ansari (2009:2) mengatakan:

Merosotnya pemahaman matematik siswa di kelas dapat dikarenakan beberapa hal, antara lain karena (a) dalam mengajar guru sering mencontohkan pada siswa bagaimana menyelesaikan soal (b) siswa belajar dengan cara mendengar dan menonton guru melakukan matematik, kemudian guru mencoba memecahkannya sendiri dan (c) pada saat mengajar matematika, guru langsung menjelaskan topik yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan pemberian contoh dan soal untuk latihan. Karakteristik pembelajaran matematika masa kini mengacu pada tujuan jangka pendek (lulus ujian sekolah tingkat kabubaten ataupun tingkat nasional), materi kurang membumi, lebih fokus pada kemampuan prosedural, komunikasi satu arah, pengaturan ruang kelas yang monoton, dominasi soal rutin dan pertanyaan-pertanyaan tingkat rendah (Shadiq, 2007).

Perubahan situasi dan tujuan pembelajaran di dalam kelas memerlukan kepekaan guru, artinya seorang guru harus mampu mendiagnosis masalah yang muncul dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Selain itu guru juga dituntut mampu menganalisis dan mendeskripsikan akar penyebab dari masalah serta mampu memilih pendekatan yang paling tepat untuk digunakan memecahkan masalah tersebut. Perbaikan kualitas pembelajaran juga harus berangkat dari


(15)

permasalahan pembelajaran nyata di dalam kelas, tidak hanya melulu berangkat dari kajian yang bersifat teoritis akademis, karena bisa jadi permasalahan pembelajaran di dalam kelas yang satu dengan kelas lainnya berbeda walaupun dalam satu sekolah yang sama.

Menyadari permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran peneliti berusaha berangkat dari hal-hal yang telah diuraikan di atas, karena lokasi penelitian merupakan sekolah yang pernah peneliti terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar, maka dari hasil pengamatan ada permasalahan-permasalahan real pembelajaran matematika yang dihadapi oleh siswa-siswa di sekolah tersebut. Peneliti berusaha mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang muncul selama proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, berusaha menemukan akar penyebab masalah, ingin menemukan dan menentukan alternatif solusi pemecahan masalah yang paling tepat, efektif dan efisien untuk memberikan solusi dari permasalahan tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika di SMPN 1 Sianjur Mulamula diperoleh informasi bahwa masih banyak konsep matematika yang masih sulit dipahami oleh peserta didik, lebih cenderung menghafal dari pada memahami materi bangun ruang sisi datar. Sebagai tes diagnosa untuk mengetahui kelemahan kemampuan pemecahan masalah siswa diberikan sebuah soal:

Suatu perusahaan makanan akan mengemas produknya dalam kotak yang

berbentuk balok dengan ukuran panjang 20 cm, lebar 15 cm, dan tinggi 5 cm. Kotak kemasan terbuat dari kertas. Perusahaan memiliki persediaan 5 lembar kertas masing-masing luasnya 1 m2 .


(16)

6

a. Berapakah banyak kemasan yang dapat dibuat dari selembar kertas? b. Berapakah banyak kemasan yang dapat dibuat dari seluruh kertas?

Setelah soal ini diujikan kepada siswa banyak siswa menyelesaikannya seperti ini:

Gambar 1.1. Proses penyelesaian jawaban kemampuan pemecahan masalah siswa

Beberapa kesalahan siswa dan hasil analisis:

1. Tidak merumuskan masalah/menyusun model matematika. Siswa tidak

menuliskan secara lengkap apa yang diketahui dan apa yang ditanya.

2. Strategi yang digunakan kurang relevan. Untuk menghitung luas


(17)

3. Siswa salah melakukan perhitungan. Artinya siswa tidak hati-hati, tidak menyadari kesalahan dalam perhitungan dan tidak merefleksi, atau tidak mengevaluasi sendiri proses penyelesaiannya.

4. Siswa tidak ada yang menguji kebenaran jawaban.

Dari keseluruhan siswa yang berjumlah 30 orang dapat dilihat hanya 2 orang (6,67%) yang menjawab dengan benar, 22 orang (73,33%) menjawab tetapi salah dan 6 orang (20%) tidak menjawab sama sekali.

Berdasarkan pengamaatan peneliti, siswa sudah terbiasa belajar secara individual dan diawal pembelajaran siswa terlihat kurang antusias untuk menerima pembelajaran. Pembelajaran matematika yang berorientasi mengerjakan soal-soal dengan menggunakan rumus-rumus yang ada di buku paket sehingga pembelajaran kurang bermakna. Ketika siswa ditanya tentang hal apa yang belum dimengerti, siswa tidak memberi respon ataupun pertanyaan. Matematika dipandang sebagai ilmu yang abstrak, sisi keilmuannya bersifat kaku, metodenya berpusat pada guru dan buku teks pelajaran, dan peserta didik pun diposisikan sebagai objek pengurutan atau perangkingan bukan sebagai objek ajar yang layak dihargai minat dan kecenderungannya dalam belajar. Guru sering tidak mengaitkan pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya dengan materi baru yang sedang diajarkan. Kondisi pembelajaran yang berlangsung dalam kelas membuat siswa pasif.

Pentingnya memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika pada peserta didik dikemukakan oleh Branca (dalam Sumarmo, 1994) sebagai berikut: (1) kemampuan penyelesaian masalah merupakan tujuan umum pengajaran


(18)

8

matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika, (2) penyelesaian masalah meliputi metode, prosedural, dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika, dan (3) penyelesaian matematika merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika.

Dalam menyelesaikan masalah matematika diperlukan beberapa prasyarat yang meliputi pengetahuan konseptual/prosedural, strategi, komunikasi dan akurasi. Proses belajar mengajar matematika yang baik adalah guru harus mampu menerapkan suasana yang dapat membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mampu mencoba memecahkan persoalannya. Guru perlu membantu mengaktifkan siswa untuk berpikir. Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa lebih mengaktifkan siswa, sehingga siswa “mengalami” apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahuinya”. Pembelajaran matematika yang berorientasi target penguasaan materi, terbukti berhasil dalam kompetisi, mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak dalam memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.

Pada pembelajaran matematika, pemecahan masalah merupakan bagian yang sangat penting dikuasai oleh siswa. Sehingga Sumarmo (2009) mengatakan bahwa proses berpikir dalam pemecahan masalah memerlukan kemampuan intelektual tertentu yang akan mengorganisasikan strategi. Hal itu akan melatih orang berpikir kritis, logis dan kreatif yang sangat diperlukan dalam menghadapi perkembangan masyarakat. Pemecahan masalah menurut Suherman dkk (2001: 83) adalah:

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika penting seperti


(19)

penerapan aturan masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematik, dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik.

Ketidakmampuan siswa untuk menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah matematika sebagaimana diutarakan di atas sebagai indikator adanya masalah yang dihadapi guru dilapangan. Fenomena seperti ini akan semakin menarik untuk dikaji ketika ternyata kurikulum pembelajaran matematika yang diterapkan di Indonesia justru mengacu pada rekomendasi National Council of Teachers of Matematics (NCTM), yaitu menjadikan problem solving sebagai fokus utama pembelajaran matematika. Kurikulum Bebasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SD, SMP dan SMA yang diterbitkan Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional menyatakan atau bahkan menetapkan bahwa pemecahan masalah, penalaran dan komunikasi sebagai kompetensi dasar siswa yang harus dipenuhi dalam pembelajaran matematika sekolah (Shadiq, 2003).

Dalam dunia pendidikan secara umum, proses-proses berpikir kritis dan kreatif jarang dilatih, dan hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain (Munandar, 2004). Ironisnya, pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif yang sangat memungkinkan untuk dikembangkan melalui pembelajaran matematika, pada umumnya pembelajaran matematika di sekolah masih menekankan pada hafalan dan mencari jawaban dari soal-soal yang sifatnya rutin atau prosedural.

Untuk memperoleh data yang akurat, peneliti melakukan studi kasus awal dengan memberikan tes berpikir kritis sebagai berikut:


(20)

10

Tersedia 8 meter kawat untuk membuat model balok dengan ukuran perbandingan panjang : lebar : tinggi = 7:2:3. Jika sebuah kerangka balok membutuhkan kawat 192 cm. Tentukan ukuran balok! Berapa banyak kerangka balok yang dapat dibuat? Adakah sisa kawat tersebut? Berapa meter?

Setelah soal ini diujikan kepada siswa banyak siswa menyelesaikannya seperti ini.

Gambar 1.2. Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Berpikir Kristis Siswa Beberapa kesalahan dalam tes berpikir kritis antara lain, siswa tidak mampu mengidentifikasi dan menjastifikasi konsep soal, tidak mampu melengkapi data pendukung dan menentukan aturan umum dengan lengkap dan benar, siswa belum mampu menganalisis algoritma, siswa tidak mampu memberi kesimpulan dan argumen. Dari 30 jumlah siswa, tidak ada yang benar (0%) yang


(21)

mejawab tetapi tidak benar 26 (86,67%) siswa yang berusaha atau tidak menjawab 4 (13,33%) siswa.

Selanjutnya peneliti mengadakan tanya jawab dengan siswa. Sebahagian besar siswa menyatakan bahwa mereka kesulitan menentukan ukuran panjang, lebar dan tinggi karena yang diketahui dalam bentuk perbandingan sehingga kesulitan untuk menyelesaikannya. Misalnya soal “Perbandingan panjang: lebar dan tinggi = 7:2:3”, panjang kawat yang dibutuhkan membuat model balok 192

cm. Siswa menentukan panjang balok dengan rumus dan

seterusnya untuk mencari lebar dan tinggi. Kutipan ini menunjukkan kegagalan siswa berpikir kritis dalam matematika sehingga pembelajaran matematika yang berorientasi berpikir kritis perlu diperhatikan.

Keterkaitan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika adalah perlunya mempersiapkan peserta didik agar menjadi pemecah masalah yang tangguh, pembuat keputusan yang matang, dan seorang yang tak pernah berhenti belajar. Menurut Jacqualine dan Brooks (Santrock, 2007:360), mengeluhkan bahwa hanya sedikit sekali sekolah yang benar-benar mengajar murid untuk berpikir kritis. Kemampuan berpikir sering diasosiasikan dengan aktifitas mental dalam memperoleh pengetahuan dan memecahkan masalah. Pada saat belajar, siswa menggunakan kemampuan berpikirnya untuk memahami pengetahuan dan memecahkan masalah yang dihadapi. Karena matematika penting sebagai pembimbing pola berpikir maupun pembentukan sikap.

Ada empat alasan dikemukakan oleh Wahab (Alatas, 2014:90) mengatakan:


(22)

12

Perlunya mengembangkan kemampuan berpikir kritis karena (1) tuntutan zaman yang menghendaki warga negara dapat mencari, memilih, dan menggunakan informasi untuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara, (2) setiap warga negara senantiasa berhadapan dengan berbagai masalah dan pilihan sehingga dituntut mampu berpikir kritis dan kreatif, (3) kemampuan memandang sesuatu dengan cara yang berbeda dalam memecahkan masalah, dan (4) berpikir kritis merupakan aspek dalam memecahkan permasalahan secara kreatif agar peserta didik dapat bersaing secara adil dan bekerja sama dengan bangsa lain.

Kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika di sekolah ataupun perguruan tinggi, yang menitikberatkan pada sistem, struktur, konsep, prinsip, serta kaitan yang ketat antara suatu unsur dan unsur lainnya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa anggapan yang saat ini berkembang pada sebagian besar peserta didik adalah matematika bidang studi yang sulit dan tidak disenangi. Hanya sedikit yang mampu memahami matematika sebagai ilmu yang dapat melatih kemampuan berpikir kritis. Disamping itu, pembelajaran matematika yang diharapkan saat ini adalah pembelajaran yang berorientasi kepada siswa. Siswa dituntut untuk aktif membangun sendiri pengetahuannya sedangkan guru hanya sebagai fasilitator. Namun pada kenyataanya masih banyak ada guru yang menggunakan paradigma lama yaitu pembelajaran yang berpusat pada pada guru (teacher centered). Anggapan guru bahwa belajar matematika adalah penuangan ilmu atau transfer of knowledge secara utuh dari pikiran guru kepikiran siswa. Guru sebagai pemberi informasi dan peserta didik mendengarkan, guru memberikan contoh soal dan mengerjakannya kemudian meberikan soal yang akan dikerjakan peserta didik yang mirip dengan contoh soal sebelumnya. Hal ini membuat siswa tidak mempunyai kesempatan untuk


(23)

mengemukakan ide atau gagasan sehingga tingkat berpikirnya rendah sementara tujuan yang ingin dicapai adalah berpikir rasional, kritis, logis, kreatif dan bernalar yang merupakan dari berpikir tingkat tinggi.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis peserta didik juga tidak lepas dari proses pembelajaran yang diterimanya. Dimana selama ini model pembelajaran yang diterapkan didalam proses pembelajaran cenderung ceramah, teoritik dan kurang berhubungan langsung dengan kehidupan nyata dan kurang relevan dengan karakteristik materi pembelajaran yang akan disampaikan. Oleh karena itu perlu disadari bahwa dunia modern sekarang ini sering terjadi perubahan-perubahan yang tak terduga disertai dengan banyak persoalan-persoalan yang memerlukan pemecahan masalah dengan cara atau teknik baru, yang diperoleh pemikiran-pemikiran kritis dan kreatif. Sementara itu tidak sedikit sumber daya manusia yang ada tidak berdaya untuk memcahkan persoalan-persoalan tersebut.

Bersandar pada alasan yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik sangat penting untuk dikembangkan. Oleh karena itu, guru hendaknya mengkaji dan memperbaiki kembali praktik-praktik pembelajaran yang selama ini dilaksanakan, yang mungkin hanya sekedar rutinitas belaka. Dalam studi pendahuluan yang telah dilakukan, diberikan tes berpikir kritis dengan indikator berpikir kritis sebagai berikut: (1) menganalisis, (2) mensintesis, (3) merumuskan masalah ke dalam model matematika dan memecahkan masalah, (4) membuat kesimpulam, (5) memberi dan merekonstruksi argumen.


(24)

14

Suatu strategi dan pendekatan dalam pembelajaran matematika hendaknya dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan berpikir kritis peserta didik. Maka mutlak diperlukan adanya pembelajaran matematika yang lebih banyak melibatkan peserta didik untuk lebih aktif dan bersemangat. Hal ini dapat terwujud melalui suatu bentuk pembelajaran alternatif yang didesain sedemikian rupa sehingga mengakibatkan keterlibatan siswa secara aktif dan merespon kesadaran metakognisinya.

O’Neil & Brown (1997) menyatakan bahwa metakognisi sebagai proses dimana seseorang berpikir tentang berpikir dalam rangka membangun strategi untuk memecahkan masalah. Sedangkan Anderson & Kathwohl (2001) menyatakan bahwa pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi, secara umum dengan kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi diri seseorang. Karena itu dapat dikatakan bahwa metakognisi merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Sedangkan kemampuan metakognisi merujuk kepada cara untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang berlaku sehingga bila kesadaran ini terwujud, maka seseorang dapat mengawal pikirannya dengan merancang, memantau dan menilai apa yang dipelajarinya.

Dalam pembelajaran matematika pendekatan metakognisi dapat dilihat dari peserta didik yang dapat mengemukakan ide-ide matematika ketika berdiskusi dalam berkelompok. Aktifitas metakognisi akan terjadi jika ada interaksi antara beberapa individu yang membicarakan suatu masalah. Dalam proses penyelesaian masalah matematika peserta didik tentunya memahami


(25)

permasalahan, merencanakan strategi penyelesaian, membuat keputusan tentang apa yang dilakukan, serta melaksanakan keputusan tersebut. Apabila keputusan yang diambil kurang tepat, maka mereka akan mencoba alternatif lain atau membuat pertimbangan. Proses menyadari adanya kesalahan, memonitor hasil pekerjaan serta mencari alternatif lain merupakan beberapa aspek-aspek metakognisi yang perlu dalam penyelesaian masalah.

Gambaran di atas menunjukkan pendekatan metakognisi sangat penting dalam proses penyelesaian masalah maupun dalam proses pembelajaran untuk menemukan konsep. Kenyataan yang terjadi dalam banyak kelas matematika adalah peserta didik kurang memanfaatkan metakognisinya ketika menyelesaikan masalah, sehingga mereka tidak memahami apa yang dipelajarinya. Melalui proses pembelajaran yang dirancang dengan baik, akan muncul aspek-aspek metakognisi yang sangat membantu peserta didik untuk memahami materi atau menyelesaikan masalah dengan berpikir kritis.

Untuk permasalahan di atas guru perlu memperbaiki model, metode ataupun pendekatan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan berpikir kritis siswa. Guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode dan teknik yang melibatkan siswa aktif secara mental, fisik dan sosial. Dalam pembelajaran matematika siswa diarahkan untuk mengamati, bertanya, menggali informasi, mengolah informasi dan mengkomunasikan (pendekatan saintifik). Prinsip belajar aktif ini dapat menumbuhkan pembelajaran matematika yang kreatif dan kritis. Guru diharapkan tidak berperan sebagai pemberi informasi (transfer of knowledge), tetapi sebagai pendorong peserta didik


(26)

16

agar dapat mengkonstruksi pengetahuan melalui aktifitas seperti pemecahan masalah, penalaran dan berkomunikasi sebagai wahana pelatihan berpikir kritis dan kreatif. Sullivan (dalam Bansu, 2009) mengatakan:

Bahwa peran dan tugas guru sekarang adalah memberi kesempatan belajar maksimal pada peserta didik dengan jalan (1) melibatkan secara aktif dalam eksplorasi matematika, (2) mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang telah ada pada mereka, (3) mendorong agar mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai strategi, (4) mendorong agar berani mengambil resiko dalam menyelesaikan soal, (5) memberi kebebasan berkomunikasi untuk menjelaskan idenya dan mendengarkan ide temannya.

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dirancang untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi pada masalah (Sudarman, 2007). PBM dikembangkan terutama untuk membantu kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual dan belajar menjadi pembelajar yang otonom. Keuntungan PBM adalah mendorong kerja sama antar siswa dalam menyelesaikan tugas. PBM melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihannya sendiri, yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dunia nyata dan membangun pemahaman tentang fenomena tersebut. Sehingga pembelajaran yang selama ini terpusat pada guru akan menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Kenyataan masih ada guru yang melaksanakan proses pembelajaran yang tidak membuat persiapan atau perencanaan sehingga pelaksanaan pembelajaran yang terjadi secara konvensional. Hal ini terbukti ketika peneliti melakukan supervisi terhadap beberapa orang guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran pada pertengahan semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015 di SMPN 1 Sianjur Mulamula tidak ada guru yang


(27)

menerapkan model pembelajaran berbasis masalah. Peneliti merupakan wakil kepala sekolah bidang kurikulum di sekolah tersebut. Setelah selesai supervisi dilanjutkan dengan berdiskusi di kantor tentang pelaksanaan proses pembelajaran, ada guru yang mengaku tidak pernah mendengar model pembelajaran berbasis masalah. Sehingga proses pembelajaran yang berlangsung adalah monoton atau tidak bermakna.

Model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Pembelajaran yang dimulai dari suatu masalah akan mengubah pembelajaran yang selama ini berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Menurut Rusman (2010:245) mengatakan bahwa:

Melalui PBM peserta didik mempresentasikan gagasannya, peserta didik terlatih merefleksikan persepsinya, mengargumentasikan kepihak lain sehingga guru pun memahami proses berpikir siswa, dan guru dapat membimbing serta menginterpretasikan ide baru berupa konsep dan prinsip. Dengan demikian pembelajaran berlangsung sesuai dengan kemampuan peserta didik sehingga interaksi antar guru dan siswa menjadi terkondisi dan terkendali.

Menurut Barrows (1980) PBM adalah pembelajaran sebagai hasil dari kegiatan menuju pemahaman menyelesaikan masalah. Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pembelajaran yang efektif untuk proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan meraka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya.


(28)

18

Hasil penelitian Sinaga (2007:319) menunjukkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran matematika berdasarkan masalah berbasis budaya batak (PBM-B3) menunjukkan ketercapaian ketuntasan belajar siswa secara klasikal, prosentase waktu ideal untuk setiap kategori aktivitas siswa dan guru sudah dipenuhi, rata-rata nilai kategori kemampuan guru mengelola pembelajaran termasuk kategori cukup baik dan respon siswa dan guru terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran adalah positif. Karena itu penerapan model PBM dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan siswa memecahkan masalah serta meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika.

Selanjutnya Arends (Trianto 2011:92), pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan sendiri, mengembangkan inkuiri, dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.

Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya pada siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dengan proses jawaban yang bervariasi, dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa dengan melibatkan siswa dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi siswa yang otonom dan mandiri.


(29)

mendukung model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yaitu pendekatan metakognisi. Suzana (2004) mendefenisikan pembelajaran dengan pendekatan metakognisi sebagai pembelajaran yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang, memonitor, serta mengontrol tentang apa yang siswa ketahui, apa yang diperlukan untuk mengerjakan dan bagaimana melakukannya. Pembelajaran dengan pendekatan metakognisi menitikberatkan pada aktivitas belajar siswa, membantu dan membimbing peserta didik jika menemui kesulitan, serta membantu siswa untuk mengembangkan konsep diri apa yang dilakukan saat belajar matematika. Aspek metakognisi sebagai bagian terkait dari pembelajaran dengan menggunakan pendekatan metakognisi sangat penting untuk dapat dikembangkan agar siswa mampu memahami dan mengontrol pengetahuan yang telah didapatnya dalam kegiatan pembelajaran. Adapun aspek aktivitas metakognitif yang dikemukan oleh Flavell (Suzana, 2004) adalah: (1) kesadaran mengenal informasi, (2) memonitor apa yang mereka ketahui dan bagaimana mengerjakannya dengan mempertanyakan diri sendiri dan menguraikan dengan kata-kata sendiri untuk simulasi mengerti, (3) regulasi, membandingkan dan membedakan solusi yang lebih memungkinkan.

Pendekatan metakognisi diyakini membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna. Pembelajaran dengan pendekatan metakognisi menitikberatkan pada aktifitas belajar siswa, membantu dan membimbing siswa jika ada kesulitan, serta membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis untuk mengetahui yang dilakukan saat belajar matematika. Dengan demikian


(30)

20

pendekatan metakognisi dapat mendukung model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kritis siswa. Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian tentang upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kritis matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat dikemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Siswa kurang termotivasi untuk belajar matematika.

2. Siswa cenderung berlaku pasif selama pembelajaran berlangsung.

3. Pembelajaran yang dilakukan tidak bermakna, karena tidak mengaitkan konten dengan konteks.

4. Kurangnya kemampuan siswa untuk mengungkapkan gagasan atau ide.

5. Kurangnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.

6. Pemilihan pendekatan pembelajaran yang kurang relevan dengan tujuan dan karakteristik pembelajaran matematika.

7. Kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan permasalahan belum optimal.

8. Kemampuan pemecahan masalah yang masih rendah sehingga proses

jawaban yang masih monoton. 9. Keaktifan siswa masih rendah.


(31)

10. Model pembelajaran yang diterapkan cenderung teoritik dan kurang berhubungan dengan kehidupan nyata.

1.3. Batasan Masalah

Melihat permasalahan di atas yang terlalu luas, maka yang menjadi fokus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dengan pendekatan

metakognisi melalui pembelajaran berbasis masalah.

2. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan pendekatan

metakognisi melalui pembelajaran berbasis masalah.

3. Meningkatkan keefektifan proses pembelajaran berbasis masalah

dengan pendekatan metakognisi ditinjau dari tujuan pembelajaran, ketuntasan pembelajaran, respon siswa terhadap pembelajaran dan waktu pelaksanaan pembelajaran.

1.4. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana peningkatan kemampaun pemecahan masalah siswa dengan

pendekatan metakognisi melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah?

2. Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan

pendekatan metakognisi melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah?

3. Bagaimana keefektifan penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan


(32)

22

1.5. Tujuan Penelitian

1. Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajar melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi.

2. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa yang diajar melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi.

3. Untuk menganalisis keefektifan penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan:

1. Sebagai informasi tentang alternatif pembelajaran matematika bagi usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran.

2. Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan tentang pembelajaran matematika

sehingga dapat merancang pembelajaran yang lebih baik dengan mengaktifkan siswa menemukan sendiri alternatif penyelesaiannya.

3. Bagi siswa, dapat terlibat aktif dalam pembelajaran, terlatih menjalankan proses dalam membangun pengetahuan sehingga akan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis siswa dengan pendekatan metakognisi sehingga memperoleh pengalaman baru dan belajar lebih bermakna.

4. Semua pihak yang berkepentingan untuk dapat dijadikan sebagai rujukan


(33)

1.7. Defenisi Operasional

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap apa yang akan diteliti, beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah adalah suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kesulitan untuk mencapai tujuan. Dalam kaitannya dengan matematika pemecahan masalah merupakan proses psikologis yang melibatkan pengembangan pemahaman aktifitas intelektual tidak hanya sekedar aplikasi dari dalil-dali atau teorema-teorema yang dipelajari.

2. Kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika adalah kemampuan untuk

menguji,menghubungkan, dan mengevaluasi aspek-aspek yang fokus pada masalah, mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi yang sudah dipelajari sebelumnya, menentukan jawaban yang rasional, melukiskan kesimpulan yang valid dan melakukan analisis dan refleksi.

3. Pendekatan metakognisi adalah pelaksanaan pembelajaran yang menuntun siswa untuk belajar lebih aktif dengan kesadaran berpikirnya sendiri sehingga dalam pembelajaran itu menimbulkan kesadaran pengaturan diri dalam memilih, mengingat, mengenali kembali, mengorganisasi inforamasi yang dihadapinya dan menyelesaikan masalah serta melakukan refleksi tentang tindakan-tindakan yang dilaksanakannya.

4. Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model

pembelajaran dimana siswa menemukan berbagai konsep dan


(34)

24

mengembangkan inkuiri, dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.

5. Respon siswa terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran adalah pendapat

siswa tentang senang/tidak senang dan baru/tidak baru terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran, siswa berminat mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi pada kegiatan pembelajaran berikutnya, komentar siswa terhadap keterbacaan buku siswa, lembar kegiatan siswa, penggunaan bahasa dan penampilan guru dalam pelaksanaan pembelajaran.

6. Keefektifan yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi dikatakan efektif jika secara positif berdampak pada usaha untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis siswa. Penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi dikatakan efektif jika: (a) Ketuntasan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis siswa secara individual telah mencapai KKM; (b) Ketuntasan klasikal siswa dalam kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis siswa mencapai ≥ 80%; dan (c) Hasil angket respon siswa menunjukkan respon positif atau sangat positif terhadap penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi.


(35)

164

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diajukan pada bab sebelumnya serta hasil analisis data dan pembahasan penelitian dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi didalam pembelajaran dengan fokus kemampuan pemecahan masalah matematika dan berpikir kritis matematika, maka peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Kemampuan pemecahan masalah siswa dengan pendekatan metakognisi melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah meningkat sebesar 10%. Hal ini dapat dilihat dari hasil ketuntasan klasikal tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada siklus I diperoleh sebesar 70% dan perolehan ketuntasan klasikal pada siklus II mencapai 80%.

2. Kemampuan berpikir kritis siswa dengan pendekatan metakognisi melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah meningkat sebesar 16,67%. Hal ini dapat dilihat dari hasil ketuntasan klasikal tes kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I diperoleh sebesar 63,33% dan perolehan ketuntasan klasikal pada siklus II mencapai 80%

3. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis siswa.


(36)

165

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, maka ada beberapa hal saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan terhadap penggunaan pembelajaran berbasis masalah dalam proses pembelajaran matematika, yaitu:

1. Bagi Guru Matematika

a) Para guru matematika disarankan untuk menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi sebagai model pembelajaran alternatif dalam proses pembelajaran mata pelajaran matematika

b) Dalam penerapan model pembelajaran berbasis masalah pendekatan metakognisi sebaiknya para guru mempersiapkan dengan baik perangkat pendukung seperti lembar kerja kelompok beserta buku pendukung seperti buku siswa.

c) Penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan karakteristik mata pelajaran sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Maka guru perlu merancang dan mengembangkan model pembelajaran yang berkaitan dengan pembelajaran.

d) Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah pendekatan metakognisi hendaknya pembagian kelompok harus heterogen secara akademik, suku dan ras. Sehingga akan menumbuhkan sikap bersosialisasi yang baik dikalangan siswa.


(37)

2. Bagi Siswa

a) Hendaknya siswa melibatkan dirinya secara aktif dalam diskusi kelompok dan lebih bertanggungjawab dengan tugas yang diberikan kepada tim kelompoknya.

b) Para siswa harus lebih disiplin dalam menggunakan waktu pada saat diskusi kelompok, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

3. Bagi Kepala Sekolah

a) Hendaknya memberikan workshop atau pelatihan dalam penggunaan model-model pembelajaran.

b) Memberikan pelatihan kepada guru-guru dalam melakukan penelitian tindakan kelas, sehingga dapat memberikan pengalaman dan pembelajaran bagi guru dalam upaya memperbaiki pembelajaran. c) Mengintruksikan kepada para guru untuk menciptakan pembelajaran

yang melibatkan keaktifan siswa, dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah.

4. Bagi peneliti selanjutnya, agar mempersiapkan bahan pendukung yang relevan dalam mengakomodasi siswa untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis matematika siswa.

5. Bagi lembaga terkait, perlu adanya pelatihan dan pengembangan model pembelajaran khususnya pembelajaran berbasis masalah pendekatan metakognisi dalam proses pembelajaran sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan yang dimiliki siswa.


(38)

167

DAFTAR PUSTAKA

Adibah, F. 2013. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Inkuiri di Kelas VIII MTs Negeri 2 Surabaya. Jurnal Widyaloka IKIP Widyadarma Surabaya. Vol. 1. No. 1.

Alatas, F. 2014. Hubungan Pemahaman Konsep dengan Keterampilan Berpikir Kritis Melalui Model Pembelajaran Treffinger pada Mata Kuliah Fisika Dasar. Jurnal Edusains. Volume. VI. No. 01.

Anderson, O. W. dan Krathwol, D. R. 2001. A Taxonomy For Learning, Teaching, and Assessing (A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives). New York: Addision Wesley Longman, Inc.

Ansari, B. I. 2009. Komunikasi Matematik. Yayasan PeNA Banda Aceh Divisi Penerbitan: Banda Aceh.

Arikunto, S. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Barrows, H. S. dan Tamblyn, R. M. Problem Based Learning an Approach to

Medical Education. New York: Springer Publishing Company.

Budiningsih, C.A. 2005. Belajar dan pembelajaran. Jakarta. PT Rineka cipta. Cardelle, M. E. 1995. Effect of Teaching Metacognitive Skills to Students with

Low Mathematics Ability. In M. J. Dunkin & N. L. Gage (Eds.), Teaching and Teacher Education: An International Journal of Research and Studies. 8, 109-111. Oxford: Pergamon Press.

Diana. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Metakognitif Berbasis Masalah Terhadap Belajar Siswa Kelas IV Semester Genap di Gugus XV Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2011-2012. Jurnal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 2. No.1.

Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta. Ennis, R. H. 1996. Critical Thinking. New Jersey: Prentice Hall. University of

Illions.

Facione, A. P. dkk. 1990. Holistic Critical Thingking Scoring Rubric. The California Academic Press.


(39)

Fauzi, K. M. A. 2013. Kemampuan Koneksi Matematis Siswa dengan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Pendidikan Matematika Paradikma. Vol. 6. No. 1.

Goss, M. 1995. Metakognitive knowledge, Believes, And Classroom Mathematics. Darwin: Merga 18 GALTHA.

Haryani, D. 2012. Membentuk Siswa Berpikir Kritis Melalui Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Hasratuddin. 2010. Membangun Karakter Melalui Pembelajaran Matematika.

Jurnal Paradikma. Vol. 5. No. 2.

Hasratuddin. 2015. Mengapa Harus Belajar Matematika? Medan. Perdana

Publishing.

Herman, T dan Suryadi, D. 2008. (Eksplorasi Matematika) Pembelajaran Pemecahan Masalah. Jakarta: Karya Duta Wahana.

Hudojo, H. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.

Malang: Universitas Negeri Malang (UM PRESS).

Istianah, E. 2013. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik dengan Pendekatan Model Eliciting Activities (Meas) pada Siswa. Infinity Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung. Vol. 2. No. 1.

Jacob, C. 2003. Mengajar Keterampilan Metakognitif dalam Rangka Upaya Memperbaiki dan Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika. Jurnal Matematika, Aplikasi dan Pembelajarannya, 2(1), 17-18. Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Jakarta.

Kadir. 2003. Panduan Pengajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata

Pelajaran Matematika. Cetakan Pertama. Jakarta: CV. Irfandi Putra.

Lambertus. 2009. Pentinngnya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Matematika di SD. Jurnal Forum Kependidikan. Vol. 28. No. 2.

Liberna, H. 2013. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Melalui Penggunaan Metode Improve pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Jurnal Formatif. Vol. 2. No. 3.

Listiani, N. W. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Metakognitif Berbasis Masalah Terbuka Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa


(40)

169

Kelas V SD Gugus 8 Blahbatuh. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 2. No. 1.

Martha, I. R. & Setianingsih, R. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif ditinjau dari Tipe Kecerdasan Musikal, Interpersonal, dan Logik Matematik pada Materi Persegi dan Persegi Panjang. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika MathEdunesa. Vol. 3. No. 1.

Murtadho, F. 2013. Berpikir Kritis dan Strategi Metakognisi: Alternatif Sarana Pengoptimalan Latihan Menulis Argumentasi. Prosiding 2nd International Seminar on Quality and Affrodable Education (ISQAE).

National Council of Teacher of Mathematics. 1989. Principles Standars for School Mathematics. Reason. VA: NCTM.

National Council of Teacher of Mathematics. 1991. Professional Standard for Teaching Mathematics. Reason. V : NCTM.

National Council of Teacher of Mathematics. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Nitko, A. J.1996. Educational Assesment Of Student. Eagleworld Cliffs: Merril. O’Neil Jr, H. F. dan Brown, R. S. 1997. Differential Effects of Question Formats

in Math Assessment on Metacognition and Affect. Los Angeles: Cresst-CSE University of California.

Perkins. D. H. 1986. Thinking Frames. Educational Leadership.

Piaget. J. 1997. The Child Construction Of Quantities. London. Ract Ledge and Kegan Paul.

Polya. G. 1973. How To solve It. Princeton University Press.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Rajagrafindo Persada : Jakarta.

Russeffendi, E.T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.


(41)

Sharples, J dan Mathews, B. 1989. Learning How To Learn: Investigating Effective Learning Strategies. Victoria: Office of Schools Administration Ministry of Education.

Silver, E. A. dan Smith, M. S. 1996. Building Discourse Communities in Mathematics Calssrooms: A Worthwile but Challengging Journey. In P.c. Elliot, dan M. J. Kenney. (Eds). 1996 Yearbook. Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Reston, V A: NCTM

Sudjana, N. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosda karya.

Sumarmo, U. 1999. Implementasi Kurikulum 1994 pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Laporan Penelitian Bandung: FPMIPA IKIP Bandung. Syaiful. 2011. Metakognisi Siswa dalam Pembelajaran Matematika Realistik di

Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Edumatica. Vol 01. No. 02.

Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA:

FMIPA UPI Bandung.

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Walle De Van A John. 1994. Sekolah Dasar dan Menengah Matematika

Pengembangan dan pengajaran. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Wijaya, C. 1999. Pendidikan Remedial. Sarana Pembangunan Mutu Sumber


(1)

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, maka ada beberapa hal saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan terhadap penggunaan pembelajaran berbasis masalah dalam proses pembelajaran matematika, yaitu:

1. Bagi Guru Matematika

a) Para guru matematika disarankan untuk menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi sebagai model pembelajaran alternatif dalam proses pembelajaran mata pelajaran matematika

b) Dalam penerapan model pembelajaran berbasis masalah pendekatan metakognisi sebaiknya para guru mempersiapkan dengan baik perangkat pendukung seperti lembar kerja kelompok beserta buku pendukung seperti buku siswa.

c) Penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan karakteristik mata pelajaran sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Maka guru perlu merancang dan mengembangkan model pembelajaran yang berkaitan dengan pembelajaran.

d) Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah pendekatan metakognisi hendaknya pembagian kelompok harus heterogen secara akademik, suku dan ras. Sehingga akan menumbuhkan sikap bersosialisasi yang baik dikalangan siswa.


(2)

166

2. Bagi Siswa

a) Hendaknya siswa melibatkan dirinya secara aktif dalam diskusi kelompok dan lebih bertanggungjawab dengan tugas yang diberikan kepada tim kelompoknya.

b) Para siswa harus lebih disiplin dalam menggunakan waktu pada saat diskusi kelompok, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

3. Bagi Kepala Sekolah

a) Hendaknya memberikan workshop atau pelatihan dalam penggunaan model-model pembelajaran.

b) Memberikan pelatihan kepada guru-guru dalam melakukan penelitian tindakan kelas, sehingga dapat memberikan pengalaman dan pembelajaran bagi guru dalam upaya memperbaiki pembelajaran. c) Mengintruksikan kepada para guru untuk menciptakan pembelajaran

yang melibatkan keaktifan siswa, dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah.

4. Bagi peneliti selanjutnya, agar mempersiapkan bahan pendukung yang relevan dalam mengakomodasi siswa untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis matematika siswa.

5. Bagi lembaga terkait, perlu adanya pelatihan dan pengembangan model pembelajaran khususnya pembelajaran berbasis masalah pendekatan metakognisi dalam proses pembelajaran sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan yang dimiliki siswa.


(3)

167

DAFTAR PUSTAKA

Adibah, F. 2013. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika dengan

Pendekatan Inkuiri di Kelas VIII MTs Negeri 2 Surabaya. Jurnal Widyaloka IKIP Widyadarma Surabaya. Vol. 1. No. 1.

Alatas, F. 2014. Hubungan Pemahaman Konsep dengan Keterampilan Berpikir

Kritis Melalui Model Pembelajaran Treffinger pada Mata Kuliah Fisika Dasar. Jurnal Edusains. Volume. VI. No. 01.

Anderson, O. W. dan Krathwol, D. R. 2001. A Taxonomy For Learning,

Teaching, and Assessing (A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives). New York: Addision Wesley Longman, Inc.

Ansari, B. I. 2009. Komunikasi Matematik. Yayasan PeNA Banda Aceh Divisi

Penerbitan: Banda Aceh.

Arikunto, S. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Barrows, H. S. dan Tamblyn, R. M. Problem Based Learning an Approach to

Medical Education. New York: Springer Publishing Company.

Budiningsih, C.A. 2005. Belajar dan pembelajaran. Jakarta. PT Rineka cipta.

Cardelle, M. E. 1995. Effect of Teaching Metacognitive Skills to Students with

Low Mathematics Ability. In M. J. Dunkin & N. L. Gage (Eds.), Teaching

and Teacher Education: An International Journal of Research and Studies.

8, 109-111. Oxford: Pergamon Press.

Diana. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Metakognitif Berbasis Masalah

Terhadap Belajar Siswa Kelas IV Semester Genap di Gugus XV Kecamatan

Buleleng Tahun Pelajaran 2011-2012. Jurnal PGSD Universitas Pendidikan

Ganesha. Vol. 2. No.1.

Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta.

Ennis, R. H. 1996. Critical Thinking. New Jersey: Prentice Hall. University of

Illions.

Facione, A. P. dkk. 1990. Holistic Critical Thingking Scoring Rubric. The


(4)

168

Fauzi, K. M. A. 2013. Kemampuan Koneksi Matematis Siswa dengan Pendekatan

Pembelajaran Metakognitif di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal

Pendidikan Matematika Paradikma. Vol. 6. No. 1.

Goss, M. 1995. Metakognitive knowledge, Believes, And Classroom Mathematics.

Darwin: Merga 18 GALTHA.

Haryani, D. 2012. Membentuk Siswa Berpikir Kritis Melalui Pembelajaran

Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan

Matematika FMIPA UNY. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Hasratuddin. 2010. Membangun Karakter Melalui Pembelajaran Matematika.

Jurnal Paradikma. Vol. 5. No. 2.

Hasratuddin. 2015. Mengapa Harus Belajar Matematika? Medan. Perdana

Publishing.

Herman, T dan Suryadi, D. 2008. (Eksplorasi Matematika) Pembelajaran

Pemecahan Masalah. Jakarta: Karya Duta Wahana.

Hudojo, H. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.

Malang: Universitas Negeri Malang (UM PRESS).

Istianah, E. 2013. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif

Matematik dengan Pendekatan Model Eliciting Activities (Meas) pada Siswa. Infinity Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung. Vol. 2. No. 1.

Jacob, C. 2003. Mengajar Keterampilan Metakognitif dalam Rangka Upaya

Memperbaiki dan Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika. Jurnal Matematika, Aplikasi dan Pembelajarannya, 2(1), 17-18. Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Jakarta.

Kadir. 2003. Panduan Pengajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata

Pelajaran Matematika. Cetakan Pertama. Jakarta: CV. Irfandi Putra.

Lambertus. 2009. Pentinngnya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis dalam

Pembelajaran Matematika di SD. Jurnal Forum Kependidikan. Vol. 28. No.

2.

Liberna, H. 2013. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa

Melalui Penggunaan Metode Improve pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Jurnal Formatif. Vol. 2. No. 3.

Listiani, N. W. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Metakognitif Berbasis


(5)

Kelas V SD Gugus 8 Blahbatuh. Jurnal Mimbar PGSD Universitas

Pendidikan Ganesha. Vol. 2. No. 1.

Martha, I. R. & Setianingsih, R. 2014. Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif ditinjau dari Tipe Kecerdasan Musikal, Interpersonal, dan Logik Matematik pada Materi Persegi dan Persegi Panjang. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika MathEdunesa. Vol. 3. No. 1.

Murtadho, F. 2013. Berpikir Kritis dan Strategi Metakognisi: Alternatif Sarana

Pengoptimalan Latihan Menulis Argumentasi. Prosiding 2nd International Seminar on Quality and Affrodable Education (ISQAE).

National Council of Teacher of Mathematics. 1989. Principles Standars for

School Mathematics. Reason. VA: NCTM.

National Council of Teacher of Mathematics. 1991. Professional Standard for

Teaching Mathematics. Reason. V : NCTM.

National Council of Teacher of Mathematics. 2000. Principles and Standards for

School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Nitko, A. J.1996. Educational Assesment Of Student. Eagleworld Cliffs: Merril.

O’Neil Jr, H. F. dan Brown, R. S. 1997. Differential Effects of Question Formats

in Math Assessment on Metacognition and Affect. Los Angeles: Cresst-CSE University of California.

Perkins. D. H. 1986. Thinking Frames. Educational Leadership.

Piaget. J. 1997. The Child Construction Of Quantities. London. Ract Ledge and

Kegan Paul.

Polya. G. 1973. How To solve It. Princeton University Press.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Rajagrafindo Persada : Jakarta.

Russeffendi, E.T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsito.

Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.


(6)

170

Sharples, J dan Mathews, B. 1989. Learning How To Learn: Investigating

Effective Learning Strategies. Victoria: Office of Schools Administration Ministry of Education.

Silver, E. A. dan Smith, M. S. 1996. Building Discourse Communities in

Mathematics Calssrooms: A Worthwile but Challengging Journey. In P.c.

Elliot, dan M. J. Kenney. (Eds). 1996 Yearbook. Communication in

Mathematics K-12 and Beyond. Reston, V A: NCTM

Sudjana, N. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.

Remaja Rosda karya.

Sumarmo, U. 1999. Implementasi Kurikulum 1994 pada Sekolah Dasar dan

Sekolah Menengah. Laporan Penelitian Bandung: FPMIPA IKIP Bandung.

Syaiful. 2011. Metakognisi Siswa dalam Pembelajaran Matematika Realistik di

Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Edumatica. Vol 01. No. 02.

Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA:

FMIPA UPI Bandung.

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Walle De Van A John. 1994. Sekolah Dasar dan Menengah Matematika

Pengembangan dan pengajaran. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Wijaya, C. 1999. Pendidikan Remedial. Sarana Pembangunan Mutu Sumber


Dokumen yang terkait

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN METAKOGNISI.

0 2 25

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS V SD NEGERI 132405 KOTA TANJUNGBALAI MELALUI PENDEKATAN HEURISTIK.

0 6 31

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DI KELAS VIII SMP NEGERI 22 MEDAN.

0 4 36

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN METAKOGNISI.

0 5 36

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN METAKOGNISI.

0 3 43

UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN METAKOGNISI.

0 2 18

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas VIII melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.

0 1 8

PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH MELALUI DIAGRAM VEE DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP.

1 7 62

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN METACOGNITIVE INSTRUCTION.

0 0 57

KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

0 0 19