Efek Larutan Elektrolit Dan Temperatur Terhadap Sifat Ntc/Ptc Karbon Tempurung Kelapa, Karbon N.330 Dan Grafit

(1)

EFEK LARUTAN ELEKTROLIT DAN TEMPERATUR

TERHADAP SIFAT NTC/PTC KARBON TEMPURUNG

KELAPA, KARBON N.330 DAN GRAFIT

TESIS

Oleh

JUNEDI GINTING 067026011/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

EFEK LARUTAN ELEKTROLIT DAN TEMPERATUR TERHADAP SIFAT NTC/PTC KARBON TEMPURUNG

KELAPA, KARBON N.330 DAN GRAFIT

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Fisika pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

JUNEDI GINTING 067026011/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : EFEK LARUTAN ELEKTROLIT DAN TEMPERATUR TERHADAP SIFAT NTC/PTC KARBON TEMPURUNG KELAPA,

KARBON N.330 DAN GRAFIT Nama Mahasiswa : Junedi Ginting

Nomor Pokok : 067026011 Program Studi : Fisika

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Minto Supeno, M.S) (Drs. Tenang Ginting, M.S) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,


(4)

Tanggal Lulus : 24 Juli 2008 Telah diuji pada

Tanggal : 24 Juli 2008

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Dr. Minto Supeno, M.S Anggota : 1. Drs. Tenang Ginting, M.S

2. Prof. Drs. Muhammad Syukur, M.S 3. Prof. Dr. Timbangen Sembiring, M.Sc 4. Drs. Ferdinan Sinuhaji, M.S


(5)

ABSTRAK

Telah diteliti pengaruh temperatur terhadap karbon tempurung kelapa, karbon N.330 dan grafit dalam larutan asam, basa dan air. Ketiga jenis karbon di rendam dalam larutan asam, basa dan air selama 24 jam kemudian disaring, filtratnya dibuang dan residunya di analisa sifat listriknya, ternyata resistivitas meningkat dan menurun dengan kenaikan temperatur. Meningkat dan menurunnya resistivitas dengan kenaikan temperatur disebut gejala NTC (Negative Temperature Coefficient)/ PTC (Positive Temperature Coefficient) dan gejala ini berada pada daerah titik didih larutan. Gejala NTC/PTC disebut juga titik didih larutan dan hal ini dibandingkan dengan data DSC (Diffrential Scanning Calorimetry) yang perlakuan karbonnya sama direndam pada asam, basa dan air. Hasil penelitian membuktikan ada anomali titik didih dari interaksi karbon –larutan dimana interaksi yang kuat akan meningkatkan titik didih karena dibutuhkan panas yang tinggi untuk melepaskan gaya interaksi tersebut.


(6)

ABSTRACT

A research has done the effect of temperature on coconut carnel carbon, carbon N.330, and graphit in aced solution, base solution, and water have been carried out. All of carbon types are soaked in acid solution, base solution and water during 24 hours and then filtred, then its filtrates is throw out and its residu is then analyse electric properties, where its resistivities are increased and its resistivities are decreased with increasing with temperature. Increasing and decreasing of resistivities with increasing in temperature are called PTC/NTC effect and this effect are in the area of boilling point of solution. The effect PTC/NTC is also called boilling point of solution, and this effect is compared with DSC data where it is carbon treatment are the same and soaked in acid, base and water. The result of research showed that there is anomaly in the boilling point due to of carbon – solution where strong interaction will increase boilling point because high heat require to release that interaction force. Key words : Boilling point, carbon, temperature, solution.


(7)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan Kasih dan KaruniaNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Dirjen Dikti yang telah memberikan Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) sehingga penulis dapat mengikuti Program Magister Sains pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis DTM&H, Sp.AK atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Sains.

Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. B., M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Fisika, Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc dan Sekretaris Program Studi Magister Fisika, Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc serta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Dr. Minto Supeno, M.S dan Drs. Tenang Ginting, M.S selaku Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian, kesabaran dan telah menuntun, memberikan dorongan, bimbingan hingga selesainya penelitian dan tesis ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Nusa Cendana, Prof. Ir. Frans Umbu Datta, M.App.Sc, Ph.D atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister Sains di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(8)

Secara khusus ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Ir. Usaha Ginting, M.P, Ph.D dan Drs. Herli Ginting, MS atas perhatian dan dukungan yang diberikan sejak awal hingga berakhirnya penulis menyelesaikan Program Magister Ilmu Fisika di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Kepada Ibunda Martalina Sembiring dan Ayah Ronding Ginting (Alm) yang telah bersusah payah merawat, membesarkan, menyekolahkan dan penuh kesabaran mendidik semasa kecil hingga dewasa terlebih memberikan semangat, motivasi dan iringan doa selama mengikuti Program Magister serta sumber nasehat dalam hidupku. Kakanda Rosna Beti br Ginting, S.Pd., Srihati br Ginting dan adinda Rudi Ginting, SE, Ak., Rosny Margarettha br Tarigan, AMK yang telah banyak memberikan dukungan hingga selesainya tesis ini. Dengan rendah hati dan penuh ungkapan kasih, penulis ucapkan terima kasih atas semuanya semoga Tuhan memberkati.

Ungkapan cinta dan kasih yang tulus penulis sampaikan terima kasih kepada isteri tercinta, Ratna Kristina Tarigan, ST dan putra/putri tersayang Helki Immanuel Ginting/Theresia Muliana Ginting atas perhatian, dukungan, motivasi, pengorbanan, kesetiaan mendampingi hidup dalam suasana suka maupun duka dan doa yang ikhlas. Budi baik ini penulis serahkan kepada Maha Kuasa melalui doa, semoga diberikanNya kepintaran untuk mengenal ciptaanNya demi kesejahteraan manusia.


(9)

RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : Junedi Ginting, S.Si Tempat dan Tanggal Lahir : Kidupen, 22 Juni 1973 Alamat Rumah : Jl. Palas III No. 28 Medan

HP : +6281339307223

e-mail : junedigt@yahoo.com

Instansi Tempat Bekerja : FST - UNDANA

Alamat Kantor : Jl. Adisucipto Penfui – Kupang Telepon/ Fax. : 0380-881580 / 0380-881674

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Inpres 040567 Kidupen Tamat : 1987

SMP : SMP Negeri 1 Tigabinanga Tamat : 1990

SMA : SMA Negeri 4 Medan Tamat : 1993

Strata-1 : Fisika Universitas Sumatera Utara Medan Tamat : 1998 Strata-2 : Fisika Universitas Sumatera Utara Medan Tamat : 2008


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 3

1.3 Pembatasan Masalah ... 3

1.4 Perumusan Masalah ... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 5

2.1 Sejarah Karbon Hitam ... 5

2.2 Bahan Pengisi Karbon Hitam ... 6

2.3 Karbon Hitam... 6

2.4 Sifat-Sifat Karbon Hitam ... 7

2.5 Karbon Aktif ... 10

2.6 Metode Analisis Thermal ... 11

2.7 Bentuk Alotrop Karbon: Intan, Grafit Dan Karbon Amorf ... 13

2.7.1 Grafit ... 13

2.7.2 Karbon Amorf ... 14

2.8 Sifat Adsorpsi Arang Aktif ... 16

2.8.1 Adsorpsi Gas Oleh Zat Padat ... 18

2.8.2 Adsorpsi Zat Terlarut Oleh Zat Padat ... 19

2.9 Sifat Hantaran Listrik Karbon ... 19

2.10 Negative Temperature Coefficient (NTC) / Positive Temperature Coefficient (PTC) ... 20

2.11 Larutan Elektrolit ... 20


(11)

3.2.1 Peralatan yang Dipergunakan dalam Penelitian ini ... 22

3.2.2 Bahan-Bahan yang Dipakai dalam Penelitian ini ... 23

3.3 Prosedur Penelitian ... 23

3.3.1 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 23

3.3.2 Perlakuan Sampel ... 24

3.3.3 Pembuatan Arang ... 24

3.3.4 Pengujian Mutu Arang ... 25

3.4 Skema Penelitian ... 27

3.4.1 Pembuatan Karbon Tempurung Kelapa ... 27

3.4.2 Karakterisasi ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Keaktifan Karbon ... 30

4.2 Cara Perhitungan Keaktifan ... 31

4.3 Analisa Gugus Fungsi (FTIR) ... 32

4.3.1 Karbon Tempurung Kelapa (K1) ... 32

4.3.2 Karbon Hitam (K2) ... 33

4.3.3 Grafit (K3) ... 34

4.4 pH Permukaan ... 35

4.5 Analisa Termogram dari DSC ... 36

4.5.1 Cara Perhitungan Panas Jenis dari Termogram DSC ... 38

4.5.2 Cara Perhitungan untuk Memperoleh Harga Log R .... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 42


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 Daya Adsorpsi Karbon Terhadap I2 ………... 30

4.2 Data Titrasi Iodometri ………... 31

4.3 Hasil Analisa FTIR untuk Karbon Tempurung Kelapa………... 32

4.4 Hasil Analisa FTIR untuk Karbon Hitam ………...….. 33

4.5 Hasil Analisa FTIR untuk Grafit ………...……. 34

4.6 Hasil Pengukuran pH Permukaan Karbon ………..……...……... 35

4.7 Hasil Pengukuran pH untuk Aquadest dan Larutan Asam, Basa ………..………...…... 36

4.8 Hasil Pengukuran dan Perhitungan Titik Didih Sampel Larutan serta Panas Jenis pada DSC ……….…... 37


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Struktur Karbon Hitam, Grafit dan Intan ………... 7 2.2 Struktur Grafit ……….….. 14 2.3 Susunan Atom-Atom Karbon Dalam Sebuah Plat

(Bidang) Tunggal Kristalit yang Dibentuk

pada Berbagai Temperatur ……….………... 15 3.1 Skema Penelitian ………...… 28 3.2 Karakterisasi ………. 29


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

A Spektrum FTIR Karbon Tempurung Kelapa,

Karbon Hitam (N.330) dan Grafit………... 45 B Grafik Termogram DSC Karbon Tempurung

Kelapa, Karbon Hitam (N.330) dan Grafit………….……… 48 C Hasil Pengukuran Arus pada Karbon Tempurung

Kelapa, Karbon Hitam (N.330) dan Grafit ……….…... 57 D Hasil Perhitungan Resistansi Karbon Tempurung

Kelapa, Karbon Hitam (N.330) dan Grafit……….………… 60 E Grafik Pola Hasil Pengukuran Arus terhadap

Temperatur pada Karbon Tempurung Kelapa,

Karbon Hitam (N.330) dan Grafit ... 63 F Grafik Pola Hasil Perhitungan Resistansi

terhadap Temperatur pada Karbon Tempurung


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karbon hitam (carbon black) banyak digunakan untuk bahan dasar pembuat tinta, semir, cat, sedangkan dengan pencampuran bahan polimer telah luas digunakan misalnya dengan polietilena sebagai kabel (Blythe, A.R. 2001) termoplastik, elastomer (Souhong Wa. 2002) dan karbon sebagai bahan pengisi kompon (Benguigui, L et al. 1999). Karbon hitam yang diperdagangkan diberi kode N-110, N-330, N-660, yang mana N menyatakan normal sedangkan angka-angkanya berhubungan dengan luas permukaan karbon tersebut (Meyer, J. 2000).

Karbon hitam adalah suatu bahan amorf yang dihasilkan secara thermal atau dekomposisi oksidatif hidrokarbon-hidrokarbon. Dalam suatu senyawa, karbon hitam adalah konduktor, dan hantaran listriknya dipengaruhi oleh kebersihan permukaan, kehalusan dan struktur karbon. Resistansi listrik umumnya diukur sebagai logaritma dari resistansi persentimeter kubik ( /cm3) dengan permukaan yang bersih, maksudnya bebas dari Oksigen atau minyak.


(16)

Telah dipelajari campuran polietilena/karbon aktif (Supeno, M et al. 1992) dan polietilena/karbon tempurung (Ginting, H et al.1996). Dianalisa sifat resistifitasnya ternyata ada perbedaan bahan secara kelistrikan.

Bahan pengisi karbon digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan sifat mekanik (Supeno, M et al. 2004), listrik ataupun tahan gesekan. Karena karbon mempunyai luas permukaan yang sangat besar, maka sering menyerap molekul air, asam atau basa.

Sifat listrik bahan pengisi akan berubah secara mendadak jika permukaan karbon mengadsorpsi air, asam dan basa (Klason, C et al. 1999). Berubahnya sifat listrik karena timbulnya panas akibat terjadinya gesekan bahan dengan bahan lain. Gesekan ini menimbulkan aliran listrik, sehingga perlu dipelajari/diteliti sifat listrik bahan pengisi pada suasana asam, basa dan air.

Karena air, asam dan basa mempunyai titik didih tertentu, maka akan menimbulkan perubahan sifat listrik yang mendadak di daerah titik didihnya. Perubahan sifat kelistrikan ini dikenal dengan NTC (negative temperature coeffisient) – PTC (positive temperature coeffisient). NTC adalah penurunan nilai tahanan akibat kenaikan temperatur sedangkan PTC adalah bertambahnya nilai tahanan akibat kenaikan temperatur. Perubahan NTC - PTC atau PTC - NTC sangat dibutuhkan untuk keperluan tertentu misalnya komponen elektronika yang dipergunakan sebagai sensor, switching (William, D.C. 2005), namun untuk beberapa bahan yang berkualitas justru dihindari perubahan NTC - PTC atau PTC - NTC karena dapat


(17)

1999) bila terjadi perubahan NTC – PTC atau PTC – NTC pada ban, maka ban tersebut akan meledak. Karena itu perlu penelitian mengenai sifat listrik bahan pengisi karbon. Dengan mengetahui sifat listrik bahan pengisi karbon dalam lingkungan asam – basa dan air maka dapat memberikan informasi tentang penggunaan dari bahan pengisi karbon yang sesuai pada lingkungan pemanfaatannya.

1.2 Permasalahan

1. Diduga efek larutan elektrolit dan temperatur dapat mempengaruhi hambatan (R) pada karbon.

2. Diduga efek larutan elektrolit dan temperatur dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sifat listrik yang mendadak (perubahan NTC – PTC atau PTC – NTC) pada karbon.

1.3 Pembatasan Masalah

Penelitian ini dilakukan pada temperatur (30 – 150 0C) dan larutan asam-basa-air yang digunakan yaitu larutan NaOH - CH3COOH - H20, serta menggunakan tiga

jenis karbon yaitu karbon tempurung kelapa, karbon hitam dan grafit. Selain itu dilakukan karakterisasi: pH permukaan karbon untuk mengetahui gugus fungsi senyawa, adsorpsi I2 untuk mengetahui luas permukaan karbon, DSC (Diffrential

Scanning Calorimetry) untuk mengetahui panas jenis, NTC/PTC dan FTIR (Fourier Transform Infra Red) untuk mengetahui gugus fungsi senyawa.


(18)

1.4 Perumusan Masalah

Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium:

1. Pembuatan arang dari tempurung kelapa yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam cawan crucible, ditutup dan dimasukkan ke dalam furnace kemudian dilakukan pembakaran dengan bahan bakar arang yang dibantu dengan blower selama 1 jam. Cawan diangkat lalu didinginkan kemudian dihaluskan dan dibakar kembali dengan cara yang sama selama 5 jam.

2. Pengujian pH permukaan dan adsorpsi I2 terhadap karbon tempurung kelapa,

karbon hitam dan grafit.

3. Ketiga jenis karbon di rendam dalam air, asam dan basa selama 24 jam. 4. Karakterisasi dengan menggunakan alat : DSC dan FTIR.

1.5 Tujuan Penelitian

Untuk mempelajari efek temperatur terhadap sifat NTC/PTC karbon pada lingkungan basa, asam dan air.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang sifat fisis dan kimia dari karbon khususnya sifat listriknya pada lingkungan asam, basa dan air.


(19)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Sejarah Karbon Hitam

Karbon hitam telah di asumsikan bahwa awalnya zat warna yang bersifat koloidal halus. Barangkali catatan yang paling tua dimuat dalam Eberpapyrus. Dari abad ke-16 dikenal dengan nama tinta hitam dengan analisa laboratorium museum Kairo, diidentifikasikan bahwa semua tulisan orang Mesir pertama adalah tinta hitam yang digunakan pada lembaran tanah liat, papyrus atau kertas dan kulit adalah karbon.

Dalam dekade antara 1860 – 1870, orang Amerika memproduksi tinta dari zat warna karbon yang diperoleh dari gas alam dan berkisar tahun 1870 produksi komersial mulai diperdagangkan atau hampir seluruhnya diperdagangkan. Produksi tahun 1910 dalam buku tahunan mencapai 25.000.000 pounds (Morton, M. 2002).

Pada tahun 1912 era baru karbon hitam dengan penggunaannya ditemukan bahwa karbon hitam ditambahkan pada karet ternyata dapat menambah mutu karet atau tahan terhadap goresan. Sampai saat ini penggunaan karbon hitam telah mencapai 50.000.000 pounds pertahun. Perusahaan karet pertama diminta kontrak untuk 1.000.000 pounds pertahun.


(20)

Pada tahun 1920, produksi meningkat sampai 51.000.000 pounds. Kemudian sepuluh tahun berikutnya peningkatannya sangat pesat, dan pada tahun 1930 produksi mencapai 380.000.000 pounds (Morton, M. 2002).

2.2 Bahan Pengisi Karbon Hitam

Bahan pengisi sangat memegang peranan penting dalam industri ban dan polimer karena berfungsi untuk menurunkan biaya produksi dan meningkatkan kekuatan mekanik. Dikenal empat golongan besar bahan pengisi karbon hitam yang didasarkan pada proses pembuatannya yaitu: 1). furnace black, 2). channel black, 3). thermal black dan 4). asetili hitam.

2.3 Karbon Hitam

Karbon hitam adalah suatu bahan amorf yang dihasilkan secara thermal atau dekomposisi oksidatif hidrokarbon-hidrokarbon yang biasa digunakan pada karet sebagai penguat, pigmen dan lain-lain. Selain kegunaan karbon hitam diatas menurut penelitian Bueche (Bateman, L. 1997) dan Sheng (Wesson, S. P et al. 2003), karbon hitam dapat digunakan sebagai filter yang ditambahkan kedalam suatu matriks nonkonduktor. Dari campuran ini akan diperoleh sistem yang menghasilkan transisi yang tajam dari nonkonduktor menjadi semikonduktor.


(21)

2.4 Sifat-Sifat Karbon Hitam

Karena susunan atom karbon tidak teratur maka sifat-sifat karbon hitam berbeda dari bentuk grafit dan intan (Callister Jr.,W.D. 2004) (gambar 1). Luas permukaan karbon hitam yang digunakan pada karet berkisar antara 10 – 50 m2/gram, bila ditentukan dengan metode adsorpsi Nitrogen partikelnya mempunyai diameter 20 – 300 millimikron. Karbon hitam mempunyai rapat massa antara 2 – 3 lb/ft2.

`

C

c `

0,34 nm

0,142 nm

Grafit Intan

Karbon Hitam

(Sumber: Callister Jr.,W.D Materials Science and Engineering an Introduction, Hal: 399)

Gambar 2.1 Struktur Karbon Hitam, Grafit dan Intan


(22)

Komponen-komponen lain diluar karbon hitam adalah Oksigen, Hidrogen, Sulfur. Oksigen dan Hidrogen terkontaminasi secara kimiawi dengan karbon pada permukaan partikel. Perbandingan Hidrogen dan Oksigen tergantung pada proses pembuatan. Dalam proses channel, kandungan Oksigen 2-5%, Hidrogen sekitar 0,5% sedangkan dalam proses tungku (furnace) kandungan Oksigen biasanya dibawah 1%. Kandungan Sulfur tergantung pada hidrokarbon yang ada. Dasar pembuatan karbon hitam adalah pengubahan senyawa hidrokarbon menjadi Karbon dan Hidrogen melalui proses pembakaran dalam ruang vakum.

Kalor yang dihasilkan pada pembakaran, sebagian dari hidrokarbon yang digunakan untuk proses dekomposisi hidrokarbon itu sendiri menjadi karbon dan Hidrogen. Setelah proses dekomposisi akan terbentuk partikel dengan berat molekul rendah yang berfungsi sebagai inti. Inti ini dapat membesar sambil melepaskan Hidrogen dan akhirnya akan terbentuk partikel karbon yang padat. Berbagai proses pembuatan karbon hitam berdasarkan penggunaannya yaitu:

a. Proses tungku digunakan untuk bahan pengisi karet dan plastik. b. Proses saluran digunakan untuk zat pewarna.

c. Proses thermal digunakan untuk menghasilkan karbon yang lebih kasar. d. Proses asetili hitam digunakan untuk pembuatan elektroda grafit. a. Proses Tungku (Furnace Process)

Proses ini ada dua golongan yaitu menggunakan minyak sebagai bahan baku dan menggunakan gas sebagai bahan baku. Temperatur pemanasan awal: 1250 –


(23)

1450 0C. Hasil yang telah terdekomposisi disiram dengan semburan air sampai 200

0

C kemudian dirubah menjadi butiran dengan menggunakan pelletizer. b. Proses Saluran (Channel Process)

Proses ini menggunakan nyala api kecil yang banyak dikenal dalam saluran sepanjang 100 – 150 ft, lebar 10 – 15 ft dan tinggi 10 ft. Saluran digerakkan bolak-balik dengan menggunakan alat pengerik (scraper). Hasil proses ini adalah karbon yang sangat halus, yaitu ukuran 90 Å untuk bahan pewarna dan 300 Å untuk bahan pengisi karet.

c. Proses Thermal (Thermal Process)

Proses ini adalah sistem batch dalam tungku berukuran tinggi 35 ft, dengan diameter 12 ft, dengan temperatur pemanasan 1350 0C di ruang vakum. Hasil yang diperoleh adalah 40 – 50 % dengan ukuran relatif kasar yaitu 4000 – 5000 Å (kelas menengah) dan 1500 – 2000 Å (kelas halus).

d. Proses Asetili Hitam (Black Asetily Process)

Proses ini adalah suatu cara dimana panas diperoleh dari nyala api hasil pembakaran bahan bakar gas dengan zat asam. Proses ini memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan proses lainnya.

Karbon hitam secara komersial telah diketahui gugus permukaannya yang terdiri dari: 1.gugus aromatik hidrokarbon. 4. gugus asam karboksilat

2. gugus fenol. 5. gugus lakton


(24)

Meskipun demikian permukaan karbon hitam sampai sekarang masih misterius, belum ada literatur yang mengungkapkan secara jelas. Secara garis besar karbon hitam, karbon aktif disebut karbon amorf. Untuk keperluan bahan pengisi ban, karbon hitam pembuatannya berasal dari minyak dan suhu operasinya mencapai 1300 – 1800

0

C.

2.5 Karbon Aktif

Istilah karbon aktif mempunyai arti luas karena merupakan suatu keluarga yang terdiri dari banyak jenis. Tidak ada satupun jenis karbon aktif yang dapat dikarakterisasi secara khas strukturnya atau dengan cara analisa kimia tertentu. Satu-satunya dasar untuk membedakan tiap jenis karbon aktif hanyalah sifat adsorpsi dan sifat katalitiknya. Sifat adsorpsi dan sifat katalitik suatu karbon aktif dapat diukur dengan metode kimia. Dengan cara ini dapat dibedakan satu jenis karbon aktif yang dibuat dari bahan dan metode tertentu dengan jenis karbon aktif lain yang dibuat dari bahan dan metode lain. Sebagaimana diketahui ada berbagai macam bahan dasar dapat dipakai untuk menghasilkan karbon aktif dengan karakterisasi yang berbeda. Tiap karbon aktif yang dihasilkan akan bergantung pada bahan dasar yang digunakan. Berbagai bahan dasar yang dapat digunakan yaitu:


(25)

a. Batubara b. Kulit buah kopi c. Sekam padi

d. Berbagai jenis kayu d. Kulit kacang-kacangan e. Serbuk gergaji

f. Biji buah-buahan g. Lignin

h. Tetes tebu i. Endapan minyak j. Limbah penyulingan k. Tempurung kelapa

l. Kulit buah kapas m. Limbah pabrik pulp n. Tongkol jagung o. Kokas minyak p. Residu-residu darah q. Tulang

Bahan dasar yang banyak digunakan adalah: kayu, tempurung kelapa, serbuk gergaji, kulit kacang-kacangan, lignin dan limbah pabrik pulp. Ada banyak perbedaan dalam hal kemudahan mengaktifkan dari bahan yang digunakan. Contoh: tulang dapat diaktifkan dengan cepat, sementara itu kokas dari minyak tidak memberikan respon dengan cara pengaktifan biasa. Hal lain adalah sifat bahan dasar akan mempengaruhi sifat fisik karbon aktif yang dihasilkan. Contoh: tempurung kelapa akan menghasilkan karbon aktif dengan kerapatan tinggi dan baik untuk adsorpsi gas, sementara sellulosa menghasilkan karbon aktif bulk yang lunak dan baik untuk proses pemurnian air.

2.6 Metode Analisis Thermal

Metode analisis yang didasarkan pada perubahan sifat sampel oleh perubahan suhu mulai berkembang pada periode tahun 1960 –an setelah diperkenalkan suatu teknik pengamatan thermal yang lebih teliti dengan kalorimeter biasa. Metode ini mencakup tidak hanya analisis kalorimeter dan analisis thermal diffrensial (DTA) tetapi juga analisis termogravimetri (TGA), analisis termomekanis (TMA), analisis


(26)

termoelektric (ETA), diffrensial scanning calorimetry (DSC), dan sebagainya. Pada umumnya informasi sifat thermal sampel dapat diperoleh dari data perubahan bobot, suhu dan entalpi selama pemanasan sehingga metode analisis thermal (Wirjosentono, B, 2000) biasanya terdiri dari TGA – DTA atau TGA – DSC.

Dalam analisis termogravimetri (TGA) diamati perubahan bobot sampel selama kenaikan suhu (dengan laju tetap). Karena itu dengan analisis ini dapat diperoleh informasi kehilangan bobot karena penguapan, dekomposisi, atau mungkin pertambahan bobot karena pengikatan molekul gas dari atmosfer.

Prinsip DSC tidak jauh berbeda dengan prinsip kalorimetri biasa, hanya dalam hal ini digunakan sampel yang agak jauh lebih kecil (maksimum 50 mg) dan peralatan pengintra kalor yang lebih teliti. Teknik DSC menggunakan pemanas individual masing-masing untuk sampel dan pembanding. Suhu antara sampel dan pembanding selalu dipertahankan sama dengan menggunakan pengindera panas – Pt. Bila terjadi perubahan kapasitas kalor pada sampel selama kenaikan suhu, pemanas sampel berusaha mengatur banyaknya kalori yang diberikan. Perbedaan tenaga listrik yang dibutuhkan antara pemanas sampel dan pemanas pembanding, berbanding langsung dengan perubahan entalpi proses yang dialami sampel. Karena itu termogram – DSC merupakan plot perubahan entalpi (∆H) terhadap kenaikan suhu sedangkan proses eksotermis dinyatakan sebagai -∆H dan proses endotermis sebagai +∆H.


(27)

2.7 Bentuk Alotrop Karbon: Intan, Grafit dan Karbon Amorf

Alotrop (Sukardjo, 2004) adalah keberadaan suatu zat dalam dua atau lebih bentuk-bentuk yang berbeda. Bentuk-bentuk ini secara termodinamika berbeda sehingga sifat-sifat fisik dan kimianya berbeda pula.

Karbon memiliki tiga bentuk alotrop yaitu: intan, grafit dan karbon amorf. Grafit dan intan merupakan dua struktur kristal karbon murni yang berbeda sedangkan karbon amorf meliputi sejumlah besar senyawa yang bagian terbesarnya adalah karbon dan tidak dapat diklasifikasikan sebagai intan dan grafit. Karbon aktif termasuk dalam karbon amorf karena memang sifat-sifatnya lebih baik menunjukkan sebagai senyawa amorf.

2.7.1 Grafit

Grafit alam diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok berdasarkan terjadinya di alam yaitu bentuk gumpalan (dari lapisan-lapisan deposit), bentuk amorf (batubara yang mengalami metamorfosa) dan bentuk serpih-serpih kristalin (dari batu-batu yang tersusun dan mengalami metamorfosa). Penambahan grafit dilakukan dengan teknik flotasi terhadap deposit-deposit grafit, baik di dalam atau di permukaan tanah. Selain dari grafit alam dapat juga disintesa seperti grafit pirolitik yang disintesa dari pirolisis hidrokarbon-hidrokarbon dengan berat molekul yang kecil pada tekanan yang rendah (4 – 6 mmHg) dan temperatur 1700 – 2500 0C. Grafit serat diperoleh dengan karbonisasi terkontrol dari serat-serat organik diikuti dengan pemanasan pada


(28)

temperatur sekitar 2500 0C. Kedua grafit sintesis ini dipakai sebagai komponen roket, pesawat terbang, elektroda alat proses dan bahan konduktor. Struktur grafit adalah heksagonal seperti terlihat pada gambar:

Gambar 2.2 Struktur Grafit 2.7.2 Karbon amorf

Batubara, kayu-kayuan dan materi-materi yang kandungan terbesarnya karbon merupakan sumber karbon amorf karena dengan pemrosesan berupa dekomposisi termal atau pembakaran parsial dari materi-materi akan menghasilkan berbagai bentuk karbon amorf. Metode dan kondisi dekomposisi termal akan mempengaruhi bentuk karbon amorf yang dihasilkan. Karbon aktif, kokas dan karbon hitam adalah contoh karbon amorf karena memang sifat-sifatnya lebih banyak menunjukkan sebagai senyawa amorf tetapi tidak termasuk dalam kelompok intan dan grafit.

Kristalin karbon amorf dapat dibentuk melalui beberapa mekanisme. Selama pirolisis (dekomposisi termal), materi sumber karbon amorf mengalami fragmentasi


(29)

yang akhirnya membentuk struktur aromatik awal yang termostabil. Struktur ini mengionisasi untuk membentuk struktur aromatik berikutnya hingga terbentuk plat-plat heksagonal. Transformasi berikutnya terjadi perlahan-lahan sampai menjadi kristalit karbon amorf. Struktur hipotesis plat-plat karbon heksagonal yang terbentuk selama dekomposisi termal diperlihatkan dalam gambar berikut:

(a) (b) (e) (f) (g)

400 0C 510 0C 800 0C 900 0C 1000 0C – 1030 0C

(c) (d) (h) (i)

610 0C 700 0C 1100 0C 1200 0C

Gambar 2.3 Susunan Atom-Atom Karbon Dalam Sebuah Plat (Bidang) Tunggal Kristalit yang Dibentuk pada Berbagai Temperatur

Dari gambar terlihat ukuran plat karbon heksagonal semakin bertambah lebar ukurannya hingga pemanasan sampai 700 0C, selanjutnya pada pemanasan yang lebih tinggi menampakkan kenaikan yang mencolok. Hal ini menjelaskan contoh fakta diatas yaitu karbon amorf yang dibuat dari selulosa.


(30)

2.8 Sifat Adsorpsi Arang Aktif

Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap (adsorpsi) yaitu:

a. Sifat Adsorben: Arang aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing-masing berikatan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat nonpolar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori merupakan faktor yang penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan dimana semakin kecil pori-pori arang aktif mengakibatkan luas permukaan semakin besar sehingga kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, dianjurkan menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Jumlah atau dosis arang aktif yang digunakan harus juga diperhatikan. Untuk dapat dipergunakan persamaan Freundlich, yaitu: X/M = k C1/n. Persamaan ini menghubungkan kapasitas adsorpsi persatuan berat karbon (X/n) dengan konsentrasi serapan yang tersisa dalam larutan C pada keadaan setimbang.

b. Sifat Serapan: Banyak senyawa yang dapat di adsorpsi oleh arang aktif, tetapi kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing-masing senyawa. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari struktur yang sama seperti deret homolog. Adsorpsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, dan struktur rantai dari senyawa serapan.


(31)

c. Temperatur : Dalam pemakaian, arang aktif dianjurkan untuk menyelidiki temperatur pada saat berlangsungnya proses karena tidak ada peraturan umum yang bisa diberikan mengenai temperatur yang digunakan dalam adsorpsi. Faktor yang dipengaruhi temperatur pada proses adsorpsi adalah viskositas dan stabilitas termal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan seperti terjadi perubahan warna atau dekomposisi maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatile adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih kecil. d. pH : Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan

yaitu dengan penambahan asam-asam mineral karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya, bila asam organik dinaikkan dengan menambah alkali, adsorpsi akan berkurang akibatnya terbentuk garam.

e. Waktu Singgung : Bila arang aktif ditambahkan dengan suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding dengan jumlah arang yang digunakan. Selain ditentukan oleh dosis arang aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan berguna untuk memberikan kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama dan sebaliknya jika viskositas larutan rendah maka waktu singgung yang dibutuhkan lebih singkat.


(32)

2.8.1 Adsorpsi gas oleh zat padat

Adsorpsi padat yang baik adalah porositasnya tinggi, seperti Pt halus, arang dan silika gel. Permukaan zat ini sangat halus hingga adsorpsi terjadi pada banyak tempat. Namun demikian, adsorpsi dapat terjadi pada permukaan yang halus seperti gelas atau platina. Adsorpsi gas oleh zat padat (Tony Bird, 1987) dapat ditandai oleh kenyataan-kenyataan berikut:

1. Adsorpsi yang bersifat selektif, artinya suatu adsorben dapat menyerap banyak sekali suatu gas, tetapi tidak menyerap gas-gas tertentu.

2. Adsorpsi terjadi sangat cepat, hanya kecepatan adsorpsi makin berkurang dengan makin banyaknya gas yang diserap.

3. Jumlah gas diserap tergantung pada temperatur, makin jauh jarak antara temperatur penyerapan dari temperatur kritis, maka makin sedikit jumlah gas yang diserap.

4. Adsorpsi tergantung dari luas permukaan adsorben, makin besar porositas adsorben makin besar daya adsorpsinya.

5. Adsorpsi tergantung jenis dan pembuatan adsorben. Arang dari suatu bahan yang dibuat dengan berbagai cara akan mempunyai daya serap yang berbeda pula. 6. Jumlah gas yang di adsorpsi persatuan berat adsorben tergantung pada tekanan

parsial gas dimana makin besar tekanan makin besar gas yang diserap. Namun demikian bila penyerapan telah jenuh tekanan tidak berpengaruh.


(33)

7. Adsorpsi merupakan proses reversibel. Bila tidak terjadi reaksi kimia, penambahan tekanan menyebabkan penambahan adsorpsi dan pengurangan tekanan menyebabkan penyerapan gas.

2.8.2 Adsorpsi zat terlarut oleh zat padat

Arang merupakan adsorben yang paling banyak dipakai untuk menyerap (LIPI. 2006) zat-zat dalam larutan. Zat ini banyak dipakai di pabrik untuk menghilangkan zat-zat warna dalam larutan. Penyerapan zat larutan mirip seperti penyerapan gas oleh zat padat. Penyerapan bersifat selektif, dimana yang diserap hanya zat terlarut atau pelarut. Bila dalam larutan ada dua zat atau lebih, zat yang satu akan diserap lebih kuat dari yang lain. Zat-zat yang dapat menurunkan tegangan muka lebih kuat diserap. Makin kompleks zat terlarut makin kuat diserap oleh adsorben. Makin tinggi tegangan muka, makin kecil daya serap namun pengaruh temperatur tidak sebesar seperti pada adsorpsi gas.

2.9 Sifat Hantaran Listrik Karbon

Dalam suatu senyawa, karbon hitam adalah konduktor dan hantaran listriknya (Julius, M et al, 1996) dipengaruhi oleh kebersihan permukaan, kehalusan dan struktur karbon. Resistansi listrik umumnya diukur sebagai logaritma dari resistansi persentimeter kibuk (Ohm/cm3) dengan permukaan yang bersih (bebas oksigen atau minyak). Karbon proses saluran (channnel process carbon) mempunyai kadar oksigen yang tinggi dibandingkan dengan nilai Log R yang lebih tinggi dari partikel karbon furnace dengan ukuran partikel yang sama dimana karbon furnace tidak mempunyai oksigen.


(34)

2.10 Negative Temperature Coefficient (NTC) / Positive Temperature Coefficient (PTC)

Suatu negative temperature coefficient (NTC) terjadi bilamana daya hantar termal suatu material meningkat dengan meningkatnya temperatur dalam suatu range tertentu (Michel, B. 1997). Pada kebanyakan material daya hantar termal akan menurun dengan meningkatnya temperatur.

Material-material yang mempunyai koefisien temperatur negatif telah digunakan dalam lantai pemanas sejak 1971. Negative Temperature Coefficient mencegah kelebihan pemanasan lokal di dalam karpet, kantungan kursi yang berisi biji-bijian, matras dan lain-lain serta dapat merusak lantai dan dapat menyebabkan api. Sedangkan positive temperature coefficient (PTC) merupakan kebalikan dari negative temperature coefficient (NTC).

2.11 Larutan Elektrolit

Elektrolit adalah suatu senyawa bila dilarutkan dalam pelarut (misalnya air) akan menghasilkan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Elektrolit seringkali diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya dalam menghantarkan arus listrik. Elektrolit yang dapat menghantarkan arus listrik dengan baik digolongkan kedalam elektrolit kuat, sedangkan elektrolit yang sifat kehantaran listriknya buruk digolongkan kedalam elektrolit lemah. Suatu elektrolit dapat berupa asam, basa atau garam.


(35)

Aliran listrik dalam suatu elektrolit akan memenuhi hukum Ohm, yang menyatakan bahwa: besarnya arus listrik (I) yang mengalir melalui larutan sama dengan perbedaan potensial(V) dibagi dengan tahanan (R). Secara matematis hukum Ohm dapat ditulis sebagai:

R V I =


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di:

a. Laboratorium Kimia Dasar FMIPA USU

b. Laboratoium Scanning Mikroskop Elektron PTKI c. Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM

Penelitian ini mulai dilaksanakan Nopember 2007 sampai Mei 2008

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini

1. Tungku Pembakaran 9. Shaker 17. Pipet Volume 2. Crucible Porselin 10. Corong Kaca 8. Botol Aquadest 3. Blower 11. Alat Penjepit 19. Termometer 4. Statif dan Klem 12. Roll Mill 20. Erlenmeyer 5. Hight Tension Power Supply 13. pH meter 21. Desikator 6. Ayakan 14. Hot-Plate 22. Digital 7. Neraca Elektrik 15. Pipet Tetes 23. Multimeter 8. Lumpang Porselin 16. Magnet Stirer 24. Beaker Glass


(37)

25. Oven 26. Buret 27. DSC (Diffrential Scanning Calorimetry) 28. FTIR (Fourier Transform Infra Red)

3.2.2 Bahan-bahan yang dipakai dalam penelitian ini 1. Serbuk tempurung kelapa 7. Etanol

2. Grafit 8. Larutan Buffer

3. Karbon hitam (N-330) 9. Na2S2O3

4. Larutan NaOH 10. Amilum

5. Larutan Asam Asetat 11. Larutan I2

6. Aquadest 12. Kertas Saring Whatman

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan larutan pereaksi

a. Larutan Natrium Tiosulfat 0,0394 N dari kristal Na2S2O3. 5H2O sebanyak 4,8891

Natrium Tiosulfat kristal penta hidrat dilarutkan dalam 500 ml aquadest. b. Indikator Amilum

Ditimbang 1 gram Amilum, dilarutkan dengan sedikit aquadest, kemudian diencerkan sampai 100 ml sambil dipanaskan sampai mendidih lalu didinginkan. c. Larutan Standard Iodine 0,0473 N

Sebanyak 126,34 ml larutan I2 0,1872 N ditambahkan dalam aquadest 500 ml,


(38)

3.3.2 Perlakuan sampel

Sampel yang digunakan adalah tempurung kelapa yang diambil dari pabrik obat anti nyamuk yang telah berbentuk serbuk, diayak dengan ayakan yang berukuran 50 µm.

3.3.3 Pembuatan arang

a. Tempurung kelapa yang telah dihaluskan dalam cawan crucible porselin ditutup (tempurung kelapa hasil ayakan).

b. Crucible porselin dan penutup dimasukkan dalam tungku pembakaran dengan bahan bakar arang dan pembakaran dibantu dengan blower selama 1 (satu) jam. c. Arang hasil pembakaran diangkat dan di dinginkan kemudian direndam dalam air. d. Arang yang direndam dalam air dihaluskan lagi dengan rollmill.

e. Arang yang telah di rollmill dikeringkan pada oven pada suhu 105 0C selama 2 (dua) jam.

f. Arang yang telah dihaluskan dan dikeringkan, didinginkan dalam desikator selama 2 (dua) jam.

g. Arang yang telah dihaluskan, dikeringkan dan didinginkan dimasukkan kembali dalam crucible porselin dan dengan cara yang sama, dibakar kembali selama 5 (lima) jam untuk tujuan karbonisasi.


(39)

3.3.4 Pengujian mutu arang

Arang hasil karbonisasi sebelum digunakan sebagai sampel dihaluskan lagi dengan rollmill.

a. Penentuan keaktifan (I2 terserap tiap gram karbon).

1. 0,5 gr sampel dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml. 2. Dimasukkan 25 ml larutan I2 0,0473 N.

3. Dikocok dengan menggunakan shaker selama 30 menit dengan kecepatan 250 rpm, kemudian dibiarkan selama 5 menit.

4. Saring filtratnya dipipet 10 ml kedalam erlenmeyer 250 ml. 5. Titrasi dengan Na2S2O3 0,0394 N sampai warna kuning muda.

6. Tambahkan 5 tetes larutan Amilum.

7. Lanjutkan titrasi hingga larutan menjadi bening. b. pH Permukaan

1. 1 gram karbon dalam erlenmeyer 250 ml. 2. Dimasukkan 45 ml aquadest.

3. Ditambahkan 5 ml etanol.

4. Dipanaskan sampai mendidih (30 ml). 5. Disaring filtratnya ke dalam beaker glass. 6. Diukur pH nya dengan menggunakan pH meter.


(40)

c. Pengukuran Sifat Listrik

1. 5 gram karbon dalam erlenmeyer 250 ml.

2. Direndam masing-masing dengan aquadest, CH3COOH dan NaOH selama 24

jam.

3. Disaring, filtratnya dibuang dan residunya dimasukkan dalam sebuah resistor. 4. Diukur hantaran arus pada 30 – 150 0C.

d. Menentukan adanya gugus fungsi pada permukaan karbon (FTIR). 1. 2 gram sampel dimasukkan dalam cawan dan ditutup.

2. Dipanaskan pada oven dengan temperatur 150 0C selama 5 jam. 3. Didinginkan dalam desikator.

4. Dikemas untuk FTIR. e. Penentuan Panas Jenis

1. 2 gram sampel dalam erlenmeyer 250 ml.

2. Direndam masing-masing dengan aquadest, CH3COOH dan NaOH selam 24

jam.

3. Disaring, filtratnya dibuang dan residunya dianalisa untuk penentuan panas jenis dan titik penguapan cairan pada karbon dengan alat DSC.


(41)

3.4 Skema Penelitian

3.4.1 Pembuatan karbon tempurung kelapa

Serbuk Tempurung Kelapa

Serbuk kering/halus

Arang

- Didinginkan. - Direndam dalam air.

- Dirolmill dalam keadaan lembab. - Dikeringkan dalam oven pada

temperatur 105 0C selama 2 jam

Arang halus - Dihaluskan - Diayak

- Dikeringkan di udara

- Dimasukkan dalam crucible porselin/ ditutup.

- Dipanaskan pada tungku selama 1 jam dengan temperatur 600 0C


(42)

- Dimasukkan dalam crucible porselin/ ditutup.

- Dikarbonisasi pada tungku selama 5 jam

- Didinginkan.

Arang halus

Partikel Koloid Arang Gambar 3.1 Skema Penelitian


(43)

3.4.2 Karakterisasi

Rendam Air (24 jam)

Di Karakterisasi - pH - FTIR

Karbon

- Tempurung Kelapa - N. 330

Disaring Disaring Disaring

Karbon Di Press Karbon Di Press Karbon Di Press Karakterisasi Gejala Antarmuka 1. NTC/PTC 2. DSC Rendam Basa

(24 jam) Rendam Asam

(24 jam)

- Grafit


(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keaktifan Karbon

Dari percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa karbon tempurung kelapa menunjukkan keaktifan yang lebih rendah dibanding dengan grafit dan karbon hitam (N-330). Keaktifan disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Daya Adsorpsi Karbon Terhadap I2

Sampel Daya Adsorpsi (gr I2/kg) Karbon Tempurung Kelapa 99,49

Karbon Hitam 100,94

Grafit 119,43

Dari tabel 4.1 diatas terlihat bahwa keaktifan karbon dari tempurung kelapa lebih rendah daripada keaktifan grafit dan N-330. Hal ini disebabkan oleh pengaruh temperatur untuk proses karbonisasi kurang tinggi atau kemungkinan masih adanya kontak dengan udara luar sehingga karbon yang terbentuk teroksidasi menjadi abu. Karbon dengan keaktifan rendah terjadi karena plat-plat atau bidang-bidang karbon heksagonal yang terbentuk belum cukup lebar (belum memiliki diameter yang besar)


(45)

seperti dalam struktur grafit. Hal ini menyebabkan pori yang terbentuk belum banyak dan diameter pori belum besar. Rendahnya temperatur pemanasan juga menyebabkan masih banyak materi-materi non karbon yang tertinggal di antara plat-plat karbon heksagonal dan menutupi pori-pori karbon, sehingga keaktifan atau daya adsorpsinya rendah. Pada temperatur pemanasan yang lebih tinggi materi-materi non karbon akan semakin mudah dilepaskan dan pembentukan diameter bidang akan semakin lebar tanpa merusak ikatan C - C dalam plat.

4.2 Cara Perhitungan Keaktifan

Tabel 4.2 Data Titrasi Iodometri

Perlakuan V1 (ml) V2 (ml) V3 (ml) V (ml)

Blanko 11,52 11,62 11,54 11,56

Karbon Tempurung Kelapa 1,98 2,02 1,96 1,98

N-330 1,84 1,82 1,86 1,84

Grafit 0,06 0,06 0,06 0,06

Daya serap karbon terhadap larutan I2 dihitung dengan menggunakan rumus:

Daya serap I2 = {(B – S)/B}x N x (V/W) x 126,9

Dimana:

B = volume Na2S2O3 pada titrasi blanko (ml).


(46)

N = normalitas larutan standard Na2S2O3.

W = berat sampel (gr).

V = 10 ml (filtrat yang digunakan sebanyak 10 ml). Berat atom Iodium = 126,9

Misalnya untuk menghitung daya serap karbon tempurung kelapa dimana V = 1,98 ml, maka :

Daya serap I2 = {(11,56 – 1,98)/11,56} x (10/0,5) x 0,0473 x 126,9

= 99,49 gr I2/ kg

4.3 Analisa Gugus Fungsi (FTIR) 4.3.1 Karbon tempurung kelapa (K1)

Dari analisa spektrum FTIR (Fourier Transform Infra Red) untuk karbon tempurung kelapa ditampilkan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 4.3 Hasil Analisa FTIR untuk Karbon Tempurung Kelapa Karbon Tempurung Kelapa (K1)

υ (bilangan gelombang) cm-1

vibrasi

3421,5 OH Bebas

2925,8 C – H Ulur

1772,5 C = O Ulur


(47)

Tabel 4.3 lanjutan

1635,5 C = C Ulur

1508,2 C – C Aril

1458,1 C – H Tekuk

1271,0 C – O – C Ulur

∼650 C – O – C Piranosa

Dari hasil analisa ini kelihatan gugus-gugus yang menunjukkan bahwa karbon tempurung kelapa mengandung senyawa-senyawa sisa pembakaran, misalnya: OH bebas pada daerah 3421,5 cm-1 menunjukkan masih ada uap air. Pada daerah 1271,0 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C – O – C dan ∼650 cm-1 menunjukkan C - O – C piranosa serta ∼1700 cm-1 menunjukkan adanya gugus C = O.

4.3.2 Karbon hitam (K2)

Tabel 4.4 Hasil Analisa FTIR untuk Karbon Hitam Karbon Hitam (K2)

υ (bilangan gelombang) cm-1

vibrasi

∼3400 OH Bebas

∼1700 C = O Ulur

∼1600 C = C Ulur


(48)

Spektrum FTIR menunjukkan bahwa gugus karbon hitam yang ada semakin sedikit. Hal ini terlihat dari peak-peak atau pita-pita serapan semakin sedikit yang muncul, tetapi pita serapan pada daerah ∼3400 cm-1 masih menunjukkan adanya vibrasi OH bebas dari air. Ini kemungkinan adanya kontak antara karbon dengan air, sehingga sampel karbon hitam mengadsorpsi molekul air. Pada pita ∼1700 cm-1 menunjukkan adanya pita serapan C = O dan pada ∼1600 cm-1 menunjukkan pita-pita serapan dari C = C dan C – C aril.

4.3.3 Grafit (K3)

Tabel 4.5 Hasil Analisa FTIR untuk Grafit Karbon Hitam (K2)

υ (bilangan gelombang) cm-1

vibrasi

∼1500 C = C Ulur

∼1000 C – C Aril

Pada sampel grafit pita spektrum menunjukkan pita-pita serapan yang sedikit yaitu C = C ulur pada daerah ∼1500 cm -1 dan C – C aril pada daerah ∼1000 cm-1 yang berarti lebih murni dari karbon tempurung kelapa dan karbon hitam (spektrum FTIR ada pada lampiran A).


(49)

4.4 pH Permukaan

pH permukaan secara langsung pada permukaan karbon dapat dihubungkan dengan kadar Oksigen. Jika kadar Oksigen lebih tinggi maka pH lebih rendah (lebih bersifat asam). Hasil pengukuran pH ditampilkan pada tabel berikut ini.

Tabel 4.6 Hasil Pengukuran pH Permukaan Karbon

Sampel pH N-330 6,4

Grafit 7

Tempurung kelapa 8,8

Ukuran partikel karbon akan mempengaruhi kadar Oksigen seperti senyawa CxOy pada setiap satuan permukaan karbon. Dengan kata lain bila dua buah karbon

mempunyai kadar Oksigen yang sama akan mempunyai perbedaan harga pH yang besar, tergantung pada ukuran partikel. Karbon yang mempunyai ukuran partikel lebih halus akan mempunyai harga pH yang lebih tinggi daripada karbon yang mempunyai ukuran partikel lebih kasar. Jika partikel karbon dalam air, maka permukaannya akan mengalami interaksi terhadap ion-ion Hidrogen yang menyebabkan terjadinya kenaikan konsentrasi ion Hidrogen disekitar permukaan karbon sehingga harga pH tinggi (bersifat basa). Hasil pengukuran pH untuk air dan larutan asam, basa ditampilkan pada tabel dibawah ini.


(50)

Tabel 4.7 Hasil Pengukuran pH untuk Aquadest dan Larutan Asam, Basa Sampel pH Aquadest 7

CH3COOH 2,9

NaOH 13,5

4.5 Analisa Termogram dari DSC

Dari termogram (termogram DSC ada pada lampiran B) yang dihasilkan dari perendaman karbon tempurung kelapa, grafit dan karbon hitam pada berbagai pelarut H2O, CH3COOH dan NaOH selama 24 jam terjadi penyimpangan titik didihnya. Hal

ini disebabkan oleh adanya interaksi larutan dengan permukaan karbon dan didukung oleh adanya gugus-gugus fungsi pada permukaan karbon yang ditunjukkan hasil analisa FTIR serta adanya perbedaan panas jenis pada ketiga jenis karbon tiap gram karbon untuk menguapkan larutan (perhitungan panas jenis ada pada halaman berikut).

Dari hasil pengukuran diperoleh, jika diukur arus (I) sebagai fungsi temperatur (T) maka arus akan turun dengan meningkatnya temperatur (hasil pengukuran pada lampiran C). Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa hambatan (R) meningkat dengan naiknya temperatur sampai ke temperatur tertentu kemudian hambatan (R) menurun walaupun temperaturnya naik (cara perhitungan ada pada halaman 39),


(51)

(hasil perhitungan pada lampiran D). Gejala NTC ini tidak baik untuk keperluan polimer karena menyebabkan break down (arus naik) yang dapat menyebabkan degradasi bahan polimer secara mendadak (hasil pengukuran arus dan perhitungan R pada lampiran E). Hasil pengukuran dan perhitungan titik didih sampel larutan serta panas jenis (cal/gr) pada DSC.

Tabel 4.8 Hasil Pengukuran dan Perhitungan Titik Didih Sampel Larutan serta Panas Jenis pada DSC

Titik Didih (0C) Sampel Larutan DSC Panas Jenis (cal/gr) Luas Puncak

(cm2)

Berat Sampel

(gr)

H2O 100 165,060 21,78 0,0152

CH3COOH 150 96,362 14,973 0,0179

Karbon Tempurung Kelapa

NaOH 105 14,295 1,638 0,0132

H2O 105 212,510 28,593 0,0155

CH3COOH 110 203,340 37,068 0,0210

N-330

NaOH 110 195,341 34,082 0,0201

H2O 90 130,522 11,697 0,0103

CH3COOH 110 63,974 8,052 0,0145

Grafit


(52)

4.5.1 Cara perhitungan panas jenis dari termogram DSC Perhitungan untuk menentukan panas jenis dari data DSC. Diketahui dari termogram:

DSC range = ± 100 mJ/det Total range = 200 mJ/det

= 12.000 mJ/menit

Termokopel/mV = CA/25 mV

Rec = 10 mm/menit

Maka dalam 1 menit, luas = 1 cm x 25 cm = 25 cm2/menit 25 cm2/menit = 12.000 mJ/menit

Maka, 1 cm2 = mJ 480 mJ 0,48 Joule

25 000 . 12 = =

1 cm2 = 0,48 x 0,24 cal = 0,1152 calori

Sehingga jumlah panas jenis yang dibutuhkan setiap 1 gram karbon

= x cal

sampel berat puncak luas 1152 , 0

Misalnya diketahui dari termogram bahwa jenis kertas yang dipakai adalah sama. a = berat potongan (gr)

b = berat potongan puncak (gr) p = panjang potongan (cm)


(53)

L1 = luas potongan (cm2)

L2 = luas puncak potongan (cm2)

m = berat sampel yang digunakan dalam DSC (gr) Diketahui:

p = 2,5 cm l = 2,5 cm a = 0,033 gr maka,

L1 = 2,5 cm x 2,5 cm

= 6,25 cm2

Maka luas puncak dapat dicari dengan persamaan:

L1 : a = L2 : b Misalnya untuk karbon tempurung kelapa, dimana:

b = 0,115 gr maka,

L1 : a = L2 : b

6,25 cm2 : 0,033 gr = L2 : 0,115 gr

gr gr x cm L 033 , 0 115 , 0 25 , 6 2 2 =


(54)

Maka jumlah panas jenis: cal x sampel berat puncak luas 1152 , 0 = cal x

gr 0,1152

0152 , 0 78 , 21 =

= 165,06 cal/gr

4.5.2 Cara perhitungan untuk memperoleh harga Log R Dengan menggunakan rumus:

I V R=

Dimana:

V = tegangan (Volt) R = tahanan ( ) I = arus (Ampere)

Misalnya, dari hasil pengukuran arus pada karbon N.330 – H2O pada suhu 30 0C.

Diketahui:

I = 1,62 mA = 1,62 x 10-3 A V = 3,35 V

maka, A x V R 3 10 62 , 1 35 , 3 −

= = 2030,86


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Ketiga jenis karbon dalam campuran asam, basa dan air mengalami perubahan NTC dan PTC yang berbeda, sehingga titik didih berbeda.

2. Panas jenis untuk ketiga jenis karbon dengan larutan yang sama adalah berbeda, ini didukung dengan perbedaan panas jenis pada setiap jenis karbon yang diperoleh dari termogram DSC. Perbedaan panas jenis karbon disebabkan oleh adanya interaksi gugus-gugus yang ada pada permukaan karbon dengan cairan yang digunakan, hal ini didukung oleh hasil analisa spektrum FTIR.

3. Titik didih karbon – larutan ditunjukkkan dari titik puncak termogram DSC dan dari titik puncak (pada saat terjadinya perubahan NTC/PTC) grafik resistansi - vs – temperatur. Hasil titik didih dari termogram DSC dibandingkan dengan grafik, menunjukkkan hasil yang hampir sama.


(56)

5.2 Saran

Untuk peneliti-peneliti selanjutnya disarankan :

1. Agar menggunakan perekat epoksi perak pada kedua ujung resistor untuk mencegah terjadinya patahan-patahan pada karbon saat pengukuran dalam kondisi yang panas sehingga arus dapat terdeteksi dengan baik.

2. Untuk meningkatkan kualitas bahan yang diisi oleh karbon, maka perlu penelitian selanjutnya, bagaimana sifat listrik terhadap pengaruh pencampuran karbon


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Bateman, L. 1997. The Chemistry and Physics of Rubber-Like Substances. Jhon Wiley and Son, New York.

Benguigui, L. and Yacubowicz, J. and Narkis, M. 1999. On The Percolative Behavior of Carbon Black Cross-Linked Polyethylene Systems. J. Polymer Engineering and Science, Vol. 26: 1568 – 1573. Jhon Wiley and Son, Inc. New York.

Blythe, A.R. 2001. Electrical Properties of Polymer. Cambridge University Press, London.

Callister Jr.,W.D. 2004. Material Science and Engineering An Introduction. Sixth Edition, Jhon Wiley and Son, Inc. New York.

Clark, G. L. 1965. The Encyclopedia of Chemistry. Second Edition. Van Nostrand Reinhold Company. New York.

Ginting, H., Elwan, S. 1996. Analisis Resistivitas Polietilena Karbon Tempurung. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Julius, M., Yakin, F., dan Elly, H. E. 1996. Sifat Karbon Sebagai Bahan Pengisi Material. J. Teknik Elektro.Vol. 2(1): 21-27.

Klason, C. and Kubat, J. 1999. Carbon Black Polyethylene Systems. J. Polymer Science. Vol. 34: 2128 – 2131. Jhon Wiley and Son, Inc. New York.

LIPI. 2006. Arang Aktif Dari Tempurung Kelapa. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah- LIPI, Jakarta.

Meyer, 2002. Carbon Black Polymer Composites. J. Polymer Engineering and Science. Vol. 14: 704. Jhon Wiley and Son, Inc. New York.

Michel, B. 1997. Fundamentals of Ceramics. Mc.Graw-Hill, New York.

Morton, M. 2002. Introduction to Rubber Technology. Reinhold Publishing Corporation, New York.


(58)

Sukardjo. 2004. Kimia Anorganik. Rineka Cipta, Yogyakarta.

Supeno, M. 1994. Efek Termal dan Nyala pada Pembuatan Arang Tempurung Terhadap Sifat Fisik Arang Tempurung. USU Medan.

Supeno, M., Dalimunthe, R. 2004. Efek Substitusi Karbon Aktif dengan Karbon hitam Sebagai Perbaikan Sifat Mekanik dan Listrik Ban. Laporan Penelitian BBI.

Supeno, M., Surdia, M.M. 1992. Efek Benzoil Peroksida Dalam Campuran Polietilena Karbon. Master Thesis. Institut Teknologi Bandung.

Souhong Wa. 2002. Polymer Interface and Adhesion. Marker Dekker, New York. Tony Bird. 1987. Kimia Fisika Untuk Universitas. Gramedia, Jakarta.

Wesson, S. P. 2003. Acid-Base Properties of Carbon and Graphite Fiber Surface. Elsiever, USA.

William, D.C. 2005. Basic Electronic Control. Sixth Edition, Jhon Wiley and Son, Inc. New York


(59)

LAMPIRAN A

Spektrum FTIR Karbon Tempurung Kelapa, Karbon Hitam (N.330) dan Grafit

Gambar A.1 Grafik Spektrum FTIR Karbon Tempurung Kelapa

G

rafi

k

S

p

ek

tr

u

m F

TI

R

K

ar

b

on

Te

mp

u

ru

n


(60)

Gambar A.2 Grafik Spektrum FTIR Karbon Hitam(N.330)

G

rafi

k

S

p

ek

tr

u

m F

TI

R

K

ar

b

on

H

itam(N


(61)

Gambar A.3 Grafik Spektrum FTIR Grafit

G

raf

ik

S

p

ek

tr

u

m F

TI


(62)

LAMPIRAN B

Grafik Termogram DSC Karbon Tempurung Kelapa, Karbon Hitam (N.330) dan Grafit

Gambar B1 Grafik Termogram Karbon Tempurung Kelapa – Larutan H2O


(63)

Gambar B2 Grafik Termogram Karbon Tempurung Kelapa – Larutan CH3COOH

48


(64)

(65)

Gambar B.4 Grafik Termogram Karbon Hitam (N.330) – Larutan H2O


(66)

(67)

Gambar B.6 Grafik Termogram Karbon Hitam (N.330) – Larutan NaOH


(68)

(69)

Gambar B.8 Grafik Termogram Grafit – Larutan CH3COOH


(70)

Gambar B.9 Grafik Termogram Grafit – Larutan NaOH


(71)

LAMPIRAN C

Hasil Pengukuran Arus pada Karbon Tempurung Kelapa, Karbon Hitam (N.330) dan Grafit

Tabel C.1 Hasil Pengukuran Arus pada Karbon Tempurung Kelapa - Larutan untuk Temperatur 30 0C – 150 0C

Arus (mA) Suhu

(0C) Larutan H2O V = 3,44 volt

Larutan CH3COOH V = 3,4 volt

Larutan NaOH V = 2,2 volt

30 7,40 121,8 1,47

35 6,60 121,6 1,45

40 6,15 121,5 1,42

45 5,85 121,3 1,38

50 5,65 121,2 1,36

55 5,40 120,9 1,34

60 5,15 120,8 1,33

65 4,95 120,5 1,32

70 4,80 120,2 1,30

75 4,65 119,8 1,29

80 4,50 119,5 1,29

85 4,40 119,1 1,27

90 4,35 118,8 1,25

95 4,60 118,7 1,23

100 4,75 118,8 1,22

105 4,50 119,8 1,21

110 4,35 121,4 1,17

115 4,30 122,9 1,31

120 4,20 119,2 1,52

125 4,10 118,1 1,43

130 4,00 117,3 1,32

135 3,95 116,8 1,21

140 3,95 116,2 1,15

145 3,80 116,1 1,15


(72)

Tabel C.2 Hasil Pengukuran Arus pada Karbon N.330 - Larutan untuk Temperatur 30 0C – 150 0C

Arus (mA) Suhu

(0C) Larutan H2O V = 3,35 volt

Larutan CH3COOH V = 3,29 volt

Larutan NaOH V = 2,33 volt

30 1,62 11,62 2,80

35 1,56 11,32 2,78

40 1,47 11,12 2,76

45 1,44 11,04 2,51

50 1,41 11,00 2,20

55 1,39 10,94 2,08

60 1,37 10,90 1,96

65 1,35 10,86 1,91

70 1,29 10,84 1,88

75 1,27 10,82 1,87

80 1,19 10,82 1,85

85 1,17 10,88 1,83

90 1,16 10,80 2,06

95 1,84 10,78 2,21

100 1,94 10,76 2,43

105 1,72 10,76 2,28

110 1,62 10,74 2,13

115 1,51 10,72 2,03

120 1,41 10,72 1,94

125 1,34 10,72 1,85

130 1,15 10,72 1,78

135 1,14 10,72 1,77

140 1,14 10,72 1,76

145 1,14 10,72 1,75

150 1,14 10,72 1,75


(73)

Tabel C.3 Hasil Pengukuran Arus pada Grafit - Larutan untuk Temperatur 30 0C – 150 0C

Arus (mA) Suhu

(0C) Larutan H2O V = 2,34 volt

Larutan CH3COOH V = 3,29 volt

Larutan NaOH V = 2,33 volt

30 1,94 11,61 1,68

35 1,92 11,46 1,64

40 1,91 11,25 1,61

45 1,90 11,14 1,59

50 1,89 11,03 1,56

55 1,88 10,99 1,54

60 1,87 10,96 1,53

65 1,84 10,90 1,51

70 1,80 10,89 1,49

75 1,77 10,84 1,46

80 1,76 10,83 1,44

85 1,85 10,93 1,41

90 1,95 11,12 1,40

95 1,89 11,02 1,45

100 1,82 10,80 1,47

105 1,81 10,80 1,44

110 1,81 10,80 1,38

115 1,80 10,80 1,37

120 1,79 10,80 1,37

125 1,79 10,80 1,37

130 1,78 10,80 1,37

135 1,77 10,80 1,37

140 1,76 10,80 1,37

145 1,75 10,80 1,37


(74)

LAMPIRAN D

Hasil Perhitungan Resistansi Karbon Tempurung Kelapa, Karbon Hitam (N.330) dan Grafit

Tabel D.1 Hasil Perhitungan Resistansi Karbon Tempurung Kelapa - Larutan pada Temperatur 30 0C – 150 0C

Log R ( ) Suhu

(0C) Larutan H2O Larutan CH3COOH Larutan NaOH

30 2,666 1,445 3,175

35 2,717 1,446 3,181

40 2,747 1,446 3,190

45 2,769 1,447 3,202

50 2,784 1,447 3,208

55 2,804 1,449 3,215

60 2,833 1,449 3,218

65 2,841 1,450 3,221

70 2,855 1,451 3,228

75 2,869 1,453 3,231

80 2,883 1,454 3,235

85 2,893 1,455 3,238

90 2,898 1,456 3,245

95 2,873 1,457 3,252

100 2,859 1,456 3,256

105 2,883 1,453 3,259

110 2,898 1,447 3,274

115 2,903 1,441 3,225

120 2,913 1,455 3,160

125 2,923 1,459 3,187

130 2,934 1,462 3,221

135 2,939 1,464 3,259

140 2,939 1,466 3,281

145 2,956 1,466 3,281


(75)

Tabel D.2 Hasil Perhitungan Resistansi Karbon N.330 - Larutan pada Temperatur 30 0C – 150 0C

Log R ( ) Suhu

(0C) Larutan H2O Larutan CH3COOH Larutan NaOH

30 3,315 2,451 2,920

35 3,331 2,463 2,923

40 3,357 2,471 2,926

45 3,366 2,474 2,967

50 3,375 2,475 3,024

55 3,382 2,478 3,049

60 3,388 2,479 3,075

65 3,394 2,481 3,086

70 3,414 2,482 3,093

75 3,421 2,483 3,095

80 3,449 2,483 3,100

85 3,456 2,480 3,104

90 3,460 2,478 3,053

95 3,260 2,482 3,022

100 3,237 2,483 2,981

105 3,289 2,484 3,009

110 3,315 2,485 3,038

115 3,346 2,485 3,059

120 3,375 2,486 3,079

125 3,397 2,487 3,100

130 3,464 2,487 3,116

135 3,468 2,487 3,119

140 3,468 2,487 3,121

145 3,468 2,487 3,124


(76)

Tabel D.3 Hasil Perhitungan Resistansi Grafit - Larutan pada Temperatur 30 0C – 150 0C

Log R ( ) Suhu

(0C) Larutan H2O Larutan CH3COOH Larutan NaOH

30 3,081 2,452 3,142

35 3,085 2,458 3,152

40 3,088 2,466 3,160

45 3,090 2,470 3,165

50 3,092 2,475 3,174

55 3,095 2,476 3,179

60 3,097 2,479 3,182

65 3,104 2,480 3,188

70 3,113 2,482 3,194

75 3,121 2,483 3,203

80 3,123 2,478 3,208

85 3,102 2,471 3,218

90 3,079 2,475 3,221

95 3,092 2,483 3,205

100 3,109 2,484 3,200

105 3,110 2,835 3,208

110 3,111 2,484 3,227

115 3,112 2,484 3,230

120 3,114 2,484 3,230

125 3,116 2,484 3,230

130 3,118 2,484 3,230

135 3,121 2,483 3,230

140 3,123 2,483 3,230

145 3,126 2,481 3,230


(1)

LAMPIRAN C

Hasil Pengukuran Arus pada Karbon Tempurung Kelapa, Karbon Hitam (N.330) dan Grafit

Tabel C.1 Hasil Pengukuran Arus pada Karbon Tempurung Kelapa - Larutan untuk Temperatur 30 0C – 150 0C

Arus (mA) Suhu

(0C) Larutan H2O

V = 3,44 volt

Larutan CH3COOH V = 3,4 volt

Larutan NaOH V = 2,2 volt 30 7,40 121,8 1,47 35 6,60 121,6 1,45 40 6,15 121,5 1,42 45 5,85 121,3 1,38 50 5,65 121,2 1,36 55 5,40 120,9 1,34 60 5,15 120,8 1,33 65 4,95 120,5 1,32 70 4,80 120,2 1,30 75 4,65 119,8 1,29 80 4,50 119,5 1,29 85 4,40 119,1 1,27 90 4,35 118,8 1,25 95 4,60 118,7 1,23 100 4,75 118,8 1,22 105 4,50 119,8 1,21 110 4,35 121,4 1,17 115 4,30 122,9 1,31 120 4,20 119,2 1,52 125 4,10 118,1 1,43 130 4,00 117,3 1,32 135 3,95 116,8 1,21 140 3,95 116,2 1,15 145 3,80 116,1 1,15 150 3,80 115,7 1,15


(2)

Tabel C.2 Hasil Pengukuran Arus pada Karbon N.330 - Larutan untuk Temperatur 30 0C – 150 0C

Arus (mA) Suhu

(0C) Larutan H2O

V = 3,35 volt

Larutan CH3COOH V = 3,29 volt

Larutan NaOH V = 2,33 volt 30 1,62 11,62 2,80 35 1,56 11,32 2,78 40 1,47 11,12 2,76 45 1,44 11,04 2,51 50 1,41 11,00 2,20 55 1,39 10,94 2,08 60 1,37 10,90 1,96 65 1,35 10,86 1,91 70 1,29 10,84 1,88 75 1,27 10,82 1,87 80 1,19 10,82 1,85 85 1,17 10,88 1,83 90 1,16 10,80 2,06 95 1,84 10,78 2,21 100 1,94 10,76 2,43 105 1,72 10,76 2,28 110 1,62 10,74 2,13 115 1,51 10,72 2,03 120 1,41 10,72 1,94 125 1,34 10,72 1,85 130 1,15 10,72 1,78 135 1,14 10,72 1,77 140 1,14 10,72 1,76 145 1,14 10,72 1,75 150 1,14 10,72 1,75


(3)

Tabel C.3 Hasil Pengukuran Arus pada Grafit - Larutan untuk Temperatur 30 0C – 150 0C

Arus (mA) Suhu

(0C) Larutan H2O

V = 2,34 volt

Larutan CH3COOH V = 3,29 volt

Larutan NaOH V = 2,33 volt 30 1,94 11,61 1,68 35 1,92 11,46 1,64 40 1,91 11,25 1,61 45 1,90 11,14 1,59 50 1,89 11,03 1,56 55 1,88 10,99 1,54 60 1,87 10,96 1,53 65 1,84 10,90 1,51 70 1,80 10,89 1,49 75 1,77 10,84 1,46 80 1,76 10,83 1,44 85 1,85 10,93 1,41 90 1,95 11,12 1,40 95 1,89 11,02 1,45 100 1,82 10,80 1,47 105 1,81 10,80 1,44 110 1,81 10,80 1,38 115 1,80 10,80 1,37 120 1,79 10,80 1,37 125 1,79 10,80 1,37 130 1,78 10,80 1,37 135 1,77 10,80 1,37 140 1,76 10,80 1,37 145 1,75 10,80 1,37 150 1,75 10,80 1,37


(4)

LAMPIRAN D

Hasil Perhitungan Resistansi Karbon Tempurung Kelapa, Karbon Hitam (N.330) dan Grafit

Tabel D.1 Hasil Perhitungan Resistansi Karbon Tempurung Kelapa - Larutan pada Temperatur 30 0C – 150 0C

Log R ( ) Suhu

(0C) Larutan H2O Larutan CH3COOH Larutan NaOH

30 2,666 1,445 3,175 35 2,717 1,446 3,181 40 2,747 1,446 3,190 45 2,769 1,447 3,202 50 2,784 1,447 3,208 55 2,804 1,449 3,215 60 2,833 1,449 3,218 65 2,841 1,450 3,221 70 2,855 1,451 3,228 75 2,869 1,453 3,231 80 2,883 1,454 3,235 85 2,893 1,455 3,238 90 2,898 1,456 3,245 95 2,873 1,457 3,252 100 2,859 1,456 3,256 105 2,883 1,453 3,259 110 2,898 1,447 3,274 115 2,903 1,441 3,225 120 2,913 1,455 3,160 125 2,923 1,459 3,187 130 2,934 1,462 3,221 135 2,939 1,464 3,259 140 2,939 1,466 3,281 145 2,956 1,466 3,281 150 2,956 1,468 3,281


(5)

Tabel D.2 Hasil Perhitungan Resistansi Karbon N.330 - Larutan pada Temperatur 30 0C – 150 0C

Log R ( ) Suhu

(0C) Larutan H2O Larutan CH3COOH Larutan NaOH

30 3,315 2,451 2,920 35 3,331 2,463 2,923 40 3,357 2,471 2,926 45 3,366 2,474 2,967 50 3,375 2,475 3,024 55 3,382 2,478 3,049 60 3,388 2,479 3,075 65 3,394 2,481 3,086 70 3,414 2,482 3,093 75 3,421 2,483 3,095 80 3,449 2,483 3,100 85 3,456 2,480 3,104 90 3,460 2,478 3,053 95 3,260 2,482 3,022 100 3,237 2,483 2,981 105 3,289 2,484 3,009 110 3,315 2,485 3,038 115 3,346 2,485 3,059 120 3,375 2,486 3,079 125 3,397 2,487 3,100 130 3,464 2,487 3,116 135 3,468 2,487 3,119 140 3,468 2,487 3,121 145 3,468 2,487 3,124 150 3,468 2,487 3,124


(6)

Tabel D.3 Hasil Perhitungan Resistansi Grafit - Larutan pada Temperatur 30 0C – 150 0C

Log R ( ) Suhu

(0C) Larutan H2O Larutan CH3COOH Larutan NaOH

30 3,081 2,452 3,142 35 3,085 2,458 3,152 40 3,088 2,466 3,160 45 3,090 2,470 3,165 50 3,092 2,475 3,174 55 3,095 2,476 3,179 60 3,097 2,479 3,182 65 3,104 2,480 3,188 70 3,113 2,482 3,194 75 3,121 2,483 3,203 80 3,123 2,478 3,208 85 3,102 2,471 3,218 90 3,079 2,475 3,221 95 3,092 2,483 3,205 100 3,109 2,484 3,200 105 3,110 2,835 3,208 110 3,111 2,484 3,227 115 3,112 2,484 3,230 120 3,114 2,484 3,230 125 3,116 2,484 3,230 130 3,118 2,484 3,230 135 3,121 2,483 3,230 140 3,123 2,483 3,230 145 3,126 2,481 3,230 150 3,126 2,481 3,230