Manfaat Penelitian Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stall

9 Teori lain yang melandasi penelitian ini adalah fakta sejarah perubahan biotipe WBC di Indonesia dari biotipe 0 sampai biotipe 4, seperti yang dikemukakan oleh Baehaki 2007 dan Baehaki 2008 dalam Baehaki dan Widiarta, tanpa tahun. Biotipe 0 ditemukan pada tahun 1930, dan kemudian diikuti dengan introduksi varietas-varietas yang mampu berproduksi tinggi namun tidak memiliki gen ketahanan terhadap WBC, yaitu varietas IR 5 dan IR 8 pada tahun 1967 dan varietas Pelita I1 pada tahun 1971. Akibatnya, pada tahun 1972 terjadi ledakan serangan WBC dan terjadi perubahan biotipe dari biotipe 0 ke biotipe 1. Selanjutnya, pada tahun 1975 diintroduksi varietas IR 26 yang memiliki gen ketahanan Bph 1 untuk menghadapi serangan WBC biotipe 1, namun pada tahun 1976 terjadi ledakan serangan WBC dan terjadi kembali perubahan biotipe, dari biotipe 1 ke biotipe 2. Kemudian pada tahun 1980, untuk mengatasi serangan WBC biotipe 2 diintroduksi varietas IR 42 yang memiliki gen ketahanan bph 2, namun pada tahun 1981 terjadi ledakan serangan WBC dan terjadi perubahan biotipe, dari biotipe 2 ke biotipe 3. Selanjutnya, untuk menghadapi WBC biotipe 3 pemerintah Indonesia mengintroduksi varietas IR 56 yang memiliki kandungan gen ketahanan Bph 3 pada tahun 1983 dan varietas IR 64 yang memiliki gen ketahanan Bph 1 + pada tahun 1986, namun 20 tahun kemudian yaitu pada tahun 2006 terjadi perubahan biotipe WBC dari biotipe 3 ke biotipe 4. Menurut Baehaki dan Munawar 2008 WBC yang sudah mengalami perubahan biotipe, dari biotipe 3 ke biotipe 4 terjadi di Cianjur, Pati, Kudus, Klaten, Bantul, Kulon Progo, Ngawi. 10

1.5.2 Kerangka Pemikiran

Wereng batang coklat merupakan salah satu ancaman serius terhadap penurunan kuantitas produksi tanaman padi sawah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kerusakan tanaman padi akibat serangan WBC adalah dengan cara menanam jenis padi yang tidak kompatibel dengan biotipe WBC yang terdapat pada suatu wilayah. Oleh karena itu, diketahuinya jenis biotipe WBC yang terdapat di suatu wilayah merupakan informasi yang sangat penting dalam program pengendalian hama WBC. Dengan mengetahui variasi biotipe WBC pada beberapa wilayah pertanaman padi di Provinsi Lampung diharapkan dapat membantu dalam menentukan kebijakan penanaman varietas padi sawah di wilayah ini sebagai antisipasi dini dalam mengendalikan serangan WBC. Berdasarkan data dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Lampung tentang luas penyebaran varietas yang ditanam, pertanaman padi sawah di Provinsi Lampung pada tahun 2012 didominasi oleh varietas Ciherang. Varietas yang mempunyai sifat ketahanan terhadap WBC biotipe 2 dan agak tahan WBC terhadap biotipe 3 ini menggantikan dominasi varietas IR 64 yang mempunyai sifat ketahanan terhadap WBC biotipe 1 dan 2 serta agak tahan terhadap WBC biotipe 3. Selain itu, dari hasil pemantauan lapangan di lokasi pengambilan sampel WBC untuk keperluan penelitian ini, ditemukan pertanaman varietasgalur yang diduga tidak mempunyai gen ketahanan terhadap WBC bukan VUTW yang berdampingan dengan pertanaman VUTW. Sesuai dengan ciri-ciri sifat yang dimiliki oleh WBC, maka perubahan biotipe WBC di pertanaman padi sawah sangat memungkinkan bisa 11 terjadi. Pergantian dominasi varietas padi sawah yang ditanam oleh petani dan disertai adanya varietas yang dapat menjadi sumber terjadinya ledakan serangan WBC varietas pemicu ledakan serangan WBC, yaitu varietas bukan VUTW, dikhawatirkan akan menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan biotipe WBC di Lampung. Kondisi tersebut di atas juga didukung oleh kebiasaan petani padi sawah di Provinsi Lampung yang umumnya tidak melakukan pergiliran varietas antarmusim tanam. Petani Lampung cenderung menggunakan satu varietas yang sama secara terus menerus setiap musim tanam selama belum diintroduksi varietas baru yang cocok dengan selera petani. Hal ini, apabila dikaitkan dengan sifat WBC yang mudah beradaptasi dengan sumber makanan baru, kemudian ketersediaan sumber makanan yang sama berlangsung dalam kurun waktu beberapa kali musim tanam, maka berpeluang untuk memunculkan populasi biotipe WBC yang baru. Biotipe baru ini bisa memiliki biotipe yang sama dengan WBC asalnya atau dengan biotipe yang berbeda. Berdasarkan uraian di atas diprediksi bahwa terdapat kemungkinan munculnya WBC biotipe 4 di pertanaman padi sawah dari beberapa wilayah di Provinsi Lampung.

1.5.3 Hipotesis

Hipotesis yang dikemukakan pada penelitian ini adalah : 1 Biotipe koloni WBC yang terdapat pada 8 lokasi areal pertanaman padi sawah di 6 kabupaten Provinsi Lampung sudah mencapai biotipe 2 dan 3. 12 2 Perbedaan sifat-sifat biotipe koloni WBC dapat dikonfirmasi melalui uji honeydew test, metode pengurungan, dan skrining massal. II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stall

Wereng batang coklat WBC dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total pada tanaman padi hopperburn sebagai akibat dari hilangnya cairan tanaman yang dihisap oleh WBC dari jaringan xylem maupun phloem Pathak dan Khan, 1994. Pada awalnya, gejala hopperburn muncul pada ujung daun yang terlihat menguning kemudian berkembang meluas ke seluruh bagian tanaman daun dan batang Sogawa, 1982. Hama WBC dapat mengakibatkan kehilangan hasil dan berpotensi menyebabkan puso pada tanaman padi sawah akibat dari serangan yang dilakukannya. Potensi kehilangan hasil padi sawah per batang akibat dari serangan WBC nimfa dan imago diperkirakan bisa mencapai 70 persen. Pada tahun 2011, kejadian puso secara nasional di Indonesia pada padi sawah akibat serangan WBC mencapai 34.932 hektar Baehaki dan Mejaya, 2011. Penyebaran populasi WBC tidak hanya di Indonesia, tetapi juga terdapat di negara-negara lain, yaitu : Bangladesh, Brunei Darussalam, China, Fiji, India, Jepang, Korea, Malaysia, Nepal, Papua New Guinea, Philippina, Kepulauan Solomon, Sri Langka, Taiwan, Thailand, Vietnam Dyck dan Thomas, 1979, Kepulauan Caroline dan Mariana Mochida dan Okada,1979. Hama WBC juga dilaporkan terdapat di Australia,Hongkong, Kamboja, Laos, Myanmar, Pakistan, Singapura Catindig dkk., 2009. 14 Perkembangan hidup WBC diawali dari telur, kemudian nimfa, dan selanjutnya serangga dewasa imago. Telur WBC biasanya diletakkan secara berkelompok di dalam jaringan tanaman di bagian bawah tanaman padi sawah, atau pada pelepah daun, tetapi juga diletakkan di dalam jaringan helaian daun Mochida dan Okada, 1979 ; Baco, 1984. Satu kelompok telur WBC berisi 2 – 35 butir Baco, 1984. Menurut observasi di International Rice Research Institute IRRI, satu kelompok telur WBC berisi 4 – 10 butir Pathak dan Khan, 1994. Pada helaian daun, telur WBC diletakkan pada tulang daun terutama pada bagian pangkal daun Baco, 1984. Di wilayah tropis, stadium telur WBC berlangsung selama 7 – 11 hari dengan rata-rata selama 10 hari Mochida dan Okada, 1979. Kemudian menurut hasil penelitian Baco 1984, kisaran stadium telur WBC berlangsung selama 6 – 10 hari dan penetasan biasanya berlangsung pada pagi hari. Selanjutnya, menurut hasil penelitian Yaherwandi dkk. 2009 di rumah kaca stadium telur WBC pada varietas IR 64 rata-rata berlangsung selama 8 hari. Perkembangan nimfa WBC mempunyai 5 lima instar, dibedakan berdasarkan ukuran tubuh dan penampakan mesonotum dan metanotum, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Stadium nimfa, dari instar I sampai dengan instar V berlangsung selama 10 – 15 hari Mochida dan Okada, 1979, kemudian berdasarkan hasil penelitian Baco 1984 dapat berkisar selama 9 – 14 hari, sedangkan hasil penelitian Yaherwandi dkk. 2009 stadium nimfa WBC berlangsung selama 14 hari. 15 Gambar 2. Perbedaan penampakan setiap instar nimfa WBC. Sumber : Mochida dan Okada, 1979. Imago dewasa WBC baik betina maupun jantan dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan bentuk sayapnya, yaitu imago brakhiptera dan makroptera. Wereng batang coklat jenis brakhiptera mempunyai bentuk sayap berukuran kecil dan sayap belakangnya tidak berkembang sempurna rudimenter, sedangkan WBC jenis makroptera mempunyai sayap depan dan belakang berbentuk normal. Imago WBC makroptera dapat bermigrasi, beradaptasi, dan berkembang pada tanaman inang yang banyak maupun sedikit Pathak dan Khan, 1994. Satu ekor imago WBC betina, di rumah kaca green house mampu bertelur sebanyak 100 – 200 butir Mochida dan Okada, 1979. Sedangkan menurut hasil penelitian Baco 1984, satu ekor imago WBC betina mampu bertelur rata-rata 243 butir. Laporan lain menyebutkan bahwa pada varietas IR 64 satu ekor imago WBC betina mampu bertelur rata-rata 19 butir per hari dan pada varietas IR 42 Keterangan : ms = mesonotum mt = metanotum 16 rata-rata 42 butir per hari Yaherwandi dkk., 2009. Kemudian, periode masa peneluranWBC berlangsung selama 9 – 10 hari Baco, 1984. Namun demikian, periode peneluran ini juga dipengaruhi oleh kondisi suhu lingkungan, jika berada pada suhu 20 o C masa peneluran WBC imago betina berlangsung selama 21 hari tetapi jika pada suhu 30 o C masa penelurannya berkurang 3 hari, sehingga berlangsung selama 18 hari Pathak dan Khan, 1994. Periode pre-oviposisi sebelum masa peneluran WBC rata-rata berlangsung selama 3 atau 4 hari untuk brakhiptera betina, dan untuk makroptera betina berlangsung 3 – 4 Mochida dan Okada, 1979. Selanjutnya, lama hidup WBC membutuhkan waktu selama 14 – 15 hari Baco, 1984 ; 10 – 20 hari pada musim hujan dan 30 – 50 hari jika pada musim kemarau Pathak dan Khan, 1994.

2.2 Tanaman Padi Oryza sativa L.

Terdapat dua spesies tanaman padi yang dibudidayakan oleh manusia, yaitu Oryza sativa dan Oryza glaberrima. Pertanaman O. sativa dapat dijumpai di negara-negara Asia termasuk Indonesia, Amerika Utara dan Selatan, Uni Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Sedangkan pertanaman O. glaberrima hanya dapat dijumpai di negara-negara Afrika Barat Ministry of Science Technology of India, tanpa tahun ; Khush, 1997. Oryza sativa dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di wilayah tropis dan subtropis pada garis lintang 45 o LU – 45 o LS yang memiliki rata-rata curah hujan 200 mm per bulan 1.500 – 2.000 mm per tahun, suhu berkisar 19 – 27 o C, pH tanah 4,0 – 8,0, dan ketinggian tempat 0 – 1.500 m dari permukaan laut, serta 17 memerlukan penyinaran matahari yang penuh BPP Teknologi, 2000. Yoshida 1981 mengemukakan bahwa suhu optimum untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman padi dari tahap benih persemaian sampai panen berkisar 20 – 35 o C, kemudian dikemukakan juga bahwa penyinaran matahari penuh 100 pada fase vegetatif, reproduktif, dan pematangan bulir berkontribusi menghasilkan produksi padi yang tinggi. Oryza sativa diklasifikasikan ke dalam: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Poales Famili : Poaceae atau Gramineae Genus : Oryza Spesies : sativa Ministry of Science Technology of India, tanpa tahun. Sampai dengan tahun 2010 varietas O. sativa di Indonesia tercatat sudah 73 varietas, yang terdiri dari varietas non-hibrida, hibrida, padi tipe baru PTB, dan ketan Suprihatno dkk., 2010. Serangga hama utama yang dapat dijumpai menyerang tanaman padi di pertanaman antara lain adalah : lalat hydrelia Hydrellia philippina, penggerek batang Scirpophaga incertulas, wereng hijau Nephotettix virescens, wereng batang coklat Nilaparvata lugens, ganjur Orseolia oryzae, ulat pelipat daun Cnaphalocrosis medinalis, hispa Dicladispa armigera, ulat pemotong padi Mythimna separata, walang sangit 18 Leptocorisa acuta Pathak dan Khan, 1994 ; Ministry of Science Technology of India, tanpa tahun.

2.3 Ketahanan Tanaman terhadap Hama

Painter 1951 mengelompokkan mekanisme ketahanan resistensi tanaman terhadap serangga hama ke dalam tiga jenis, yaitu: non-preferensi, antibiosis, dan toleran. Istilah non-preferensi oleh Kogan dan Ortman 1978 dalam Samsudin, 2011 diganti dengan istilah antixenosis. Kategori antixenosis dan antibiosis merupakan reaksi oleh serangga hama akibat dari tanaman yang diserangnya, sedangkan toleran merupakan reaksi yang ditimbulkan oleh tanaman terhadap infestasi atau kehadiran populasi serangga hama dan kerusakan akibat serangan hama Smith, 1999. Painter 1951 menjelaskan bahwa tanaman yang memiliki ketahanan antixenosis akan terhindar dari serangan hama akibat senyawa allelokimia yang dikeluarkan oleh tanaman antixenosis kimiawi atau akibat strukturmorfologi tanaman atau bagian tanaman antixenosis fisik, kemudian ketahanan antibiosis akan mengakibatkan pertumbuhan abnormal dan kematian terhadap hama. Sedangkan ketahanan toleran mengakibatkan tanaman dapat mentolerir serangan hama karena tanaman antara lain memiliki ketegaran batang, mampu memperbaiki kembali jaringan tanaman yang rusak akibat hama. Menurut Sodiq 2009, terdapat tiga bentuk interaksi serangga dengan tanaman, yaitu a tanaman sebagai tempat berlindung, berkembangbiak, dan menjadi sumber makanan bagi serangga, b serangga sebagai organisme yang dapat 19 membantu perkembangbiakan tanaman sebagai penyerbuk dan penyebar organ perkembangbiakan tanaman, dan c serangga sebagai vektor patogen tanaman.