Patologi Birokrasi di Pekanbaru disdukcapil tampan

patologi jenis ini antara lain, penyalahgunaan wewenag dan jabatan, menerima suap,arogansi dan intimidasi, kredibilitas rendah, dan nepotisme. 2. Patologi yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan para petugas pelaksana birokrasi. Diantara patologi jenis ini antara lain, ketidaktelitian dan ketidakcekatan, ketidakmampuan menjabarkan kebijakan pimpinan, rasa puas diri,bertindak tanpa pikir, kemampuan rendah, tidak produktif, dan kebingungan. 3. Patologi yang timbul karena tindakan para birokrat yang melanggar norma hokum dan peraturan perundang-undangan. Diantara patologi jenis ini antara lain, menerima suap, korupsi, ketidakjujuran, kleptokrasi, dan mark up anggaran. 4. Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrat yang bersifat disfungsional. Diantara patologi jenis ini antara lain, bertindak sewenang-wenang, konspirasi, diskriminatif, dan tidak disiplin. 5. Patologi yang merupakan akibat situasi dalam berbagai analisis dalam lingkungan pemerintahan. Diantara patologi jenis ini antara lain, eksploitasi bawahan, motivasi tidak tepat, beban kerja berlebihan, dan kondisi kerja kurang kondusif.

2.3 Patologi Birokrasi di Pekanbaru disdukcapil tampan

Adanya kekecewaan masyarakat Buruknya pelayanan administrasi seperti KTP, KK, dan Akte Kelahiran di Kecamatan Tampan membuat kecewa semua warga setempat. Bahkan, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Disdukcapil Kota Pekanbaru, M Noer MBS sendiri mengakui dibuat pusing dengan kondisi pelayanan UPTD Kecamatan Tampan Kita kemarin sudah melakukan Sidak ke UPTD Tampan, karena banyaknya pengaduan yang masuk ke kita atas buruknya pelayanan di sana. Memang ketika kita lakukan Sidak itu, yang menjadi persoalan di Tampan ini adalah, kurangnya tenaga kita di sana. Sehingga dalam mencari dokumen milik masyarakat saja, petugas tak ada dan warga mencari sendiri punyanya masing-masing, ungkap M Noer ketika ditemui di ruang kerjanya, Kamis 57. Kejadian yang selama ini, bahwa masyarakat mengeluhkan banyak dokumen yang hilang. Akan tetapi setelah M Noer bersama Kepala Bidang melakukan kunjungan ke UPTD Tampan ini, ternyata dokumen tersebut tidak hilang, hanya saja tersembunyi bercampur baur dengan dokumen lainnya. Buktinya, ketika M Noer mencoba melakukan pencarian, dokumen yang dianggap hilang itu ternyata ada. Kondisi ini semakin memburuk ketika kepala UPTD Tampan yang baru saja dilantik pada 15 Juni 2012 lalu, Wira Septiadi ternyata mengundurkan diri dengan alasan tidak sanggup menghadapi masalah yang dianggap terlalu berat di Kecamatan Tampan tersebut. Dengan hal itu, M Noer mengambil siasat untuk menempatkan petugas harian yang akan mengkordinir kegiatan dinas di UPTD Kecamatan Tampan tersebut. Masyarakat Pekanbaru masih saja di hantui dengan pelayana dari pemerintah yang tak kunjung baik, padahal semestinya sebagai ibu kota propinsi Pekanbaru tentunya memiliki tanggung jawab dan contoh untuk kabupaten lain khususnya dari segi pelayanan. Saat ini untuk pengurusan baik perpanjangan, maupun pembutan Kartu Keluarga KK dan Kartu Tanda Penduduk KTP masih saja lamban. Selaian itu pengurusan Akte kelahiran tak jauh beda. Penilaian terhadap pemerintah Pekanbaru Busuk berbau, jatuh berdebu. Peribahasa itu mengartikan sesuatu yang buruk, lama kelamaan pasti akan ketahuan. Sepandai-pandainya menutup bangkai, baunya tetap akan menyebar. Peribahasa itu sangat tepat menjadi analogi kondisi Kota Pekanbaru, Riau, yang dalam dua pekan terakhir menerima dua pukulan telak. Pertama, lembaga Tranparency International Indonesia menobatkan kota yang terletak di tengah-tengah Pulau Sumatera itu sebagai kota paling korup di Indonesia. Dari surveri TII yang dilakukan di 50 kota , Pekanbaru memiliki skor terendah 3,61. Adapun Bali tertinggi dengan skor 6,71 disusul Tegal 6,26, dan Surakarta 6,0. Belum lagi hilang pembicaraan survei TII, Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memberikan nilai merah kepada Pemerintah Kota Pekanbaru atas integritas pelayanan publik, Kamis 18112010. Pekanbaru menempati urutan ke-16 dari 22 kota yang disurvei dengan nilai 4,56. Surabaya mendapat nilai tertinggi 6,13. Aparat pelayanan publik Pekanbaru mendapat nilai sangat rendah dalam cara pandang terhadap korupsi hanya 3,85 dari nilai tertinggi 10. Adapun perilaku individu dan pencegahan korupsi mendapat nilai 5,43. Penilaian itu tentu saja terkait dengan repotnya membuat kartu tanda penduduk KTP di Pekanbaru. Tahun lalu, pengurusan KTP paling cepat diselesaikan dalam waktu 14 hari kerja. Apalagi bagi pendatang. Repot dan bertele-tele. Begitu juga urusan membuat surat izin usaha atau izin mendirikan bangunan. Cap sebagai kota terkorup versi TII, menurut pengamat sosial Kota Pekanbaru, Haris Jumadi, membuat sejumlah pejabat di Kota Bertuah itu seperti kebakaran jenggot. Hampir seluruh pejabat enggan atau menolak membicarakan masalah itu karena takut ikut dicap sebagai pejabat korup. Dilihat dari fenomena pejabat Pekanbaru setelah rilis TII itu memang menunjukkan ketakutan luar biasa. TII dicap sebagai musuh. Sebenarnya kalau pejabat itu tidak korup, mereka tidak perlu resah. Namun sayang, survei itu tidak pernah ditanggapi serius pemerintah kota. Indeks Pekanbaru tahun 2008 nyaris tidak berubah sampai 2010. Sementara itu, Tegal yang dulunya berada di level bawah, sekarang sudah berpindah ke atas, ujar Haris dalam seminar yang dilaksanakan TII di Pekanbaru, awal pekan ini. Haris, mantan anggota DPRD Riau dari Partai Keadilan Sejahtera itu, menambahkan, selama ini persepsi korupsi di Pekanbaru memang dipandang sempit, sebagai perbuatan mengambil uang negara semata. Padahal, penyalahgunaan kekuasaan, meminta uang untuk pelayanan atau pemakaian kendaraan operasional untuk kepentingan pribadi sudah dikategorikan korupsi. Hasil penelitian KPK tidak terbantahkan. Apalagi KPK melakukan pengujian dari sampel orang-orang yang sedang berurusan dengan pelayanan publik. Cap kurang berintegritas versi KPK itu semakin menguatkan survei TII bahwa Pekanbaru memang pantas menyandang gelar kota terkorup. Memang, cap kota korup itu bukan murni milik Pemerintah Kota Pekanbaru. Tri Radito, Kepala Bagian Pengawasan dan Evaluasi Pemberantasan Korupsi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, juga mengatakan, indeks korupsi versi TII bukan mutlak tanggung jawab Pemerintah Kota Pekanbaru. Mengingat sektor politik dan hukum juga korup. Namun, birokrasi memang ujung tombaknya. Yang penting survei TII dapat menjadi dasar untuk perbaikan, ujar Tri. Sekretaris Ruang Publik, sebuah lembaga pemerhati sosial di Pekanbaru, Haidir Anwar, menyatakan, cap kota terkorup yang disandang Pekanbaru hanyalah salah satu bagian dari kota-kota korup yang ada di Provinsi Riau, tetapi tidak disurvei. Dengan kata lain, Riau adalah gudangnya korupsi. Riau adalah provinsi terkorup. Kalaupun Pekanbaru yang disorot, lebih disebabkan kota itu merupakan ibu kota Provinsi Riau. Pernyataan Haidir itu memang tidak terbantahkan. Begitu banyak contoh hebohnya pelaksanaan tender proyek pembangunan di Riau. Awal tahun 2010 ini, PT Telaga Mega Buana TMB menggugat penitia lelang proyek pembangunan jalan Dinas PU Bina Marga Kabupaten Kampar. Menurut kuasa hukum PT TMB, Syamsul Rakan Chaniago sekarang hakim agung adhoc tindak pidana korupsi, kliennya melakukan penawaran terendah pada empat item proyek, tetapi seluruh proyek itu jatuh kepada penawar yang harganya jauh lebih tinggi. Syamsul menuding ada yang tidak beres pada pelaksanaan tender di Kampar. April 2010, puluhan polisi bersenjata lengkap berjaga-jaga di gedung Dinas PU Kabupaten Pelalawan mengawal proses lelang proyek. Kehadiran polisi disebabkan peserta lelang merasa takut karena sejak pagi halaman dinas dipenuhi preman. Juni 2010, lelang proyek Pasar Ikan Hygienis Terpadu Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau di Pekanbaru ricuh. Sekitar 10 pemuda berbadan tegap menghadang peserta lain yang akan menyerahkan dokumen tender kepada panitia lelang. Peserta yang dihalang- halangi melapor ke polisi dan aparat akhirnya mengambil alih pengamanan lelang. Juli 2010, lelang di Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kota Pekanbaru ricuh. Preman mengancam wartawan agar tidak meliput proses tender. Riki, anak Arwin AS, Bupati Siak, dijebloskan dalam tahanan setelah dituding menipu seorang kontraktor PT Anak Negeri. Riki menjanjikan akan memberikan sejumlah proyek di Siak asal sang kontraktor memberi uang pelicin Rp 1,5 miliar. Rupanya, setelah uang diterima, janji proyek tidak kunjung diberikan. Akhirnya Riki dilaporkan kepada polisi. Sudah menjadi rahasia umum, orang-orang dekat pejabat tinggi di Riau menjadi pemegang kendali atas sejumlah proyek-proyek besar. Tanpa tangan- tangan lingkaran dalam itu, jangan harap proyek akan diperoleh. Tidak perlu repot menelitinya. Lihat saja proyek-proyek besar di Riau, pemenangnya boleh dikatakan perusahaan yang itu-itu saja. Sejumlah pengusaha Pekanbaru dalam berbagai kesempatan kepada kompas.com mengatakan, di Riau ini pemenang proyek sudah ditentukan jauh hari sebelum tender dilaksanakan. Pelaksanaan tender lebih banyak formalitas belaka. Apalagi lelang pengadaan barang-barang khusus, spesifikasi barang yang dibuat panitia jelas-jelas mengarah pada satu produk yang sudah disepakati bersama antara panitia dan rekanan. Pantaslah apabila responden TII menyimpulkan Pekanbaru baca: Riau sebagai kota paling korup di Indonesia. Ironi. Cap Pekanbaru sebagai kota terbersih, peraih Piala Adipura selama enam tahun berturut-turut, ternyata hanya artifisial luar saja. Bersih di luar, tetapi busuk di dalam. Data Kasus Mengingat buruknya catatan pelayanan ini dimata Survey Integritas SI pelayanan publik tahun 2013. Berdasarkan hasil SI Pelayanan Disdukcapil salah SKPD di Pekanbaru selain BPT dan Penanaman modal yang memperoleh nilai terendah, sehingga menempatkan kota Pekanbaru pada urutan 56 dari 60 kota yang di survey. Baharuddin, S. Sos kadisdukcapil, jika penilaian yang dirilis oleh KPK terhadap rendahnya pelayanan public yang diberikan oleh Disdukcapil sebelum dirinya menjadi Kadisdukcapil. “Penilaian itu kan sudah lama, mungkin sebelum saya menjadi kepala Disdukcapilnya. Jadi yang paling penting bagaimana kedepannya lebih baik lagi lah,” ujarnya. Disebutkan Bahar, jika Disdukcapil akan terus melakukan evaluasi terhadap kinerja yang selama ini kurang maksimal dan tidak memuaskan pelayanan public. Bahar juga meminta, untuk meningkatkan mutu pelayanan di Disdikcapil, masyarakat dapat melengkapi syarat-syarat yang harus dipernuhi jika ingin mengurus KTP, KK atau Akte. “Kita akan terus melakukan evaluasi kedepannya. Saya juga meminta kepada masyarakat untuk membantu kinerja disdukcapil, mana yang akan diurus, segala sesuatunya mohon dilengkapi juga. Jangan karena tidak lengkap, trus di Disdukcapil kita tolak, nantinya menjadi masalah,” pinta Bahar. Masih dikatakan Mantan Kepala Kesbangpolinmas, setiap harinya, Disdukcapil akan terus memantau Unit Pelayanan Terpadu Daerah UPTD di seluruh kecamatan. Selain memantau UPTD, Disdukcapil juga terus berkoordinasi dengan camat dan lurah untuk meningkatkan pelayanan dalam hal kepengurusan KTP. Pemberian Denda di duga pungli pungutan liar Kebijakan yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Disdukcapil Kota Pekanbaru, yang memberikan denda kepada masyarakat untuk mengurus indentitas diri Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga red dikarenakan terlambat melakukan pengurusan sebesar Rp 50 ribu, dituding merupakan tindakan pungli yang telah dilakukan oleh Satker tersebut. Hal ini, dapat dilakukan gugatan oleh masyarakat karena diketahui tidak ada payung hukum yang melegalkan atas pungutan tersebut,demikian dikatakan Ketua Banleg Badan Legislasi DPRD Pekanbaru Zaidir Albaiza SH kepada wartawan, Minggu 0605 kemarin. Disebutkannya, jika kebijakan yang dilakukan oleh Disdukcapil Pekanbaru untuk melakukan pungutan denda kepada masyarakat karena terlambat khususnya melakukan rekam e-KTP, itu merupakan tindakan pungli, kondisi ini nantinya dapat memunculkan kemarahan warga Pekabaru dan melakukan upaya hukum terhadap Kepala Dinas yang memberikan kebijakan tersebut. Harus jelas dulu dasar untuk membuat sebuah kebijakan dengan memberlakukan denda terhadap masyarakat yang terlambat mengurus e-KTP, jika dasar dan payung hukumnya tidak ada, tentu ini merupakan pungli secara terang-terangan. Masyarakat tentunya dapat mengajukan gugatan hukum terhadap kebijakan tersebut ungkap Politisi PKB Kota Pekanbaru itu. Untuk Zaidir menyarankan, semestinya masyarakat diajak secara persuasif dalam pengurusan e-KTP tersebut, jangan Disduk seenaknya melakukan sikap arogansinya dengan cara memberikan denda kepada masyarakat. Pemberian denda tersebut bukan berarti akan membuat efek jera kepada masyarakat, melainkan hanya akan menambah antipati dari masyarakat tersebut untuk mengurus e-KTP tegas Zaidir. Ditambahkan Zaidir, e-KTP merupakan program Nasional, sampai saat ini Mentri Dalam Negeri belum pernah memberikan pernyataan bahwa keterlambatan pengurusan e- KTP akan dikenakan denda, namun entah dasar apa Pemko Pekanbaru dalam hal ini Disdukcapil, berani melakukan hal yang diluar dari koridor hukum yang berlaku. Dalam Perda sudah jelas disebutkan bahwa tidak ada biaya yang dibebankan kepada masyarakat untuk pengurusan KTP, tapi Disduk dengan arogansinya telah memberlakukan biaya keterlambatan bagi masyarakat yang mengurus e-KTP, maka dari itu Disduk tampaknya lebih tinggi kebijakannya dari Mendagri tutur Zaidir dengan nada kesal. Disamping itu, pelayanan didalam pengurusan administrasi pemerintahan yang dilakukan oleh Disdukcapil masih sangat semberaut, karena berdasarkan laporan dari warga pada umumnya mereka mengeluhkan pelayanan pembuatan KTP di Pekanbaru sangat rumit sekali dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Disaat warga sudah bersusah payah untuk meluangkan waktunya untuk mengurus namun kenyataannya di UPTD Kecamatan ternyata tidak ada blangko, serta pelayanan yang buruk dari pihak UPTD itu sendiri Zaidir juga menyatakan, jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut dan tidak ada evaluasi yang diberikan kepada Disdukcapil Pekanbaru maka akan berdampak terhadap Walikota Pekanbaru sendiri yang tidak mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat. Makanya, dalam mutasi mendatang mestinya Wako dapat betul-betul memilih orang yang profesional dibidangnya terutama masalah administrasi KK dan KTP, sebab yang paling dibutuhkan oleh masyarakat saat ini adalah PNS yang dapat melayani masyarakat bukan PNS yang mau dilayani oleh masyarakat, jika ini tidak dicermati oleh wako, maka alamatlah wako akan menjadi bulan-bulanan dari masyarakat karena ulah satkernya yang tidak becus dalam memberikan pelayanan pungkasnya. Zaidir. Pelayanan Perekaman Data e-KTP yang tidak maksimal PEREKAMAN data KTP Elektronik e-KTP di Unit Pelaksana Teknis Dinas di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Disdukcapil Kecamatan Tampan masih menjadi keluhan masyarakat. Kali ini tidak lagi berkaitan dengan pungutan, akan tetapi menyangkut masalah waktu dalam melakukan perekaman data. Masyarakat mengetahui, perekaman data akan dilaksanakan oleh petugas di UPTD Disdukcapil yang ada di kecamatan apabila sudah mendapat surat panggilan dari kecamatan tampan. Namun yang menjadi persoalan ini, UPTD Disdukcapil di Kecamatan Tampan melakukan peraturan yang berbeda. Masyarakat yang sudah mendapat undangan untuk melakukan perekaman data tidak bisa langsung, akan tetapi masyarakat diminta untuk mem- fotokopi surat panggilan dari kecamatan, KTP dan KK Siak online. Selanjutnya sepekan kemudian baru dipanggil kembali oleh petugas di UPTD tersebut. Keluhan itu disampaikan Akmaludin, warga Jalan Merpati Sakti kepada Riau Pos, Selasa 612. Menurutnya, aturan yang dibuat UPTD Disdukcapil di Kecamatan Tampan tersebut baru pertama kali didengarnya. Sementara di kecamatan lain katanya, tidak ada masyarakat yang disuruh untuk mem-fotokopi surat panggilan, KK dan KTP. Akan tetapi cukup menunjukkan surat panggilan dari kecamatan dan memperlihatkan KK dan KTP, masyarakat sudah bisa melakukan perekaman data. ‘’Kami selaku masyarakat merasa sangat dirugikan dengan aturan yang dibuat UPTD di kecamatan ini. Soalnya di kecamatan lain kami tidak ada mendengar aturan seperti itu, hanya di sini saja. Di kecamatan lain mereka cukup mengambil nomor antrean, kemudian dipanggil dan masyarakat diminta untuk menunjukkan surat panggilan, KK dan KTP-nya, kemudian masyarakat langsung direkam datanya. Kami minta Kepala Disdukcapil untuk dapat menegur para pegawainya,’’ kata Akmaludin. ‘’Laporan yang kita terima dari UPTD Kecamatan Tampan, mereka membuat aturan demikian untuk mengatur jadwal dalam perekaman data. Karena kalau diterima semua, maka banyak masyarakat yang mengeluh tidak mendapatkan nomor antrean. Akan tetapi untuk persoalan ini kita sudah minta kepada UPTD Kecamatan Tampan untuk meningkatkan jumlah dalam perekaman data, namun kepala UPTD-nya merasa keberatan, dengan alasan mereka sudah bekerja maksimal dan bahkan dia minta mengundurkan diri, karena merasa sudah tidak sanggup,’’ kata M Noer. Pungli oleh oknum disdukcapil PEKANBARU SeRiau – Informasi yang berkembang adanya pungutan liar Pungli yang dilakukan oknum yang tidak bertanggung jawab di beberapa Unit Pembantu Teknis Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di beberapa kecamatan telah bergulir hingga ke DPRD Pekanbaru. Kepada warga yang pernah menjadi korban Pungli dalam mengurus administrasi kependudukan, diminta lapor ke DPRD Kota Pekanbaru untuk ditindaklanjuti. Demikian dihimbau Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru Sondia Warman SH saat dihubungi melalui selulernya belum lama ini. Sondia menanggapi keberadaan Pungli yang dilakukan oknum di UPTD di beberapa kecamatan dalam pengurusan Kartu Keluarga KK, Kartu Tanda Penduduk KTP, serta Akte Kelahiran, merupakan tanggung jawab Disdukcapil. Maka Disdukcapil diminta menindak keberadaan calo yang melakukan pungli tersebut. “KTP, KK, serta Akte Kelahiran itu kewajiban pemerintah dalam memenuhi kelengkapan administrasi setiap warga negara di Indonesia. Maka tak ada alasan jika masyarakat dipersulit dan diberatkan dalam mendapatkan kelengkapan administrasi tersebut, apa lagi sampai ada calo dan oknum lainnya yang ingin mencari keuntungan dalam pelayanan KTP dan administrasi kependudukan lainnya dengan melakukan pungutan liar,” ungkap Sondia. Pungli yang terjadi saat ini, dari laporan masyarakat ke anggota Dewan, yakni dalam pengurusan administrasi kependudukan secara kilat dan tidak perlu lengkap syarat, namun tetap bisa diurus dengan biaya mencapai 10 kali lipat dari harga normal. “Kita minta laporkan ke kita, ini kan sudah termasuk pelanggaran. Dengan Pungli ini, kelengkapan syarat dalam administrasi itu tak perlu tapi KTP atau KK nantinya tetap bisa keluar. Melalui media saya tegaskan ke Disdukcapil agar melakukan tindakan tegas terhadap oknum yang melakukan Pungli ini, karena ini tanggung jawab mereka,” pintanya. Politisi PAN ini juga menambahkan, atas adanya indikasi Pungli di UPTD Dukcapil ini, kepada Komisi I DPRD Pekanbaru diminta segera melakukan pengawasan. Sebab, laporan banyaknya aksi pungli yang dilakukan calo di UPTD sudah masuk ke DPRD. Baik saat reses anggota Dewan, maupun pernyataan langsung dari masyarakat ke gedung DPRD Kota Pekanbaru. “Ini menyangkut administrasi penduduk, mengapa harus ada calo. Memang laporan sudah masuk ke kita, sekarang kita tunggu bukti kongkrit dari adanya pungli itu. Maka saya minta, komisi yang membidangi ini, Komisi I misalnya melakukan investigasi di lapangan. Karena aksi pencaloan ini harus diungkap,” Warga merasa dirugikan dengan Pungli Disdukcapil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Disdukcapil Kota Pekanbaru dituding sudah mengabaikan Surat Edaran SE Mendagri terkait dispensasi pelayanan pengurusan e- KTP. Sebab, warga dari daearah lain yang sudah menetap di luar daerah asal, namun belum memiliki KTP daerah baru, bisa merekam datanya tanpa harus menyertakan surat pindah dan segala biaya yang ditimbulkan ditanggung oleh APBN. Faktanya di lapangan, Disdukcapil Kota Pekanbaru masih tetap mengutip biaya perekaman data E-KTP kepada warga yang sebelumnya tidak tercatat sebagai Warga Pekanbaru. Tudingan disampaikan salah soerang warga, Mangiring Sitanggang, ketika ditemui dikantor walikota untuk melaporkan keberatan adanya dugaan pungutan liar Pungli sebesar Rp 620.000 kepada Asisten I Setdako Pekanbaru, M.Noer, sebagai kompensasi pengurusan e-KTP untuk pengurusan dua orang anggota keluarganya yang pindahan dari Medan, Kamis 03102013. Saya punya bukti kwitansinya pungutan Rp 620 ribu itu untuk retribusi pengurusan E-KTP, ungkap Mangiring kepada sejumlah wartawan. Sementara Ketua DPD IKNR Ikatan Keluarga Nias Riau Kota Pekanbaru, Sefianus, yang mendampinginy saat melapor menjelaskan, laporan dilakukan karena sebenarnya tidak ada lagi biaya dan sudah ditanggung APBN sesuai dengan surat Mendagri Nomor 471.13526653 tanggal 30 Desember 2011 Perihal dispensasi pelayanan penerbitan ktp elektronik secara massal dan Nomor 471.135184SJ tanggal 13 Desember 2012 perihal pelaksanaan perekaman E-KTP secara reguler. Kepala UPTD mengaku, pungutan sesuai instruksi disdukcapil dan dia mengaku ada perda, namun ketika ditanya perda dia tidak bisa ditunjukan, tegasnya. Sefianus juga menyesalkan Disdukcapil yang lambat mensosialisasikan dua SE Mendagri tersebut kepada masyarakat melalui seluruh UPTD. Padahal, Walikota udah keluarkan SE pada Juli dan baru disosialisasikan Oktober ini,katanya. Menanggapi ini, Kepala UPTD Disdukcapil Rumbai, Afrizal membenarkan, adanya pungutan tersebut dan pungutan tersebut merupakan pungutan sesuai dengan perintah Disdukcapil Pekanbaru. Pungutan itu kan sesuai perintah Disdukcapil dan Perda Nomor 2 Tahun 2012, ungkapnya. Sementara itu, Sekretaris Disdukcapil Kota Pekanbaru Hermanto menegaskan, untuk pengurusan e-KTP yang pindah tersebut memang tidak dikenakan biaya sesuai dengan SE Mendagri tersebut. Namun, untuk pungutan mencapai Rp 300.000 untuk satu KTP SIAK. Memang ada pungutan untuk pengurusannya dan maksimal Rp300 ribu sesuai dg Perda Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Administrasi Kependudukan untuk yang terlambat mengurus atau yang sudah berumur diatas 18 tahun, dalihnya. Evi BukitTongkulemHF. Mayarakat merasa pelayanan sangat lamban dan dipersulit. Untuk pengurusan Kartu Keluarga KK ataupun Kartu Tanda Penduduk KTP baik SIAK maupun elektronik, membutuhkan proses yang rumit dan panjang. Bahkan, ada juga warga yang harus rela menunggu hingga 6 bulan menunggu KK ataupun KTP nya diterbitkan. Syahril 43 misalnya, warga yang tinggal di Jalan Suka Karya Kelurahan Tuah Karya ini, Kecamatan Tampan ini mengaku kecewa dengan pelayanan administrasi kependudukan di UPTD Dinas kependudukan Catatan Sipil Disdukcapil Tampan. Saya sudah mengajukan pemecahan KK sejak 6 bulan lalu, Alhamdulillah sampai sekarang belum ada kejelasan dari pihak UPTD. Setiap kali datang kesana, selalu jawabannya belum selesai, tukasnya. Tidak hanya itu, Syahril juga mengatakan hal yang sama dialami ponakannya yang mengurus KTP SIAK. Ponakan saya juga mengalami hal yang sama. Sudah 3 bulan lalu diurusnya, tapi sampai sekarang belum juga keluar. Parah kali pelayanan disana UPTD,red, ujarnya. Sementara pantauan di lapangan terlihat antrian warga yang rela menunggu sejak pagi hari hingga sore menunggu surat-surat kependudukan mereka terbit. Menjawab keluhan warga terhadap buruknya pelayanan di UPTD Tampan, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Disdukcapil Kota Pekanbaru, Zulfikar mengaku sudah mendengar kabar tersebut. Kita sudah mendapat informasi hal ini, setelah saya lihat adanya berkas-berkas dan syarat penting dalam pengurusan adminitrasi di UPTD Tampan ini. Namun demikian kita terus memonitoring proses pelayanan disana,tukasnya. Zulfikar juga meminta masyarakat untuk melaporkan buruknya pelayanan di UPTD Tampan ke Disdukcapil. Baik itu dalam pelayanan pembuatan KTP, KK dan sebagainya, ulasnya. Terkait lambannya proses perekaman KTP elektronik, pihaknya memberikan kemudahan, dengan memperbolehkan warga merekam e-KTP diseluruh UPTD. Syaratnya warga harus memperlihatkan KTP asli dan KK kepada petugas, terangnya.

2.4 Akibat Patologi Birokrasi.