Analisis Nilai Ekonomi Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Di Desa Parbaba Dolok, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir

(1)

ANALISIS NILAI EKONOMI DALAM PENGELOLAAN

HUTAN RAKYAT DI DESA PARBABA DOLOK,

KECAMATAN PANGURURAN, KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Oleh:

FREDDY MARIO VANESHA SIMANUNGKALIT 081201046

MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ANALISIS NILAI EKONOMI DALAM PENGELOLAAN

HUTAN RAKYAT DI DESA PARBABA DOLOK,

KECAMATAN PANGURURAN, KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Oleh:

FREDDY MARIO VANESHA SIMANUNGKALIT 081201046 / MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Nilai Ekonomi Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Di Desa Parbaba Dolok, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir

Nama Mahasiswa : Freddy Mario Vanesha Simanungkalit Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Siti Latifah S.Hut, M.Si, Ph.D

NIP. 197104162001122001 NIP. 197607252008121001

Yunus Afifuddin S.Hut, M.Si

Mengetahui

Ketua Program Studi Kehutanan

NIP. 197104162001122001 Siti Latifah S.Hut, M.Si, Ph.D


(4)

ABSTRACK

FREDDY MARIO VANESHA SIMANUNGKALIT. 081201046. Economic Value Analysis in Forest Management People In Rural Parbaba Dolok , District Pangururan, Samosir, Supervised by SITI LATIFAH and YUNUS AFIFUDDIN

Research on the economic value of community forest management, identification analysis, the economic value of forest products of the people, and the contribution of private forest product utilization. The method used was primary data and secondary data. Techniques of data collection was done by identified the type of community forest products, observations, questionnaires and interviews and literature. Analysis of the economic value Parbaba Dolok Village, District Pangururan, Samosir get the types of community forest products were avocado, sugar, ginger, chocolate, corn, coconut, hazelnut, coffee, mango, jackfruit, banana, cassava, pigs, goats and buffalo with the largest contribution was the coffee plant Rp. 336 million (36.08%)/ year. While coconut smallest contributed Rp. 1.36 million (0.15%)/ year. Community forest products in total were abled to contribute to the public revenue of Rp. 835.82 million (58%)/ year .

Public income per household was Rp. 3.055 million per month or about Rp. 128.898 per day. Meanwhile revenue from outside the community forests contributed Rp. 602.680.000 (42%)/ year.


(5)

ABSTRAK

FREDDY MARIO VANESHA SIMANUNGKALIT. Analisis Nilai Ekonomi Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Di Desa Parbaba Dolok, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Dibimbing oleH SITI LATIFAH dan YUNUS AFIFUDDIN.

Penelitian tentang nilai ekonomi dalam pengelolaan hutan rakyat di Desa Parbaba Dolok, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir yaitu analisis identifikasi, nilai ekonomi hasil hutan rakyat, dan kontribusi pemanfaatan hasil hutan rakyat. Metode yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengambilan data dilakukan dengan identifikasi jenis – jenis produk hutan rakyat, observasi, kuisioner dan wawancara serta studi pustaka. Analisis nilai ekonomi pada Desa Parbaba Dolok, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir mendapatkan jenis – jenis produk hutan rakyat yaitu alpukat, aren, jahe, cokelat, jagung, kelapa, kemiri, kopi, mangga, nangka, pisang, ubi kayu, ternak babi, kambing dan kerbau dengan kontribusi terbesar adalah tanaman kopi sebesar Rp. 336.000.000 (36,08%)/ tahun. Sedangkan kelapa memberikan kontribusi terkecil sebesar Rp. 1.360.000 (0,15%)/ tahun. Produk hutan rakyat secara total mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat sebesar Rp. 835.820.000 (58%)/ tahun. Pendapatan masyarakat per rumah tangga yaitu sebesar Rp. 3.055.240/ bulan atau sekitar Rp. 128.898/ hari. Sementara itu pendapatan dari luar hutan rakyat memberikan kontribusi sebesar Rp. 602.680.000 (42%)/ tahun.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1990 di Lubuk Sikaping, Sumatera Barat, dari Alm. Oloan Simanungkalit S.H. dan Almh. Ellya Rosa Estherdina S.Pd. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Fransiscus Padang Panjang pada tahun 2002, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Xaverius Bukittinggi yang lulus pada tahun 2005. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas pada tahun 2008 di SMAN 1 Bukittinggi, dan pada tahun 2009 melanjutkan kuliah di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Program Studi Kehutanan, Minat Manajemen Hutan melalui jalur UMB.

Penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Lau Kawar Kabupaten Tanah Karo pada tahun 2010 dan melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada tanggal 15 Juli- 15 Agustus 2012 di RAPP sektor Ukui, Riau.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Analisis Nilai Ekonomi Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Di Desa Parbaba Dolok, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis yaitu Alm. Oloan Simanungkalit S.H. dan Ibunda tercinta Almh. Ellya Rosa Estherdina S.Pd. yang telah memberi motivasi dan mendukung penulis dalam moril dan materil. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Siti Latifah, S.Hut, M. Si, Ph.D. sebagai ketua komisi pembimbing dan Yunus Afifuddin, S.Hut, M. Si sebagai anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada seluruh teman-teman angkatan 2008 yang turut membantu dan memberikan dukungan serta motivasi untuk menyelesaikan penulisan ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat menjadi referensi bagi yang berkepentingan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACK ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

PermasalahanPenelitian ... 2

Tujuan Penelitian... 2

Manfaat Penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan ... 4

Definisi Hutan Rakyat ... 4

Tujuan Hutan Rakyat ... 5

Manfaat Hutan Rakyat ... 6

Pengurusan Hutan Rakyat ... 7

Hasil Hutan ... 8

Masyarakat Sekitar Hutan ... 9

Nilai Ekonomi Hasil Hutan ... 11

Tingkat Pendapatan ... 12

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

Alat dan Bahan ... 14

Metode Penelitian ... 15

Metode Pengambilan Data ... 15

Teknik Pengambilan Data ... 15

Analisis Data ... 16

Nilai Ekonomi Produk Hutan Rakyat ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian ... 18

Karakteristik Responden ... 18

Jenis – Jenis Komoditi Hutan Rakyat di Desa Parbaba Dolok ... 20

Nilai Ekonomi Produk Hutan Rakyat ... 28

Kontribusi Produk Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga ... 32


(9)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 36

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Karakteristik Responden ... 19

2. Jenis-jenis produk yang dimanfaatkan ... 21

3. Hasil Perhitungan Pemanfaatan Produk Hutan Rakyat... 29


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 14 2. Proporsi petani yang mengusahakan hutan rakyat di Desa Parbaba

Dolok ... 22 3. Diagram persentase pendapatan bersih hutan rakyat ... 32 4. Perbandingan Pendapatan diluar hutan rakyat dan dari hutan


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Karakteristik Responden ... 39

2. Jenis – Jenis Komoditi Hutan Rakyat ... 40

3. Nilai Ekonomi Produk Hutan Rakyat yang Dimanfaatkan Petani 42 4. Total Pendapatan Masyarakat dari Hutan Rakyat ( Rp/tahun) ... 49

5. Pengeluaran Pengelolaan Hutan Rakyat (Rp/ tahun) ... 51

6. Pendapatan Bersih (Rp/tahun) dari Produk Hutan Rakyat ... 52

7. Pengeluaran Rumah Tangga (Rp/tahun) ... 53


(13)

ABSTRACK

FREDDY MARIO VANESHA SIMANUNGKALIT. 081201046. Economic Value Analysis in Forest Management People In Rural Parbaba Dolok , District Pangururan, Samosir, Supervised by SITI LATIFAH and YUNUS AFIFUDDIN

Research on the economic value of community forest management, identification analysis, the economic value of forest products of the people, and the contribution of private forest product utilization. The method used was primary data and secondary data. Techniques of data collection was done by identified the type of community forest products, observations, questionnaires and interviews and literature. Analysis of the economic value Parbaba Dolok Village, District Pangururan, Samosir get the types of community forest products were avocado, sugar, ginger, chocolate, corn, coconut, hazelnut, coffee, mango, jackfruit, banana, cassava, pigs, goats and buffalo with the largest contribution was the coffee plant Rp. 336 million (36.08%)/ year. While coconut smallest contributed Rp. 1.36 million (0.15%)/ year. Community forest products in total were abled to contribute to the public revenue of Rp. 835.82 million (58%)/ year .

Public income per household was Rp. 3.055 million per month or about Rp. 128.898 per day. Meanwhile revenue from outside the community forests contributed Rp. 602.680.000 (42%)/ year.


(14)

ABSTRAK

FREDDY MARIO VANESHA SIMANUNGKALIT. Analisis Nilai Ekonomi Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Di Desa Parbaba Dolok, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Dibimbing oleH SITI LATIFAH dan YUNUS AFIFUDDIN.

Penelitian tentang nilai ekonomi dalam pengelolaan hutan rakyat di Desa Parbaba Dolok, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir yaitu analisis identifikasi, nilai ekonomi hasil hutan rakyat, dan kontribusi pemanfaatan hasil hutan rakyat. Metode yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengambilan data dilakukan dengan identifikasi jenis – jenis produk hutan rakyat, observasi, kuisioner dan wawancara serta studi pustaka. Analisis nilai ekonomi pada Desa Parbaba Dolok, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir mendapatkan jenis – jenis produk hutan rakyat yaitu alpukat, aren, jahe, cokelat, jagung, kelapa, kemiri, kopi, mangga, nangka, pisang, ubi kayu, ternak babi, kambing dan kerbau dengan kontribusi terbesar adalah tanaman kopi sebesar Rp. 336.000.000 (36,08%)/ tahun. Sedangkan kelapa memberikan kontribusi terkecil sebesar Rp. 1.360.000 (0,15%)/ tahun. Produk hutan rakyat secara total mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat sebesar Rp. 835.820.000 (58%)/ tahun. Pendapatan masyarakat per rumah tangga yaitu sebesar Rp. 3.055.240/ bulan atau sekitar Rp. 128.898/ hari. Sementara itu pendapatan dari luar hutan rakyat memberikan kontribusi sebesar Rp. 602.680.000 (42%)/ tahun.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan Indonesia termasuk hutan tropika yang memiliki berbagai formasi atau bentuk berdasarkan faktor habitatnya dan juga diklasifikasikan berdasarkan fungsinya. Sumberdaya hutan yang bersifat renewable mempunyai peranan, fungsi dan manfaat yang begitu penting bagi hidup dan kehidupan manusia. Fungsi hutan bersifat “multi benefit” artinya selain mempunyai fungsi ekologis dan hidrologis juga mempunyai fungsi lain seperti sosial ekonomi. Fungsi sosial ekonomi ini dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Hutan rakyat merupakan salah satu model pengelolaan sumber daya alam yang berdasarkan inisiatif masyarakat. Dimana hutan rakyat ini dibangun secara swadaya oleh masyarakat, ditujukan untuk menghasilkan kayu atau komoditas ikutannya yang secara ekonomis bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari adanya hutan tradisional yang diusahakan masyarakat Desa Parbaba Dolok itu sendiri tanpa campur tangan pemerintah (swadaya murni).

Manfaat hutan yang dirasakan masyarakat Desa Parbaba Dolok dalam kehidupan sehari-hari sangat nyata. Seperti menghasilkan barang-barang yang diperlukan untuk berbagai kepentingan seperti kayu bangunan dan bahan untuk membuat alat-alat pertanian, hutan juga memberikan lingkungan hidup yang nyaman bagi mereka, dan yang lebih penting lagi adalah menyediakan lahan yang subur untuk bercocok tanam demi memenuhi kebutuhan hidup tanpa merusak lingkungan.


(16)

Perumusan Masalah

Sebagaimana diketahui bahwa hutan rakyat di Desa Parbaba Dolok sudah berlangsung sejak lama dan diwariskan secara turun-temurun.Keberadaan hutan pun bagi responden Desa Parbaba Dolok memiliki peranan yang sangat penting. Pengelolaan hutan rakyat pun masih bersifat tradisional ini terlihat dari cara mereka memanfaatkan hasil hutan rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu hutan rakyat sebagai sumberdaya alam memberikan manfaat besar terutama terhadap pendapatan secara ekonomi. Besarnya nilai pendapatan ini belum diketahui secara pasti, sehingga dilakukan penelitian tentang: “Analisis Nilai Ekonomi Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Di Desa Parbaba Dolok, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir”.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi jenis-jenis hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh responden.

2. Mengetahui nilai ekonomi hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh responden.

3. Mengetahui kontribusi pemanfaatan hasil hutan rakyat terhadap pendapatan responden.

Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai :

1. Sumber informasi/ data mengenai jenis-jenis hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan responden Desa Parbaba Dolok.


(17)

2. Sumber informasi/ data mengenai nilai ekonomi per jenis hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan responden Desa Parbaba Dolok.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Hutan

Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang-Undang tersebut, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Indonesia hanya mempunyai 2 macam hutan menurut kepemilikannya, yaitu hutan negara dan hutan hak. Dalam pengertian yang diterjemahkan secara bebas, pengertian hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Sementara itu hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.

Definisi Hutan Rakyat

Istilah “hutan rakyat” tidak disebutkan di dalam Undang- Undang Nomor 41 tahun1999 tentang Kehutanan, tetapi istilah ini identik dengan hutan hak (istilah dalam UU tersebut), yaitu hutan yang berada pada tanah yangdibebani hak atas tanah.

Menurut Departemen Kehutanan (1995), hutan rakyat sebagai salah satu bentuk hutan kemasyarakatan yang dimiliki oleh masyarakat atau rakyat, baik secara perorangan, kelompok maupun swasta ataupun badan usaha masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memenuhi kebutuhan masyarakat akan hasil hutan serta pelestarian lingkungan hidup.


(19)

bahwa secara fisik hutan rakyat itu tumbuh dan berkembang di atas lahan milik pribadi, dikelola dan dimanfaatkan oleh keluarga, untuk meningkatkan kualitas kehidupan, sebagai tabungan keluarga, sumber pendapatan dan menjaga lingkungan. Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat,maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan ekosistem kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan usaha tani semusim, peternakan, barang dan jasa, serta rekreasi alam. Bentuk dan pola hutan rakyat di Indonesia sebagai inisiatif masyarakat adalah antara lain : hutan rakyat sengon, hutan rakyat jati, hutan rakyat campuran, hutan rakyat suren (Awang, 2001).

Tujuan Hutan Rakyat

Pembuatan hutan rakyat dimaksudkan untuk merehabilitasi dan meningkatkan produktivitas lahan, serta kelestarian sumberdaya alam agar dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada pemiliknya, sehingga kesejahteraan hidupnya meningkat.

Menurut Jaffar (1993) tujuan pembangunan hutan rakyat adalah :

1. Meningkatkan pendapatan masyarakat tani di pedesaan terutama petani di daerah kritis.

2. Memanfaatkan secara optimal dan lestari lahan yang tidak produktif untuk usaha tani tanaman pangan.

3. Meningkatkan produksi kayu bakar untuk mengatasi kekurangan energy dan kekurangan kayu perkakas.


(20)

masyarakat.

5. Memperbaiki tata air dan lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang berada di kawasan perlindungan di daerah-daerah hulu suatu DAS.

Manfaat Hutan Rakyat

Menurut Departemen Kehutanan (1995), hutan rakyat sebagai salah satu bentuk hutan kemasyarakatan yang dimiliki oleh masyarakat atau rakyat, baik secara perorangan, kelompok, maupun swasta ataupun badan usaha masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memenuhi kebutuhan masyarakat akan hasil hutan serta pelestarian lingkungan hidup.

Tujuan pembuatan tanaman hutan rakyat adalah terwujudnya tanaman hutan rakyat sebagai upaya rehabilitasi, untuk meningkatkan produktifitas lahan dengan berbagai hasil tanaman hutan rakyat berupa kayu-kayuan dan non kayu,memberikan peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, serta meningkatkan kualitas lingkungan melalui percepatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah. Sasaran lokasi pembuatan tanaman hutan rakyat adalah lahan milik rakyat, tanah adat atau lahan di luar kawasan hutan yang memiliki potensi untuk pengembangan hutan rakyat, dapat berupa lahan tegalan dan lahan pekarangan yang luasnya memenuhi syarat sebagai hutan rakyat dalam wilayah DAS Prioritas (Dephut, 1995).

Pengurusan Hutan Rakyat


(21)

pemerintah dibidang kehutanan kepada daerah, maka pengurusan pengelolaan hutan rakyat telah diserahkan kepada Dati II yang mencakup pembinaan kegiatan penanaman pohon-pohonan, pemeliharaan, pemanenan, pemanfaatan, pemasaran, dan pengembangan.

Hutan rakyat sudah berkembang dikalangan masyarakat sejak lama yang dilakukan oleh masyarakat di lahan-lahan miliknya. Hal ini dapat dilihat adanya hutan rakyat tradisional yang diusahakan oleh masyarakat itu sendiri tanpa campur tangan pemerintah (swadaya murni), baik berupa tanaman satu jenis, maupun dengan pola tanaman campuran. Keterlibatan pemerintah dalam pengembangan hutan rakyat ditandai dengan adanya Inpres Penghijauan Tahun 1976 pada lahan-lahan milik yang kritis dan terlantar.

Pembangunan hutan rakyat secara swadaya merupakan alternatif yang dipilih untuk mengatasi masalah sosial ekonomi dan lingkungan hidup, selain itu pengaruh positif yang lain adalah terpeliharanya sumberdaya alam (konservasi tanah dan air) sehingga meningkatkan daya dukung lahan bagi penduduk dan ikut serta dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), mengurangi terjadinya kerusakan hutan akibat penebangan liar dan penyerobotan tanah. Kombinasi berbagai jenis tanaman memungkinkan pemetikan hasil secara terus menerus dan memungkinkan terbentuknya stratifikasi tajuk sehingga mencegah erosi tanah dan hempasan air hutan (Arief, 2001).

Pengembangan hutan rakyat dengan komoditi tertentu dapat memperbaiki mutu lingkungan disamping meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan iklim mikro yang baik, memperbaiki struktur tanah, dan mengendalikan erosi. Hal tersebut menjadikan hutan rakyat merupakan salah


(22)

satu teknik konservasi tanahdan air secara vegetatif (Ichwandi, 1996). Hasil Hutan

Secara umum, hasil hutan digolongkan dalam 2 jenis yaitu hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Ada 3 pemanfaatan strategis kayu yaitu bahan dasar pembuatan pulp, bahan bangunan dan bahan kerajinan. Beragam hasil hutan bukan kayu memberi kontribusi besar bagi kehidupan manusia. Beberapa hhbk diantaranya karet, gaharu, rotan, bambu, buah-buahan, tanaman obat-obatan dan plasma nutfah.

a. Hasil Hutan Kayu

Kayu merupakan salah satu produk utama sumberdaya hutan yang penting diambil dari pohon-pohon beragam umur memerlukan jumlah persediaan yang cukup besar. Hasil hutan kayu oleh Wirakusumah (2003) digolongkan dalam kayu industri dan kayu bakar sebagai satu-satunya hasil hutan bukan kayu industri. Hasil hutan kayu berupa kayu gergajian, kayu bulat, kayu lapis, kayu pulp, fenir adalah kayu industri.

b. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Hasil hutan bukan kayu adalah produk biologi asli selain kayu yang diambil dari hutan, lahan perkayuan dan pohon-pohon yang berada di luar hutan. Hasil hutan bukan kayu meliputi getah resin, tanaman pangan, produk hewan dan obat-obatan. Hhbk penting untuk ekonomi karena hhbk memiliki nilai ekonomi yang tinggi pada beberapa keadaan, pendapatan dari hhbk lebih banyak jika dibandingkan dengan pendapatan dari semua alternatif. Bagi masyarakat pedesaan, hhbk merupakan sumberdaya yang sangat penting bahkan merupakan kebutuhan pokok mereka. Mereka memanfaatkan hhbk sebagai


(23)

pangan (pati sagu, umbi-umbian, pati aren,nira aren), bumbu makanan (kayu manis, pala) dan obat-obatan. Wirakusumah (2003) mengelompokkan hhbk ke dalam 2 bagian yaitu hhbk tangible (rotan,getah, biji tengkawang) dan hhbk nontangible (potensi satwa, proteksi tanah,produksi air, wanawisata dan jasa lingkungan seperti carbon sink oksigen,microclimate).

Secara umum pengertian pertumbuhan ekonomi didefenisikan sebagai suatu peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktifitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Sumberdaya hutan sesungguhnya telah senantiasa juga mengalirkan manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat. Dengan kegiatan-kegiatan kehutanan yang baik, sumberdaya hutan mampu memberikan manfaat langsung dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Hasil hutan merupakan sumberdaya ekonomi potensial yang beragam yang menghasilkan sederetan hasil hutan serbaguna baik hasil hutan kayu dan non kayu maupun hasil-hasil hutan yang tidak kentara (Wirakusumah, 2003). Ciri ekonomi mata pencaharian masyarakat di pedesaan, terutama di negara-negara berkembang adalah keberagaman. Masyarakat desa mengandalkan pemanfaatan langsung hasil pertanian dan hutan serta sumber pendapatan lainnya yang dihasilkan dari penjualan hasil hutan atau dari upah bekerja.

Masyarakat Sekitar Hutan

Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan baik yang memanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung hasil hutan tersebut. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama


(24)

bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak zaman dahulu, mereka tidak hanya melihat hutan sebagai sumberdaya potensial saja, melainkan memang merupakan sumber pangan, obat-obatan, energi,sandang, lingkungan dan sekaligus tempat tinggal mereka. Bahkan ada sebagian masyarakat tradisional yang meyakini bahwa hutan memiliki nilai spiritual, yakni percaya bahwa hutan atau komponen biotik dan abiotik yang ada di dalamnya sebagai obyek yang memiliki kekuatan dan/atau pesan supranatural yang mereka patuhi (Purwoko, 2002).

Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di kawasan hutan baik yang memanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung hasil hutan tersebut. Hutan bagi masyarakat di sekitarnya merupakan sumber untuk memperoleh pangan, papan, obat-obatan, kayu bakar, lahan perluasan pertanian dan pemukiman, tempat penggembalaan, tempat melakukan kegiatan spiritual, dan lain-lain. Dalam masyarakat biasanya terdapat perbedaan status diantara anggota masyarakatnya. Perbedaan tersebut dapat berasal dari faktor keturunan, ekonomi, pendidikan, keterampilan, agama, atau sumber-sumber lain yang bernilai penting bagi masyarakat. Reaksi kelompok sosial menurut statusnya akan berbeda-beda terhadap suatu objek, termasuk terhadap objek berupa hutan. Masyarakat sekitar hutan mempunyai sistem hubungan sosial, ekonomi dan budaya tersendiri dengan lingkungan (Warsid, 2000).

Ketergantungan masyarakat terhadap hasil hutan bukan saja terhadap hasil hutan kayu tetapi juga terhadap hasil hutan non kayu merupakan manfaat langsung hasil hutan yang di definisikan sebagai segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfatkan bagi kegiatan


(25)

ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya mengubah haluan pengelolaan hutan dari timber extraction menuju sustainable forest management, hasil hutan non kayu (HHNK) atau Non Timber Forest Products (NTFP) memiliki nilai yang sangat strategis. HHNK merupakan salah satu sumberdaya hutan yang memiliki keunggulan komperatif dan bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan (BPDAS, 2010).

Nilai Ekonomi Hasil Hutan

Jika kita ngin berbicara tentang kontribusi pemanfaatan hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat maka kita terlebih dahulu berbicara tentang nilai (harga) hasil hutan tersebut. Nilai hasil hutan tersebut dapat dilihat dari fungsinya bagi pemenuhan kebutuhan manusia baik secara langsung (pemenuhan konsumsi dan kesenangan) maupun tidak langsung (sebagai penyeimbang ekosistem demi kelestarian kehidupan). Nilai adalah merupakan persepsi manusia, tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan), bagi orang (individu) tertentu, tempat dan waktu tertentu pula. Oleh karena itu nilai sumberdaya hutan yang dinyatakan oleh suatu masyarakat di tempat tertentu akan beragam, tergantung kepada persepsi setiap anggota masyarakat tersebut.

Nilai ekonomi adalah nilai suatu barang atau jasa jika diukur dengan uang. Jadi nilai ekonomi hasil hutan dapat juga diartikan sebagai nilai/harga hasil hutan yang dimanfaatkan yang dapat ditukarkan dengan uang. Ichwandi (1996) mengatakan bahwa penilaian ekonomi sumberdaya hutan adalah suatu metode atau teknik untuk mengestimasi nilai uang dari barang atau jasa yang diberikan oleh suatu kawasan hutan.


(26)

pendekatan yaitu metode nilai pasar, metode nilai relatif, dan metode biaya pengadaan. Metode nilai pasar digunakan jika barang/jasa tersebut sudah memiliki nilai pasar. Nilai pasar adalah harga barang atau jasa yang ditetapkan penjualan dan pembeli di pasar. Penilaian ekonomi dengan metode nilai pasar akan dianggap paling baik dengan catatan nilai pasar itu tetap tersedia (Affandi dan Patana, 2002).

Tingkat Pendapatan

Besar pendapatan berhubungan dengan kemampuan untuk membiayai kebutuhan hidup. Bagi masyarakat yang tidak mampu ada kalanya kemampuan untuk membiayai kebutuhan hidup tidak sebanding dengan keinginan untuk mempertahankan kehidupannya. Sulitnya untuk memenuhi kebutuhan hidup menyebabkan keinginanan tidak sesuai dengan kemampuan. Hal ini yang menjadi titik awal terjadinya penyimpangan prilaku akibat dorongan pemenuhan kebutuhan ekonomi (Sukirno, 1985).

Pendapatan rumah tangga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perorangan dalam rumah tangga. Pendapatan formal ialah penghasilan yang diperoleh melalui pekerjaan pokok. Pendapatan informal adalah penghasilan yang diperoleh melalui pekerjaan tambahan diluar pekerjaan pokoknya. Sedangkan pendapatan subsisten adalah penghasilan yang diperoleh dari sektor produksi yang dinilai dengan uang. Dapat dikatakan juga bahwa pendapatan rumah tangga merupakan jumlah keseluruhan dari pendapatan formal, pendapatan informal dan pendapatan subsisten.


(27)

kebutuhan dasar atau dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar (BPS, 2013).


(28)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2014. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Desa Parbaba Dolok, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir dan analisis data dilaksanakan di Laboratorium Manajemen Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera untuk dokumentasi, alat tulis dan perangkat komputer untuk mengolah data.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuisisoner

sebagai bahan wawancara dan laporan hasil penelitian terdahulu.

Peta Lokasi Penelitian Hutan Rakyat di Desa


(29)

Metode Penelitian

1. Metode pengambilan data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dibutuhkan berupa karakteristik responden (pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi), jenis-jenis dan jumlah tanaman yang ditanam dalam praktik hutan rakyat serta komponen-komponen biaya dalam hutan rakyat. Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan adalah data umum yang terdapat di instansi pemerintah desa dan kehutanan serta lembaga terkait lainnya. Dalam pengambilan sampel akan digunakan metode sensus yaitu sampel yang diambil adalah seluruh petani yang memiliki lahan hutan rakyat di Desa Parbaba Dolok, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir.

2. Teknik pengambilan data

Pengambilan data dilakukan dengan cara:

1. Identifikasi jenis-jenis produk hutan rakyat dan observasi Observasi merupakan pengamatan atau survey di lapangan. 2. Kuisioner dan wawancara

Kuisioner berisikan sekumpulan pertanyaan yang ditujukan kepada semua sampel dalam penelitian. Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung untuk menggali informasi dari tiap individu. 3. Studi pustaka / dokumentasi

Data-data sekunder dapat diperoleh dari studi pustaka.

4. Keseluruhan data, baik primer maupun skunder kemudian ditabulasikan sesuai dengan kebutuhan sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data. Data primer dianalisis secara deskriptif sesuai dengan tujuan peneliti. Sedangkan data kualitatif diolah secara tabulasi.


(30)

Teknik untuk memperoleh informasi dan data dari responden dilakukan dengan wawancara dan dengan pengamatan langsung di lapangan. Informasi yang diperoleh diantaranya:

1. Identifikasi responden (umur, pekerjaan, luas lahan yang dimiliki, pendapatan, pendidikan, jumlah tanggungan).

2. Jenis produk hutan rakyat yang ditanam, jumlahnya dan frekuensi pengambilannya (baik hasil hutan kayu atau hasil hutan bukan kayu, pertanian, peternakan).

Analisis Data

Nilai ekonomi produk hutan rakyat

Data diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan melalui wawancara dan kuisioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Nilai produk hutan rakyat untuk setiap jenis per tahun yang diperoleh masyarakat dihitung dengan cara:

1. Harga barang hasil hutan (manfaat tangible) yang diperoleh dianalisis dengan pendekatan harga pasar (jika sudah dikenal harga pasarnya), harga relatif (jika belum dikenal harga pasarnya tapi dapat ditukarkan/ dibandingkan dengan nilai yang telah ada di pasar) dan biaya pengadaan (jika belum dikenal harga pasarnya dan tidak termasuk dalam sistem pertukaran).

2. Menghitung nilai rata-rata jumlah barang yang diambil per responden per

jenis.

X = rata-rata jumlah barang yang diambil Xi = jumlah barang yang diambil responden


(31)

n = jumlah pengambil per jenis barang

3. Menghitung total pengambilan per unit barang per tahun TP = RJ x FP x JP

TP = total pengambilan per tahun RJ = rata-rata jumlah yang diambil FP = frekuensi pengambilan JP = jumlah pengambil

4. Menghitung nilai ekonomi produk hutan rakyat per jenis barang per tahun NH = TP x HH

NH = nilai produk hutan rakyat per jenis TP = total pengambilan (unit/tahun) HH = harga produk hutan rakyat

5. Menghitung pendapatan total, pendapatan dari dalam dan luar hutan Pendapatan total = jumlah rata-rata pendapatan per tahun Pendapatan dari hutan rakyat = jumlah nilai ekonomi dari seluruh jenis Pendapatan luar hutan rakyat = selisih antara pendapatan total dengan

pendapatan dalam hutan Tingkat kontribusi dapat dihitung dengan rumus:

Kontribusi = Pendapatan dari hutan rakyat

Pendapatan total X 100%


(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Daerah Penelitian

Desa Parbaba Dolok merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Desa ini terdiri dari 3 dusun dengan luas total 12000 ha yang terbagi atas 16 kampung. Suhu harian rata-rata di desa ini adalah 18-20 °C. Letak Desa Parbaba Dolok berada di perbukitan dengan kemiringan ± 25° dan berada pada ketinggian 800-1847,5 mdpl.Lahan yang dimanfaatkan untuk perkebunan, persawahan, dan perladangan adalah seluas 800 ha. Adapun batas- batas wilayah tersebut adalah sebagai berikut :

a. Sebelah utara : Desa Dos Roha, Kecamatan Simanindo b. Sebelah selatan : Desa Pardomuan

c. Sebelah timur : Hutan Negara d. Sebelah barat : Desa Siopat Sosor (RP.JM Parbaba Dolok, 2012)

Karakteristik Responden

Jumlah penduduk Desa Parbaba Dolok menurut sensus terakhir tahun 2012 sebanyak 792 jiwa atau sekitar 198 kepala keluarga dengan rincian jumlah laki-laki sebanyak 371 jiwa dan perempuan sebanyak 421 jiwa. Responden yang diambil sebanyak 31 KK yang memiliki lahan hutan rakyat . Setiap responden memiliki lahan berkisar 7 rante (0,3 ha) hingga 23 rante (0,9 ha) dengan jenis tanaman yang bervariasi disetiap lahannya. Karakteristik responden yang dianalisis dalam penelitian ini berdasarkan umur, pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 1.


(33)

No Identitas Responden Jumlah (Orang) Proporsi (%) 1 Umur (Tahun)

21-30 5 16,1

31-40 4 12,9

41-50 16 51,6

51-60 6 19,4

TOTAL 31 100,0

2 Pekerjaan

Petani 26 83,8

PNS 3 9,7

Wiraswasta 2 6,5

TOTAL 31 100,0

3 Jumlah Anggota Keluarga

1-3 4 12,9

4-6 23 74,2

>6 4 12,9

TOTAL 31 100,0

4 Pendidikan

SD 5 16,1

SMP 11 35,5

SMA 14 45,2

S (1,2,3) 1 3,2

TOTAL 31 100,0

Responden yang memiliki dan mengelola lahan hutan rakyat di desa ini paling banyak berada dalam kelompok usia antara 41- 50 tahun (51,6%), dimana dalam hal ini responden berada pada usia yang lebih produktif. Tjakrawiralaksana (1983) menjelaskan bahwa tenaga kerja yang dipergunakan dalam usaha tani dapat berupa tenaga kerja dewasa, tenaga kerja wanita dewasa, dan tenaga kerja anak-anak. Sebagai batasan tenaga kerja dewasa sering dipakai batasan umur 15 tahun keatas, sedangkan tenaga kerja anak-anak termasuk batasan 15 tahun kebawah.

Pekerjaan utama responden pada umumnya adalah petani (83,8%). Hal ini menunjukkan bahwa di desa ini masyarakatnya memang mayoritas bekerja sebagai petani. Bila dilihat dari segi jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam kegiatan hutan rakyat, responden umumnya memiliki jumlah anggota keluarga


(34)

berkisar 4-6 orang (74,2%). Banyaknya jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam kegiatan mempengaruhi tingkat pemasukan maupun pengeluaran petani. Menurut Muljadi (1987), makin banyak luas garapan, makin banyak tenaga kerja yang tercurah. Perbedaan curahan tenaga kerja antara berbagai macam kegiatan disebabkan oleh luas garapan yang berbeda, dimana curahan tenaga kerja cenderung berbanding lurus dengan luas garapan. Pada lahan yang cukup luas, masyarakat umumnya menyewa tenaga kerja sekitar 7 - 8 orang.

Tingkat pendidikan responden di desa ini umumnya adalah SMA yaitu sebanyak 14 orang (45,2%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden sudah cukup tinggi. Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Parbaba Dolok sangat berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat untuk menyerap informasi (IPTEK) dan lebih terampil dalam mengelola lahan hutan rakyat.

Jenis-Jenis Komoditi Hutan Rakyat Di Desa Parbaba Dolok

Masyarakat di Desa Parbaba Dolok memanfaatkan produk-produk hutan rakyat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari dan juga sebagian besar produk- produk tersebut dijual untuk menambah penghasilan rumah tangga. Jenis- jenis produk hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh petani Desa Parbaba Dolok dapat dilihat pada Tabel 2.


(35)

No Produk Bagian yang Dimanfaatkan

Jumlah Pengambil

(Orang)

Proporsi

1 Alpukat (Persea americana) Buah 9 5,63 % 2 Aren (Arenga pinnata) Air nira 12 7,50% 3 Cokelat (Cacao Sp) Buah 4 2,50% 4 Jahe (Zingiber officinale) Rimpang 25 15,63% 5 Jagung (Zea mays) Buah 2 1,25% 6 Kelapa (Cocos nucifera) Buah 8 5,00% 7 Kemiri(Aleuritesmoluccana) Biji 6 3,75% 8 Kopi (Coffea spp) Biji 31 19,38% 9 Mangga (Mangifera indica) Buah 7 4,38% 10 Nangka (ArtocaRp.us heterophyllus) Buah 5 3,13% 11 Pisang (Musa paradisiaca) Buah 24 15,00% 12 Ubi kayu (Manihot utilisima) Umbi 5 3,13%

13 Ternak Daging 8 5,00%

14 Kayu bakar 14 8,75%

TOTAL 160 100%

Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa ada 14 jenis produk yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Parbaba Dolok. Pada tabel 2 dapat juga dilihat bahwa jenis yang paling banyak ditanam masyarakat adalah kopi dengan jumlah reponden sebanyak 31 orang dimana semua responden memiliki tanaman kopi pada lahan hutan rakyat mereka. Yang menjadi faktor penyebab jenis tanaman tersebut dimanfaakan adalah karena kopi dapat tumbuh lebih baik dari tanaman lain serta memiliki nilai komersil yang tinggi dan memiliki waktu produksi yang lama. Sementara jenis tananam yang paling sedikit dimanfaatkan oleh masyarakat adalah jagung dengan jumlah responden sebanyak 2 orang. Hal


(36)

ini dikarenakan peminat jagung yang sangat minim sehingga membuat petani kurang tertarik untuk menanam tanaman tersebut. Gambar 2. berikut ini menggambarkan proporsi jumlah petani hutan rakyat di Desa Parbaba Dolok, Kecamatan Pangururan.

Gambar 2. Proporsi petani yang mengusahakan hutan rakyat di Desa Parbaba Dolok

Pemanfaatan tanaman aren dapat dikombinasikan dengan tanaman kopi. Aren merupakan salah satu produk hutan rakyat yang dimanfaatkan masyarakat. Bagian aren yang dimanfaatkan masyarakat hanyalah air nira nya saja yang diolah menjadi tuak (minuman fermentasi). Pemanfaatan aren oleh masyarakat di desa ini termasuk cukup tinggi mengingat air nira merupakan salah satu pruduk yang komersil. Selain itu, pengambilan air nira dapat dilakukan setiap hari sehingga memberikan penghasilan yang rutin. Meskipun frekuensi pengambilan air nira dilakukan setiap hari, namun sewaktu-waktu air nira tidak dapat diproduksi beberapa bulan karena air nira hanya sedikit. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, untuk menghasilkan air nira yang baik dan banyak petani harus memiliki teknik pengambilan yang khusus dan tidak memanfaatkan buah kolang-kaling karena dapat mengurangi produksi air nira dan disamping itu kolang-kolang-kaling

6% 7% 3% 16% 1% 5% 4% 19% 4% 3% 15% 3% 5% 9% Alpukat Aren Cokelat Jahe Jagung Kelapa Kemiri Kopi Mangga Nangka Pisang Ubi kayu Ternak Kayu bakar


(37)

memiliki harga yang kurang bersaing dan peminat/konsumen sedikit. Satu pohon aren dapat menghasilkan ± 1 liter per hari tergantung kualitas pohon aren itu sendiri. Tidak setiap hari selama setahun aren berproduksi secara aktif, hanya 5-6 bulan air nira dapat diproduksi. Air nira umumnya dijual ke agen dengan harga Rp. 5.000/ liternya.

Kopi merupakan tanaman inti di lahan hutan rakyat Desa Parbaba Dolok. Kopi merupakan tanaman keras yang hidup tumbuh dengan baik didataran tinggi dengan iklim yang dingin. Kopi di Desa Parbaba Dolok dapat berproduksi dengan baik hanya dua kali dalam setahun yaitu antara bulan April dan Oktober atau biasa disebut panen raya. Namun jika panen liar dapat dilakukan sekali seminggu. Buah kopi yang dipetik oleh petani rata-rata sekitar 5 kaleng/ bulannya. Bagian yang dimanfaatkan adalah biji yang sudah ranum dengan ciri-ciri berwarna merah dan kemudian digiling lalu dijemur. Biji kopi biasanya dijual ke agen yang datang ke rumah maupun langsung ke pasar dengan selang waktu sekali seminggu. Biji kopi dijual dengan harga rata-rata Rp. 200.000,- per kalengnya. Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat menanam kopi dikarenakan selain dapat menambah penghasilan yang rutin setiap minggunya dapat juga menjaga lahan dari kelongsoran yang kerap terjadi di desa tersebut. Selain bermanfaat dari segi ekonomi, kopi juga bermanfaat dari segi ekologinya dimana kulit buah kopi hasil penggilingan dapat dijadikan kompos untuk memperbaiki kondisi tanah disana.

Cokelat umumnya dapat berbuah mulai dari umur 2-3 tahun. Bagian tanaman yang dimanfaatkan adalah bijinya. Jika sudah cukup umur, buah cokelat akan mengalami perubahan warna menjadi kuning dan dapat dipanen setiap hari namun dengan jumlah yang sedikit sehingga biji cokelat tersebut dikumpulkan


(38)

terlebih dahulu selama satu bulan dan kemudian dapat dijual. Tanaman coklat ditanam diantara tanaman kopi dan kemiri sebagai penaung. Dari hasil penelitian, petani yang memanfaatkan tanaman ini hanya 4 responden saja. Para petani dapat menghasilkan coklat rata-rata sebanyak 35 kg/bulannya. masyarakat di desa ini menjual hasil panen biji cokelat ke pasar dengan kondisi yang sudah kering/ dijemur terlebih dahulu dengan harga Rp. 20.000,-/ kg.

Jahe dengan berbagai varietasnya seringkali dimanfaatkan sebagai bumbu masak oleh para ibu rumah tangga, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai minuman. Selain itu, tanaman jahe juga dapat digunakan pada industri obat, minyak wangi, industri jamu tradisional, diolah menjadi jahe instan, asinan, dibuat acar, lalap, bandrek, sekoteng dan sirup. Budidaya tanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan sekitar bulan September dan Oktober. Hal ini dikarenakan tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya. Jahe yang ditanam pada musim kemarau akan meningkatkan biaya produksi yang besar, terutama biaya pengairan. Kalaupun lahan budidaya memiliki sumber air yang memadai, namun pertumbuhan tanaman jahe akan sedikit terhambat, karena suhu udara yang terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan tanaman muda. Selama 5 tahun terakhir, budidaya jahe di Desa Parbaba Dolok mengalami penurunan akibat adanya penyakit yang menyerang tanaman jahe. Hal ini disebabkan tidak adanya informasi serta kurangnya peran dari pihak terkait dalam mengatasi permasalahan tersebut. Setelah beberapa waktu berjalan tanpa menanam jahe, pada akhir tahun 2013 penduduk Desa Parbaba Dolok mendapat bantuan bibit jahe dari pemerintah dan dari sanalah awal dari panen raya pada Juli-Agustus 2014 silam. Penduduk


(39)

berharap bibit yang mereka kembangkan dari hasil panen raya tersebut dapat menghasilkan jahe yang berkualitas seperti yang dihasilkan sebelumnya. Rimpang untuk dijadikan benih, sebaiknya mempunyai 2-3 bakal mata tunas dengan bobot sekitar 40-60 g. Jahe dapat dipanen setelah ditanam sekitar 8-9 bulan. Dari hasil penelitian, petani yang memanfaatkan jahe di lahan miliknya adalah sebanyak 25 orang dengan rata-rata yang dihasilkan sebanyak 2.494 kg/tahun. Hasil panen jahe tersebut dipasarkan dengan harga Rp. 5.000/ kg.

Pada pola hutan rakyat di desa ini, pisang tumbuh secara alami dan ada juga yang sengaja ditanam. Menurut BAPPENAS (2000), tanaman tumpang sari/ lorong dapat berupa sayur-sayuran atau tanaman pangan semusim. Kebanyakan pisang ditanam bersama-sama dengan tanaman perkebunan kopi. Masyarakat di desa ini biasanya menanam pisang barangan dan pisang kapok. Bagian tanaman yang diambil adalah buahnya saja. Hasil wawancara menunjukkan bahwa responden yang memanfaatkan buah ini sebanyak 24 orang (15 %). Buah pisang biasanya dikonsumsi pribadi maupun dibagikan ke tetangga yang meminta, namun jika berbuah baik dan banyak maka pisang bisa dijual kepasar. Pisang dijual seharga Rp. 80.000/ tandan.

Tanaman palawija seperti jagung (Zea mays)merupakan salah satu tanaman pengisi lahan hutan rakyat. Bagian jagung yang dimanfaatkan adalah buahnya. Tanaman palawija ini dapat dipanen 2 kali dalam setahun dan apabila masa produksi habis maka tanaman akan mati. Tanaman tersebut sangat membutuhkan perawatan khusus karena sangat rentan terhadap serangan hama penyakit, sehingga dalam sekali 2 minggu harus melakukan penyemprotan obat anti hama supaya tanaman tidak rusak dan mati. Pola tanaman sangat


(40)

mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pada pola tumpang sari, tanaman juga harus diperhatikan intensitas cahayanya, terutama pada tanaman yang ternaungi. Intensitas cahaya yang tepat akan memberikan pertumbuhan yang baik pada tanaman. Menurut Warsana (2009), sebaran sinar matahari sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini bertujuan untuk menghindari persaingan antar tanaman yang ditumpang sarikan dalam hal mendapatkan sinar matahari.

Kemiri dan alpukat merupakan tanaman yang memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pendapatan rumah tangga di desa ini. Tanaman keras ini tumbuh secara alami dan tanpa ada perawatan khusus. Tanaman ini dibiarkan hidup hanya untuk sebagai penaung terhadap tumbuhan dibawahnya, namun ternyata dapat diambil hasilnya dan dapat menambah penghasilan. Berdasarkan wawancara dengan responden, sebenarnya kemiri dan alpukat ini jika dikelola dengan baik akan memberikan kontribusi yang lebih baik lagi terhadap pendapatan mereka. Hal tersebut didukung pernyataan Widiarti dan Sukaesih (2008), yaitu besarnya kontribusi hasil dari kebun seharusnya diikuti dengan memberikan perhatian yang serius dalam hal pengelolaannya. Yang perlu diusahakan yaitu, dengan memperhatikan sifat fisiologi pohon, tajuk dan perakaran. Petani yang memanfaatkan kemiri yaitu sebanyak 6 responden. Bagian kemiri yang dimanfaatkan adalah bijinya. Petani menjual biji kemiri ke agen dengan harga Rp. 5.000/ kg. Sementara yang memanfaatkan alpukat yaitu sebanyak 9 petani dengan rata-rata buah alpukat yang dihasilkan sebanyak 461,1 kg/ musim. Buah alpukat yang dijual harus dengan kondisi yang hampir matang dan berukuran besar. Alpukat dijual ke pasar atau agen dengan harga rata-rata Rp. 7.000/ kg.


(41)

Mangga dan nangka merupakan tanaman buah-buahan yang dimanfaatkan di lahan hutan rakyat petani Parbaba Dolok. Mangga dan nangka di desa ini masih tergolong sedikit karena kurang tanaman ini kurang baik tumbuh didaaerah ini. Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan masyarakat, setiap ingin musim berbuah, kebanyakan bunga yang gugur sehingga gagal menjadi buah, sehingga hasil tidak sesuai dengan harapan petani. Mangga yang dihasilkan rata-rata hanya 55,71 kg/ tahun dan nangka hanya 48 buah/ tahun dan kadang-kadang dalam setahun pohon mangga maupun nangka tidak beRp.roduksi. Ini membuktikan bahwa hasil dari kedua jenis tanaman di desa ini masih sangat rendah. Mangga yang dijual kepasar dihargai sebesar Rp. 15.000/kg dan nangka dihargai sebesar Rp.10.000/ buah.

Ubi kayu merupakan tanaman umbi-umbian yang cocok dikombinasikan dengan tanaman lainnya dilahan hutan rakyat. Salah satu pengkombinasiannya adalah dengan tanaman kopi. Bagian tanaman ubi kayu yang diambil adalah umbinya dan juga daunnya yang dapat dijadikan sayur. Ubi kayu yang dihasilkan dari desa ini adalah sekitar 410 kg/ musim. Petani menjual ubi kayu tersebut kepasar dengan harga Rp. 1.500/kg. dari sini dapat dilihat walaupun dengan harga yang murah tetapi petani tetap menanam ubi kayu karena sekali memproduksi hasil yang didapat cukup banyak dan tidak perlu ada perawatan khusus.

Komponen peternakan yang dimanfaatkan di desa ini adalah babi, kambing dan kerbau. Hewan-hewan ini dipelihara dengan cara diberi kandang di sekitar perladangan petani. Lain halnya dengan kerbau, tenak ini biasanya dilepas disiang hari untuk mencari makan. Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat memelihara hewan-hewan ini karena sumber pakan yang melimpah yang tumbuh


(42)

secara liar dilahan pertanian dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak sehingga tidak memerlukan biaya yang banyak untuk memelihara ternak tersebut. Ternak babi dapat dijual setelah dipelihara selama 8 bulan dan kerbau membutuhkan waktu 3-4tahun. Hewan ternak ini dijual kepasar dalam keadaan hidup. Ternak babi dijual dengan harga Rp. 25.000/ kg dan kerbauseharga Rp. 100.000/ kg.

Nilai Ekonomi Produk Hutan Rakyat

Nilai ekonomi jenis-jenis produk hutan rakyat diperoleh dari perkalian antara total pengambilan per unit per tahun dengan harga hasil hutan per unit per jenis barang per tahun. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa jenis produk hutan rakyat menghasilkan produk yang dapat dikonsumsi langsung oleh masyarakat. Sejalan dengan itu, Nurfatriani (2006) mengatakan bahwa nilai sumberdaya hutan sendiri bersumber dari berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat. Masyarakat yang menerima manfaat secara langsung akan memiliki persepsi yang positif terhadap nilai sumberdaya hutan yang ditunjukkan dengan tingginya nilai sumberdaya hutan tersebut.


(43)

Tabel 3. Hasil Perhitungan Pemanfaatan Produk Hutan Rakyat

No Produk Satuan Xi N FP TP Persentase

1 Alpukat (Persea americana) Kg 461,11 9 1 4150 5,63 %

2 Aren (Arenga pinnata) Liter 32,67 12 12 4704 7,50 %

3 Cokelat (Cacao Sp) Kg 35 4 12 1680 2,50%

4 Jahe (Zingiber officinale) Kg 2494 25 1 62350 15,63%

5 Jagung (Zea mays) Kg 250 2 2 1000 1,25%

6 Kelapa (Cocos nucifera) Buah 42,5 8 2 680 5,00%

7 Kemiri(Aleuritesmoluccana) Kg 155 6 2 1860 3,75%

8 Kopi (Coffea spp) Klg 4,52 31 12 1680 19,38%

9 Mangga (Mangifera indica) Kg 55,71 7 1 390 4,38%

10 Nangka (ArtocaRp.us heterophyllus) Buah 48 5 1 240 3,13%

11 Pisang (Musa paradisiaca) Tdn 16,92 24 1 406 15,00%

12 Ubi kayu (Manihot utilisima) Kg 410 5 2 4100 3,13%

13 Ternak Kg 150 8 1 1200 5,00%

14 Kayu bakar Ikat 17,71 14 12 2976 8,75%

TOTAL 160 100%

Ket : Xi = Jumlah barang yang diambil responden n = Jumlah pengambil per jenis

FP = Frekuensi Pengambilan TP = Total pengambilan per tahun

Hasil perhitungan hingga diperoleh total pengambilan per jenis per tahun dapat dilihat pada tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa besarnya pemanfaatan tiap jenis produk hutan rakyat dipengaruhi oleh jumlah barang yang diambil tiap responden dan frekuensi pengambilan. Masyarakat berhasil menuai panen dari jenis produk hutan rakyat dalam takaran yang cukup banyak. Hal ini membuktikan masyarakat mampu mengolah lahan dengan baik sehingga produksi lahan dinyatakan berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat. Pemanfaatan produk hutan rakyat memberikan nilai guna langsung bagi petani berupa makanan, kayu, maupun tanaman obat. Bahruni (1999) mengatakan nilai guna langsung merupakan nilai yang bersumber dari penggunaan secara langsung oleh masyarakat terhadap komoditas hasil hutan berupa flora dan fauna.


(44)

Jenis produk hutan rakyat yang banyak dimanfaatkan masyarakat berdasarkan persentase jumlah pengambil per jenis adalah kopi yaitu sebanyak 31 orang (19,38%). Kemudian diikuti dengan jahe dan pisang masing – masing sebanyak 25 orang (15,63%) dan 24 orang (15%). Sementara itu, jenis produk yang sedikit dimanfaatkan masyarakat adalah jagung yaitu sebanyak 2 orang (1,25%). Perhitungan selanjutnya dilakukan untuk memperoleh nilai jenis-jenis produk hutan rakyat. Secara terperinci, persentase nilai ekonomi produk hutan rakyat dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Persentase Nilai Ekonomi (Rp./ tahun) Produk Hutan Rakyat

No Produk Satuan TP Harga NE (Rp./Thn) %NE

1 Alpukat (Persea americana) Kg 4.150 Rp. 7.000 Rp. 29.050.000 3,12

2 Aren (Arenga pinnata) Liter 4.704 Rp. 5.000 Rp. 23.520.000 2,53

3 Cokelat (Cacao Sp) Kg 1.680 Rp. 20.000 Rp. 33.600.000 3,61

4 Jahe (Zingiber officinale) Kg 62.350 Rp. 5.000 Rp.311.750.000 33,47

5 Jagung (Zea mays) Kg 1.000 Rp. 20.000 Rp. 20.000.000 2,15

6 Kelapa (Cocos nucifera) Buah 680 Rp. 2.000 Rp. 1.360.000 0,15

7 Kemiri(Aleuritesmoluccana) Kg 1.860 Rp. 5.000 Rp. 9.300.000 1,00

8 Kopi (Coffea spp) Kaleng 1.680 Rp.200.000 Rp.336.000.000 36,08

9 Mangga (Mangifera indica) Kg 390 Rp. 15.000 Rp. 5.850.000 0,63

10 Nangka (A. heterophyllus) Buah 240 Rp. 10.000 Rp. 2.400.000 0,26

11 Pisang (Musa paradisiaca) Tandan 406 Rp. 80.000 Rp. 32.480.000 3,49

12 Ubi kayu (Manihot utilisima) Kg 4.100 Rp. 1.500 Rp. 6.150.000 0,66

13 Ternak

• Babi Kg 200 Rp. 25.000 Rp. 5.000.000 0,54

• Kerbau / kambing Kg 1.000 Rp.100.000 Rp.100.000.000 10,74

14 Kayu bakar Ikat 2.976 Rp.5.000 Rp. 14.880.000 1,60

TOTAL Rp.931.340.000 100

Ket : TP = Total Pengambilan NE = Nilai Ekonomi

%NE = Persentase Nilai Ekonomi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua produk hutan rakyat yang ditanam dan dimanfaatkan oleh petani telah tersedia informasi tentang harganya di pasaran sehingga penilaiannya juga sudah bisa dilakukan berdasarkan harga pasar tanpa melakukan pendekatan- pendekatan dimana hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bahruni (1999), jika nilai sumberdaya (ekosistem) hutan telah tersedia informasinya, maka


(45)

pengelola hutan dapat memanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti pengambilan keputusan pengelolaan, perencanaan dan lain-lain.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 menunjukkan bahwa total nilai ekonomi produk hutan rakyat secara komersil oleh petani Desa Parbaba Dolok, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir adalah sebesar Rp.931.340.000,- per tahun. Jenis produk yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan masyarakat adalah kopi dengan nilai ekonomi Rp.336.000.000 dengan persentase nilai ekonomi sebesar 36,08%. Hal ini disebabkan karena jenis kopi yang ditanam yaitu kopi ateng dengan produksi buah yang cukup cepat sehingga dalam seminggu petani dapat memetik buah yang rutin setiap minggu. Jenis produksi selanjutnya yang memberikan kontribusi terbesar kedua adalah jahe dengan nilai ekonomi Rp.311.750.000 dengan persentase nilai ekonomi sebesar 33,47%. Hal ini dikarenakan aren dapat berproduksi dari 5-6 bulan dengan frekuensi pengambilan air nira dilakukan setiap hari dengan rata-rata air nira yang dihasilkan 1 liter per harinya per pohon.

Jenis produk hutan rakyat yang memberikan kontribusi terkecil terhadap pendapatan rumah tangga petani adalah kelapa dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 1.360.000 atau sekitar 0,15%. Disusul dengan buah nangka dengan kontribusi sebesar Rp. 2.400.000 atau sekitar 0,26%. Menurut wawancara dengan petani, Kedua produk tersebut ditanam hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari saja karena ditanam hanya dipinggiran lahan. Besar kecilnya nilai ekonomi jenis-jenis produk hutan rakyat sangat tergantung pada jumlah barang yang diambil, frekuensi pengambilan, total pengambilan, harga tiap jenis produk dan tiap satuannya.


(46)

Kontribusi Produk Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Masyarakat Desa Parbaba Dolok memiliki beragam profesi, namun umumnya masyarakat di desa ini bekerja sebagai petani. Responden yang diteliti adalah masyarakat yang memiliki lahan hutan rakyat sehingga petani memperoleh pendapatan dari penggunan lahan sistem hutan rakyat tersebut. Pendapatan bersih rumah tangga yang diperoleh dari pemanfaatan produk hutan rakyat dapat dilihat pada lampiran 6. Dari lampiran tersebut diketahui bahwa pendapatan bersih masyarakat dari hutan rakyat diperoleh dari pengurangan antara pendapatan kotor hutan rakyat dengan pengeluaran dalam praktik hutan rakyat. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pendapatan bersih dari praktik hutan rakyat sebesar Rp.835.820.000/ tahun.

Gambar 3. Diagram persentase pendapatan bersih hutan rakyat

Pendapatan kotor dari produk hutan rakyat merupakan penjumlahan nilai ekonomi masing-masing produk yang dimanfaatkan oleh masing-masing responden yaitu dengan jumlah Rp.931.340.000/ tahun .Pemanfaatan jenis-jenis

Rp 931.340.000 Rp 95.520.000

Pendapatan Kotor dari hutan rakyat

Pengeluaran pengelolaan hutan rakyat


(47)

produk hutan rakyat pada masing-masing responden dapat dilihat pada lampiran 2. Sementara itu, pengeluaran dari praktik hutan rakyat oleh masing-masing responden dapat dilihat pada lampiran 5 dengan jumlah pengeluaran yaitu sebesar Rp. 95.520.000/ tahun. Pengeluaran ini dapat berupa pembelian pupuk, perawatan, dan upah tenaga kerja.

Petani di desa ini umumnya menggunakan tenaga kerja keluarga dalam praktik hutan rakyat, namun pada lahan yang cukup luas, petani menyewa tenaga kerja dari luar. Hal ini pastinya menambah pengeluaran biaya terhadap tenaga kerja. Muljadi (1987) mengatakan semakin banyak anggota keluarga yang terlibat, maka akan mengurangi pengeluaran karena mendeskripsikan jumlah orang terlibat dalam kegiatan hutan rakyat, apalagi jika lahannya luas. Hal ini mampu mengurangi penggunaan tenaga kerja dari luar anggota keluarga sehingga dapat menekan pengeluaran biaya terhadap tenaga kerja.

Keseluruhan pendapatan masyarakat diperoleh dari hasil penjualan produk hutan rakyat dengan hasil dari luar hutan rakyat. Dimana pendapatan dari luar hutan rakyat dilihat dari pekerjaan mereka kecuali bertani seperti PNS, wiraswasta, maupun pedagang. Hal ini didukung penelitian Senoaji (2009) yang menyatakan pendapatan masyarakat dibedakan menjadi pendapatan yang diperoleh dari kegiatannya di dalam kawasan hutan dan pendapatan lainnya dari kegiatan di luar kawasan hutan.


(48)

Gambar 4. Perbandingan Pendapatan diluar hutan rakyat dan dari hutan rakyat Dari gambar 4 menunjukkan bahwa perbandingan pendapatan yang diperoleh masyarakat dari luar hutan rakyat dengan dari hutan rakyat yaitu selisih 16 %. Dari hasil penelitian, pendapatan total yang didapat masyarakat dihitung dari pengeluaran rumah tangga per tahun yaitu sebesar Rp.1.438.500.000. Pengeluaran ini dilihat dari biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk memenuhi kebutuhan makanan dan minuman, kebutuhan non makanan seperti sandang, pendidikan, kesehatan dan biaya pengeluaran lainnya seperti membayar utang, menabung, maupun pinjaman yang dapat dilihat pada lampiran 7. Total pendapatan masyarakat ini kemudian dikurangi pendapatan bersih dari hutan rakyat sehingga didapat jumlah pendapatan masyarakat dari luar hutan rakyat. Hasil pendapatan dari luar hutan rakyat dalam satu tahun dapat mencapai Rp.602.680.000 atau sekitar 42% dan pendapatan masyarakat dari pemanfaatan produk hutan rakyat sebesar Rp.835.820.000 per tahun atau sekitar 58 %.

Dari lampiran 8 dapat diketahui bahwa pendapatan dari produk-produk hutan rakyat memberikan kontribusi yang cukup besar karena bila dibandingkan pendapatan dari luar hutan rakyat selisihnya cukup besar yakni mencapai 16 %. Hal ini menandakan bahwa ketergantungan masyarakat terhadap hutan rakyat di

42% 58%

Pendapatan diluar hutan rakyat Pendapatan dari hutan rakyat


(49)

desa ini masih cukup tinggi. Sejalan dengan hasil penelitian Senoaji (2009) yang menyatakan bahwa kontribusi yang disumbangkan dari hasil hutan sangat besar. Kondisi ini mengindikasi bahwa ketergantungan masyarakat terhadap keberadaan hutan sebagai sumber pendapatan keluarga sangat tinggi.

Berdasarkan BPS (2013), standard garis kemiskinan masyarakat Indonesia sebesar Rp. 212.000 per bulan atau sekitar Rp. 7.000 per hari. Sementara standard kemiskinan yang berdasarkan Bank Dunia sebesar Rp. 510.000 per bulan atau sekitar Rp. 17.000 per hari. Berdasarkan hasil perhitungan pendapatan masyarakat diketahui bahwa rata-rata pendapatan masyarakat per rumah tangga yaitu sebesar Rp. 3.055.240 per bulan atau sekitar Rp.128.898 per hari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan/ kesejahteraan masyarakat di desa ini sudah sejahtera. Dalam hal ini dapat dikatakan praktik hutan rakyat mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis-jenis produk hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Parbaba Dolok adalah alpukat, aren, cokelat, jahe, jagung, kelapa, kemiri, kopi, mangga, nangka, pisang, ubi kayu, ternak babi, kambing dan kerbau. 2. Nilai ekonomi produk hutan rakyat yang memberikan kontribusi terbesar

terhadap pendapatan masyarakat adalah kopi dengan nilai ekonomi sebesar Rp.336.000.000 (36,08%) per tahun. Jenis produk hutan rakyat yang memberikan kontribusi terkecil terhadap pendapatan masyarakat adalah tanaman kelapa dengan nilai ekonomi sebesar Rp.1.360.000 per tahun atau sekitar 0,15%.

3. Produk hutan rakyat secara total mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat sebesar Rp.835.820.000 per tahun atau sekitar 58 %. Pendapatan masyarakat per rumah tangga yaitu sebesar Rp. 3.055.240 per bulan atau sekitar Rp. 128.898 per hari. Sementara itu pendapatan dari luar hutan rakyat mampu memberikan kontribusi sebesar Rp.602.680.000 atau sekitar 42% dari total keseluruhan pendapatan masyarakat per tahun.

Saran

Diharapkan agar pengelolaan lahan hutan rakyat di Desa Parbaba Dolok lebih ditingkatkan lagi dan diharapkan peran serta pemerintah dalam mengembangkan praktik hutan rakyat yang selama ini dikembangkan masyarakat.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, O dan P. Patana. 2002. Penelitian : Perhitungan Nilai EkonomiPemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu Non-Marketable oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan. Penelitian. USU. Medan

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius : Yogyakarta

Awang, S. A. dkk, 2001. Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan. Pustaka Kehutanan Masyarakat. CV. Debut Press, Yogyakarta

Bahruni. 1999. Penilaian Sumber Daya Hutan dan Lingkungan. IPB. Bogor

Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir. 2013. Kecamatan Pangururan dalam Angka2012. Penerbit Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir. Pangururan BAPPENAS, 2000. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Pedesaan.

Jakarta

BPDAS Jenebrang, 2010. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Walanae.

Departemen Kehutanan. 1995. Hutan Rakyat. Departemen Kehutanan RepublikIndonesia. Jakarta.

Ichwandi, I., 1996. Nilai Ekonomi Sumberdaya Hutan dan Lingkungan. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Jaffar, E. R., 1993. Pola Pengembangan Hutan Rakyat sebagai Upaya PeningkatanLuasan Hutan dan Peningkatan Pendapatan Masyarakat di Propinsi DIY.Makalah Pertemuan Persaki Propinsi DIY 17 Juli 1993, Yogyakarta.Dalam : San Afri Awang, dkk, 2001. Gurat Hutan Rakyat di KapurSelatan. Pustaka Kehutanan Masyarakat. CV. Debut Press, Yogyakarta

Muljadi. 1987. Distribusi Tenaga Kerja Dalam Pola Usahatani Tanaman/ Ternak di Batumarta, Sumatera Selatan. Departemen Pertanian. Jakarta

Nurfitriani, S. 2006. Strategi Pengelolaan Hutan Upaya Menyelamatkan Rimba yang Tersisa. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Purwoko, A., 2002. Kajian Akademis Hutan Kemasyarakatan: Fakultas Pertanian,Universitas Sumatera Utara, Medan.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2008-2013 Desa Parbaba Dolok,Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Lampiran Peraturan Desa Parbaba Dolok.


(52)

Senoaji, G. 2009. Kontribusi Hutan Lindung Terhadap Pendapatan Masyarakat Desa di Sekitarnya: Studi Kasus di Desa Air Lanang Bengkulu. Penelitian. Universitas Bengkulu. Bengkulu

Sukirno, S. 1985. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan DasarKebijaksanaan. Bima Grafika, Jakarta

Tjakrawiralaksana, A dan C. Soeriatmadja. 1983. Usahatani. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta

Undang-Undang Republik Indonesia No. 41/1999 tentang Kehutanan.

Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah. Sinar Tani. Jakarta

Warsid. 2000. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Sebagai Sarana Kesejahteraan Masyarakat.

Widiarti, A dan S. Prajadinata. 2008. Karakteristik Hutan Rakyat Pola Kebun Campuran. Bogor

Wirakusumah, S. 2003. Mendambakan Kelestarian Sumber Daya Hutan Bagi Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat. UI Press. Jakarta.


(1)

produk hutan rakyat pada masing-masing responden dapat dilihat pada lampiran 2. Sementara itu, pengeluaran dari praktik hutan rakyat oleh masing-masing responden dapat dilihat pada lampiran 5 dengan jumlah pengeluaran yaitu sebesar Rp. 95.520.000/ tahun. Pengeluaran ini dapat berupa pembelian pupuk, perawatan, dan upah tenaga kerja.

Petani di desa ini umumnya menggunakan tenaga kerja keluarga dalam praktik hutan rakyat, namun pada lahan yang cukup luas, petani menyewa tenaga kerja dari luar. Hal ini pastinya menambah pengeluaran biaya terhadap tenaga kerja. Muljadi (1987) mengatakan semakin banyak anggota keluarga yang terlibat, maka akan mengurangi pengeluaran karena mendeskripsikan jumlah orang terlibat dalam kegiatan hutan rakyat, apalagi jika lahannya luas. Hal ini mampu mengurangi penggunaan tenaga kerja dari luar anggota keluarga sehingga dapat menekan pengeluaran biaya terhadap tenaga kerja.

Keseluruhan pendapatan masyarakat diperoleh dari hasil penjualan produk hutan rakyat dengan hasil dari luar hutan rakyat. Dimana pendapatan dari luar hutan rakyat dilihat dari pekerjaan mereka kecuali bertani seperti PNS, wiraswasta, maupun pedagang. Hal ini didukung penelitian Senoaji (2009) yang menyatakan pendapatan masyarakat dibedakan menjadi pendapatan yang diperoleh dari kegiatannya di dalam kawasan hutan dan pendapatan lainnya dari kegiatan di luar kawasan hutan.


(2)

Gambar 4. Perbandingan Pendapatan diluar hutan rakyat dan dari hutan rakyat Dari gambar 4 menunjukkan bahwa perbandingan pendapatan yang diperoleh masyarakat dari luar hutan rakyat dengan dari hutan rakyat yaitu selisih 16 %. Dari hasil penelitian, pendapatan total yang didapat masyarakat dihitung dari pengeluaran rumah tangga per tahun yaitu sebesar Rp.1.438.500.000. Pengeluaran ini dilihat dari biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk memenuhi kebutuhan makanan dan minuman, kebutuhan non makanan seperti sandang, pendidikan, kesehatan dan biaya pengeluaran lainnya seperti membayar utang, menabung, maupun pinjaman yang dapat dilihat pada lampiran 7. Total pendapatan masyarakat ini kemudian dikurangi pendapatan bersih dari hutan rakyat sehingga didapat jumlah pendapatan masyarakat dari luar hutan rakyat. Hasil pendapatan dari luar hutan rakyat dalam satu tahun dapat mencapai Rp.602.680.000 atau sekitar 42% dan pendapatan masyarakat dari pemanfaatan produk hutan rakyat sebesar Rp.835.820.000 per tahun atau sekitar 58 %.

Dari lampiran 8 dapat diketahui bahwa pendapatan dari produk-produk hutan rakyat memberikan kontribusi yang cukup besar karena bila dibandingkan pendapatan dari luar hutan rakyat selisihnya cukup besar yakni mencapai 16 %. Hal ini menandakan bahwa ketergantungan masyarakat terhadap hutan rakyat di

42% 58%

Pendapatan diluar hutan rakyat Pendapatan dari hutan rakyat


(3)

desa ini masih cukup tinggi. Sejalan dengan hasil penelitian Senoaji (2009) yang menyatakan bahwa kontribusi yang disumbangkan dari hasil hutan sangat besar. Kondisi ini mengindikasi bahwa ketergantungan masyarakat terhadap keberadaan hutan sebagai sumber pendapatan keluarga sangat tinggi.

Berdasarkan BPS (2013), standard garis kemiskinan masyarakat Indonesia sebesar Rp. 212.000 per bulan atau sekitar Rp. 7.000 per hari. Sementara standard kemiskinan yang berdasarkan Bank Dunia sebesar Rp. 510.000 per bulan atau sekitar Rp. 17.000 per hari. Berdasarkan hasil perhitungan pendapatan masyarakat diketahui bahwa rata-rata pendapatan masyarakat per rumah tangga yaitu sebesar Rp. 3.055.240 per bulan atau sekitar Rp.128.898 per hari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan/ kesejahteraan masyarakat di desa ini sudah sejahtera. Dalam hal ini dapat dikatakan praktik hutan rakyat mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(4)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis-jenis produk hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Parbaba Dolok adalah alpukat, aren, cokelat, jahe, jagung, kelapa, kemiri, kopi, mangga, nangka, pisang, ubi kayu, ternak babi, kambing dan kerbau. 2. Nilai ekonomi produk hutan rakyat yang memberikan kontribusi terbesar

terhadap pendapatan masyarakat adalah kopi dengan nilai ekonomi sebesar Rp.336.000.000 (36,08%) per tahun. Jenis produk hutan rakyat yang memberikan kontribusi terkecil terhadap pendapatan masyarakat adalah tanaman kelapa dengan nilai ekonomi sebesar Rp.1.360.000 per tahun atau sekitar 0,15%.

3. Produk hutan rakyat secara total mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat sebesar Rp.835.820.000 per tahun atau sekitar 58 %. Pendapatan masyarakat per rumah tangga yaitu sebesar Rp. 3.055.240 per bulan atau sekitar Rp. 128.898 per hari. Sementara itu pendapatan dari luar hutan rakyat mampu memberikan kontribusi sebesar Rp.602.680.000 atau sekitar 42% dari total keseluruhan pendapatan masyarakat per tahun.

Saran

Diharapkan agar pengelolaan lahan hutan rakyat di Desa Parbaba Dolok lebih ditingkatkan lagi dan diharapkan peran serta pemerintah dalam mengembangkan praktik hutan rakyat yang selama ini dikembangkan masyarakat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, O dan P. Patana. 2002. Penelitian : Perhitungan Nilai EkonomiPemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu Non-Marketable oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan. Penelitian. USU. Medan

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius : Yogyakarta

Awang, S. A. dkk, 2001. Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan. Pustaka Kehutanan Masyarakat. CV. Debut Press, Yogyakarta

Bahruni. 1999. Penilaian Sumber Daya Hutan dan Lingkungan. IPB. Bogor

Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir. 2013. Kecamatan Pangururan dalam Angka2012. Penerbit Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir. Pangururan BAPPENAS, 2000. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Pedesaan.

Jakarta

BPDAS Jenebrang, 2010. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Walanae.

Departemen Kehutanan. 1995. Hutan Rakyat. Departemen Kehutanan RepublikIndonesia. Jakarta.

Ichwandi, I., 1996. Nilai Ekonomi Sumberdaya Hutan dan Lingkungan. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Jaffar, E. R., 1993. Pola Pengembangan Hutan Rakyat sebagai Upaya PeningkatanLuasan Hutan dan Peningkatan Pendapatan Masyarakat di Propinsi DIY.Makalah Pertemuan Persaki Propinsi DIY 17 Juli 1993, Yogyakarta.Dalam : San Afri Awang, dkk, 2001. Gurat Hutan Rakyat di KapurSelatan. Pustaka Kehutanan Masyarakat. CV. Debut Press, Yogyakarta

Muljadi. 1987. Distribusi Tenaga Kerja Dalam Pola Usahatani Tanaman/ Ternak di Batumarta, Sumatera Selatan. Departemen Pertanian. Jakarta

Nurfitriani, S. 2006. Strategi Pengelolaan Hutan Upaya Menyelamatkan Rimba yang Tersisa. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Purwoko, A., 2002. Kajian Akademis Hutan Kemasyarakatan: Fakultas Pertanian,Universitas Sumatera Utara, Medan.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2008-2013 Desa Parbaba Dolok,Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Lampiran Peraturan Desa Parbaba Dolok.


(6)

Senoaji, G. 2009. Kontribusi Hutan Lindung Terhadap Pendapatan Masyarakat Desa di Sekitarnya: Studi Kasus di Desa Air Lanang Bengkulu. Penelitian. Universitas Bengkulu. Bengkulu

Sukirno, S. 1985. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan DasarKebijaksanaan. Bima Grafika, Jakarta

Tjakrawiralaksana, A dan C. Soeriatmadja. 1983. Usahatani. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta

Undang-Undang Republik Indonesia No. 41/1999 tentang Kehutanan.

Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah. Sinar Tani. Jakarta

Warsid. 2000. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Sebagai Sarana Kesejahteraan Masyarakat.

Widiarti, A dan S. Prajadinata. 2008. Karakteristik Hutan Rakyat Pola Kebun Campuran. Bogor

Wirakusumah, S. 2003. Mendambakan Kelestarian Sumber Daya Hutan Bagi Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat. UI Press. Jakarta.