Fase ketiga (1830 – 1837/1838)

c) Fase ketiga (1830 – 1837/1838)

Nah, tentu kamu sudah menemukan jawaban peristiwa tahun 1825-1830 di Jawa. Peristiwa itu adalah Perang Diponegoro. Setelah Perang Diponegoro berakhir pada tahun 1830, semua kekuatan Belanda dikonsentrasikan ke Sumatera Barat untuk menghadapi perlawanan kaum Padri. Dimulailah Perang Padri fase ketiga.

Pada pertempuran fase ketiga ini kaum Padri mulai mendapatkan simpati dari kaum Adat. Dengan demikian, kekuatan para pejuang di Sumatera Barat meningkat. Orang-orang Padri yang mendapatkan dukungan kaum Adat itu bergerak ke pos-pos tentara Belanda. Kaum Padri dari Bukit Kamang berhasil memutuskan sarana komunikasi antara benteng Belanda di Tanjung Alam dan Bukittinggi. Tindakan kaum Padri itu dijadikan alasan Belanda untuk menyerang Koto Tuo di Ampek Angkek yang dipimpin Gillavary, Belanda juga membangun benteng pertahanan dari Ampang Gadang sampai ke Biaro. Batang Gadis, sebuah nagari yang memiliki posisi sangat strategis terletak antara Tanjung Alam dan Batu Sangkar juga diduduki. Pada tahun 1831 Gillavary digantikan oleh Jacob Elout. Elout ini telah mendapatkan pesan dari Gubernur Jenderal Van den Bosch agar melaksanakan serangan besar-besaran terhadap kaum Padri.

Elout segera mengerahkan pasukannya untuk menguasai beberapa nagari, seperti Manggung dan Naras. Termasuk daerah Batipuh. Setelah menguasai Batipuh, serangan Belanda ditujukan ke Benteng Marapalam. Benteng ini merupakan kunci untuk dapat menguasai Lintau. Karena bantuan dua orang Padri yang berkhianat dengan menunjukkan jalan menuju benteng kepada Belanda, maka pada Agustus 1831 Belanda dapat menguasai Benteng Marapalam tersebut. Dengan jatuhnya benteng ini maka beberapa nagari di sekitarnya ikut menyerah.

Sejarah Indonesia

Seiring dengan datangnya bantuan pasukan dari Jawa pada tahun 1832 maka Belanda semakin ofensif terhadap kekuatan kaum Padri di berbagai daerah. Pasukan yang datang dari Jawa itu antara lain pasukan legium Sentot Ali Basah Prawirodirjo dengan 300 prajurit bersenjata. Tahun 1833 kekuatan Belanda sudah begitu besar. Dengan kekuatan yang berlipat ganda Belanda melakukan penyerangan terhadap pos-pos pertahanan kaum Padri. Di Banuhampu, Kamang, Guguk Sigandang, Tanjung Alam, Sungai Puar, Candung dan beberapa nagari di Agam.

Dalam catatan sejarah kolonial penyerangan di berbagai tempat itu, penyerangan terhadap Guguk Sigandang merupakan catatan hitam karena disertai dengan penyembelihan dan penyincangan terhadap tokoh-tokoh dan pasukan kaum Padri. Bahkan terhadap mereka yang dicurigai sebagai pendukung Padri. Pada waktu penyerbuan Kamang, pasukan Belanda dapat mendapat perlawanan sengit, bahkan 100 orang pasukan Belanda termasuk perwira terbunuh. Baru hari berikutnya dengan mengerahkan kekuatannya, Belanda dapat menguasai Kamang. Dalam serangkaian pertempuran itu banyak kaum Padri telah menjadi korban, termasuk tokoh Tuanku Nan Cerdik dapat ditangkap.

Di samping strategi militer, setelah Van den Bosch berkunjung ke Sumatera Barat, diterapkan strategi winning the heart kepada masyarakat. Pajak pasar dan berbagai jenis pajak mulai dihapuskan. Penghulu yang kehilangan penghasilan akibat penghapusan pajak diberi gaji 25-30 gulden. Para kuli yang bekerja untuk pemerintah Belanda juga diberi gaji 50 sen sehari.

Komandan militer untuk wilayah pesisir barat Sumatera Cornelis Pieter Jacob Elout digantikan oleh E. Francis. Selanjutnya Belanda tidak akan mencampuri urusan pemerintahan tradisional di Minangkabau. Sebagai upaya gencatan senjata pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan Plakat Panjang. Plakat Panjang adalah pernyataan atau janji khidmat yang isinya tidak akan ada lagi peperangan antara Belanda dan kaum Padri. Setelah pengumuman Plakat Panjang ini kemudian Belanda mulai menawarkan perdamaian kepada para pemimpin Padri. Dengan kebijakan baru itu beberapa tokoh Padri dikontak oleh Belanda dalam rangka mencapai perdamaian. Beberapa tokoh memenuhi ajakan Belanda untuk berdamai.

Sementara para pejuang yang begitu mencintai kemerdekaan bumi Minangkabau terus melanjutkan perlawanan. Setelah kekuatan pasukan Tuanku Nan Cerdik dapat dihancurkan, pertahanan terakhir perjuangan

116 Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1 Semester 1

Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan Perlawanan), 2012. Gambar 2.20 Ilustrasi pertempuran sengit antara pasukan Padri melawan Belanda di bukit selatan Bonjol.

Belanda juga mencoba mendekati Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai. Imam Bonjol mau berdamai, tetapi dengan beberapa persyaratan antara lain jika tercapai perdamaian, Imam Bonjol minta agar rakyat Bonjol dibebaskan dari bentuk kerja paksa dan nagari itu tidak diduduki Belanda. Namun, Belanda tidak memberi jawaban. Belanda justru semakin ketat mengepung pertahanan di Bonjol. Pengepungan ini dipimpin oleh Residen Padang Emanuel Francis. Sampai tahun 1836 benteng Bonjol tetap dapat dipertahankan oleh pasukan Padri. Akan tetapi, satu per satu pemimpin Padri dapat ditangkap. Hal ini jelas dapat memperlemah pertahanan pasukan Padri. Namun, di bawah komando Imam Bonjol mereka terus berjuang untuk mempertahankan setiap jengkal tanah Minangkabau. Pada tanggal

16 Agustus 1837 Benteng Bonjol berhasil dikepung dari empat penjuru dan berhasil dilumpuhkan. Imam Bonjol dan beberapa pejuang lainnya dapat meloloskan diri. Francis kembali menyerukan Imam Bonjol untuk berunding.

Sejarah Indonesia

Demi menjamin keselamatan warganya, pada tanggal 28 Oktober 1837, Imam Bonjol menerima tawaran damai dari Residen Francis. Ternyata ajakan berunding itu hanya tipu muslihat, karena pada saat datang di tempat perundingan, Imam Bonjol langsung ditangkap. Beberapa pengikutnya memang ada yang berhasil meloloskan diri dan melanjutkan perang gerilya di hutan-hutan Minangkabau. Imam Bonjol kemudian dibawa ke Batavia.

Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan: Dari

Sultan Agung hingga

Akhirnya, Tuanku Imam Bonjol dibuang ke

Hamengku Buwono IX, 1992.

Cianjur, Jawa Barat. Pada tanggal 19 Januari

Gambar 2.21 Tuanku Imam Bonjol.

1839 ia dipindahkan ke Ambon dan tahun 1841 dipindahkan lagi ke Manado hingga wafatnya pada tanggal 6 November 1864.

Sumber: Tempat Pengasingan dan Makam Pejuang Bangsa, 2003 Gambar 2.22 Batu yang biasa digunakan salat Iman Bonjol sekarang terletak di belakang kompleks makam Imam Bonjol di Manado.

Dokumen yang terkait

LAPORAN HASIL SURVEY KEPUASAN TERHADAP SISTEM PENGELOLAAN SDM DI LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG TAHUN 2017

0 2 16

Obat Wasir Ambejoss Herbal Produk De Nature Indonesia

0 0 6

Implementasi manajemen sumber daya manusia di smk negeri 11 Medan - Repository UIN Sumatera Utara

0 3 108

BAB III DESKRIPSI ORGANISASI MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA A. Sejarah Singkat Berdirinya Muhammadiyah - Pengaruh Kebijakan Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah (Analisis Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Periode 20

0 2 32

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Temuan Umum 1. Profil Rumah Sakit Jiwa Mahoni a. Sejarah Rumah Sakit Jiwa Mahoni - DUKUNGAN KELUARGA MUSLIM TERHADAP PASIEN GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA MAHONI KOTA MEDAN - Repository UIN Sumatera Utara

1 2 28

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Temuan Umum 1. Sejarah Berdiri Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah Medan - IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DI PESANTREN AR-RAUDLATUL HASANAH MEDAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENINGKATAN KOMPETENSI

0 5 157

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Umum 1. Sejarah Berdirinya PAI - Gaya belajar mahasiswa tahfidz alquran dalam meraih prestasi akademik di prodi pendidikan agama islam universitas islam negeri sumatera utara medan - Repository UIN Sumater

1 13 36

BAB 11 IMAN KEPADA RASUL ALLAH SAW - 11 iman kpd rasul

0 2 8

Kelas 11 SMA Sejarah Indonesia Guru 2017

3 21 409

Kelas 11 SMA Sejarah Indonesia S2 Siswa 2017

4 44 241