Pesan Non Verbal Dlam Upacara Adat Grebek Sekaten Di Keraton Yogyakarta

(1)

YOGYAKARTA

(Studi Deskriptif Pesan Nonverbal dalam Upacara Adat Grebek Sekaten pada Abdi Dalem di Kraton Yogyakarta)

SKRIPSI

Diajukan untuk memperoleh gelar sarjana (strata Satu) Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh :

DWI AGUSTINA NIM. 41807068

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA B A N D U N G


(2)

iv

Pesan Nonverbal dalam Upacara Grebek Sekaten di Kraton Yogyakarta (Studi Deskriptif Pesan Nonverbal Dalam Upacara Adat Grebek Sekaten pada Abdi

Dalem Di Kraton Yogyakarta). Oleh :

Dwi Agustina NIM.41807068

Skripsi ini di bawah bimbingan : Iin Rahmi Handayani , S.Sos., M. I. Kom.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pesan Non Verbal dalam Upacara Adat Grebek Sekaten di Kraton Yogyakarta. Dengan Indikator ekspresi wajah, waktu, ruang dan tempat, diam, gerakan, busanan, bau-bauan dan sentuhan yang ada dalam upacara grebek sekaten di kraton yogyakarta. Metode yang digunakan Metode Penelitian Kualitatif dengan pendekatan Deskriptif yaitu, peneliti menggambarkan, mendeskripsikan, dan memaparkan pesan-pesan nonverbal pada suatu kebudayaan yaitu upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi,study kepustakaan dan internet searching. Serta uji keabsahan data menggunakan Triangulasi data.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pesan nonverbal yang ada pada upacara adat Grebek Sekaten antara lain terdapat simbol nonverbal pada ekpresi wajah dari abdi dalem dan Sri Sultan yang mengartikan rasa penghormatan, waktu dimana pada pelaksanaanya upacara grebek sekaten harus sesuai dengan perhitungan kalender jawa yang berarti masih memegang tradisi leluhurnya, grebek sekaten hanya dilakukan pada ruangan tertentu yaitu di Siti Hinggil karena tempat ini memiliki arti yang paling atas dan tinggi serta masjid kauman yang diartikan sebagai tempat yang sakral, dalam pelaksanaanya terdapat prosesi diam pada saat pembacaan doa yang memiliki arti menghormati raja sebagai pemimpin.

pesan nonverbal gerakan pula terlihat pada cara jalan para abdi dalem da prajurit yang tidak di perbolehkan memakai sandal yang berarti hidup untuk mengabdi dan kesetiaan kepada keluarga kerajaan. Simbol pada pakaian yang dikenakan abdi dalem dan para prajurit memiliki arti masing-masing namun pada intinya mengartikan suatu kegagahan dan kesetiaan dan pakaian yang di kenakan oleh sri sultan memiliki arti lambang keperkasaan dan keadilan seorang raja terhadap rakyat. Dalam grebek sekaten terdapat unsur bau-bauan pada penggunaan bunga tujuh rupa dan dupa serta kemenyaa yang berarti menghormati leluhur terdahulu menurut pandangan orang jawa, dan yang utama dalam upacara grebek sekaten adalah simbol gunungan dimana jika berhasil menyentuh gunungan sekaten ini akan mendapatkan berkah karena gunungan memiliki makna kebesaran dan sedekah dari Sri Sultan.

Akhirnya peneliti menyarankan agar Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai penyelenggara tradisi Grebek Sekaten hendaknya bisa menjadi media agar dalam pelaksanaannya tradisi tersebut benar-benar bisa memenuhi kebutuhan religius dalam syiar agama Islam untuk membentuk akhlak dan budi pekerti luhur. Serta agar pemerintah daerah lebih perhatian dan peduli terhadap kegiatan upacara adat grebek sekaten sebagai salah satu tujuan wisata budaya daerah di kota Yogyakarta.


(3)

v

of Abdi Dalem In the Palace of Yogyakarta).

By : Dwi Agustina NIM.41807068

This thesis under the guidance of : Rahmi Iin Handayani, S. Sos., M. I. Kom.

This study aims to determine the Non-Verbal Messages in Grebek Sekaten Ceremony at the Sultan's Palace. With a facial expression indicators, time, space and place, still, motion, busanan, smells and touch of existing in a ceremony at the palace grebek sekaten yogyakarta. The method used by the Qualitative Research Methods The descriptive approach is, researchers describe, describe, and explain nonverbal messages in a culture that is grebek sekaten ceremonies at the Palace of Yogyakarta. Data collection techniques through in-depth interviews, observation, study literature and internet searching. As well as the validity of test data using triangulated data. Results from the study indicate that the nonverbal messages that exist in traditional ceremonies Sekaten Grebek among other nonverbal symbols found on the facial expressions of the courtiers and the Sultan that defines a sense of respect, the time at which the implementation sekaten grebek ceremony should be in accordance with the calculation of Javanese calendar which means that there holds traditions of his ancestors, grebek sekaten only done on a particular room that is in Hinggil because this place has a meaning and a high top and mosques kauman defined as a sacred place, in the implementation there is a procession of silent prayer at the time of reading that has

meaning to respect the king as a leader. nonverbal message is also seen in the way of movement of the courtiers da road warriors who are not allowed to wear sandals in the meaning of life to the service and loyalty to the royal family. Symbols on the clothing worn courtiers and the soldiers have their meanings but in essence defines a valor and loyalty and wear the clothes in sri sultan meaningful symbol of the might and justice of a king against the people. In grebek sekaten there are elements of odors on the use of flowers and incense as well as the seven-way kemenyaa which means respecting the ancestral past in the eyes of people of Java, and the main ceremony is a symbol grebek sekaten mountains where mountains touch sekaten if successful this will get a blessing because the mountains have the meaning of greatness and the alms of the Sultan.

Finally, the researchers suggested that the palace Ngayogyakarta as organizers Sekaten Grebek tradition should be a medium for the implementation of that tradition can really meet the religious needs of the greatness of Islam to form good character and noble character. And that local governments more attention and care for ceremonial activities grebek sekaten as one of the areas of cultural tourism destination in the city of Yogyakarta.


(4)

vi Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Syukur Alhamdulillahirobbil’alamin penulis haturkan kepada Allah SWT

yang maha Pemurah dan Penyayang, karena berkat Rakmat_Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pesan Nonverbal dalam Upacara Adat Grebek Sekaten di Kraton Yogyakarta (Studi Deskriptif Pesan Nonverbal dalam Upacara Adat Grebek Sekaten pada Abdi Dalem di Kraton Yogyakarta)” ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Karena selama penulisan banyak sekali kendala yang tak terduga serta hambatan yang penulis hadapi. Adapun penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi tugas akhir yang merupakan syarat kelulusan program strata satu (1) pada jurusan Ilmu Komunikasi dengan konsentrasi kehumasan Universitas Komputer Indonesia.

Tiada gading yang tak retak, itulah yang menggambarkan keseluruhan isi skripsi ini, karena dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, sehingga hasilnya pun masih jauh dari sempurna. Hal tersebut disebabkan masih terbatasnya pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman penulis yang masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran membangun untuk hasil yang lebih baik di masa datang.


(5)

vii

hormat penulis untuk menyampaikan terima kasih yang tak terhingga dan tak terukur, serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Yth. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia dan dosen pengajar dari penulis.

2. Yth, Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A., selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) yang telah memberi izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di lapangan.

3. Yth, Manap Solihat S. Sos., M. Si., selaku ketua Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah memberikan arahan dan izin kepada peneliti untuk menyusun skripsi ini dan memberikan kelancaran pelayanan dalam urusan akademik.

4. Yth. Melly Maulin P, S.Sos., M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations, yang telah memberikan dukungan dan kemudahan serta ilmu-ilmunya, arti hidup, dan semangat kepada penulis selama ini.


(6)

viii

6. Yth. Desayu Eka Surya, S.Sos, M.Si., selaku dosen wali, yang telah banyak memberikan motivasi, arti hidup, nasehat, arahan, semangat, serta ilmu-ilmu yang berharga kepada penulis selama ini

7. Yth. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Ilmu Komuniasi dan Public Relations, khususnya kepada : Ibu Rismawaty, S.Sos., M.Si., Bapak Sangra Juliano P., S.I.Kom., Bapak Inggar Prayoga, S.I.Kom., Bapak Adiyana Slamet, S.I.P., M.Si., Bapak Ari Prasetyo, S.Sos., M.Si., Ibu Tine Agustin Wulandari, S.I.Kom., Terima kasih yang tiada tara untuk ilmunya yang tak terhingga serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

8. Mba Astri Ikawati., A.Md,.Kom., Dan Rr. Intan S.I.Kom Selaku Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP UNIKOM, yang telah membantu kelancaran administrasi bagi penulis.

9. GBPH. H. Prabukusumo, S.Psi. yang telah memberi izin terhadap peneliti untuk melakukan penelitian di Keraton.


(7)

ix

11.Kerabat Keraton dan Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dengan ketulusan hati bersedia menjadi informan.

12.Kepada Ayah dan Ibu tersayang yang sudah memberikan doanya, semangat serta arahannya dalam mendukung penulis, terimakasih Ayah, Ibu atas semua semangatnya.

13.Kakak dan Keluarga ku tercinta (Mas lana, Mba Sri Harjuni,) serta adik ku tersayang (Tri Handoyo), yang telah memberikan dukungan, semangat, serta arahan dan senyum canda tawa dalam kebersamaan.

14.Sahabat-sahabat seperjuangan Imanudin (adin) Mayang Riyanti,

Indah Rahman, Maria Mawati Puspa (Iza), linda Yulianti serta Verlian, Ayu dan Teman–teman seperjuangan Angkatan 2007, IK-Humas 1, 2 dan 3 serta IK-Jurnal, Terimakasih atas semangat yang kalian berikan serta saran dan kritikan Semangat… teruskan langkah

kita meraih harapan dan cita-cita kita

15.Teman-teman satu bimbingan, Sendy, Rifky, Gita Terimakasih banyak ya, buat kalian yang sudah banyak aku repotin, dan yang terus memberikan semangat serta dukungannya.


(8)

x

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis, dari penulisan hingga selesainya skripsi ini. Semoga dibalas setimpal dari Allah SWT, dan dapat memberikan manfaat yang berarti.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Bandung, Juli 2011

Peneliti


(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Budaya merupakan salah satu identitas suatu bangsa. Indonesia biasa disebut sebagai negara kepulauan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil.

Indonesia memiliki etnis yang beranekaragam kebudayaan dimana akan menghasilkan sebuah tatanan kemasyarakatan yang heterogen. Keberagaman etnis tersebut dapat melahirkan sebuah tatanan masyarakat yang dinamis dan integrative. Salah satunya adalah masyarakat Yogyakarta, dimana sejak lama kita ketahui orang-orang jawa atau masyarakat Yogyakarta sangat menjungjung dan menjaga nilai-nilai tradisi.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Karena budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.


(10)

Selain itu bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetik. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.1

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah utara. Secara geografis Yogyakarta terletak di pulau Jawa bagian Tengah. sebuah provinsi yang berdasarkan wilayah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Selain itu ditambahkan pula mantan-mantan wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Praja Mangkunagaran yang sebelumnya merupakan enklave di Yogyakarta.

Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dirunut asal mulanya dari tahun 1945, bahkan sebelum itu. Beberapa minggu setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, atas desakan rakyat dan setelah melihat kondisi yang ada, Hamengkubuwono IX mengeluarkan dekrit kerajaan yang dikenal dengan Amanat 5 September 1945. Isi dekrit tersebut adalah integrasi monarki Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia.

1


(11)

Pada saat itu kekuasaan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat meliputi:

1. Kabupaten Kota Yogyakarta dengan bupatinya KRT Hardjodiningrat,

2. Kabupaten Bantul dengan bupatinya KRT Joyodiningrat,

3. Kabupaten Gunungkidul dengan bupatinya KRT Suryodiningrat,

4. Kabupaten Kulonprogo dengan bupatinya KRT Secodiningrat.

5. Sedangkan kekuasaan Kadipaten Pakualaman meliputi:Kabupaten Kota Pakualaman dengan bupatinya KRT Brotodiningrat, Kabupaten Adikarto dengan bupatinya KRT Suryaningprang.

Dalam kebudayaan tercakup hal-hal bagaimana persepsi manusia terhadap dunia lingkungan serta masyarakat, seperangkat nilai-nilai yang menjadi landasan pokok untuk memotivir setiap langkah yang hendak dan harus dilakukannya dan sehubungan dengan itu pola hidup serta cara kemasyarakatan. Dengan demikian kebudayaan menunjukkan identitas serta integritas seseorang atau suatu bangsa. Dalam kebudayaanlah tertuang segala kekayaan serta mutu hidup suatu bangsa (Soerjono,1978:9).


(12)

Kebudayaan sendiri dapat diartikan sebagai semua hal yang dihasilkan dan yang mampu dipertahankan berdasarkan pengalaman-pengalaman simbolik. Atau dapat juga dikatakan bahwa kebudayaan terdiri dari pola-pola dan cara-cara berpikir, merasa dan bertindak yang dicapai dan disalurkan melalui simbol.

Salah satu hasil budaya yang masih ada sejak berabad-abad yang lalu hingga sekarang adalah upacara Sekaten. Grebeg Sekaten adalah salah satu peristiwa budaya yang sangat penting Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Upacara Sekaten dimaknai sebagai upacara untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dan untuk mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan YME atas Rakhmat-Nya yang telah memberikan berkahnya kepada rakyat.

Selain itu yang terpenting yaitu sebagai sarana menyebarkan dakwah agama Islam.Meskipun upacara adat grebek sekaten ini telah berabad-abad lamanya, upacara Sekaten masih tetap terjaga sampai sekarang, tradisi ini sudah ada sejak jaman Kerajaan Demak (abad ke-16) dan diadakan setiap bulann ke-tiga dalam tahun Jawa. Pada Proses Tahapan nya upacara Sekaten diawali terlebih dahulu dengan Upacara tumplak wajik yaitu upacara pembuatan Wajik (makanan khas yang terbuat dari beras ketan dengan gula kelapa) untuk mengawali pembuatan pareden yang digunakan dalam upacara Garebeg. Upacara ini hanya dilakukan untuk membuat pareden estri pada Garebeg Mulud dan Garebeg


(13)

Besar. Dalam upacara yang dihadiri oleh pembesar Keraton ini di lengkapi dengan sesajian. Selain itu upacara yang diselenggarakan dua hari sebelum garebeg juga diiringi dengan musik ansambel lesung-alu (alat penumbuk padi), kenthongan, dan alat musik kayu lainnya. Selanjutnya Sekaten dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Nagawilaga, dari keraton untuk ditempatkan di Pagongan

Selatan dan Utara di depan Mesjid Gedhe. Selama tujuh hari, mulai hari ke-6 sampai hari ke-14, kedua perangkat gamelan tersebut dimainkan ditabuh secara bergantian menandai perayaan sekaten.

Pada malam kedelapan Sultan atau wakil yang beliau tunjuk, melakukan upacara Udhik-Udhik, tradisi menyebar uang logam (koin). Setelah itu Sultan atau wakil beliau masuk ke Mesjid Gedhe untuk mendoakan gunungan dan mendengarkan pembacaan riwayat hidup nabi. Akhirnya pada hari terakhir upacara ditutup Sego Gurih (sejenis nasi uduk) dan Endhog Abang (harfiah=telur merah) merupakan makanan khas pada upacara grebek sekaten. Selain itu terdapat pula sirih pinang dan bunga kantil (Michelia alba atau Magnoliaceae).

Pada hari-hari tersebut Sultan berkenan mengeluarkan sedekahnya kepada rakyat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan. Sedekah ini, yang disebut dengan Hajad Dalem, berupa gunungan (pareden) yang terdiri dari Pareden Kakung (gunungan anak), Pareden Estri, Pareden Pawohan, Pareden Gepak, dan Pareden


(14)

Dharat, serta Pareden Kutug atau Bromo yang hanya dikeluarkan 8 tahun sekali pada saat Garebeg Mulud tahun Dal. Lalu arakan gunungan yang berisi berbagai macam hasil pertanian menjadi simbol berkah Sultan kepada rakyat. 2

Dalam kehidupan kesahariannya manusia, sering berkomunikasi menggunakan media atau medium. Bentuk yang merupakan komplemen dari beragam media (gerak, bunyi, rupa, dan bahasa) banyak terdapat pada sebuah seni pertunjukan ataupun suatu tradisi, yang kesemuanya itu merupakan bahasa komunikasi yang kaya akan nuansa imajinatif dan penuh dengan multitafsir dan memiliki beragam makna yang disampaikan dalam bentuk komunikasi non verbal.

Komunikasi mengacu pada tindakan oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan. Dalam berkomunikasi pasti ada simbol, yaitu sesuatu yang digunakan untuk mewakili maksud tertentu, misalnya dalam kata-kata verbal yang tertulis maupun lisan, dan juga non verbal yang diperagakan melalui gerak-gerik tubuh, warna, artifak, gambar, pakaian, dan lainnya yang harus dapat dipahami secara konotatif.

2


(15)

Menurut Larry A Samovar dan Richard E Porter (dalam Mulyana,

2000), “Pesan komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan

(kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima”, juga mencakup perilaku yang disengaja dan tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan, mengirim banyak pesan non verbal tanpa menyadari bahwa pesan tersebut bermakna bagi orang lain.

Pesan non verbal mempunyai klafikasinya dalam pesan nonverbal itu sendiri.yang banyak menciptakan paradigma dari para ahli, yang sebagaimana tercantum menurut : Lary A. Samovar dan Richard E. Porter mengklafikasikan pesan-pesan non verbal kedalam 2 kategori utama, yaitu :

1. Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan, dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan, dan parabahasa.

2. Ruang, waktu, dan diam.

John R. Wenburg dan William W. Wilmot mengemukakan klafikasi lain dari pesan non verbal, sebagai berikut:

1. Isyarat-isyarat non verbal perilaku (behavioral)

2. Isyarat-isyarat non verbal bersifat publik seperti ukuran ruangan dan faktor-faktor situasi lainnya.


(16)

5

Diantara kedua pengkategorian diatas, saya sebagai penulis memilih dan menggunakan penelitian ini bedasarkan klasifikasi yang dikemukakan oleh Lary A. Samovar dan Richard E. Porter sebagai dasar rujukan yang akan diajukan.

Komunikasi terdapat dua bagian yaitu komunikasi verbal dan von verbal Pesan komunikasi non verbal merupakan salah satu bentuk media komunikasi yang sama pentingnya dan banyak digunakan dalam berbagai situasi terutama berkaitan dengan sistem nilai, gaya dan bahasa tubuh, perasaan, dan emosi. Pesan komunikasi non verbal dalam masyarakat yang masih sederhana dan tradisional masih dianggap efektif untuk menyampaikan pesan

Keterampilan pesan komunikasi non verbal menjadi bagian penting dari kemampuan pendamping untuk mengenal sikap, perilaku, tindakan, dan harapan yang ditunjukkan melalui gerak tubuh yang terkadang sulit untuk dipahami, diharapkan dapat mengenal pola-pola nilai-nilai, simbol, gaya atau penampilan dan gerakan tubuh.

Pesan non verbal juga sangat tergantung pada budaya. Tidak semu konteks non verbal dapat di maknai sama pada setiap budaya. Dengan beragamnya suku bangsa yang terdapat di Indonesia, melahirkan budaya yang beragam dan menambah kekayaan negeri, hal ini menjadikannya aset kebudayaan yang harus dijaga.


(17)

Dell hymes (1973), ahli antropologi budaya memandang komunikasi sebagai unsur penting dalam memahami suatu budaya. Ia menyebutkan empat komponen komunikasi, pesan komunikasi,peserta komunikasi,sandi yang digunakan,sertamedia atau saluran.

Karena sesungguhnya pada dasarnya semua komunikasi adalah budaya mengacu pada cara-cara kita telah belajar untuk berbicara menggunakan kata-kata verbal dan memberikan pesan-pesan nonverbal. Kita tidak selalu berkomunikasi dengan cara yang sama dari hari ke hari, karena faktor-faktor seperti konteks (situasional), kepribadian individu, dan suasana hati berinteraksi dengan berbagai pengaruh budaya kita telah menginternalisasi yang mempengaruhi pilihan kita.

Seperti pada upacara adat grebek sekaten dimana di dalam setiap prosesinya terdapat perlengkapan seperti gamelan, wajik, uang koin, sesajen (kemenyan, bunga kantil, dupa), dan gunungan yang mengandung pesan non verbal yang tidak semua orang mengetahui makna dan pesan yang disampaikan dalam tradisi sekatenan ini kepada masyarakat awam.

Dari latar belakang tersebut maka peneliti menarik rumusan

masalah sebagai berikut :” Bagaimana Pesan NonVerbal dalam


(18)

1.1 Identifikasi Masalah.

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, penulis mengidentifikasikan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana Ekpresi wajah yang ditunjukan abdi dalem pada saat menghadap Sri Sultan saat Miyos Gongso dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta?

2. Bagaimana Waktu yang tepat untuk melaksanakan upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta?

3. Bagaimana Ruang dan Tempat dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta?

4. Bagaimana Diam dalam upacara adat grebek sekaten di kraton Yogyakarta?

5. Bagaimana Gerakan para abdi dalem pada saat kirab gunungan dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta?

6. Bagaimana Busana yang dikenakan dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta?

7. Bagaimana Bau-bauan yang dipergunakan dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta?

8. Bagaimana sentuhan dalam prosesi upacara adat grebek sekaten di kraton Yogyakarta?

9. Bagaimana Pesan Nonverbal dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta?


(19)

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang pesan nonverbal dalam upacara adat grebek skaten yang dapat dilihat mulai dari prosesi kegiatan upacara grebek skaten di Kraton Yogyakarta, samapai pesan-pesan yang terkandung dalam setiap prosesinya.

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui ekpresi wajah yang ditunjukan abdi dalem pada saat menghadap Sri Sultan saat Miyos Gongso dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta

2. Untuk mengetahui waktu yang tepat untuk melaksanakan upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta

3. Untuk mengetahui ruang dan tempat dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta

4. Untuk mengetahui gerakan para abdi dalem pada saat kirab gunungan dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta

5. Untuk mengetahui busana yang dikenakan dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta


(20)

6. Untuk mengetahui bau-bauan yang dipergunakan dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta

7. Untuk Mengetahui sentuhan dalam prosesi upacara adat grebek sekaten di kraton Yogyakarta

8. Untuk mengetahui pesan nonverbal dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta


(21)

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan khasanah dan pengetahuan bagi peneliti dalam mengembangkan ilmu komunikasi secara umum dan dalam penyelenggaraannya secara teoritis khususnya yang berkaitan dengan komunikasi non verbal dan komunikasi budaya.

1.4.2 Kegunaan Praktis

a. kegunaan peneliti

Kegunaan penelitian ini untuk peneliti adalah memberikan pengetahuan lebih mendalam tentang pesan nonverbal dalam upacara adat greber Skaten di Kraton Yogyakarta. dimana hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat peneliti lebih mengetahui dan dapat menambah wawasan dalam bidang komunikasi non verbal dan budaya khususnya dalam upacara adat grebek sekaten.

b. Kegunaan bagi Universitas

Penelitian ini berguna bagi mahasiswa Universitas Komputer Indonesia secara umum, program studi ilmu komunikasi secara khusus sebagai literatur atau untuk sumber tambahan dalam memperoleh informasi bagi


(22)

peneliti yang akan melaksanakan penelitian pada kajian yang sama.

c. kegunaan untuk masyarakat

Kegunaan penelitian ini bagi masyarakat umum adalah untuk mengetahui bahwa negara indonesia ini memiliki beragam budaya dan beraneka ragam suku. Salah satunya yaitu yang terdapat pada upacara adat grebek sekaten yang terdapat di kota Yogyakarta. Selain itu secara mendalam masyarakat pula dapat mengetahui makna, arti serta filosofi yang terkandung dalam prosesi upacara adat grebek sekaten.


(23)

1.5 Kerangka Pemikiran

1.5.1 Kerangka PemikiranTeoritis

Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. karena komunikasi nonverbal lebih menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara.

Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, Pesan komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima (Dedi Mulyana 2000:308)

Lary A. Samovar dan Richard E. Porter mengklafikasikan pesan-pesan non verbal kedalam 2 kategori utama, yaitu:

1. Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan, dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan, dan parabahasa.


(24)

Salah satu jenis komunikasi yaitu pesan komunikasi non verbal disebut dengan bahasa tubuh. Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan tanpa kata-kata dan pesan komunikasi non verbal memberikan arti pada komunikasi verbal. Untuk memahami komunikasi tersebut sehingga menimbulkan beberapa paradigma yang muncul salah satunya paradigma yang dikemukakan oleh Lary A. Samovar dan Richard E. Porter dimana komunikasi meliputi enam unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yaitu:

1. Ekspresi Wajah

merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal, dan dapat menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada orang yang mengamatinya. merupakan salah satu cara penting dalam menyampaikan pesan sosial dalam kehidupan manusia,

2. Waktu

Untuk proses pemyampaian pesan diperlukan waktu yang tepat dalam tujuan penyampaian pesan bisa dilakukan dan diterima oleh komunikan dengan baik tanpa adanya hambatan.


(25)

3. Ruang

Untuk proses peyampaian komunikasi non verbal ruang merupakan tempat atau posisi dimana proses pesan non verbal itu terjadi.

4. Gerakan

Dalam komunikasi non verbal cara orang berjalan dan melakukan suatu tindakan dapat menimbulkan kesan terhadap orang lain yang melihatnya.

5. Busana

Dalam proses penyampaian pesan non verbal penampilan fisik menunjukan cerminan dari cara penyampaian terhadap publik. Salah satunya dapat terlihat dari busana yang dikenakan.

6. Bau-bauan

Aspek-aspek yang terjadinya proses pesan kumunikasi non verbal yang di timbulkan melalui bunga dan minyak wangi yang di pergunakan yang tercium wangi oleh public. (wewangian, seperti,

eau de toilette, eau de cologne, dan parfum) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan, mirip dengan cara yang juga dilakukan hewan.


(26)

7. Sentuhan

Sentuhan dapat memiliki arti multimakna, seperti pada foto dimana terdapat pesan nonverbal yang di dalamnya terkandung banyak makna.

1.5.2 Kerangka Konseptual

Dalam kerangka konseptual ini. Penulis mengaplikasikan teori yang digunakan sebagai landasan penelitian dengan keadaan yang ada pada saat peneliti bereda di dilapangan mengenai Komunkiasi Non Verbal dalam upacara adat grebek sekaten dimana upacara grebek sekaten merupakan suatu tradisi yang di dalam setiap prosesinya mengandung pesan-pesan non verbal. dimana ini terlihat dari perlengkapan yang di gunakan pada saat tradisi sekatenan ini.

Pada Proses Tahapan nya upacara Sekaten diawali terlebih dahulu dengan Upacara tumplak wajik yaitu upacara pembuatan Wajik (makanan khas yang terbuat dari beras ketan dengan gula kelapa) untuk mengawali pembuatan pareden yang digunakan dalam upacara Garebeg. dalam upacara yang dihadiri oleh pembesar Keraton ini di lengkapi dengan sesajian. Selain itu upacara yang diselenggarakan dua hari sebelum garebeg juga diiringi dengan musik ansambel lesung-alu (alat penumbuk padi), kenthongan, dan alat musik kayu lainnya. Selanjutnya Sekaten dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Nagawilaga, dari keraton untuk ditempatkan di Pagongan


(27)

Selatan dan Utara di depan Mesjid Gedhe. Selama tujuh hari, mulai hari ke-6 sampai hari ke-14, kedua perangkat gamelan tersebut dimainkan ditabuh secara bergantian menandai perayaan sekaten.

Pada malam kedelapan Sultan atau wakil yang beliau tunjuk, melakukan upacara Udhik-Udhik, tradisi menyebar uang logam (koin). Setelah itu Sultan atau wakil beliau masuk ke Mesjid Gedhe untuk mendoakan gunungan dan mendengarkan pembacaan riwayat hidup nabi. Akhirnya pada hari terakhir upacara ditutup Sego Gurih (sejenis nasi uduk) dan Endhog Abang (harfiah=telur merah) merupakan makanan khas pada upacara grebek sekaten. Selain itu terdapat pula sirih pinang dan bunga kantil (Michelia alba atau Magnoliaceae).

Pada hari-hari tersebut Sultan berkenan mengeluarkan sedekahnya kepada rakyat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan. Sedekah ini, yang disebut dengan Hajad Dalem, berupa gunungan (pareden) yang terdiri dari Pareden Kakung (gunungan anak), Pareden Estri, Pareden Pawohan, Pareden Gepak, dan Pareden Dharat, serta Pareden Kutug atau Bromo yang hanya dikeluarkan 8 tahun sekali pada saat Garebeg Mulud tahun Dal.


(28)

Dalam setiap prosesi dalam upacara adat sekaten ini mengandung pesan yang tujuan nya menyampaikan pesan kepada masyarakat yaitu sebagai berikut:

1. Ekspresi wajah

Pada tahapan ini terlihat di dalam pelaksanaan prosesi upacara adat grebek sekaten yaitu pada saat acara miyos gongso dimana pada tahap ini Sri Sultan dan para abdi dalem menunjukan ekspresi wajah yang dapat diamati satu sama lainya oleh setiap masyarakat yang hadir dimana pada prosesi ini memiliki pesan dan makna yang sedang terjadi.

2. Waktu

Pada tahap ini, saat pelaksanaan upacara adat grebek sekaten ini, harus dilaksanakan sesuai waktu yang di tetapkan oleh perhitungan kalender jawa , dimana upacara adat grebek sekaten ini dilaksanaka tiga kali dalam setahun dengan proses prosesi dan waktu yang berbeda.

3. Ruang

Pada tahap ini dalam prosesi upacara adat sekaten ini dilaksanakan di beberapa tempat mulai dari penyusunan kirab gunungan yang dilaksanakan di tempat khusus upacara adat dengan kondisi terbuka, sampai dengan miyos gongso yang dilaksanakan di dalam ruangan tertupup (masjid agung Kauman Kraton Yogyakarta). Hingga


(29)

gunungan di kirab keliling komplek kraton dan di bagikan kepada masyarakat. Yang sebagian besar dapat dilihat oleh publik dimana di dalam setiap prosesinya ini mengandung pesan nonverbal yang di sampaikan.

4. Gerakan.

Tahap ini bagian dari bentuk penyampaian pesan non verbal yang diliahat dari gaya berjalan dan gerakan pada saat kirab gunungan.

5. Busana

Pada Tahap ini penampilan fisik dapat dilihat melalui busana yang dikenakan para abdi dalem, Kerabat Kraton, serta Kanjeng Sri Sultan dan GPPH. Prabukusumo. Diaman setiap pakaian dan atribut yang dikenakan memiliki ciri khas dan makna serta pesan.

6. Bau-bauan.

Tahap ini prosesi upacara grebek sekatenan adanya terdapat penggunaan dupa, bunga Tujuh rupa dan kemenyan bertujuan agar aroma wanginya tercium sehingga masyarakat tau sedang akan berlangsungnya prosesi tersebut yang memunculkan kesan mistik.


(30)

7. Sentuhan

Proses sentuh-menyentuh ini terjadi pada saat akhir upacara adat grebek sekatena dimana masayarakat sangat antusias dalam menyentuh dan mendapatkan gunungan karena mereka percaya dengan suatu tradisi dimana jika berhasilkan mendapatkan bagian dari gunungan akan mendapatkan berkah.

Dari ketujuh komponen diatas yang diadaptasikan oleh penulis ke gambar di bawah ini agar lebih jelas mengenai proses terjadinya pesan pesan komunikasi non verbal yang terdapat dalam prosesi upacara adat grebek sekaten. yang urutannya saling berkaitan sehingga menjadikan suatu informasi yang lebih efektif dan terencana, seperti bagan dibawah ini :

Gambar .1.1

Teori Lary A. Samovar dan Richard E. Porter

Sumber : pemikiran penulis 2011 Waktu

Ekspresi

wajah Gerakan

Komunikasi Non Verbal Bau-bauan Ruang

Sentuhan Penampilan fisik


(31)

1.6 Pertanyaan Penelitian.

Pertanyaan Penelitian ini di tujukan kepada Masyarakat Lamaole agar Peneliti ini bisa lebih jauh lagi secara lebih mendalam mengetahui tentang Penelitian yang diteliti. Adapun beberapa bentuk pertanyaan Penelitian yang peneliti buat :

1. Ekpresi wajah yang ditunjukan abdi dalem pada saat menghadap Sri Sultan saat Miyos Gongso dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta?

a. Apakah dalam upacara grebek sekaten di setiap prosesinya terkandung atau terdapat pesan yang terlihat dari bahasa tubuh, atau ekspresi wajah?

2. Waktu yang tepat untuk melaksanakan upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta?

a. Dalam penyelenggaraan upacara sekaten di lakukan berapa lama selama proses penyelenggaraannya hingga selesai?

3. Ruang dan tempat dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta?

a. Dimana saja ruang atau tempat pelaksanaan dalam menjalankan prosesi upacara grebek sekaten ini?

b. Apakah terdapat pemilihan ruang atau tempat dalam pelaksanaan upacara adat grebek sekaten ini sesuai dengan tradisi yang sudah ada atau berubah tiap tahunnya sesuai dengan raja yang sekarang?


(32)

4. Gerakan para abdi dalem pada saat kirab gunungan dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta?

a. Seperti apa gerakan yang dilakukan pada saat kirab gunungan dalam upacara adat grebek sekaten di kraton Yogyakarta?

b. Apa saja gerakan yang dilakukan pada saat upacara adat grebek sekaten berlangsung?

c. Bagaimana tahapan dalam pelaksanaan upacara adat grebek sekaten ?

d. Ada berapa tahapan dalam Upacara Grebek Sekaten?

e. Perlengkapan apa saja yang perlu dipersiapkan untuk upacara Sekatenan?

5. Busana yang dikenakan dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta?

a. Pakaian apa saja yang dikenakan oleh abdi dalem, para prajurit serta kerabat kreaton dan Sri Sultan dalam upacara adat grebek sekaten?

b. Pakaian warna atau motif apa yan dikenakan oleh abdi dalem, para prajurit serta kerabat kreaton dan Sri Sultan dalam upacara adat grebek sekaten?

6. Bau-bauan yang dipergunakan dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta?

a. Bebauan seperti apa yang di gunakan dalam prosesi upacara adat grebek sekaten ?


(33)

b. Bunga apa saja yang di gunakan dalam prosesi upacara adat grebek sekaten?

c. Apakah terdapat jenis wewangian yang khusus yang digunakan selain bunga, sebagai bau-bauan?

7. Sentuhan dalam prosesi upacara adat grebek sekaten di kraton Yogyakarta?

a. Apa saja arti pesan dan makna yang terkandung di dalam gunungan sehingga masyarakat sangat antusias dalam menyentuh gunungan dan mendapatkan isi dari gunungan?

8. Pesan nonverbal dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta?

a. Bagaimana pelaksanaan pesan komunikasi non verbal dalam upacara adat grebek sekaten di Kraton Yogyakarta?

b. Apakah terdapat makna komunikasi yang di sampaikan dalam upacara adat grebek sekaten ini.


(34)

1.7 Subjek Penelitian dan Informan 1.7.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sesuatu, baik orang, benda ataupun lembaga (organisasi), yang sifat-keadaannya (“attribut”-nya) akan diteliti. Dengan kata lain subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam dirinya melekat atau terkandung objek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah Para Abdi Dalem Kraton Yogjakarta.

1.7.2 Informan

Informan (narasumber) penelitian adalah seseorang yang, karena memiliki informasi (data) banyak mengenai objek yang sedang diteliti, dimintai informasi mengenai objek penelitian tersebut.

Informan adalah seseorang yang mengetahui informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, sehingga seorang informan harus memiliki banyak pengalaman tentang latar penelitian (Moleong : 90).

Menurut AM Huberman & MB Miles dalam Bungin mengemukakan bahwa informan juga berfungsi sebagai umpan balik terhadap data penelitian dalam ruang cross check data. (Bungin, 2001).

Pengambilan informan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 6 orang. Dimana mereka adalah para abdi dalem dan kerabat kraton serta masyarakat Yogyakarta yang mengetahui tentang seluk beluk dari kegiatan upacara adat grebek sekaten ini.


(35)

Tabel 1.1 Informan Penelitian

(Informan Kunci)

No. Nama Jabatan

1. Dewi Sukaningsih Kerabat Kraton Yogyakarta

2. Surono Abdi Dalem Kraton

3. Wagiem Abdi Dalem Kraton

4. Rintaiswara Abdi Dalem Widoyo Budoyo

(sumber : catatan peneliti; 2011)

Tabel 1.2 Informan Pendukung

1. Purwanto Masyarakat

2. Sugeng Maulana Masyarakat


(36)

1.8 Metode Penelitian

Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data , seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto rekaman video dan lain-lain. Karena dalam penelitan kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata. ( Patton dalam Poerwandari, 1998). Penelitian ini melakukan pendekatan kualitatif dengan metode studi deskriptif dimana Penelitian studi deskriptif adalah kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut.

Studi deskriptif, yaitu laporan penelitian yang berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan, data tersebut dapat berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya (Moleong,2006:23).

Kirk dan Miller Menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social, yang fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dan kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang tersebut dalam bahasanya dan peristiwanya.


(37)

Hadani Nawawi dan Martini (1974 : 174) Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan kewajaran atau sebagaimana adanya (natural setting)

dengan tidak diubah dalam bentuk symbol atau bilangan, sedangkan perkataan penelitian pada dasarnya berarti rangkaian kegiatan atau proses pengungkapan rahasia sesuatu yang belum diketahui dengan mempergunakan cara bekerja atau metode yang sitematik, terarah dan dapat dipertanggung jawabkan.

Dalam pendekatan kualitatif, realitas dipandang sebagai sesuatu yang berdimensi banyak, suatu kesatuan yang utuh serta berubah-ubah sehingga biasa nya rancangan penelitian tersebut tidak disusun secara rinci dan pasti sebelum penelitian di mulai untuk alasan itu pula, kualitatif sering di asosiasikan dengan teknik analisa data dan penulisan laporan penelitian.

Karena seperti yang di kemukakan oleh Hadani Nawawi dan Martini Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan kewajaran atau sebagaimana adanya (natural setting) dengan tidak diubah dalam bentuk symbol atau bilangan, karena penelitia bertujuan untuk menggambarkan simbol-simbol, makna serta filosofi dan pesan komunikasi nonverbal yang terkandung dalam upacara grebek sekaten.

Menurut Bagong Suyanto (2005:172) informan penelitian meliputi beberapa macam, yaitu : 1) Informan Kunci (Key Informan) merupakan mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang


(38)

diperlukan dalam penelitian, 2) Informan Utama merupakan mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, 3) Informan Tambahan merupakan mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti.

Dalam pelaksanaannya, peneliti mencari calon informan yang

concern terhadap upacara adat grebek sekaten itu sendiri. Peneliti mendatangi beberapa tempat dilaksanakannya upacara tersebut dan dimana informan tersebut bekerja. Untuk mendapatkan calon informan yang tepat, peneliti menanyakan beberapa orang yang nantinya akan membentuk suatu jaringan.

Dalam masa pencarian informan yang kompeten dan tokoh budayawan, peneliti mendatangi Kraton Yogyakarta. Kemudian peneliti mencatat beberapa nama, seperti ; Ibu Dewi Sukaningsih (Kepala Musium Batik Yogyakarta) dan KRT.Raintanswara (Abdi dalem widoyo budoyo). yang dalam penelitian ini merupakan informan kunci (key informan). Serta memunculkan informan lain yaitu bapak purwanto dan bapak sugeng yang peneliti ambil dari kalangan masyarakat.


(39)

1.9 Teknik Pengumpulan Data

Dalam Penelitian ini Peneliti juga menggunakan Pengumpalan Data sebagai berikut :

1. Wawancara Mendalam

Untuk memperoleh data informasi secara akurat dari narasumber langsung sebagai data primer, peneliti melakukan metode wawancara. Wawancara adalah pengumpulan data yang dalam pelaksanaannya adalah mengadakan tanyaa jawab terhadap orang-orang yang erat kaitannya dengan permasalahan, baik tertulis maupun lisan guna memperoleh masalah yang di teliti.

Wawancara menurut Koentjaraningrat adalah: percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitupewawancara (interviewer) sebagai orang yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai orang yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Koentjaraningrat, 1996).

Wawancara dapat beberapa kali dilakukan untuk mendapatkan data-data yang benar-benar aktual. Seperti juga dalam metode penelitian lainnya, kualitatif sangat bergantung dari data dilapangan dengan melihat fakta-fakta yang ada. Data yang terus bertambah dimanfaatklan untuk verifikasi teori yang


(40)

timbul dilapangan kemudian terus menerus di sempurnakan selama penelitian berlangsung

2. Observasi

Observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti prilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.

Bungin (2007:115) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur.

Observasi partisipasi (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengematan dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian responden. Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang dilakukan tanpa guide observasi. Pada observasi ini peneliti tau pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu obyek.


(41)

3. Dokumentasi

Adalah penelitian dengan mengambil sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi misalnya berupa foto-foto, surat-surat, catatan harian, dan sebagainya, atau juga peneliti secara langsung mengambil gambar pada acara upacara adat grebek sekaten dengan cara memfoto ataupun merekam suasana pada saat upacara adat grebek sekaten sedang berlangsung.

4. Study Kepustakaan

Peneliti juga menggunakan pencarian data melalui sumber-sumber tertulis untuk memperoleh informasi mengenai objek penelitian ini, sebagai data sekunder. dan sebagai penunjang penelitian. Diantaranya studi literatur untuk mendapatkan kerangka teoritis dan untuk mendapatkan kerangka konseptual dan memperkaya latar belakang penelitian melalui teknik pengumpulan data yang menggunakan buku atau refrensi Dengan melengkapi atau mencari data-data yang dibutuhkan dari Literlatur, Refrensi, Majalah, Makalah, dan juga yang lainnya. Sehingga peneliti memperoleh data-data yang tertulis melalui telaah bacaan yang ada kaitannya dengan masalah penelitian.


(42)

5. Internet Searching

Perkembangan teknologi kini telah banyak membantu dalam kegiatan penelitian. Perkembangan teknologi dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian. Internet digunakan sebagai salah satu pilihan peneliti untuk sebagai salah satu teknik pengumpulan data. Internet menjelma menjadi ensyklopedia raksasa yang memuat berbagai informasi termasuk informasi mengenai penelitian dari berbagai daerah di berbagai penjuru didunia. Penulis menggunakan internet searching karena didalam internet terdapat banyak bahasan dan sumber data yang beragam dan dinamis tentang perkembangan penelitian yang dalam hal ini tentang fenomena motif batik dalam kegiatan upacara grebek skaten. Peneliti menggunakan internet sebagai media teknologi informasi yang mendunia untuk mendapatkan informasi terbaru dan informasi yang telah ada sebelumnya. Dalam penggunaannya, peneliti mencari berbagai data yang brkenaan dengan penelitian seperti buku para ahli dari luar negeri dan lain-lain tanpa ada batasan ruang dan waktu. Teknik pengumpulan data internet searching ini sangat efektif untuk mendapatkan berbagai informasi yang kemungkinan bentuk fisiknya belum terdapat di dalam masyarakat, sehingga memungkinkan mendapatkan informasi untuk mendapatkan informasi diberbagai tempat.


(43)

1.10. Uji Keabsahan Data

Untuk melengkapi penelitian ini, peneliti menambahkan uji keabsahan data dengan teknik triangulasi data. Menurut Moleong dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif, triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Teknik triangulasi data menurut Denzin (1978) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, penyidik, metode dan teori.

Uji keabsahan data dengan cara melakukan triangulasi data untuk dapat mengetahui suatu keabsahan dalam penelitian ini. Peneliti melakukan wawancara dengan pihak luar yang terkait dengan masalah yang diteliti. 3

3


(44)

1.11 Teknik Analisa Data

Dalam penelitian diperlukan tahap-tahap penelitian yang memungkinkan peneliti untuk tetap berada dijalur yang benar dan memiliki langkah-langkah yang akan diambil dalam penelitian. Tahapan-tahapan ini berguna sebagai sistematika proses penelitian yang akan mengarahkan peneliti dengan patokan jelas sebagai gambaran dari proses penelitian dan digunakan sebagai analisis data. Teknik analisis data dilakukan dengan langkah:

Analisa data menurut Patton (dalam buku Penelitian Kualitatif, Moleong : 1980 : 268), adalah mengatur urutan data, dan mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan urutan dasar. Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sepanjang penelitian berlangsung. Hal ini dilakukan melalui penjabaran dan penganalisisan suatu kasus. Penelaahan tema-tema yang ada, serta penonjolan-penonjolan pada tema tertentu (Creswell, 1998 : 65).

Teknik analisa data dapat dilakukan sepanjang proses penelitian, dimana sejak penelitian memasuki lapangan untuk mengumpulkan data. Dan terkait dengan hal itu, teknik analisis data yang akan ditempuh peneliti melalui tiga tahap yakni reduksi data, penyajian (display) data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Seperti yang digambarakan di bawah ini. Model komponen-komponen analisis data interaktif.


(45)

Gambar 1.2

Analisis Interaktif Miles dan Huberman

(Sumber: Matthew B. Miles and A. Michael Huberman, Op.Cit, hal. 20)

Data yang sudah diperoleh dari lapangan dilakukan analisis melalui tahap-tahap sebagai berikut :

a. Tahap pertama adalah Tahap Reduksi data, yaitu tahap dimana kategorisasi dan mereduksi data, melakukan pengumpulan terhadap informasi penting yang terkait dengan masalah penelitian. Selanjutnya data yang sudah diperoleh di kelompokan sesuai dengan topic masalah.

Koleksi Data

Reduksi Data

Penarikan

Kesimpulan/Verifikasi Penyajian


(46)

b. Tahap kedua adalah Tahap Pengumpulan data, yaitu data yang sudah dikelompokan selanjutnya disusun dalam bentuk narasi-narasi, sehingga berbentuk rangkaian-rangkaian informasi yang bermakna sesuai dengan masalah penelitian.

c. Tahap yang ketiga adalah Tahap Penyajian data, yaitu dimana pada tahap ini melakukan interpretasi data yaitu menginterpritasikan apa yang telah diinterpretasikan informan.

d. Tahap keempat adalah Tahap Penarikan Kesimpulan, yaitu pengambilan kesimpulan berdasarkan susunan narasi yang telah disusun pada tahap ketiga sehingga dapat memberikan jawaban atas masalah penelitian.

e. Tahap yang ke lima adalah Tahap Evaluasi, yaitu melakukan verifikasi hasil analisis data dengan informan, yang didasarkan pada kesimpulan tahap keempat. Pada tahap ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan interprestasi dari hasil wawancara dengan sejumlah informan yang dapat mengaburkan, maka persoalan sebenarnya dari focus penelitian.

Tahapan-tahapan dalam analisis data di atas merupakan bagian yang tidak saling terpisahkan, sehingga saling berhubungan anatara tahapan yang satu dengan tahapan yang lainnya. Analisis dilakukan secra bertahap (kontinu) dari awal sampai akhir penilitian, untuk mengetahui hasil dari penelitian secara lebeih menditail.


(47)

1.12 Lokasi dan Waktu Penelitian

1.12.1 Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk melakukan penelitian di Kraton Yogjakarta yang beralamat di Jalan. Rotowijayan 1, Alun-alun Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta

1.12.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti dengan jangka waktu penelitian selama 6 (enam) bulan, terhitung mulai dari bulan Febuari 2011 hingga Juni 2011, dengan rundown waktu penelitian sebagai berikut :


(48)

Tabel 1.3

Tabel Jadwal Penelitian 2011

No Kegiatan Bulan

Februari Maret April Mei Juni Juli

1 2 3 4 1 2 4 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan

Judul

2 Penulisan

Bab I Bimbingan

3 Penulisan

Bab II Bimbingan

4 Pengumpulan

Data Lapangan

5 Penulisan

Bab III Bimbingan

6 Penulisan

Bab IV Bimbingan

7 Penulisan

Bab V Bimbingan

8 Penyusunan

Skripsi

9 Sidang

kelulusan

10 Revisi

Skripsi


(49)

1.13 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dibuat untuk memberikan gambaran umum tentang penelitian yang dilakukan untuk kejelasan penulisan hasil penelitian dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas mengenai Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian (meliputi; kegunaan teoritis, kegunaan praktis), Kerangka Pemikiran, Teknik Pengumpulan Data, Pengolahan Data dan Analisis Data, Subjek Penelitian dan Informan, Lokasi dan Waktu Penelitian (meliputi; lokasi penelitian, waktu penelitian) dan Sistematika Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini Mencakup tentang tinjauan mengenai komunikasi, tinjauan tentang konteks komunikasi, tinjauan mengenai komunikasi nonverbal. dan tinjauan tentang kegiatan upacara adat Grebek skaten.

BAB III OBYEK PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang gambaran umum mengenai komunikasi non verbal dalam upacara grebek sekaten di keraton Yogjakarta.


(50)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi tentang hasil analisis dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti melalui hasil wawancara , lalu data tersebut di edit dan disusun sesuai dengan data pertanyaan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini adalah bab terahkir yang berisi tentang kesimpulan dari kesluruhan Penelitian ini dan juga saran-saran yang diberikan kepada Obyek Penelitian.


(51)

43

2.1 Tinjauan Tentang Komunikasi

Dalam kehidupan manusia, komunikasi memiliki peran sentral bagi keberlangsungan, keberdayaan, esensi dan eksistensi manusia. Melalui komunikasi manusia dapat mengekspresikan dan mengapresiasikan dirinya dalam lingkup interaksi sosial dengan sesamanya. Tanpa komunikasi, manusia tidak dapat menginterpretasikan kehendak dirinya dan kebutuhan hidupnya dengan orang lain. Jadi, komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia.

2.1.1 Definisi Komunikasi

Menurut Willbur Schramm,”istilah komunikasi berasal dari perkataan latin communis yang artinya common atau sama. Jadi apabila manusia mengadakan komunikasi dengan orang lain, maka ia mengoperkan (gagasan) untuk memperoleh commones atau kesamaan dengan pihak lain itu mengenai sesuatu objek tertentu” (Palapah & Syamsudin, 1983:2). Atas dasar upaya untuk pemerolehan kesamaan itulah yang mengindikasikan terjadinya komunikasi antara satu pihak dengan pihak lainnya.


(52)

Carl I Hovland yang mendefinisikan komunikasi, ”sebagai suatu proses di mana seorang insan (komunikator) menyampaikan perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku insan-insan

lainnya (komunikate)” (Effendy, 1986:12).

Pengertian komunikasi di atas adalah pengertian komunikasi sederhana yang ditinjau dari asal katanya. Masih banyak terdapat pengertian komunikasi yang didefinisikan oleh ahli-ahli lainnya. Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication) yang dikutip oleh Hafied Cangara membuat definisi bahwa:

Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu. (Cangara dalam Gusnavianti Vivien, 2005:18-19).

Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi pedesaan Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal

penyebaran inovasi membuat definisi bahwa: “Komunikasi adalah proses di

mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan

maksud untuk mengubah tingkah laku mereka” (Cangara, 1998:18). Definisi ini kemudian dikembangkan oleh Rogers bersama D. Lawrence Kincaid (1981) sehingga melahirkan suatu definisi baru yang menyatakan bahwa “Komunikasi


(53)

pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba

pada saling pengertian yang mendalam” (Cangara, 1998:19). Rogers berusaha menspesifikasi hakikat suatu hubungan dengan adanya suatu pertukaran informasi (pesan), di mana ia menginginkan adanya perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi.

Dari beberapa definisi yang disampaikan para ahli dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses di mana seseorang (komunikator) menyatakan pesan yang dapat berupa gagasan untuk memperoleh “commones” dengan orang lain (komunikate) mengenai objek tertentu di mana komunikate merubah tingkah lakunya sesuai dengan yang diharapkan komunikator. Kalau di antara dua orang yang berkomunikasi itu terdapat persamaan pengertian, artinya tidak ada perbedaan terhadap pengertian tentang sesuatu, maka terjadilah situasi yang disebut kesepemahaman. (Cangara dalam Gusnavianti Vivien, 2005:19).


(54)

Jika mengacu pada pengertian komunikasi yang telah dikemukakan, maka jelas bahwa komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek. Unsur-unsur ini dapat juga disebut komponen atau elemen komunikasi. Jika unsur-unsur komunikasi yang dikemukakan di atas dilukiskan dalam gambar, maka kaitan antara satu unsur dengan unsur lainnya dapat dilihat seperti berikut:

Gambar 2 .1 Unsur-Unsur Komunikasi

Sumber : Cangara, 1998 : 23

Lingkungan

SUMBER PESAN PENERIMA EFEK

UMPAN BALIK MEDIA


(55)

1. Sumber

Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Sumber sering disebut pengirim, komunikator, atau dalam bahasa Inggrisnya disebut source, sender, atau encoder.

2. Pesan

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan message, content.

3. Media

Media yang dimaksud di sini ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima.

4. Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber, biasanya disebut receiver atau audience.

5. Efek

Efek atau pengaruh adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan.

6. Umpan Balik

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk dari pengaruh, yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya


(56)

meski pesan belum sampai pada penerima. 7. Lingkungan

Lingkungan atau situasi adalah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni lingkungan fisik, sosial budaya, psikologis dan dimensi waktu (Cangara dalam Gusnavianti Vivien, 1998:21).

Unsur-unsur komunikasi di atas merupakan satu kesatuan terciptanya proses komunikasi, di mana antara yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Komunikator adalah pihak yang mempunyai kemampuan untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan, sehingga komunikan menjadi tahu atau bahkan berubah sikap, pendapat atau perilakunya. Pesan adalah penyajian informasi yang disediakan oleh komunikator terhadap komunikan. Untuk keberhasilan suatu pesan maka seorang komunikator harus mampu memahami kesesuaian isi pesan yang hendak disampaikan kepada komunikan. Media merupakan interpretasi dari saluran komunikasi yang digunakan. Efek dan umpan balik merupakan akses yang diberikan komunikan kepada komunikator. Lingkungan adalah kondisi yang melingkupi terjadinya proses komunikasi. Komunikan atau penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. (Gusnavianti Vivien dalam Cangara, 1998:21).


(57)

bagaimana menanggapinya. Intonasi suara, mimik muka, kata-kata, gambar dan sebagainya adalah simbol yang mewakili suatu makna. Misalnya intonasi yang tinggi dimaknai dengan kemarahan, kata pohon mewakili tumbuhan dan sebagainya. (Mulyana, 2004: 84).

2.1.2 Sifat Komunikasi

Sifat komunikasi menurut Onong Uchjana Effendy ada beberapa macam, yaitu sebagai berikut:

1. Tatap muka (face-to-face)

2. Bermedia (mediated)

3. Verbal (verbal)

a. Lisan (oral)

b. Tulisan (written/priated)

4. Nonverbal

a. Gerakan /isyarat badaniah (gestural)

b. Bergambar (pictorial). (Effendy, 2002:7).

Dalam penyampaian pesan, seorang komunikator (pengirim) dituntut untuk memiliki kemampuan dan sarana agar mendapatkan umpan balik (feedback) dari komunikan (penerima), sehingga maksud dari pesan tersebut dapat dipenuhi dengan baik dan berjalan dengan efektif. Komunikasi dengan tatap muka (face-to-face) dilakukan antara komunikator dengan komunikan secara langsung, tanpa menggunakan


(58)

bermedia dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media sebagai alat bantu dalam menyampaikan pesannya.

Komunikator dapat menyampaikan pesannya secara verbal dan nonverbal. Verbal dibagi kedalam dua macam yaitu lisan (oral) dan tulisan (written/printed). Sementara nonverbal dapat menggunakan gerakan atau isyarat badaniah (gestural) seperti melambaikan tangan, mengedipkan mata dan sebagainya, serta menggunakan gambar untuk mengemukakan idea tau gagasannya.

2.1.3 Tujuan Komunikasi

Keberadaan komunikasi sebagai bagian dalam kehidupan manusia memiliki beberapa tujuan tertentu. Menurut Devito (1997:30), ada empat tujuan komunikasi yang perlu dikemukakan yakni :

1. Untuk Menemukan

Salah satu tujuan utama komunikasi adalah penemuan diri (personal discovery). Bila anda berkomunikasi dengan orang lain, anda belajar mengenai diri sendiri selain juga tentang orang lain. Dengan berbicara tentang diri kita sendiri dengan orang lain, kita memperoleh umpan balik yang berharga mengenai perasaan, pemikiran, dan perilaku kita. Cara lain untuk melakukan penemuan diri melalui proses perbandingan sosial, melalui pembandingan kemampuan, prestasi, sikap, pendapat, nilai, dan kegagalan kita dengan orang lain.


(59)

Salah satu motivasi kita yang paling kuat adalah berhubungan dengan orang lain, membina dan memelihara dengan orang lain. Kita ingin merasa dicintai dan disukai dan kita juga ingin mencintai dan menyukai orang lain. Kita menghabiskan banyak waktu dan energi komunikasi kita dalam membina dan memelihara hubungan sosial

3. Untuk Meyakinkan

Kita menghabiskan banyak waktu untuk melakukan persuasi antarpribadi, baik sebagai sumber maupun sebagai penerima. Dalam perjumpaan antarpribadi sehari-hari, kita berusaha untuk merubah sikap dan perilaku orang lain, berusaha untuk mengajak mereka melakukan sesuatu.

4. Untuk Bermain

Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain dan menghibur diri. Demikian pula banyak dari perilaku komunikasi kita dirancang untuk memberikan hiburan pada orang lain. Adakalanya hiburan ini merupakan tujuan akhir, tetapi adakalanya ini merupakan untuk mengikat perhatian orang lain sehingga kita dapat mencapai tujuan-tujuan lain (Devito, 1997:30).


(60)

komunikasi tidak terlepas dari bagaimana manusia mengisi hidupnya dalam pola interaksi sosial yang tercipta antara satu dengan lainnya. Baik untuk aktualisasi diri, interaksi, eksistensi, ekspresi, apresiasi maupun menciptakan esensi dalam hidupnya.

2.1.4 Prinsip Komunikasi

Kesamaan dalam berkomunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran yang bertindihan satu sama lain. Daerah yang bertindihan disebut kerangka pengalaman (field of experience), yang menunjukkan adanya persamaan antara A dan B dalam hal tertentu, misalnya bahasa atau simbol.

Gambar 2.2

Field Of Experience Orang Berkomunikasi

Sumber: Effendy, 1997: 19

Sender Encoder Signal decoder receiver

Field of Experience Field of Experience


(61)

komunikasi, yaitu :

1. Komunikasi hanya bisa terjadi bila terdapat pertukaran pengalaman yang sama antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (sharing similar experiences)

2. Jika daerah tumpang tindih (Field of experiences) menyebar menutupi lingkaran A atau B menuju terbentuknya satu lingkaran yang sama, maka makin besar kemungkinan terciptanya suatu proses kominikasi yang mengena (efektif)

3. Tetapi jika daerah tumpang tindih ini makin mengecil dan menjauhi kedua lingkaran, atau cenderung mengisolasi lingkaran masing-masing maka komunikasi sangat terbatas bahkan besar kemungkinannya gagal dalam menciptakan suatu proses komunikasi yang efektif (Effendy, 1997:20-21)

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang efektif akan terjadi apabila kedua pihak yang melakukan komunikasi memiliki pengalaman yang sama dan saling bertukar informasi sehingga kedua belah pihak yang melakukan komunikasi sama-sama dapat mengerti maksud dan tujuan masing-masing pihak, namun akan terjadi kebalikannya apabila masing-masing pihak yang melakukan komunikasi cenderung menutup atau mengisolasikan diri.


(62)

Ph.D dalam bukunya Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, diantaranya adalah:

1. Komunikasi adalah suatu proses simbolik

Menurut Susanne K. Langer, kebutuhan pokok dari manusia salah satunya adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang. Manusia dengan kelebihannya yakni akal adalah satu-satunya makhluk di muka bumi yang menggunakan lambang dalam kehidupannya. Ernst Cassier menegaskan bahwa keunggulan manusia atas makhluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum. Manusia menggunakan banyak symbol atau tanda di segala bidang kehidupan, baik berupa kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal yang penggunaannya disepakati bersama.

Lambang merupakan salah satu kategori tanda yang juga dapat diwakili oleh ikon dan indeks. Namun ikon dan indeks tidak memerlukan kesepakatan, karena ikon adalah suatu benda fisik yang menyerupai apa yang diwakilinya. Seperti patung Soekarno sebagi ikon Soekarno, atau foto kita di KTP adal ikon kita yang tidak memerlukan kesepakatan siapapun lagi. Walaupun belakangan lambang dengan ikon sering tertukar, seperti Putri Diana sebagai ikon (lambang) kecantikan, atau Soeharto sebagai ikon (lambang) kekuasaan. Padahal seharusnya yang dipakai adalah kata yang terdapat dalam dua tanda kurung. Sehingga saat majalah Time edisi internasional tanggal 31 Desember 1999 sebagai tokoh pertama, kedua, dan ketiga adalah lambang ilmu pengetahuan, lambang kemenangan demokrasi atas fasisme dan komunisme, dan lambang penegakan hak asasi manusia.


(63)

lainnya. Istilah lain yang sering digunakan untuk indeks adalah sinyal (Signal), yang dalam bahasa sehari-hari juga sering disebut gejala (sympton) Indeks muncul karena adanya hubungan antara sebab dan akibat yang punya kedekatan eksistensi, misalnya awan gelap adalah sinyal akan turunnya hujan, sedangkan asap adalah indeks adanya api. Tapi bila asap disepakati sebagai tanda untuk berkumpul maka asap itu adalah lambang (seperti pada suku primitif). Namun ketika kita manamai perilaku malu dan marah, yaitu dengan muka merah untuk malu dan suara yang tinggi untuk marah. Kedua ini sebetulnya lebih tepat disebut indeks, tetapi sering juga disebut lambang karena orang sepakat bahwa dengan muka merah menunjukkan orang malu, sedangkan suara yang naik dan keras menunjukkan seseorang marah.

Lambang adalah hal yang bebas, karena apa saja bisa dijadikan sebagai lambang tergantung pada kesepakatan bersama. Apakah itu berbentuk kata-kata (lisan dan tulisan), isyarat anggota tubuh, makanan dan cara makan, tempat tinggal, jabatan, olahraga, angka, bunyi, musik, pekerjaan, waktu, dan sebagainya. Seperti partai politik yang menggunakan gambar sebagai lambang partainya, kawasan tempat tinggal yang menjadi status ekonomi seseorang, makanan yang kita makan menentukan gengsi kita, dan lain sebagainya.


(64)

yang memaknainya. Sehingga terkadang bagi orang yang tidak memahami lambang yang telah disepakati di suatu daerah atau komunitas, maka ia akan melakukan hal yang bertentangan dengan maksud dari lambang tersebut. Seperti ketika ada seorang sekretaris yang baru bekerja kemudian disuruh oleh bosnya untuk mengcopy berkas yang akan dipresentasikan dengan menggunakan jargon perkantoran, yaitu

Burn this for me, will you?” akhirnya sekretarinya membakar berkas tadi karena pemahaman ia atas lambang yang disampaikan oleh bosnya. Dan sesungguhnya tidak ada hubungan yang alami antara lambang yang digunakan dengan objek yang dirujuknya (referent).

Belum lagi dengan mitos-mitos yang muncul dari angka-angka, seperti angka 13 yang dianggap sebagai anagka sial, ini bermula pada kisah perjamuan Yesus yang terakhir dengan ke-12 muridnya, sehingga saat itu di ruangan ada sebanyak 13 orang. Kemudian aslah satu muridnya yaitu Yudas yang berkhianat padanya sehingga Yesus ditangkap dan disalibkan (menurut mereka), sehingga angka ini menjadi angka yang dianggap tidak boleh digunakan karena akan menyebabkan kesialan bahkan kematian. Belum lagi deretan nomor cantik yang sering dipakai untuk menunjukkan gengsi, yaitu ketika nomor deret kendaraan kita yang cantik seperti D 3 SI, A 1 NG, F 47 AR, dll. Bahkan bila untuk mendapatkan nomor itu harus mengeluarkan uang hingga belasan juta tetap mereka lakukan. Kemudian artis atau actor yang melambangkan


(65)

ketika seorang artis menjadi seorang ibu tiri yang kejam dalam sebuah sinetron, maka tidak jarang ia mendapat perlakuan yang tidak senonoh dari masyarakat yang menonton sinetronnya saat bertemu di kehidupan yang nyata.

Lambang juga sangat bervariasi, hal ini sesuai dengan tempat, waktu, budaya yang sangat bervariasi. Hal yang dianggap modern pada masa lampau akan dianggap kuno saat ini. Hal yang dianggap sakral di suatu daerah bisa jadi dianggap biasa saja di daerah yang lain.

2. Setiap perilaku mempunyai potensi komunikasi

Setiap perilaku dapat menjadi komunikasi bila kita memberi makna terhadap perilaku orang lain atu perilaku kita sendiri. Setiap orang akan sulit untuk tidak berkomunikasi karena setiap perilaku berpotensi untuk menjadi komunikasi untuk ditafsirkan.

Pada saat seseorang tersenyum maka itu dapat ditafsirkan sebagai suatu kebahagiaan, ketika orang itu cemberut maka dapat ditafsirkan bahwa ia sedang ngambek. Ketika seseorang diam dalam sebuah dialog itu bisa diartikan setuju, malu, segan, marah, atau bahkan malas atau bodoh. Diam bisa diartikan setuju seperti perlakuan Rasulullah saw. yaitu ketika ada seorang sahabat yang menggosaok giginya ketika berwudhu, ini menunjukkan bahwa beliau setuju dengan perlakuan sahabat tadi


(66)

manusia dapat memiliki makna yang akhirnya bernilai komunikasi.

3. Komunikasi mempunyai dimensi isi dan dimensi hubungan

Dimensi isi disandi secara verbal, sedangkan dimensi hubungan disandi secara nonverbal. Dimensi isi menunjukkan tentang muatan apa yang dikatakan, sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu dan bagaimana seharusnya pesan yang

disampaikan ditafsirkan. Contohnya ketika seorang gadis berkata “Ih, jahat kamu” dengan nada yang menggoda kepada seorang pemuda seraya

mencubitnya, sebenarnya tidak dimaksudkan jahat dalam arti sebenarnya, bisa jadi sebaliknya yaitu sebagai tanda gemas atau senagn pada pemuda tersebut.Kemudian seorang suami yang diminta pendapat oleh istrinya yang memakai baju yang baru dibelinya dengan tetap mengarahkan wajahnya kea rah televisi yang sedang ia tonton atu sedang surat kabar yang sedan ia baca. Bahkan sorotan kamera pun bisa menimbulkan pengaruh yang berbeda, pada saat di close up, medium shot, atau long shot, maka kesan pemirsa pun akan berbeda.


(67)

Komunikasi dilakukan dalam berbagai kesengajangan, baik komunikasi yang tidak disengaja sampai yang direncanakan. Kita tidak dapat mengendalikan orang lain untuk selalu menafsirkan segala tingkah laku kita.

Dalam berkomunikasi, biasanya kesadaran kita akan lebih pada saat-saat yang khusus, seperti kita diuji dengan ujian lisan oleh dosen kita atau ketika anda berdialog dengan orang asing dengan bahasa asing dibandingkan dengan ketika anda bercanda dengan teman atau kerabat kita di rumah. Kesenjangan bukanlah suatu syarat dalam komunikasi, namun hal ini cukup rumit, misalnya ketika seorang dosen mengajarkan tentang Pengantar Ilmu Komunikasi apakah ia betul-betul menyengajanya, sehingga ia tahu betul apa yang disampaikannya dari menit ke menit serta mimik wajahnya, intonasi bicaranya dan lain-lain yang akan ditampilkannya.

Dalam kehidupan kita seringkali mengeluarkan bahasa verbal tanpa disengaja, terlebih bahasa nonverbal. Anda boleh untuk mempersiapkan naskah pidato anda selama mungkin dan sebagus mungkin, tapi pada saatnya tanpa anda sadarai sakap anda ketika anda berpidato akan menjatuhkan kualitas naskah pidato yang telah anda persiapkan sebaik mungkin. Terkadang sebagian orang ingin menampakkan komunikasi yang disengaja seolah tidak segaja dilakukan.


(68)

Komunikasi yang dilakukan seringkali harus disesuaikan dengan konteks ruang dan waktu, betapa tidak jika hal itu tidak kita lakukan maka komunikasi kita akan sangat tidak dihargai. Lelucon yang kita ucapkan di jalan atau di rumah akan tidak cocok pada saat kita mengucapkannya di masjid. Tertawa terbahak-bahak pada saat melawat orang yang meninggal dunia maka itu berarti kita sama sekali tidak menghargai keluarga yang saat itu sedang dalam keadaan sedih bahkan kita akan dsebut sebagai orang yang tidak beradab.

6. Komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi

Pada saat seseorang berkomunikasi, maka kita harus memperhatikan orang yang menjadi objek komunikasi kita. Sehingga dalam berkomunikasi kita terikat dengan aturan dan tata karma. Artinya kita harus berstrategi agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh objek komunikasi kita sesuai dengan harapan kita.

7. Komunikasi itu bersifat sistemik

Setiap individu adalah system yang hidup (a living system). Organ-organ tubuh kita saling berhubungan, kerusakan pada mata kita atau sakit pada gigi kita misalnya akan membuat kepala kita pusing. Kemarahan membuat jantung kita berdetak kencang. Begitu juga dengan komunikasi yang menyangkuy suatu system dari unsur-unsurnya.


(69)

Eksternal. Internal adalah semua system nilai yang dibawa oleh seseorang ketika ia berpartisipasi dalam komunikasi, mencakup kepribadian, pendidikan, pengetahuan, agama, bahasa, motif, intelegensi, keinginan, cita-cita, dan semua pengalaman masa lalunya. Sedangkan eksternal mencakup kata-kata yang ia pilih, isyarat fisik peserta komunikasi, kegaduhan di sekitarnya, panataan ruangan, cahaya, dan temperature ruangan.

8. Semakin mirip latar belakang sosial budaya semakin efektiflah

komunikasi.

Komunikasi yang efektif adalah pada saat pesan yang disampaikan sampai sesuai dengan yang diharapkan oleh para pesertanya.

9. Komunikasi bersifat nonsekuensial

Pada prinsipnya komunikasi pasti dilakukan dua arah, ada yang menjadi pembicara yang melakukan komunikasi verbal dan nonverbal dan ada yang menjadi pendengar yang berkomunikasi dengan nonverbal.


(70)

Komunikasi tidak mempunyai awal dan akhir, melainkan merupakan proses sinambung (continuous). Bahkan kejadian sesederhana apapun dalam komunikasi, ini melalui proses yang rumit. Implikasi komunikasi bersifat dinamis dan transaksional adalah bahwa peserta komunikasi berubah (dari sekadar perubahan pengetahuan hingga perilaku dan pandangan dunia). Implisit dalam proses komunikasi sebagai transaksi ini adalah proses penyandian (encoding), penyandian balik (decoding). Kedua proses itu, meskipun secara teoritis dapat dipisahkan, namun sebenarnya terjadi serempak. Jadi, kita melakukannya pada saat yang hampir bersamaan pada saat kita berkomunikasi. Sebetulnya antara pembicara dengan pendengar sama-sama melakukan pemberian dan penerimaan pesan secara bersamaan.

11.Komunikasi bersifat Irreversible

Dalam komunikasi, sekali andan mengirimkan pesan, anda tidak dapat mengendalikan pengaruh pesan tersebut bagi khalayak, apalagi menghilangkan efek pesan itu sama sekali. Sifat irreversible ini adalah implikasi dari komuikasi sebagai suatu proses yang selalu berubah, sehingga kita harus berhati-hati pada saat menyempaikan pesan kepada orang lain. Terutama pada saat kita berkomunikasi yang pertama kali, kita harus berhati-hati karena kesan pertama begitu berkesan bagi pendengar.


(71)

Banyak konflik yang terjadi disebabkan oleh komunikasi, tapi komunikasi bukanlah panasea (obat mujarab) untuk menyelesaikan permasalahan, karena bisa jadi masalahnya bersifat structural. Agar komunikasi ini efektif, maka kendala structural ini harus juga dibatasi. Seperti konflik-konflik disintregasi bangsa yang tidak hanya dengan komunikasi, tetapi harus diimplementasikan pemecahannya dengan apa yang menjadi keinginan dari warga. Maka harus ada saling pengertian yang mendalam untuk menyelesaikannya. (Mulyana, Deddy. 2001:19-25)

2.1.5 Fungsi Komunikasi

Menurut Thomas M. Scheidel dalam skripsi Vivien Gusnavianti yang berjudul Tanggapan Anggota Perhimpunan Mahasiswa Bandung (PMB) Pada Daya Tarik Organisasi Perhimpunan Mahasiswa Bandung (PMB), mengemukakan bahwa kita berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang di sekitar kita, dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa, berfikir, atau berprilaku seperti yang kita inginkan. Berikut ada empat fungsi komunikasi diantaranya adalah:

1. Komunikasi Sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial adalah untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagian, terhindar dari tekanan dan ketegangan


(1)

195

Mulyana Deddy. 2001.Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya.

Nazir, Moch.1998. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Poerwandari.1998.Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.Bandung : PT.

Rosdakarya.

R.Mudiani Hadiatmaja. Keterangan-Keterangan Tentang Kraton

Yogyakarta: Tepas Pariwisata Kraton Yogyakarta.

Risalah Peraturan Kraton Yogyakarta No.6 Tahun 2004

Samovar Larry.1994. Komunikasi Nonverdan dan Verbal. Bandung :

Citra Aditya.

Soelarto,B.1996. Grebek di Kasultanan Yogyakarta. Yogyakarta: Kanisius.

Suprianto, Eko.2000. Dakwah Dalam Tradisis Sekaten. Jombang : Intitusi

Keislaman Asy’ari Tubuireng Jombang.

Surjomihardjo, Abdurahman.2000. Sejarah Perkembangan Kraton Yogyakarta.

Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia.

2006. Skripsi. Peranan Abdi Dalem Dalam Upacara Grebek Sekaten di


(2)

196

SUMBER LAIN

Internet Searching :

http://www.fiandigital worldpress.com/22 mei 2011

http://yogyanews.com/22 mei 2011

http://www.subcribsekaten.com/22 mei 2011

http://www.dinaspariwisatayogyakarta.co.gov/22 mei 2011

http://kaskus_kratonyogyakarta.com/30 mei 2011

http://wikipedia_skaten_tradisi.com/30 mei 2011

http:// facebook_orangyogyacommunity.com/30 mei 2011

http:// www.sekatenan.com/30 mei 2011

http://www.effty wp .com/30 juni 2011

http://www.facebook .com/sekaten/30 juni 2011

http://www.kaskus.com/30 juni 2011


(3)

(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Name : Dwi Agustina Nama Panggilan : Uwie, Wie Tempat / Tanggal

Lahir

: Bandung ,11-08-1989

Umur : 21 Tahun Agama : Islam Jenis Kelamin : Perempuan Status : Single

Status Saudara : Anak Ke 2 dari 3 Bersaudara Nama Orang Tua

Ayah Ibu

: Marjuki S.Pd. : Suharmi Kewarganegaraan : Indonesia


(5)

Hobi : Menulis, Membaca Novel, Mendengarkan musik

Alamat Rumah : Jl. Terusan Kopo. Komplek Prabuan Bulan CCA No 28 Bandung 40218

Telp Rumah/HP : 085721097157

Email : dwi.agustina33@ymail.com : shiroyui@ymail.com

* Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Komputer Indonesia

2007 – 2011

* SMAN Matla’ul Anwar Margahayu /IPA 2004 – 2007

* SMPN 1 Margahayu 2001-2004

* SDN Angkasa 1 Sulaiman 1998-2001

* Kursus web programmer dan Photoshop di UNIBI 2006-2007 * Kursus Privat Bahasa Jepang dan Inggris 2006-2007 * Bimbel di Ganesa Operation 2005-2007

* Kursus Bahasa Inggris LIEBEE 2011

PENDIDIKAN FORMAL


(6)

1. Kuliah Umum Pelatihan Melejitkan Potensi dan Pengembangan Diri

Personal Development and Self Empowerment” UNIKOM Bandung.

2. 2003,Pelatihan Adobe Photoshope, UNIBI BANDUNG 3. 2007, Mentoring Agama Islam, UNIKOM Bandung.2007 4. 2009,Kunjungan Media Massa (Media Indonesia dan Metro TV)

5. 2008, Kuliah Umum “Kebudayaan Film dan Sensor Film” (Ilustrasi Tentang Perfilman), UNIKOM Bandung.

6. 2007,Leadership “Who’s The Next Leader”, Unikom Bandung

7. 2007, peserta Self Motivation Training dengan tema “Rahasia Sukses

Membangun Kepercayaan Diri”. (Bersertifikat)

8. 2007, peserta workshop Brain Management, UNIKOM. (Bersertifikat)

9. 2007, peserta Pelatihan Pembawa acara, UNIKOM. (Bersertifikat) 10.2007, peserta Pelatihan Table Manner di Hotel Jayakarta.

(Bersertifikat)

11.2008, peserta Workshop Wirausaha Muda Mandiri 2008, ITB. (Bersertifikat)

* Praktek Kerja Lapanga (Job Traning) di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat

2010 (Juli-Agustus) PENGALAMAN BEKERJA