TRADISI UPACARA PANJANG JIMAT KERATON KASEPUHAN SEBAGAI ASET BUDAYA LOKAL KOTA CIREBON DALAM PELESTARIAN BUDAYA BANGSA.

(1)

PELESTARIAN BUDAYA BANGSA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh Elis Mayangsari

0906648

JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Oleh Elis Mayangsari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Elis Mayangsari

Universitas Pendidikan Indonesia Januari 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotokopi, atau dengan cara lainnya tanpa seijin dari penulis.


(3)

PELESTARIAN BUDAYA BANGSA

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Prof. Dr. Endang Danial AR., M.Pd NIP. 19500502 197603 1 002

Pembimbing II

Dr. Hj. Komala Nurmalina., M.Pd NIP. 13034502500

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Prof. Dr. H. Sapriya., M.Ed. NIP. 19630820 198803 1 001


(4)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sebagai Aset Budaya Lokal Kota Cirebon dalam Pelestarian Budaya Bangsa

ELIS MAYANGSARI (0906648). ABSTRAK. Penelitian ini dilatarbelakangi

oleh derasnya arus globalisasi yang membawa budaya asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan bangsa memberikan pengaruh yang kurang baik pada masyarakat terutama ke generasi muda. Mereka cenderung lebih menyukai hal-hal yang bersifat modern, daripada mempelajari tradisi budaya lokal khususnya tradisi upacara panjang jimat yang ada di Keraton Kasepuhan Kota Cirebon. Apabila ini dibiarkan maka aset budaya lokal warisan leluhur akan punah. Oleh karenanya, diperlukan upaya dalam rangka pelestarian aset budaya lokal sebagai bagian dari budaya bangsa. Metode dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data diperoleh dari hasil observasi, wawancara, studi dokumentasi, studi literatur dan studi kepustakaan.

Dari penelitian yang dilakukan ada beberapa hal yang menjadi temuan bahwa tradisi upacara panjang jimat bermakna suatu tradisi upacara berupa iring-iringan benda pusaka keraton sebagai simbol yang menggambarkan prosesi kelahiran Nabi Muhammad saw. Tujuannya untuk memperingati lahirnya seorang manusia mulia Nabi Muhammad saw yang memiliki akhlaqul karimah dan harus dijadikan suri tauladan yang baik dan benar. Panjang Jimat berasal dari kata

“Panjang” dan “Jimat”. Kata Panjang berarti seumur hidup manusia, sedangkan

Jimat atau “ji” atau siji berarti satu dan “mat” atau dirumat artinya sesuatu yang

harus diingat, dijaga dan dilestarikan. Jadi, dapat disimpulkan panjang jimat berarti sesuatu atau satu yang seumur hidup manusia harus diingat, dijaga dan dipertahankan, yakni dua kalimat syahadat.

Kata kunci: tradisi, upacara, panjang jimat, budaya lokal, pelestarian, budaya


(5)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

This research is motivated by the swift currents of globalization that brings foreign culture that does not comply with the national culture unfavorable influence on society, especially to the younger generation. They tend to like things that are modern, rather than studying the local cultural traditions, especially the panjang jimat ceremonial tradition of Kasepuhan Palace in Cirebon. If this is left to the local cultural heritage assets will be extinct. Therefore, efforts are needed in order to preserve local cultural assets as part of the national culture. The method in this research is a case study using a qualitative approach. Data obtained from observation, interviews, document study, the study of literature and literary study. From the research conducted there are some things that a finding that the panjang jimat ceremonial tradition of talisman something meaningful ceremony traditions in the form of a convoy of royal heirlooms procession as a symbol depicting the birth of Prophet Muhammad . The goal is to commemorate the birth of a human noble Prophet who has good moral and should be a good role model and true . Long amulet derived from the word "Long" and "The Talisman". The word means the length of a human lifetime, while the amulet or "ji" or siji means one and "mat" or dirumat means something to be remembered, maintained and preserved. Thus, we can conclude talisman length or one that means something human lifetime must be remembered, preserved and maintained.

Key words : tradition, ceremony, long fetish, local culture, preservation, cultural,


(6)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

A. Kebudayaan ... 13

1. Pengertian kebudayaan... 13

2. Wujud Kebudayaan... 14

3. Unsur Kebudayaan... 15

B. Tradisi Upacara Panjang Jimat Keraton Kasepuhan ... 19

1. Pengertian Tradisi ... 19

2. Pengertian Tradisi Upacara Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon ... 20

3. Urutan Prosesi Upacara Panjang Jimat Keraton Kasepuhan ... 21

C. Budaya Lokal dan Pelestariannya ... 23

1. Makna Budaya Lokal ... 23

2. Contoh dan Fungsi Budaya Lokal ... 26

3. Budaya Lokal dan Pembangunan ... 28 4. Pelestarian Budaya Lokal sebagai


(7)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Keunikan Keraton Kasepuhan ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

A. Pendekan dan Metode Penelitian ... 43

B. Teknik Pengumpulan Data ... 44

1. Observasi ... 45

2. Wawancara ... 45

3. Studi Dokumentasi ... 46

4. Studi Literatur ... 46

C. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 47

1. Reduksi Data ... 47

2. Display Data ... 47

3. Kesimpulan/ Verifikasi ... 48

D. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 48

1. Lokasi ... 48

2. Subjek Penelitian... 48

E. Pengujian dan Keabsahan Data ... 49

1. Credibility (Validitas Eksternal) ... 49

2. Memperpanjang Pengamatan ... 49

3. Peningkatan Ketekunan dalam Penelitian ... 49

4. Triangulasi Data ... 50

5. Analisis Kasus Negatif ... 50

6. Menggunakan Referensi yang ... 50

7. Member Check ... 50

8. Transferability (Validitas Eksternal) ... 51

9. Dependability (Reliabilitas) ... 51

10. Confirmability ... 52

F. Tahap Penelitian ... 52

G. Instrumen Penelitian ... 53

H. Jadwal Penelitian ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Gambaran Umum Lokasi dan Subjek Penelitian ... 57

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 69

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 82

D. Analisis Hasil Penelitian ... 99


(8)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Pembagian Rukun Warga (RW)

di Kelurahan Kasepuhan ... 58

Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan usia ... 63

Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 65

Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan ... 66

Tabel 4.5 Komposisii Penduduk Berdasarkan Agama dan Usia... 66

Tabel 4.6 Sarana Sosial dan Tempat Ibadah ... 67


(9)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Gambar 4.1 peta Wilayah Kota Cirebon ... 59 Gambar 4.2 Peta Wilayah Administratif Kecamatan

Lemahwungkuk ... 60 Gambar 4.3 Peta Wilayah Administratif Kelurahan Kasepuhan ... 61 Gambar 4.4 Para Ulama dan Santri Bersholawat ... 90 Gambar 4.5 Gambaran Sopan Santun dan Tata Krama

Pada Prosesi Upacara panjang Jimat ... 91 Gambar 4.6 Ibu-ibu Berkerjasama dalam Persiapan

Upacara Panjang Jimat ... 92 Gambar 4.7 Tempat duduk Tamu Undangan ... 92 Gambar 4.8 Panggung Singgasana ... 94 Gambar 4.9 Keluarga Keraton dan Abdi Dalem membawa Payung Kesultanan ... 94 Gambar 4.10 Ulama dan Penghulu bersholawat ... 101 Gambar 4.11 Sultan Sepuh XIV beramah tamah ... 102


(10)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan sebuah bangsa yang terbentuk dari beragam kultur dan struktur sosial yang berbeda-beda. Kultur yang ada di negara ini sangat heterogen. Salah satu hal yang mempengaruhi keragaman kultur di negara ini adalah luas wilayah yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Selain itu Indonesia merupakan negara kepulauan terluas di dunia yang memiliki kurang lebih 17.508 pulau besar maupun kecil. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat (Siagian, 2008: 685) bahwa:

Setiap wilayah di Indonesia memiliki sistem sosial dan budaya yang berbeda-beda antara satu wilayah dengan wilayah lain sebagai ciri khas yang unik dari setiap wilayah yang kemudian menjadikannya salah satu penanda jati diri bangsa yang harus dilestarikan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa negara Indonesia memiliki sistem sosial yang berbeda-beda, Indonesia juga memiliki begitu banyak kebudayaan antara satu wilayah dengan wilayah lain dan hal tersebut merupakan kebudayaan bangsa yang harus dilestarikan. Negara Indonesia adalah negara yang memiliki banyak kebudayaan. Secara umum kata “kebudayaan” berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris kebudayaan disebut culture sedangkan dalam bahasa Latin colere yang


(11)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berarti mengolah atau mengerjakan. Dalam bahasa Indonesia kata culture diterjemahkan sebagai “kultur” atau “budaya”. Menurut Koentjaraningrat (2009: 146) “budaya adalah daya dan budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu”.

Budaya dapat diartikan sebagai suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan dapat diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Budaya dapat dibentuk dari berbagai unsur seperti adat istiadat, bahasa, karya seni, perkakas, pakaian, bangunan, sistem agama dan politik. Budaya merupakan suatu pola hidup menyeluruh yang kompleks, abstrak dan luas, hal tersebut termasuk ke dalam unsur sosio-budaya yang tersebar dan meliputi banyak kegiatan manusia.

Keanekaragaman budaya tiap daerah yang berbeda-beda mengandung suatu perangkat budaya tertentu yang memiliki keunikan dalam pewarisan atau pelestariannya. Suatu perangkat nilai-nilai budaya yang rumit kemudian dipolarisasikan oleh suatu citra yang memiliki pandangan atas keistimewaannya sendiri atau biasa disebut dengan nilai budaya. Menurut Koentjaraningrat (2009: 153) mengemukakan bahwa :

Nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai sesuatu yang ada dalam alam pikiran sebagian besar masyarakat yang dianggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi pada kehidupan para warga masyarakat tadi.

Dapat diartikan bahwa nilai budaya merupakan serangkaian dari konsep-konsep abstrak yang hidup di masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting


(12)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dan berharga, serta apa yang dianggap tidak berharga atau tidak penting dalam hidup. Selain itu, nilai budaya menjadi pedoman perilaku hidup manusia di masyarakat. Nilai budaya mengandung norma dan sikap yang dalam bentuk abstrak tercermin dari cara berpikir sedangkan bentuk kongkretnya terlihat dari pola perilaku anggota masyarakat yang unik.

Nilai budaya sebagai konsep masih bersifat umum dan mempunyai ruang lingkup yang luas serta biasanya sulit diterangkan secara rasional atau logika. Karena hal tersebut nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan terdapat dalam daerah emosional jiwa anggota kebudayaan yang bersangkutan, yang sejak kecil telah diresapi dengan nilai budaya yang hidup di masyarakatnya sehingga konsep-konsep tersebut telah berakar dalam jiwa mereka. Hal tersebut yang menyebabkan nilai budaya dalam suatu kebudayaan tertentu cenderung sulit atau tidak dapat diganti dengan nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu singkat dan pemahaman rasional.

Salah satu dari keragaman budaya yang ada di negara ini adalah mengenai budaya yang terdapat pada Keraton Kesepuhan di Kota Cirebon. Cirebon memiliki banyak ragam budaya, diantaranya adalah adat istiadat dan tradisi yang ada di Keraton Kasepuhan. Seperti diketahui bahwa keraton merupakan sebuah struktur sosial yang di dalamnya terdapat aturan-aturan masyarakat yang kompleks sehingga mampu menciptakan kebudayaan yang memiliki kekhasan. Suatu kebudayaan tidak akan timbul tanpa adanya interaksi dan eksistensi dari masyarakat. Hal itu pula yang terjadi pada tradisi di Keraton Kasepuhan.


(13)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Keraton yang terletak di Kelurahan Kasepuhan Kecamatan Lemahwungkuk ini awalnya bernama Keraton Pakungwati. Keraton ini didirikan sekitar tahun 1430 M oleh Pangeran Cakrabuana putra dari penguasa Kerajaan Padjajaran yaitu Prabu Siliwangi. Asal mula nama istana Pakungwati ini diambil dari nama putri Pangeran Cakrabuana yaitu Ratu Mas Pakungwati. Pakungwati berarti “udang betina”, hal ini sejalan dengan kondisi letak geografisnya yang berada di daerah pesisir laut Jawa. Banyak yang dihasilkan dari laut salah satunya adalah udang yang kecil-kecil atau yang dikenal dengan istilah udang rebon, hal ini pula yang melatarbelakangi asal mula nama dari Cirebon yang berasal dari dua kata yaitu “ci” atau cai yang berarti air dan kata “rebon” yang berarti udang kecil sehingga Cirebon dapat diartikan air udang.

Ratu Pakungwati kemudian menikah dengan saudara sepupunya yaitu Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah memiliki kepribadian yang sangat baik di mata Pangeran Cakrabuana, oleh karenanya Pangeran Cakrabuana menyerahkan Keraton Pakungwati kepada menantu sekaligus keponakannya untuk memimpin keraton. Maka raja Cirebon pada saat itu adalah Syarif Hidayatullah. Beliau merupakan raja sekaligus aulia dan seorang wali penyebar agama islam di Pulau Jawa atau yang dikenal dengan istilah “Wali Songo” maka Syarif Hidayatullah dari gelar kewaliannya bergelar Sunan Gunung Jati. Karena itu pula Syarif Hidayatullah menjadikan keraton sebagai pusat pendidikan dan syiar penyebaran agama islam di Pulau Jawa bagian kulon atau barat. Posisi wali Songo yang berjumlah sembilan itu delapan diantaranya beraada di Jawa Timur dan satu di Jawa Barat yaitu Syarif Hidayatullah yang bergelar Sunan Gunung Jati.


(14)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kemudian pemerintahan di Keraton tersebut secara turun temurun diteruskan oleh generasi berikutnya di keraton hingga pada generasi ke empat dari Sunan Gunun Jati atau tepatnya setelah dipimpin oleh Panembahan Girilaya yang wafat di Mataram, terjadi perpecahan politik sehingga keraton terpecah menjadi dua. Salah satu penyebabnya adalah karena Panembahan Girilaya memiliki dua putra yang ingin berkuasa. Keraton yang awalnya Keraton Pakungwati menjadi Keraton Kasepuhan dipimpin oleh kakaknya yaitu Sultan Sepuh I Pangeran Martawijaya atau Sultan Syamsudin, sedangkan adiknya Sultan Anom I atau Sultan Badridin mendirikan keraton yang lebih kecil berada di sebelah utara Keraton Kasepuhan yaitu Keraton Kanoman.

Akibatnya keraton di Cirebon terbagi menjadi dua, dan aset keraton yang awalnya hanya milik Keraton Pakungwati kemudian terbagi menjadi dua sampai sekarang yakni Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Selanjutmya keluarga dari Keraton Kanoman mendirikan dua bangunan yang khusus digunakan untuk keturunan mereka, pertama yaitu Peguron Kaprabonan merupakan suatu perguruan tempat belajar dan menimba ilmu agama islam yang lokasinya tidak jauh dari Keraton Kanoman. Kedua adalah Kacirbonan yakni suatu tempat yang bentuk fisiknya seperti keraton tetapi fungsinya tidak sebesar Keraton Kasepuhan, hanya sebagai tempat khusus untuk trah keturunan Keraton Kanoman.

Pada perkembangannya kota yang yang memiliki julukan Kota Udang ini berkembang cukup pesat. Pemerintah Kota Cirebon berhasil mengupayakan kemajuan di segala bidang, seperti di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sosial. Keraton Kasepuhan merupakan satu-satunya keraton di Kota Cirebon yang


(15)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memiliki lembaga khusus untuk mengelola keraton yaitu Yayasan Keraton Kasepuhan yang telah dibentuk sejak 11 November 1988. Yayasan ini bertanggung jawab secara khusus dalam pengelolaan keraton yang diberi nama Badan Pengelola Keraton Kasepuhan (BPKK) yang didirikan sekitar tahun 2011. Yayasan Keraton Kasepuhan berikut perangkatnya telah mendapatkan izin resmi dari pemerintah, baik Yayasan Keraton Kasepuhan maupun BPKK secara langsung barada di bawah wewenang Sultan Sepuh dan pengelola terdiri dari kerabat Keraton Kasepuhan. Selain itu Keraton Kasepuhan melalui yayasan tersebut telah mampu mendirikan sekolah seni yaitu SMK Pakungwati yang terletak di dalam kompleks keraton, kemudian telah berhasil mendirikan sebuah TPA yang terletak di wilayah Megersari.

Keraton Kasepuhan merupakan salah satu keraton yang masih terpelihara dan terjaga keasliannya. Keunikan keraton dapat kita lihat secara kasat mata dari bentuk dan peninggalan-peninggalan sejarah masa lampau yang menjadi saksi bisu dalam perkembangan zaman bangsa-bangsa dunia yang dulu sempat singgah di bumi pertiwi. Sebagai contoh ruang luar keraton kasepuhan, terlihat bagaimana perpaduan unsur-unsur Eropa, seperti meriam dan patung singa di halaman muka, furniture dan meja kaca gaya Perancis tempat para tamu sultan berkaca sebelum menghadap. Gerbang ukiran Bali dan pintu kayu model ukiran Perancis. Arsitektur dan koleksi benda-benda milik Keraton Kasepuhan yang tersimpan dalam museum keraton memberikan sebuah gambaran tentang keraton pada masa kejayaan kesultanan Cirebon pada abad ke-15 dan ke-16 M.


(16)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Disamping keindahan dan gaya arsitektur bangunan keraton yang menarik, keunikan keraton lain tercermin dari adat istiadat dan tradisi keraton yang masih dipegang teguh dan dijunjung tinggi, sebagai bagian dari kewajiban dan upaya melestarikan budaya bangsa. Salah satu tradisi yang cukup terkenal dari Keraton Kasepuhan adalah Tradisi Mauludan yang diadakan setiap tanggal 12 Robi’ul Awal untuk memperingati kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW. Dalam Tradisi Muludan terdapat ritual Upacara Panjang Jimat yakni urut-urutan prosesi peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang disimbolkan degan benda-benda tertentu yang kaya akan makna. Tujuan intinya ialah agar umat Islam selalu meneladani Nabi Muhammad saw. Pengaruh khalifah itu kemudian menyebar ke seluruh dunia, termasuk Cirebon. Pada abad ke-15, Pangeran Cakrabuana (Walangsungsang) mengadopsi perayaan Maulid dengan disesuaikan dengan adat setempat. Hal tersebut juga masih terdapat di daerah-daerah lain, seperti di Yogyakarta dan Solo juga memiliki upacara peringatan Maulud Nabi Muhammad yang dikenal dengan istilah tradisi upacara “sekaten” yang ritualnya hampir serupa dengan tradisi upacara Panjang Jimat.

Berbagai persiapan dilakukan baik dari keluarga, abdi dalem keraton maupun dari masyarakat sekitar yang ingin ikut terlibat dalam perayaan tersebut. Keluarga keraton bersiap-siap membersihkan segala peralatan yang akan dipakai untuk upacara Panjang Jimat atau yang biasa disebut dengan ritual ngumbah jimat atau penyucian. Berikutnya ibu-ibu keraton menyiapkan keperluan atau sarana-sarana yang akan digunakan pada puncak perayaan tersebut. Pada malam puncak perayaan para tamu undangan dipersilahkan memasuki area dalam keraton dengan memperlihatkan kartu undangan yang akan menentukan dimana posisi tempat


(17)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

duduk. Sedangakan bagi masyarakat yang ingin ikut menyaksikan tetapi tidak dapat masuk ke dalam keraton juga telah dipersiapkan tempat di luar keraton.

Upacara Panjang Jimat ini diawali dengan pembacaan sholawat nabi oleh seluruh warga keraton dari ba’da magribh hingga pukul 21.00 WIB. Ritual upacara Panjang Jimat ini dibagi ke dalam sembilan kelompok. Masing-masing kelompok memiliki tugas dan peranannya sendiri. Selain itu, tradisi upacara Panjang Jimat ini memiliki urutan-urutan tertentu yang menggambarkan prosesi kelahiran Nabi Besar Muhammad saw yang dilambangkan melalui simbol-simbol tertentu yang sarat akan nilai-nilai dan filosofi luhur.

Ritual Upacara Panjang Jimat dianggap penting dan merupakan puncak dari tradisi Muludan ini memiliki makna yakni “Panjang” yang bermakna tanpa batas seumur manusia, sedangkan Jimat itu sebuah singkatan dari bahasa Jawa Cirebon yaitu “Ji” atau siji yang berarti satu dan “mat” atau dirumat bermakna selalu

dipelihara atau dijaga. Jadi, Panjang Jimat dapat diartikan bahwa sebagai seorang muslim itu harus memiliki pegangan yaitu syahadat yang harus dijaga dan dipelihara. Hal ini mengandung makna bahwa sebagai seorang muslim harus selalu mengakui dan mengingat adanya Allah SWT sebagai Tuhan semesta alam dengan selalu mengikuti perintahnya dan menjauhi segala larangannya dengan cara taat beribadah.

Tradisi upacara Panjang Jimat ini telah ada sejak zaman dahulu lebih tepatnya sejak para wali songo memimpin dan sejak berdirinya keraton yakni kurang lebih sekitar tahun 1430 M. Tradisi upacara Panjang Jimat ini terus mengalami perubahan dari masa ke masa. Perbedaannya pada zaman dahulu hanya terbatas pada kalangan intern keluarga dan kerabat sultan saja. Masyarakat


(18)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

biasa tidak dapat mengikuti prosesi upacara ritual Panjang Jimat tersebut. Selain itu, sekarang ritual Panjang Jimat telah banyak mengalami perkembangan dan menyesuaikan dengan perubahan zaman. Salah satunya tanpa mengurangi kekhusyukan prosesi upacara ritual Panjang Jimat, pihak keraton bekerjasama dengan pejabat setempat menyediakan hiburan dan pasar malam di area keraton agar lebih menarik pengunjung. Tujuan lainnya ialah agar masyarakat lebih tertarik mempelajari tradisi dan budaya lokal yang ada di daerahnya dan merupakan salah satu upaya melestarikan budaya bangsa, hal lain yang menjadi nilai tambah diantaranya adalah dapat mejadi sumber penghasilan bagi warga sekitar dan pendapatan daerah.

Keraton Kasepuhan memiliki peraturan dan adat kebiasaan sendiri yang wajib dipatuhi oleh siapa saja yang berada di wilayah kekuasaan keraton. Akan tetapi pada masa sekarang terutama setelah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia aturan tersebut hanya berlaku bagi orang-orang yang berada di lingkungan keraton saja, karena secara umum Keraton Kasepuhan juga patuh dan tunduk terhadap peraturan yang berlaku baik pada pemerintah daerah maupun pusat. Peran Keraton Kasepuhan sekarang adalah sebagai wadah pelestari budaya atau sentral budaya terutama budaya lokal Kota Cirebon serta Sultan sebagai pemangku adat saja.

Dewasa ini masyarakat cenderung bergaya hidup modern yang mengesampingkan sikap peduli akan warisan kebudayan lokal daerah mereka sendiri. Hal ini dapat dilihat dari kegemaran masyarakat melihat, menikmati bahkan mengikuti budaya asing yang cenderung bertentangan dengan budaya bangsa. Tradisi budaya acap kali terlupakan karena adanya anggapan bahwa


(19)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tradisi atau adat istiadat yang ada terlalu kuno atau tidak sesuai dengan perkembangan masa sekarang yang serba canggih. Hal ini tidak sepenuhnya disalahkan kepada masyarakat itu sendiri, karena masyarakat hanya objek yang menyesuaikan perkembagan zaman yang terus melaju. Dalam hal ini, paradigma tersebut juga berpengaruh pada pola perilaku masyarakat yang menganggap keraton sebagai tempat yang biasa, beserta tradisi dan keunikan di dalamnya bukan lagi hal yang menarik untuk dikunjungi, dipelajari bahkan untuk dilestarikan, maka tidaklah heran apabila beberapa tahun ke depan generasi muda tidak akan mengenal budaya dan tradisi bangsa sendiri.

Dalam hal ini budaya Keraton Kasepuhan yakni tradisi upacara Panjang Jimat mengandung nilai-nilai yang sarat akan makna diantaranya adalah nilai religius sebagai peringatan kelahiran seorang tokoh besar Nabi Muhammad SAW suri tauladan umat manusia yang wajib dicontoh perilakunya, nilai gotong royong dimana dalam mempersiapkan upacara tersebut saling bekerja sama, nilai estetika dan nilai historis dimana simbol-simbol dari dari warisan sejarah keraton dalam bentuk benda diperlihatkan bernilai seni tinggi dihrapkan agar masyarakat tertarik untuk mengetahui lebih dalam dan turut ikut melestarikan.

Selain itu, yang maenjadi permasalahan adalah kurangnya publikasi dan promosi kepada masyarakat luas akan pentingnya mengetahui dan menghayati kearifan budaya lokal yang kaya akan nilai-nilai luhur yang wajib dilestarikan untuk menjaga eksistensi budaya bangsa agar tidak tergerus perkembangan zaman. Dalam hal ini upacara Panjang Jimat yang merupakan fragmen kelahiran Nabi Muhammad saw, yang memberi rahmat seluruh alam semesta. Tradisi ini


(20)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sebagai penyemangat kaum muslim untuk kembali kepada dua sumber kehidupan yaitu Al Qur’an dan Hadist Rosulullah.

Keanekaragaman budaya yang dimiliki tersebut sekiranya menjadi suatu kebanggaan, bahwa kebudayaan lokal atau daerah dapat memperkaya budaya bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang kaya akan seni budaya yang dimilikinya. Selain itu harus disadari pentingnya pembinaan, pengembangan, dan pelestarian agar keberadaannya tidak hilang dan menjadi identitas bangsa, sekaligus membawa nama baik daerahnya yang harus dimiliki dan dihargai oleh masyarakatnya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian guna mengkaji lebih dalam lagi mengenai Tradisi Upacara Panjang Jimat Keraton Kasepuhan sebagai aset budaya lokal dalam upaya pelestarian budaya bangsa. Seperti diketahui tradisi upacara panjang jimat ini memiliki banyak nilai budaya yang harus dilestarikan dan dikembangkan agar tidak hilang tergerus masa, serta agar dapat terus dinikmati oleh generasi berikutnya sebagai warisan kekayaan budaya bangsa. Selain itu, Keraton Kasepuhan ini merupakan salah satu aset budaya lokal Pemerintah Kota Cirebon yang memiliki banyak manfaat, baik bagi pemerintah lokal maupun pusat. Apabila nilai budaya dari keberfungsian Keraton Kasepuhan telah tergerus oleh arus zaman, maka tidak mustahil apabila nilai budaya yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan akan tergerus oleh beraneka ragam kebudayaan yang berasal dari luar yang akan mengalahkan kebudayaan nasional itu sendiri. Merujuk kepada uraian di atas, maka penulis mengangkat judul “Tradisi Upacara Panjang Jimat Keraton


(21)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kasepuhan sebagai Aset Budaya Lokal Kota Cirebon dalam Pelestarian Budaya Bangsa”.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah, permasalahan pokok penelitian adalah “bagaimana pelestarian tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal yang merupakan bagian dari budaya bangsa?”.

Agar pokok permasalahn lebih terperinci, maka peneliti menjabarkan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan Tradisi Upacara Panjang Jimat Keraton Kasepuhan Cirebon?

2. Apa saja nilai-nilai budaya yang terkandung dalam Tradisi Upacara Panjang Jimat tersebut?

3. Bagimana upaya pelestarian Tradisi Upacara Panjang Jimat sebagai aset budaya lokal Kota Cirebon dalam mempertahankan eksistensi budaya bangsa?

4. Kendala apa saja yang dihadapi dalam upaya pelestarian tradisi upacara panjang jimat dan bagaimana cara mengatasi kendala tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, secara umum penelitian ini selain bertujuan untuk menyelesaikan studi pada jenjang S1 pada bidang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), serta untuk mendapatkan gambaran secara aktual dan faktual mengenai Tradisi Upacara Panjang Jimat sebagai Aset Budaya Lokal


(22)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Pengertian Tradisi Upacara Panjang Jimat Keraton Kasepuhan dalam

upaya pelestarian budaya bangsa.

2. Apa saja nilai-nilai budaya yang terkandung dalam Tradisi Upacara Panjang Jimat Keraton Kasepuhan tersebut.

3. Upaya pelestarian Tradisi Upacara Panjang Jimat Keraton Kasepuhan sebagai Aset Budaya Lokal Kota Cirebon

4. Kendala yang dihadapi dalam upaya pelestarian tradisi upacara panjang jimat dan cara penyelesaian yang dilakukan dalam menghadapi kendala-kendala yang muncul.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini terkait dengan upaya untuk memperoleh data dan informasi mengenai Tradisi Upacara Panjang Jimat Keraton Kasepuhan sebagai aset budaya lokal yang telah ada sejak dahulu, dan masih dilestarikan sampai sekarang dalam upaya pelestarian budaya bangsa. Diharapkan penelitan ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis diantaranya sebagai berikut: 1. Secara teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan-temuan informasi dan data baru yang akan berguna bagi perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) serta memberikan sumbangsih dan memperkaya wawasan keilmuan khususnya mengenai Tradisi Upacara Panjang Jimat sebagai aset budaya lokal dalam upaya pelestarian budaya bangsa.


(23)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Bagi pemerintah

Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bahan rujukan dalam mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai budaya pada tradisi upacara Panjang Jimat Keraton Kasepuhan yang dapat dijadikan sebagai salah satu aset budaya lokal dalam upaya pelestarian budaya bangsa. Selain itu, tradisi tersebut merupakan salah satu peninggalan sejarah masa lalu yang wajib dilestarikan agar tidak tergilas oleh arus globalisasi. Pemerintah juga diharapkan dapat memberikan perhatiannya pada tradisi, adat istiadat dan situs-situs bersejarah agar dapat dimanfaatkan lebih baik lagi, tidak hanya bernilai sejarah tetapi dapat bernilai seni tinggi dan menarik minat pengunjung sebagai sebuah objek wisata, dengan cara melihat, mempelajari, melestarikan dan mencintai budaya lokal.

b. Bagi masyarakat umum

Penelitian ini diaharapkan dapat menjadi salah satu referensi atau bahan acuan, berisi informasi dan pengetahuan mengenai Tradisi Upacara Panjang Jimat Keraton Kasepuhan sebagai aset budaya lokal dalam upaya pelestarian budaya bangsa. Sebagai aset budaya lokal dan menarik minat masyarakat bahwa tradisi tersebut merupakan bagian dari keudayaan warisan nenek moyang dan peninggalan masa lalu yang berharga serta wajib dilestarikan sebagai perwujudan dari warga negara yang baik.


(24)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam penyusunan skripsi ini terdapat struktur organisasi yang pertama adalah Pendahuluan pada BAB I yang berisi Latar belakang masalah. Latar belakang masalah menjelaskan bagaimana dan apa latar belakang diadakannya penelitian ini. Identifikasi dan rumusan masalah. Setelah mengetahui yang menjadi latar belakang dari penelitian, maka akan ditemukan suatu masalah, masalah tersebut kemudian dirumuskan dan tertuang dalam identifikasi dan rumusan masalah. Dalam bab I dijelaskan pula tujuan dari penelitian ini. Tertuang dalam Tujuan dari penelitian skripsi ini. Kemudian manfaat penelitian, yang menjelaskan manfaat dari penelitian. Dan bagian terakhir dari bab I adalah struktur organisasi skripsi. Dalam BAB II kajian pustaka berisi konsep-konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian ini, serta penelitian terdahulu yang menunjang penelitian ini. Kemudian, BAB III metode penelitian dalam bab ini dijelaskan definisi operasional, metode, jenis pengumpulan data dan sumber-sumber apa yang digunakan dalam penelitian ini. Lalu, BAB IV yang berisi hasil penelitian dan pembahasannya. Terakhir adalah BAB V kesimpulan penelitian ini dan saran dari peneliti. Daftar pustaka memuat semua sumber tertulis (buku, jurnal, dokumen resmi atau sember-sumber lain dari internet) atau tercetak yang pernah digunakan dan dikutip dalam penelitian ini. Lampiran berisi semua dokumen yang digunakan dalam peneliti.


(25)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pada dasarnya metode penelitian merupakan cara untuk mengumpulkan, menyusun dan menganalisis data tentang masalah yang menjadi objek peneliti. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Bogdan dan Taylor dalam (Mulyana, 2002: 145) “metodologi merupakan proses, prinsip dan prosedur yang digunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban”. Selain itu, menurut Arikunto (2006: 160) bahwa “metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”. Pengertian di atas menegaskan bahwa metodologi adalah suatu pendekatan bersifat umum untuk mengkaji masalah dalam suatu penelitian.

Dalam penelitian ini menggunakan metode studi kasus, yakni penelitian yang dilakukan secara mendalam, terperinci dan intensif terhadap suatu objek. Hal ini sejalan dengan pendapat yang kemukakan oleh Surachman (1982: 143) bahwa “studi kasus adalah pendekatan yang memusatkan perhatian pada suatu kasus yang intensif dan rinci”. Adapun alasan penulis menggunakan metode studi kasus dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data yang bersifat riil, aktual dan kontekstual yang terjadi di lapangan pada saat melakukan penelitian.

Menurut Basrowi dan Suwardi (2008: 22) bahwa “penelitian kualitatif adalah penelitian yang berangkat dari inkuiri naturalistik yang temuan-temuannya tidak diperoleh dari prosedur perhitungan secara statistik”. Pengertian di atas


(26)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari pengamatan perilaku dan objek tertentu. Menurut Moleong (2000: 23) bahwa “penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data kualitatif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati”.

Pendapat lain diungkapkan oleh Sugiyono (2010: 15) yang mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai berikut:

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat pospositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai lawannya eksperimen) diaman peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilkukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan data dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/ kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Sedangkan definisi pendekatan kualitatif menurut Moleong (2010: 6) adalah sebagai berikut:

Penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat diartikan bahwa pendekatan kualitatif adalah pendekatan dalam suatu penelitian yang dilakukan secara utuh kepada subjek penelitian tertentu di mana peneliti menjadi instrumen kunci dalam


(27)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

beberapa alasan, yaitu permasalahan yang dikaji peneliti mengenai Tradisi Upacara Panjang Jimat Keraton Kasepuhan sebagai Aset Budaya Lokal Kota Cirebon dalam Pelestarian Budaya Bangsa dalam upaya pelestarian budaya bangsa, ini membutuhkan sejumlah data yang bersifat riil, aktual dan kontekstual yang terjadi di lapangan pada saat melakukan penelitian. Oleh karena itu pendekatan kulitatif dirasa cukup tepat dalam melakukan penelitian ini.

B. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2010: 308) bahwa “teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data”. Oleh karena itu, untuk memperoleh data sesuai dengan metode dan pendekatan yang telah dipilih, maka digunakan beberapa macam teknik pengumpulan data diantaranya sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi menurut Sutrisno Hadi dalam (Sugiyono, 2010: 203) mengemukakan bahwa “observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikhologis”. Dalam hal ini, observasi dimaksudkan pengamatan yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera. Observasi atau pengamatan dalam penelitian ini, adalah upaya memaksimalkan kemampuan peneliti dalam mengkaji atau menganalisis suatu permasalahan dari


(28)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dirumuskan”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara umum observasi adalah sebuah kegiatan pengamatan dan pemusatan perhatian secara mendalam terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera, untuk mengumpulkan data yang akurat sebagai bahan untuk memecahkan masalah dalam sebuah penelitian.

2. Wawancara

Dalam suatu penelitian, untuk memperoleh informasi dan data yang dibutuhkan maka peneliti melakukan wawancara pada subjek penelitian. “wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan dialog, tanya jawab antara peneliti dan responden secara sungguh-sungguh” (Danial dan Wasriah, 2009: 71). Menurut pendapat Moleong (2010: 186) menjelaskan bahwa: Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Dengan wawancara diharapkan dapat diperoleh bentuk-bentuk informasi tertentu dari semua responden dengan susunan kata dan urutan yang sesuai dengan ciri-ciri setiap responden. Wawancara dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang tidak dapat diperoleh lewat observasi. Melalui wawancara ini peneliti bisa mendapatkan informasi yang mendalam. Dalam penelitian ini, teknik wawancara akan digunakan untuk memperoleh informasi dari para responden


(29)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Studi dokumentasi merupakan salah satu sumber data penelitian kualitatif yang telah lazim digunakan. Teknik pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan cara menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen baik tertulis, gambar maupun elektronik. Menurut pendapat Arikunto (1998: 236) bahwa “metode dokumentasi merupakan salah satu cara mencari data mengenai hal-hal, variabel berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, agenda dan sebagainya”. Pendapat lain dikemukakan oleh Danial (2009: 79) “studi dokumentasi adalah mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi yang sesuai dengan masalah penelitian, seperti peta, data statistic, gambar dan sebagainya”. Sedangkan menurut Basowi dan Suwardi (2008: 158) “metode dokumentasi merupakan suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga memperoleh data yang lengkap, sah dan bukan berdasarkan perkiraan”.

Pemilihan teknik ini dalam penelitian, karena banyak dokumen yang dapat dimanfaatkan untuk menguji, manafsirkan dan memprediksi suatu objek atau keadaan. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara menganalisa data yang berupa data dokumentasi yang berkaitan dan menunjang penelitian. Jadi, studi dokumentasi dapat memperkuat hasil observasi dan wawancara.

4. Studi Literatur

Studi literatur merupakan alat pengumpul data untuk mengungkapkan berbagai teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang diteliti sebagai


(30)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengumpulkan sejumlah buku-buku, majalah, liflet yang berkenaan dengan masalah dan tujuan peneliti”. Dalam hal ini peneliti akan memilih dan mempelajari buku-buku sumber dan sebagainya untuk mendapatkan data teoritis dan informasi yang akan mendukung kebenaran data yang diperoleh melalui penelitian.

C. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah memperoleh data yang diperluakan dari tahap pengumpulan data melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi literatur, maka tahap selanjutnya adalah pengolahan dan analisis data. Proses pengolahan dan analisis data dapat dilakukan melalui proses menyususn, mengkategorikan, mencari kaitan isi dari berbagai data yang diperoleh dengan maksud untuk mendapatkan makna dan disesuaikan dengan kajian penelitian.

Data dari hasil observasi, wawancara terhadap nasumber (responden) menggunakan pedoman penyusunan wawancara, studi dokumentasi dan studi literatur kemudian dikumpulkan dan sisatukan, kemudian akan dijadikan sebagai bahan acuan untuk mempermudah pengolahan dan analisis data agar menciptakan hasil yang akurat.

Ada beberapa kegiatan dalam pengolahan dan analisis data yakni meliputi:

data reduction, data display dan conclusion drawing/ verification. Hal tersebut


(31)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Reduksi data, yaitu proses analisa data dari lapangan dalam bentuk uraian atau laporan terperinci sebagai bahan mentah kemudian disingkatkan, direduksi, disusun lebih sistematis, sehingga lebih mudah dikendalikan. Data yang direduksi memberi gambaran yeng lebih tajam tentang hasil pengamatan, juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan.

2) Display Data

Display data, yaitu sekumpulan informasi tersusun yang akan memberikan gambaran penelitian secara meyeluruh, penyajian data yang disusun secara menyeluruh. Penyajian data yang disusun secara singkat, jelas, terperinci dan menyeluruh akan lebih memahami gambaran aspek yang diteliti.

3) Kesimpulan/ Verifikasi

Kesimpulan dan Verifikasi, yaitu upaya untuk mencari makna dari kata yang dikumpulkan, dilakukan dengan cara mencari pola, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul dan sebagainya.

Dengan adanya proses pengolahan dan analisis data dengan menggunakan teknik diatas dalam penelitian ini, maka yang diharapkan adalah menemukan atau menghasilkan informasi atau temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan tersebut dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih samar-samar atau belum jelas, sehingga setelah diteliti menjadi jelas.


(32)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon Provinsi Jawa Barat. Dipilihnya lokasi tersebut sebagai latar penelitian disebabkan karena lokasi tersebut merupakam kota tempat dimana Keraton Kasepuhan berada. Beranjak dari sebuah teori, bahwa subjek penelitian merupakan sesuatu yang penting kedudukanya di dalam penelitian. “Subjek penelitian adalah benda, hal orang atau tempat data untuk variabel penelitian yang dipermasalahkan melekat” (Arikunto, 2009: 152). Subjek penelitian harus ditentukan terlebih dahulu sebelum peneliti siap untuk mengumpulkan data. Berdasarkan uraian di atas dirasa menarik untuk melakukan penelitian secara lebih dalam pada lokasi tersebut.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang dipilih adalah sebagai berikut:

1) Kepala DISBUDPAR Kota Cirebon yang menjadi aparat pemerintahan yang memiliki kebijakan dalam melestarikan aset budaya Keraton Kasepuhan, 2) Camat Lemahwungkuk, sebagai aparat pemerintahan yang memiliki

kebijakan serta yang bersosilisasi dengan masyarakat setempat,

3) Kepala Desa/ Kelurahan Kasepuhan, sebagai pemimpin masyarakat yang langsung bersosialisasi dengan masyarakat setempat,

4) Sultan dan kerabat Keraton Kasepuhan serta abdi dalem keraton, yang mengetahui seluk beluk Keraton Kasepuhan.

5) Warga Masyarakat di sekitar Keraton Kasepuhan, sebagai masyarakat yang besinggungan langsung dengan Keraton Kasepuhan.


(33)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

uji credibility (validitas internal), trasferabilitas (validitas eksternal),

dependabilitas(reliabilitas), dan konfirmability (objektifitas). 1. Credibility (Validitas Internal)

Sugiyono (2009: 368) mengatakan bahwa “uji krediabilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dengan melakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, analisis kasus negatif, menggunakan bahan referensi, dan member check”.

2. Memperpanjang Pengamatan

Pada tahap awal peneliti memasuki lapangan, peneliti masih dianggap orang asing, masih dicurigai, sehingga informasi yang diberikan belum lengkap, tidak mendalam dan mungkin masih banyak yang dirahasiakan. Dengan adanya perpanjangan pengamatan ini, peneliti mengecek kembali apakah data yang diperoleh merupakan data yang benar atau tidak. Apabila ada data yang tidak benar, maka peneliti melakukan pengamatan lagi yang lebih mendalam, sehingga diperoleh data yang sebenarnya. Perpanjangan pengamatan ini peneliti lakukan untuk memperoleh data yang sahih (valid) dari sumber data.

3. Peningkatan Ketekunan dalam Penelitian

Dalam melakukan penelitian, terkadang peneliti selalu dihinggapi rasa malas atau jenuh, untuk mengatasi hal tersebut peneliti meningkatkan ketekunan dengan membulatkan niat dan tekad serta tetap menjaga semangat dengan cara


(34)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Triangulasi Data

Menurut Sugiyono (2009: 374) mengatakan bahwa “triangulasi dalam pengujian krediabilitas adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu”. Dalam penelitian in,i triangulasi dilakukan terhadap sumber yaitu kepala DISBUDPAR Kota Cirebon, Camat Lemahwungkuk, Pemerintah Desa/ Kelurahan Kasepuhan, Penjaga Keraton Kasepuhan/Abdi Dalem Keraton, dan masyarakat sekitar Keraton Kasepuhan yang akan dilakukan dengan cara mengkombinasikan teknik wawancara dan observasi.

5. Analisis Kasus Negatif

Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian hingga pada saat tertentu (Sugiyono, 2009: 374). Tujuan dari analisis kasus negatif ini adalah untuk mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang ditemukan di lapangan. Dengan adanya data yang berbeda yang ditemukan di lapangan, peneliti dapat lebih mendalami kasus tersebut dengan cara menganalisis disesuaikan dengan teori yang digunakan.

6. Menggunakan Referensi yang cukup

Yang dimaksud dengan menggunakan referensi yang cukup adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti (Sugiyono, 2009: 375). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bahan dokumentasi yaitu hasil rekaman dan wawancara dengan subjek penelitian,


(35)

foto-Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

7. Member Check

Menurut Sugiyono (2009: 375) bahwa “member check adalah proses

pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan member

check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan

apa yang diberikan oleh pemberi data”. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan

member checck kepada semua sumber data dengan tujuan memperoleh

pendalaman keabsahan data yang disesuaikan dengan rumusan penelitian.

8. Transferability (Validitas Eksternal)

Berkenaan dengan trasferability, Sugiyono (2009: 376) mengemukakan bahwa:

Trasferability merupakan konsep yang menunjukan derajat ketetapan

atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil. Nilai transfer berkenaan dengan pertanyaan, hingga mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain.

Oleh karena itu, supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif yang peneliti lakukan sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti harus memberikan uraian yang terperinci, jelas, sistematis dan dapat dipercaya. Dengan demikian, maka pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian ini, sehingga dapat menentukan dapat atau tidaknya untuk mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain.


(36)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Reliabilitas merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila penelitian yang sama dilakukan. Dalam penelitian kualitatif reliabilitas mengacu pada kemungkinan penelitian selanjutnya memperoleh hasil yang sama apabila penelitian kembali dilakukan dalam subjek yang sama, yang menekankan pada desain penelitian dan metode serta teknik pengumpulan dan analisis data.

Berkaitan dengan uji reliabilitas, peneliti dibimbing dan diarahkan secara berkesinambungan oleh dua orang pembimbing dalam mengaudit terhadap keseluruhan proses penelitian dengan tujuan supaya peneliti dapat menunjukan hasil aktifitas di lapangan dan mempertanggungjawabkan seluruh rangkaian penelitian dimulai dari menentukan masalah/ fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan keabsahan data sampai membuat kesimpulan.

10. Confirmability

Berkenaan dengan confirmability, menurut Sugiyono (2008: 377) bahwa: Pengujian konfirmabiliti dalam penelitian disebut juga dengan uji objektifitas penelitian. Penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang. Dalam penelitian kualitatif, uji konfirmability mirip dengan uji dependability, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Konfirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan


(37)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengaitkannya dengan proses penelitian yang dilakukan di lapangan dan mengevaluasi hasil penelitiannya, apakah hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan atau tidak.

F. Tahap Penelitian

Menurut Moleong (1991) ada empat tahap dalam pelaksanaan penelitian, yaitu sebagai berikut :

1) Tahap pra penelitian atau tahap sebelum ke lapangan, dalam tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian paradigma dengan teori, penjajakan alat peneliti, mencakup observasi lapangan dan permohonan ijin kepada subyek yang diteliti, konsultasi fokus penelitian, penyusunan usulan penelitian.

2) Tahap penelitian atau tahap pekerjaan lapangan, meliputi mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan nilai-nilai budaya yang ada pada Tradisi Upacara Panjang Jimat Keraton Kasepuhan sebagai Aset Budaya Lokal Pemerintah Kota Cirebon.

3) Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang diperoleh melalui observasi, studi dokumentasi, studi literatur maupun wawancara mendalam dengan para responden. Kemudian dilakukan penafsiran data sesuai dengan konteks permasalahan yang diteliti, selanjutnya melakukan pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek sumber data yang didapat dan metode perolehan data sehingga data benar-benar valid sebagai dasar dan


(38)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian makna data. Setelah itu, melakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan perbaikan saran-saran demi kesempurnaan laporan

G. Instrumen Penelitian

“Dalam penelitian kualitatif yang memjadi instrumen penelitian atau alat oenelitian adalah peneliti itu sendiri” (Moleong, 2007; Nasution, 2003; Sugiyono, 2009). Yang dalam hal ini peneliti disebut sebagai “key instrument” atau alat penelitian utama (Nasution, 2003: 9). Berkaitan dengan hal tersebut, Nasutionpun menambahkan bahwa peneliti mengadakan pengamatan sendiri atau wawancara tak terstruktur. Ia tidak menggunakan alat-alat seperti test tau angket seperti yang lazim digunakan dalam penelitian kuantitatif. Hanya manusioa sebagai instrumen dapat memahami makna interaksi antar manusia, membaca gerak muka, menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden. Walaupun digunakan alat rekam atau kamera, peneliti tetap memegang peranan utama sebagai alat penelitian.

Berbeda dengan pendapat Sugiyono (2009: 60) berpendapat bahwa peneliti sebagai instrumen kunci dalam penelitian kualitatif. Beliau menyebutnya dengan “the researcher is the key instrument”. Dalam hal instrumen penelitian kulaitatif Lincoln dan Guba (dalam Sugiyono, 2009: 60) menyatakan bahwa:


(39)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

be constructed that is grounded in the data that the human instrument has product.

Instrumen pilihan dalam penelitian naturalistik adalam manusia, kita mengetahui bahwa bentuk-bentuk lain dari instrumentasi dapat digunakan pada tahap berikunya dari sebugah penelitian, dan manusia menjadi andalan awal yang berkelanjutan. Tapi kepentingan manusia telah digunakan secara luas dalam tahap awal penelitian. Sehingga instrumen dapat dibangun yang didasarkan pada data bahwa instrumen manusia memiliki hasil.

Selanjutnya Nasution (2003: 55) menjelakan bahwa:

Dalam penelitian kualitatif atau naturalistik tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, data yang akan dikumpulkan, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya.

Berdasarkan hal di atas maka Sugiyono (2009: 61) menegaskan bahwa:

Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara. Peneliti akan terjun ke lapangan sendiri, baik pada ground tour question, tahap focused and

selection, melakukan pengumpulan data, analisis dan membuat kesimpulan.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen penelitian itu adalah peneliti itu sendiri, ketika pada awalnya permasalahan belum jelas, tetapi ketika fokus permasalahan menjadi


(40)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Walaupun yang menjadi instrumen penelitian atau alat penelitian itu adalah peneliti itu sendiri namun peneliti juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Menurut Sugiyono (2009: 59) mengenai validasi tersebut adalah “validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya”.

Menurut Arikunto (2009: 101) bahwa:

Instrumen penelitian yang diartikan sebagai “alat bantu” merupakan saran yang dapat diwujudkan dalam benda, misalnya angket (questioner), daftar cocok (checklist), interview guide atau interview schedule, lembar pengamatan panduan atau panduan pengamatan (observation sheet atau

observation schedule), soal tes (yang kadang-kadang hanya disebut „tes‟

saja, inventori (inventory), skala (scale) dan lain sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen penelitian ialah peneliti itu sendiri. Namun agar fokus masalah menjadi lebih jelas, maka didukung oleh observasi dan wawancara. Hasil observasi menggambarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di lapangan yang selanjutnya memerlukan data berupa penjelasan. Penjelasan tersebut diperoleh dengan proses wawancara sehingga akan didapatkan data yang otentik gun memperjelas temuan-temuan yang ada di lapangan.


(41)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


(42)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1. Persiapan

2. Observasi awal

3.

Pengurusan administrasi penelitian 4. Pelaksanaan

Penelitian 5. Observasi ke

masyarakat

6.

Wawancara mendalam terhadap

responden

7. Pengolahan dan analisis data

8. Pembuatan laporan akhir penelitian


(43)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa


(44)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pada bab lima ini merupakan kesimpulan dari hasil penelitian, pembahasan dan analisis penulis yang mengkaji tentang Tradisi Upacara Panjang Jimat

sebagai Aset Budaya Lokal dalam Pelestarian Budaya Bangsa. Kesimpulan

yang tersusun berdasarkan atas data-data dan berbagai informasi yang terkumpul kemudian ditafsirkan dalam bentuk tulisan karya ilmiah. Selain itu, penulis juga memberikan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian yang disesuaikan dengan kesimpulan, dengan harapan adanya perbaikan serta perubahan ke arah yang lebih baik lagi melalui karya ini.

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang penulis paparkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya sebagai berikut:

1. Secara umum pengertian tradisi upacara panjang jimat adalah sebuah tradisi yang dilaksanakan pada tanggal 12 Rabiul Awal di lingkungan Keraton Kasepuhan dengan tujuan memperingati kelahiran Nabi Muhammas saw. Secara etimologis, kata Panjang Jimat memiliki arti yaitu Panjang berarti seumur hidup manusia, sedangkan kata Jimat adalah barang siji (satu) yang harus dirumat atau dipelihara, dirawat, diingat. Jadi, Panjang Jimat dapat diartikan sebagai sesuatu yang harus dijaga, diingat dan dipertahankan seumur hidup manusia. Sesuatu tersebut adalah kalimah syahadat. Sebagai


(45)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Makna yang terkadung dalam tradisi upacara panjang jimat ialah mengingatkan kembali kepada seluruh umat muslim untuk senantiasa selalu mengikuti ajaran Nabi Muhammad saw yang memiliki akhlaqul karimah atau suri tauladan yang baik. Selain itu, Nabi Muhammad saw juga memiliki sifat-sifat yang baik yang apabila umat muslim mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, maka akan terhindar dari jalan kesesatan.

2. Dalam tradisi upacara panjang jimat terkandung beberapa nilai-nilai luhur yaitu:

Nilai keagamaan (religius), nilai sejarah (historis), nilai gotong-royong, kerjasama, tata krama dan sopan santun, silaturahmi, saling menghormati, rasa syukur dan nilai keindahan (estetika).

3. Upaya Pelestarian Tradisi Upacara Panjang Jimat Keraton Kasepuhan sebagai Aset Budaya Lokal Kota dan Budaya Bangsa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

 Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingya pelestarian budaya

 Melakukan pengenalan tradisi budaya kepada generasi muda

 Memanfaatkan kemajuan IPTEK

 Industri Pariwisata

4. Kendala yang dihadapi dalam upaya pelestarian tradisi upacara panjang jimat dan cara penyelesaian yang dilakukan dalam menghadapi kendala-kendala yang muncul


(46)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

 Kurangnya inventarisasi budaya dan ketegasan pemerintah

Upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan kendala yang muncul antaralain:

 Menumbuhkan kesadaraan akan pentingnya sebuah tradisi budaya derah yang merupakan cikal bakal terbentuknya budaya bangsa

 Harus adanya filterisasi dalam menyaring pengaruh dari derasnya arus globalisasi. Salah satu filternya adalah dengan memahami arti penting budaya khas negara dan dengan keimanan yang kuat

 Memberikan pengetahuan, informasi dan pendidikan betapa pentingnya pelestarian sebuah tradisi budaya daerah, karena itu merupakan aset atau kekayaan yang harus dijaga eksistensinya sebagai penanda jati diri bangsa.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, memberikan pandangan yang kemudian dituangkan menjadi sebuah rekomendasi atau masukan yang sifatnya membangun serta semoga dapat bermanfaat mengenai Tradisi Upacara Panjang Jimat sebagai Aset Budaya dalam Pelestarian Budaya Bangsa. Adapun saran atau rekomendasi sebagai berikut:


(47)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

di daerah Cirebon. Dinas terkait diharapkan dapat menjadi wadah dalam menagakomodir aset-aset budaya lokal dan memperkenalkannya ke wilayah yang lebih luas. Karena tradisi budaya lokal tersebut merupakan kekuatan dari budaya bangsa.

2. Keraton Kasepuhan Cirebon

Keraton Kasepuhan selaku objek yang menjadi fokus, diharapkan selalu menjaga dan melaksanakan tradisi upacara panjang jimat dengan menyesuaikan dengan perkembangan zaman tanpa mengurangi kesakralan dan esensi dari tradisi tersebut.

3. Institusi/ Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Melestarikan budaya bangsa merupakan salah satu kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan wadah atau institusi yang berwenang melahirkan generasi-generasi penerus berkualitas yang akan menjadikan warga negara yang baik dan pintar. Oleh karenanya, diharapkan dapat memberikan banyak bantuan, baik melalui referensi-referensi teori dan keilmuan tentang upaya pelestarian budaya.

4. Para Alim Ulama

Diharapkan dapat memberikan pemahaman atau meluruskan apabila dalam kegiatan atau acara tradisi upacara Panjang Jimat terdapat hal-hal yang kurang sesuai dengan syariah ajaran agama Islam. Tujuannya adalah agar


(48)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bagi masyarakat diharapkan lebih meningkatkan kesadaran akan pentingnya upaya pelestarian budaya daerah sebagai pembentuk adanya budaya nasional. Dengan selalu menjaga, melindungi dan memanfaatkan kekayaan budaya sebaik-baiknya, maka eksistensi budaya sebagai penanda jati diri bangsa akan tetap terjaga.

6. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini dirasa masih jauh dari kesempurnaan dan belum cukup memuasakan bagi penulis maupun civitas akademika lainnya. Oleh karena itu, perlu diadakannya pengkajian dan penelitian lebih mendalam lagi mengenai tradisi upacara panjang jimat sebgai aset budaya lokal dalam pelestarian budaya bangsa. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat memberikan karya yang lebih baik lagi.


(49)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Sumber Buku :

Abdullah, Irwan. (2006). Kontruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Alfan, Muhammad. (2013). Filsafat Kebudayaan. Bandung: Pustaka Setia. Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: P.T. Rineka Cipta. _________. (1998). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

_________. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Basrowi dan Suwardi. (2008). Memahami penelitian kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Danial, Endang. dan Nanan Wasriah. (2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Laboratorium Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan. Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Universitas Pendidikan Indonesia Danial, Endang. (2009). Penulissan Karya Ilmiah. Bandung: Laboratorium

Pendidikan Kewarganegaraan.

Garna, Justira K. (2008). Budaya Sunda: Melintasi Waktu Menantang Masa

Depan. Bandung: Limit Unpad.

Herimanto dan Winarno. (2008). Ilmu sosial & Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.


(50)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. ________. (2009). Puspa Ragam Konsep Dan Isu Kewarganegaraan. Bandung:

Widya Aksara Press.

Kuntowijoyo. (2006). Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana. Moeleong, Lexy J., (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: P.T.

Remaja Rosdakarya.

________. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Rohmat. (2011). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta

Mutakin A., Budimansyah D., dan Pasya G. K. (2004). Dinamika Masyarakat

Indonesia. Bandung: Genesindo.

Nasution. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nasir, M. (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Persada.

Pradja, Juhaya S. (2013). Filsafat Kebudayaan. Bandung: Pustaka Setia.

Prawiradiredja, Muhammad Sugianto. (2005). Cirebon: Falsafah, Tradisi dan


(51)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dan Pariwisata.

Syamsuri, Baidlowi. (1995). KISAH WALI SONGO: Penyebar Agama Islam Di

Tanah Jawa. Surabaya: Apollo Lestari.

Solomon, Robert C. (1984). ETHICS, Abrief Introduction. Jakarta: Percetakan Sapdodadi.

Soekanto, Soerjono. (2004). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Penelitian Kualitatif, Kuantitatif

dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumber Jurnal :

Siagian, Marasat. (2008). Wawasan Nusantara dan Sistem Politik di Indonesia. Bandung: Jurusan PKn-FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia.

Sumber Internet:

Sumber: @Disbudpar Kota Cirebon. [Online]. Tersedia: http://www.cirebonkota.go.id/index.php/profil/sejarah/sejarah-kesenian/ Sumber: Rahayu, Imelda. (2012). Potret Keraton Kasepuhan Sebagai Penyokong


(52)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sumber; Afandi, Moh. Tegar. (2011). Keraton Kasepuhan Cirebon Sebagai

Bentuk Akulturasi Kebudayaan. [Online]. Tersedia:

http://ravensoldier.blogspot.com/2011/10/tugas-mata-kuliah-ilmu-sosial-dan.html

Sumber: Nurfitriyanti.(2011). Keraton Kasepuhan Cirebon. [Online]. Tersedia:

http://isosial.blogspot.com/2011/11/makalah-keraton-kasepuhan-cirebon.html.

Sumber: Kamus Besar Bahasa Indonesia [Online]. Tesedia: http://kbbi.web.id/tradisi

Sumber: Suryani, Hikmah. (2013). Budaya Lokal Dan Budaya Nasional. [Online]. Tersedia: http://nhikmahsuryani11.blogspot.com/2013/05/budaya-lokal-dan- budaya-nasional.html


(1)

113

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Diharapkan dapat lebih memberikan perhatian kepada warisan-warisan budaya nenek moyang yang kaya akan makna dan nilai-nilai luhur yang berguna dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, khususnya yang berada di daerah Cirebon. Dinas terkait diharapkan dapat menjadi wadah dalam menagakomodir aset-aset budaya lokal dan memperkenalkannya ke wilayah yang lebih luas. Karena tradisi budaya lokal tersebut merupakan kekuatan dari budaya bangsa.

2. Keraton Kasepuhan Cirebon

Keraton Kasepuhan selaku objek yang menjadi fokus, diharapkan selalu menjaga dan melaksanakan tradisi upacara panjang jimat dengan menyesuaikan dengan perkembangan zaman tanpa mengurangi kesakralan dan esensi dari tradisi tersebut.

3. Institusi/ Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Melestarikan budaya bangsa merupakan salah satu kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan wadah atau institusi yang berwenang melahirkan generasi-generasi penerus berkualitas yang akan menjadikan warga negara yang baik dan pintar. Oleh karenanya, diharapkan dapat memberikan banyak bantuan, baik melalui referensi-referensi teori dan keilmuan tentang upaya pelestarian budaya.

4. Para Alim Ulama

Diharapkan dapat memberikan pemahaman atau meluruskan apabila dalam kegiatan atau acara tradisi upacara Panjang Jimat terdapat hal-hal yang kurang sesuai dengan syariah ajaran agama Islam. Tujuannya adalah agar


(2)

114

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam melaksanakan tradisi upacara ini terhindar dari segala bentuk kemusrikan yang dapat merusak akidah agama.

5. Masyarakat

Bagi masyarakat diharapkan lebih meningkatkan kesadaran akan pentingnya upaya pelestarian budaya daerah sebagai pembentuk adanya budaya nasional. Dengan selalu menjaga, melindungi dan memanfaatkan kekayaan budaya sebaik-baiknya, maka eksistensi budaya sebagai penanda jati diri bangsa akan tetap terjaga.

6. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini dirasa masih jauh dari kesempurnaan dan belum cukup memuasakan bagi penulis maupun civitas akademika lainnya. Oleh karena itu, perlu diadakannya pengkajian dan penelitian lebih mendalam lagi mengenai tradisi upacara panjang jimat sebgai aset budaya lokal dalam pelestarian budaya bangsa. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat memberikan karya yang lebih baik lagi.


(3)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

Abdullah, Irwan. (2006). Kontruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Alfan, Muhammad. (2013). Filsafat Kebudayaan. Bandung: Pustaka Setia. Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: P.T. Rineka Cipta. _________. (1998). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

_________. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Basrowi dan Suwardi. (2008). Memahami penelitian kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Danial, Endang. dan Nanan Wasriah. (2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Laboratorium Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan. Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Universitas Pendidikan Indonesia Danial, Endang. (2009). Penulissan Karya Ilmiah. Bandung: Laboratorium

Pendidikan Kewarganegaraan.

Garna, Justira K. (2008). Budaya Sunda: Melintasi Waktu Menantang Masa Depan. Bandung: Limit Unpad.

Herimanto dan Winarno. (2008). Ilmu sosial & Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.


(4)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kalidjernih, Freddy.K. (2010). Kamus Studi Kewarganegaraan: Perspektif Sosiologikal Dan Politikal. Bandung: Widya Aksara Press.

Kamisa. (1997). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika. Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. ________. (2009). Puspa Ragam Konsep Dan Isu Kewarganegaraan. Bandung:

Widya Aksara Press.

Kuntowijoyo. (2006). Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana. Moeleong, Lexy J., (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: P.T.

Remaja Rosdakarya.

________. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Rohmat. (2011). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta

Mutakin A., Budimansyah D., dan Pasya G. K. (2004). Dinamika Masyarakat Indonesia. Bandung: Genesindo.

Nasution. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nasir, M. (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Persada.

Pradja, Juhaya S. (2013). Filsafat Kebudayaan. Bandung: Pustaka Setia.

Prawiradiredja, Muhammad Sugianto. (2005). Cirebon: Falsafah, Tradisi dan Ada Budaya. Jakarta: Perum Percetakan Negara RI.


(5)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Rifa’i, Moh. (2005). Risalah Tuntunan Sholat Lengkap. Semarang: P.T. Karya Toha Putra.

Rochani, Ahmad Hamam. (2008). Babad Cirebon. Cirebon: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

Syamsuri, Baidlowi. (1995). KISAH WALI SONGO: Penyebar Agama Islam Di Tanah Jawa. Surabaya: Apollo Lestari.

Solomon, Robert C. (1984). ETHICS, Abrief Introduction. Jakarta: Percetakan Sapdodadi.

Soekanto, Soerjono. (2004). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumber Jurnal :

Siagian, Marasat. (2008). Wawasan Nusantara dan Sistem Politik di Indonesia. Bandung: Jurusan PKn-FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia.

Sumber Internet:

Sumber: @Disbudpar Kota Cirebon. [Online]. Tersedia: http://www.cirebonkota.go.id/index.php/profil/sejarah/sejarah-kesenian/ Sumber: Rahayu, Imelda. (2012). Potret Keraton Kasepuhan Sebagai Penyokong


(6)

Elis Mayangsari, 2014

Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota Cirebon dalam pelestarian budaya bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu http://imeldarahayu.blogspot.com/2012/02/potret-keraton-kasepuhan-sebagai.html

Sumber; Afandi, Moh. Tegar. (2011). Keraton Kasepuhan Cirebon Sebagai Bentuk Akulturasi Kebudayaan. [Online]. Tersedia:

http://ravensoldier.blogspot.com/2011/10/tugas-mata-kuliah-ilmu-sosial-dan.html

Sumber: Nurfitriyanti.(2011). Keraton Kasepuhan Cirebon. [Online]. Tersedia:

http://isosial.blogspot.com/2011/11/makalah-keraton-kasepuhan-cirebon.html.

Sumber: Kamus Besar Bahasa Indonesia [Online]. Tesedia: http://kbbi.web.id/tradisi

Sumber: Suryani, Hikmah. (2013). Budaya Lokal Dan Budaya Nasional. [Online]. Tersedia: http://nhikmahsuryani11.blogspot.com/2013/05/budaya-lokal-dan- budaya-nasional.html