Museum Al-Qur'an Nusantara

(1)

iii

SURAT KETERANGAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini, penulis dan pembimbing menyetujui :

“Untuk memberikan kepada Universitas Komputer Indonesia Hak Bebas Royalty Noneksklusif atas penelitian ini dan bersedia untuk di-online-kan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk kepentingan riset dan pendidikan”.

Bandung, 22 Agustus 2015

Penulis,

Aditya Kusuma Putra NIM. 52011016

Mengetahui Pembimbing

Dina Fatimah, M.Ds NIP. 4127.32.04.007


(2)

ii

PERNYATAAN ORIGINALITAS KARYA TUGAS AKHIR

Dengan ini, saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Aditya Kusuma Putra

NIM : 52011016

Program Studi : Desain Interior

Menyatakan bahwa karya beserta laporan Tugas Akhir ini adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan bukan duplikasi dari hasil karya orang lain.

Apabila pada masa mendatang diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar adanya, saya bersedia menerima sanksi yang diberikan dengan segala konsekuensinya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bandung, 22 Agustus 2015


(3)

i

LEMBAR PENGESAHAN

MUSEUM AL-

QUR’AN NUSANTARA

ADITYA KUSUMA PUTRA

NIM 52011016

Telah disetujui dan disahkan di Bandung sebagai Tugas Akhir

pada tanggal : 20 Agustus 2015

Menyetujui,

Pembimbing

Dekan Fakultas

Prof. Dr. Primadi Tabrani

NIP. 4127.32.06.036

Ketua Program Studi

Dina Fatimah, M.Ds

NIP. 4127.32.04.007


(4)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancar. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, kepada para keluarganya, para sahabatnya dan semoga sampai kepada kita selaku umatnya yang setia sampai akhir zaman, amin.

Tugas akhir ini penulis susun sebagai salah satu syarat pelengkap untuk ujian sarjana desain. Dalam tugas akhir ini, penulis mencoba membuat

suatu karya dengan judul “Museum Al-Qur’an Nusantara”

Tugas akhir ini merupakan hasil karya yang didalamnya dikemukakan fokus permasalahan, ide perancangan, teori yang mendukung dan ide perencanaan. Hal-hal tersebut penulis kemukakan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan yang merujuk pada pendapat para ahli.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang membacanya guna memperbaiki karya-karya penulis selanjutnya.

Akhir kata semoga karya kecil ini dapat bermanfaat khususnya bagi pengembangan berfikir penulis dan pembaca pada umumnya.

Bandung, Agustus 2015 Penulis


(5)

iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Aditya Kusuma Putra

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, tanggal lahir : Purworejo, 06 November 1991 Kewarganegaraan : Indonesia

Status Perkawinan : Belum Kawin

Agama : Islam

Alamat Lengkap : Jln Bakung XVI No.19 RT 001/RW 010 Kel. Rancaekek Kencana Kec. Rancaekek Kab. Bandung Jawa Barat 40394

Telepon/HP : 0857 9363 7973

Email : [email protected]

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

1996-1997 : TK Darul Hikam III Rancaekek 1997-2003 : SD Negeri Kencana Indah II 2003-2006 : SMP Negeri 3 Rancaekek 2006-2009 : SMA Negeri 1 Cileunyi

2011-2015 : Universitas Komputer Indonesia

Fakultas Desain, Jurusan desain Interior

KEAHLIAN

M. Office, Autocad, Skethcup, Artlantis Studio, Adobe Photoshop, Adobe Flash


(6)

75

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya Departemen Agama RI. Semarang: PT. Karya Toha Putra

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta. . Jakarta: 1995

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta. Kecil Tetapi Indah. Jakarta: 1993

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Proyek Pembinaan Permuseuman. Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran di Museum. Jakarta: 1993/1994

Hasjmy. 1990. Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang

Mushaf-mushaf Al-Qur’an Istana Nusantara. Yogyakarta: Lanjah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI

Neufert, Ernst. 2000. Data Arsitek Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Panero, Julius & Zelnik, Martin. 2003. Dimensi Manusia & Ruang Interior. Jakarta: Erlangga

Prawoto. 2006. Seri IPS Sejarah: SMP Kelas IX. Jakarta: Penerbit Yudhistira.

Supriyanto. 1992. Pedoman Fumigasi. Perpustakaan Nasional: Jakarta


(7)

76 Internet:

direktori.infobandung.co.id www.museumbaytalquran.html


(8)

i

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ORIGINALITAS KARYA TUGAS AKHIR ...ii

SURAT KETERANGAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...iv

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR ...x

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Gagasan / Ide Perancangan ...4

1.3 Fokus Permasalahan ...6

1.4 Permasalahan Perancangan ...6

1.5 Maksud dan Tujuan Perancangan ...7

BAB II TINJAUAN TEORI DAN DATA ...9

2.1 Tinjauan Museum ...9

2.1.1 Pengertian Museum ...9

2.1.2 Fungsi Museum ...10

2.1.3 Jenis dan Status Museum ...11

2.1.4 Perawatan Museum ...13

2.2 Tinjauan Al-Quran...15


(9)

ii

2.2.2 Pengertian Mushaf Al-Qur’an ...17

2.2.3 Mushaf Nusantara ...17

2.3 Studi Ergonomi dan Antropometri ...40

2.3.1 Studi Ergonomi ...40

2.3.2 Studi Antropometri ...45

BAB III KONSEP PERENCANAAN ...48

3.1 Deskripsi Proyek ...48

3.2 Profil Museum Al-Qur’an Nusantara ...49

3.2.1 Misi Museum Al-Qur’an Nusantara ...49

3.2.2 Visi Museum Al-Qur’an Nusantara...50

3.3 Data dan Karakteristik Pengguna ...50

3.4 Aktivitas dan Fasilitas yang Ada ...51

3.5 Struktur Organisasi ...54

3.6 Tinjauan Organisasi Pengelola Museum Al-Qur’an Nusantara ...55

3.7 Alur Sirkulasi ...57

3.8 Program Kedekatan Antar Ruang ...58

3.9 Zoning dan Blocking ...58

3.10 Studi Image ...62

BAB IV KONSEP PERANCANGAN...64

4.1 Tema ...64

4.2 Penggayaan ...65

4.3 Konsep Bentuk ...65


(10)

iii

4.5 Ceiling Plan ...69

4.6 Skema Material ...70

4.7 Skema Warna ...71

4.8 Teknik Pencahayaan ...71

4.9 Teknik Penghawaan ...72

4.10 Teknik Keamanan ...73

DAFTAR PUSTAKA ...75

GLOSSARY ...77 LAMPIRAN...


(11)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

MUSEUM AL-

QUR’AN NUSANTARA

Diajukan untuk memenuhi mata Kuliah DI.38309 Tugas Akhir Semester Genap Tahun Akademik 2014/2015

Oleh

Aditya Kusuma Putra 52011016

PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

2015


(12)

64

BAB IV

KONSEP PERANCANGAN

4.1 Tema

Tema yang diusung dalam perancangan Museum Al-Qur’an Nusantara

adalah “Nur” diambil dari bahasa Arab yang artinya cahaya, maksud dari

cahaya itu yang dapat menerangi manusia di dalam kegelapan. Tema ini dipilih karena bertujuan untuk mengingatkan kepada seluruh umat manusia bahwa dengan membaca Al-Qur’an tidak akan tersesat kepada perbuatan yang merusak iman kita di dunia. Tidak ada petunjuk bagi umat Islam kecuali membaca Al-Qur’an, karena selain sebagai sumber hukum umat Islam dengan membaca dan memahami isi kandungan dari Al-Qur’an akan membimbing manusia ke jalan yang benar serta memberikan efek ketenangan dalam menjalani hidup di dunia, karena telah mengikuti perintah Allah dan menjauhi semua laranganNya.

Ketenangan:

 Ruang : Denah yang teratur

 Pencahayaan : Menimbulkan efek ketenangan bagi pengunjung

 Sirkulasi : Sederhana

Karakter yang ingin ditampilkan di atas adalah karakter ruang yang tenang dan tegas. Hal ini untuk menampilkan Al-Qur’an yang menjadi dasar hukum umat Islam, ketenangan ditunjukkan dalam garis lurus yang diterapkan dalam bentukan denah, sirkulasi maupun furniture.


(13)

65

4.2 Penggayaan

Pengayaan yang akan digunakan adalah minimalis geometris, minimalis yaitu metode perancangan yang fungsinya terpenuhi dengan elemen paling mendasar dan sederhana. Maksud dari dasar itu adalah Al-Qur’an sebagai dasar iman kita kepada Allah, sedangkan sederhana memiliki arti manusia tidak boleh bangga terhadap dirinya sendiri karena manusia beserta isinya diciptakan oleh Allah. Sedangkan geometris adalah dengan mengubah susunan pola ragam hias tak beraturan dan tetap memperhatikan segi keindahan, geometris dapat ditandai dari bentuknya seperti persegi empat, zigzag, garis silang, segitiga, dan lingkaran. Pola bidang tersebut merupakan pola geometris yang bentuknya teratur.

4.3 Konsep Bentuk

Konsep bentuk khususnya diterapkan pada area yang bersifat publik, salah satunya seperti pada area pamer. Bentuk yang dibuat merupakan kombinasi antara minimalis dan geometris. Minimalis menerapkan dekorasi sangat elegan namun memiliki mutu yang tinggi dan sederhana. Estetika gaya minimalis didukung dengan bentuk geometris (persegi empat, segitiga dan garis lengkung) yang diolah melalui struktur bangunan dan elemen interiornya. Hal-hal yang mendasari perancangan pada konsep bentuk adalah bentuk motif yang mewakili karakter mushaf tulisan kaligrafi dan corak mushaf yang dapat mendukung penggayaan minimalis geometris. Motif yang digunakan dalam bentukan perancangan yaitu mushaf sundawi


(14)

66

Gambar 4. 1 Motif Mushaf Sundawi Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)

Gambar 4. 2

Implementasi Konsep Bentuk Pada Denah Khusus Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)


(15)

67

Gambar 4. 3

Implementasi Konsep Bentuk pada Museum Al-Quran Nusantara Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)


(16)

68

4.4 Media Display

Teknik penyajian benda koleksi disajikan berdasarkan sifat benda koleksi yaitu dua dimensi dan tiga dimensi.Untuk koleksi yang bersifat dua dimensi, teknik penyajiannya berupa:

 Panil, menempelkan koleksi seperti peta, foto, grafik, atau informasi tertulis lainnya.

Gambar 4. 4

Implementasi Media Display 2D pada Museum Al-Quran Nusantara Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)

Untuk koleksi yang bersifat tiga dimensi, teknik penyajiannya berupa:


(17)

69

Gambar 4. 5

Implementasi Media Display 3D pada Museum Al-Quran Nusantara Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)

4.5 Ceiling Plan

Konsep ceiling pada Museum Al-Qur’an Nusantara ini mengaplikasikan material gypsum menggunakan bentukan segitiga dan kotak yang diulang. Pemilihan bentukan ini untuk mendukung konsep desain minimalis geometris yang telah ditetapkan. Pemasangan ceiling menggunakan rangka gantung sebagai rangka ceiling dengan menerapkan drop ceiling, level ketinggian ceiling dan lengkungan pada desain ceilingnya.


(18)

70

Gambar 4. 6

Implementasi Ceiling pada Museum Al-Quran Nusantara Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)

4.6 Skema Material

Untuk pemilihan konsep material menggunakan material yang memiliki daya tahan yang baik, keamanan, keselamatan, kesehatan, kemudahan pemeliharaan, keindahan dan kesesuaian fungsi dan kesan dari material yang digunakan.Marmer, kayu solid, HPL, acrylic, ram kawat stainless, gypsum, multipleks. Contoh pengaplikasian material pada perancangan:

 HPL yang digunakan merrk TUBAO tipe Oak 101s, Elm wood 1Q, Walnut 2062s

Gambar 4. 7

Implementasi Ceiling pada Museum Al-Quran Nusantara Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)

 Treatment dinding yang memadukan dua unsur yang berasal dari multipleks dan ram kawat selain itu di dalam treatment terdapat lampu LED yang mengeluarkan cahaya sesuai dengan tema NUR yang di gunakan pada desain Museum Al-quran Nusantara.


(19)

71

Gambar 4. 8

Implementasi Treatment Dinding pada Museum Al-Quran Nusantara Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)

4.7 Skema Warna

Konsep warna yang di terapkan yaitu warna-warna yang terdapat pada motif mushaf sundawi yaitu warna putih, warna hitam dan warna coklat.

Gambar 4. 9

Skema Warna pada Museum Al-Quran Nusantara Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)

4.8 Teknik Pencahayaan

Pada Museum Al-Qur’an Nusantara bertema Nur ini, sistem pencahayaan yang diutamakan adalah sistem pencahayaan buatan yang dapat memberi makna pada benda pamer. Konsep pencahayaan buatan dengan penggunaan downlight pada area pamer dimaksudkan untuk memfokuskan pengunjung pada benda pamer, sehingga memperlihatkan keagungan

Al-Qur’an. Tambahan lampu TL juga diberikan pada area pamer dan lobby museum dimaksudkan untuk memperlihatkan storyline bagaimana agama Islam masuk ke Indonesia.


(20)

72

Gambar 4. 10

Implementasi Pencahayaan pada Museum Al-Quran Nusantara Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)

4.9 Teknik Penghawaan

Konsep penghawaan pada perancangan Museum Al-Qur’an Nusantara ini memakai penghawaan buatan yaitu mengunakan air conditionerAC central

dan AC split. AC central diterapkan pada area-area umum seperti lobby, perpustakaan, dan area pamer, sedangkan AC split diterapkan pada ruangan privat seperti kantor museum. Pemilihan penghawaan buatan agar memberi kondisi yang nyaman secara terus-menerus dalam suatu bangunan, sistem-sistem penghawaan harus mempertahankan keseimbangan antara kondisi-kondisi atmosfer dalam dan kondisi-kondisi iklim yang terus-menerus berubah di luar ruangan dan di dalam ruangan itu sendiri. Fungsi AC adalah untuk menghapus beban kalor tersebut sehingga suhu dan kelembaban udara tetap nyaman. Besar beban kalor yang terjadi ditentukan oleh: hantaran panas radiasi matahari, hantaran panas secara transmisi, hantaran panas ventilasi atau inviltrasi, beban panas intern (manusia dan peralatan elektronik atau mesin).


(21)

73

4.10 Teknik Keamanan

Konsep keamanan diaplikasikan dalam penggunaan bahan material yang ramah lingkungan, seperti tidak menggunakan asbes, karena penyakit yang ditimbukan yaitu asbestos yang dapat menyerang paru-paru. Selain itu untuk mengantisipasi bahaya eksternal maupun internal pada Museum

Al-Qur’an Nusantara ini maka di persiapkan sistem keamanan pada gedung seperti :

1. Keamanan terhadap kebakaran

Sistem pencegahan terhadap bahaya kebakaran terbagi atas dua bagian, yaitu:

a. Sistem Pencegahan Aktif

Fire Hydrant, alat pemadam kebakaran permanen yang di letakkan di lokasi strategis dan mudah di jangkau.

Fire extinguisher, alat pemadam kebakaran portable yang berupa tabung dengan kandungan gas karbon monoksida atau buih untuk memadamkan api.

Fire alarm, terhubung pada alat deteksi maupun terpasang di lokasi rawan kebakaran untuk dinyalakan secara manual dengan cara memecahkan kaca kemudian menekan tombol yang kemudian akan menyalakan suara tanda bahaya (sirine).

Smoke detector atau heat detector, pendeteksi asap yang keluar sebelum api membesar.


(22)

74 b. Sistem pencegahan pasif

 Menyediakan jalur evakuasi yang memadai seperti: tangga kebakaran dengan pintu tahan api, bukaaan dua arah pada ruangan publik yang memiliki daya tampung besar, koridor dengan lebar yang memadai.

 Menyediakan sarana dan alat bantu evakuasi seperti: sistem pengendalian asap, alat komunikasi darurat, sign system.

 Keamanan terhadap kriminalitas

Untuk mencegah terjadinya vandalisme, pencurian ataupun tindakan kriminal lainnya. Sistem pengamanan yang digunakan dan diterapkan yaitu:

o Pengadaan petugas keamanan dengan sistem shift o Sistem pengawasan melalui kamera (cctv)

o Alarm dan detector.

o Teknis keamanan yang digunakan adalah sprinkler dan

CCTV. Ketika terjadi kecelakaan kebakaran di seluruh ruangan maka sprinkler mengeluarkan air yang dapat memadamkannya. Teknis keamanan CCTV adalah untuk mengawasi pengunjung dari tindak pencurian di museum.


(23)

9

BAB II

TINJAUAN TEORI DAN DATA

2.1 Tinjauan Museum 2.1.1 Pengertian Museum

Secara etimologi, kata museum berasal dari Yunani yaitu Mouseion, kuil untuk Muses. Sepadan dalam bahasa Perancis musée, bahasa Spanyol

museo, Jerman museum, Italia museo, Portugis museu. Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia museum diartikan sebagai “Gedung yang digunakan sebagai tempat untuk pameran tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni, dan ilmu;

tempat menyimpan barang kuno.” (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).

Menurut International Council of Museums (ICOM) suatu badan kerjasama profesional dibidang permuseuman dari seluruh dunia, museum diartikan

sebagai “sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan,

melayani masyarakat dan perkembangannya terbuka untuk umum, yang mengumpulkan, merawat dan memamerkan, untuk tujuan–tujuan penelitian, pendidikan dan hiburan, benda–benda bukti material manusia

dan lingkungannya”. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar


(24)

10 dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, atau struktur yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya atau yang bukan cagar

budaya, dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat.”

2.1.2 Fungsi Museum

Dalam buku yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995 yang berjudul Buku Pinter tentang Permuseuman dijelaskan, museum memiliki tugas menyimpan, merawat, mengamankan dan memanfaatkan koleksi museum berupa benda cagar budaya. Dengan demikian museum memiliki dua fungsi besar yaitu:

1. Sebagai tempat pelestarian, museum harus melaksanaan kegiatan sebagai berikut :

a. Penyimpanan yang meliputi pengumpulan benda untuk menjadi koleksi, pencatatan koleksi, sistem penomoran dan penataan koleksi.

b. Perawatan yang meliputi kegiatan mencegah dan menanggulangi kerusakan koleksi.

c. Pengamanan yang meliputi kegiatan perlindungan untuk menjaga koleksi dari gangguan atau kerusakan oleh faktor alam dan ulah manusia.

2. Sebagai sumber informasi, museum melaksanakan kegiatan pemanfaatan melalui penelitian dan penyajian.


(25)

11 a. Penelitian dilakukan untuk mengembangkan kebudayaan

nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi.

b. Penyajian harus tetap memperhatikan aspek pelestarian dan pengamanannya.

2.1.3 Jenis dan Status Museum

Dalam buku yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Kebudayaan, Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta 1992/1993 (Kecil Tetapi Indah, hal: 25), dijelaskan secara umum bahwa jenis museum dapat dibagi kedalam beberapa kategori berdasarkan tiga hal yaitu:

1. Ditinjau dari sudut koleksi

2. Ditinjau dari sudut kedudukan, dan 3. Ditinjau dari sudut penyelenggaraan

Gambar 2. 1

Pedoman Pendirian Museum, Dep. Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Kebudayaan, Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta 1992/1993 Sumber: Kecil Tetapi Indah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

MUSEUM

KOLEKSI KEDUDUKAN KEPEMILIKAN

UMUM KHUSUS PEMERINTAH SWASTA NASIONAL PROPINSI LOKAL


(26)

12 1. Menurut koleksi

Museum dapat dibagi dalam beberapa jenis. Secara garis besarnya yaitu museum umum dan khusus. Museum umum adalah museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia dan atau lingkungannya yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, disiplin ilmu dan teknologi. Sedangkan museum khusus adalah museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan satu cabang seni, satu cabang ilmu atau satu cabang teknologi. Apabila koleksi suatu museum dapat mewakili dua kriteria atau lebih, maka museum khusus tersebut berubah menjadi museum umum.

2. Menurut kedudukannya museum dapat dibagi kedalam: a. Museum Nasional

Museum Nasional adalah museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal dari, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya dari seluruh wilayah Indonesia yang bernilai nasional.

b. Museum Provinsi

Museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal dari, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya dari wilayah provinsi dimana museum tersebut berada


(27)

13 c. Museum Lokal

Museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal dari, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya dari wilayah kabupaten atau kotamadya dimana museum tersebut berada.

3. Menurut penyelenggaraannya atau status kepemilikan, museum dapat dibagi dalam:

a. Museum pemerintah, yaitu museum yang diselenggarakan dan dikelola oleh pemerintah. Museum ini dapat dibagi lagi dalam museum yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dan yang dikelola oleh Pemerintah Daerah.

b. Museum Swasta, ialah museum yang diselenggarakan dan dikelola oleh swasta.

2.1.4 Perawatan Museum

Menurut Supriyanto (1992), cara perawatan museum, biasanya dilakukan dengan sistem fumigasi. Fumigasi adalah pengendalian hama dan rayap dengan jalan memasukkan atau melepaskan fumigan ke dalam ruangan tertutup atau kedap udara untuk beberapa waktu dalam dosis dan konsentrasi yang dapat mematikan hama.

Keuntungan dilakukannya fumigasi adalah sebagai berikut:

1. Menjangkau hama hingga ke tempat yang paling sulit / tersembunyi (di dalam komoditi)


(28)

14 2. Efektif mengendalikan seluruh stadia hama (telur, larva, pupa dan

imago)

3. Tidak meninggalkan residu sehingga tidak berbahaya bagi konsumen akhir

4. Tidak merusak / merubah komoditi (fisik dan komposisi) Peralatan dan Perlengkapan Fumigasi

1. Perlengkapan Keamanan (Safety Tools)

a. Pakaian kerja: wearpack, safety-shoes, helm dan sarung tangan b. Alat lindung pernapasan: masker, canister

c. Kotak P3K, Tabung Pemadam Kebakaran d. Tanda Peringatan: Yellow line, stand-up sign

2. Perlengkapan Monitoring

a. Leak detector: electronic leak detector, lampu halida b. Gas detector tube

c. Gas concentration gauge (riken interferometer) d. Sampling tubes

3. Aplikator Fumigasi

a. Fumigan: Methyl Bromide (CH3Br, Phospin (Ph3))

b. Selang gas, Connector (cylinder draw), Nozzles & T-Pieces

c. Sungkup (plastik) fumigasi

d. Pemberat: Sand Snake, Water Snake

e. Pendukung lain: kipas, pemanas (evaporiser), isolasi, klem, senter, tali, timbangan dan lain-lain.


(29)

15 Prosedur Fumigasi

1. Verifikasi (survey)

a. Memeriksa tipe dan volume komoditi

b. Cakupan hama: untuk mengukur dosis dan waktu pelaksanaan c. Waktu Konsentrasi: waktu yang dibutuhkan untuk mencapai

konsentrasi tertentu

d. Lokasi Fumigasi: aman dari gangguan, cukup pencahayaan,ventilasi baik, lantai datar dan solid.

2. Persiapan

a. Keamanan dan keselamatan: informasi kepada seluruh pihak b. Posisi komoditi: rapi dan bersih

c. Penempatan dan penyebaran pipa gas dan selang monitoring d. Lokasi fumigasi: aman dari gangguan, cukup

pencahayaan,ventilasi baik, lantai datar dan solid. 3. Pelaksanaan

4. Monitoring 5. Aerasi

6. Penerbitan Sertifikat

2.2 Tinjauan Al-Quran 2.2.1 Pengertian Al-Qur’an

Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur'an berasal dari bahasa Arab qara’a yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur'an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang


(30)

16 artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:

"Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur'an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu), jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya". (Al-Qiyāmah 75:17-18)

Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut: "Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah".

Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut: "Al-Qur'an adalah firman Allah SWT yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad penutup para nabi dan rasul, dengan perantaraan malaikat Jibril dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas".


(31)

17

2.2.2 Pengertian Mushaf Al-Qur’an

(Kitab Hasyiyatu Al-Qalyubi hal 35) menyebutkan bahwa mushaf itu tidak harus seluruh ayat Al-Quran, tetapi asalkan sudah ada ayat Al-Quran walau cuma satu hizb (kumpulan ayat Al-Quran) termasuk mushaf.

(Kitab Hasyiyatu Ad-Dasuqi hal 125) menyebutkan bahwa termasuk mushaf adalah seluruh ayat Al-Quran, atau satu juz, atau selembar, asalkan tertulis di atasnya bagain dari ayat Al-Quran, baik tertulis pada batu atau lainnya.

Di masa Rasulullah SAW dulu, bentuknya hanya berupa tulisan di atas kulit hewan, atau di atas pelepah kurma, kadang di atas tulang, batu dan sebagainya. Namun ketika Allah SWT melapangkan dada Abu Bakar saat mendengar alasan Umar untuk membukukan Al-Quran dalam satu bundel buku, berubahlah mushaf yang tadinya cuma berbentuk potongan atau lembaran bertuliskan ayat-ayat Al-Quran menjadi buku yang utuh.

2.2.3 Mushaf Nusantara 1. Mushaf Istiqlal

Iluminasi (ragam hias yang berupa motif atau gambar yang berada di dalam mushaf Al-Qur’an) berasal dari khazanah ragam hias nusantara dari Sabang sampai Merauke yang terdapat pada arsitektur rumah adat, tekstil, batik, perhiasan dan lain-lain. Mushaf Al-Qur’an Istiqlal dapat menjadi ungkapan baru tradisi seni suci Islam sekaligus sebagai gambaran umat


(32)

18 Islam Indonesia yang menyatu dan damai dalam kemajemukan suku bangsa yang demikian banyak.

Mushaf Istiqlal tidak berbeda dengan Al-Qur'an lain yang beredar di dunia Islam, kecuali dari segi teknik penulisan dan iluminasinya. Beberapa spesifikasi yang menjadi ciri khas Mushaf Istiqlal antara lain :

 Surat Al-Fatihah ditulis di dua halaman bersebelahan (kanan-kiri). Dalam dua halaman tersebut, seluruh ragam budaya Indonesia (33 provinsi) dapat terwakili dalam bentuk iluminasi yang indah, menghiasi khat Surat Al-Fatihah sebagai ummul-Qur'an (induk Al-Qur'an).

 Setiap awal surat ditulis di awal halaman.

 Setiap awal juz ditulis dengan huruf lebih tebal dan terletak di berbagai posisi, yakni di awal atau di tengah halaman.

 Iluminasi dirancang oleh para ahli desain grafis Indonesia dengan gaya khas budaya dari seluruh provinsi di Indonesia.

 Setiap halaman memuat 13 baris, kecuali halaman akhir surat, yang kadang-kadang diisi dengan iluminasi.

 Tanda waqaf lazim lebih ditonjolkan daripada tanda-tanda waqaf lain (dengan warna merah).

 Tanda-tanda sajdah, ruku', juz dan hizb diberi iluminasi khusus yang berbeda satu sama lain dan terletak di tepi halaman.

 Seluruh halaman Mushaf Istiqlal dihiasi dengan beragam iluminasi yang diwakili seluruh provinsi dan didukung oleh 45 wilayah budaya


(33)

19 Indonesia. Di samping itu, iluminasi untuk Surat Al-Fatihah ( ummul-Qur'an), tengah mushaf (nisful-Qur'an), dan akhir mushaf

(khatmul-Qur’an) dirancang khusus sebagai “Iluminasi Nusantara”. Setiap 22 halaman iluminasi berganti dari suatu wilayah ke wilayah budaya lainnya

 Sistem penulisan mushaf istiqlal menganut kaidah golden section

yaitu terletak yang serasi, indah dipandang, dan tidak membuat penat mata pembacanya

 Jumlah halaman 970, lebih banyak daripada mushaf biasanya.

 Alat tulis qalam yang digunakan disebut hadam yang banyak tumbuh di negri tropis seperti Indonesia

Gambar 2. 2

Mushaf Istiqlal Halaman Iluminasi Surat Al-Fatihah (Sisi Kanan) Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara


(34)

20

Gambar 2. 3

Mushaf Istiqlal Halaman Iluminasi Surat Al-Fatihah (Sisi Kiri) Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

Gambar 2. 4

Mushaf Istiqlal Ragam Hias Aceh Besar.Ayat-Ayat ditulis Rata Tengah Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara


(35)

21

Gambar 2. 5

Mushaf Istiqlal Ragam Hias Melayu-Jambi Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

Gambar 2. 6

Mushaf Istiqlal Ragam Hias Jawa Timur Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara


(36)

22

Gambar 2. 7

Mushaf Istiqlal Ragam Hias Bali Utara Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

Gambar 2. 8

Mushaf Istiqlal Ragam Hias Kalimantan Barat Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara


(37)

23

Gambar 2. 9

Mushaf Istiqlal Ragam Hias Timor-Timur Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

Gambar 2. 10

Mushaf Istiqlal Ragam Hias Gorontalo Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara


(38)

24

Gambar 2. 11

Mushaf Istiqlal Ragam Hias Sulawesi Tengah Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

Gambar 2. 12

Mushaf Istiqlal Ragam Hias Priangan Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara


(39)

25

Gambar 2. 13

Mushaf Istiqlal Ragam Hias Yogyakarta Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

2. Mushaf Sundawi

Iluminasi mushaf sundawi diambil dari jenis tanaman khas Jawa Barat menjadi bentuk-bentuk ornament yang khas dan berkarakter sundawi. Iluminasi mushaf sundawi mencerminkan ragam flora dan budaya Jawa Barat (motif Banten, Bogor, Sukabumi, Cirebon, Ciamis dan lain-lain). Iluminasi mushaf sundawi terdiri atas bagian-bagian yaitu:

 Tiara (mahkota), idenya diambil dari bentuk mamolo masjid Banten dan Cirebon, yaitu hiasan pada puncak atap masjid. Konsep mamolo diterapkan pada taira mushaf sundawi karena kedudukan mamolo yang terkait erat dengan konsep bangunan arsitektur tradisional masjid di Jawa Barat.

 Bingkai (frame), adalah gubahan ruang sebagai tempat untuk mengungkapkan ragam hias Jawa Barat yang diuntai mengelilingi


(40)

26 ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan maksud memberikan dukungan makna ayat, sekaligus memberikan identitas Jawa Barat.

 Tanda-tanda baca, digubah dengan tujuan untuk lebih memperjelas peran tanda-tanda baca tersebut, sekaligus dapat dipakai sebagai unsur yang memperindah mushaf sundawi secara keseluruhan.

 Sumber ragam hias iluminasi, diambil dari motif-motif tradisional yang dikembangkan dan ditambah dengan sumber ragam hias lain khas Jawa Barat. Sumber ragam hias tersebut dapat merupakan wakil dari wilayah-wilayah budaya Jawa Barat, maupun wilayah pemerintahan. Secara keseluruhan terdapat 17 desain wilayah budaya, yang masing-masing akan menempati satu juz berlainan Pembagian ragam hias wilayah budaya dan juz dirinci sebagai berikut:

o Motif Teh I: Juz 1 dan 18 o Motif Banten: Juz 2 dan 19 o Motif Teh II: Juz 3 dan 20

o Motif Bogor, Sukabumi, Cianjur, Tanggerang, dan Betawi juz 4

dan 21

o Motif Indramayu: Juz 5 dan 22 o Motif Cirebon: Juz 6 dan 23 o Motif Padi: Juz 7 dan 24

o Motif Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang juz 8 dan 25 o Motif Ciamis, Banjar: Juz 9 dan 26


(41)

27

o Motif Kina: Juz 11 dan 28 o Motif Garut: Juz 12 dan 29 o Motif Sumedang: Juz 13 dan 30 o Motif Bandung (Patrakomala): Juz 14 o Motif Gandaria: Juz 15

o Motif Hanjuang: Juz 16

o Motif Kuningan, Majalengka, Cirebon o Indramayu: Juz 17

Gambar 2. 14 Mushaf Sundawi


(42)

28

Gambar 2. 15

Mushaf Sundawi Halaman Iluminasi Awal Mushaf (Surat Al-Fatihah Dan Awal Surah Al-Baqarah)

Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

Gambar 2. 16

Mushaf Sundawi Halaman Iluminasi Akhir Mushaf (Surat Al-Fatihah Dan Awal Surah Al-Baqarah)

Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

3. Mushaf Kalimantan

Kalimantan Barat mempunyai mushaf dengan ragam hias khas Kalimantan Barat. Setiap mushaf indah kontemporer sebagaimana mushaf-mushaf lama mempunyai ciri khas sendiri dalam pola hiasannya, mencerminkan


(43)

29 kekayaan ragam hias lokal. Ragam hias mushaf Kalimantan Barat memenuhi seluruh permukaan halaman dengan warna lembut kebiruan. Berbeda dengan mushaf indah lainnya, tanda-tanda seperti juz dan ruku' di pinggir halaman berada di dalam bingkai iluminasi, dipisahkan dengan garis vertikal.

Gambar 2. 17

Mushaf Kalimantan Barat Halaman Judul Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

Gambar 2. 18

Mushaf Kalimantan Barat Isi Halaman Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara


(44)

30

Gambar 2. 19

Mushaf Kalimantan Barat Halaman Tengah (Awal Surat Al-Kahf) Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

Gambar 2. 20

Mushaf Kalimantan Barat Halaman Akhir (Surat Al-Falaq Dan An-Nas) Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

4. Mushaf Pusaka KeratonYogyakarta

Salah satu mushaf dari kesultanan nusantara adalah “KanjengKiai Qur’an”, salah satu pusaka Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Qur’an ini

berukuran 40 x 28 cm, tebal 575 halaman. Naskah Qur’an ini sangat


(45)

31 istimewa terdapat di bagian awal, tengah dan akhir Qur’an. “Kanjeng Kiai

Qur’an” pada awalnya adalah milik Kanjeng Gusti Raden Ayu Sekar

Kedhaton, putri Sultan Hamengkubuwana II (1772-1828)

Gambar 2. 21

Mushaf Yogyakarta Iluminasi Awal Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

Gambar 2. 22

Mushaf Yogyakarta Setiap permulaan Juz Berluminasi Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara


(46)

32

Gambar 2. 23

Mushaf Yogyakarta Iluminasi Tengah Mushaf Pada Permulaan Surat Al-Kahf

Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

Gambar 2. 24

Mushaf Yogyakarta Kaligrafi Kepala Surat Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara


(47)

33

5. Mushaf At-Tin

Mushaf ini dibuat untuk sebuah ketulusan dalam meghormati dan mengingat kita terhadap jasa Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto sebagai ibu keluarga maupun ibu negara terhadap keluarga maupun bangsanya. Mushaf ini bagaikan sebuah monumen simbolik yang menyitratkan makna sebuah penghormatan dan penghargaan yang bersifat spiritual. Mushaf ini mempunyai bobot dan kualitas seperti:

 Benar dan mudah dibaca

Menulis indah kaligrafi Qur’an walau bagimanapun harus memenuhi

standar Qur’an Indonesia yang mengacu kepada kaidah Usmani dan mudah dibaca oleh semua kalangan dan bangsa. Hal ini perlu ditekankan karena ternyata ada beberapa mushaf yang kaligrafinya indah tetapi agak sukar dibaca, apalagi oleh pemula.

 Memiliki seni yang tinggi

Mushaf ini bukanlah mushaf Qur’an seperti biasa yang kita lihat dan kita pakai secara praktis sehari-hari. Tetapi sebuah mushaf yang dirancang demikian indah dan berseni sehingga kita tambah terpikat untuk membacanya dan menelaahnya. Keindahan terlihat pada iluminasi yang dibuat secara professional oleh ahli yang berkompeten.

 Menunjukan ciri kebangsaan

Mushaf ini bukan mushaf tiruan yang ada di dunia. Mushaf ini adalah original kreativitas putra-putri bangsa Indonesia. Hal ini terlihat dari iluminasi yang khas dan gaya kaligrafinya yang relatif agak gemuk,


(48)

34 sebagai hal yang membuat mushaf ini tampak beda namun tetap sahih

Gambar 2. 25

Mushaf At-Tin Kaligrafi iluminasi Surat Al-Fatihah Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

Gambar 2. 26

Mushaf At-Tin Kaligrafi Iluminasi Akhir Mushaf Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

6. Mushaf Wonosobo

Penulisan mushaf dimulai Oktober 1991 – Desember 1992. Ornamen yang dipakai adalah ornamen khas Indonesia dengan motif tumbuh-tumbuhan bertuliskan Al-Asy’ariyah agar nama pesantren tersebut terukir disana. Khat dalam mushaf ini ditulis oleh Hayatuddin menggunakan peralatan


(49)

35 tradisional karena ukuran kertasnya besar, jadi huruf dan ornamennya juga lebih lebar. Maka digunakan gambung wuluh yang diraut menjadi mata pena yang besarnya sesuai. Mushaf Wonosobo ditulis dalam kondisi suci dan pembuatannya pun dalam ruangan khusus yang tertutup. Orang yang datang ke ruangan kerja tidak diperkenankan menyentuh mushaf. Hasilnya, terciptalah al-Qur’an terbesar yang pertaman dibuat. Mushaf ini ditulis selama 14 bulan, dari tanggal 16 Oktober 1991 hingga 7 Desember 1992. Ukuran halaman 145 x 195 cm, dan ukuran teks 80 x 130 cm, ditulis dengan

khat naskhi, dihiasi dengan ditulis di atas kertas karton manila putih

Gambar 2. 27 Mushaf Wonosobo

Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

7. Mushaf Aceh

Al-Qur’an dari Aceh mudah dikenal dari bentuk dan hiasannya, Al-Qur’an dari Aceh memiliki gaya khas dan biasanya mudah diidentifikasi dengan jelas melalui pola dasar, motif dasar dan pewarnaanya. Iluminasi dua halaman simetris diawal Al-Qur’an berisi surat Al-Fatihah dan Al-Baqarah. Dalam tradisi Aceh, naskah-naskah Al-Qur’an yang diiluminasi diawal juz


(50)

36 ke-16 banyak yang mengesankan seakan-akan Al-Qur’an itu di bagi menjadi dua bagian meskipun dua bagian itu selalu dalam satu jilid. Pembagian tersebut kadang-kadang tampak cukup jelas karena di akhir juz 15 banyak yang ditandai semacam garis khusus berbentuk segitiga bahkan dibubuhi kata Tamm.

Pola dasar iluminasi Al-Qur’an khas Aceh biasanya dicirikan dengan;

 Bentuk persegi dengan garis vertikal disisi kanan dan kiri yang menonjol keatas dan ke bawah, biasanya dalam bentuk lancip dan lengkungan.

 Bentuk semacam kubah diatas, bawah dan sisi luar.

 Hiasan semacam kuncup diatas macam-macam kubah tersebut.

 Hiasan sepasang sayap kecil disebelah kiri dan kanan halaman iluminasi.

Iluminasi khas tersebut tidak hanya terdapat dalam Al-Qur’an namun juga dalam naskah-naskah keagamaan selain Al-Qur’an. Warna yang dipakai terutama adalah merah, kuning, hitam dan putih namun tidak menggunakan tinta atau cat putih tetapi warna kertasnya itu sendiri. Warna biru adalah warna lain yang khusus digunakan dalam pola iluminasi mushaf aceh yang berbeda. Dalam masa Al-Qur’an, kaligrafi khas unik Aceh muncul dalam

nisf, rubu’ dan tsumun yang terletak di sisi luar halaman teks Al-Qur’an. Dalam sebagian naskah, tulisan yang merupakan tanda baca tersebut tampak tidak mengutamakan keterbacaan namun lebih mengedepankan ekspresi artistik tertentu sebagai bagian dari dekorasi mushaf. Dilihat dari


(51)

37 segi huruf, komposisi tulisan tersebut tidak mudah dibaca, namun tampaknya memang bukan keterbacaan itu yang ingin dicapai penulisnya, melainkan sekedar memberikan tanda bahwa ditempat tersebut terdapat tanda baca. Dan komposisi artistik tersebut disesuaikan dengan motif hiasan floral khas Aceh.

Gambar 2. 28 Mushaf Aceh

Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

8. Mushaf Cirebon

Mushaf sarung batik berasal dari kesultanan Cirebon-Jabar, lengkap 30 juz dan dijilid ulang. Mushaf ini ditulis di atas kertas Eropa yang memiliki watermark Pro Patria. Ukurannya 42 cm x 27 cm, dan tebalnya 6 cm. warna teks adalah hitam. Jumlah baris dalam mushaf ini biasanya adalah 15 baris. Sistem penulisannya mengalir apa adanya, akhir halaman tidak mesti diakhiri dengan akhir ayat. Pada bagian versi dari setiap folio terdapat kata alihan. Hiasan pada mushaf ini juga terdapat pada ummul Qur’an, nisf Qur’an dan khatmul Qur’an. Mushaf ini tergolong unik karena hiasan pada


(52)

38 Pola ini belum pernah terindentivikasi sebelumnya. Fungsi hiasan seperti ini belum diketahui dengan jelas, tetapi dapat diduga hal itu melambangkan bahwa Allah Maha Melihat, bahkan pada hal-hal yang paling dalam. Sementara pada hiasan pada awal dan akhir mushaf memiliki pola yang sama, yakni berupa dua buah bingkai berhias yang diletakkan secara berhadapan pada halaman kiri dan kanan. Bingkai teks berupa kotak tebal yang diisi hiasan bermotif tumbuhan dan di tiga sisinya terdapat sayap seperti kubah masjid, yang juga diisi dengan hiasan dan bentuk setengah lingkaran bermotif tumbuhan. Bingkai kepala pada mushaf batik Cirebon sama dengan bingkai teks ayat, yakni berupa garis sebanyak empat lajur dengan pola merah-hitam-hitam-hitam. Nama surat, keterangan jumlah ayat, dan keterangan tempat turunnya surat details dengan kaligrafi tsulus

berwarna merah. Pada tepi halaman mushaf ini hanya terdapat hiasan untuk tanda juz. Tanda-tanda lain yang menunjukkan hizb, rubu’, nisf,

tsumun, asyr dibuat dengan kaligrafi tsulus dengan tinta berwarna merah tanpa diberi hiasan tertentu. Hiasan tanda juz berbentuk lingkaran dengan empat buah garis lingkaran. Pada bagian tengahnya diberi latar warna merah atau biru. Bagian luar lingkaran dihias dengan motif tumbuhan, sebagian dihias pada bagian bawah dan atasnya dengan motif bunga dan dedaunan yang meruncing ke masing-masing ujungnya. Tulisan juz yang menunjukkan juz bersangkutan ditulis dengan angka, bukan dengan huruf dan diletakkan di dalam lingkaran tersebut.


(53)

39

Gambar 2. 29 Mushaf Cirebon

Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

9. Mushaf Pusaka

Mushaf Pusaka ini adalah “Al-Qur’an Sudut”, yaitu setiap halaman berkahir dengan ayat penuh, tidak bersambung ke halaman berikutnya. Al-Qur’an ini berukuran halaman 75 x 100 cm, ukuran teks 50 x 80 cm, ditulis di atas kertas karton manila putih, dengan khat Naskhi

Gambar 2. 30 Mushaf Pusaka


(54)

40

10. Mushaf Al-Qur’an Standar Braille

Ditulis dengan huruf Arab Braille, yang berbentuk titik yang menonjol, seperti halnya huruf-huruf Latin Braille. Dimaksudkan untuk membantu para tuna netra untuk belajar dan membaca Al-Qur’an

Gambar 2. 31 Standar Braille

Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara

2.3 Studi Ergonomi dan Antropometri

Studi ergonomi dan antropometri merupakan persyaratan ruangan sebagai fungsi utama dari museum. Beberapa persyaratan teknis ruang pamer sebagai berikut:

2.3.1 Studi Ergonomi

Ergonomi berkenan dengan optimasi, efisien, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia dalam beraktifitas. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem manusia, fasilitas dan lingkungannya yang saling berinteraksi.


(55)

41 Pameran Museum tata penyajian koleksi yang merupakan suatu kegiatan teknik penataan koleksi pada ruangan tetap maupun tidak tetap yang diatur menurut suatu sistem tertentu, sehingga menjadi satu kesatuan yang harmonis, komunikatif, informatif, dan edukatif. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993)

a. Jalur Sirkulasi di Dalam Ruang Pamer

Jalur sirkulasi di dalam ruang pamer harus dapat menyampaikan informasi, membantu pengunjung mamahami koleksi yang dipamerkan. Penentuan jalur sirkulasi bergantung juga pada alur cerita yang ingin disampaikan dalam pameran.

Gambar 2. 32

Jalur Sirkulasi di Dalam Ruang Pamer Sumber: Neufert, Data Arsitek, 2006

b. Pencahayaan dan Penghawaan

Pencahayaan dan penghawaan merupakan aspek teknis utama yang perlu diperhatikan untuk membantu memperlambat proses pelapukan dari koleksi. Untuk museum dengan koleksi utama kelembaban yang


(56)

42 disarankan adalah 50% dengan suhu 20°C-26°C. Indentitas cahaya yang disarankan sebesar 50 lux dengan meminimalisir radiasi ultra violet. Beberapa ketentuan dan contoh penggunaan cahaya alami pada museum sebagai berikut:

Gambar 2. 33

Penggunaan Cahaya Alami Pada Museum Sumber: Neufert, Data Arsitek, 2006

c. Arah Pencahayaan

Menurut Neufert (2006) secara garis besar arah pencahayaan dapat dibagi menjadi:

1. Pencahayaan ke bawah (downlight)

Arah pencahayaan datang dari atas dan menyinari obyek yang ada di bawahnya, sifat pencahayaannya merata.

2. Pencahayaan ke atas (Uplight)

Arah cahaya dari bawah ke atas, di mana posisi lampu dihadapkan ke atas, efek yang ditimbulkan yaitu kesan megah dan memunculkan dimensi.


(57)

43 3. Pencahayaan dari belakang (Backlight)

Cahaya berasal dari belakang obyek, kesan yang akan muncul yaitu membuat bentuk obyek lebih jelas terlihat, memberi aksentuasi pada obyek.

4. Pencahayaan samping (Sidelight)

Arah cahaya dari samping untuk memberikan penekanan pada elemen-elemen dari obyek tertentu yang menjadi aksen

5. Pencahayaan dari depan (Frontlight)

Cahaya datang dari depan obyek, memberi kesan natural dan apa adanya. Macam–macam penerangan dalam ruang bagian dalam menurut Neufert (2006), yaitu: Penerangan simetris langsung, diutamakan untuk penerangan umum ruang kerja, rapat, lalu lintas publik dan zona sirkulasi. Beberapa jenis lampu pada penerangan simetris langsung:

1. Lampu sorot – lampu raster:

Dipasang pada dinding untuk penerangan yang merata. 2. Lampu sorot dengan rel:

Penerangan dinding yang merata dengan bagian ruang. Kuat penerangan mencapai 500 lux. Contohnya lampu pijar halogen. 3. Lampu sorot untuk instalasi langit – langit:

Mengarah langsung ke arah dinding, contohnya lampu halogen dan lampu pijar.


(58)

44 4. Lampu sorot terarah cahaya mengarah ke bawah:

Lampu yang dapat digunakan adalah lampu pijar halogen, terutama lampu halogen voltase rendah.

Gambar 2. 34

Jenis–jenis Penerangan Langsung Sumber: Neufert, Ernst. Data Arsitek Jilid 1, Jakarta: Erlangga

Penerangan tidak langsung

Beberapa jenis lampu yang umumnya digunakan dalam sistem penerangan tidak langsung:

1. Lampu sorot langit–langit, lampu sorot lantai:

Untuk penerangan bidang langit–langit atau bidang lantai. 2. Lampu dinding:

Untuk penerangan dinding dekorasi, dapat juga untuk penerangan langit–langit atau lantai.


(59)

45 3. Lampu sorot dinding – rel aliran:

Merupakan lampu yang umumnya dipasang di ruang pameran dan museum. Tingkat penerangan vertikal sebesar 50 lux, 150 lux dan 300 lux, contoh lampu yang umumnya digunakan adalah lampu pijar. 4. Lampu sorot rel aliran

Gambar 2. 35

Jenis–jenis Penerangan Tidak Langsung Sumber: Neufert, Ernst. Data Arsitek Jilid 1, Jakarta: Erlangga

2.3.2 Studi Antropometri

Menurut Panero dan Zelnik (2003), untuk mempermudahkan pengunjung dalam melihat, menikmati, dan menapresiasikan koleksi, maka perletakan peraga atau koleksi turut berperan. Secara otomatis memusatkan mata tersebut atas display pada jarak yang dibutuhkan.jarak minimal dari seseorang pengamat hinga ke display sebesar antara 13 sampai dengan 16 inci atau 33 sampai dengan 40,6 cm; jarak optimal antara 18 sampai dengan 22 inci atau 45,7 sampai dengan 55,9 cm; dan jarak maksimal sampai dengan28 sampai 29 inci atau 71,1 sampai 73,7 cm.


(60)

46

Gambar 2. 36 Sudut Pandang Manusia

Sumber: Panero Dan Zelnik, Dimensi Manusia & Ruang Interior, 2003

Gerakan kepala pada bidang transversal atau horisontal. Secara

antropometrik, gerakkan ini disebut sebagai “rotasi leher” dengan rentang

45 derajat kearah kiri atau kanan tanpa menimbulkan ketegangan atau ketidaknyamanan bagi sebagian orang. Rotasi tiga arah yang sederhana dari seorang pembaca akan menunjukan peningkatan yang besar dalam area tersebut, yang dapat ditandai dari sebuah lokasi tunggal yang sudah ditetapkan


(61)

47

Gambar 2. 37

Pergeran Kepala Dalam Bidang Horisontal Sumber: Panero Dan Zelnik, Dimensi Manusia & Ruang Interior, 2003

Gerakan kepala pada bidang vertikal, rentang mulai 0 derajat sampai dengan 30 derajat pada arah yang lain dapat menimbulkan ketidaknyamanan. Secara antropometri, gerakan ini disebut sebagai “fleksi

leher”.

Gambar 2. 38

Pergerakan kepala Dalam Bidang Vertikal Sumber: Panero Dan Zelnik, Dimensi Manusia & Ruang Interior, 2003


(62)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut hasil sensus Penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 Indonesia merupakan negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia dengan total 207.176.162. Agama Islam masuk ke Indonesia secara berangsur- angsur dan dimulai pada abad ketujuh Masehi dimana pada saat itu para saudagar datang dari Arab, China maupun dari Gujarat datang dengan tujuan untuk berdagang namun secara tidak langsung mereka menyebarkan agama Islam kepada beberapa orang di Indonesia khususnya Indonesia bagian barat (Hasjmy, 1990:3)

Dalam Islam terdapat berbagai sumber ajaran, salah satunya adalah Al

Qur’an. Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang diturunkan kepada

Nabi Muhammad SAW dan beliau wajib menyampaikan wahyu tersebut kepada umatnya, sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat Islam yang ada di dunia. Menurut bahasa, kata Al Qur’an berasal dari kata qaraa yang berarti bacaan, kumpulan atau himpunan. Al Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW tidak sekaligus tetapi turun secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari. Urutan Al Qur’an pada saat turun tidak sebagaimana susunan yang ada sekarang, tetapi turun terpisah-pisah. Ada ayat yang turun karena suatu sebab (Asbab An Nuzul) namun ada juga ayat yang turun tanpa suatu sebab apapun. (Menurut


(63)

2 Syauki, 2003:19), setiap kali turun ayat baru, Rasulullah SAW langsung memerintahkan kepada para sahabat untuk menghafalkannya, kemudian mencatatnya diatas lembaran yang tersedia pada saat itu seperti: batu, kulit binatang, dedaunan, pelepah kurma, dan lain-lain.

Pengumpulan lembaran Al Qur’an pada dasarnya telah dilakukan pada saat Rasulullah masih hidup, hanya saja pengumpulan Al Quran dalam bentuk susunan ayat dan surat dengan sempurna belum dilakukan. Hingga pada saat pemerintahan Khalifah Abu Bakar banyak hafidz (para sahabat yang

menghafal Al Qur’an) yang gugur dalam peperangan melawan orang-orang murtad, sehingga Abu Bakar mulai melakukan usaha pengumpulan Al

Qur’an. Khalifah Abu Bakar membentuk panitia penyusunan mushaf

(lembaran-lembaran) Al Qur’an, sedangkan pembukuan Al Qur’an selesai pada masa pemerintahan Usman bin Affan. Seteleh Al Qur’an selesai dibukukan oleh Khalifah Usman bin Affan beliau menyimpan mushaf Al

Qur’an yang aslinya dirumahnya, dan yang lainnya disebar diberbagai

daerah sebagai rujukan dan dasar pemerintahan di daerah-daerah yang menjadi kekuasaan Islam. Sejak saat itu mushaf Al Qur’an yang disebarkan tersebut menjadi standar penulisan mushaf-mushaf Al Qur’an, selanjutnya

tersebar di dunia Islam. Sampai sekarang Al Qur’an tersebar di seluruh

dunia tetap sama tidak ada perbedaan didalamnya, terjaga keaslian dan keshahihannya.


(64)

3 Nusantara merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan wilayah kepulauan yang membentang dari Sumatera sampai Papua. Pasai menjadi kerajaan pertama di Nusantara yang secara resmi memeluk Islam, Pasai adalah sebuah kerajaan yang berdiri tahun 1290 dengan raja pertamanya Sultan Malik Al-saleh. Kerajaan Samudra Pasai terletak di Aceh Utara, tidak jauh dari Pasai ibu kota kerajaan kemudian pindah ke Pasai sehingga kerajaan tersebut menjadi Samudra Pasai. Letak kerajaan Samudra Pasai sangatlah strategis dan merupakan pintu gerbang yang memasuki Indonesia bagian barat. Kerajaan itu pun merupakan tempat berkumpulnya saudagar-saudagar islam dari Gujarat, Persia, Cina, dan Arab sehingga diperkirakan Samudra Pasai telah bersinggungan dengan islam sejak abad ke-8 pada akhir abad ke-13 sudah menjadi kerajaan Islam (Prawoto, 2006:85). Islam sangat pesat berkembang di nusantara sehingga melahirkan kecintaan, terwujud antara lain dengan munculnya berbagai naskah dan mushaf Al-Qur`an Nusantara. Mulai dari khath, khath adalah rangkaian huruf-huruf hijaiyah yang memuat ayat-ayat Al- Qur`an maupun Al-Hadist ataupun kalimat hikmah di mana rangkaian huruf-huruf itu dibuat dengan proporsi yang sesuai, baik jarak maupun ketepatan sapuan huruf (Rahman :2006). Hingga aneka corak iluminasi (pancaran) semua itu dipengaruhi keragaman alam, etnis, dan kekayaan budaya bangsa Indonesia.

Indonesia sebagai negara yang mempunyai penduduk Islam terbesar di dunia, dibutuhkan adanya fasilitas pengembangan Islam yang berfungsi


(65)

4 sebagai tempat belajar memahami Al-Qur’an dan belajar kaligrafi Al-Qur’an. Museum Al-Qur’an merupakan salah satu solusi untuk menjawab kebutuhan masyarakat muslim tersebut. Selain itu dengan adanya museum Al-Qur’an, masyarakat muslim juga mendapatkan pengetahuan tentang sejarah perkembangan Islam khususnya Islam di nusantara.

Gambar 1. 1 Museum Bayt Al-Qur’an

Sumber: http://www.tamanmini.com/museum/bayt-al-quran-dan-museum-istiqlal, diakses pada 31 Juli 2015

1.2 Gagasan / Ide Perancangan

Dari latar belakang di atas tema yang diusung dalam perancangan Museum Al-Qur’an Nusantara adalah “Nur” diambil dari bahasa Arab yang artinya cahaya, maksud dari cahaya itu yang dapat menerangi manusia di dalam kegelapan. Tema ini dipilih karena bertujuan untuk mengingatkan kepada seluruh umat manusia bahwa dengan membaca Al-Qur’an kita tidak akan


(66)

5 tersesat pada perbuatan yang merusak iman kita di dunia. Tidak ada petunjuk bagi umat Islam kecuali membaca Al-Qur’an, karena selain sebagai sumber hukum umat Islam dengan membaca dan memahami isi kandungan dari Al-Qur’an akan membimbing manusia ke jalan yang benar serta mamberikan efek ketenangan dalam menjalani hidup di dunia, karena telah mengikuti perintah Allah dan menjauhi semua laranganNya.

Ketenangan:

 Ruang : Denah yang teratur

 Pencahayaan : Menimbulkan efek ketenangan bagi pengunjung

 Sirkulasi : Sederhana

Karakter yang ingin ditampilkan diatas adalah karakter ruang yang tenang dan tegas. Hal ini untuk menampilkan Al-Qur’an yang menjadi dasar hukum umat Islam, ketenangan ditunjukkan dalam garis lurus yang diterapkan dalam bentukan denah, sirkulasi, maupun furniture.

Dalam perancangan Museum Al-Qur’an Nusantara, pengayaan yang akan digunakan adalah minimalis geometris. Minimalis yaitu metode perancangan yang fungsinya terpenuhi dengan elemet paling mendasar dan sederhana. Maksud dari dasar itu adalah Al-Qur’an sebagai dasar iman kepada Allah SWT, sedangkan sederhana memiliki arti manusia tidak boleh bangga terhadap dirinya sendiri karena manusia beserta isinya diciptakan oleh Allah SWT. Sedangkan geometris adalah dengan mengubah susunan pola ragam hias tak beraturan dan tetap memperhatikan segi keindahan, geometris dapat ditandai dari bentuknya seperti persegi empat, zigzag,


(67)

6 garis silang, segitiga dan lingkaran. Pola bidang tersebut merupakan pola geometris yang bentuknya teratur.

Gambar 1. 2

Pola Geometris Bentuk Teratur Sumber: Dokumen pribadi, (2015)

1.3 Fokus Permasalahan

Beberapa pokok permasalahan yang timbul berdasarkan latar belakang masalah, yaitu:

1. Indonesia memiliki berbagai mushaf dari seluruh nusantara sehingga perlu di dokumentasikan

2. Material kertas Al-Qur’an rentan akan berbagai faktor seperti usia, kelembaban dan suhu

3. Perlunya dirancang teknik pen-display-an untuk Al-Qur’an dan lembar-lembar mushaf Al-Qur’an.

1.4 Permasalahan Perancangan

Museum Al-Qur’an Nusantara pada perancangannya memiliki beberapa poin-poin permasalahan yaitu:

1. Bagaimana merancang interior museum yang dapat memberikan sebuah tempat pengetahuan dan pelestarian warisan mushaf


(68)

7 2. Bagaimana sistem perawatan yang akan diterapkan pada materi

pamer yang dapat rentan oleh usia, kelembaban dan suhu?

3. Desain furniture seperti apakah yang tepat dan akan digunakan sebagai desain media display Al-Qur’an Nusantara dan furnitur lainnya yang akan digunakan pada museum?

1.5 Maksud dan Tujuan Perancangan

Perancangan Museum Al-Qur’an Nusantara ini dimaksudkan untuk:

1. Menciptakan sarana edukasi sekaligus sarana hiburan bagi masyarakat.

2. Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan masyarakat tentang Al-Qur’an dan sejarahnya.

3. Sebagai fasilitas belajar memahami Al-Qur’an dan belajar kaligrafi

Al-Qur’an

4. Mendokumentasikan seluruh informasi mengenai Al-Qur’an se-nusantara.

Agar maksud perancangan di atas dapat terlaksana, maka ada beberapa tujuan perancangan yang perlu di capai, yaitu:

1. Untuk mendesain ruang dalam (interior) dari sebuah museum dengan konsep dan tema tertentu sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik dan jelas oleh pengunjung museum tersebut 2. Sirkulasi dan penataan fasilitas yang sesuai, akan dapat memberikan


(69)

8 3. Memberikan sebuah fasilitas dan sarana pendidikan yang lebih mudah


(1)

3 Nusantara merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan wilayah kepulauan yang membentang dari Sumatera sampai Papua. Pasai menjadi kerajaan pertama di Nusantara yang secara resmi memeluk Islam, Pasai adalah sebuah kerajaan yang berdiri tahun 1290 dengan raja pertamanya Sultan Malik Al-saleh. Kerajaan Samudra Pasai terletak di Aceh Utara, tidak jauh dari Pasai ibu kota kerajaan kemudian pindah ke Pasai sehingga kerajaan tersebut menjadi Samudra Pasai. Letak kerajaan Samudra Pasai sangatlah strategis dan merupakan pintu gerbang yang memasuki Indonesia bagian barat. Kerajaan itu pun merupakan tempat berkumpulnya saudagar-saudagar islam dari Gujarat, Persia, Cina, dan Arab sehingga diperkirakan Samudra Pasai telah bersinggungan dengan islam sejak abad ke-8 pada akhir abad ke-13 sudah menjadi kerajaan Islam (Prawoto, 2006:85). Islam sangat pesat berkembang di nusantara sehingga melahirkan kecintaan, terwujud antara lain dengan munculnya berbagai naskah dan mushaf Al-Qur`an Nusantara. Mulai dari khath, khath adalah rangkaian huruf-huruf hijaiyah yang memuat ayat-ayat Al- Qur`an maupun Al-Hadist ataupun kalimat hikmah di mana rangkaian huruf-huruf itu dibuat dengan proporsi yang sesuai, baik jarak maupun ketepatan sapuan huruf (Rahman :2006). Hingga aneka corak iluminasi (pancaran) semua itu dipengaruhi keragaman alam, etnis, dan kekayaan budaya bangsa Indonesia.

Indonesia sebagai negara yang mempunyai penduduk Islam terbesar di dunia, dibutuhkan adanya fasilitas pengembangan Islam yang berfungsi


(2)

4 sebagai tempat belajar memahami Al-Qur’an dan belajar kaligrafi Al-Qur’an. Museum Al-Qur’an merupakan salah satu solusi untuk menjawab kebutuhan masyarakat muslim tersebut. Selain itu dengan adanya museum Al-Qur’an, masyarakat muslim juga mendapatkan pengetahuan tentang sejarah perkembangan Islam khususnya Islam di nusantara.

Gambar 1. 1 Museum Bayt Al-Qur’an

Sumber: http://www.tamanmini.com/museum/bayt-al-quran-dan-museum-istiqlal, diakses

pada 31 Juli 2015

1.2 Gagasan / Ide Perancangan

Dari latar belakang di atas tema yang diusung dalam perancangan Museum Al-Qur’an Nusantara adalah “Nur” diambil dari bahasa Arab yang artinya cahaya, maksud dari cahaya itu yang dapat menerangi manusia di dalam kegelapan. Tema ini dipilih karena bertujuan untuk mengingatkan kepada seluruh umat manusia bahwa dengan membaca Al-Qur’an kita tidak akan


(3)

5 tersesat pada perbuatan yang merusak iman kita di dunia. Tidak ada petunjuk bagi umat Islam kecuali membaca Al-Qur’an, karena selain sebagai sumber hukum umat Islam dengan membaca dan memahami isi kandungan dari Al-Qur’an akan membimbing manusia ke jalan yang benar serta mamberikan efek ketenangan dalam menjalani hidup di dunia, karena telah mengikuti perintah Allah dan menjauhi semua laranganNya.

Ketenangan:

 Ruang : Denah yang teratur

 Pencahayaan : Menimbulkan efek ketenangan bagi pengunjung

 Sirkulasi : Sederhana

Karakter yang ingin ditampilkan diatas adalah karakter ruang yang tenang dan tegas. Hal ini untuk menampilkan Al-Qur’an yang menjadi dasar hukum umat Islam, ketenangan ditunjukkan dalam garis lurus yang diterapkan dalam bentukan denah, sirkulasi, maupun furniture.

Dalam perancangan Museum Al-Qur’an Nusantara, pengayaan yang akan digunakan adalah minimalis geometris. Minimalis yaitu metode perancangan yang fungsinya terpenuhi dengan elemet paling mendasar dan sederhana. Maksud dari dasar itu adalah Al-Qur’an sebagai dasar iman kepada Allah SWT, sedangkan sederhana memiliki arti manusia tidak boleh bangga terhadap dirinya sendiri karena manusia beserta isinya diciptakan oleh Allah SWT. Sedangkan geometris adalah dengan mengubah susunan pola ragam hias tak beraturan dan tetap memperhatikan segi keindahan, geometris dapat ditandai dari bentuknya seperti persegi empat, zigzag,


(4)

6 garis silang, segitiga dan lingkaran. Pola bidang tersebut merupakan pola geometris yang bentuknya teratur.

Gambar 1. 2

Pola Geometris Bentuk Teratur Sumber: Dokumen pribadi, (2015)

1.3 Fokus Permasalahan

Beberapa pokok permasalahan yang timbul berdasarkan latar belakang masalah, yaitu:

1. Indonesia memiliki berbagai mushaf dari seluruh nusantara sehingga perlu di dokumentasikan

2. Material kertas Al-Qur’an rentan akan berbagai faktor seperti usia, kelembaban dan suhu

3. Perlunya dirancang teknik pen-display-an untuk Al-Qur’an dan lembar-lembar mushaf Al-Qur’an.

1.4 Permasalahan Perancangan

Museum Al-Qur’an Nusantara pada perancangannya memiliki beberapa poin-poin permasalahan yaitu:

1. Bagaimana merancang interior museum yang dapat memberikan sebuah tempat pengetahuan dan pelestarian warisan mushaf


(5)

7 2. Bagaimana sistem perawatan yang akan diterapkan pada materi

pamer yang dapat rentan oleh usia, kelembaban dan suhu?

3. Desain furniture seperti apakah yang tepat dan akan digunakan sebagai desain media display Al-Qur’an Nusantara dan furnitur lainnya yang akan digunakan pada museum?

1.5 Maksud dan Tujuan Perancangan

Perancangan Museum Al-Qur’an Nusantara ini dimaksudkan untuk:

1. Menciptakan sarana edukasi sekaligus sarana hiburan bagi masyarakat.

2. Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan masyarakat tentang Al-Qur’an dan sejarahnya.

3. Sebagai fasilitas belajar memahami Al-Qur’an dan belajar kaligrafi

Al-Qur’an

4. Mendokumentasikan seluruh informasi mengenai Al-Qur’an se-nusantara.

Agar maksud perancangan di atas dapat terlaksana, maka ada beberapa tujuan perancangan yang perlu di capai, yaitu:

1. Untuk mendesain ruang dalam (interior) dari sebuah museum dengan konsep dan tema tertentu sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik dan jelas oleh pengunjung museum tersebut 2. Sirkulasi dan penataan fasilitas yang sesuai, akan dapat memberikan


(6)

8 3. Memberikan sebuah fasilitas dan sarana pendidikan yang lebih mudah