Prinsip-prinsip pendidikan menurut al-qur'an (sebuah kajian tafsir tematik)

(1)

(SEBUAH KAJIAN TAFSIR TEMATIK)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

MI’ROJI

NIM: 107034000342

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(SEBUAH KAJIAN TAFSIR TEMATIK)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)

Oleh: MI’ROJI NIM: 107034000342

Pembimbing

Dr. M. Suryadinata, M.A

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Skripsi berjudul PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN MENURUT AL-QUR’AN (SEBUAH KAJIAN TAFSIR TEMATIK) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 29 September 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada Program Studi Tafsir-Hadis.

Jakarta, 29 September 2011

Sidang Munaqasyah

Ketua

Dr. M. Suryadinata, M.A NIP: 19600908 198903 1 005

Sekretaris

Muslim, S.Th.I

Anggota,

Dr. Mafri Amir, M.A NIP: 19580301 199203 1 001

Dr. Bustamin, M.Si NIP: 19630701 199803 1 003


(4)

Dengan ini saya menyatakan :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 13 September 2011


(5)

i Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا Tidak dilambangkan

ب b Be

ت t Be

ث ts te dan es

ج j Je

ح h h dengan garis bawah

خ kh ka dan ha

د d da

ذ dz de dan zet

ر r Er

ز z Zet

س s Es

ش sy es dan ye

ص s es dengan garis bawah

ض d de dengan garis bawah

ط t te dengan garis bawah

ظ z zet dengan garis bawah

ع ‘ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan

غ gh ge dan ha

1 Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan Filsafat


(6)

ii

ق

ك k Ka

ل l el

م m Em

ن n En

و w We

ـھ h Ha

ء ‘ Apostrof

ي y Ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebai beeriku:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

___َ___ A Fathah

___ِ___ I Kasrah

___ُ___ U Dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan


(7)

iii Vokal Panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ﺎَــ Â a dengan topi di atas

ﻲــ Î i dengan topi di atas

ﻮـــ Û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân

bukan ad-dîwân.

Syaddah (Tashdid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan

berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”,


(8)

iv

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut

diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf

/t/ (lihat contoh 3). Contoh:

no Kata Arab Alih aksara

1 ﺔﻘﯾﺮﻃ tarîqah

2 ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﺔﻌﻣﺎﺠﻟا al-jâmî ah al-islâmiyyah

3 دﻮﺟﻮﻟا ةﺪﺣو wahdat al-wujûd

Huruf Kapital

Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.


(9)

v Mi’roji

Prinsip-Prinsip Pendidikan Menurut Al-Qur’an (Sebuah Kajian Tafsir Tematik)

Masalah pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan manusia seutuhnya, karena kemampuan, kecerdasan dan kepribadian suatu bangsa yang akan datang banyak ditentukan oleh pendidikan yang ada sekarang ini. Bahkan kemajuan suatu masyarakat atau bangsa banyak ditentukan oleh pendidikannya.

Seiring berjalannya waktu, terjadi problem-problem yang mengiringi proses pendidikan. Salah satu problem dalam dunia pendidikan adalah dichotomy dalam ilmu, yaitu ilmu agama dan ilmu umum. Akibat dari dichotomy ilmu tersebut memunculkan pandangan yang tidak seimbang antara keduanya, ada yang lebih mengutamakan ilmu agama dan terdapat pula yang lebih mementingkan ilmu umum, hasilnya lahir kepribadian-kepribadian yang kurang utuh pada hakikatnya.

Al-qur’an sebagai kitab petunjuk telah memberikan arahan-arahannya kepada manusia dalam segala aspek dalam kehidupan ini, tidak terkecuali petunjuknya dalam hal dunia pendidikan. Oleh karenanya, Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prinsip-prinsip pendidikan yang terdapat dalam al-qur’an dengan menggunakan pendekatan metode tafsir maudhu’i yang di jelaskan secara deskriptif analitis dan didukung oleh data-data baik yang bersifat primer maupun sekunder. Setelah mengadakan penelitian, penulis menemukan prinsip-prinsip yang ditawarkan al-qur’an dalam pendidikan, yaitu : Tauhid, Rasulullah SAW telah menjelaskan bahwa setiap anak lahir diatas fitrah aqidah tauhid dan condong terfitrah mengenal penciptanya yang mengadakan sesuatu dari tidak ada menjadi wujud, tidak menyekutukanNya dan tidak menyembah kepada selainNya. Maka pendidikan harus mampu menanamkan nilai-nilai tauhid pada peserta didiknya. Tauhid sebgagai prinsip pendidikan berilmplikasi pada: 1. Tauhid Membentuk Kepribadian Utuh. 2. Tauhid Membentuk Kepribadian Terbuka. 3. Tauhid Membentuk Kepribadian Berani. 4. Tauhid Membentuk Kepribadian Bebas. 5. Tauhid Membentuk Kepribadian Optimis


(10)

vi

penelitian berjudul “PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN MENURUT

AL-QUR’AN (SEBUAH KAJIAN TAFSIR TEMATIK)” ini dapat selesai, demikian juga salawat serta salam semoga tercurahkan untuk Rasulullah SAW.

Sebagai sebuah karya tulis, penulis menyadari masih terdapat kekurangan atau mungkin kesalahan dalam penulisan skripsi ini. atas semua kekurangan dan kesalahan, penulis menganggap hal tersebut sebagai proses yang harus dilalui untuk menjadi lebih baik.

Oleh karenanya, penulis haturkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini, semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak dengan berlipat ganda. Atas segala bantuan tersebut, penulis sampaikan banyak terima kasih; khususnya kepada:

1. Segenap civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor), Prof. Dr. Zainun Kamal, MA (Dekan Fakultas Ushuluddin), Dr. Bustamin, M.Si (Ketua Jurusan Tafsir-Hadis) dan Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA (Sekjur Tafsir-Hadis).

2. Dr. M. Suryadinata, M.A, selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya di tengah-tengah kesibukan beliau untuk membantu, membimbing, dan mengarahkan penulisan skripsi ini.

3. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya dosen-dosen di jurusan Tafsir-Hadis yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis, sehingga berkat berkat merekalah penulis mendapatkan setetes ilmu pengetahuan.


(11)

vii

Ushuluddin dan Perpustakaan Tarbiyah yang telah memberikan pelayanan dalam memberikan literatur kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. 5. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan motivasi, bimbingan,

pendidikan, dan pengajaran, serta senantiasa mendoakan penulis untuk mencapai kesuksesan di masa depan.

6. Kakang, teteh dan adik penulis yang selalu setia memberi semangat penulis dalam menyelesaikan studi.

7. Teman-teman penulis di manapun berada yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Terakhir, untuk seluruh pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung atau tidak dalam penulisan skripsi.

Ciputat, 13 September 2011


(12)

viii

ABSTRAK...v

KATA PENGANTAR...vi

DAFTAR ISI...viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………..………..……….1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...…...……6

C. Tujuan Penelitian ………7

D. Tinjauan Pustaka ………...……..7

E. Metodologi Penelitian………….………...……9

F. Sistematika Penulisan……….10

BAB II KERANGKA TEORI A. Pengertian Pendidikan...12

B. Visi dan Misi Pendidikan...18

C. Tujuan Pendidikan...20

D. Prinsip Pendidikan menurut tokoh pendidikan...23

BAB III WAWASAN AL-QUR’AN TENTANG PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN A. Tauhid Sebagai Prinsip Pendidikan...26

B. Pengertian Tauhid...26


(13)

ix

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan...49

B. Saran-Saran...50


(14)

1

A. Latar Belakang Masalah

Masalah pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan manusia seutuhnya, karena kemampuan, kecerdasan dan kepribadian suatu bangsa yang akan datang banyak ditentukan oleh pendidikan yang ada sekarang ini. Bahkan kemajuan suatu masyarakat atau bangsa banyak ditentukan oleh pendidikannya. Dengan demikian, maka problema pendidikan bagi setiap bangsa dan negara akan senantiasa up to date sepanjang masa selama

masih terdapat manusia di dalamnya.

Itulah sebabnya, maka pendidikan selain kunci kemajuan, juga merupakan suatu tantangan bagi setiap bangsa. Pendidikan merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh setiap negara, khususnya negara yang baru berkembang dan negara terbelakang. Termasuk Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan negara-negara Islam masih sangat penting menghadapi masalah pendidikan.

Khursid Ahmad mengemukakan bahwa : “Diantara persoalan-persoalan

yang dihadapi Dunia Islam pada masa kini, persoalan pendidikan adalah tantangan yang paling berat. Masa depan Dunia Islam akan tergantung kepada bagaimana Dunia Islam itu menanggapi tantangan ini”.1

Lebih lanjut, ada suatu ungkapan Azyumardi Azra yang menyatakan bahwa :

“Kini sudah tiba saatnya umat Islam melakukan penataan kembali terhadap usaha-usaha pendidikan yang dilakukannya sejalan dengan tuntutan era global dengan berbasiskan pada al-Qur’an. Rumusan konsep pendidikan yang

1 Salihun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja


(15)

berdasarkan perspektif al-Qur’an sudah waktunya untuk disusun. Tugas dan tanggung jawab pendidik dalam melahirkan manusia yang cerdas, berakhlak mulia, unggul dalam ilmu, cakap dalam keterampilan, dan ramah dalam pergaulan sudah waktunya untuk dilakukan. Karena manusia-manusia yang demikian itulah yang diperlukan di era global saat ini, dan manusia itu pula yang dikehendaki oleh al-Qur’an”.2

Masalah pedidikan merupakan urgensi pertama bagi perkembangan masyarakat. Dengan ungkapan yang lebih gagah, pendidikan adalah penentu hari depan bangsa dan negara. Makato Aso dan Iku Amono menjelaskan bahwa pembaharuan yang menyeluruh di Jepang adalah karena investasi pendidikan. John Vaizey juga menjelaskan bahwa kemajuan Jerman setelah Perang Dunia II adalah berkat investasi sistem pendidikan. Demikian juga di negara-negara maju lainnya seperti Amerika Serikat dan Rusia.3

Oleh karena itu, Pendidikan memiliki peranan amat penting bagi ikhtiar pembangunan sumberdaya manusia yang berkualitas, yang ditandai oleh adanya peningkatan kecerdasan, pengetahuan, dan keterampilan. Karena itu pendidikan menjadi sangat strategis bagi upaya-upaya meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Secara teoritis maupun secara empiris terbukti bahwa melalui pendidikan bisa dicapai perbaikan derajat kesejahteraan dan pengurangan angka kemiskinan. Pendidikan juga berakibat pada terbukanya berbagai pilihan dan kesempatan mengembangkan diri di masa depan. Dengan demikian, secara umum pendidikan mempunyai peranan amat sentral dalam mendorong individu dan masyarakat untuk mencapai kemajuan pada semua aspek kehidupan.4

2 Abudin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an (Jakarta: UIN Jakarta Press,

2005), h. viii

3 Salihun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja,

h. 18

4 Mutammam,

Mengembangkan Tingkat Kualitas Pendidikan Dasar: Sebuah Analisis Pnedidikan Sebagai Investasi (Yogyakarta: Gama Media, 2007), h. 189.


(16)

Dewasa ini, adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang sangat pesat, serta adanya tuntutan kebutuhan hidup yang relatif tinggi telah membawa impact pada dinamika perubahan yang sangat drastis terhadap seluruh

aspek dan sendi kehidupan manusia. Akibatnya terjadi lompatan-lompatan yang signifikan dan menunjukkan pada eskalasi yang tinggi akan perkembangan peradaban manusia di muka bumi ini.

Impact yang menyertai kemajuan IPTEK dan kebutuhan tiap manusia

tersebut di satu sisi telah membawa manusia pada kondisi dan situasi yang diuntungkan, namun ternyata di fihak lain telah membawa negative impact

terhadap mindset dan life style manusia itu sendiri, sehingga tidak hanya

bersinggungan dengan permasalahan dataran pribadi tiap individu, melainkan merambah pada sebuah problematika bangsa yang cukup serius dalam berbagai aspek kehidupan. Berbagai masalah yang dapat diugkapkan di sini misalnya masih merajalelanya kenakalan remaja atau peserta didik, ilegal loging, maraknya

kejahatan, aborsi, narkoba, amoral oleh pendidik ataupun pejabat, anarkhisme, radikalisme, bahkan “budaya” korupsi yang sampai sekarang belum bisa diminimalisir secara baik.5

Berbagai problem bangsa tersebut tentunya tidak begitu saja bisa hilang secara sendirinya, atau hanya merupakan tanggung jawab aparat pemerintah dan elemen tertentu, namun harus dipikul secara bersama oleh seluruh elemen bangsa ini tak terkecuali Islam. Untuk mengatasai permaslahan-permasalahan tersebut diperlukan pendekatan yang benar-benar efektif dan efsien agar memperoleh hasil dan solusi yang tepat. Islam bisa memberikan sumbangsihnya yang konstruktif

5

Imam Maksum, Pendidikan Islam dan Globalisasi (Reaktualisasi Tujuan Pendidikan

Islam Sebagai Upaya Meminimalisir Problematika Bangsa) (Tulung Agung: Sumenang Kediri, 2009), h. 199.


(17)

melalui perspektif pendidikannya. Pendidikan inilah yang dirasa cukup “ampuh” dalam memberikan “jurus” sebagai sebuah solusi oleh semua elemen masyaakat. Pendidikan dengan seluruh sistem yang mendukungnya akan memberikan andil besar dalam membangun karakter dan kepribadian individu, masyarakat, bahkan bangsa yang lebih mencerahkan manusia dan peradaban yang gemilang.6

Salah satu di antara problem-probem yang mewarnai dunia pendidikan Islam adalah terjadi dichotomy dalam beberapa aspek yaitu; antara Ilmu Agama dengan Ilmu Umum, antara Wahyu dengan Akal serta antara Wahyu dengan Alam. Pandangan yang dikotomis tersebut pada giliran selanjutnya dikembangkan dalam melihat dan memandang aspek kehidupan dunia dan akhirat, kehidupan jasmani dan rohani sehingga pendidikan Islam hanya diletakkan pada aspek kehidupan akhirat saja atau kehidupan rohani saja.

Munculnya masalah dikhotomi dengan segala perdebatannya telah berlangsung sejak lama. Boleh dibilang gejala ini sudah mulai tampak pada masa-masa pertengahan. Pada periode pertengahan, lembaga pendidikan Islam (terutama Madrasah sebagai pendidikan tinggi) tidak pernah menjadi universitas yang difungsikan semata-mata untuk mengembangkan tradisi penyelidikan bebas berdasarkan nalar. Ia banyak diabdikan kepada ilmu-ilmu agama dengan penekanan pada fiqh, tafsir dan hadist. Sementara ilmu-ilmu non agama (keduniaan), terutama ilmu-ilmu alam dan eksakta sebagai akar pengembangan sains dan teknologi, sejak awal perkembangan Madrasah dan al-Jami’ah sudah berada dalam posisi marginal.

6 Imam Maksum,

Pendidikan Islam dan Globalisasi (Reaktualisasi Tujuan Pendidikan Islam Sebagai Upaya Meminimalisir Problematika Bangsa), h. 200.


(18)

Islam tidak pernah membedakan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum (keduniaan), dan/atau tidak berpandangan dikotomis mengenai ilmu pengetahuan. Namun demikian, dalam realitas sejarahnya justru supremasi lebih diberikan pada ilmu-ilmu agama sebagai jalan tol untuk menuju Tuhan. Untuk itu dikhotomi dalam pendidikan Islam perlu dihapuskan, sebab dengan menerima prinsip ini, maka pendidikan Islam hanya akan melahirkan manusia-manusia Muslim yang terpecah kepribadiannya, di masjid atau di langgar mereka bersikap alim, sementara di pasar, di pabrik dan di masyarakat luas mereka tampil sebagai orang asing yang tidak punya orientasi moral, kepedulian social, kasih sayang, kejujuran dan tanggung jawab.

Manusia hidup di bumi berfungsi sebagai khalîfah dan âbid, hal tersebut

merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, melainkan harus dicapai secara simultan. Oleh karena itu, pendidikan harus berusaha menyeimbangkan dan menyelaraskan kehidupan baik material maupun spiritual, individu maupun sosial, pengetahuan dan moral yang terintegrasi dalam kerangka yang utuh, sehingga tercapai keseimbangan hidup antara dunia dan akhirat.

Allah berfirman:

































































77. Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)


(19)

bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashas : 77)

Oleh karena, itu ajaran Islam tidak mengenal antara ilmu agama dan ilmu umum. Dalam arti, tidak ada pandangan dikotomis mengenai ilmu pengetahuan. Kedua ilmu tersebut harus dimiliki secara integral, agar fungsi khalîfah dan âbid,

tadi terlaksana dengan maksimal.7

Dari berbagai penjelasan di atas, mengenai arti pentingnya suatu pendidikan dan problematika yang mewarnainya, maka penelitian mengenai Prinsip-Prisip Pendidikan Menurut Al-Qur’an sangatlah relevan untuk diteliti lebih dalam lagi. berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk menyusun sebuah skripsi dengan mengangkat judul “Prinsip-Prinsip Pendidikan Menurut

Al-Qur’an (Sebuah Kajian Tafsir Tematik)”. B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, penelitian akan diarahkan kepada masalah prinsip pendidikan menurut al-qur’an. Oleh karena itu, masalah pokok penelitian ini adalah bagaimana prinsip pendidikan menurut al-qur’an. Agar tidak menimbulkan persepsi yang keliru dalam memahami judul ini, ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu maksud dari prinsip dalam judul ini. Dalam

KamusBesar BahasaIndonesia kata "prinsip" mempunyai pengertian dasar, asas

yang menjadi pokok atau landasan berpikir.8

Masalah pokok yang telah dirumuskan, akan membatasi permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini. Dengan demikian, penelitian terutama yang

7

M. Zainudin, Paradigma Pendidikan Terpadu, h. 46


(20)

berkaitan dengan pencarian data yang diperlukan, akan lebih terarah, sehingga ada relevansi antara data dengan permasalahan penelitian yang dilakukan.

Secara lebih spesifik, perumusan masalah ini adalah : “Bagaimanakah

Prinsip-Prinsip Pendidikan Menurut Al-Qur’an ?.” C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dan Manfaat Penelitian skripsi ini yaitu :

1. Mengungkapkan pendapat tokoh pendidikan, kemudian mendeskripsikan ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung prinsip-prinsip pendidikan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam menigkatkan wawasan dan Khazanah keilmuan, khususnya dalam memahami prinsip-prinsip pendidikan menurut al-Qur’an.

3. Guna melengkapi salah satu persyaratan pada program S1 Fakultas Ushuluddin program studi Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam meraih gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)

D. Tinjauan Pustaka

Dari hasil penelusuran Penulis mengenai Prinsip-Prinsip Pendidikan

Menurut Al-Qur’an: Sebuah Kajian Tafsir Tematik, penulis menemukan skripsi


(21)

1. Prinsip-Prinsip Pendidikan di balik proses pengangkatan Adam ‘Alaihissalam sebagai khalîfah : kajian surat al-Baqarah ayat: 30-33.9

Titik fokus skripsi ini adalah mengkaji isi kandungan QS. Al-Baqarah ayat 30-33 tentang Prinsip-Prinsip Pendidikan yang terkandung di balik proses pengangkatan Adam ‘Alaihissalam sebagai khalîfah.

2. Dasar-Dasar Pendidikan akhlak dalam al-Qur’an: Kajian Tafsir Surat al-A’raf ayat 199-202.10

Skripsi ini menjelaskan kandungan QS. Al-A’raf ayat 199-202 tentang dasar-dasar pendidikan akhlak.

3. Prinsip dan Metode Pendidikan Islam.11

Buku ini menjelaskan tentang prinsip dan metode pendidikan dalam Islam yang ditujukan untuk mencoba menggali paradigma baru pendidikan yang memanusiakan manusia, yang direfleksikan oleh ajaran Islam melalui renugan sejumlah ilmuan muslim terkemuka dan juga sejumlah filosof eksistensialis barat.

4. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam.12

Buku ini menjelaskan tentanng posisi Islam mengenai ilmu, pendidikan dan pengajaran beradasrkan al-Qur’an dan Hadis, dan

9

Samsul Bahri, Prinsip-Prinsip Pendidikan di balik proses pengangkatan Adam

‘Alaihissalam sebagai khalîfah : kajian surat al-Baqarah ayat: 30-33. (Skripsi S 1 Fakultas Tarbiyah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003)

10 Asep Tali Rohimat,

Dasar-Dasar Pendidikan akhlak dalam al-Qur’an: Kajian Tafsir Surat al-A’raf ayat 199-202(Skripsi S 1 Fakultas Tarbiyah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004)

11

Bayraktar Bayrakli, Prinsip dan Metode Pendidikan Islam(Jakarta: Lantabora Press,

2005)

12 Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam. (Yogyakarta:


(22)

menjelaskan pula fungsi masjid, institut, perpustakaan, seminar-seminar, dan gedung-gedung pertemuan dalam dunia pendidikan Islam sejak dari zaman keemasannya sampai kezaman kita sekarang ini.

5. Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an.13

Buku ini berisi kajian terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu menjeaskan tentang visi, misi, tujuan, guru, murid, proses belajar mengajar, biaya, sarana prasarana, lingkungan, manajemen, dan lain sebagainya yang dijelaskan dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsirkan oleh ayat lainnya, al-Hadis dan pendapat para ulama.

Dari hasil penelusuran yang dilakukan penulis, penulis tidak menemukan kajian yang serupa dengan judul penelitian ini. Maka panelitian ini patut untuk dilakukan untuk menambah wawasan dan Khazanah keilmuan, khususnya dalam memahami prinsip-prinsip pendidikan menurut al-Qur’an

E. Metodologi Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data

Agar penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan, maka teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan penelitian pustaka

(Library Research), yaitu dengan mengkaji literatur-literatur yang berkaitan

dengan topik yang dibahas. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Al-Qur’an, Hadits Nabi dan karya-karya yang ditulis oleh para pakar pendidikan yang dapat mendukung pembahasan ini.

13

Abudin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an. (Jakarta: UIN Jakarta Press,


(23)

2. Teknik Analisis Data

Setelah penulis memperoleh data dari berbagai sumber sebagaimana yang tersebut di atas, maka penulis melakukan pengolahan data secara deskriptif-analitik dengan mengumpulkan data yang signifikan dengan pokok permasalahan yang diteliti dengan menggunakan metode tafsir maudlu’i tentang istilah yang berkaitan dengan prinsip pendidikan. Analisis yang dilakukan adalah pendapat para tokoh pendidikan tentang prinsip pendidikan yang dihubungkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an.

Sebagai pedoman penulisan skripsi ini, penulis menggunakan Pedoman

Penulisan Karya Ilmiyah (Skripsi, Tesis dan Desertasi), yang diterbitkan oleh

CeQDA, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan Skripsi ini penulis membaginya dalam empat bab, dimana setiap babnya mempunyai spesifikasi dan penekanan mengenai topik tertentu, yaitu :

Bab pertama pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah yang menjadi pokok dalam skripsi ini, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi peneltian dan sistematika penulisan.

Bab kedua merupakan pembahasan mengenai kerangka teori yang meliputi pengertian, Visi Misi, tujuan pendidikan dan pendapat tokoh mengenai prinsip prndidikan.

Bab ketiga menjelaskan Prinsip-Prinsip Pendidikan menurut Al-Qur’an serta tafsir dan analisisnya.


(24)

(25)

12

KERANGKA TEORI A. Pengertian Pendidikan

Untuk menunjukan istilah pendidikan, manusia mempergunakan terma istilah tertentu. Daam bahasa inggris, penunjukan tersebut dengan menggunakan istilah education.14 Dalam bahasa Arab, pengertian kata pendidikan, sering

digunakan pada beberapa istilah, antara lain, al-ta’lîm ﻢﯿﻠﻌﺘﻟا, al-tarbiyah ﺔﯿﺑﺮﺘﻟا, dan al-ta’dîb ﺐﯾدﺄﺘﻟا. Namun demikian, ketiga kata tersebut memiliki makna tersendiri

dalam menunjukan pada pengertian pendidikan.

a. Kata al-ta’lîm ﻢﯿﻠﻌﺘﻟا merupakan masdar dari kata ‘allama ﻢﻠﻋ yang berarti

pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan. al-ta’lîm (transformasi ilmu pengetahuan) bukanlah interaksi

antara pendidik dan anak didik yang formal dan kaku. al-ta’lîm juga tidak terfokus

pada mengejar target materi pelajaran yang berorientasi kualitas simbolik.

al-ta’lîm mementingkan keseimbangan dua sisi; dunia-akhirat, lahir-batin,

rasional-irasional, substansi-formalitas, dan seterusnya.15 Firman Allah SWT.







































31. Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (QS. al-Baqarah: 31)

14 Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Indonesia Inggris, (Jakarta: PT. Gramedia,

2003), h. 144

15 Attabik Ali dan Muh. Zuhdi Muhdlar, Kamus al-‘Ashry, (Yogjakarta: Muassasah Ali


(26)

Rasyid Ridha mendefinisikan al-ta’lîm sebagai proses transmisi berbagai

ilmu pengetahuan kepada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan.16 Muhammad Naquib al-Attas mengartikan al-ta’lîm dengan pengajaran tanpa

pengenalan secara mendasar.17

b. Kata al-tarbiyah ﺔﯿﺑﺮﺘﻟا, merupakan masdar dari kata rabba (بر) yang

berarti mengasuh, mendidik, dan memelihara. Dalam leksikologi al-Qur’an, penunjukan kata al-tarbiyah yang merujuk pada pengertian pendidikan, secara

eksplisit tidak ditemukan.18 Muhaimin dan Abdul Majid berpendapat bahwa

al-tarbiyah merupakan proses transformasi ilmu pengetahuan dari tingkat dasar

menuju tingkat berikutnya. Secara aplikatif, proses tarbiyah bermula dari pengalaman, hafalan dan ingatan sebelum menjangkau pada tahap penalaran dan pemahaman.19 Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, mengartikan tarbiyah sebagai

“Proses penyampaian sesuatu sampai pada batas kesempurnaan yang dilaksanakan secara gradual.”20

Sedangkan Muhammad ‘Athiyyah al-Abrasy mendefinisikan tarbiyah

dengan upaya mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih sempurna, kebahagiaan hidup, cinta tanah air, kekuatan raga, kesempurnaan etika, sistematik

16 Muhaimin dan Abdul Majid, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya,

1993), h. 129.

17 Muhammad Naquib al-Attas,

Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1984), h. 66

18 Said Aqil Siradz,

Reposisi Kependidikan Islam: Telaah Implementasi UU Sisidiknas Tahun 2003. Makalah disampaikan dalam seminar sehari yang diselenggarakan oleh STAI NU, di Jakarta, 10 September 2003.

19 Muhaimin dan Abdul Majid, Pemikiran Pendidikan Islam, h. 130

20 Muhammad Jamaluddin al-Qâsimi, Tafsir Mahâsin al-Ta’wîl, (Kairo: Dar Ihya’


(27)

dalam berfikir, tajam perasaan, kesungguhan berkereasi, toleransi, kompetensi dalam bahasa dan terampil.21

c. Kata al-ta’dîb ﺐﯾدﺄﺘﻟا, merupakan masdar dari addaba بدأ, yang berarti pendidikan, perbaikan, dan pendisiplinan.22 al-ta’dîb didefinisikan dengan “proses

pendidikan yang berorientasi pembentukan pribadi anak didik yang beradab, taat hukum, menjunjung tinggi etika atau sopan santun.” Proses al-ta’dîb harus

didasarkan pada komitmen kuat untuk membangun moralitas manusia dan dimulai dari diri sendiri. Dalam al-ta’dîb, seorang pendidik harus selalu sadar bahwa

proses al-ta’dîb tidak pernah lepas dari arahan Allah. Tuhan ikut campur dengan

mengarahkan langkah pendidik.23

Menurut Muhammad al-Naquib al-Attas, penggunaan terma al-ta’dîb lebih

cocok digunakan dalam diskursus pendidikan Islam, dibanding penggunaan terma

al-ta’lîm maupun al-tarbiyah. Hal ini disebabkan, karena pengertian term al-ta’lîm

hanya ditujukan pada proses pentransferan ilmu (proses pengajaran), tanpa adanya pengenalan lebih mendasar pada perubahan tingkah laku. Sedangkan terma

al-tarbiyah penunjukan makna pendidikannya masih bersifat umum. Terma ini

berlaku bukan saja kepada proses pendidikan pada manusia, akan tetapi juga ditunjukan pada proses pendidikan kepada selain manusia. Padahal diskursus pendidikan Islam hanya ditujukan kepada proses-proses pendidikan yang dilakukan manusia dalam upaya memiliki kepribadian muslim yang utuh, sekaligus membedakannya dengan mahluk Allah lainnya. Dalam konteks ini,

21 Muhammad ‘Athiyyah al-Abrasy, Ruh al-Tarbiyah wa al-ta’lîm, (Saudi Arabia: Dar

al-Ihya’), h. 7

22 Attabik Ali dan Muh. Zuhdi Muhdlar, Kamus al-‘Ashry, (Yogjakarta: Muassasah Ali

Maksum, 1996) h. 445.

23 Said Aqil Siradz,

Reposisi Kependidikan Islam: Telaah Implementasi UU Sisidiknas Tahun 2003. Makalah disampaikan dalam seminar sehari yang diselenggarakan oleh STAI NU, di Jakarta, 10 September 2003, h. 6


(28)

lebih lanjut menurut al-Attas, penggunaan terma al-ta’dîb lebih dapat digunakan

bagi pendidikan Islam. Pengertian yang dikandungnya mencakup semua wawasan ilmu pengetahuan, baik teoritis maupun praktis yang terformulasi dengan nilai-nilai tanggungjawab dan semangat Ilahiah sebagai bentuk pengabdian manusia kepada Khaliqnya. Terma ini merupakan bentuk esensial dari pendidikan Islam dan sekaligus mencerminkan tujuan hakiki pendidikan Islam.24

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pendidikan ialah: "Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan".25 Ki Hajar Dewantara menyatakan: "Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya".26 Muhammad Natsir dalam tulisannya Ideology Islam, menulis: "Yang dinamakan pendididikan, ialah satu

pimpinan jasmani dan rohani yang menuju kepada kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya".27 Ahmad D. Marimba

mengajukan definisi pendidikan sebagai berikut: "Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama".28

Pendidikan menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Touny al-Syaebani, diartikan sebagai “usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan

24

Samsul Nizar, Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2001), h. 85 25

Tim Penyusunan Kamus Pusat dan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 42 26

Ki Hajar Dewantara, Masalah Kebudayaan: Kenang-kenangan Promosi Doctor

Honoris Causa, (Yogyakarta, 1967) h. 42 27

M. Natsir, Capita Selecta, (Bandung: Gravenhage, 1954), h. 87 28


(29)

pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan. Hasil rumusan Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960, memberikan pengertian pendidikan: “Sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.29

Pendidikan sebenarnya dapat ditinjau dari dua segi. Pertama dari sudut pandangan masyarakat, dan kedua dari segi pandangan individu. Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi

tua kepada generasi muda, agar hidup masyarakat tetap berlanjutan. Atau dengan kata lain, masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara. Nilai-nilai ini bermacam-macam. Ada yang bersifat intelektual, seni, politik, ekonomi dan lain-lain lagi. Dalam berbagai hal nilai-nilai budaya ini berpadu dalam suatu karya seperti pada binaan rumah. Dalam bangunan rumah, nampak jelas warisan intelektual, seni, ekonomi, politik, agama dan lain-lain dari bangsa dan masyarakat yang menciptakannya. Inilah yang disebut kepribadian atau identitas. Itu sebab bentuk rumah dan ukirannya berbeda-beda menurut budaya bangsa yang menciptakannya. Bentuk rumah orang Eksimo berbeda dengan rumah orang Afrika yang berbeda dengan rumah orang jepang dan selanjutnya berbeda dengan rumah orang indonesia. Setiap masyarakat berusaha mewariskan keahlian dan keterampilan yang dipunyainya itu kepada generasi mudanya agar masyarakat tersebut tetap memelihara kepribadiannya yang berarti memlihara kelanjutan


(30)

hidup masyarakat tersebut. Inilah dia pendidikan ditinjau dari segi kacamata masyarakat.30

Dilihat dengan kaca mata individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Individu itu laksana lautan dalam yang penuh mutiara dan bermacam-macam ikan, tetapi tidak tampak. Ia masih berada di dasar laut. Ia perlu dipancing dan digali supaya dapat menjadi makanan dan perhiasan bagi manusia. Manusia mempunyai berbagai bakat dan kemampuan yang kalau pandai kita mempergunakannya bisa berubah menjadi emas dan intan, bisa menjadi kekayaan yang berlimpah-limpah. Kemampuan intelektual saja beraneka ragam. Kemampuan bahasa, menghitung, mengingat, berfikir, dayacipta dan lain-lain. Malah menurut Guilford (1956) kemampuan intelektual ini terdiri dari 120 macam. Sudah tentu sampai sekarang kemampuan-kemampuan itu belum dapat dipergunakan semuanya. Tetapi hasilnya, manusia sudah sampai ke bulan dan menciptakan teknologi yang tinggi. Artinya biarpun dengan kemampuan akal yang terbatas manusia sudah dapat menjelajah angkasa raya. Jadi pendidikan menurut pandangan individu adalah menggarap kekayaan yang terdapat pada setiap individu agar ia dapat dinikmati oleh individu dan selanjutnya oleh masyarakat.31

Pendidikan dan pengajaran

K.H. Dewantara berpendapat bahwa pengajaran itu adalah sebagian dari pendidikan. Ia menyatakan sebagai berikut: “Pengajaran itu tidak lain dan tidak bukan adalah salah satu bagian dari prndidikan. Jelasnya, pengajaran tidak lain

30

Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988), cet. 2, h. 3


(31)

adalah pendidikan dengan cara memberikan ilmu atau pengetahuan serta kecakapan.”32

B. Visi dan Misi Pendidikan

Kata visi berasal dari bahasa inggris, vision yang dapat berarti penglihatan,

daya lihat, pandangan, impian atau bayangan.33 Dalam bahasa Arab, kata visi

dapat diwakili oleh kata nadzr, jamaknya indzâr, yang berarti pandangan,

pemikiran, peninjauan, pertimbangan, ugkapan pemikiran, perenungan yang bersifat mendalam dan filosofis.34

Secara terminologi, visi yaitu tujuan jangka panjang, cita-cita masa depan, keinginan besar yang hendak diwujudkan, angan-angan, khayalan, dan impian ideal tentang sesuatu yang hendak diwujudkan. Visi adalah jawaban dari pertanyaan: what are will becoming (kita ingin menjadi apa?). seorang anak

sekolah TK misalnya ditanya oleh orang tuanya: “kamu jika sudah besar ingin jadi apa?” anak TK tersebut ada yang menjawab: ingin jadi presiden, pilot, insinyur, dan sebagainya. Berbagai keinginan anak tersebut meruapakan visi bagi mereka, karena berisikan cita-cita dan keinginan yang ingin diwujudkan di masa depan.35

Visi pendidikan Islam sesungguhnya melekat pada visi ajaran Islam itu sendiri yang terkait dengan visi kerasulan para nabi, mulai dari visi kerasulan Nabi Adam hingga kerasulan Nabi Muhammad SAW, yaitu membangun sebuah

32 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

1996), h. 7.

33 Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT.

Gramedia, 2003) h. 631 34

Hans Wehr, Mu’jâm al-Lughah al-Arabiyah al-Mu’ashara, (Beirut: Librarie Du Liban, 1974), h. 611

35 Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),


(32)

kehidupan manusia yang patuh dan tunduk kepada Allah, serta membawa rahmat bagi seluruh alam. Firman Allah SWT:



















Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. al-Anbiya’ (21): 107)

Dengan demikian, visi pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut: “Menjadikan pendidikan Islam sebagai pranata yang kuat, berwibawa, efektif dan kredibel dalam mewujudkan cita-cita ajaran Islam.36

Sebagaimana kata visi, kata misi pun berasal dari bahasa inggris, yaitu

mission yang berarti tugas, perutusan, dan misi.37 Misi lebih lanjut dapat

dikatakan sebagai langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan yang bersifat strategis dan efektif dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan.

Berdasarkan uraian di atas, Abudin Nata berpendapat bahwa misi pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Mendorong Timbulnya Kesadaran Umat Manusia Agar Mau Melakukan Kegiatan Belajar dan Mengajar

2. Melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar Sepanjang Hayat

3. Melaksanakan Program Wajib Belajar

4. Melaksanakan Program Pendidikan Anak Usia Dini

36 Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, h. 44


(33)

5. Mengeluarkan Manusia dari Kehidupan Dulumat (Kegelapan) kepada Kehidupan yang Terang Benderang

6. Memberantas Sikap Jahiliyah

7. Menyelamatkan Manusia dari Tepi Jurang Kehancuran yang Disebabkan karena Pertikaian

8. Melakukan Pencerahan Batin kepada Manusia agar Sehat Rohani dan Jasmaninya

9. Menyadarkan Manusia agar Tidak Melakukan Perbuatan yang Menimbulkan Bencana di Muka Bumi, Seperti Permusuhan dan Peperangan

10.Mengangkat Harkat dan Martabat Manusia sebagai Makhluk yang Paling Sempurna di Muka Bumi38

C. Tujuan Pendidikan

Yang dimaksud tujuan pedidikan adalah target yang ingin dicapai suatu proses pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan dapat mempengaruhi

performance manusia. Tujuan pendidikan mencakup tiga aspek, yaitu aspek kognitif, yang meliputi pembinaan nalar, seperti kecerdasan, kepandaian dan daya

pikir; aspek afektif, yang meliputi pembinaan hati, sepeti pengembangan rasa,

kalbu dan rohani; dan aspek psikomotorik, yaitu pembinaan jasmani, seperti

kesehatan badan dan keterampilan.

38 Abudin Nata,

Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 16


(34)

Al-Ghazali secara eksplisit menempatkan dua hal penting sebagai orientasi pendidikan, pertama, mencapai kesempurnaan manusia untuk secara kualitatif

mendekatkan diri kepada Allah SWT.39 Kedua, mencapai kesempurnaan manusia

untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Menurut Al-Ghazali, kebahagiaan dunia akhirat merupakan seuatu yang paling esensi bagi manusia. Kebahagiaan dunia dan akhirat memiliki nilai universal, abadi dan lebih hakiki. Sehingga pada akhirnya orientasi kedua akan sinergis bahkan menyatu dengan orientasi yang pertama.40

Menurut Ibn Khaldûn, tujuan pendidikan beraneka ragam dan bersifat universal. Di antara tujuan pendidikan tersebut adalah:

a. Tujuan peningkatan pemikiran

Ibn Khaldûn memandang bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada akal untuk lebih giat dan melakukan aktivitas. Hal ini dapat dilakukan melalui proses menuntut ilmu dan keterampilan. Tujuan pendidikan Ibn Khaldûn adalah peningkatan kecerdasan manusia dan kemampuannya berfikir.41

Tujuan pendidikan akal bermaksud mengembangkan intelegensi yang mengarahkan seorang manusia sebagai individu untuk dapat menemukan kebenaran yang sebenar-benarnya. Telaah tanda-tanda kekuasaan Allah dan penemuan pesan ayat-ayatNya membawa iman kepada Sang Pencipta segala sesuatu yang ada ini. Pendidikan yang dapat membantu tercapainya tujuan akal

39 Muhammad Athiyyah al-Abrasyi,

Al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falsafatuha, (Kairo: Isa al-Babiy al-Halabiy, 1975), h. 238

40 Asrorun Ni’am Sholeh, Reorientasi Pendidikan Islam: Mengurai Relevansi Konsep

Al-Ghazali dalam Konteks Kekinian, ( Jakarta: ELSAS Jakarta, 2006), h. 78

41 Umar Muhammad al-Toumi al-Syaibany, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Tripoli


(35)

atau tujuan pengembangan intelektual ini dengan kesediaan para pencari ilmu pengetahuan, seharusnya dengan bukti-bukti yang memadai dan relevan berkenaan dengan apa yang mereka pelajari. Tingkatan fakta-fakta, yang salah satunya mempunyai sasaran terhadap obyek biasanya memberi pemahaman yang lebih baik.42

b. Tujuan peningkatan kemasyarakatan

Dari segi peningkatan kemasyarakatan, Ibn Khaldûn berpendapat bahwa ilmu dan pengajaran adalah lumrah bagi peradaban manusia. Ilmu dan pengajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat manusia ke arah yang lebih baik. Semakin dinamis budaya suatu masyarakat, maka akan semakin bermutu dan dinamis pula keterampilan di masyarakat tersebut.43

Untuk itu, manusia seyogyanya senantiasa berusaha memperoleh ilmu dan keterampilan sebanyak mungkin sebagai salah satu cara membantunya untuk dapat hidup dengan baik dalam masyarakat yang dinamis dan berbudaya. Jadi, eksistensi pendidikan menurutnya merupakan satu sarana yang dapat membantu individu dan masyarakat menuju kemajuan dan kecemerlangan.

c. Tujuan penigkatan rohani

Tujuan pendidikan dari segi kerohanian adalah dengan meningkatkan kerohanian manusia dengan menjalankan praktek ibadat, zikir, khalwat

42 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an,

(Jakarta, Rineka Cipta, 1994), h. 137

43 Abd. Al-Rahman Ibn Khaldûn, Muqaddimah Ibn Khaldûn, Tahqîq Ali Abd al-Wahîd


(36)

(menyendiri) dan menasingkan diri dari dari khalayak ramai sedapat mungkin untuk tujuan ibadah sebagaimana yang dilakukan oleh para sufi.44

Tujuan pendidikan menurut al-Tahtawi adalah untuk pembentukan kepribadian, tidak hanya untuk kecerdasan. Lebih dari pada itu, tujuan pendidikan juga berupaya menanamkan rasa patriotisme. Patriotisme merupakan dasar utama yang membawa seseorang untuk membangun masyarakat maju.45 Sedangkan menurut Mahmud Yunus, tujuan pendidikan adalah menyiapkan anak-anak agar di waktu dewasa kelak mereka cakap melakukan pekerjaan dunia dan amalan akhirat, sehingga tercipta kebahagiaan di dunia dan di akhirat.46

Tujuan pendidikan Islam menuurut Quraish Syihab adalah membina manusia agar mampu menjalankan fungsinya sebagai abd Allah dan khalifahnya,

manusia yang memiliki unsur-unsur jasmani, akal dan jiwa. Pembinaan akalnya akan menghasilkan ilmu, sedangkan pembinaan jasmaninya menghasilkan keterampilan dan pembinaan jiwa menghsailkan akhlak (moral) yang dilakukan secara integral. Dengan demikian, terciptalah makhluk dwi-dimensi dalam satu keseimbangan ilmu, amal dan iman.47

D. Prinsip Pendidikan menurut Hamka

Hamka adalah singkatan nama dari Haji Abdul Malik karim Amrullah Datuk Indomo. Ia lahir di Sungai Batang Maninjau Sumatra Barat, pada tanggal 16 Februari 1908 M bertetpatan dengan tanggal 13 Muharram 1326 H. Lahir dari pasangan Haji Abdul Karim Amrullah dan Shafiyah Tanjung, sebuah keluarga

44 Abd. Al-Rahman Ibn Khaldun,

Muqaddimah Ibn Khaldun, Tahqiq Ali Abd al-Wahid Wafi, (Cairo: Dar al-Nahdhah), h. 1097.

45 Albert Hourani, Arabic Thought in the Liberal Age, (London : Oxford University Press,

1962) h. 81

46 Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran (Jakarta: Hidakarya Agung,

1920), h. 15


(37)

yang taat beragama. Ayahnya adalah seorang ulama besar dan pembawa paham-paham pembaruan Islam di Minagkabau. Ia meninggal pada tanggal 22 Juli 1981 di Rumah Sakit Pertamina Jakarta dalam usia 73 tahun.48

Bagi Hamka tauhid berarti mengakui bahwa Tuhan hanya satu. Keesaan Allah merupakan satu-satunya zat yang dipertuhankan oleh manusia dan menjadi titik tolak seorang muslim dalam memandang hidupnya. Apabila orang telah memiliki tauhid, niscaya kepercayaannya akan mendorong dirinya agar senantiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang diterima dengan rela oleh Tuhan dan niscaya di dalam hidupnya senantiasa menempuh jalan lurus.

Manusia harus memiliki jiwa tauhid sehingga ia menjadi manusia yang beriman dengan sebenarnya iman. Salah satu usaha untuk menanamkan dan menguatkan jiwa tauhid adalah melalui pendidikan. Namun, pendidikan itu pun harus memiliki prinsip tauhid. Pendidikan dengan tauhid sebagai prinsip utama akan memberi nila tambah bagi manusia dan menumbuhkan kepercayaan pada dirinya serta mempunyai pegangan hidup yang benar. Bagi orag yang tidak menjadikan tauhid sebagai dasar pendidikan maka ia seakan kehilangan tempat berpijak. Keimanan akan menjadikan si pemiliknya mampu untuk mengendalikan hawa nafsu, dan menempatkan pada ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul, tempat memulangkan segala persoalan yang diperselisihkan.49

Pendidikan bermula dari prinsip Tauhid. Hal inilah yang menjadi dasar

pijakan dalam pandangan terhadap pendidikan. Prinsip Tauhid mencakup konsep

filosofis maupun metodologis yang terstruktur dan koheren terhadap pemahaman kita terhadap dunia dan seluruh aspek kehidupan. Tauhid mengajarkan kita untuk

48

A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta, Amzah, 2009), h. 100 49


(38)

menghimpun pandangan yang holistik, terpadu, dan komprehensif terhadap pendidikan.

Pendidikan modern (baik Islam maupun Barat) secara umum berdasarkan pandangan pendidikan yang tidak koheren dan parsial, sehingga siswa dan guru jarang sekali punya pandangan yang sama tentang proses pendidikan secara menyeluruh. Kebanyakan siswa meninggalkan sekolah sekitar umur 13-17 tahun tanpa mempunyai tujuan hidup yang jelas, bahkan yang mereka pikirkan hanya mendapatkan kerja.

Lebih dari itu, prinsip Tauhid menuntut para pendidik mempunyai

pandangan yang menyeluruh dan tujuan sejati terhadap pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Oleh karena itu, konsep Tauhid harus menjadi landasan tentang

bagaimana kita mendidik anak, termasuk (1) apa yang diajarkan (isi), (2) bagaimana kita mengorganisir dan apa yang harus diajarkan, (3) bagaimana kita mengajarkannya. Akhirnya, Tauhid haruslah membentuk fondasi pemikiran,

metodologi, dan praktik pendidikan kita.50

50

M. Zainudin, Paradigma Pendidikan Terpadu, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 109


(39)

26

WAWASAN AL-QUR’AN

TENTANG PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN

TAUHID SEBAGAI PRINSIP PENDIDIKAN 1. Pengertian Tauhid

Kata tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari wahhada yang berarti

mengesakan.51 Kata wahhada sendiri bentukan dari kata wahada atau wahuda

dengan arti (infarada). Dengan demikian, kata tauhid bermakna mengesakan atau

menyatukan. Kata tauhid telah menjadi kata yang baku dalam bahasa Indonesia yang berarti keesaan Allah; mentauhidkan berarti mangakui keesaan Allah atau mengesakannya. Tauhid ialah mengesakan Allah SWT dalam beribadah kepadaNya. Dan itulah agama semua para rasul yang diutus oleh Allah kepada seluruh hambaNya.52 Kata tauhid, yang dikehendaki di sini, tidak lain dari Tauhid

Allah, yang berarti mengesakan Allah, atau dengan kata lain menyatakan bahwa

Allah (Tuhan) itu esa, satu, atau tunggal.

Menegakkan akidah tauhid adalah ajaran yang paling kuat mendapat tekanan dalam Islam. Ajaran bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, la ilaha illa

Allah atau tidak ada yang patut ditaati dan disembah kecuali Allah adalah paling

esensial dan sentral dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi.53 Pada dasarnya, inti pokok ajaran Al-Qur’an adalah tauhid. Nabi Muhammad saw diutus Allah kepada umat

51 Cyril Classe,The consice Encyclopaedia of Islam (London: Stacey International and

Cyril Glasse, 1989), h. 400

52 Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Tertemah: Begini Seharusnya Mendidik Anak:

Panduan mendidik anak sejak masa kandungan hingga dewasa, (Jakarta: Daru Haq, 2004), h.136


(40)

manusia juga untuk mengajarkan ketauhidan tersebut. Karena itu, ajaran tauhid yang terdapat dalam al-Qur’an dipertegas dan diperjelas oleh Rasul sebagaimana tercermin dalam hadis-hadisnya.

Term tauhid yang berarti mengesakan Allah swt itu sangat penting dalam Islam. Ilmu yang membahas akidah Islam terutama membahas keesaan Allah itu disebut dengan ilmu tauhid. Dalam khazanah teologi Islam, ilmu tauhid juga disebut ilmu kalam, karena pembahasannya berkisar masalah perbedaan para ulama pada abad pertama tentang apakah kalam Tuhan yang berupa al-Qur’an itu kadim atau baru. Selain dua nama tersebut, ilmu itu juga dinamai ilmu Ushuluddin, karena obyek pembahsannya terutama berkisar pada masalah dasar-dasar agama. Pembahsan ilmu tersebut berdasar-dasar al-Qur’an, hadis, dan penalaran atau pemikiran rasional.54

2. Tauhid dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an tidak pernah menyebut istilah tauhid sedangkan yang terdapat dalam al-Qur’an ialah kata ahad dan wâhid.55 Akan tetapi, kata tauhid sebagai

istilah teknis dalam ilmu kalam secara tepat mengungkapkan isi pokok ajaran Kitab Suci itu. Bahkan, kata tauhid secara tepat menggambarkan inti ajaran semua nabi dan rasul Tuhan, yang mereka diutus untuk setiap kelompok manusia di bumi. Tauhid sudah ada sejak Nabi Adam a.s. sebagai seorang Nabi dan Rasul Adam telah membawa tauhid atau paham mengesakan Allah tersebut, suatu paham yang diberikan oleh Allah kepadanya. Karena itu, semua umat Islam

54 Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid (Jakarta: LSIK, 1994), h.49

55 H.A.R Gibb and Kramers (eds),

Shorter Encyclopedia of Islam (Leiden: E.J. Brill, 1961), h. 586


(41)

percaya, Adam menganut paham monoteisme dan tidak mungkin menganut paham politeisme atau kemusyrikan.

Ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi dasar atau landasan paham tauhid seperti yang sedikit telah diuraikan di atas antara lain sebagai berikut:

a. Penegasan bahwa Allah itu Esa.

























1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.

2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,

4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. al-Ikhlas (112): 1-4)56

Ayat di atas tegas sekali menyatakan bahwa Allah itu Esa. Kata ahad

berarti Esa, tunggal, satu baik dalam zat, sifat maupun perbuatan-Nya. Kata tersebut juga menjadi sifat kemahaesaan dan penafian terhadap persyarikatan.57 Abdallah Yousuf Ali menterjemahkan kata ahad dalam ayat pertama surat

al-Ikhlas tersebut dengan memberikan komentar bahwa pernyataan ahad (Maha Esa)

itu berarti meniadakan gagasan tentang politeisme, suatu sistem kepercayaan kepada Tuhan banyak. Sistem demikian ini berlawanan dengan konsepsi umat Islam yang benar dan paling dalam mengenai hidup, sebab kesatuan dalam rencana, kesatuan dalam fakta, kehidupan yang sangat mendasar, manyatakan adanya kesatuan Pencipta.58

56

Tim Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Bumi Restu,

1977), h. 464 57

Wahbat al-Zuhaily, Al-Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa al-Syari’at wa al-Manhaj, Juz

30 (Beirut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1991), h. 464.

58 A. Yusf Ali, The Holy Qur’an, Translation and Commentary (Jeddah: Dar Al-Qiblah,


(42)

Pernyataan Allah itu Esa, sebagaimana isi surat pertama, merupakan penegasan bahwa Islam menganut paham monoteisme dan menentang politeisme. Tuhan Yang Esa, Tunggal, juga satu-satunya yang menciptakan alam dan sekaligus mengaturnya. Sekiranya ada dua Tuhan yang mengatur alam ini akan hancur.59 Dalam menolak paham politeisme ini, Allah berfirman sebagaimana

tercantum dalam QS. al-Anbiya (21): 22 berikut:





































22. Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah

keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.60

b. Semua Rasul Menerima Ajaran Tauhid.



























25. dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". (QS. al-Anbiya (21): 25.)61

Berdasarkan ayat di atas, maka sesungguhnya tauhid atau paham ketuhanan Yang Maha Esa itu sudah diajarkan kepada rasul sebelum Nabi Muhammad dan telah disampaikan kepada umat mereka masing-masing.62 Selain ayat tersebut juga terdapat pada QS. al-Zuhruf (43): 45 dan an-Nahl (16): 36. Kedua ayat yang disebut itu juga menjelaskan bahwa para rasul sebelum Nabi Muhammad telah diajarkan kepada mereka tentang tauhid. Oleh karena itu, penganut agama Yahudi dan Nasrani tentu juga pada mulanya menerima ajaran

59

Wahbat al-Zuhaily, Al-Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa al-Syari’at wa al-Manhaj, Juz

30 (Beirut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1991), h. 465. 6060

Tim Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Bumi Restu, 1977), h. 498

61 Ibid 62

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Tjabariy, Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Aiy al-Qur’an, Juz 17 (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), h. 15


(43)

Tauhid. Dalam hal yang terakhir ini, Allah berfirman dalam QS. ‘Ali ‘Imran (3): 64 sebagai berikut:











































































64. Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".63

Tugas Nabi Muhammad dalam menyampaikan paham tauhid tiada hanya kepada umatnya saja, tetapi juga kepada ahl al-kitab, yakni segenap umat yang

pernah memperoleh kitab suci melalui nabi atau rasul Tuhan. Dengan demikian, Nabi Muhammad mengingatkan kembali akan ajaran asli agama-agama samawi atau agama yang pernah diajarkan oleh para nabi dan rasul. Dengan demikian menurut al-Qur’an bahwa risalah yang diterima dan diajarkan oleh setiap nabi atau rasul, dari yang pertama sampai yang terakhir adalah risalah tauhid, risalah untuk mengesakan Allah.

Jadi secara umum sejak awal permulaan Islam datang, materi yang diajarkan oleh Rasulullah kepada ummatnya adalah menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia, baik materi yang menyangkut keperluan kehidupan pribadi maupun sosial. Yang mula-mula diajarkan Rasulullah di Makkah adalah materi yang menyangkut aspek keimanan (tauhid) dengan bahan dan sumber ajarannya

63

Tim Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Bumi Restu,


(1)

49 A. Kesimpulan

1. Keyakinan akan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa sebenarnya merupakan fitrah manusia, tetapi karena pengaruh lingkungan kadang-kadang itu tertutupi. Oleh karena itu, pendidikan Islam antara lain menjaga fitrah manusia itu. Dengan demikian, tugas pendidikan Islam adalah mejaga manusia agar tidak keluar dari fitrahnya.

2. Tauhid sebagai prinsip pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat penting, sebab tauhid yang merupakan inti ajaran Islam itu juga menjadi dasar bagi pendidikan Islam. Tauhid sebagai prinsip pendidikan itu mempunyai kedudukan penting dalam usaha mencapai tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian muslim yang selalu beribadah kepada Allah, sebagai realisasi keyakinan tauhid pada diri seseorang.

3. Tauhid mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian muslim sebagai tujuan pendidikan Islam. Tauhid dapat membentuk kepribadian yang utuh dan tidak terpecah, tauhid membentuk kepribadian terbuka dan terlepas dari kepribadian yang egois, tauhid dapat membentuk kepribadian berani mempertahankan yang benar, tauhid membentuk kepribadian bebas sehingga terhindar dari rasa superioritas atau inferioritas, dan tauhid dapat membentuk kepribadian yang optimis dalam menghadapi hidup ini karena percaya akan kemahakasihan Tuhan.


(2)

50

B. Saran-saran

1. Melihat kondisi bangsa kita sekarang ini yang masih jauh dari cita-cita pendiri bangsa yaitu mencerdaskan anak bangsa dan kenyataan yang ada masih banyak saudara kita yang terlantar karena faktor rendahnya pendidikan. Maka kepada pemerintah sebagai pengambil kebijakan, supaya memprioritaskan masalah pendidikan dengan berupaya sungguh-sungguh berinvestasi dalam pendidikan demi kemajuan bangsa.

2. Penyelenggara pendidikan merupakan tolak ukur sukses tidaknya suatu pendidikan, maka diperlukan komitmen yang sungguh-sungguh bagi semua unsur penyelenggara pendidikan agar terhindar dari praktek-praktek yang menciderai keberhasilan pendidikan.

3. Semua komponen masyarkat harus terlibat aktif dalam pendidikan, karena pendidikan merupakan tanggung jawab bersama. Terutama lingkungan, baik keluarga maupun pergaulan dalam masyarakat, karena salah satu faktor pembentukan karakter seseorang adalah lingkungan.


(3)

51

Jakarta, Rineka Cipta, 1994.

Ali, Attabik dan Muhdlar, Muh. Zuhdi. Kamus al-‘Ashry, Yogjakarta: Muassasah

Ali Maksum, 1996

al-Abrasyi, Muhammad Athiyah. Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam.

Yogyakarta: Titipan Ilahi Press, 1996.

..., Al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falsafatuha, Kairo: Isa al-Babiy al-Halabiy,

1975

..., Ruh al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, Saudi Arabia: Dar al-Ihya

al-Attas, Muhammad Naquib. Konsep Pendidikan dalam Islam, Bandung: Mizan,

1984

A. Nasir, Salihun. Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.

Arifin, Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010

‘Abdullah Al-Mirgani, Al-Imam Muhammad ‘Usman. Taaju at-Tafaasiir (Mahkota Tafsir). Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009.

al-Baghdadi, Abdurrahman. Terjemah: Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam, (Surabaya: Al-Izzah, 1996), h 81

Dewantara, Ki Hajar. Masalah Kebudayaan: Kenang-kenangan Promosi Doctor Honoris Causa. Yogyakarta, 1967.

Echols, Jhon M. dan Shadily, Hassan. Kamus Indonesia Inggris, (Jakarta: PT.

Gramedia, 2003

Farmawi, Abdul Hayy. Metode Tafsir Maudhu’i. Bandung: CV. Pustaka Setia,

2002.

Gani, Bustami A. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf

UII, 1990.

Ghazali, Imam. Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin, Jakarta: Pustaka Amani, 1995

Hasan, Muhammad Tholhah. Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, Jakarta:


(4)

52

Hasbi ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur.

Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2000

Hourani, Albert. Arabic Thought in the Liberal Age, London : Oxford University

Press, 1962

Ibn Khaldun, Abd. Al-Rahman. Muqaddimah Ibn Khaldun, Tahqiq Ali Abd al-Wahid Wafi, Cairo: Dar al-Nahdhah

Irfan, Mohammad dan Mastuki. Teologi Pendidikan, Jakarta: Friska Agung

Insani, 2000

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an Temati. Jakarta: Lajnah

Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2010.

Langgulung, Hasan. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka al-Husna,

1988.

..., Pendidikan Islam dalam Abad ke 21, Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru,

2003

Kamil al-Hur,Muhammad. Ibn Sina, Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, 1991

Maghribi, Al-Maghribi bin as-Said. Terjemah: Begini Seharusnya Mendidik Anak: Panduan mendidik anak sejak masa kandungan hingga dewasa. Jakarta:

Daru Haq, 2004.

Mahalli-As-Suyuti, Imam Jalaluddin. Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009.

Majid, Abdul dan Muhaimin. Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda

Karya, 1993

Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung : Al-Ma’arif,

1989.

Maksum, Imam. Pendidikan Islam dan Globalisasi (Reaktualisasi Tujuan Pendidikan Islam Sebagai Upaya Meminimalisir Problematika Bangsa).

Tulung Agung: Sumenang Kediri, 2009.

Mubarak, Zaki. Al-Akhlaq ‘Inda al-Ghazali, Kairo: Dar al-Katib al-‘Arabi, 1968

Mutammam. Mengembangkan Tingkat Kualitas Pendidikan Dasar: Sebuah Analisis Pnedidikan Sebagai Investas. Yogyakarta: Gama Media, 2007.

Musa, Muhammad Yusuf. Falsafah Akhlaq fi Islam wa Shliatuha bi al-Falsafah al-Ighriqiyah, Kairo: Muassasah al-Khalkhi, 1963


(5)

Natsir, M. Capita Selecta. Bandung: Gravenhage, 1954.

Nahlawi, Abdurrahman. Prinsip-Prinsip Dan Metode Pendidikan Islam. Bandung

: CV. Diponegoro, 1992.

Nata, Abudin. Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2005.

..., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010

Nizar, Samsul. Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2001.

..., dan Al-Rasidin, Filsafat Pendidikan Islam. Tangerang: PT. Ciputat Press,

2005.

..., dan Ramayulis. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: Quantum

Teaching, 2005

Rifa’i, Muhammad Nasib. Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir(kemudahan dari Allah: ringkasan tafsir ibnu katsir. Jakarta: Gema

Insani Press, 2008.

al-Qasimi, Muhammad Jamaluddin. Tafsir Mahasin al-Ta’wil, Kairo: Dar Ihya’

al-Turats

Said, Usman dan Jalaludin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, t.th

Sholeh, Asrorun Ni’am. Reorientasi Pendidikan Islam: Mengurai Relevansi Konsep Al-Ghazali dalam Konteks Kekinian. Jakarta: ELSAS Jakarta,

2006.

Siradz, Said Aqil. Reposisi Kependidikan Islam: Telaah Implementasi UU

Sisidiknas Tahun 2003. Makalah dalam seminar sehari yang

diselenggarakan oleh STAI NU, di Jakarta, 10 September 2003.

Shaleh. Asbabun Nuzul: Latar belakang Historis turunnya ayat-ayat al-Qur’an,

Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2007.

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2007.

..., Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2002

al-Syaibany, Umar Muhammad al-Toumi. Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah,

Tripoli Libia: al-Syarikah al-Ammah li al-Nasyr al-Tauzi wa al-I’kan, 1975


(6)

54

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung : Remaja

Rosdakarya, 1992.

Thaha, Nashruddin. Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Di Zaman Jaya, Jakarta:

Mutiara, 1979

Tim redaksi. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1984.

Tim Penyusunan Kamus Pusat dan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1994.

Walidin, Warul. Konstelasi Pemikiran Pedagogik Ibnu Chaldun: Perspektif Pendidikan Modern, Yogyakarta: Suluh Press, 2005

Wehr, Hans. Mu’jam al-Lughah al-Arabiyah al-Mu’ashara, Beirut: Librarie Du

Liban, 1974

Yasin, A. Fatah. Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, Malang: UIN Malang Press,

2008

Yunus, Mahmud. Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: Hidakarya

Agung, 1920

Zainudin, Muhammad. Paradigma Pendidikan Terpadu: menyiapkan generasi ulul albab. Malang: UIN Malang Press, 2008.