Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah

2

A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah

Sebagai guru yang baru dimutasi ke RSBI, penulis benar- benar dikejutkan dengan kemampuan siswa di kelas yang masih asing dengan ungkapan-ungkapan bahasa Inggris, padahal penulis seringkali berasumsi bahwa anak-anak RSBI merupakan anak-anak pilihan yang mempunyai kecerdasan intelegensi IQ cukup tinggi dibandingkan siswa di sekolah-sekolah reguler lain. Setelah penulis meminta pendapat dari rekan sejawat, mereka juga mengalami hal yang sama. Rekan guru bahasa Inggris yang mengajar di kelas VII-1 dan VII-2, yaitu Ibu Amalia, S.Pd. dan kelas VII-3, VII-4,VII-5 dan VII- 6, Ibu Tut Wuri Handayani, S.Pd mempunyai pendapat yang sama dengan penulis. Penulis mengalami banyak kendala dalam menerapkan scaffolding talk bahasa Inggris untuk tujuan pembelajaran di kelas untuk siswa kelas VII khususnya. Padahal seminggu sebelum siswa sekolah reguler masuk sekolah, yaitu di saat liburan panjang para siswa kelas VII RSBI SMP Negeri 1 Slawi sudah diberi matrikulasi khusus bahasa Inggris tujuan pembelajaran di kelas. Bahasa guru yang sering didengar anak selama kegiatan berlangsung diharapkan dapat menjadi model bahasa interaksi yang diperlukan dalam kelas maupun di luar kelas. Tanpa adanya teacher talk atau scaffolding talk yang memperlihatkan bagaimana bahasa Inggris digunakan dalam konteks sehari-hari sulit diharapkan siswa akan memiliki kompetensi komunikatif yang memadai Depdiknas,2004:109. Kondisi di lapangan mengatakan bahwa ketika penulis mulai menerapkan bahasa Inggris sebagai bahasa untuk mengelola kelas sebagian besar siswa belum bisa merespon perintah dan larangan guru dengan baik. Contohnya, pada saat guru ingin menyuruh siswa untuk membuka buku halaman X, sebagian siswa masih belum bisa merespon bahasa lisan yang diungkapkan guru padahal bahasa yang digunakan oleh guru termasuk bahasa yang mudah. Sebagian besar siswa tampak bingung dan belum terbiasa dengan ungkapan- ungkapan tersebut. Hal ini juga berdampak pada rendahnya kompetensi listening siswa yang dibuktikan dengan dokumentasi data nilai ulangan harian dengan rata-rata 66. Nilai rata-rata tersebut tergolong rendah karena KKM untuk mata pelajaran bahasa Inggris di kelas VII-7 adalah 75. Berdasarkan kasus di atas penulis mengadakan refleksi dan meminta pendapat dari beberapa teman sejawat untuk memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan kompetensi listening siswa kelas VII. Di antara kendala-kendala yang dihadapi siswa adalah sebagai berikut: Siswa tinggal di lingkungan yang belum terbiasa mendengarkan ungkapan-ungkapan bahasa Inggris baik dari guru 3 bahasa Inggris, guru non bahasa Inggris maupun teman-teman sekelasnya. Di samping itu, sebagian besar siswa masih merasa malu, tidak berani untuk mengungkapkan pendapat, perintah, dan larangan dalam bahasa Inggris meskipun dengan temannya sendiri. Atas dasar refleksi di atas, penulis mengambil tindakan- tindakan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut dalam merespon ungkapan-ungkapan yang dituturkan oleh guru, khususnya ungkapan perintah dan larangan dan meluas ke beberapa kosa kata yang berkaitan dengan materi kelas VII, khususnya. Metode atau cara konvensional tidak lagi relevan dengan kondisi siswa kelas VII, karena terbukti satu minggu diajar dengan metode dan teknik konvensional proses pembelajaran berjalan monoton, pasif, dan membosankan sehingga berdampak pada rendahnya kompetensi listening dan aktivitas siswa kelas VII. Dalam kasus ini dibutuhkan kreativitas dan inovasi guru untuk menemukan media dan teknik yang sesuai dengan perkembangan peserta didik. Gabungan antara teknik dan media yang dapat membiasakan siswa berbicara sekaligus merespon dengan suasana di kelas yang menyenangkan, serta tidak mematikan kreativitas peserta didik sangat dibutuhkan. Untuk mengatasi masalah dan kendala-kendala tersebut penulis memilih media Talking Card, yaitu media yang dibuat dari kertas-kertas bekas bungkus susu Lactogen, Prenagen, Dancow, Chocolatos, obat nyamuk dan lain-lain yang berisi pesan-pesan singkat dan ditulis oleh siswa sendiri. Selain itu, untuk menciptakan suasana yang hidup dan menyenangkan media tersebut digunakan untuk permainan siswa yang digabung dengan lagu Hokey Pokey selanjutnya disebut teknik Hoposoga. Jill, 2002:122. Penulis berasumsi bahwa dengan media Talking Card dan teknik Hoposoga , yang merupakan kepanjangan dari teknik Hokey Pokey Song and Game para siswa baik sadar maupun tidak terlibat langsung dalam kehidupan nyata untuk memberi perintah dan larangan sekaligus meresponnya dengan baik.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

a. Apakah teknik Hoposoga dengan media Talking Card dapat

meningkatkan kompetensi listening materi command and prohibition siswa kelas VII-7 SMP N 1 Slawi semester gasal tahun pelajaran 2010-2011?

b. Apakah teknik Hoposoga dengan media Talking Card dapat

meningkatkan aktivitas siswa kelas VII-7 SMP N 1 Slawi semester gasal tahun pelajaran 2010-2011? 4

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui apakah teknik Hoposoga dengan media Talking Card dapat meningkatkan kompetensi listening materi command and prohibition siswa kelas VII-7 SMP N 1 Slawi semester gasal tahun pelajaran 2010-2011. b. Untuk mengetahui apakah teknik Hoposoga dengan media Talking Card dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas VII-7 SMP N 1 Slawi semester gasal tahun pelajaran 2010-2011.

4. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum mengenai sebuah teori yang menyatakan bahwa peningkatan kemampuan listening dapat dilakukan teknik Hoposoga dengan media Talking Card. b. Manfaat praktis 1 Bagi Siswa Untuk meningkatkan kompetensi listening siswa 2 Bagi Guru Memperbaiki proses pembelajaran di kelas 3 Bagi Sekolah Meningkatkan pelayanan prima pada peserta didik

B. Landasan Teoretis dan Hipotesis Tindakan 1. Landasan Teoretis