Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional A
|
11
4Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran
dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan
internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin
anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis. Dalam pemerolehan bahasa pertama anak sangat dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal. Benar jika ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa si anak telah ada sejak lahir telah
ada LAD. Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa
sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa Campbel,
dkk., 2006: 2-3. Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah lingkungan juga faktor yang memengaruhi kemampuan berbahasa si
anak. Banyak penemuan yang telah membuktikan hal ini.
c. Jenis-jenis Pemerolehan Bahasa
Jenis-jenis pemerolehan bahasa ada beberapa pendapat ahli. Ross dan Roe Zuchdi dan Budiasih,1997 membagi fasetahap perkembangan
bahasa anak seperti berikut.
Tabel 3: Jenis-jenis Pemerolehan Bahasa menurut Ross dan Roe
Perkiraan Umur
Tahap Perkembangan Bahasa
Kemampuan Anak
Lahir - 2 tahun
Fase fonologis Anak bermain dengan bunyi-bunyi
bahasa mulai mengoceh sampai menyebutkan kata-kata sederhana
2 tahun - 7 tahun
Fase sintaksis Anak menunjukkan kesadaran
gramatis, berbicara menggunakan
kalimat. 7 tahun -
11 tahun Fase semantik
Anak dapat membedakan kata sebagai simbol dan konsep yang
terkandung dalam kata
12 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional A
Berbeda dengan Ross dan Roe, Tarigan 1988 mengelompokkan tahap perkembangan bahasa anak menjadi empat yaitu tahap pralingustik,
tahap satu-kata, tahap dua-kata, dan tahap banyak-kata.
1 Tahap pralinguistik 0 – 12 bulan
Pada usia 0 – 12 tahun bunyi-bunyi bahasa dihasilkan anak belum bermakna. Bunyi-bunyi itu berupa vokal atau konsonan tertentu,
tetapi tidak mengacu pada kata atau makna tertentu. Bahkan pada awalnya, bayi hanya mampu mengeluarkan suara,yaitu tangisan.
2 Tahap Satu-Kata 12 – 18 bulan
Pada masa ini, anak sudah mulai belajar menggunakan satu kata yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya. Satu-kata
mewakili satu atau bahkan lebih frase atau kalimat. Kata-kata pertama yang lazim diucapkan berhubungandenganobjek-
objeknyataatau perbuatan. Kata-kata yang sering diucapkan orang tua sewaktu mengajak bayinya berbicara berpotensi lebih besar
menjadi kata pertama yang diucapkan si bayi. Selain itu, kata tersebut mudah bagi si anak. Kata-kata yang mengandung konsonan
bilabial b,p,m merupakan kata-kata yang mudah diucapkan anak- anak.Misalnya kata mama, mimik, papa, dsb. Selain itu, kata-kata
tersebut mengandung fonem “a” yang secara artikulasi juga mudah diucapkan tinggal membuka mulut saja.
3 Tahap dua kata 18 – 24 bulan
Pada tahap ini sebagian besar anak sudah mulai mencapai tahap kombinasi dua kata. Kata-kata yang diucapkan ketika masih tahap
satu-kata dikombinasikan dalam ucapan-ucapan pendek tanpa kata penunjuk, kata depan, atau bentuk-bentuk lain yang seharus-nya
digunakan. Anak mulai dapat mengucapkan “Ma, maem”, maksudnya “Mama, saya mau makan”. Pada tahap dua-kata ini anak mulai
mengenal berbagai makna kata, tetapi belum dapat menggunakan bentuk bahasa yang menunjukkan jumlah, jenis kelamin, danwaktu
terjadinya peristiwa. Selain itu, anak belum dapat menggunakan pronomina saya, aku, kamu, dia, mereka, dan sebagainya.
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional A
|
13
4 Tahap banyak kata 3 – 5 tahun
Pada saat mencapai usia 3 tahun, perbendaharaan kata anak menjadi semakin kaya. Mereka sudah mulai mampu membuat
kalimat pertanyaan, pernyataan negatif, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk kalimat. Tompkins dan Hoskisson dalam Tarigan
dkk. 1998 menyatakan bahwa pada usia 3 – 4 tahun, tuturan anak mulai lebih panjang dan tata bahasanya lebih teratur. Dia tidak lagi
menggunakan hanya dua kata, tetapi tiga atau lebih. Selanjutnya, pada umur 5 – 6 tahun, bahasa anak telah menyerupai
bahasa orang dewasa. Sebagian besar aturan gramatika telah dikuasainya dan pola bahasa serta panjang tuturannya semakin
bervariasi. Anak telah mampu menggunakan bahasa dalam berbagai cara untuk berbagai keperluan, termasuk bercanda atau menghibur.
Selanjutnya, Darjowidjojo 2003: 244 membagi jenis-jenis pemerolehan bahasa dalam empat tataran, yakni fonologi, morfologi, sintaksis, dan
semantik. Di samping itu, ada bahasan pula mengenai pemerolehan pragmatik, yakni bagaimana anak memperoleh kelayakan dalam
berujar. Berikut ini penjelasan dari berbagai macam pemerolehan bahasa di atas.
1 Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Fonologi
Pada waktu dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20 dari otak dewasanya. Ini berbeda dengan binatang yang sudah memiliki sekitar
70. Karena perbedaan inilah maka binatang sudah dapat melakukan banyak hal segera setelah lahir, sedangkan manusia
hanya bisa menangis dan menggerak-gerakkan badannya. Pada umur sekitar 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang
mirip dengan bunyi konsonan atau vocal. Bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas.
Proses mengeluarkan bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi dekutan Dardjowidjojo 2012:244. Anak
14 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional A
mendekutkan bermacam-macam bunyi yang belum jelas identitasnya. Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai mencampur
konsonan dengan vocal sehingga membentuk apa yang dalam bahasa Inggris dinamakan babbling, yang telah diterjemahkan
menjadi celotehan. Celotehan dimulai dengan konsonan yang keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal.
Vokalnya adalah a, dengan demikian strukturnya adalah CV.
2 Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Morfologi
Afiksasi bahasa Indonesia merupakan salah aspek morfologi yang kompleks. Hal ini terjadi karena satu kata dapat berubah makna
karena proses afiksasinya prefiks, sufiks, simulfiks berubah-ubah. Misalnya kata satu dapat berubah menjadi: bersatu, menyatu, kesatu,
satuan, satukan, disatukan, persatuan, kesatuan, kebersatuan, mempersatukan, dst. Zuhdi dan Budiasih 1997 menyatakan bahwa
anak-anak mempelajari morfem mula-mula bersifat hapalan. Hal ini kemudian diikuti dengan membuat simpulan secara kasar tentang
bentuk dan makna morfem. Akhirnya anak membentuk kaidah. Proses yang rumit ini dimulai pada periode prasekolah dan terus
berlangsung sampai pada masa adolesen.
3 Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Semantik
Menurut beberapa ahli psikolingguistik perkembangan kanak-kanak memperoleh makna suatu kata dengan cara menguasai fitur-fitur
semantik kata itu satu demi satu sampai semua fitur semantik dikuasai, seperti yang dikuasai oleh orang dewasa Mc.Neil, 1970,
Clark, 1997. Akhirnya Clark secara umum menyimpulkan perkembangan pemerolehan semantik ini ke dalam empat tahap yaitu
sebagai berikut.
a Tahap penyempitan makna kata
Tahap ini berlangsung antara umur satu sampai satu setengah tahun 1;0–1;6. Pada tahap ini kanak-kanak menganggap satu
benda tertentu yang disebut gukguk hanyalah anjing yang dipelihara di rumah saja tidak termasuk yang berada di luar rumah.
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional A
|
15
b Tahap generalisasi berlebihan
Tahap ini berlangsung antara usia satu setengah tahun hingga dua tahun setengah 1;6–2;6. Pada tahap ini anak-anak mulai
menggeneralisasikan makna suatu kata secara berlebihan. Jadi yang dimaksud dengan anjing atau gukguk adalah semua
binatang berkaki empat.
c Tahap medan semantik
Tahap ini berlangsung antara usia dua tahun setengah sampai usia lima tahun 2;6 – 5;0. Pada tahap ini kanak-kanak mulai
mengelompokkan kata-kata yang berkaitan ke dalam satu medan semantik. Pada mulanya proses ini berlangsung jika makna kata-
kata yang digeneralisasi secara berlebihan semakin sedikit setelah kata-kata baru untuk benda-benda yang termasuk dalam
generalisasi ini dikuasai oleh kanak-kanak. Umpamanya kalau pada utamanya kata anjing berlaku untuk semua binatang berkaki
empat, namun setelah mereka mengenal kata kuda, kambing, harimau maka kata anjing berlaku untuk anjing saja.
d Tahap generalisasi
Tahap ini berlangsung setelah kanak-kanak berusia lima tahun. Pada tahap ini kanak-kanak telah mulai mampu mengenal benda-
benda yang sama dari sudut persepsi, bahwa benda-benda itu mempunyai fitur-fitur semantik yang sama. Pengenalan seperti ini
semakin sempurna jika kanak-kanak itu semakin bertambah usia. Jadi, ketika berusia antara lima tahun sampai tujuh tahun
misalnya, mereka telah mampu mengenal yang dimaksud dengan hewan.
4 Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Sintaksis
Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata atau bagian kata. Kata ini, bagi anak,
sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata dari seluruh kalimat itu. Yang
menjadi pertanyaan adalah kata mana yang dipilih? Seandainya anak