Kutai dan Tarumanegara Kerajaan Bercorak Hindu-Buddha di Indonesia
                                                                                40
ini  juga  menyebutkan  bahwa  pendiri  keluarga  kerajaan vań akrttā  adalah
A wawarman,  dan  bukan  Kundunga  yang  dianggap  sebagai  raja  pertama. Kundu
ńga bukan nama sansekerta, mungkin ia seorang kepala suku penduduk asli yang bel
um terpengaruh kebudayaan India, sedangkan A wawarman adalah nama  yang  berbau  India.  Disebut  pula  nama  A
ńsuman  yaitu  dewa  matahari  di dalam  agama  Hindu  yang  dapat  menunjukkan  bahwa  Mūlawarmman  adalah
penganut agama Hindu Sumadio, 1993.
Prasasti  ini  juga  memberikan  informasi  mengenai  kehidupan  masyarakat ketika  itu,  dimana  sebagian  penduduk  hidup  dalam  suasana  peradaban  India.
Sudah  ada  golongan  masyarakat  yang  menguasai  bahasa  Sansekerta  yaitu kaum  Brahmana  pendeta  yang  mempunyai  peran  penting  dalam  memimpin
upacara  keagamaan.  Setiap yūpa  yang  didirikan  oleh  Mūlawarmman  sebagai
peringatan bahwa ia telah memberikan korban besar-besaran dan hadiah-hadiah untuk  kemakmuran  negara  dan  rakyatnya.  Sedangkan  golongan  lainnya  adalah
kaum  ksatria  yang  terdiri  atas kaum  kerabat  Mūlawarmman.  Diluar  kedua
golongan  ini  adalah  rakyat  Kutai  pada  umumnya  yang  terdiri  atas  penduduk setempat, dan masih memegang teguh agama asli leluhur mereka.
Kerajaan  Tārumanāgara  berkembang  kira-kira  bersamaan  dengan kerajaan  Kutai  pada  abad  V  M,  dan  berlokasi  di  Jawa  Barat  dengan  rajanya
bernama  Pūrņawarman.  Keberadaan  kerajaan  Tārumanāgara  dapat  diketahui melalui  7  buah  prasasti  batu  yang  ditemukan  di  daerah  Bogor,  Jakarta,  dan
Banten. Prasasti tersebut adalah prasasti Ciaruteun, Jambu,  Kebon Kopi, Tugu, Pasir  Awi,  Muara  Cianten,  dan  Lebak.  Prasasti  itu  ditulis  dengan  huruf  Pallawa
dan berbahasa Sansekerta yang digubah dalam bentuk syair. Agama yang melatari alam pikiran raja adalah agama Hindu. Hal ini dapat
diketahui karena pada prasasti Ciaruteun terdapat lukisan 2 tapak kaki raja yang diterangkan  seperti  tapak  kaki  Wisnu.  Pada  prasasti  Kebon  Kopi  ada  gambar
tapak kaki  gajah  sang  raja  yang  disamakan  sebagai  tapak kaki gajah  Airawata. Pada  prasasti  Tugu  disebutkan  penggalian  2  sungai  terkenal  di  Punjab  yaitu
Candrabhaga  dan  Gomati.  Maksud  pembuatan  saluran  pada  sungai  ini diperkirakan  ada  hubungannya  dengan  usaha  mengatasi  banjir  Poerbatjaraka,
1952.  Dalam  prasasti  Jambu  dijumpai  nama  negara  Tarumayam  dan  sungai Utsadana.  Negara  Tarumayam  disamakan  dengan  Tarumanagara,  sedangkan
Utsadana  identik  dengan  sungai  Cisadane.  Pada  prasasti  ini,  Pūrņawarman
41
disamakan dengan Indra sebagai dewa perang serta memiliki sifat sebagai dewa matahari.
Selain 7 prasasti tersebut, di daerah ini juga ditemukan arca-arca rajasi dan disebutkan  dalam  prasasti  Tugu  serta  memperlihatkan  sifat  Wisnu-Surya.  Akan
tetapi  Stutterheim  berpendapat  bahwa  arca  tersebut  adalah  arca  Siwa. Sedangkan arca Wisnu Cibuaya diduga mempunyai persamaan dengan langgam
seni Palla di India Selatan dari abad VII-VIII M. Dari bukti tersebut dapat dikatakan bahwa Jawa Barat telah menjadi pusat
seni  dan  agama,  dan  sesuai  pula  denganberita  Cina  yang  mengatakan  bahwa pada  abad  VII  M  terdapat  negara  bernama  To-lo-mo  yang  berarti  Taruma.  Dari
peninggalan  ini  pila  dapat  diketahui  bahwa  agama  yang  dianut  oleh  para penguasa  setempat  adalah  agama  Hindu  aliran  Wisnu.  Bahkan  raja  dianggap
sebagai titisan dewa Wisnu yang memelihara kehidupan rakyat agar makmur dan tenteram.  Pembuatan  dan  penggalian  2  sungai  untuk  menahan  banjir  dan
saluran  irigasi  menunjukkan  bahwa  masa  itu  sudah  mengenal  tatanan masyarakat agraris.
                