Kajian Bahan Organik Dasar Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

69

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

70

Lampiran 1.

Bagan Kerja Metode Walkley & Black untuk Mengukur
Kandungan Bahan Organik (Mukhlis, 2014)
Timbang 0,1 atau 0,5 g tanah kering udara,
masukkan ke dalam erlenmeyer 500 cc
5 mL K2Cr2O7 1N
10 mL H2SO4 pekat
dikocok
didiamkan 30 menit
Tambahkan 100 mL air suling dan 5 mL
H3PO4 85%, NaF 4% 2,5 mL,
5 tetes diphenilamine

dikocok
Larutan sampel berwarna
biru tua kehijauan kotor
dititrasi dengan Fe(NH4)2(SO4)2
0,5 N
Sampel hijau terang

Lakukan kembali untuk tanpa
tanah

Universitas Sumatera Utara

71

Lampiran 2.

Prosedur Kerja Pengukuran Nitrogen Total Tanah dengan Metode
Kjeldhal (Mukhlis, 2014)

1. Timbang 0.5 g tanah, masukkan ke dalam labu Kjedhal.

2. Tambahkan 1-2 g campuran selen (satu ujung spatula).
3. Tambahkan 3 ml H2SO4 pekat, goyangkan perlahan agar tercampur rata dan
terbasahi oleh H2SO4.
4. Panaskan labu di ruang asam, dari panas rendah (3-5 menit), panas ditinggikan
(½ - 1 jam) hingga larutan jernih, kemudian didinginkan.
5. Pindahkan ke dalam labu destilasi, tambahkan 25 ml NaOH 40%.
6. Lakukan destilasi, tampung destilat dengan erlenmeyer 250 ml yang terisi 10
ml H3BO3 4% dan 3-5 tetes indikator campuran, isi destilat sampai ± 100 ml.
7. Titrasi destilat dengan HCl 0,05 N yang N-nya telah dibakukan sampai terjadi
perubahan warna dari hijau ke merah muda.
8. Lakukan juga penetapan blanko.
9. Perhitungan N-Total

Universitas Sumatera Utara

72

Lampiran 3. Prosedur Kerja Pengukuran Fosfor Tanah dengan Metode Bray II
(Mukhlis, 2014)
1. Timbang 2 g contoh tanah dan tempatkan pada gelas erlenmeyer 250 cc

2. Tambahkan larutan Olsen sebanyak 20 mL dan goncang pada shaker selama
30 menit
3. Saring dengan kertas saring Whatman No.42
4. Pipet filtrat sebanyak 5 mL dan tempatkan pada tabung reaksi.
5. Tambahkan pereaksi fosfat B sebanyak 10 mL. Biarkan selama 5 menit
6. Ukur transmitan pada spectronic dengan panjang gelombang 660 nm
7. Pada saat yang bersamaan pipet juga masing-masing 5 mL larutan standar P 0
– 0,5 – 1,0 – 2,0 – 3,0 – 4,0 dan 5,0 ppm P ke tabung reaksi, kemudian
tambahkan 10 mL pereaksi Fosfat B.
8. Ukur juga transmitan standar pada spectronic dengan panjang gelombang yang
sama yaitu 660 nm.

Universitas Sumatera Utara

73

Lampiran 4. Bagan Kerja Kandungan Nitrat (NO3-) (Suin, 2002)
5 ml Sampel Air
1 ml NaCl (dengan pipet volume)
5 ml H2SO4 75%

4 tetes Brucine Sulfat Sulfanic Acid
Larutan
Dipanaskan selama 25 menit
Larutan
Didinginkan
Diukur dengan spektrofotometri
Hasil

Universitas Sumatera Utara

74

Lampiran 5. Bagan Kerja Analisis Fosfat (PO4-3) (Suin, 2002)
5 ml Sampel air
1 ml Amstrong Reagen
1 ml Ascorbic Acid
Larutan
Dibiarkan selama 20 menit
Diukur dengan spektrofotometer
Hasil


Universitas Sumatera Utara

75

Lampiran 6. Dokumentasi Pengambilan Sampel
1. Alat dan Bahan

Sechi disk dan meteran

Ember 5 L

Termometer

DO meter

Bor Tanah

Lakban


Universitas Sumatera Utara

76

Lampiran 6. Lanjutan

Plastik

Tali

2. Pengambilan sampel

Segmen 2 dengan 20 cm

Mengukur suhu air

Segmen 3 dengan 40 cm

Mengukur pH air


Universitas Sumatera Utara

77

Lampiran 6. Lanjutan

Mengukur DO Air

Memasukkan sampel substrat

Foto Lokasi Penelitian

Universitas Sumatera Utara

78

Lampiran 7. Dokumentasi Analisis Laboratorium
1. Pengukuran BOD5

2. Pengeringan sampel substrat


3. Pengukuran C-organik

Universitas Sumatera Utara

79

Lampiran 7. Lanjutan
4. Pengukuran Nitrogen

5. Pengukuran Fosfor Tanah

Universitas Sumatera Utara

80

Lampiran 7. Lanjutan

6. Pengukuran pH Tanah


Universitas Sumatera Utara

81

Lampiran 7. Lanjutan
7. Pengukuran Tekstur Tanah

Universitas Sumatera Utara

64

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, 2004. Kimia Lingkungan. Universitas Negeri Jakarta. Rawamangun.
Jakarta.
A’in, C. 2009. Alternatif Pemanfaatan Ex Disposal Area untuk Kegiatan
Perikanan dan Pertanian di Kawasan Segara Anakan Berdasarkan Sistem
Informasi Geografis. [Thesis]. Program Pascasarjana, Universitas
Diponegoro, Semarang.
Alaerts, G dan S, S. Santika. 1987. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional.

Surabaya.
Ardi. 2002. Pemanfaatan Makrozoobenthos sebagai Indikator Kualitas Perairan
Pesisir. Available at URL http://rudyct.tripod.com/sem2_012/ardi.html.
[07 Mei 2016].
Arika, Y. 2005. Rawa Pening dan Berubahnya Ekosistem. Available at URL
http://www.Kompas.Com/Kompas-Cetak/0505/27/tanah air/1767459.html.
[07 Mei 2016].
Asmara, A. 2005. Hubungan Struktur Komunitas Plankton dengan Kondisi FisikaKimia Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.
[Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Barus, T. A. 1996. Metode Ekologis untuk Menilai Kualitas Suatu Perairan
Lentik. Program Studi Biologi. Fakultas MIPA USU, Medan.
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.
USU Press. Medan.
Baver L. D., W.H. Gardner dan W.R. Gardner, 1972. Soil Physics. Fourth Ed.
John Wiley & Sons Inc., New York.
Brady, N. C., 1974. The Nature and Properties of Soil. Macmillan Publishing Co.,
Inc.,New York.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Ferguson, M. N. 1956. A Text Book of Parnacognasy. The Macmillan Company,
New York.

Universitas Sumatera Utara

65

Ginting, O. 2011. Studi Korelasi Kegiatan Budidaya Ikan Karamba Jaring Apung
dengan Pengayaan Nutrien (Nitrat dan Fosfat) dan Klorofil-a di Perairan
Danau Toba. USU, Sumatera Utara.
Gonawi, G. R. 2009. Habitat Struktur Komunitas Nekton di Sungai Cihideung
Bogor Jawa Barat [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gopal, B and K. P. Sharman. 1981. Water Hyacinth (Eichornia crassipes), The
Most Troublesome Weed of The World. Hindasia. New Delhi.
Hadinafta, R. 2009. Analisis Kebutuhan Oksigen Untuk Dekomposisi Bahan
Organik Di Lapisan Dasar Perairan Estuari Sungai Cisadane, Tangerang.
[Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Hastono, S. P. 2001. Analisis Data. UI-Press. Depok.
Hillel, D. 1982. Introduction to Soil Rhysics. Academic Press, Inc. San Diego,
California.
Huang, P. M dan M. Schnitzer. 1997. Interaksi Mineral Tanah dengan Organik
Alami dan Mikroba. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hutabarat, S dan Evans, S, M. 2008. Pengantar Oseanografi. UI-Press. Jakarta.
Jeffries, M., and D. Mills. 1996. Freshwater Ecology, Principles and Applications.
John Wiley and Sons. Chicester UK.
Jenny. 1946. Soil Survey Manual. United Stated of America.
Jones-Lee, A dan G. F, Lee. 2005. Eutrophication (Excessive Fertilization).Water
Encyclopedia: Surface and Agricultural Water. Wiley, Hoboken, N J. p
107-114.
Kartasapoetra, G., A. G. Kartasapoetra dan M. M. Sutedjo. 1987. Teknologi
Konservasi Tanah dan Air. Bina Aksara. Jakarta.
Killops, S. D dan V. J. Killops. 1993. Introduction to Organic Geochemistry.
Logman Scientific Technical, Essex.
Kohongia, K. 2002. Karakteristik Sedimen Dasar Teluk Buyat. [Skripsi]. Program
Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-UNSRAT.
Manado.

Universitas Sumatera Utara

66

Komarawidjaja, W. 2005. Status Kualitas Air Waduk Cirata dan Dampaknya
Terhadap Pertumbuhan Ikan Budidaya. Pusat Pengkajian dan Penerapan
Teknologi Lingkungan (P3TL) – BPPT. Jakarta. P3TL – BPPT.6.(1).
Kordi, K dan A. B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya
Perairan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Kottelat, M., A. J. Whitten., S. N. Kartikasari dan S. Wirjoatmodjo. 1992. Ikan
Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Periplus Editions.
Jakarta.
Lee, C. D., S. B. Wang, and C. L. Kuo. 1978. Bentic and Fish as Biological
Indicator of Water Quality with References of Water Pollution in
Developing Countries. Bangkok.
Madjid, A. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Bakteri Tanah. Universitas Sriwijaya,
Sumatera Selatan.
Manahan, M. 2004. Kualitas Kompos N, P, K, C dan RASIO C/N pada
Pengomposan Janjangan Sawit dengan Limbah Cair PKS. [Skripsi].
Pekanbaru. Universitas Riau.
Mardi. 2014. Keterkaitan Struktur Vegetasi Mangrove dengan Keasaman dan
Bahan Organik Total Sedimen pada Kawasan Suaka Margasatwa Mampie
di Kecamatan Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar. [Skripsi].
Makassar. Universitas Hasanuddin.
Mardiana, L. 2007. Kandungan Fosfor di Air dan Sedimen yang dipengaruhi
Aktivitas Karamba Jaring Apung di Waduk Cirata, Jawa Barat. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Masyamsir. 1986. Perubahan Struktur Kelimpahan Zooplankton dan Benthos
Sehubungan dengan Peningkatan Bahan Organik di Beberapa Lokasi Situ
Ciburuy Kabupaten Bandung. Tesis. Biologi. Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Mukhlis., Sarifuddin dan H. Hanum. 2011. Kimia Tanah Teori dan Aplikasi.
USU-Press. Medan.
Mukhlis. 2014. Analisis Tanah Tanaman. Edisi Kedua. USU Press. Medan.
Noor, M. 2004. Lahan Rawa Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat
Masam. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Universitas Trisakti, Jakarta.
Odum, E. P. 1997. Fundamental of Ecology. W. B. Sounders Company. London:
Philadelphia.

Universitas Sumatera Utara

67

Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada. University
Press. Yogyakarta.
Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Pescod, M. B. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standard for
Tropical Countries. London-AIT.
Pipkin, B. W. 1977. Laboratory Exercises in Oceanography. Second Edition.W.H.
New York: Treeman and Company. New York
Priyanto, B dan Titiresmi. 2006. Beberapa Aspek Pengelolaan Cagar Alam Rawa
Danau sebagai Sumber Air Baku. Jurnal Teknik Lingkungan. Vol.VII
No.3: 277-283 ISSN 1441 – 138X.
Purnomo, P. W., M. Nitisupardjo dan Y. Purwandari. 2013. Hubungan Antara
Total Bakteri dengan Bahan Organik NO3 dan H2S pada Lokasi Sekitar
Eceng Gondok dan Perairan Terbuka di Rawa Pening. Journal of
Management of Aquatic Resources. Vol.II No.3: 85-92.
Purnomo, P. W., P. Soedarsono dan M. N. Putri. 2013. Profil Vertikal Bahan
Organik Dasar Perairan dengan Latar Belakang Pemanfaatan Berbeda di
Rawa Pening. Journal Of Management Of Aquatic Resources. Vol. II
No.3 : 27-36. Universitas Diponegoro, Semarang.
Rao, S. 1994. Mikroba Tanah dan Pertumbuhan Tanaman, Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Rafni, R. 2004. Kajian Kapasitas Asimilasi Beban Pencemar di Perairan Teluk
Jobokuto Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Sekolah Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Richtel, M. 2007. Recruiting Plankton to Fight Global Warming. New YorkTimes.
Risamasu, F. J. L dan H.B. Prayitno. 2011. Kajian Zat Hara Fosfat Nitrit Nitrat
dan Silikat di Perairan Matasiri. Kalimantan Selatan. Jurnal. Ilmu
Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Rozic, M. 2000. Ammonical Nitrogen Removal From Water by Treatment With
Clays and Zeolites. Wt. Res. Vol. 34. Hal. 3675-3681.
Saeni,

M. S. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.Ditjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu
Hayati Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Universitas Sumatera Utara

68

Sari, T. A., W. Atmodjo dan R. Zuraida. 2014. Studi Bahan Organik Total (BOT)
Sedimen Dasar Laut di Perairan Nabire Teluk Cendrawasih Papua. Jurnal
Oseanografi. Vol.III No.1: 81-86.
Sarief, E. S. 1985. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana, Bandung
Silalahi, J. 2009. Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan
Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Balige Danau Toba.
[Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Sekolah Pasca Sarjana.
Sinambela, M, M. 1994. Keanekaragaman Makrozoobentos sebagai Indikator
Kualitas Air Sungai Babura. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.
Subagjo, H dan I. P. G. Widjaja-Adhi. 1998. Peluang dan Kendala Penggunaan
Lahan Rawa untuk Pengembangan Pertanian di Indonesia. Makalah Utama
Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan
Agroklimat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sudana, W. 2007. Potensi dan Prospek Lahan Rawa sebagai Sumber Produksi
Pertanian. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
Bogor.
Sumich. J. L. 1992. An Introduction to The Biology of Marine Life. Edition Fifth.
Dubuque. WmC Brown.
Syahputra, H., D. Bakti., M. R. Kurnia. 2014. Studi Komposisi Makanan Ikan
Sepat Rawa (Trichogaster Trichopterus Pallas) di Rawa Tergenang Desa
Marindal Kecamatan Patumbak. [Skripsi]. Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Medan.
Wargadinata, E. L. 1995. Makrozoobentos sebagai Indikator Ekologi di Sungai
Percut. Tesis. Program Pasca Sarjana Ilmu Pengetahuan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan USU. Medan.
Widjaja, F. 2002. Factor and Processes Affecting the Degree of Eutrophication.
Faculty of Fisheries and Marine Science, Bogor Agriculture University.
Yaswar. 2008. Tesis Keanekaragaman Plankton dan Keterkaitannya dengan
Kualitas Air di Parapat Danau Toba. [Tesis]. Medan. Universitas Sumatera
Utara. Sekolah Pasca Sarjana.
Yulipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Zulkifli, H., Z. Hanafiah., D. A. Puspitawati. 2009. Struktur dan Fungsi
Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Sungai Musi Kota Palembang:
Telaah Indikator Pencemaran Air. Palembang: Universitas Sriwijaya.

Universitas Sumatera Utara

33

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari - April 2016. Pengambilan
sampel air dan substrat perairan dilakukan 2 kali dengan interval waktu
pengambilan data sebulan sekali. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di
perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera
Utara (Gambar 2). Analisis dan identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium
Kimia dan Fisika Tanah, Laboratorium Riset dan Teknologi dan Laboratorium
Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Gambar 2. Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang
Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

34

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer air, coolbox,
ember, labu Erlenmeyer, DO meter, tongkat ukur, refraktometer, GPS (Global
Positioning System), bor tanah, spatula, labu Kjedhal, pH meter, pipet tetes, pipet
milli, kertas label, alat tulis, stopwatch, shakermachine, corong, spectronic,
tabung reaksi, botol dan gelas sampel, spidol serta kamera digital.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain substrat sedimen,
air Rawa Kongsi sebagai parameter peubah uji penelitian, aquades, alkohol, lugol,
H2SO4, KOH-KI, K2Cr2O7, H3PO4 85%, NaF 4%, NaOH 40%, H3BO3 4%, HCl,
diphenilamine, Fe(NH4)2(SO4)2, pereaksi Fosfat, larutan standar P, kertas saring
Whatman No.42 dan tisu.

Deskripsi Area
Penelitian

ini

menggunakan

metode

deskriptif.

Sampel

diambil

menggunakan metode purposive sampling. Lokasi pengambilan sampel dilakukan
di perairan rawa dengan memilih stasiun berdasarkan ekologi dengan karakteristik
kegiatan yang dibagi menjadi 4 stasiun pengamatan.
Stasiun I
Stasiun I merupakan area yang secara visual masih terjaga kondisi
lingkungannya. Stasiun I ini terdapat aktivitas pemancingan oleh penduduk
sekitar. Lokasi stasiun I secara geografis terletak pada 3°31'007" LU dan
98°42'29,76" BT dan dapat dilihat pada Gambar 3.

Universitas Sumatera Utara

35

Gambar 3. Stasiun I
Stasiun II
Stasiun II merupakan area perairan rawa yang terdapat aktivitas keramba
dan ternak kambing. Lokasi stasiun II secara geografis terletak pada
3°31'007,5"LU dan 98°42'28,32" BT dan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Stasiun II
Stasiun III
Stasiun III merupakan area yang berada langsung di sekitar pemukiman
penduduk dan memiliki tanaman liar serta enceng gondok (Eichhornia crassipes).
Secara geografis stasiun III terletak pada 3°31'007,1" LU dan 98°42'27,81" BT
dan dapat dilihat pada Gambar 5.

Universitas Sumatera Utara

36

Gambar 5. Stasiun III
Stasiun IV
Stasiun IV berada di sekitar wilayah pertanian dengan pinggiran rawa
memiliki tanaman kelapa sawit. Secara geografis lokasi stasiun IV terletak pada
3°31'006,6" LU dan 98°42'29,31" BT dan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Stasiun IV

Pengambilan Sampel
Substrat Perairan
Sampel yang diambil pada penelitian ini yaitu sedimen pada dasar
perairan. Pada tiap titik stasiun diambil sampel sedimen sedalam 0 cm, 20 cm dan
40 cm menggunakan bor tanah. Sampel diambil secara vertikal yang dibagi
menjadi 3 segmen dengan interval panjang 20 cm. Sampling dilakukan sebanyak

Universitas Sumatera Utara

37

3 titik pengulangan dengan waktu sampling mewakili musim hujan dan musim
kemarau.
Sampel Air Rawa
Sampel air rawa diambil sebagai data pendukung untuk pengukuran faktor
fisika kimia perairan. Air yang diambil mewakili setiap stasiun bersamaan dengan
pengambilan sampel substrat dan diukur sifat fisik kimianya.

Pengukuran Sampel
Kandungan Bahan Organik
Pengujian kandungan bahan organik dilakukan di Laboratorium Riset dan
Teknologi dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara (Lampiran 1). Pengukuran kandungan bahan organik menggunakan Metode
Walkley & Black dengan rumus perhitungan sebagai berikut :
C-org = 5

0,003

Keterangan :
T
= Vol.titrasi Fe(NH4)2(SO4)2 0,5N dengan tanah
S
= Vol.titrasi Fe(NH4)2(SO4)2 0,5N blanko (tanpa tanah)
0,003 = 1 ml K2Cr2O7 1N + H2SO4 mampu mengoksidasi 0,003 g C-organik
= metode ini hanya 77% C-organik yang dapat dioksidasi
BCT

= Berat Contoh Tanah

Nitrogen Total dan Fosfor Total
Tahap pengukuran Nitrogen Total dan Fosfor Total dalam substrat dapat
dilihat pada Lampiran 2 dan 3. Analisis pengujian nitrat dan fosfat untuk sampel
air menggunakan metode spektofotometri (Lampiran 4 dan 5). Pengukuran

Universitas Sumatera Utara

38

Nitrogen Total menggunakan Metode Kjeldhal dengan rumus perhitungan sebagai
berikut :

= mL HCL

0,014

Pengukuran Fosfor Total dalam substrat menggunakan Metode Bray II
dengan rumus perhitungan sebagai berikut :

Tekstur dan pH Tanah
Penentuan tekstur tanah dan pH tanah dilakukan di Laboratorium Kimia
dan Fisika Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Tekstur tanah
ditentukan dengan gravimetri dan pembacaan hasil tekstur tanah menggunakan
segitiga tekstur USDA sedangkan pH tanah menggunakan pH meter. Segitiga
tekstur USDA dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Segitiga Tekstur USDA (Hillel, 1982)

Universitas Sumatera Utara

39

Faktor Fisika Kimia Perairan
Suhu
Pengukuran suhu dilakukan secara langsung pada sampel substrat dan
sampel air dengan menggunakan termometer air yang terlebih dahulu dikalibrasi
dengan aquades. Termometer air dimasukkan ke dalam air selama 10 menit
kemudian dibaca skalanya.

Kedalaman
Pengukuran kedalaman rawa menggunakan tongkat ukur sepanjang 150
cm yang dimasukkan ke dalam badan air, lalu dilihat skala panjang pada tongkat
ukur.

Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman diukur dengan menggunakan pH meter ke dalam sampel
air ya sampai angka yang tertera pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera
pada pH meter tersebut.

DO
Pengukuran oksigen terlarut diukur menggunakan DO meter yang ujung
elektrodanya dimasukkan ke badan perairan. Kemudian ditunggu ± 10-15 menit
sampai angka yang tertera pada alat konstan, maka nilai DO diperoleh dengan
membaca angka yang tertera pada DO meter tersebut.

Universitas Sumatera Utara

40

BOD5
Penentuan BOD5 dengan mengikuti pengukuran DO yang menggunakan
DO meter. Namun pengukuran BOD5 didahului dengan penyimpanan sampel
selama 5 hari. Elektroda dari DO meter dimasukkan pada sampel air yang telah
diinkubasi selama 5 hari, lalu ditunggu ± 10-15 menit sampai angka yang tertera
pada alat konstan, maka diperoleh nilai DO akhir. Sehingga penentuan BOD
digunakan rumus :
BOD5 = (DO awal – DO akhir) ppm

Nitrit, Nitrat dan Fosfat
Pengukuran

nitrit,

nitrat

dan

fosfat

dalam

air

menggunakan

spektrofotometri UV-Visible pada pH 2,0-2,5, nitrit berkaitan dengan hasil reaksi
antara diazo asam sulfanilik dengan N-(1-Naftol)- etil endiamin (yaitu NED
Dihidroklorida), maka dapat dibentuk celupan yang berwarna ungu kemerahmerahan. Warna tersebut mengikuti hukum Lambert-Beer dan dapat menyerap
sinar dengan panjang gelombang 543 nm. Metode ini sangat akurat dan peka
sehingga perlu adanya pengenceran sampel.

Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi Pearson
SPSS Ver.18.00. Analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui hubungan korelasi
antara bahan organik dengan nitrogen total dan fosfor total. Analisis korelasi
digunakan untuk mengetahui derajat atau keeratan hubungan antar variabel yang

Universitas Sumatera Utara

41

berjenis numerik. Menurut Hastono (2001) menyatakan nilai indeksi korelasi
dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan Antar Faktor
Interval
Tingkat
Koefisien
Hubungan
0,00 - 0,199
Sangat rendah
0,20 - 0,399
Rendah
0,40 - 5,99
Sedang
0,60 - 0,799
Kuat
0,80 - 1,00
Sangat kuat
Sumber : Hastono (2001)

Universitas Sumatera Utara

42

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Bahan organik ditemukan dalam semua jenis perairan sehingga kesuburan
suatu perairan bergantung pada kandungan Bahan Organik Total (BOT) dalam
perairan itu. Berdasarkan hasil penelitian, nilai kandungan bahan organik
diperoleh dari setiap lapisan segmen dengan mewakili musim penghujan dan
musim kemarau. Segmen 1 merupakan lapisan substrat paling atas (0 cm), segmen
2 merupakan lapisan substrat kedua dengan kedalaman 20 cm ke dalam substrat,
dan segmen 3 merupakan lapisan substrat ketiga dengan kedalaman 40 cm ke
dalam substrat.

Kandungan C-Organik pada substrat
Berdasarkan hasil penelitian di semua stasiun pada pengambilan I di
musim penghujan dan II di musim kemarau dilihat dari segmennya memiliki pola
yang sama, yaitu semakin ke dalam substrat maka kandungan bahan organiknya
makin menurun. Hal ini dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan langsung
kandungan bahan organik antara musim hujan dan kemarau.
Bahan organik di perairan akan mengalami fluktuasi. Pengambilan I dan II
terjadi penurunan bahan organik di stasiun I segmen 1 sebesar 0,71%, penurunan
bahan organik di stasiun III segmen 2 sebesar 0,6% dan peningkatan bahan
organik di stasiun IV segmen 2 sebesar 0,54%. Kandungan bahan organik di
perairan Rawa Kongsi pada setiap stasiun pengamatan disajikan pada
Gambar 8.

Universitas Sumatera Utara

43

(a)

(b)
Gambar 8. Kandungan Bahan Organik di Perairan Rawa Kongsi pada Setiap
Stasiun Pengamatan (a) Musim Penghujan (b) Musim Kemarau
Berdasarkan Gambar 8, kandungan bahan organik pada segmen 1
memiliki nilai yang paling tinggi di setiap stasiunnya, dilanjutkan pada segmen 2
dan segmen 3. Nilai kandungan bahan organik yang paling tinggi terdapat di
stasiun III yang memiliki vegetasi enceng gondok dan pemukiman penduduk.

Kandungan Nitrogen Total pada substrat
Nitrogen merupakan nutrisi esensial dalam kehidupan sebagai komponen
pembangun utama protein tumbuhan dan hewan. Berdasarkan hasil penelitian,
secara keseluruhan penurunan atau peningkatan kandungan nitrogen total hanya
sebesar 0,03%-0,06%, kecuali pada stasiun III segmen 1 di musim kemarau terjadi
peningkatan nitrogen total sebesar 0,14%. Nitrogen total paling rendah pada
musim penghujan berada di segmen 3 stasiun I dan III senilai 0,05% dan pada

Universitas Sumatera Utara

44

musim kemarau di semua segmen stasiun I memiliki nilai yang sama yaitu 0,08%.
Kandungan nitrogen total di perairan Rawa Kongsi pada setiap stasiun
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 9.

(a)

(b)
Gambar 9. Kandungan Nitrogen Total di Perairan Rawa Kongsi pada Setiap
Stasiun Pengamatan (a) Musim Penghujan (b) Musim Kemarau
Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat kandungan nitrogen total yang paling
tinggi dari semua stasiun adalah stasiun III di musim penghujan senilai 0,42% dan
musim kemarau senilai 0,56%. Stasiun III memiliki vegetasi enceng gondok dan
pemukiman penduduk. Nitrogen dalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan
organik, sisa-sisa tanaman ataupun binatang, pemupukan (terutama urea dan
ammonium nitrat) dan air hujan.

Universitas Sumatera Utara

45

Kandungan Fosfor Total pada substrat
Fosfor termasuk salah satu dari beberapa unsur yang essensial untuk
pertumbuhan ganggang dalam air. Berdasarkan hasil penelitian, kandungan fosfor
total di musim kemarau cenderung mengalami penurunan seperti pada stasiun III
segmen 1 sebesar 13,02 ppm. Penurunan drastis kandungan fosfor terjadi pada
segmen 2 di stasiun III sebesar 9,68 ppm dan stasiun IV sebesar 26,68 ppm.
Kandungan fosfor total di perairan Rawa Kongsi pada setiap stasiun pengamatan
dapat dilihat pada Gambar 10.

(a)

(b)
Gambar 10. Kandungan Fosfor Total di Perairan Rawa Kongsi pada Setiap
Stasiun Pengamatan (a) Musim Penghujan (b) Musim Kemarau
Fosfor total terendah pada musim penghujan berada di stasiun I segmen 1
senilai 0,24 ppm, dan tertinggi di stasiun IV segmen 2 senilai 27,14 ppm. Untuk

Universitas Sumatera Utara

46

musim kemarau fosfor total terendah di stasiun IV segmen 1 senilai 0,24 ppm, dan
tertinggi di stasiun III segmen 3 senilai 2,38 ppm.

Tekstur Tanah dan pH Tanah pada substrat
Berdasarkan hasil penelitian, tekstur tanah pada setiap stasiun dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10. Tekstur Tanah pada Setiap Stasiun Pengamatan
(a) Musim Penghujan
Kedalaman
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Lempung berpasir Lempung liat berpasir Lempung berpasir Lempung berpasir
Segmen 1
Segmen 2
Liat berpasir
Liat
Lempung berliat
Lempung berliat
Segmen 3
Liat
Liat
Lempung liat berpasir
Liat
(b) Musim Kemarau
Kedalaman
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Pasir berlempung
Lempung berpasir Lempung berpasir Lempung berpasir
Segmen 1
Segmen 2 Lempung liat berpasir Lempung liat berpasir Lempung berpasir Lempung liat berpasir
Segmen 3 Lempung liat berpasir Lempung liat berpasir Lempung berpasir Lempung liat berpasir
Musim penghujan tekstur tanah pada segmen 1 stasiun I, III dan IV adalah
lempung berpasir, sedangkan di stasiun II lempung liat berpasir. Segmen 2 stasiun
III dan IV memiliki tekstur lempung berliat, stasiun I liat berpasir dan stasiun 2
adalah liat. Segmen 3 stasiun I, II dan IV memiliki tekstur liat dan di stasiun III
bertekstur lempung liat berpasir.
Musim kemarau kondisi tekstur tanah Rawa Kongsi lebih seragam yaitu
pada stasiun III di semua segmen bertekstur lempung berpasir, dan segmen 2 dan
3 di stasiun I, II dan IV bertekstur lempung liat berpasir. Perubahan tekstur tanah
di pengambilan I dan II dapat dikaitkan dengan proses penguapan yang terjadi di
dasar perairan.

Universitas Sumatera Utara

47

Selain dari tekstur tanah, nilai pH tanah juga diukur guna mengetahui
kondisi bahan organik yang tersedia di perairan Rawa Kongsi. Berdasarkan
pengukuran di laboratorium, diperoleh nilai pH tanah antara musim penghujan
dan kemarau berkisar antara 4,42 – 6,95. Menurut Kartasapoetra (1957), kondisi
pH tanah tergolong sangat masam sekali pada segmen 1, di musim penghujan
berada di stasiun III senilai 4,42 dan di musim kemarau berada di stasiun I senilai
4,56 . Selain dari itu, pH tanah Rawa Kongsi sesuai dengan kondisi pH tanah rawa
menurut Mukhlis, dkk (2011) yaitu senilai 5,0 – 7,0. pH tanah di setiap stasiun
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 11.

(a)

(b)
Gambar 11. pH Tanah di Setiap Stasiun Pengamatan (a) Musim Penghujan
(b) Musim Kemarau

Universitas Sumatera Utara

48

Analisis Fisika Kimia Perairan
Hasil pengukuran kualitas air berdasarkan data pengamatan di lapangan
diperoleh nilai rata-rata parameter pada setiap stasiun yang disajikan pada
Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Parameter Fisika-Kimia Perairan
(a). Musim Penghujan
Parameter
Fisika
Kedalaman air
Suhu
Kimia
Nitrat
Nitrit
Posfat
pH
DO
BOD

Satuan

Alat

cm
°C

Papan berskala
Termometer

mg/L
mg/L
mg/L
ppm
ppm

Spektrofotometri
Spektrofotometri
Spektrofotometri
pH meter
DO meter
DO meter

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 3

Stasiun 4

116
31

92
31

85
31,6

90
32

< 0,5
0,0261
0,18
6,8
3,6
0,6

< 0,5
0,031
0,16
6,7
3,6
0,3

< 0,5
0,0849
0,19
6,6
4,9
2,8

< 0,5
0,0254
0,28
6,4
4,3
0,5

(b). Musim Kemarau
Parameter
Fisika
Kedalaman air
Suhu
Kimia
Nitrat
Nitrit
Posfat
pH
DO
BOD

Satuan

Alat

cm
°C

Papan berskala
Termometer

mg/L
mg/L
mg/L
ppm
ppm

Spektrofotometri
Spektrofotometri
Spektrofotometri
pH meter
DO meter
DO meter

Stasiun 1 Stasiun 2

Stasiun 3

Stasiun 4

119
31

92
32

83
31

103
31

< 0,5
0,0017
0,02
6,6
3,3
0,4

< 0,5
0,0002
0,06
6,8
5,7
3,9

< 0,5
0,0002
0,02
6,4
3,1
2

< 0,5
0,0002
0,02
6,2
5
2,8

Berdasarkan Tabel 11, pengukuran kedalaman perairan menggunakan
papan berskala berukuran 150 cm. Hasil pengukuran di lapangan pada musim
penghujan atau kemarau kedalaman tergolong seragam, kecuali pada stasiun IV
pada musim kemarau terjadi peningkatan kedalaman sebesar 13 cm dibandingkan
pada musim penghujan.
Suhu perairan diukur dengan menggunakan termometer air pada setiap
stasiun pengamatan. Berdasarkan hasil pengukuran pada penghujan dan kemarau
diperoleh bahwa stasiun I hingga stasiun IV memiliki suhu yang hampir seragam

Universitas Sumatera Utara

49

yaitu 31°C - 32°C. Kondisi suhu yang seragam ini dapat diakibatkan karena
cahaya matahari tidak terhalang untuk menembus langsung ke badan perairan
Rawa Kongsi.
Kandungan

nitrat

diukur

menggunakan

metode

spektrofotometri.

Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa kandungan nitrat pada semua stasiun pada
pengambilan musim penghujan dan kemarau adalah sama yaitu < 0,5 mg/l.
Berbeda

dengan

kandungan

nitrit

yang

diukur

dengan

metode

spektrofotometri. Pada pengambilan musim kemarau, nitrit menurun dengan nilai
hanya berkisar 0,0002 mg/L – 0,0017 mg/L. Namun di musim penghujan, nitrit
paling tinggi berada di stasiun III melewati baku mutu air PP No 82 Tahun 2001
dengan nilai 0,0849 mg/L.
Kandungan fosfat diukur juga menggunakan metode spektrofotometri
Tidak hanya nitrit, fosfat pada musim kemarau juga menurun dengan hanya
berkisar 0,02 mg/L – 0,06 mg/L, sedangkan di musim penghujan berkisar antara
0,16 mg/L - 0,28 mg/L. Fosfat paling tinggi pada musim penghujan di stasiun IV
senilai 0,28 mg/L telah melewati baku mutu air PP No 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
pH perairan diukur dengan menggunakan pH meter. Berdasarkan hasil
pengukuran di musim penghujan dan kemarau diperoleh bahwa stasiun I hingga
stasiun IV memiliki pH air senilai 6,2 – 6,8. Keempat stasiun memiliki pH yang
hampir seragam dan dikategorikan dalam kondisi perairan agak asam.
Pengukuran oksigen terlarut (DO) di lapangan menggunakan DO meter.
Hasil pengukuran DO dapat dilihat pada Tabel 10. Musim penghujan stasiun III
memiliki DO yang paling tinggi dibandingkan stasiun lainnya senilai 4,9 ppm

Universitas Sumatera Utara

50

karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya
fotosintesis oleh tumbuhan air seperti enceng gondok. Stasiun I dan II memiliki
nilai DO yang sama senilai 3,6 ppm. APHA (1989) dalam Ginting (2011), oksigen
terlarut memiliki peranan yang sangat penting dalam penguraian bahan organik
oleh berbagai jenis mikroorganisme aerobik. Jika dibandingkan dengan musim
kemarau, DO tertinggi berada di stasiun II senilai 5,7 ppm, dan terendah di stasiun
III senilai 3,1 ppm.
Pengukuran BOD5 merupakan pengukuran pada parameter yang umum
dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran bahan organik pada air limbah.
Musim penghujan BOD5 tertinggi berada di stasiun III senilai 2,8 ppm dan
terendah di stasiun II senilai 0,3 ppm. Musim kemarau BOD5 tertinggi berada di
stasiun II senilai 3,9 ppm dan terendah di stasiun I senilai 0,4 ppm.

Hubungan C-organik dengan Nitrogen Total dan Fosfor Total
Hubungan C-organik dengan nitrogen total dan fosfot total dianalisis
menggunakan aplikasi SPSS versi 18.0. Tujuannya untuk melihat analisis korelasi
antara C-organik dengan nitrogen total dan fosfot total sehingga diketahui derajat
atau keeratan hubungan antara C-organik dengan nitrogen total dan fosfot total.
Hubungan C-organik dengan nitrogen total dan fosfot total dapat dilihat pada
Tabel 12 dan hubungan antar parameter secara keseluruhan dapat dilihat pada
Lampiran 9.

Universitas Sumatera Utara

51

Tabel 12. Hubungan C-organik dengan nitrogen total dan fosfot total
(a). Musim Penghujan
Korelasi Pearson
Pembeda
Bahan Organik Nitrogen Total Fosfor Total
Segmen 1 1
0,987*
0,92
Segmen 2 1
0,82
-0,196
Segmen 3 1
0,816
0,099
(b). Musim Kemarau
Korelasi Pearson
Bahan Organik Nitrogen Total
Segmen 1 1
0,933
Segmen 2 1
0,923
Segmen 3 1
0,929
Keterangan : *
: Signikan
Nilai + : Arah Korelasi Searah
Nilai - : Arah Korelasi Berlawanan
Pembeda

Fosfor Total
0,678
0,273
0,437

Berdasarkan Tabel 12, hubungan bahan organik dengan nitrogen total pada
musim penghujan dan kemarau memiliki hubungan yang sangat kuat dengan nilai
korelasi pada segmen 1 paling tinggi yaitu 0,987. Sebaliknya dengan fosfor total
di musim penghujan yang tingkat korelasinya semakin rendah bahkan pada
segmen 2 sebesar -0,196 yang berarti apabila bahan organik tinggi maka fosfor
akan rendah namun hubungannya sangat rendah.
Hubungan bahan organik dengan nitrogen total dan fosfor total pada
segmen 1 senilai 0,933 dan 0,678 yang menunjukkan hubungan yang kuat, namun
untuk segmen selanjutnya kandungan fosfor total memiliki tingkat hubungan yang
rendah dengan bahan organik, artinya fosfor tidak memberikan dampak langsung
pada kandungan bahan organik.

Universitas Sumatera Utara

52

Pembahasan
Kandungan C-Organik pada substrat
Kandungan C-organik pada pengambilan I di musim penghujan dan II di
musim kemarau dilihat dari segmennya memiliki pola yang sama yaitu semakin
ke dalam segmen maka kandungan C-org semakin rendah. Hal ini sesuai dengan
Yulipriyanto (2010) yang menyatakan bahwa pada umumnya perbandingan
kandungan C-org pada lapisan subsoil lebih rendah daripada lapisan permukaan,
dikarenakan proses aerasi tanah yang semakin ke dalam substrat tidak begitu baik.
Berdasarkan Gambar 8, musim kemarau di stasiun III segmen 1 dan
segmen 2 C-org menurun dibandingkan musim penghujan. Hal ini dikarenakan
bahan organik cenderung turun akibat dekomposisi bahan organik yang dipercepat
di musim kemarau, sedangkan bahan organik di musim penghujan dekomposisi
bahan organiknya diperlambat. Kemudian kondisi di musim penghujan dengan
tekstur cenderung liat mampu meningkatkan kandungan bahan organik (Tabel
10). Hal ini sesuai dengan Huang dan Schnitzer (1997), bahwa tekstur dengan
kadar liat lebih tinggi, mampu mengikat lebih banyak C sehingga substrat organik
terdekomposisi lebih lambat jika bersinggungan dengan liat.
Terjadinya penurunan 0,6% di stasiun III segmen 2 dan peningkatan
0,54% di stasiun IV segmen 2 pada kemarau dapat disebabkan sebagai fluktuasi
bahan organik akibat dari masukan bahan organik yang besar di stasiun III dan IV
yang berasal dari buangan rumah tangga, vegetasi enceng gondok, dan sisa batang
kelapa sawit yang masuk ke badan perairan. Hal ini didukung oleh Hadinafta
(2009) bahwa kandungan bahan organik di perairan akan mengalami fluktuasi
yang disebabkan bervariasinya jumlah masukan baik dari domestik, pertanian,

Universitas Sumatera Utara

53

industri maupun sumber lainnya. Kandungan bahan organik dalam perairan akan
mengalami peningkatan yang disebabkan buangan dari rumah tangga, pertanian.
Kandungan bahan organik di penghujan dan kemarau pada stasiun III
relatif lebih tinggi dibandingkan stasiun II (Gambar 8). Tingginya kandungan
bahan organik pada stasiun III dipengaruhi oleh vegetasi tumbuhan enceng
gondok dan hasil buangan pemukiman yang berada di sekitar daerah penelitian
yang masing-masing memberikan sumbangan bahan organik ke perairan.
Kondisi stasiun II dengan adanya limbah rumah tangga yang masuk dan
hasil kotoran ternak yang langsung ke perairan rawa serta stasiun IV yang dekat
pada aktivitas kelapa sawit menyumbang bahan organik masuk ke perairan rawa.
Stasiun I bahan organik tergolong rendah dibanding lainnya disebabkan input
bahan organik hanya dari aktivitas pemancingan saja, tidak ada vegetasi yang
tumbuh pada stasiun ini. Kandungan bahan organik dalam perairan akan
mengalami peningkatan, antara lain sebagai akibat dari limbah rumah tangga,
pertanian, industri, hujan dan aliran air permukaan (Masyamsir, 1986).

Kandungan Nitrogen Total pada substrat
Kandungan nitrogen total pada substrat secara keseluruhan berkisar antara
0,05% - 0,56%. Kandungan N total yang tertinggi di penghujan dan kemarau
berada di stasiun III segmen I yaitu dikarenakan pengaruh dari tingginya vegetasi
enceng gondok dan limbah buangan rumah tangga yang merupakan sumber
nutrien di perairan. Rawa Kongsi memiliki tingkat kesuburan tergolong rendah
hingga sedang sebab A’in (2009), menyatakan bahwa perairan dengan kandungan
N Total 0,1 % - 0,3 % termasuk dalam kriteria rendah, 0,3 % - 0,6 % termasuk

Universitas Sumatera Utara

54

dalam kriteria sedang dan 0,6 % - 1,0 % termasuk dalam kriteria tinggi. Pada
daerah rawa, nitrifikasi sangat terhambat sehingga bentuk ammonium stabil dan
langsung diserap oleh tanaman air sehingga lebih mengefisienkan penggunaan P
dalam tanah. Hanafiah (2005) menyatakan bahwa nitrogen dalam tanah berasal
dari hasil dekomposisi bahan organik, sisa-sisa tanaman ataupun binatang,
pemupukan (terutama urea dan ammonium nitrat) dan air hujan.
Kandungan nitrogen semakin ke dalam segmen semakin rendah. Nilai
kandungan nitrogen pada sedimen lebih rendah karena menurut Komarawidjaja
(2005), terjadi fenomena denitrifikasi pada senyawa nitrogen yang menyebabkan
nitrogen tidak mengalami akumulasi di sedimen.

Kandungan Fosfor Total pada substrat
Kandungan fosfor total pada substrat berkisar antara 0,24 ppm - 27,14
ppm. Stasiun IV segmen 2 kandungan fosfor yang paling tinggi yaitu 27,14 ppm,
lalu stasiun III segmen 1 sebesar 15,16 ppm. Sedimen merupakan tempat
penyimpanan fosfor yang baik. Widjaja (2002) menyatakan bahwa sisa dari input
fosfor adalah dalam bentuk partikel yang menetap di sedimen dasar. Hal ini sesuai
dengan Effendi (2003), fosfor bersifat larut dan mengendap pada sedimen
sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh algae akuatik.
Kondisi pH tanah di Rawa Kongsi berkisar 4,45 – 6,95 (Gambar 11) yang
mendukung tersedianya fosfor di dasar perairan. Pengambilan I di musim
penghujan, stasiun III segmen 1 dengan pH 4,42 mengandung fosfor sebesar
15,16 ppm yang lebih besar dibanding segmen lainnya, disebabkan kandungan
bahan organik yang juga tinggi dibanding segmen lainnya. Hal ini sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara

55

Brady (1974) bahwa bahan organik memperbesar ketersediaan fosfat tanah,
melalui hasil dekomposisinya yang menghasilkan asam-asam organik dan CO2.
Gas CO2 larut dalam air membentuk asam karbonat yang mampu melapukkan
beberapa mineral primer tanah. Brady (1974) juga menerangkan bahwa
ketersediaan fosfor tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Ketersediaan fosfor
maksimum pada kebanyakan tanah dijumpai pada kisaran pH antara 5,5 - 7,0.
Ketersedian fosfor akan menurun bila pH tanah lebih rendah dari 5,5 atau lebih
tinggi dari 7,0. Di atas pH 7,0 fiksasi dilakukan oleh kalsium dan magnesium
yang banyak tersedia dan larut, menyebabkan fosfor mengendap sehingga
ketersediaannya menurun kembali.
Umumnya jumlah fosfor yang terlarut lebih sedikit dibandingkan dengan
yang tersuspensi. Sehingga fosfor terakumulasi pada sedimen perairan dan
mengakibatkan kandungan fosfor di sedimen menjadi tinggi. Hal ini didukung
oleh Komarawidjaja (2005), bahwa fosfor total terakumulasi didalam sedimen
sehingga kandungan fosfor total dalam sedimen tergolong tinggi. Hal ini dapat
dilihat karena kandungan N total pada stasiun III lebih rendah dibanding fosfor,
ini disebabkan karena terjadi fenomena denitrifikasi pada senyawa nitrogen, yang
menyebabkan nitrogen tidak mengalami akumulasi di sedimen, sedangkan
senyawa fosfor akan terakumulasi di sedimen, sehingga unsur fosfor merupakan
penyebab utama terjadinya eutrofikasi di stasiun III yang didominasi oleh enceng
gondok.

Universitas Sumatera Utara

56

Tekstur Tanah dan pH Tanah
Tekstur tanah sangat berkaitan dengan tinggi rendahnya bahan organik.
Berdasarkan Tabel 10, tekstur tanah mengalami perubahan dari kondisi lempung
berliat di penghujan menjadi lempung berpasir di musim kemarau. Hal ini
dikarenakan terjadinya proses penguapan. Hal ini sesuai dengan Baver, dkk
(1972) bahwa tanah yang tinggi kandungan airnya akan panas perlahan-lahan
dalam musim penghujan, tetapi akan cepat panas bila di musim kemarau. Selain
itu, Jenny (1946) menjelaskan bahwa curah hujan merupakan faktor yang sangat
penting dalam pelarutan dan pengangkutan (pencucian koloid tanah serta kation
yang dikandung tanah). Curah hujan serta suhu biasanya cukup tinggi di daerah
tropis sehingga proses pelapukan serta pencucian berjalan dengan sangat cepat.
Hal ini akan menghasilkan pelapukan lanjut, tanah miskin hara serta memiliki
reaksi masam. Sebaliknya pada daerah kering, proses pencucian berjalan sangat
lambat sehingga menghasilkan tanah yang kurang masam dan kandungan kation
basa lebih tinggi.
Stasiun III memiliki bahan organik yang tinggi dibanding stasiun lainnya,
didukung banyak input bahan organik dari vegetasi enceng gondok dan limbah
rumah tangga. Selain itu teksturnya pada segmen 1 lempung berpasir, segmen 2
lempung berliat dan segmen 3 lempung liat berpasir. Hal ini sesuai dengan A’in
(2009) bahwa tanah yang memiliki ukuran partikel kecil (liat) akan berkaitan lebih
kuat dibanding dengan ukuran yang lebih besar (pasir). Liat memiliki luas
permukaan yang lebih luas dibanding partikel yang lebih besar. Jika luas
permukaan meningkat maka jumlah air dan unsur hara yang diikat akan
meningkat pula. Sehingga kadar air berkorelasi dengan kandungan bahan organik.

Universitas Sumatera Utara

57

Semakin tinggi kemampuan sedimen mengikat air maka kandungan bahan organik
akan semakin besar.
Musim kemarau yang kandungan bahan organiknya rendah disebabkan
tekstur tanah di musim kemarau yang cenderung lempung berpasir dan lempung
liat berpasir. Ini disebabkan tekstur sedimen berpasir cenderung tidak mengikat
begitu banyak bahan organik karena teksturnya yang kasar dan bersifat terpisahpisah (Rafni, 2004). Keadaan ini sesuai menurut Ardi (2002) bahwa sedimen
berpasir memiliki kandungan bahan organik lebih sedikit dibandingkan sedimen
lumpur, karena dasar perairan berlumpur cenderung mengakumulasi bahan
organik yang terbawa oleh aliran air, dan tekstur serta ukuran partikel yang halus
memudahkan terserapnya bahan organik.
pH tanah secara keseluruhan pada semua stasiun senilai 4,42 – 6,95.
Menurut Kartasapoetra, dkk, (1987), kondisi tanah tersebut tergolong masam
sekali hingga menuju netral. Menurut Hanafiah (2005), pH optimum untuk
ketersediaan unsur hara tanah adalah sekitar 7,0 karena pada kisaran ini semua
unsur makro tersedia secara maksimum. Berdasarkan Gambar 10, musim
penghujan fosfor total pada stasiun IV segmen 2 sebesar 27,14 ppm dengan pH
tanah 6,19, lalu pH segmen 3 menurun menjadi 5,94 maka kandungan fosfor total
juga menurun menjadi 5 ppm. Hal ini sesuai dengan Sarief (1985) pada pH kurang
dari 6 ketersedian unsur hara (salah satunya fosfor) akan menurun dengan cepat.
pH tanah juga memiliki hubungan erat dengan kandungan bahan organik. Derajat
keasaman yang terlalu rendah menghambat kelancaran perombakan bahan organik
sehingga terjadi penurunan bahan organik.

Universitas Sumatera Utara

58

Analisis Fisika Kimia Air
Analisis fisika air meliputi suhu dan kedalaman, sedangkan kimia air
dianalisis nitrat, nitrit, fosfat, pH, DO dan BOD. Hasil pengukuran di lapangan
pada penghujan dan kemarau yang memiliki kedalaman tertinggi adalah stasiun I
sebesar 119 cm dan terendah pada stasiun III sebesar 83 cm. Stasiun III memiliki
kedalaman lebih rendah karena terdapat endapan dari sisa-sisa serasah Eceng
Gondok dan buangan pemukiman penduduk yang jatuh ke dasar perairan yang
semakin lama semakin menumpuk sehingga menyebabkan pendangkalan pada
stasiun tersebut.
Berdasarkan Tabel 11, musim penghujan suhu pada stasiun I dan II yaitu
31°C, stasiun III sebesar 31,6°C dan stasiun IV sebesar 32°C. Persamaan antara
stasiun I dan II bisa diakibatkan saat sampling kondisi cuaca iklim yang stabil.
Selain itu, perairan rawa yang cenderung statis tidak mengubah suhu air secara
signifikan. Hal ini sesuai dengan Arika (2005) bahwa kestabilan suhu di perairan
dipengaruhi oleh adanya masukan limbah panas, kondisi topografi wilayah, proses
pemanasan suhu matahari dan suhu udara.
Hasil pengukuran kandungan nitrat pada semua stasiun sama yaitu < 0,5
mg/L yang menandakan bahwa perairan Rawa Kongsi tergolong pada tingkat
kesuburan sedang. Hal ini sesuai dengan Nugroho (2006) yang menyatakan
apabila kandungan nitrat berada≤ 0,226 tergolong kurang subur, 0,227 – 1,129
tergolong kesuburan sedang, dan 1,130 – 11,290 kesuburan tinggi. Hasil
pengukuran nitrit di musim penghujan, nitrit paling tinggi berada di stasiun III
melewati baku mutu air PP No 82 Tahun 2001 dengan nilai 0,0849 mg/L.

Universitas Sumatera Utara

59

Pengukuran fosfat di musim penghujan pada stasiun I sebesar 0,18 mg/L,
stasiun II sebesar 0,16 mg/L, stasiun III sebesar 0,19 mg/L, dan stasiun IV sebesar
0,28 mg/L. Kesuburan perairan Rawa Kongsi dilihat dari kandungan fosfatnya
tergolong baik sekali, terutama di stasiun IV tergolong sangat baik sekali karena
nilai

fosfatnya

0,28

mg/L.

Menurut

Nugroho

(2006),

kadar

fosfat

0,101 – 0,200 tergolong kesuburan yang baik sekali dan > 0,201 tergolong sangat
baik sekali. Namun musim penghujan fosfat paling tinggi di stasiun IV senilai
0,28 mg/L yang telah melewati baku mutu air PP No 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lampiran 10).
Peningkatan kandungan fosfat di stasiun IV dipengaruhi adanya aktivitas
pertanian kelapa sawit. Hal ini didukung oleh Barus (2004) bahwa terjadinya
penambahan konsentrasi fosfat sangat dipengaruhi oleh adanya masukan limbah
industri, penduduk, pertanian dan aktivitas masyarakat lainnya. Fosfor terutama
berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi ke dalam air tanah dan
akhirnya masuk ke dalam badan perairan.
Berdasarkan hasil pengukuran pH di penghujan dan kemarau nilai pH
berkisar antara 6,2 – 6,8. Keempat stasiun memiliki pH yang hampir seragam dan
dikategorikan dalam kondisi perairan agak asam. Menurut Sinambela (1994)
bahwa kehidupan dalam air masih bisa bertahan bila perairan mempunyai kisaran
pH 5 – 9. Secara keseluruhan nilai pH yang didapatkan dari keempat stasiun
masih dapat mendukung kehidupan biota perairan.
Kandungan oksigen terlarut (DO) tertinggi pada musim penghujan pada
stasiun III sebesar 4,9 ppm yang banyak vegetasi enceng gondok dan tanaman liar
menunjukkan bahwa proses fotosintesis oleh tumbuhan air mampu meningkatkan

Universitas Sumatera Utara

60

DO. Hal ini sesuai dengan Silalahi (2009), pada lapisan permukaan DO akan lebih
tinggi karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya
fotosintetis oleh tumbuhan air. Musim kemarau DO tertinggi berada di stasiun II
sebesar 5,7 ppm diduga akibat pengukuran DO sewaktu siang hari sebab pada
siang hari, ketika terjadi fotosintesis, jumlah oksigen terlarut cukup banyak.
Sebaliknya pada malam hari, ketika tidak terjadi fotosintesis oksigen yang
terbentuk selama siang hari akan dipergunakan oleh ikan dan tumbuhan air,
sehingga sering terjadi penurunan konsentrasi oksigen secara drastis
Pengukuran BOD5 di musim penghujan yang paling tinggi adalah stasiun
III yaitu sebesar 2,8 ppm, dengan DO 4,9 ppm. Diketahui bahwa kandungan DO
berbanding terbalik dengan BOD. Hasil pengukuran BOD5 diketahui bahwa
perairan Rawa Kongsi tidak tercemar, sebab memiliki BOD5 kisaran 0,3 – 2,8
ppm. Menurut Lee, dkk., (1978) nilai BOD5 senilai ≤ 2,9 tergolong tidak
tercemar. Selain itu, adanya perbedaan nilai BOD5 di setiap stasiun disebabkan
oleh jumlah bahan organik yang berbeda pada masing-masing stasiun yang
berhubungan dengan defisit oksigen karena oksigen tersebut digunakan oleh
mikroorganisme dalam proses penguraian bahan organik yang mengakibatkan
nilai BOD5 meningkat. Menurut Wargadinata (1995), bahwa nilai BOD5
menunjukkan terjadinya pencemaran dalam suatu perairan.

Hubungan C-organik dengan Nitrogen Total dan Fosfor Total
Hasil analisa korelasi Pearson (Tabel 11) pada musim penghujan
menggambarkan bahwa segmen 1 nitrogen total sebesar 0,987* yang berarti ada
hubungan signifikan antara nitrogen total dengan bahan organik, nitrogen total

Universitas Sumatera Utara

61

berhubungan sangat kuat dengan bahan organik, demikian juga fosfor total dengan
nilai sebesar 0,92 memiliki hubungan sangat kuat dengan bahan organik. Pada
segmen 2 nitrogen total sebesar 0,82 yang menunjukkan nitrogen total
berhubungan sangat kuat dengan bahan organik. Namun sebaliknya dengan fosfor
total di musim penghujan yang nilai korelasinya semakin rendah bahkan pada
segmen 2 sebesar -0,196 yang berarti apabila bahan organik tinggi maka fosfor
akan rendah namun hubungannya sangat rendah.
Nitrogen total pada segmen 3, sebesar 0,816 yang berarti nitrogen total
berhubungan sangat kuat dengan bahan organik. Namun sebaliknya dengan fosfor
total pada segmen 3 hanya sebesar 0,099 yang berarti hubungan antara bahan
organik dengan fosfor memiliki hubungan yang lemah.
Hubungan bahan organik dengan nitrogen total dan fosfor total pada
segmen 1 senilai 0,933 dan 0,678 yang menunjukkan hubungan yang kuat, namun
untuk segmen selanjutnya kandungan fosfor total memiliki tingkat hubungan yang
rendah dengan bahan organik, artinya fosfor tidak memberikan dampak langsung
pada kandungan bahan organik.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dinyatakan bahwa akumulasi bahan
organik pada sedimen di dasar perairan lebih mempunyai hubungan sangat kuat
dengan sediaan nitrogen dibandingkan dengan sediaan fosfor pada setiap
segmennya.

Rekomendasi Pengelolaan
Berdasarkan hasil penelitian perlu dilakukan upaya pengelolaan ekosistem
rawa Kongsi untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya ikan yang bertanggung

Universitas Sumatera Utara

62

jawab, sehingga dapat mempertahankan keanekaragaman ikan di perairan Rawa
Kongsi. Seperti informasi yang d