Laju Produktivitas Primer Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

22

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Rawa
Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu
kesatuan. Di dalam ekosistem perairan terdapat faktor-faktor abiotik dan biotik
(produsen, konsumen dan pengurai) yang membentuk suatu hubungan timbal
balik dan saling mempengaruhi. Perairan danau merupakan salah satu bentuk
ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara fisik, danau merupakan
suatu tempat yang luas yang mempunyai air yang tetap, jernih atau beragam
dengan aliran tertentu (Silalahi, 2009).
Suatu perairan disebut rawa bila perairan tersebut dangkal dengan tepi
yang landai serta dipenuhi oleh tumbuhan air. Perairan disebut waduk bila
terbentuk akibat pembendungan sungai. Perairan disebut danau bila perairan itu
dalam dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan
keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan
proses terjadinya danau dikenal dengan danau tektonik (terjadi akibat gempa) dan
danau vulkanik (akibat aktivitas gunung berapi) (Fitra, 2008).
Lahan rawa sebenarnya merupakan lahan yang menempati posisi peralihan
di antara sistem daratan dan sistem perairan (sungai, danau, atau laut), yaitu antara

daratan dan laut, atau di daratan sendiri, antara wilayah lahan kering (uplands)
dan sungai/danau. Dalam kondisi alami, sebelum dibuka untuk lahan pertanian,
lahan rawa ditumbuhi berbagai tumbuhan air, baik sejenis rumputan (reeds,
sedges, dan rushes), vegetasi semak maupun kayu-kayuan / hutan, tanahnya jenuh
air atau mempunyai permukaan air tanah dangkal (Gandasasmita, 2006).

Universitas Sumatera Utara

23

Rawa mempunyai sistem ekologi termasuk karakteristik fisika-kimia yang
khas terkait musim maupun habitat dan subhabitat yang ada di ekosistem ini.
Sistem hidrologi di rawa menyebabkan adanya periode tergenang dan kering area
rawa. Karakteristik ekologi maupun hidrologi rawa menjadi faktor kunci bagi
produktivitas ekosistem ini. Pada sistem perairan rawa menerima nutrien (baik
organik maupun inorganik, dalam bentuk gas, terlarut maupun partikulat) secara
langsung dari sungai utama, namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, yaitu
hujan, runoff, air tanah, dan limbah rumah tangga (Jubaedah, dkk., 2015).
Perairan rawa adalah lahan genangan air yang secara alamiah terjadi terus
menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat, serta mempunyai ciri-ciri

khusus secara fisika, kimiawi dan. Menurut Rukmini, dkk (2012), rawa monoton
merupakan lahan lebak atau lahan yang rejim airnya juga dipengaruhi oleh hujan,
baik yang turun di lokasi maupun di daerah sekitarnya.
Berdasarkan macam dan tingkat kendala dalam pengembangan dan
pengelolaan, lahan rawa dibagi menjadi lima tipologi lahan yaitu: lahan potensial,
lahan sulfat masam, lahan gambut, lahan salin atau pantai dan lahan lebak.
Berdasarkan jenis tanahnya, kawasan rawa ditempati oleh tiga kelompok tanah
utama yaitu: tanah gambut (peat soils), tanah marin sulfat asam (acid sulphate
soils)

dan

tanah

alluvial

nonsulfat

masam


termasuk

tanah

salin

(Soedarsono, 2004).

Universitas Sumatera Utara

24

Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak
Rawa Kongsi yang terletak di Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli
Serdang merupakan termasuk perairan lentik (lentic water), atau disebut juga
perairan tenang. Rawa Kongsi merupakan suatu perairan yang dapat dimanfaatkan
oleh beberapa sektor seperti pertanian, perikanan, dan peternakan. Adanya
berbagai aktivitas manusia di sekitar Rawa Kongsi tentu akan mengalami
perubahan-perubahan ekologis di mana kondisinya sudah berbeda dengan kondisi
alaminya. Rawa Kongsi memiliki luas area ± 6000 m2 (0,6 ha). Gambar perairan

rawa Kongsi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak
Kegiatan masyarakat atau penduduk di kawasan Rawa Kongsi baik berada
langsung di tepi rawa maupun di daratan mempengaruhi kualitas

air rawa.

Kegiatan pertanian, peternakan, memberikan limbah. Di sisi lain terdapat
tumbuhan air yang pertumbuhannya sangat cepat sehingga sebagian wilayah rawa
tertutupi oleh tumbuhan eceng gondok dimana tumbuhan ini akan mengganggu
kualitas air. Sumber air Rawa Kongsi berasal dari air hujan, air tersebut tidak
dapat dialirkan sehingga bahan-bahan organik ataupun anorganik terakumulasi di
dalam perairan tersebut, mengakibatkan kualitas air akan semakin menurun.

Universitas Sumatera Utara

25

Fitoplankton

Fitoplankton adalah makhluk renik yang melayang di permukaan air.
Fitoplankton sering ditemukan di seluruh massa air pada zona eufotik berukuran
miksroskopis dan memiliki klorofil sehingga mampu membentuk zat organik dari
zat anorganik melalui fotosintesis. Fitoplankton sebagai organisme autotrof
menghasilkan oksigen yang akan dimanfaatkan oleh organisme lain, sehingga
fitoplankton mempunyai peranan penting dalam menunjang produktivitas perairan
(Salam, 2010).
Penangkapan energi matahari oleh tumbuhan hijau dan perubahan
sebagian dari energi sinar ini menjadi energi kimia melalui fotosintesis disebut
produksi primer. Fotosintesis memainkan peranan penting dalam pengaturan
metabolisme komunitas. Laju fotosintesis bertambah dua atau tiga kali lipat untuk
setiap 10oC kenaikan suhu. Meskipun demikian, intensitas sinar dan suhu yang
ekstrim cenderung memiliki pengaruh menghambat laju fotosintesis. Fotosintesis
mempengaruhi penyerapan energi radiasi dan karbondioksida serta pelepasan
oksigen. Tanpa adanya sinar matahari, fotosintesis tertahan namun pernafasan
akan tetap berlanjut. Dengan adanya sinar, proses fotosintesis dan respirasi terjadi
serentak. Fakta - fakta ini digunakan untuk mencari cara pengukuran produksi
primer (Sinurat, 2009).
Fitoplankton berpotensi menjadi indikator terbaik dalam perairan. Ada
genera fitoplankton yang dikenal melimpah subur dalam daerah tercemar tinggi.

Fitoplankton dapat berperan sebagai salah satu dari parameter ekologi yang dapat
menggambarkan kondisi kualitas perairan. Fitoplankton merupakan dasar
produsen primer mata rantai makanan di perairan. Keberadaannya di perairan

Universitas Sumatera Utara

26

dapat menggambarkan status suatu perairan. Fitoplankton memiliki hubungan
positif dengan kesuburan perairan. Apabila fitoplankton di suatu perairan tinggi
maka perairan cenderung memiliki produktivitas yang tinggi pula (Salam, 2010).
Ketersedian nutrien, cahaya, pengadukan,masa tinggal air (water residence
time) dan suhu adalah faktor utama yang menentukan pertumbuhan dan komposisi
fitoplankton. Selanjutnya dikemukakan bahwa biomassa dan komposisi
fitoplankton dikendalikan oleh adanya pemangsaan (grazing) oleh zooplankton
Unsur hara anorganik terutama fosfor dan nitrogen adalah material yang
merupakan faktor penentu dalam kaitannya dengan produktivitas primer perairan.
Kedua nutrient anorganik ini, terutama fosfor memiliki peranan yang sangat
nyata, karena dapat mempercepat meningkatnya produktivitas primer perairan.
Kadar nutrien yang tinggi dalam perairan melebihi kebutuhan normal organisme

akan menyebabkan eutrofikasi memungkinkan plankton berkembang dalam
jumlah yang melimpah kemudian akan menyebabkan kematian (Siagian, 2012).
Klorofil -a
Ada dua macam klorofil yang terdapat pada tanaman dan alga hijau, yaitu
klorofil-a dan klorofil-b. Kedua klorofil tersebut menyerap cahaya paling kuat
pada spektrum merah dan ungu. Cahaya hijau hanya sedikit sekali yang diserap,
oleh karena itu pada saat cahaya menyinari klorofil yang memiliki struktur seperti
daun, cahaya hijau diteruskan dan dipantulkan sehingga struktur klorofil kelihatan
berwarna hijau. Klorofil adalah pigmen hijau yang terdapat pada tumbuhan.
Klorofil -a adalah tipe klorofil yang paling umum dari tumbuhan, kegunaannya
bagi tanaman adalah untuk fotosintesis (Sitorus, 2009). Gambar struktur klorofil
-a dan klorofil -b dapat dilihat pada Gambar 3.

Universitas Sumatera Utara

27

Klorofil -a

Klorofil -b

Gambar 3. Struktur Klorofil -a dan Klorofil -b
Kandungan pigmen fotosintesis (terutama klorofil-a) dalam air sampel
menggambarkan biomassa fitoplankton dalam suatu perairan. Klorofil-a
merupakan pigmen yang selalu ditemukan dalam fitoplankton serta semua
organisme autotrof dan merupakan pigmen yang terlibat langsung (pigmen aktif)
dalam proses fotosintesis. Jumlah klorofil-a pada setiap individu fitoplankton
tergantung

pada

jenis

fitoplankton,

oleh

karena

itu


komposisi

jenis

fitoplankton sangat berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a di perairan
(Siagian, 2012).

Universitas Sumatera Utara

28

Apabila faktor abiotik terganggu maka faktor biotik terutama sekali
fitoplankton

sebagai

dasar

rantai


makanan

akan

ikut

terganggu.

Ketidakseimbangan faktor abiotik dengan biotik akan berpengaruh terhadap
kondisi perairan. Terganggunya kondisi perairan dapat diketahui dari tingkat
kesuburan yang semakin rendah. Kadar klorofil-a juga dapat digunakan sebagai
biomonitoring kualitas dan kesuburan perairan (produktivitas perairan). Semua
fitoplankton memiliki klorofil terutama sekali klorofil-a. Klorofil berfungsi
sebagai katalisator dan penyerap energi cahaya matahari. Dengan demikian proses
produksi zat organik dari zat anorganik dalam fotosintesis tidak akan terjadi
apabila tidak ada klorofil. Semakin tinggi kadar klorofil menandakan tingginya
kelimpahan fitoplankton di perairan (Fitra,2008). Bagan reaksi kimia fotosintesis:

Cahaya Matahari
6CO2


+ 6H2O

C6H12O6 + 6O2
Klorofil

Konsentrasi klorofil-a akan menurun dengan bertambahnya kedalaman.
Hal ini berkaitan dengan kondisi intensitas cahaya dan kandungan nutrient yang
sangat dibutuhkan fitoplankton untuk melakukan fotosintesis. Kandungan nutrient
di permukaan cenderung sedikit dan akan semakin meningkat dengan
bertambahnya kedalaman dan akan terakumulasi di bawah lapisan termoklin.
Sedangkan penetrasi cahaya matahari akan semakin berkurang dengan
bertambahnya kedalaman (Siagian, 2012).
Umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai sebagai
akibat dari tingginya suplai nutrient yang berasal dari daratan melalui limpasan air
sungai, sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas pantai. Meskipun demikian

Universitas Sumatera Utara

29

pada beberapa tempat masih ditemukan konsentrasi klorofol-a yang cukup tinggi,
meskipun jauh dari daratan. Keadaan tersebut disebabkan oleh adanya proses
sirkulasi massa air yang memungkinkan terangkutnya sejumlah nutrient dari
tempat lain (Sitorus, 2009).
Produktivitas Primer Perairan
Produktivitas merupakan istilah umum dalam ekologi, yang digunakan
proses pemasukan dan penyimpanan energi dalam bahan organik yang berasal
dari tumbuhan. Produktivitas meliputi pemasukan-pemasukan yang mencakup
pemindahan energi cahaya menjadi energi kimia oleh produsen. Hal ini sering
dinyatakan dalam satuan materi dari energi karena ditetapkan dalam penentuan
massa dan ketetapan konversi relative dari massa unit energi untuk jaringan
tumbuhan (Fahey and Knapp, 2007).
Produktivitas primer adalah produksi karbon organik per satuan waktu
yang merupakan hasil penangkapan energi matahari oleh tumbuhan hijau untuk
diubah menjadi energi kimia melalui fotosintesis. Produktivitas primer kotor
adalah jumlah total fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan dalam jangka
waktu tertentu. Sedangkan produktivitas primer bersih adalah besarnya sintesis
senyawa karbon organik selama proses fotosintesis dikurangi besarnya aktivitas
total respirasi pada terang dan gelap dalam jangka waktu tertentu. Besarnya
produktivitas primer suatu perairan mengindikasikan besarnya ketersediaan
nutrien terlarut (Pitoyo dan Wiryanto, 2011).
Produktivitas primer dapat membentuk senyawa-senyawa organik melalui
proses fotosintesis. Proses fotosintesis sendiri dipengaruhi oleh faktor konsentrasi
klorofil-a, serta intensitas cahaya matahari. Nilai produktivitas primer dapat

Universitas Sumatera Utara

30

digunakan sebagai indikasi tentang tingkat kesuburan suatu ekosistem perairan.
Sejauh ini, data dan informasi mengenai hubungan produktivitas primer dengan
konsentrasi klorofil-a serta hubungannya dengan faktor fisik-kimia air di perairan
(Barus, dkk., 2008).
Daerah tropis memiliki jumlah nutrien terlarut relatif banyak, karena suhu
yang hangat memacu proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme.
Proses fotosintesis berjalan melalui mekanisme enzimatis, sehingga berlangsung
pada rentang suhu tertentu. Kenaikan suhu memacu enzim mengkatalis proses
fotosintesis, tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan penghambatan
fotosintesis.

Distribusi

biomassa

organisme

fotoautotrof

mempengaruhi

produktivitas primer perairan. Distribusi biomassa organisme fotoautotrof dapat
terjadi secara temporal dan spatial (Pitoyo dan Wiryanto, 2011).
Besar kontras produktivitas ditentukan oleh ketersediaan air di tanah dan
ketersediaan nutrisi di dalam air tawar, dimana dalam hal ini suhu mempengaruhi
produktivitas. Komunitas plankton khususnya fitoplankton jauh lebih sedikit
dalam biomassa. Produktivitas perairan tergantung pada klorofil dan kandungan
nutrisi.

Efisiensi

dalam

penggunaan

energi

cahaya

matahari

untuk

produktivitas umumnya berkorelasi dengan produktivitas itu sendiri, tetapi
efisiensi

produktivitas

per

unit

klorofil

lebih

tinggi

pada

plankton

(Lieth and Whittaker, 1975)
Besaran produktivitas primer dinyatakan dalam gC/m3/hari, adapun C
yang dimaksudkan adalah karbon organik. Fitoplankton membentuk sejumlah
besar biomassa, kelompok ini hanya diwakili oleh beberapa filum saja. Sebagian
besar bersel satu dan mikroskopik, dan mereka termasuk filum Chrysophyta,

Universitas Sumatera Utara

31

yakni alga kuning-hijau yang meliputi diatom dan kokolitofor. Diatom merupakan
produsen primer yang terbanyak. Diatom terdapat di semua bagian perairan, tetapi
teramat melimpah di daerah permukaan massa air (upwelling) dan di lintang
tinggi, dimana terdapat air dingin yang penuh zat hara (Barus, dkk., 2008).
Hasil dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berklorofil
disebut sebagai produktivitas primer. Fotosintesis yang memainkan peranan
sangat penting dalam pengaturan metabolisme komunitas sangat dipengaruhi oleh
intensitas cahaya matahari, konsentrasi oksigen terlarut dan faktor temperature.
Laju fotosintesis bertambah 2-3 kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur
sebesar 10 ºC. Intensitas sinar dan temperatur yang ekstrim cenderung memiliki
pengaruh yang menghambat laju fotosintesis terjadi proses penyerapan energi
cahaya. Sebagai kebalikan dari fotosintesis dikenal proses respirasi yang meliputi
pengambilan oksigen serta pelepasan karbondioksida dan energi (Barus, 2004).
Menurut Wibowo (2004), pembagian tingkatan kesuburan perairan dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Pembagian tingkat kesuburan perairan
Kelompok Trofik
Ultra Oligotrofik

Konsentrasi rata-rata
klorofil (mg/m3)
25

Keterangan:
1. Konsentrasi rata – rata klorofil, merupakan konsentrasi rata – rata klorofil-a di
air permukaan
2. Konsentrasi maksimum klorofil, merupakan konsentrasi maksimum klorofil-a
di air permukaan

Universitas Sumatera Utara

32

Perbedaan tempat dan waktu menyebabkan perbedaan kondisi fisika,
kimia, dan biologi perairan. Cahaya merupakan komponen utama dalam proses
fotosintesis dan secara langsung bertanggung jawab terhadap nilai produktivitas
primer perairan. Penetrasi cahaya menembus kolom air akan mengalami
pelemahan oleh proses refleksi dan difraksi karena adanya partikel-partikel
terlarut, sehingga kurva intensitas cahaya menunjukkan grafik penurunan secara
eksponensial dalam arah vertikal ke bawah. Hal ini mengakibatkan fotosintesis
tereksploitasi di permukaan perairan. Titik yang menunjukkan keseimbangan
antara proses fotosintesis dan respirasi sering disebut titik kompensasi
(Pitoyo dan Wiryanto, 2002).
Produktivitas diukur menurut keseimbangan oksigen yang dihasilkan
sebagai akibat dari fotosintesis. Dua sampel air yang diambil dari air yang
tergenang dan mengandung plankton ditekap di dalam botol kaca. Kedua botol itu
digantung pada perairan pada kedalaman yang sama dengan kedalaman
pengambilan air sampel. Dalam proses ini terjadi respirasi dan dapat melakukan
fotosintesis selama ada cahaya dan pada botol gelap tidak terjadi respirasi dan
fotosintesis (Ewusie, 1990).
Faktor Fisik dan Kimia yang Mempengaruhi Kualitas Air
Dalam studi ekologi pengukuran faktor lingkungan abiotik penting
dilakukan. Dengan dilakukannya penguluran faktor lingkungan abiotik, maka
akan dapat diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan
kepadatan populasi. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi
atas faktor iklim, fisika dan kimia. Faktor fisik air yang sering merupakan faktor
pembatas bagi organisme air adalah suhu, kecerahan, kedalaman, sedangkan

Universitas Sumatera Utara

33

faktor kimia air yang menentukan kualitas air adalah pH dan DO
(Silalahi, 2009).
1. Suhu
Air sering kali dimanfaatkan sebagai medium pendingin dalam proses
industri. Dari interaksi dengan bahan atau alat yang digunakan, mengalami
peningkatan suhu dari suhu awal ketika diambil dari sumber. Akibat yang dapat
terjadi karena kenaikan suhu air adalah penurunan jumlah oksigen terlarut dalam
air, peningkatan kecepatan reaksi kimia, gangguan terhadap kehidupan ikan dan
hewan air, serta pada batasan tertentu, akan berakinat fatal bagi organisme
perairan (Wibowo, 2004)
Kisaran suhu lingkungan perairan lebih sempit dibandingkan dengan
lingkungan daratan, karena itulah maka kisaran toleransi organisme akuatik
terhadap suhu juga relatif sempit dibandingkan dengan organisme daratan.
Berubahnya suhu suatu badan air besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik.
Naiknya suhu perairan dari yang biasa karena pembuangan limbah, misalnya
dapat menyebabkan organisme akuatik terganggu sehingga dapat mengakibatkan
struktur komunitasnya berubah (Suin, 2002).
Menurut hukum Vant’s Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10oC akan
menaikkan metabolisme 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju respirasi akan
menyebabkan konsumsi oksigen meningkat. Dengan naiknya temperatur akan
menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Pola temperatur di
suatu ekosistem danau akan mengalami fluktuasi secara vertikal sesuai dengan
kedalaman lapisan air dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari (Fitra, 2008).

Universitas Sumatera Utara

34

2. Kedalaman
Pada umumnya beberapa jenis biota dapat ditemukan pada kedalaman
yang berbeda. Kedalaman perairan yang berbeda akan memberi pengaruh yang
berbeda pula terhadap jenis dan kelimpahan organisme. Kebanyakan organisme di
perairan, penyebarannya lebih besar dari 5% berada pada kedalaman 10 cm dari
permukaan substrat, pada perairan yang mempunyai arus relatif sama
(Ayu, 2009).
3. Kecerahan
Kecerahan sangat penting pada perairan karena erat kaitannya dengan
fotosintetis. Kecerahan dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari, kekeruhan dan
warna air. Peningkatan kecerahan akan meningkatkan laju fotosintetis
fitoplankton di dalam air. Kecerahan ditentukan secara visual dengan
menggunakan secchi disk. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu
pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi serta ketelitian pada saat
melakukan pengukuran (Adawiyah, 2011).
4. pH
Air tawar yang mengandung garam, basa atau asam dapat menyebabkan
iritasi mata karena pH yang tidak sesuai dengan cairan dalam mata. Sehingga
restriksi persyaratan pH yang khusus lebih dibutuhkan bagi suatu badan air yang
dimanfaatkan untuk keperluan rekreasi, tetapi karena cairan itu dapat mempunyai
kemampuan buffer maka rentang nilai pH antara 6.5 – 8.3, dapat ditoleransi dalam
kondisi yang normal (Isnaini, 2011).
Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan.
Organisme akuatik dapat hidup dalam perairan yang mempunyai nilai pH netral

Universitas Sumatera Utara

35

dengan kisaran toleransi antara asam lemah dan basa lemah. pH yang ideal bagi
kehidupan organisme akuatik umumnya berkisar antara 7 - 8.5. Kondisi perairan
yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan
hidup organisme karena akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam
berat yang bersifat toksik (Barus,2004).
5. Oksigen Terlarut
Oksigen merupakan salah satu faktor terpenting dalam setiap sistem
perairan yang diperlukan organisme untuk melakukan respirasi. Sumber utama
oksigen terlarut berasal dari atmosfir dan proses fotosintesis dan dari tumbuhan
air lainnya. Jumlah oksigen terlarut di suatu ekosistem danau dipengaruhi oleh
faktor temperatur. Kelarutan oksigen dalam air akan meningkat apabila
temperatur air menurun dan begitu juga sebaliknya (Fitra, 2008). Kadar oksigen
terlarut berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian. Kualitas air
dapat diketahui berdasarkan kadar oksigen terlarut, dapat dilihat pada Tabel 2
berikut ini.
Tabel 2. Status Kualitas Air Berdasarkan Kadar Oksigen Terlarut
No.
1.

Kadar Oksigen Terlarut (mg/l)
> 6,5

Status Kualitas Air
Tidak tercemar sampai tercemar
sangat ringan

2.

4.5 – 6.4

Tercemar ringan

3.

2.0 – 4.4

Tercemar sedang

4.

< 2.0

Tercemar berat

Sumber: Sitorus, 2009
Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisologis organisme air terutama adalah
dalam proses respirasi. Berbeda dengan faktor temperatur yang mempunyai
pengaruh yang merata terhadap fisiologis semua organisme air, konsentrasi

Universitas Sumatera Utara

36

oksigen terlarut dalam air hanya berpengaruh secara nyata terhadap organisme air
yang memang mutlak membutuhkan oksigen terlarut untuk respirasinya. Sumber
utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui
kontak antara permukaan air dengan udara dan dari proses fotosintesis.
Selanjutnya air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer
dan melalui kegiatan respirasi. DO dapat dipengaruhi oleh gerakan air yang dapat
mengabsorbsi oksigen dari udara ke dalam air dan juga adanya bahan organik
yang harus dioksidasi oleh mikroorganisme (Barus, 2004).
6. Intensitas Cahaya
Partikel yang terlarut pada perairan dapat menghambat cahaya yang
datang, sehingga dapat menurunkan intensitas cahaya yang tersedia bagi
organisme fotosintetik seperti alga, fitoplankton dan hidrophyta lainnya.
Produktivitas primer di Indonesia pada musim kemarau lebih tinggi daripada
musim penghujan jika ditinjau bahwa pada musim kemarau langit lebih cerah
sedang pada musim penghujan kebanyakan berawan. Hal ini disebabkan karena
pada musim kemarau dengan intensitas cahaya matahari tinggi, proses fotosintesis
yang dilakukan oleh fitoplankton lebih optimal (Bayurini, 2006).
Kecerahan akan mempengaruhi intensitas cahaya yang akan menentukan
tebalnya lapisan eufotik. Dalam distribusi fitoplankton faktor cahaya sangat
penting karena intensitas cahaya sangat diperlukan dalam prose fotosintesis.
Kecerahan juga mempengaruhi produktivitas primer, apabila cahaya berkurang
maka proses fotosintesis akan terhambat sehingga oksigen dalam air berkurang
(Isnaini, 2011).

Universitas Sumatera Utara