Kajian Imunopatologi Sistem Limforetikuler Mencit (Mus musculus) pada Persembuhan Luka Operasi dengan Pemberian Minyak obat Luka Rantau

KAJIAN IMUNOPATOLOGI
SISTEM LIMFORETIKULAR MENCIT
(Mus musculus)
PADA PERSEMBUHAN LUKA OPERASI DENGAN
PEMBERIAN MINYAK OBAT LUKA RANTAU

RESTU LIBRIANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

KAJIAN IMUNOPATOLOGI
SISTEM LIMFORETIKULAR MENCIT
(Mus musculus)
PADA PERSEMBUHAN LUKA OPERASI DENGAN
PEMBERIAN MINYAK OBAT LUKA RANTAU

RESTU LIBRIANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

Judul Skripsi

Nama Mahasiswa
NIM

: Kajian Imunopatologi Sistem Limforetikuler Mencit (Mus
musculus) pada Persembuhan Luka Operasi dengan
Pemberian Minyak obat Luka Rantau
: Restu Libriani
: B04103144

Disetujui,


Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD
Pembimbing I

Drh. Hernomoadi Huminto, MVS
Pembimbing II

Diketahui,

Dr.drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
Wakil Dekan FKH-IPB

Tanggal Lulus:
 

RINGKASAN
RESTU LIBRIANI. Kajian Imunopatologi Sistem Limforetikuler Mencit (Mus
musculus) pada Persembuhan Luka Operasi dengan Pemberian Minyak Obat Luka
Rantau. Dibimbing oleh DEWI RATIH AGUNGPRIYONO dan HERNOMOADI
HUMINTO.

Minyak obat luka Rantau diracik dari bahan dasar minyak kelapa (Cocos
nucifera), bekicot yang termasuk dalam genus Achantina (Achantina fulica), dan
cangkang kijing air tawar (Velesunio ambiguus). Hasil penelitian pendahuluan
menunjukkan bahwa pemberian minyak obat luka pasca operasi pada mencit (Mus
musculus) efektif dapat menyembuhkan luka seefektif kontrol positif yang
menerima antibiotik sehingga perlu dilakukan penelitian lanjut terhadap sistem
limforetikularnya. Penelitian ini menggunakan 45 ekor mencit (Mus musculus)
yang dibagi atas 3 kelompok, kelompok yang diberi minyak luka sehari pasca
laparotomi flank, kelompok kontrol positif yang diberi antibiotik sehari pasca
laparotomi flank dan kelompok kontrol negatif tanpa pemberian obat.
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak lima kali yaitu hari ke-2, 4, 6, 13 dan 20
pasca pemberian obat. Parameter histopatologi yang diamati yaitu perbandingan
jumlah germinal center dengan folikel limfonodus atau pulpa putih limpa,
perbandingan ketebalan korteks dan medula (µm), pengukuran diameter folikel
limfoid (µm), pengukuran diameter pulpa putih limpa (µm) dan perhitungan
jumlah limfosit ulas darah. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan statistika
menggunakan uji sidik ragam (ANOVA) dan uji wilayah berganda Duncan.
Hasil penelitian menyimpulkan pemberian minyak obat luka Rantau secara
peroral dengan dosis tunggal pasca laparotomi flank pada mencit (Mus musculus)
dapat meningkatkan aktivitas sel-sel pertahanan tubuh.



 

ABSTRACT
RESTU LIBRIANI. Immunopathological Study of Lymphoreticular Organ System
in the Surgical Wound Healing with Traditional Rantau’s Medicated Oil.
Undersupervise by DEWI RATIH AGUNGPRIYONO and HERNOMOADI
HUMINTO.
Traditional Rantau’s medicated oil made of mixture of coconut (Cocos
nucifera) oil, snail (Achantina fulica) and freshwater mussel’s shell (Velesunio
ambiguus). This traditional medicated oil was proven could induce surgical
wound recovery although its mechanism is not clear. This study observed the
activity of lymph reticular organ (thymus, lymph node and spleen) and blood
smear. This research use 45 mice divided into 3 groups: oil treatment (received
Rantau’s medicated oil), positive control (received antibiotic) and negative
control (without treatment). The lymph reticular organs sample (necropsy) were
obtained groups at 2nd, 4th, 6th, 13th and 20th day after laparotomi flank and
received medication per oral. The histopathology parameters observed is to count
the amount of germinal center and follicle of lymph nodes or white pulp of spleen,

to measure the cortex and medulla thymus, diameter of lymph node follicle or
white pulp of spleen and to count the lymphocytes from the blood smear. Analyzed
descriptively then tested statistic dely with ANOVA and Duncan test.
The study concluded that Rantau’s medicated oil could improve the quality
of defence system of the body.
Keywords: Indonesian tradisional herbal, immunopathology, lymphoreticular
system.

ii 
 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Oktober 1984 di Ujung Pandang
(Makassar). Penulis adalah putri bungsu dari pasangan Drs. La Eta dan Dra.
Waode Suryana Rere.
Penulis menempuh pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri 11 Raha
(1991-1997) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Katobu (19972000), Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikannya di Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Tinggimoncong (20002003), Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Lulus SMU tahun 2003, penulis
melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor

melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama mengikuti perkuliahan penulis menjadi pengurus Himpunan Minat
dan Profesi Ornitologi dan Unggas (2006-2007), anggota Forum Ilmiah
Mahasiswa (2005-2006), dan aktif di Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bogor
Komisariat fakultas Kedokteran Hewan.

iii 
 

PRAKATA

Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadiran Allah SWT sehingga dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul Kajian Imunopatologi Sistem Limforetikuler
Mencit (Mus musculus) pada Persembuhan Luka Operasi dengan Pemberian
Minyak Luka Rantau.
Terima kasih yang tiada terhingga penulis haturkan kepada kedua orang
tua tercinta atas ketulusan doa, kasih sayang, nasehat, pengorbanan dan
perjuangan yang senantiasa diberikan.
Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada drh. Dewi Ratih
Agungpriyono, PhD dan drh. Hernomoadi Huminto, MVS selaku pembimbing

tugas akhir atas bimbingan dan sarannya, Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka SpMP,
MSc selaku pembimbing akademik atas dorongan dan semangat yang diberikan,
Dr. Drh. Eva Harlina, Msi selaku penilai seminar dan penguji sidang tugas akhir
atas saran dan kritiknya, para dosen FKH IPB atas ilmunya, pak Soleh, pak
Kasnadi dan pak Endang yang telah membantu selama bekerja di Laboratorium
Patologi serta seluruh civitas IPB, tempatku menimba ilmu dan pengalaman.
Keluarga (k’ Awal, k’Allu, k’ Chelly dan smua keluarga besarku), Gymnolaemata
40, teman seperjuangan (yeyen dan k’Ican), Naura crew (Sari, Yeni, Chika, Gita,
Uchay, mba Andri dan mba Bibah), mbak2ku di Wisma Annisa Cibanteng (’04’06), teman-teman di lab. Patologi (Yenyun, Au, Irma, Riska, Ayu), anak
IKPM_SulTra Bogor (k’Ancil, k’Dasci, k’Mani, k’Isra, Abin, Nonong, Yus, ciang
dan smua mieno wuna we Bogoro) atas persaudaraan, persahabatan, perhatian dan
kasih sayangnya, my ”Lovely Bastille” (guru/saudara/sahabat/teman) sumber
inspirasi dan semangat serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, penulis ucapkan terima kasih.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan skripsi ini, semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2007
Penulis


iv 
 

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………..

iii

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………..

iv

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………..

v

PENDAHULUAN
Latar Belakang ………………………….………………...
Tujuan ………………………………………………..…...

Hipotesa ……………………………………………..……
Manfaat ……………………………………………...……

1
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Hewan Penelitian…………………………………………
Zat-zat yang terkandung dalam minyak kelapa…………..
Zat-zat yang terkandung dalam bekicot…………….….....
Zat-zat yang terkandung dalam cangkang kijing air tawar.
Mekanisme Pertahanan Tubuh……………………………
Sistem Limforetikular…………………………………….
Unsur Selular……………………………………………..
Limfosit…………………………………………………..
Organ Limfatik…………………………………………...
Timus……………………………………………………..
Limpa……………………………………………………..

Limfonodus (lymph node)………………...……………...
Antibiotik…………………………………………………

3
4
7
8
9
10
10
11
12
13
14
15
17

MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu ………...……………………………
Materi …………………………………...………………...

Metode ………………………………...………………….

18
18
19

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh pemberian minyak rantau terhadap aktivitas
timus mencit........................................................................
Pengaruh pemberian minyak rantau terhadap aktivitas
folikel limfonodus...............................................................
Pengaruh pemberian minyak rantau terhadap aktivitas
pulpa putih limpa…………………………………………
Pengaruh pemberian minyak rantau terhadap aktivitas
Limfosit darah…………………………………………….
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ……………..………………………………..

25

27
30
34

37


 

Saran ……………………………………………………..

37

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………

38

LAMPIRAN ………………………………………………………

41

vi 
 

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1

Senyawa-senyawa aktif dari minyak kelapa murni dalam
mengatasi beragam penyakit ………………………........

6

2

Kandungan bekicot ……………………………………..

8

3

Asam amino yang terkandung pada daging bekicot…….

8

4

Perbandingan ketebalan korteks dan medula (µm)
mencit……………………………………………………

25

5

Perbandingan jumlah germinal center dan jumlah folikel
limfonodus mencit............................................................

28

6

Hasil pengukuran diameter folikel limfoid (µm) mencit..

29

7

Perbandingan jumlah germinal center dan jumlah pulpa
putih limpa mencit............................................................

31

8
9

Hasil pengukuran diameter pulpa putih limpa (µm)
mencit……………………………………………………
Penghitungan jumlah limfosit ulas darah mencit………..

33
35

vii 
 

KAJIAN IMUNOPATOLOGI
SISTEM LIMFORETIKULAR MENCIT
(Mus musculus)
PADA PERSEMBUHAN LUKA OPERASI DENGAN
PEMBERIAN MINYAK OBAT LUKA RANTAU

RESTU LIBRIANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

KAJIAN IMUNOPATOLOGI
SISTEM LIMFORETIKULAR MENCIT
(Mus musculus)
PADA PERSEMBUHAN LUKA OPERASI DENGAN
PEMBERIAN MINYAK OBAT LUKA RANTAU

RESTU LIBRIANI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

Judul Skripsi

Nama Mahasiswa
NIM

: Kajian Imunopatologi Sistem Limforetikuler Mencit (Mus
musculus) pada Persembuhan Luka Operasi dengan
Pemberian Minyak obat Luka Rantau
: Restu Libriani
: B04103144

Disetujui,

Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD
Pembimbing I

Drh. Hernomoadi Huminto, MVS
Pembimbing II

Diketahui,

Dr.drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
Wakil Dekan FKH-IPB

Tanggal Lulus:
 

RINGKASAN
RESTU LIBRIANI. Kajian Imunopatologi Sistem Limforetikuler Mencit (Mus
musculus) pada Persembuhan Luka Operasi dengan Pemberian Minyak Obat Luka
Rantau. Dibimbing oleh DEWI RATIH AGUNGPRIYONO dan HERNOMOADI
HUMINTO.
Minyak obat luka Rantau diracik dari bahan dasar minyak kelapa (Cocos
nucifera), bekicot yang termasuk dalam genus Achantina (Achantina fulica), dan
cangkang kijing air tawar (Velesunio ambiguus). Hasil penelitian pendahuluan
menunjukkan bahwa pemberian minyak obat luka pasca operasi pada mencit (Mus
musculus) efektif dapat menyembuhkan luka seefektif kontrol positif yang
menerima antibiotik sehingga perlu dilakukan penelitian lanjut terhadap sistem
limforetikularnya. Penelitian ini menggunakan 45 ekor mencit (Mus musculus)
yang dibagi atas 3 kelompok, kelompok yang diberi minyak luka sehari pasca
laparotomi flank, kelompok kontrol positif yang diberi antibiotik sehari pasca
laparotomi flank dan kelompok kontrol negatif tanpa pemberian obat.
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak lima kali yaitu hari ke-2, 4, 6, 13 dan 20
pasca pemberian obat. Parameter histopatologi yang diamati yaitu perbandingan
jumlah germinal center dengan folikel limfonodus atau pulpa putih limpa,
perbandingan ketebalan korteks dan medula (µm), pengukuran diameter folikel
limfoid (µm), pengukuran diameter pulpa putih limpa (µm) dan perhitungan
jumlah limfosit ulas darah. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan statistika
menggunakan uji sidik ragam (ANOVA) dan uji wilayah berganda Duncan.
Hasil penelitian menyimpulkan pemberian minyak obat luka Rantau secara
peroral dengan dosis tunggal pasca laparotomi flank pada mencit (Mus musculus)
dapat meningkatkan aktivitas sel-sel pertahanan tubuh.


 

ABSTRACT
RESTU LIBRIANI. Immunopathological Study of Lymphoreticular Organ System
in the Surgical Wound Healing with Traditional Rantau’s Medicated Oil.
Undersupervise by DEWI RATIH AGUNGPRIYONO and HERNOMOADI
HUMINTO.
Traditional Rantau’s medicated oil made of mixture of coconut (Cocos
nucifera) oil, snail (Achantina fulica) and freshwater mussel’s shell (Velesunio
ambiguus). This traditional medicated oil was proven could induce surgical
wound recovery although its mechanism is not clear. This study observed the
activity of lymph reticular organ (thymus, lymph node and spleen) and blood
smear. This research use 45 mice divided into 3 groups: oil treatment (received
Rantau’s medicated oil), positive control (received antibiotic) and negative
control (without treatment). The lymph reticular organs sample (necropsy) were
obtained groups at 2nd, 4th, 6th, 13th and 20th day after laparotomi flank and
received medication per oral. The histopathology parameters observed is to count
the amount of germinal center and follicle of lymph nodes or white pulp of spleen,
to measure the cortex and medulla thymus, diameter of lymph node follicle or
white pulp of spleen and to count the lymphocytes from the blood smear. Analyzed
descriptively then tested statistic dely with ANOVA and Duncan test.
The study concluded that Rantau’s medicated oil could improve the quality
of defence system of the body.
Keywords: Indonesian tradisional herbal, immunopathology, lymphoreticular
system.

ii 
 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Oktober 1984 di Ujung Pandang
(Makassar). Penulis adalah putri bungsu dari pasangan Drs. La Eta dan Dra.
Waode Suryana Rere.
Penulis menempuh pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri 11 Raha
(1991-1997) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Katobu (19972000), Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikannya di Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Tinggimoncong (20002003), Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Lulus SMU tahun 2003, penulis
melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama mengikuti perkuliahan penulis menjadi pengurus Himpunan Minat
dan Profesi Ornitologi dan Unggas (2006-2007), anggota Forum Ilmiah
Mahasiswa (2005-2006), dan aktif di Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bogor
Komisariat fakultas Kedokteran Hewan.

iii 
 

PRAKATA

Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadiran Allah SWT sehingga dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul Kajian Imunopatologi Sistem Limforetikuler
Mencit (Mus musculus) pada Persembuhan Luka Operasi dengan Pemberian
Minyak Luka Rantau.
Terima kasih yang tiada terhingga penulis haturkan kepada kedua orang
tua tercinta atas ketulusan doa, kasih sayang, nasehat, pengorbanan dan
perjuangan yang senantiasa diberikan.
Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada drh. Dewi Ratih
Agungpriyono, PhD dan drh. Hernomoadi Huminto, MVS selaku pembimbing
tugas akhir atas bimbingan dan sarannya, Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka SpMP,
MSc selaku pembimbing akademik atas dorongan dan semangat yang diberikan,
Dr. Drh. Eva Harlina, Msi selaku penilai seminar dan penguji sidang tugas akhir
atas saran dan kritiknya, para dosen FKH IPB atas ilmunya, pak Soleh, pak
Kasnadi dan pak Endang yang telah membantu selama bekerja di Laboratorium
Patologi serta seluruh civitas IPB, tempatku menimba ilmu dan pengalaman.
Keluarga (k’ Awal, k’Allu, k’ Chelly dan smua keluarga besarku), Gymnolaemata
40, teman seperjuangan (yeyen dan k’Ican), Naura crew (Sari, Yeni, Chika, Gita,
Uchay, mba Andri dan mba Bibah), mbak2ku di Wisma Annisa Cibanteng (’04’06), teman-teman di lab. Patologi (Yenyun, Au, Irma, Riska, Ayu), anak
IKPM_SulTra Bogor (k’Ancil, k’Dasci, k’Mani, k’Isra, Abin, Nonong, Yus, ciang
dan smua mieno wuna we Bogoro) atas persaudaraan, persahabatan, perhatian dan
kasih sayangnya, my ”Lovely Bastille” (guru/saudara/sahabat/teman) sumber
inspirasi dan semangat serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, penulis ucapkan terima kasih.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan skripsi ini, semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2007
Penulis

iv 
 

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………..

iii

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………..

iv

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………..

v

PENDAHULUAN
Latar Belakang ………………………….………………...
Tujuan ………………………………………………..…...
Hipotesa ……………………………………………..……
Manfaat ……………………………………………...……

1
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Hewan Penelitian…………………………………………
Zat-zat yang terkandung dalam minyak kelapa…………..
Zat-zat yang terkandung dalam bekicot…………….….....
Zat-zat yang terkandung dalam cangkang kijing air tawar.
Mekanisme Pertahanan Tubuh……………………………
Sistem Limforetikular…………………………………….
Unsur Selular……………………………………………..
Limfosit…………………………………………………..
Organ Limfatik…………………………………………...
Timus……………………………………………………..
Limpa……………………………………………………..
Limfonodus (lymph node)………………...……………...
Antibiotik…………………………………………………

3
4
7
8
9
10
10
11
12
13
14
15
17

MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu ………...……………………………
Materi …………………………………...………………...
Metode ………………………………...………………….

18
18
19

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh pemberian minyak rantau terhadap aktivitas
timus mencit........................................................................
Pengaruh pemberian minyak rantau terhadap aktivitas
folikel limfonodus...............................................................
Pengaruh pemberian minyak rantau terhadap aktivitas
pulpa putih limpa…………………………………………
Pengaruh pemberian minyak rantau terhadap aktivitas
Limfosit darah…………………………………………….
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ……………..………………………………..

25

27
30
34

37


 

Saran ……………………………………………………..

37

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………

38

LAMPIRAN ………………………………………………………

41

vi 
 

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1

Senyawa-senyawa aktif dari minyak kelapa murni dalam
mengatasi beragam penyakit ………………………........

6

2

Kandungan bekicot ……………………………………..

8

3

Asam amino yang terkandung pada daging bekicot…….

8

4

Perbandingan ketebalan korteks dan medula (µm)
mencit……………………………………………………

25

5

Perbandingan jumlah germinal center dan jumlah folikel
limfonodus mencit............................................................

28

6

Hasil pengukuran diameter folikel limfoid (µm) mencit..

29

7

Perbandingan jumlah germinal center dan jumlah pulpa
putih limpa mencit............................................................

31

8
9

Hasil pengukuran diameter pulpa putih limpa (µm)
mencit……………………………………………………
Penghitungan jumlah limfosit ulas darah mencit………..

33
35

vii 
 

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1

Mencit sebagai hewan laboratorium……………………….

3

2

Buah kelapa (Cocos nucifera)……………………………..

5

3

Bekicot (Achantina fulica)…………………………………

7

4

Cangkang kijing air tawar………………………………...

9

6

Sel darah putih (leukosit)......................................................

12

7

Gambaran mikroskopik timus..............................................

13

8

Gambaran mikroskopik organ limpa……………………..

14

9

Gambaran mikroskopis linfonodus.......................................

16

10

Skema Metodelogi Penelitian……………………………..

19

11

Organ timus mencit..............................................................

25

12

Grafik perbandingan tebal korteks dan medula timus
mencit...................................................................................
.....
Organ limfonodus mencit.....................................................

26

13

27

14

Grafik perbandingan jumlah germinal center dan folikel
limfoid................................................................................

29

15

Grafik diameter folikel limfonodus mencit........................

30

16

Organ limpa mencit............................................................

31

17

Grafik perbandingan jumlah germinal center dan folikel
limfoid Grafik perbandingan jumlah germinal center dan
pulpa putih..........................................................................

32

18

Grafik diameter pulpa putih mencit........................

33

19

Limfosit mencit...................................................................

34

20

Grafik Jumlah limfosit ulas darah mencit...........................

36

viii 
 

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1

Hasil uji ANOVA………………………………………….

41

2

Hasil uji Duncan……………..……………………………..

50

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

ix 
 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi alam yang sangat besar untuk pertumbuhan dan
pengembangan tanaman obat dan aromatik. Sekitar 30.000-40.000 jenis tumbuhan
tumbuh di Indonesia dan beberapa diantaranya telah diketahui memiliki khasiat
sebagai tanaman obat (Hembing 2005). Begitu halnya dengan potensi fauna yang
juga telah diketahui dapat memberi manfaat bagi kesehatan.
Masyarakat Indonesia telah mengenal dan memanfaatkan tumbuhan dan
hewan sebagai solusi dalam memelihara dan menanggulangi masalah kesehatan, jauh
sebelum pelayanan kesehatan menggunakan obat-obat sintetik dari bahan kimia
dikenal masyarakat. Pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan dan hewan tersebut
merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengetahuan dan pengalaman turuntemurun sebagai warisan hingga ke generasi sekarang.
Tanaman obat relatif murah, mudah didapat dan sekaligus melestarikan alam
sehingga tidak jarang di zaman modern seperti sekarang ini, dengan pesatnya
kemajuan teknologi ilmu kedokteran tanaman obat dijadikan sebagai alternatif.
Seperti halnya yang telah dilakukan oleh masyarakat daerah Rantau, Kabupaten
Tapin, Kalimantan Selatan yang telah meracik minyak obat luka dari bahan-bahan
yang berasal dari alam. Minyak obat luka tersebut diracik antara lain dari bahan dasar
minyak kelapa (Cocos nucifera), bekicot yang termasuk dalam genus Achantina
(Achantina fulica), dan cangkang kijing air tawar (Velesunio ambiguus). Minyak obat
luka ini dipercaya dan telah digunakan oleh masyarakat daerah Rantau secara turuntemurun sebagai obat alternatif pada persembuhan luka pasca operasi. Minyak obat
luka ini diberikan secara per oral pada ibu-ibu sehari setelah melahirkan (caesar).
Dari penelitian-penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa minyak kelapa
dan bekicot (Achantina fulica) berkhasiat obat dan sudah digunakan sebagai alternatif
dalam memelihara dan menanggulangi masalah kesehatan. Umumnya penelitian
hanya sebagai obat tunggal saja. Diduga telah terbentuk zat atau senyawa baru dari

penggabungan ketiga unsur alam tersebut (minyak kelapa, bekicot dan cangkang
kijing air tawar) yang dapat mempercepat proses persembuhan luka pasca operasi.
Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan menunjukkan bahwa pemberian
minyak obat luka Rantau pasca operasi pada mencit (Mus musculus) efektif dapat
menyembuhkan luka seefektif kontrol positif dengan pemberian antibiotik. Namun,
sejauh ini belum ada penelitian ilmiah yang dilakukan untuk mengetahui secara pasti
pengaruh pemberian minyak obat luka tersebut terhadap sistem pertahanan tubuh
(limforetikular) pasca luka operasi. Untuk itulah kajian imunopatologi terhadap sel
darah putih (leukosit) dan beberapa organ limfoid mencit ini dilakukan.

Tujuan Penelitian
Mengetahui aktivitas sistem limforetikular mencit (Mus musculus) setelah
pemberian minyak obat luka Rantau secara per oral.

Hipotesa
Pemberian minyak obat luka Rantau secara per oral diharapkan dapat
memberi efek terhadap aktivitas sistem limforetikular mencit (Mus musculus).
Ho: Pemberian minyak obat luka Rantau sebagai obat alternatif pada luka operasi
dapat meningkatkan aktivitas pertahanan tubuh.
H1: Pemberian minyak obat luka Rantau sebagai obat alternatif pada luka operasi
tidak meningkatkan aktivitas pertahanan tubuh.

Manfaat
Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang kandungan dan mengetahui
pengaruh pemberian minyak obat luka tersebut terhadap sistem pertahanan tubuh,
meningkatkan aktivitas pertahanan tubuh sehingga dapat dipertimbangkan sebagai
minyak obat luka.
 

 
 

 

 



TINJAUAN PUSTAKA
Hewan Penelitian
Mencit atau tikus putih merupakan hewan laboratorium yang sering
digunakan untuk penelitian (Gambar 1). Mencit laboratorium ini mempunyai
banyak galur baik inbread (DDY, Balb/c, DBA, dan B6) maupun outbred seperti
Swiss webster. Menurut Penn (1999), klasifikasi mencit laboratorium adalah
sebagai berikut :

Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Subfilum

: Vertebrata

Kelas : Mammalia
Order : Rodentia
Family

: Muridae

Subfamily

: Murinae

Genus

: Mus

Species

: Mus musculus

 
Gambar 1 Mencit sebagai hewan laboratorium. (Sumber: http://news service.
stanford.edu/news/2005/august24/gifs/mice_smooth.jpg).

Mencit rumah atau mencit liar adalah hewan yang semarga dengan mencit
laboratorium dan tersebar di seluruh dunia (Smith & Mangkoewidjojo 1988).
Seluruh galur mencit laboratorium yang ada saat ini merupakan turunan dari
mencit liar, setelah melewati peternakan selektif. Saat ini ada berbagai mencit
dengan bulu dan galur serta berat badan yang berbeda-beda. Mencit laboratorium
merupakan strain mencit yang telah dikembangkan sejak 100 tahun silam oleh ahli
genetik dari peternak mencit (Penn 1999).
Mencit adalah hewan crepuscular yang akan lebih aktif pada senja dan
malam hari. Memiliki lama hidup sekitar satu hingga dua tahun, bahkan ada yang
bisa mencapai usia tiga tahun. Mencit mencapai usia dewasa pada 35 hari dimana
setelah usia delapan minggu sudan dapat dikawinkan. Lama kebuntingan mencit
berkisar antara 19-21 hari dengan jumlah anak rata-rata enam ekor. Bobot mencit
dewasa adalah 20-40 gram dan mencit betina adalah 18-35 gram (Smith &
Mangkoewidjojo 1988).
Mencit dipilih sebagai hewan coba karena mudah dipelihara, membutuhkan
ruang yang tidak luas, harganya murah dan mudah diperoleh di pasaran atau di
peternakan hewan kecil.

Zat-Zat yang Terkandung dalam Minyak Kelapa
Buah kelapa mengandung beberapa bahan kimia antara lain pada daging
buah mengandung minyak lemak, karbohidrat, protein, stigmasterin, fitosterin,
kolin, asam tridekanoat, vitamin A, B, C dan E (Gambar 2). Santan kelapa
memiliki kandungan antara lain: glukosa, sakarosa, fruktosa, protein, asam
karbonat, enzim (sakharase, oksidase, katalase, diastase), tannin dan air sedangkan
Minyak kelapa mengandung stegmastatrienol, stigmasterol, fucosrol (Hembing
1994).


 

 
Gambar 2 Buah kelapa (Cocos nucifera). (Sumber: http://www.wikihow.com/
images/c/c6/Cracked_coconut.JPG).
Minyak kelapa mengandung asam laurat yang tinggi sampai 53 persen,
sebuah lemak jenuh dengan rantai karbon sedang (jumlah karbonnya 12) yang
biasa disebut medium-chain fatty acid atau MCFA. Asam laurat (lauric acid) ini
dapat membentuk monolaurin dalam tubuh manusia dan hewan. Monolaurin
adalah antiviral, antibakterial dan antiprotozoal monogliserida yang digunakan
oleh hewan atau manusia untuk menghancurkan lipid yang melapisi virus seperti
HIV, herpes, cytomegalovirus, influenza, berbagai bakteri patogen yang
mencakup Listeria monocytogenes dan Helicobacter pylori dan protozoa seperti
Giardia lamblia. Beberapa studi juga telah menunjukkan bahwa asam laurat bebas
mempunyai efek sebagai antimikrobial (Anonimous 2004).
Menurut Suhirman (2004), sifat-sifat anti-infeksi yang dipunyai oleh asamasam lemak bergantung pada struktur kimianya, misalnya aktivitas antiviral pada
lemak-lemak jenuh yang berantai karbon sedang, asam laurat (dua belas karbon)
mempunyai aktivitas antiviral yang lebih besar daripada asam kaprilat (dengan
delapan carbon) atau asam kaprat (sepuluh karbon).


 

Tabel 1

Senyawa-senyawa aktif dari minyak kelapa murni dalam mengatasi
beragam penyakit

Aktivitas/Penyakit
Antioksidan (mencegah kanker,
meningkatkan daya tahan tubuh)

Senyawa aktif yang terkandung dalam minyak kelapa murni
yang berperan dan kemungkinan mekanisme kerjanya
Asam-asam lemak jenuh dalam minyak kelapa terkandung
hingga 92%.

Antimikroba (antibakteri, anti
cendawan, dan antivirus)

Asam-asam lemak jenuh rantai sedang atau medium chain
fatty acids (MCFA), terutama asam laurat, asam miristat,
asam kaprilat dan asam kaprat serta bentuk
monogliseridanya, yaitu monolaurin, monomiristin,
monokaprilin dan monokaprin.
Monogliserida dan asam lemak bebas melarutkan dinding
mikroba yang berlapis lipid sehingga selnya menjadi pecah
dan mati.

Kolesterol

Senyawa aktif polifenol berperan dalam menurunkan kadar
kolesterol total, trigliserida, fosfolipida, LDL dan VLDL
serta meningkatkan HDL kolesterol dalam serum dan
jaringan.

Hipertensi/stroke

Dietanolamida dan gliserida stearat yang terkandung dalam
minyak kelapa dapat menurunkan tekanan darah.

Jantung koroner

Penurunan kadar kolesterol dalam darah oleh senyawa
polifenol dan MCFA memiliki dampak positif terhadap
kesehatan jantung.

Osteoporosis

Asam-asam lemak jenuh yang berfungsi sebagai
antioksidan sehingga dapat melindungi tulang dari radikal
bebas perusak tulang.

Antidiabetes

MCFA meransang (mengiduksi) sekresi insulin.

Sumber : Subroto 2005.


 

Zat-Zat yang Terkandung dalam Bekicot
Semua kelas yang termasuk hewan lunak (Mollusca), termasuk bekicot
mengandung bahan aktif berkhasiat obat (Gambar 3).

Gambar 3 Bekicot (Achantina fulica). (Sumber: http://www.flickr.com/photos/
namakulia/108502437/).
Diantara bahan-bahan yang berhasil diisolasi oleh para ahli kimia farmasi
dan diteliti oleh ahli-ahli farmakologi adalah asetikholin, dopamine, 5hidroksitriptamin, kholinesterase dan monoaminoksidase. Bahan-bahan ini dapat
menstimulasi syaraf simpatis. Syaraf simpatis mengatur kerja otot-otot polos
pembuluh-pembuluh darah dan organ-organ interna termasuk jantung. Stimulasi
pada syaraf ini menyebabkan relaksasi otot-otot polos pembuluh darah sehingga
terjadi vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) dan juga memacu jantung. Secara
dominan reaksinya menyebabkan vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah di
daerah Splankhikus (di bagian punggung), sehingga tekanan darah menurun
(Anonimous 2002).


 

Tabel 2 Kandungan bekicot
Bahan

Komposisi
Air
Protein
Lemak
Kalsium (Ca)
Fosfor (P)
Serat Kasar

Tepung Bekicot Mentah
7,59
59,27
3,62
6,40
0,85
2,47

Tepung Bekicot Rebus
7,54
57,72
4,60
7,83
0,95
0,08

Sumber : Diambil dari Kompiang dan Creswell (1980) dalam
http://www.kompas.com/kesehatan/news/senior/gizi/0206/05/gizi2.htm

Tabel 3 Asam amino yang terkandung pada daging bekicot
Berat
(gram/100 gram berat bahan kering)

Asam Amino
Asam Amino Esensial :
• Isoleusin
• Leusin
• Lisin
• Metionin
• Sistin
• Fenilalanin
• Tirosisn
• Treonin
• Triptofan
• Valin

2,64
4,62
4,35
1,00
0,60
2,62
2,44
2,76
3.07

Asam Amino Non Esensial :
• Arginin
• Histidin
• Alanin
• Asam aspartat
• Asam glutamat
• Glisin
• Prolin
• Serin

4,88
1,43
3,31
5,98
8,16
3,82
2,79
2,96

Sumber : Diambil dari Kompiang dan Creswell (1980) dalam
http://www.kompas.com/kesehatan/news/senior/gizi/0206/05/gizi2.htm

Zat-zat yang Terkandung dalam Cangkang Kijing Air Tawar
Cangkang dari mollusca (termasuk kijing air tawar) memiliki struktur yang
terbuat dari kalsium karbonat, yaitu kira-kira 89 – 99% dan sebagian lainnya
terdiri dari 1 – 2% fosfat, bahan organik conchiolin dan air (Gambar 4). Lapisan
narcreous

yang

mengkilap

mengandung

jauh

lebih

banyak conchiolin

dibandingkan dengan lapisan prismatik. Kandungan mutiara terdiri dari 91%
kalsium karbonat, conchiolin dan 3% air (Dharma 1988).


 

 
 
Gambar 4 Cangkang kijing air tawar. (Sumber: http://www.garfishindo.com/
images/products/snail_kijing_clam.jpg).
Sejauh ini belum ditemukan literatur tentang manfaat dari cangkang kijing
air tawar sehingga sebagai pembanding digunakan cangkang mollusca laut yang
banyak mengandung kitosan. Kitosan merupakan turunan senyawa kitin yang
diisolasi dari kulit udang, rajungan dan kepiting melakui reaksi kimia atau
enzimatis. Salah satu senyawa kimia turunan kitosan adalah glukosamina.
Glukosamina ini didapatkan dengan proses degradasi pemutusan molekul besar
kitosan melalui proses kimiawi. Aplikasi glukosamina dibidang medis sangatlah
luas meliputi pencegahan arterosklerosis, hipertensi, diabetes, meningkatkan
kekebalan tubuh dan sebagai anti tumor dibidang onkologi (Rismana 2007).

Mekanisme Pertahanan Tubuh
Tubuh akan selalu berhubungan dengan agen penyakit atau mikroba, seperti
bakteri, virus, jamur dan parasit, melalui kulit, mulut, saluran pernapasan, saluran
pencernaan, lapisan membran mata dan juga jaringan yang lebih dalam. Tubuh
mempunyai sistem kekebalan, yaitu sistem tanggap kebal (sistem imun). Sistem
imun adalah kemampuan tubuh untuk dapat mengenali dan menghancurkan
benda-benda yang dianggap asing oleh tubuh yang kemudian akan diambil dan
diolah oleh sel yang peka antigen dengan cara memproduksi antibodi (Tizard
1988).
Bila sistem imun terpapar zat yang dianggap asing, maka ada dua jenis
respon imun yang dapat terjadi, yaitu respon imun non spesifik yang umumnya
merupakan imunitas bawaan (natural immunity) dan respon imun spesifik atau

 

imunitas dapatan (acquired immunity). Imunitas bawaan adalah kekebalan yang
didapatkan sejak lahir sedangkan imunitas dapatan adalah kekebalan yang
terbentuk setelah terpapar benda asing atau kuman tertentu, seperti virus dan
toksin (Tizard 1988). Imunitas dapatan terdiri dari respon imun humoral, respon
imun selular dan interaksi antara respon imun humoral dan respon imun selular
(antibody dependent cell mediated). Respon imun humoral diawali dengan
diferensiasi limfosit B menjadi satu populasi sel plasma yang memproduksi dan
melepaskan antibodi spesifik ke dalam darah sedangkan respon imun selular (Cell
mediated immunity) didapat melalui pembentukan sel limfosit yang teraktifasi
dalam jumlah besar yang secara khusus dibuat untuk menghancurkan benda asing
(Boedina 2000).
Respon imun individu terhadap unsur-unsur patogen sangat bergantung
pada kemampuan untuk mengenal dan melakukan reaksi yang tepat untuk
menyingkirkan antigen. Faktor yang dapat mempengaruhi status kekebalan tubuh
hewan antara lain faktor genetik, lingkungan dan fisiologi (Roitt 1988).

Sistem Limforetikular
Sistem limforetikular dikelompokkan dalam 2 unsur, yakni unsur selular
yang terdiri atas limfosit yang berfungsi dalam respon imun spesifik dan sel-sel
lain yang berperan dalam respon imun non spesifik. Unsur yang kedua adalah
unsur organ dan jaringan yang terbagi dalam organ limfoid primer (timus) dan
organ limfoid sekunder (limpa, kelenjar limfe dan jaringan limfoid lain).

Unsur Selular
Semua sel yang berfungsi dalam respon imun diketahui berasal dari sel
induk pluripoten yang kemudian berdiferensiasi melalui dua jalur, yaitu jalur
limfoid yang membentuk limfosit dan turunannya serta jalur mieloid yang
membentuk sel-sel fagosit dan sel-sel lain (Boedina 2000).
Setiap limfosit memiliki reseptor pada permukaannya yang mampu
mengenal antigen tertentu. Walaupun demikian, limfosit-limfosit yang lain masih
dapat mengenal jenis antigen lain, sehingga seluruh populasi limfosit dapat
mengenal sejumlah antigen yang bervariasi (Boedina 2000).

10 
 

Disamping populasi limfosit, masih ada sel-sel lain yang juga berperan
dalam respon imun, yaitu fagosit mononuklear yang terdiri atas monosit dan
makrofag serta granulosit yang disebut sel-sel polimorfonuklear (PMN) terdiri
atas sel-sel neutrofil, eosinofil dan basofil. Sel lain yang juga berperan dalam
respon imun adalah mastosit dan trombosit (Boedina 2000).
Sel fagosit mononuklear berkembang dari sel induk mieloid yang dihasilkan
oleh sumsum tulang. Sel ini mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai: fagosit
profesional dengan fungsi utama menghancurkan antigen dan sebagai Antigen
Presenting Cell (APC) yang fungsinya menyajikan antigen kepada limfosit.
Sebagai fagosit profesional yang terpenting adalah makrofag. Sel ini diproduksi
sumsum tulang dari sel induk mieloid melalui stadium promonosit. Sel-sel ini
antara lain melapisi sinusoid limpa dan kelenjar limfe dan mempunyai peran
penting dalam respon imun, diantaranya sebagai sel efektor, menghancurkan
mikroorganisme serta sel-sel ganas dan benda-benda asing (Boedina 2000).
Sel-sel polimorfonuklear (PMN) berasal dari sel induk mieloid dan
merupakan 60%-70% dari jumlah leukosit dalam sirkulasi darah, walaupun dapat
juga dijumpai ekstravaskular. Sel PMN mempunyai inti yang terbagi atas
beberapa lobul dan dalam sitoplasma terdapat tiga macam granula, yaitu granula
primer, sekunder dan tersier. Granula primer merupakan granula azurofilik yang
mengandung mieloperoksidase, lisozim dan sejumlah protein bermuatan positif
(kationik). Granula sekunder mengandung laktoferin, lisozim dan protein pengikat
B-12. Sedangkan granula tersier mengandung lisozim dan hidrolase asam
(Boedina 2000).

Limfosit
Limfosit merupakan sel leukosit agranulosit yang memiliki sitoplasma
dengan warna biru muda pada pewarnaan HE. Intinya sangat besar dan berwarna
ungu tua. Ukurannya paling kecil diantara ketiga sel granulosit (Gambar 5).

11 
 

Gambar 5 Sel darah putih (leukosit), limfosit. (Sumber : http://Id.wikipedia.org)
Pada kondisi normal jumlah limfosit pada mencit yaitu 55%-85% dari total
leukosit (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Limfosit ini berdiferensiasi menjadi
sel T dan sel B yang berperan penting dalam respon imun. Sel T berperan dalam
imunitas seluler dan diperkirakan 70-75 % dari seluruh limfosit darah. Sel T
menimbulkan respon imun selular sedangkan sel B akan menghasilkan antibodi
pada respon imun humoral.
Dalam sistem pertahanan tubuh guna memberantas bahan-bahan infeksius
atau toksin selain dilakukan dengan fagositosis juga dilakukan dengan
pembentukan antibodi oleh limfosit. Limfosit berfungsi sebagai pembunuh alami
yang dapat menghancurkan sel-sel asing atau sebagai penghasil antibodi untuk
respon spesifik (Guyton & Hall 1997).

Organ Limfatik
Menurut Boedina (2000), organ dan jaringan limfoid terbagi dalam dua
kelompok utama, yaitu organ limfoid primer yang fungsi utamanya adalah
embriogenesis dari sel-sel yang berfungsi dalam respon imun dan organ limfoid
sekunder yang disamping limfopoesis juga beraksi aktif terhadap stimulasi
antigen. Termasuk kedalam organ limfoid primer antara lain timus dan bursa
Fabricious pada unggas, sedangkan organ limfoid sekunder antara lain limpa,
simpul limfe (lymph nodus).

12 
 

Timus
Timus terdiri dari sejumlah lobul berisi epitelial yang tersusun longgar dan
setiap lobul dibatasi oleh kapsul jaringan ikat. Di bagian luar setiap lobulus, yaitu
korteks, diinfiltrasi padat dengan limfosit, tetapi pada bagian dalam, yaitu medula,
sel epitelial jelas terlihat (Gambar 6). Kelenjar timus berada di bagian anterior
mediastinum, terbagi dalam dua lobus dan banyak lobulus yang masing-masing
terdiri atas korteks dan medula. Sel induk pluripoten yang merupakan cikal bakal
sel T, masuk ke dalam timus lalu berploriferasi menjadi sel yang disebut timosit.

Gambar 6 Gambaran mikroskopik timus. (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/
Thymus).
Penyediaan darah ke timus berasal dari arteri yang masuk melalui jaringan
ikat pembatas dan menjulur sebagai anteriol sepanjang pertemuan kortiko-medula.
Kapiler yang terjadi dari arteriol ini dibatasi oleh penghalang yang terdiri dari
endotel, membran basal yang sangat tebal dan lapisan luar dari sel epitelial yang
berkesinambungan. Penghalang ini efektif mencegah antigen yang beredar
memasuki korteks timus. Tidak ada saluran limfe yang masuk ke dalam timus
(Tizard 1988).
Fungsi timus belum diketahui dengan jelas karena tidak adanya akibat yang
terlihat nyata bila timus pada hewan dewasa dibuang. Namun, pada rodensia yang
baru lahir dapat memberi dampak bila timusnya dibuang. Hal tersebut
dikarenakan hewan menjadi lebih peka terhadap infeksi.

13 
 

Limpa
Limpa berfungsi sebagai penyaring (filter) darah dan penyimpan zat besi
(Fe) untuk dimanfaatkan kembali dalam sintesis hemoglobin yang terkait dengan
respon imunologi terhadap antigen yang berasal dari darah dan menyimpan
eritrosit serta trombosit.
Limpa dibungkus oleh jaringan ikat tebal sebagai kapsula dan dibagian luar
dibalut oleh peritonium. Kapsula memiliki dua lapis jaringan ikat dan otot polos
yang berfungsi sebagai penunjang parenkim limpa. Trabekula terdiri dari serabut
kolagen, serabut elastik dan otot polos mulai dari kepala sampai ke hilus.
Trabekula mengandung arteri, vena, pembuluh limfe dan syaraf (Gambar 7).
Kapsula, trabekula dan serabut retikuler menunjang parenkim limpa yang terdiri
dari pulpa merah dan pulpa putih (Dellmann dan Brown 1989).

Gambar 7 Gambaran mikroskopik organ limpa. (Sumber: http://www.deltagen.
com/target/histologyatlas/atlas_files/hematopoietic/spleen_4x.htm).
Bagian pulpa merah untuk menyimpan eritrosit, untuk penjerat antigen dan
untuk eritropoiesis (Tizard 1988). Sebagian besar dari pulpa limpa berwarna
merah dan banyak mengandung darah yang disimpan dalam jalinan retikuler.
Pulpa merah terdiri dari arteriol pulpa (pulp arterioles), kapiler selubung serta
kapiler terminal, sinus venous atau venula dan bingkai limpa (Dellmann dan
Brown 1989). Pulpa putih adalah jaringan limfatik yang menyebar di seluruh
limpa sebagai nodulus limpa dan seperti selubung limfatik periarterial

14 
 

(Periarterial Lymphatic Sheaths, disingkat PALS). Pada kedua lokasi, serabut
retikuler dan sel retikuler membentuk jalinan stroma dalam tiga dimensi
mengandung pecahan limfosit, makrofag dan sel-sel aksesori lain (Dellmann dan
Brown 1989). Pada bagian pulpa putih inilah terjadi tanggap kebal (Tizard 1988).
Daerah marginal adalah daerah yang berbatasan langsung dengan lapis
terakhir dari lapisan konsentris yang dibentuk oleh retikulum pada permukaan
pulpa putih. Daerah marginal merupakan filter paling utama bagi darah. Daerah
ini merupakan tempat ideal bagi antigen darah untuk mengadakan kontak dengan
elemen limfatik, sebab begitu banyak kapiler disini. Aktifitas limfloblas di daerah
perifer dari pulpa putih merupakan indikasi pertama awal respons kekebalan
humoral (Dellmann dan Brown 1989). Dari sini darah mengalir perlahan menuju
sinus venous atau venula pulpa merah. Banyak makrofag dan populasi limposit
khusus terdapat di daerah marginal. Semua unsur dari darah, juga antigen
mengadakan kontak dengan makrofag dan limfosit setempat. Partikel yang
mengambang dalam plasma darah difagositosis secara efisien oleh makrofag dan
merupakan kondisi ideal untuk penampilan antigen (Dellmann dan Brown 1989).
Mekanisme filtrasi limpa dapat meningkat bila jaringan retikuler banyak
berisi sel-sel retikuler dan makrofag. Umumnya tiap sediaan pulpa merah banyak
mengandung makrofag yang memfagositose pecahan pigmen darah merah yang
disebut dengan hemosiderin.

Limfonodus (lymph node)
Berbentuk bulat atau seperti kacang, ditempatkan strategis pada saluran
limfatik sehingga dapat menjerat antigen bagian perifer tubuh menuju aliran
darah. Terdiri dari jaringan-jaringan retikuler yang diisi dengan limfosit, makrofag
dan sel dendrit. Simpul limfe terbagi atas korteks perifer, medula sentral dan suatu
daerah yang tidak beraturan antara korteks dan medula yang disebut wilayah
parakortikal (Gambar 8).

15 
 

Gambar 8 Gambaran mikroskopis limfonodus. (Sumber : http://www.upei.ca/
~morph/webct/Modules/Lymphoid/tonsil.html.
Sel darah korteks terutama terdiri dari limfosit B dan tersusun dalam nodul
sebelum kontak dengan antigen, nodul ini disebut nodul primer. Pada simpul
limfe yang sudah dirangsang oleh antigen, sel dalam folikel primer meluas
membentuk struktur yang khas dan dikenal sebagai germinal center. Folikel yang
mengandung germinal center ini kemudian dikenal sebagai folikel sekunder
sedangkan folikel tersier adalah sel dalam zone parakortikal terutama terdiri dari
limfosit T dan tersusun dalam nodul yang kurang teratur (Boedina 2000).
Simpul limfe mempunyai dua sistem penjeratan antigen yang terpisah, yakni
menggunakan makrofag yang terdapat dalam medula dan melibatkan sel dendrit
yang terdapat dalam korteks, terutama dalam folikel sekunder. Efisiensi dari
sistem yang melibatkan makrofag relatif efektif pada kontak pertama dengan
antigen sedangkan sistem yang melibatkan dendrit sebagai alat penjeratan antigen
tergantung pada adanya antibodi yang diperlukan supaya antigen bisa menempel
pada penjuluran-penjuluran sel dendrit (Tizard 1988).
Antigen masuk ke limfonodus melalui sel dendrit, berinteraksi dengan sel
T dan kemudian mengaktifkannya. Limfonodus amat berperan dalam mengikat
antigen yang masuk melalui saluran limfe aferen. Antigen akan berinteraksi
dengan makrofag, sel B dan sel T. Interaksi ini akan menimbulkan adanya reaksi
imun.

16 
 

Antibiotik
Antibiotik termasuk jenis obat yang cukup sering diresepkan dalam
pengobatan modern. Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun
sintetik yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia
di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh nakteri atau virus.
Antibiotik dijuluki ”peluru ajaib” : obat yang membidik penyakit tanpa melukai
tuannya. Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat virus, jamur, atau
nonbakteri lainnya. Antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam melawan
berbagai jenis bakteri. Salah satunya adalah yang bekerja sebagai inhibitor dan
sintesis (cephalosphorin).

17 
 

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian

dilaksanakan

di

bagian

Patologi,

Departemen

Klinik,

Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Waktu kegiatan dimulai dari bulan April 2006 hingga Agustus 2006 yang
dilanjutkan dengan pengamatan preparat dan pengolahan data pada bulan Februari
hingga Mei 2007.

Materi
• Hewan
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus musculus)
sebanyak 45 ekor.
• Minyak obat luka Rantau
Minyak obat luka Rantau diperoleh langsung dari daerah Rantau,
Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan yang telah diolah dan dikemas baik.
• Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pakan dan minum
mencit, BNF (Buffer Neutral Formalin) 10%, eter, NaCl fisiologis, alkohol
70%,

akuades,

obat

cacing

dengan

zat

aktif

imidazol,

antibiotik

(cephalosphorin yang diberikan sehari pasca laparotomi dan penisilinstreptomisin diberikan setelah penjahitan laparotomi dilakukan), serta obat bius
(ketamin dan xylazin).
• Peralatan
Peralatan penelitian yang digunakan adalah: kandang adaptasi dan
kandang percobaan mencit, timbangan digital, anaerobic jar, kertas buram,
sonde lambung, spoit 1 ml, pipet mikrometer, botol minum mencit, silet, jarum
jahit, cat gut, talenan, stiroform, aluminium foil, 1 set jarum pentul, alat bedah
dan nekropsi (pinset, scalpel, gunting), kertas label, kapas, tissue, plastik
tempat sampel, cawan petri, gelas objek, gelas penutup (cover glass),
mikroskop, video micrometer dan video foto mikroskop.

Metode
• Kandang
Kandang yang digunakan ada dua macam yaitu kandang adaptasi dan
kandang percobaan. Kandang adaptasi dan kandang percobaan berupa kotak
plastik dengan ukuran 20 x 30 cm sebanyak 15 buah dan tutup dari kawat
untuk sirkulasi udara.
• Perlakuan terhadap Mencit Percobaan
Mencit yang digunakan berjumlah 45 ekor yang dibagi menjadi 3
kelompok

perlakuan

yaitu

kontrol

positif

yang

diberi

antibiotik

(cephalosphorin) pasca laparotomi flank, kontrol negatif tanpa pemberian obat
dan kelompok perlakuan yang diberi minyak obat luka pasca laparotomi flank.
Tiap perlakuan dibagi lagi menjadi 5 kelompok kecil (masing-masing dengan 3
ekor ulangan) berdasarkan waktu pengambilan sampel yaitu pada hari kedua,
keempat, kee