Pengelolaan Lanskap Habitat Musim Dingin Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhynchus) Berbasis Satellite Tracking di Kawasan Talaga Bodas, Jawa Barat

PENGELOLAAN LANSKAP HABITAT MUSIM DINGIN SIKEP MADU
ASIA (Pernis ptilorhynchus) BERBASIS SATELLITE TRACKING
DI KAWASAN TALAGA BODAS, JAWA BARAT

RENI CITRA PRADANI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengelolaan
Lanskap Habitat Musim Dingin Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhynchus) Berbasis
Satellite Tracking di Kawasan Talaga Bodas, Jawa Barat adalah benar merupakan
hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan pada daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013
Reni Citra Pradani
NIM A44080033

ABSTRAK
RENI CITRA PRADANI. A44080033. Pengelolaan Lanskap Habitat
Musim Dingin Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhynchus) Berbasis Satellite
Tracking di Kawasan Talaga Bodas, Jawa Barat. Dibimbing oleh SYARTINILIA.
Sikep madu asia (Pernis ptilorhynchus) merupakan raptor migran yang telah
didata oleh satelit sejak tahun 2003. Salah satu kawasan yang dipilih oleh SMA
adalah Kawasan Talaga Bodas, Jawa Barat. Tujuan penelitian ini yaitu
mengidentifikasi dan membandingkan karakteristik lanskap core dan edge habitat
musim dingin SMA di Jawa Barat, membandingkan karakteristik lanskap habitat
musim dingin SMA di Jawa Barat dengan Kalimantan Selatan serta menyusun
rekomendasi rencana pengelolaan lanskap habitat musim dingin SMA di Kawasan

Talaga Bodas. Metode yang digunakan dalam mengidentifikasi dan
membandingkan karateristik lanskap adalah analisis komponen utama yang
dipadukan dengan sistem informasi geografi. Hasil studi ini didefinisikan oleh dua
belas dan sebelas komponen utama, yang dijelaskan oleh 76% dan 76,3% dari
variasi data karakteristik lanskap core dan edge habitat. Karakteristik dasar core
dan edge habitat di Jawa Barat terkait dengan jarak terdekat ke kemiringan lahan
3-8% (agak datar), jarak terdekat ke lahan terbuka, dan jarak terdekat ke sawah.
Perbedaan core dan edge habitat di Jawa Barat dan Kalimantan Selatan yaitu area
konservasi di Kalimantan Selatan banyak terdapat di core habitat, sedangkan di
Jawa Barat area konservasi banyak terdapat di edge habitat. Pengelolaan lanskap
habitat musim dingin dapat direncanakan berdasarkan jangka waktu (jangka
pendek dan jangka panjang), serta dapat direkomendasikan pengembangan
ekowisata berbasis migrasi raptor pada Kawasan Talaga Bodas.
Kata Kunci: Analisis Komponen Utama (AKU), Ekowisata, Pernis
ptilorhynchus , Sistem Informasi Geografi (SIG), Talaga Bodas

ABSTRACT
RENI CITRA PRADANI. A44080033. Landscape Habitat Management of
Oriental Honey Buzzard (Pernis ptilorhynchus) Wintering in Talaga Bodas Area,
West Java Based on Satellite Tracking. Supervised by SYARTINILIA.

Oriental Honey Buzzard (OHB) (Pernis ptilorhynchus) is one of migratory
raptor that had been satellite-tracked since 2003. One of area which chosen by
OHB was Talaga Bodas, placed in West Java. The objectives of this study were
to identify and to compare the core and edge landscape characteristics of OHB‟s
winter habitat in West Java, to compare characteristics of OHB‟s winter habitat in
West Java with South Kalimantan, and to obtain the landscape management plan
of OHB‟s winter habitat in Talaga Bodas area. Principal Component Analysis
(PCA) combined with Geographical Information System (GIS) was used to
identify and to compare the landscape characteristics. The results of this study
were defined by twelve principal components (PCs) and eleven PCs, which were
explained by 76% and 76,3% of the data variance in landscape characteristics of
core and edge habitats respectively. The basic characteristics of core and edge

ii
habitats in West Java were related to the nearest distance by semi-plain area (3-8
% slope), the nearest distance by open land, and the nearest distance by paddy
field. The difference of core and edge habitats in West Java and South Kalimantan
was the conservation areas, where conservation areas of South Kalimantan placed
in core habitat, whereas conservation areas of West Java area placed in edge
habitat. Landscape management of winter habitat based on period (short and long

term) was planned, and the ecotourism based on raptor migration was developed
in Talaga Bodas area.
Keywords: Ecotourism, Geographical Information System (GIS), Pernis
ptilorhynchus, Principal Component Analysis (PCA), Talaga Bodas

© Hak Cipta IPB, tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

iv

PENGELOLAAN LANSKAP HABITAT MUSIM DINGIN SIKEP MADU
ASIA (Pernis ptilorhynchus) BERBASIS SATELLITE TRACKING
DI KAWASAN TALAGA BODAS, JAWA BARAT


RENI CITRA PRADANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

vi

Judul Skripsi : Pengelolaan Lanskap Habitat Musim Dingin Sikep Madu Asia
(Pernis ptilorhynchus) Berbasis Satellite Tracking di Kawasan
Talaga Bodas, Jawa Barat
Nama

: Reni Citra Pradani
NIM
: A44080033

Disetujui oleh

Dr. Syartinilia, SP, M.Si
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillahilladzi bi ni’matiHi tatimmush-shalihat. Puji dan syukur
penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata‟ala atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengelolaan

Lanskap Habitat Musim Dingin Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhynchus) Berbasis
Satellite Tracking di Kawasan Talaga Bodas, Jawa Barat”. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Februari hingga Desember 2012 di Kabupaten Garut dan
Tasikmalaya, Jawa Barat.
Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Syartinilia, SP,
M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan
bimbingan kepada penulis sejak awal hingga terselesaikannya skripsi ini serta
Prof. Dr. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr selaku dosen pembimbing akademik
yang telah membimbing akademik penulis selama tiga tahun. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Prof. Hiroyoshi Higuchi yang telah
memberikan akses dan izin dalam menggunakan data hasil satellite tracking.
Selain itu, terima kasih pula kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang memberikan Hibah Kerjasama
Luar Negeri dan Publikasi Internasional terhadap payung penelitian yang berjudul
Landscape Ecological Studies on Habitat of Oriental Honey Buzzards (Pernis
ptilorhynchus) Based on Satellite Tracking Data, Nomor 203/ sp2h/ PL/
Dit.Litabmas/ IV/ 2012, yang diketuai oleh Dr. Syartinilia, SP, M.Si, sehingga
membantu sebagian dana dalam penelitian ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, mama, kakak, adik

serta keluarga penulis atas semangat, cinta, dan kasih sayang yang diberikan
kepada penulis. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada PT.
Indofood Sukses Makmur, Tbk melalui beasiswa Yayasan Karya Salemba Empat
yang telah membantu sebagian dana dalam penelitian ini. Selanjutnya, penulis
mengucapkan terima kasih kepada teman sebimbingan (Andre, Vivi, dan Yudha),
teman-teman ARL 45, serta kepada teman-teman terdekat penulis. Semoga Allah
membalas kebaikan kalian dengan yang lebih baik.
Semoga skripsi ini bermanfaat dan memperberat timbangan kebaikan bagi
penulis dan pembimbing di akhirat kelak. Shalawat dan salam semoga tercurah
atas Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam, kepada keluarganya, para
sahabatnya, serta umatnya yang setia hingga akhir zaman. Tidak lupa penulis
memohon maaf atas segala kekurangan dan hal-hal yang tidak berkenan selama
penyusunan skripsi ini.

Bogor, Mei 2013
Reni Citra Pradani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

Kerangka Pikir

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Migrasi Burung Pemangsa

3

Habitat Burung yang Bermigrasi


5

Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhynchus)

5

Satellite Tracking

6

Klasifikasi Penutupan Lahan

7

Ekowisata

8

METODOLOGI
Lokasi dan Waktu

9
9

Alat dan Bahan

10

Data

10

Metode Penelitian

11

Persiapan

11

Inventarisasi dan Survei Lapang

11

Analisis Data

12

Klasifikasi Penutupan Lahan

12

Pangkalan Data Variabel Lingkungan

15

Identifikasi dan Analisis Karakteristik Lanskap Habitat SMA

19

Analisis Perbandingan Variabel Lingkungan

19

Rencana Pengelolaan Lanskap Habitat Musim Dingin SMA

19

Output
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

20
22

viii
Kondisi Habitat

22

Taman Wisata Alam (TWA) Talaga Bodas

22

Karaha Bodas

26

Penutupan Lahan

28

Lahan Terbangun

28

Badan Air

28

Hutan

28

Ladang

28

Sawah

29

Lahan Terbuka

29

Semak Belukar

29

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

30
30

Penutupan Lahan di KTB

30

Karakteristik Lanskap Habitat SMA

32

Karakteristik Core habitat

32

Karakteristik Edge habitat

34

Perbandingan Karakteristik Core dan Edge Habitat

37

Persamaan Karakteristik

37

Perbedaan Karakteristik

38

Perbandingan Variabel Core dan Edge Habitat
Pembahasan

38
39

Penutupan Lahan di KTB

39

Karakteristik Lanskap Habitat SMA

40

Karakteristik Core Habitat

40

Karakteristik Edge Habitat

41

Perbandingan Core dan Edge Habitat

42

Persamaan Karakteristik

42

Perbedaan Karakteristik

43

Perbandingan Variabel Core dan Edge Habitat di Jawa Barat dan di
Kalimantan Selatan

44

Rekomendasi untuk Pengelolaan Lanskap Habitat Musim Dingin SMA
di KTB
Rencana Jangka Pendek

44
45

Rencana jangka pendek pada core dan edge habitat

45

Rencana jangka pendek pada core habitat

47

Rencana jangka pendek pada edge habitat

47

Rencana Jangka Panjang

48

Rencana jangka panjang pada core dan edge habitat

48

Rencana jangka panjang pada core habitat

60

Rencana jangka panjang pada edge habitat

60

SIMPULAN DAN SARAN

68

Simpulan

68

Saran

68

DAFTAR PUSTAKA

69

LAMPIRAN

72

RIWAYAT HIDUP

93

x

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Matriks jenis, sumber, dan metode pengambilan data
Penampakan training area pada Landsat 7 tahun 2009 beserta
Variabel lingkungan
Klasifikasi faktor kemiringan lahan
Perbandingan luas hasil klasifikasi penutupan lahan di KTB
Pendugaan akurasi dari penggunaan dan penutupan lahan tahun 2009
Hasil analisis komponen utama untuk core habitata
Hasil analisis komponen utama untuk edge habitata
Perbandingan karakteristik lanskap core dan edge habitat di Jawa Barat
Hasil uji t-student variabel lingkungan core dan edge habitat di Jawa
Jalur tempuh menuju KTB
Alat transportasi yang digunakan menuju KTB
Tujuan berkunjung ke KTB
Perbandingan kegiatan ekowisata pada core dan edge habitat dengan
spot yang berbeda
15 Rencana kegiatan ekowisata terpadu

10
14
16
16
30
32
33
35
36
39
50
50
53
59
64

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Kerangka pikir penelitian
Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhynchus)
Mekanisme satellite tracking dengan ARGOS
Peta kawasan Talaga Bodas
Jalur migrasi SMA dengan Satellite Tracking
Peta elevasi
Peta kemiringan lahan
Bagan alir penelitian
Kondisi TWA Talaga Bodas
Aksesibilitas di core habitat, TWA Talaga Bodas
Lanskap edge habitat caldera Talaga Bodas
Lanskap pertanian core habitat di Karaha Bodas
Lahan terbangun dan badan air di edge habitat
Hutan di core habitat dan ladang di edge habitat
Lahan terbuka dan sawah di edge habitat
Semak belukar di core habitat
Peta penutupan lahan
Diagram persamaan dan perbedaan karakteristik lanskap habitat musim
dingin SMA
Kaliandra Gunung (Calliandra callothyrsus)
Persepsi bahwa kondisi jalan kurang terawat
Persepsi bahwa papan penunjuk jalan dan papan interpretasi sangat
sedikit
Persepsi bahwa fasilitas wisata kurang memadai

3
6
7
9
11
17
18
21
22
24
25
27
28
29
29
30
31
37
46
51
52
52

xi
23 Pengetahuan pengunjung terhadap keberadaan habitat musim dingin
SMA
24 Pengetahuan pengunjung tentang lokasi keberadaan burung
25 Persepsi bahwa objek wisata harus ada peran serta masyarakat sekitar
26 Persepsi bahwa konsep pengembangan ekowisata tidak harus
memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat sekitar
27 Titik pengamatan SMA pada grid 0,25x0,25 km
28 Titik pengamatan SMA pada grid 0,5x0,5 km
29 Titik pengamatan SMA pada grid 1x1 km
30 Contoh festival raptor di Malaysia
31 Ekowisata di TWA Talaga Bodas
32 Pemetaan objek ekowisata di TWA Talaga Bodas

54
55
55
56
61
62
63
65
67
67

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke elevasi 0-300 meter
Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke elevasi 300-500 meter
Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke elevasi 500-700
Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke elevasi 700-1000 meter
Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke elevasi > 1000
Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke kemiringan lahan 0-3%
Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke kemiringan lahan 3-8%
Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke kemiringan lahan 8-15%
Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke kemiringan lahan 15-25%
Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke kemiringan lahan 25-40%
Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke kemiringan lahan > 40%
Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke lahan terbangun
Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke badan air
Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke hutan
Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke ladang
Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke sawah
Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke lahan terbuka
Peta jarak terdekat (euclidean distance) ke semak belukar
Kuesioner pengunjung
Pertanyaan wawancara dengan pembuat kebijakan terkait ekowisata

72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
92

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ancaman kerusakan habitat di Jawa Barat semakin meningkat seiring
dengan aktivitas manusia yang merugikan seperti pertambangan, penebangan liar
pada hutan, dan perubahan fungsi lahan. Hal ini dibuktikan oleh Surat Keputusan
(SK) Menteri Kehutanan Nomor 419/Kpts-II/1999 tentang luasan hutan
konservasi di Jawa Barat sekitar 252.604 ha atau sekitar 24 % dari total luas hutan
di Jawa Barat. Sementara berdasarkan SK Menteri Kehutanan 195/Kpts-II/2003,
luasan hutan konservasi di Jawa Barat sekitar 132.180 ha atau sekitar 16 % dari
luasan total di Jawa Barat (Wiwit 2012). Kedua data tersebut membuktikan bahwa
luasan hutan konservasi berkurang dari 252.604 ha menjadi 132.180 ha dari tahun
1999 sampai tahun 2003.
Kawasan Talaga Bodas (KTB) merupakan core dan edge habitat Sikep
Madu Asia yang meliputi Taman Wisata Alam (TWA) Talaga Bodas dan Karaha
Bodas, Kabupaten Garut-Tasikmalaya, Jawa Barat. TWA merupakan salah satu
Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang memiliki potensi flora, fauna dan
ekosistemnya serta gejala dan keunikan alam yang dapat dikembangkan sebagai
objek dan daya tarik wisata alam (ODTWA). Menurut Undang-undang No. 5
tahun 1990 bahwa TWA merupakan kawasan pelestarian alam yang terutama
dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam dan pada pasal 31 disebutkan
bahwa di dalam KPA dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya dan wisata alam.
Sedangkan Karaha Bodas merupakan kawasan dengan potensi geotermal yang
saat ini sedang dalam tahap eksplorasi oleh PT. Pertamina Geotermal Energi (PT.
PGE). Selain itu, terdapat obyek wisata alam hutan dan potensi wisata geologi
geotermal.
Kawasan ini merupakan salah satu habitat musim dingin Sikep Madu Asia
(Pernis ptilorhynchus). Sikep Madu Asia (SMA) merupakan salah satu burung
pemangsa yang melakukan migrasi dari tempat reproduksi (breeding site) di
Jepang ke habitat musim dingin (wintering area) di Indonesia. Sejak tahun 2003,
satelit ARGOS berhasil melakukan tracking terhadap 49 individu SMA. Data
tersebut menunjukkan ada tiga individu SMA yang mempunyai habitat musim
dingin di Pulau Jawa dan ada satu individu SMA yang memilih Kawasan Talaga
Bodas sebagai habitat musim dinginnya. Habitat musim dingin didefinisikan
sebagai area yang ditinggali oleh SMA dengan kurang dari 30 km2 selama
minimal 24 jam (Higuchi dan Pierre 2005).
Satellite tracking merupakan alat yang dapat menentukan rute migrasi,
lokasi stop-over, dan lokasi singgah selama musim dingin burung pemangsa
migran (Cohn 1999; Webster et al. 2002). Satellite tracking secara umum hanya
menyediakan informasi lokasi dan waktu keberadaan burung tersebut saja.
Informasi dari satellite tracking tersebut kemudian dipadukan dengan kemajuan
teknologi di bidang Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan jauh (GIS &
Remote Sensing) sehingga dapat dilakukan analisis spasial dan permodelan untuk
mengidentifikasi karakteristik suatu lanskap habitat (Syartinilia et al. 2010).

2
Keberadaan SMA di KTB berpotensi dalam pengembangan kegiatan wisata
minat khusus. Bentuk kegiatan wisata yang lainnya yaitu wisata petualangan
(adventure tourism), wisata ekologi (ecotourism/wild tourism), wisata pendidikan
(educational tourism), dan wisata alam (nature-based tourism) (Peraturan
Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011). Proses eksplorasi oleh PT. PGE di Karaha
Bodas dikhawatirkan akan berdampak pada kerusakan habitat. Hal ini cukup
menjadi kendala dan tantangan dalam merencanakan pengelolaan kawasan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan identifikasi dan analisis perbandingan karakteristik
lanskap habitat SMA untuk menyusun rekomendasi rencana pengelolaan habitat
musim dingin SMA di KTB.

Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitian ini bertujuan sebagai berikut,
1. mengidentifikasi karakteristik lanskap core habitat dan edge habitat SMA di
Jawa Barat,
2. membandingkan karakteristik lanskap core dan edge habitat musim dingin
SMA di Jawa Barat
3. membandingkan karakteristik lanskap habitat musim dingin SMA di Jawa
Barat dengan Kalimantan Selatan
4. menyusun rekomendasi rencana pengelolaan lanskap habitat musim dingin
SMA.

Manfaat Penelitian
Manfaat kegiatan penelitian ini adalah memberikan informasi tentang
karakteristik lanskap habitat musim dingin SMA yang melakukan migrasi ke Jawa
Barat. Selain itu, dapat memberikan bahan pertimbangan dan pedoman untuk para
pengelola lanskap (pemerintah Kabupaten Garut-Tasikmalaya, administrasi
pengelolaan kehutanan Seksi Konservasi Wilayah V Garut, Bidang Konservasi
Sumber Daya Alam Wilayah III, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam
Jawa Barat dan Perhutani Unit III Jawa Barat, serta pihak lainnya) dalam
membuat rencana pengelolaan berbasis habitat musim dingin SMA. Informasi
tentang fenomena biologis ini cukup penting diketahui oleh masyarakat awam
maupun pemerhati burung agar habitat musim dingin SMA tetap terjaga dan
sebagai pertimbangan dalam berwisata.

Kerangka Pikir
Pada penelitian ini dilakukan beberapa tahapan dalam menyusun rencana
pengelolaan lanskap habitat musim dingin SMA di KTB. Kerangka pikir tersaji
pada Gambar 1.

3

Kawasan Talaga Bodas
Ancaman Kerusakan
Habitat
Satellite Tracking
GIS & Remote
Sensing

Habitat Musim Dingin SMA
(TWA Talaga Bodas &
Karaha Bodas)

 Perubahan Fungsi
Lahan
 Pertambangan
Mineral & Panas
Bumi
 Penebangan Liar


Identifikasi Karakteristik
Lanskap Habitat

Analisis Perbandingan
Karakteristik Lanskap Habitat

Rekomendasi Rencana Pengelolaan Lanskap
Habitat Musim Dingin SMA

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
Migrasi Burung Pemangsa
Migrasi adalah pergerakan makhluk hidup yang terjadi secara musiman
terarah, yaitu perjalanan bolak-balik diantara area reproduksi dan area musim
dingin. Hal ini terjadi pada semua bentuk kehidupan dari hewan dan tanaman,
baik besar maupun kecil. Migrasi merupakan suatu respon makhluk hidup
terhadap pergantian musim (Bildstein 2006).
Migrasi burung berdasarkan asal daerahnya terdiri dari dua arah, yaitu dari
daerah utara (Rusia, Jepang, China) ke selatan (Indonesia, Filipina) dan dari
selatan (Australia) ke utara (Indonesia, Filipina). Tetapi jalur selatan ini
jumlahnya sedikit dan masih jarang penelitian dan pengamatan burung yang
melaporkan jalur migrasi ini. Jalur utara biasanya dimulai bulan Oktober atau
November seiring datangnya musim dingin di belahan utara. Burung-burung ini
secara berkelompok terbang menuju daerah khatulistiwa dan akan kembali ke
daerah asalnya sekitar bulan Maret (Bildstein 2006).
Migrasi dari utara memiliki dua jalur yang biasa digunakan burung-burung
ini, yaitu koridor daratan timur dan koridor Pasifik. Koridor daratan timur
dimulai dari daratan Rusia menyusuri pinggiran benua Asia, melewati negara
China, Vietnam, Thailand, Malaysia hingga sampai di Indonesia. Koridor ini

4
panjangnya kurang lebih 7.000-an km. Selanjutnya, koridor pasifik dimulai dari
Rusia kemudian menyusuri kepulauan Jepang, Taiwan, Filipina dan berakhir di
Indonesia yang jauhnya mencapai 5.000-an km. Ada lebih dari 1 juta burung
pemangsa yang menggunakan Koridor Daratan Timur. Ada 33 jenis burung di
jalur ini, di antaranya SMA, elang kelabu (Butastur indicus), elang alap nipon
(Accipiter gularis). Sementara di Koridor Pasifik ada 19 jenis yang bermigrasi.
Jumlahnya diperkirakan 500.000 ekor, di antaranya elang kelabu dan elang alap
Cina (Accipiter soloensis) (Bildstein 2006).
Koridor Pasifik lebih banyak melewati permukaan air, sehingga dibutuhkan
tenaga lebih bagi burung-burung yang melintasi. Umumnya burung yang
melintasi koridor ini mempunyai sayap yang panjang dan ujungnya meruncing,
seperti elang kelabu. Dengan sayap seperti ini, elang kelabu mampu bergerak
mengepakkan sayap dengan tenaga sendiri, selain memanfaatkan soaring.
Sementara SMA yang sayapnya lebih pendek dan ujungnya membulat,
menggunakan Koridor Daratan Timur, memanfaatkan soaring atau energi
matahari (Bildstein 2006).
Migrasi burung berdasarkan persentase dari jumlah populasinya ada tiga
jenis, yaitu migrasi menyeluruh, sebagian, dan lokal. Migrasi menyeluruh yaitu
lebih dari 90% populasi burung di daerah tersebut melakukan migrasi. Migrasi
sebagian adalah burung-burung yang melakukan migrasi, tetapi populasi di bawah
90%. Migrasi lokal yaitu burung-burung yang bermigrasi karena keadaan
habitatnya, berpindah ke habitat lain (Bildstein 2006).
Burung yang bermigrasi umumnya adalah jenis raptor atau burung
pemangsa. Tercatat ada 39 jenis burung pemangsa yang sering berkunjung ke
Indonesia. Burung pemangsa tersebut diantaranya elang rawa kelabu (Circus
cyaneus), elang rawa katak (Circus aeruginosus), elang kecil (Hieraaetus
morphnoides), SMA, elang kelabu (Butastur indicus), dan yang lainnya (Bildstein
2006).
Burung-burung pemangsa yang bermigrasi menghemat tenaga dengan
memanfaatkan energi matahari. Pada pagi hari mereka sudah bersiap-siap di ujung
dahan pohon yang tinggi. Ketika hari makin siang dan udara makin panas, maka
akan muncul gejala thermal (udara yang bergerak ke atas karena panas). Burungburung ini pun melakukan soaring atau terbang berputar ke atas, setinggi mungkin
mengikuti thermal. Selanjutnya kawanan burung ini akan meluncur/melayang
sejauh mungkin. Ketika sudah rendah, mereka akan terbang ke atas kembali
melakukan soaring dan seterusnya. Malam hari pun mereka beristirahat
menunggu matahari esok pagi. Teknik ini membuat burung-burung ini hemat
tenaga dan membutuhkan waktu beberapa hari. SMA yang diperkirakan
menempuh jarak migrasi 11.686 km yang ditempuh dalam 68 hari, dalam sehari
kurang lebih SMA menempuh 170-an km (Bildstein 2006).
Migrasi musim gugur dan musim semi merupakan salah satu tipe migrasi
burung pemangsa. Migrasi musim gugur disebut sebagai outbond migration,
migrasi ini terjadi dari habitat reproduksi menuju habitat non-reproduksi (habitat
musim dingin) ketika burung pemangsa selesai bereproduksi di habitat asal.
Migrasi ini terjadi pada akhir musim gugur untuk menghindari cuaca ekstrim di
habitat asal dan mencari makanan di luar habitat asalnya. Migrasi musim semi
disebut sebagai spring/return migration ialah migrasi yang terjadi dari habitat

5
musim dingin kembali menuju habitat asalnya. Migrasi ini terjadi pada musim
semi. Umumnya, Migrasi musim semi terjadi lebih cepat dibandingkan migrasi
musim gugur (Bildstein 2006).

Habitat Burung yang Bermigrasi
Raptor memiliki habitat-habitat yang umunya digunakan selama migrasi
yaitu tempat reproduksi (breeding site), singgah (stop-over), dan tempat menetap
selama musim dingin (wintering area). Tempat reproduksi ialah tempat yang
digunakan oleh suatu individu untuk melakukan proses perkawinan. Tempat
stopover ialah area persinggahan sementara dari rute migrasi raptor selama sekitar
satu minggu atau lebih, seringkali untuk antisipasi terhadap migrasi yang
melewati habitat yang tidak terlalu baik (Bildstein 2006). Selama pemberhentian
sementara, burung menggunakan habitat untuk beristirahat, berkumpul dan
mencari makan. Selain itu, umumnya raptor berpindah dan menetap selama
periode tertentu selama tempat asalnya sedang mengalami musim dingin. Maka,
raptor bermigrasi menuju tempat yang lebih hangat, tempat ini disebut sebagai
habitat musim dingin. Wintering area (habitat musim dingin) merupakan area
dimana SMA tinggal di dalam area yang kurang dari diameter 30 km dalam kurun
waktu 24 jam (Higuchi dan Pierre 2005). Migrasi jarak jauh dapat memberi
manfaat menghindari musim dingin yang cukup keras di belahan bumi utara
sehingga dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan menjamin masa reproduksi
rata-rata yang lebih tinggi.

Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhynchus)
Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhynchus) atau sering dikenal dengan istilah
Oriental Honey Buzzards (Gambar 2) adalah jenis burung pemangsa yang hidup
di kawasan hutan, kawasan lahan yang terolah, dan semi-gurun (Ferguson dan
Christie 2005). SMA termasuk jenis elang berukuran sedang, berwarna gelap
dengan jambul kecil. Panjang burung sekitar 53 – 65 cm, lebar sayap sekitar 113142 cm, dan lebar ekor sebesar 24-29 cm (Ferguson dan Christie 2005). Warna
sangat bervariasi dengan penampilan warna terang, normal, dan gelap dari dua ras
yang berbeda. Tubuh bagian atas coklat, bagian tubuh bawah putih sampai merah
sawo matang dan coklat gelap, berbintik-bintik dan bergaris-garis banyak. Pada
ekor terdapat garis-garis yang tak teratur. Setiap ras mempunyai bercak di
kerongkongan yang umumnya berwarna pucat dan dibatasi coretan hitam, sering
mempunyai garis tengah berwarna hitam. SMA memiliki Warna iris jingga, warna
paruh abu-abu, kaki kuning, dan dari jarak pendek bulu-bulu yang berbentuk sisik
di depan mata merupakan ciri khas yang diagnostik. Suara burung ini keras dan
bernada tinggi (MacKinnon 1990). Burung ini bertengger secara berkelompok
(Ferguson dan Christie 2005).
SMA berkembang biak di bagian Selatan Siberia, Utara Mongolia, Timur
Laut Cina, Korea dan Jepang dan kemudian bermigrasi ke arah Selatan pada
musim dingin (Ornithological Society of Japan 2000). Raptor ini merupakan salah
satu dari raptor migran yang menghabiskan waktu musim dinginnya pada habitat

6
musim dingin di Asia tenggara dan terdistribusi ke Filipina, Malaysia, Indonesia,
dan Timor Leste. Semua SMA yang bermigrasi ke Asia Tenggara akan bergerak
menuju Semenanjung Malaysia, tetapi arah dan titik pangkalan berbeda diantara
individu. Setelah mencapai Sumatera, sekitar tujuh burung mengubah arah
pergerakan ke arah timur laut, satu individu tiba di Pulau Mindanau, enam
individu mengakhiri migrasi untuk menetap selama musim dingin di Pulau
Kalimantan (Yamaguchi et al. 2008).

Sumber: Dokumentasi Asman Adi Purwanto

Gambar 2 Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhynchus)
Burung ini sering mengunjungi bukit berhutan. Mereka terbang dengan khas
yaitu dengan beberapa kepakan sayap yang diikuti oleh gerakan melayang yang
lama. Membumbung tinggi di langit dengan bentangan sayap tetap datar. Burung
ini mempunyai kebiasaan mengambil sarang tawon dan lebah. Makanan dari
SMA adalah lebah, tawon, madu, tempayak, dan juga buah-buahan yang lunak,
reptilia, dan lain-lain. Sarang burung ini terbuat dari ranting-ranting bercampur
daun-daun hijau, diletakkan pada pohon-pohon di hutan. Telur satu atau dua butir
berwarna putih atau kuning tua dengan banyak bercak merah atau coklat
(MacKinnon 1990).

Satellite Tracking
Satellite tracking merupakan alat untuk menginvestigasi pergerakan hewan
ketika sebuah subyek bepergian dalam skala global (Cohn 1999; Webster et al.
2002). Ahli ekologi menggunakan teknologi ini dalam mengakumulasi bukti yang
terkait pada jalur migrasi, tempat singgah, dan tempat mencari makan. Studi ini
tidak hanya menyediakan informasi dasar mengenai pergerakan dari spesies target
dengan menunjukkan tempat singgah yang penting atau area yang bertumpuk
antara burung-burung yang sedang mencari makan dan area perikanan (Higuchi et
al. 2005).
SMA ditrack dengan sistem Argos (Argos 1996). Argos membagi kelaskelas lokasi (LCs) menjadi tujuh kelas dengan akurasi yang diperkirakan, yaitu Z
(akurasi terkecil), B, A, 0, 1, 2, 3 (akurasi terbesar). Kelas A & B tidak ada
pendugaan akurasi dan masih mungking digunakan apabila lokasinya berdekatan

7
dengan kelas-kelas akurasi lainnya. Sedangkan Z tidak dapat diestimasi dengan
sistem ARGOS. Secara umum, LC 0-3 digunakan untuk analisis data seperti yang
telah dilaporkan satu akurasi standar deviasi lebih dari 1000 m, 350-1000 m, 150350 m, dan 1000 meter

JTE1
JTE2
JTE3
JTE4
JTE5

6
7

Jarak terdekat ke kemiringan lahan 0-3%
Jarak terdekat ke kemiringan lahan 3-8%

JTK1
JTK2

8
9
10
11

Jarak terdekat ke kemiringan lahan 8-15%
Jarak terdekat ke kemiringan lahan 15-25%
Jarak terdekat ke kemiringan lahan 25-40%
Jarak terdekat ke kemiringan lahan > 40%

JTK3
JTK4
JTK5
JTK6

12

Jarak terdekat ke lahan terbangun

JTBG

13

Jarak terdekat ke badan air

JTBA

14

Jarak terdekat ke hutan

JTHT

15

Jarak terdekat ke ladang

JTLD

16

Jarak terdekat ke sawah

JTSH

17

Jarak terdekat ke lahan terbuka

JTBK

18

Jarak terdekat ke semak belukar

JTSB

Sumber
Ekstraksi dari
ASTER DEM
yang dibuat
menjadi peta
euclidean distance

Ekstraksi dari peta
penutupan lahan
yang dibuat
menjadi peta
euclidean distance

Tabel 4 Klasifikasi faktor kemiringan lahan
Kelas

Kemiringan Lahan

Klasifikasi

I

0-3%

Datar

II

3-8%

Agak Datar

II

8-15%

Bergelombang

III

15-25%

Berbukit

IV

25-40%

Pegunungan

V

>40%

Pegunungan

Sumber : SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No.683/Kpts/Um/8/198

17

Sumber: ASTER DEM

Gambar 6 Peta elevasi

18

Sumber: ASTER DEM

Gambar 7 Peta kemiringan lahan

19
Identifikasi dan Analisis Karakteristik Lanskap Habitat SMA
Identifikasi karakteristik dilakukan dengan analisis spasial dan statistik.
Analisis spasial menggunakan Sistem Informasi Geografi dengan program
ArcGIS and ERDAS. Analisis statistik dalam penelitian ini menggunakan metode
Analisis Komponen Utama (AKU). Sebelum dianalisis, variabel