Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing pada Industri Kecil (Studi Kasus CV Laksa Mandiri)

ANALISIS PERHITUNGAN
HARGA POKOK PRODUKSI TAHU DENGAN METODE
FULL COSTING PADA INDUSTRI KECIL
(STUDI KASUS CV LAKSA MANDIRI)

Oleh
SILVANIA EPRILIANTA
H24097115

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

RINGKASAN

SILVANIA EPRILIANTA. H24097115. Analisis Perhitungan Harga Pokok
Produksi Tahu dengan Metode Full Costing pada Industri Kecil (Studi Kasus CV
Laksa Mandiri). Di bawah bimbingan FARIDA RATNA DEWI.


UKM seringkali kurang akurat dalam menentukan harga jual produknya,
khususnya UKM yang bergerak di bidang manufaktur. Hal ini disebabkan karena
kesalahan dalam perhitungan harga pokok produknya. Metode yang tepat
digunakan dalam menghitung biaya produksi tersebut ialah metode full costing.
Tujuan Penelitian ini adalah (1) Menganalisis perhitungan harga pokok produksi
produk tahu yang dilakukan oleh CV Laksa Mandiri, (2) Menganalisis
perhitungan harga pokok produksi produk tahu dengan metode full costing pada
CV Laksa Mandiri, (3) Menganalisis perbedaan antar metode full costing dan
metode yang digunakan oleh CV Laksa Mandiri serta pengaruhnya terhadap harga
jual
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diambil dengan melakukan wawancara secara langsung
dengan pemilik dan karyawan yang bekerja pada CV Laksa Mandiri tersebut
sedangkan data sekunder diperoleh melaui buku-buku yang terkait, literatur yang
sesuai dengan judul penelitian, hasil penelitian.
Hasil analisis data diperoleh bahwa perhitungan harga pokok produksi yang
dilakukan oleh CV Laksa Mandiri untuk tahu putih adalah Rp 203,50 dan tahu
kuning


adalah Rp 222,94 sedangkan hasil analisa perhitungan harga pokok

produksi dengan metode full costing untuk tahu putih adalah Rp 207,84 dan tahu
kuning adalah Rp 227,57 jadi selisih antara metode full costing dengan metode
yang dilakukan oleh perusahaan adalah tahu putih Rp 4,34 dan tahu kuning Rp
4,63. Jadi metode yang paling tepat adalah metode full costing karena metode ini
memperhitungkan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi.

ANALISIS PERHITUNGAN
HARGA POKOK PRODUKSI TAHU DENGAN METODE
FULL COSTING PADA INDUSTRI KECIL
(STUDI KASUS CV LAKSA MANDIRI)

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen
Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor


Oleh
SILVANIA EPRILIANTA
H24097115

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul Skripsi

: Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan
Metode Full Costing pada Industri Kecil (Studi Kasus
CV Laksa Mandiri)

Nama


: Silvania Eprilianta

NIM

: H24097115

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Farida Ratna Dewi, SE, MM
NIP. 19710307 200501 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M. Sc
NIP. 19610123 198601 1 002

Tanggal Lulus :


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 28 April1988 di Medan, Sumatera Utara.
Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, putri pasangan ayahanda
Menang Ginting dan ibunda Ngalemi Tarigan.
Penulis lulus dari Sekolah Dasar Masehi pada tahun 2000 dan melanjutkan
pendidikan di SLTP Negeri 2 Tembung. Penulis menyelesaikan pendidikan di
SLTP N 2 selama 3 tahun kemudian melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 11
Medan. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah umum pada tahun
2006, kemudian melanjutkan pendidikan di Diploma Tiga Institut Pertanian
Bogor. Penulis Menyelesaikan pendidikannya di Diploma Tiga Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2009 dan melanjutkan pendidikannya di Program Sarjana Alih
Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis melaksanakan Penelitian sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana pada Program Sarjana Alih Jenis Manajeman
Departeman Manajeman Fakultas Ekonomi Manajemen. Penelitian dilaksanakan
pada bulan April sampai dengan bulan Juli dengan judul “Analisis Perhitungan
Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing pada Industri Kecil
(Studi Kasus CV Laksa Mandiri).


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala berkat yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi yang berjudul “Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu Pada
Industri Kecil dengan Metode Full Costing (Studi kasus : CV Laksa Mandiri).
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan
kedepannya. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi pembacanya.

Bogor, Agustus 2011

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, serta
dukungan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada :

1.

Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku Dosen Pembimbing yang dengan
sabar memberikan bimbingan, dorongan, masukan, dan motivasi pada
penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat selesai.

2.

CV Laksa Mandiri

beserta karyawan CV Laksa Mandiri yang telah

memberikan informasi yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini.
3.

Kedua orang tua, adik-adikku, Oktavianus, ddan seluruh keluarga besar atas
doa, dukungan, dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.

4.


Seluruh staf sekretariat Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen
Manajeman Fakultas Ekonomi Manajeman yang selalu menjembatani setiap
kegiatan perkuliahan dan pada saat bimbingan.

5.

Seluruh teman dan sahabat yang telah membantu saya dalam menyelesaikan
skripsi ini.

DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH.............................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.............................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... x

I. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 2
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 2
1.2. Perumusan Masalah .................................................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 5
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................................................... 5
1.5. Ruang Lingkup ............................................................................................................ 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 7
2.1. Usaha Kecil Menengah ............................................................................................... 7
2.2. Peranan Usaha Kecil Menengah ................................................................................. 9
2.3. Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah ................................................................. 9
2.4. Upaya Pengembangan UKM ..................................................................................... 11
2.5. Konsep dan Pengertian Biaya ................................................................................... 13
2.6. Klasifikasi Biaya ....................................................................................................... 14
2.7. Harga Pokok Produksi .............................................................................................. 17
2.8. Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi ............................................................... 18
2.9. Metode Pengumpulan Biaya Produksi...................................................................... 20
2.10. Metode Penentuan Biaya Produksi ........................................................................... 22
2.11. Hasil Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 25
III. METODE PENELITIAN ......................................................................................... 28
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................................................ 28

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................................... 30
3.3. Jenis dan Sumber Data.............................................................................................. 30
3.4. Metode Pengumpulan Data....................................................................................... 30
3.5. Pengolahan dan Analisis Data .................................................................................. 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................. 32
4.1.
4.1.1
4.1.2
4.1.3
4.1.4

Gambaran Umum Perusahaan .................................................................................. 32
Sejarah Perusahaan ................................................................................................... 32
Struktur Organisasi Perusahaan ............................................................................... 33
Peralatan Produksi Tahu........................................................................................... 34
Proses Produksi Tahu ............................................................................................... 36

4.2. Perhitungan Harga Pokok Produk Tahu CV Laksa Mandiri ..................................... 40
4.2.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Perusahaan .................... 40
4.2.2 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing .................. 44

4.3. Perbandingan hasil perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan
cara perusahaan dan metode full costing .................................................................. 55
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................ 57
1. Kesimpulan.................................................................................................................. 57
2. Saran ............................................................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 59
LAMPIRAN

.................................................................................................................. 60

DAFTAR GAMBAR

No.

Halaman

1. Kerangka penelitian.........................................................................................29
2. Struktur organisasi CV Laksa Mandiri............................................................33
3. Proses produksi tahu putih...............................................................................38
4. Proses produksi tahu kuning............................................................................39
5. Tahu putih........................................................................................................42
6. Tahu kuning.....................................................................................................43

DAFTAR TABEL

No.

Halaman

1. Peralatan produksi tahu usaha Bapak Mumu...................................................35
2. Kebutuhan bahan baku produksi tahu per hari.................................................36
3. Perhitungan harga pokok produksi tahu putih dengan metode
perusahaan........................................................................................................42
4. Perhitungan harga pokok produksi tahu kuning dengan
metode perusahaan...........................................................................................43
5. Pengeluaran biaya bahan baku tahu selama satu bulan...................................45
6. Biaya tenaga kerja langsung selama bulan April............................................46
7. Biaya kain selama satu bulan..........................................................................47
8. Biaya kayu bakar selama satu bulan...............................................................47
9. Penggunaan solar selama satu bulan..............................................................48
10. Biaya penggunaan bahan penolong per April 2011......................................48
11. Biaya listrik selama satu bulan......................................................................48
12. Biaya perawatan dan pemeliharaan mesin dan peralatan
selama satu bulan...........................................................................................49
13. Beban penyusutan peralatan, mesin, dan bangunan per tahun.....................50
14. Beban penyusutan peralatan, mesin, dan bangunan per bulan.....................50
15. Biaya overhead pabrik per April 2011.........................................................51
16. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode
full costing per potong/unit tahu..................................................................52
17. Pengeluaran biaya bahan baku tahu kuning selama
satu bulan......................................................................................................53
18. Biaya penggunaan kayu bakar per bulan......................................................53
19. Beban penyusutan peralatan per tahun.........................................................54
20. Pengeluaran biaya bahan baku tahu kuning selama satu
bulan..............................................................................................................54
21. Biaya overhead pabrik selama satu bulan....................................................54
22. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing
per potong/unit tahu.....................................................................................55
23. Perbandingan antara perhitungan harga pokok produksi
dengan metode full costing dan metode perusahaan....................................55

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Halaman

1. Peralatan produksi CV Laksa Mandiri..............................................................61
2. Bahan baku produksi tahu CV Laksa Mandiri..................................................62
3. Pertanyaan untuk wawancara langsung dengan pemilik CV Laksa Mandiri..63

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Usaha Kecil dan Menengah disingkat dengan UKM adalah sebuah istilah
yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan usaha yang
berdiri sendiri. UKM memiliki peran yang besar bagi perekonomian di Indonesia,
salah satu sumber pendapatan daerah berasal dari UKM, semakin berkembang dan
bertambah banyaknya UKM di Indonesia sangat memberi pengaruh terhadap
perekonomian Indonesia, selain memberi sumbangan bagi devisa Negara, UKM
juga berperan dalam mengurangi angka pengangguran. Oleh karena itu
pemerintah harus lebih memperhatikan perkembangan UKM di Indonesia karena
dengan adanya UKM akan membantu pemerintah dalam mengurangi masalah
ekonomi di Indonesia.
CV Laksana Mandiri merupakan usaha kecil yang bergerak dalam bidang
produksi tahu dan melakukan produksi setiap hari. Dalam melakukan perhitungan
harga pokok produksinya CV Laksa Mandiri masih menggunakan metode yang
sangat sederhana sehingga masih ada biaya overhead yang digunakan untuk
memproduksi tahu namun belum dimasukkan ke dalam komponen biaya produksi.
Hal ini karena kurang terincinya biaya overhead pabrik yang digunakan dalam
menghitung biaya produksi.
Menurut data Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 industri kecil di
Indonesia mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 6.447.260 orang. Penyerapan
tenaga kerja didominasi oleh industri makanan yang menyerap sebanyak
2.152.981 orang atau 33,39 persen sedangkan industri yang menyerap tenaga kerja
paling sedikit yaitu industri peralatan listrik sebanyak 1.121 orang atau 0,02
persen dan industri elektronik dan optik sebanyak 1.481 orang atau 0,02 persen.
Dari data penyerapan tenaga kerja, provinsi Jawa Barat mampu menyerap tenaga
kerja sebanyak 1.000.499 orang atau 15,58 persen dari total penyerapan tenaga
kerja. Sedangkan nilai kontribusi industri kecil terhadap pertumbuhan PDB

2010 sebesar 187,71 triliun rupiah. Industri makanan memiliki kontribusi terbesar
yaitu sebanyak 61,32 triliun rupiah atau 32,67 persen sedangkan pendapatan
terkecil pada industri peralatan listrik yaitu sebesar 45 miliar atau 0,02 persen.
Dari total penyerapan tenaga kerja, provinsi Jawa Barat mampu memberi
kontribusi sebesar 30,92 triliun rupiah atau 16,47 persen.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, tercatat bahwa
jumlah industri kecil di Indonesia sebanyak 2.732.724 usaha yang terbagi dalam
23 klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia. Banyaknya perusahaan/usaha
diurutka dari yang terbanyak, yaitu industri makanan sebanyak 929.910 usaha
atau 34,03 persen, industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk
furniture), dan barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya sebanyak
639.106 usaha atau 23,39 persen, industri pakaian jadi sebanyak 276.548 usaha
atau 10, 12 persen, industri tekstil sebanyak 234.657 usaha atau 8,59 persen,
industri peralatan listrik sebanyak 199 usaha atau 0,01 persen, industri komputer,
industri elektronik dan optik sebanyak 434 usaha atau 0,02 persen, dan industri
mesin dan perlengkapannya sebanyak 1.540 usaha atau 0,06 persen. Sedangkan
untuk provinsi Jawa Barat sendiri jumlah industri kecil pada tahun 2010 ialah
sebanyak 397.331 atau 14,54 persen.
Keuntungan merupakan hal utama yang ingin diperoleh oleh perusahaan
demikian halnya dengan UKM. Keuntungan yang maksimal merupakan tujuan
dari UKM atas kegiatan usaha yang dilakukannya. Semakin berkembangnya
perusahaan yang diiringi dengan semakin kompleksnya persaingan di pasar maka
perusahaan dituntut untuk lebih efisien dan efektif dalam melakukan kegiatan
produksi agar produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang bagus sehingga
memiliki daya jual yang bagus di pasar, namun selain memiliki kualitas yang baik
perusahaan juga dituntut untuk menjual produknya dengan harga yang wajar agar
mampu bersaing di pasar. Untuk menentukan harga jual yang wajar perusahaan
harus melakukan perhitungan yang tepat dan akurat dalam memproduksi
produknya.
UKM seringkali kurang akurat dalam menentukan harga jual produknya,
khususnya UKM yang bergerak di bidang manufaktur seringkali kurang tepat
dalam menetapkan harga jual produknya, hal ini dikarenakan kurang tepatnya

dalam penghitungan harga pokok produksi dari produk yang dihasilkan oleh
UKM tersebut. Kesalahan dalam perhitungan harga pokok produk yang dihasilkan
seringkali menyebabkan harga jual yang ditetapkan terlalu rendah atau terlalu
tinggi. Hal ini berdampak pada salahnya atau tidak sesuainya keuntungan yang
diharapkan dengan keuntungan yang sebenarnya kita peroleh.
Ketatnya persaingan di dunia bisnis menuntut perusahaan untuk
meningkatkan efisiensi dalam menghitung biaya produksinya karena merupakan
dasar bagi perusahaan untuk menentukan harga jual produknya. Sehingga jika
perhitungan biaya produksi dilakukan dengan tepat maka akan diperoleh biaya
produksi yang tepat. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam meningkatkat
efisiensi biaya yaitu dengan mengendalikan biaya produksi perusahaan. UKM
pada umumnya termasuk CV Laksa Mandiri belum melakukan pengendalian yang
tepat pada perhitungan biaya produksi dimana biasanya UKM menghitung biaya
produksi dengan metode tradisional. Akuntansi biaya tradisional (traditional
costing), biaya overhead pabrik dialokasikan berdasarkan unit atau volume based
measurement misalnya jam tenaga kerja langsung, jam mesin ataupun unit bahan
baku yang digunakan. Meskipun traditional costing dapat mengukur secara
cermat sumber daya yang dikonsumsi produk sesuai dengan jumlah unit dari
setiap produk yang dihasilkan, tetapi banyak sumber daya lain yang secara tidak
langsung diperlukan dalam proses produksi (misalnya sumber daya penunjang)
yang tidak berkaitan langsung dengan volume fisik dari unit-unit yang diproduksi
tidak dibebankan dalam perhitungan harga pokok produksi. Distorsi atas
pengalokasian biaya overhead pabrik ke produk akan menimbulkan kesalahan
dalam penentuan harga pokok produk dan dalam pengendalian biaya tidak
melakukan perhitungan biaya secara terinci oleh karena itu biaya produksi yang
dihasilkan seringkali tidak akurat hal ini berimplikasi pada salahnya penetapan
harga jual.
Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam perhitungan biaya produksi
dan agar menghasilkan biaya yang efisien diperlukan suatu metode yang baik.
Metode yang tepat digunakan dalam menghitung biaya produksi tersebut ialah
metode full costing. Full costing digunakan untuk meningkatkan akurasi analisis
biaya dengan memperbaiki cara penelusuran biaya ke objek biaya karena pada

teknik ini biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga
pokok pejualan berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau
aktivitas yang sesungguhnya terjadi (Bustami dan Nurlela, 2006). Metode full
costing memperhitungkan biaya tetap karena biaya ini dianggap melekat pada
harga pokok persediaan baik barang jadi maupun persediaan barang dalam proses
yang belum terjual dan dianggap harga pokok penjualan jika produk tersebut
sudah habis dijual. Dengan demikian maka perusahaan akan memperoleh biaya
yang akurat serta dapat menetapkan harga jual yang lebih kompetitif.
1.2. Perumusan Masalah
Kesalahan dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi disebabkan
oleh tidak detail atau kurang terincinya

dalam menghitung biaya yang

dikerluarkan dalam proses produksi. Salah satu komponen yang seringkali tidak
terinci secara detail ialah komponen biaya overhead pabrik. Hal ini disebabkan
karena banyaknya komponen biaya overhead tersebut dan seringkali biaya
overhead itu tidak terlihat secara langsung kaitannya dengan proses produksi hal
inilah yang seringkali menyebabkan biaya overhead pabrik sering diabaikan atau
tidak dimasukkan ke dalam perhitungan harga pokok produksi oleh perusahaan
manufaktur termasuk juga UKM yang bergerak di bidang manufaktur. Untuk
melakukan perhitungan harga pokok produksi yang tepat diperlukan pencatatan
akuntasi yang benar agar diperoleh hasil perhitungan yang sebenarnya. Oleh
karena itu perusahaan membutuhkan pengendalian biaya dalam perhitungan harga
pokok produksinya agar dapat memperoleh harga yang akurat sehingga dapat
menetapkan harga jual yang tepat atau wajar bagi produk yang dihasilkanya.
Full costing digunakan untuk meningkatkan akurasi analisis biaya dengan
memperbaiki cara penelusuran biaya ke objek biaya karena pada teknik ini biaya
overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga pokok penjualan
berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas yang
sesungguhnya terjadi (Bustami dan Nurlela, 2006). Metode full costing
memperhitungkan biaya tetap karena biaya ini dianggap melekat pada harga
pokok persediaan baik barang jadi maupun persediaan barang dalam proses yang
belum terjual dan dianggap harga pokok penjualan jika produk tersebut sudah

habis dijual. Dengan demikian maka perusahaan akan memperoleh biaya yang
akurat serta dapat menetapkan harga jual yang lebih kompetitif.
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang akan diteliti
pada CV Laksa Mandiri adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi produk tahu yang
dilakukan oleh CV Laksa Mandiri?
2. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi produk tahu dengan
metode full costing?
3. Bagaimana perbedaan perhitungan harga pokok produksi antara
metode full costing dengan metode perhitungan harga pokok produksi
yang dilakukan oleh perusahaan dan pengaruhnya terhadap harga jual?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis perhitungan harga pokok produksi produk tahu yang
dilakukan oleh CV Laksa Mandiri
2. Menganalisis perhitungan harga pokok produksi produk tahu dengan
metode full costing pada CV Laksa Mandiri
3. Menganalisis perbedaan antar metode full costing dan metode yang
digunakan oleh CV Laksa Mandiri serta pengaruhnya terhadap harga
jual
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat
dipakai sebagai masukan oleh berbagai pihak yang membutuhkannya, antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Bagi perusahaan (UKM) penelitian ini dapat digunakan sebagai
masukan dalam menghitung harga pokok produksi yang tepat bagi
perusahaan (UKM) untuk mendapatkan hasil perhitungan harga pokok
produksi yang akurat sehingga dapat menetapkan harga jual yang
wajar

2. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
memberikan gambaran nyata dari penerapan ilmu pengetahuan yang
diperoleh di perkuliahan
3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
masukan dalam menghitung harga pokok produksi serta sebagai
rujukan dan pembanding untuk penelitian selanjutnya
1.5.

Ruang Lingkup
Penelitian ini difokuskan pada aktivitas produksi CV Laksa Mandiri.

Kemudian melakukan perhitungan harga pokok produksi dengan metode full
costing serta menganalisis perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh
perusahaan. Penelitian ini hanya membahas mengenai produksi procces costing
karena CV Laksa Mandiri melakukan kegiatan usahanya secara terus menerus dan
berkesinambungan bukan berdasarkan pesanan yang dilakukan oleh konsumen.
Selain itu penelitian ini juga mengidentifikasi pengaruh perhitungan harga pokok
produksi dengan dua metode tersebut terhadap harga jual CV Laksa Mandiri.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Kecil Menengah
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil adalah perusahaan dengan
jumlah tenaga kerja 1-4 orang, yang digolongkan sebagai industri kerajinan dan
rumah tangga, tenaga kerja 5-19 orang sebagai industri kecil, perusahaan dengan
tenaga kerja 20-99 orang sebagai industri menengah, dan usaha dengan tenaga
kerja lebih dari 100 orang sebagai industri besar. Usaha Kecil dan Menengah
disingkat dengan UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil
yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha dan usaha yang berdiri sendiri. Usaha kecil
menengah saat ini merupakan usaha yang berkembang pesat di negara Indonesia.
Usaha ini sangat berperan dalam memperbaiki tingkat perekonomian masyarakat
karena usaha kecil menengah mengurangi angka pengangguran.
a. Usaha Kecil
Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil
adalah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang
secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk
mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. Menurut Undang-Undang No. 9
Tahun 1995 usaha Kecil adalah usaha produktif yang berskala kecil dan
memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil
penjualan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun serta
dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Ciri-ciri usaha kecil :
a.

Jenis barang yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah

b.

Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah

c.

Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih
sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan
keluarga, sudah membuat neraca usaha

d.

Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk
NPWP

e.

Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira
usaha

f.

Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal

g.

Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti
business planning

b.

Usaha Menengah
Usaha Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah

usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih
besar dari Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s/d Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah).
Ciri-ciri usaha menengah :
1.

Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik,
lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas
antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi

2.

Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem
akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan
penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan

3.

Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah
ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll

4.

Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin
usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll

5.

Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan

6.

Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan
terampil

2.2. Peranan Usaha Kecil Menengah
Industri kecil dan menengah (UKM) di Indonesia memiliki peranan yang
cukup besar, antara lain penyerapan tenaga kerja yang tinggi, penghasil devisa dan
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Indonesia mengalami
masalah seperti negara berkembang lainnya, masalah tersebut berupa tingginya
laju pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan laju pertumbuhan
tenaga kerja.
Industri kecil dan menengah menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar
seperti halnya industri besar. Industri kecil dan menengah tidak hanya menyerap
tenaga kerja dalam jumlah besar, bahkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan
yang rendah. Kemampuan industri kecil dan menengah menyerap tenaga kerja
yang pendidikanya rendah sangat sesuai dengan angkatan kerja Indonesia yang
rata-rata pendidikan rendah.
Penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi akan meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan para pekerja. Peningkatan pendapatan para pekerja pada
akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah dan akan mengurangi
kecendrungan penduduk untuk berimigrasi ke daerah lain atau ke kota.
2.3. Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah
Menurut Hasfah (2004) bahwa terdapat beberapa permasalah yang dihadapi
oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada umumnya diantaranya sebagai
berikut :
a.

Faktor Internal

1.

Kurangnya permodalan
Permodalan

merupakan

faktor

utama

yang

diperlukan

untuk

mengembangkan suatu unit usaha. UKM merupakan usaha perorangan atau
perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari pemilik
yang jumlahnya sangat terbatas. Sedangkan modal pinjaman bank atau
lembaga keuangan lainya sulit diperoleh karena persyaratan yang rumit
secara administratif dan teknis dari bank.

2.

Sumber daya manusia yang terbatas
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha
keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM, baik dari segi pendidikan
formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh
terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit
berkembang dengan optimal. Disamping itu unit usaha tersebut relatif sulit
untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya
saing produk yang dihasilkan.

3.

Lembaga jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan usaha keluarga mempunyai
jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang
rendah karena produk yang diihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan
mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar
yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan
teknologi yang dapat menjangkau pasar tingkat internasional dan promosi
yang baik.

b.

Faktor Eksternal

1.

Iklim usaha belum sepenuhnya kondusif
Kebijaksanaan pemerintah menumbuhkan Usaha Kecil Menengah (UKM),
meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum
sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan
yang kurang sehat diantara pengusaha kecil dan pengusaha besar.

2.

Terbatasnya sarana dan prasarana
Kurangnya

informasi

yang

berhubungan

dengan

kemajuan

ilmu

pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang
mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung
kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.
3.

Implikasi otonomi daerah
Dengan berlakunya undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi
daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan
mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami
implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-

pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera
dibenahi maka akan menurunkan daya saing mereka.
4.

Implikasi perdagangan bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku tahun 2003 dan
APEC tahun 2020 yang berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan
menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini UKM
dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien.
Sehingga dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar
global dengan standar kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14000) dan
isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan.

5.

Sifat produk dengan lifetime pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai
produk-produk fashion dan kerajinan dengan life time pendek.

6.

Terbatasnya akses pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak
dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun
internasional.

2.4.

Upaya Pengembangan UKM
Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM maka perlu

diupayakan langkah-langkah untuk pengembangan Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) yang pada hakekatnya merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah dan masyarakat. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut :
1. Penciptaan iklim usaha yang kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif seperti
dengan

mengusahakan

ketenteraman

dan

keamanan

berusaha

serta

penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya,
sehingga unit bisnis yang ada dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
2. Bantuan permodalan
Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang
tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya,
baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal,

skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) yang ada maupun nonbank. Lembaga Keuangan mikro bank
antara Lain: BRI unit desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hal yang
harus dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong pengembangan
LKM ini berjalan dengan baik, karena selama ini LKM nonkoperasi memilki
kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
3. Perlindungan usaha
Jenis-jenis usaha tertentu terutama jenis usaha tradisional yang merupakan
usaha golongan ekonomi lemah harus mendapatkan perlindungan dari
pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah
yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
4. Pengembangan kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau
antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri
untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga
untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien.
Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan
pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
5. Pelatihan
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek
kewiraswastaan,

manajemen,

administrasi,

dan

pengetahuan

serta

keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu
diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk
mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6. Membentuk lembaga khusus
Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam
mengkoordinasikan

semua

kegiatan

yang

berkaitan

dengan

upaya

penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam
rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi
oleh UKM.

7. Memantapkan asosiasi
Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat untuk meningkatkan perannya antara
lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan
untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
8. Mengembangkan promosi
Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar
diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang
dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan
mitra usahanya.
9. Mengembangkan kerjasama yang setara
Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan
dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang
terkait dengan perkembangan usaha.
2.5. Konsep dan Pengertian Biaya
Menurut Horngren (2006) biaya adalah sumber daya yang dikorbankan atau
dilepaskan untuk mencapai tujuan tertentu. Hansen dan Mowen (2004)
mendefinisikan biaya sebagai kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk
mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di
masa datang bagi organisasi. Dikatakan sebagai ekuivalen kas karena sumber
nonkas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan. Mulyadi (2005)
berpendapat bahwa biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur
dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang mungkin akan terjadi untuk tujuan
tertentu. Terdapat empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut, yaitu :
1. Biaya merupakan sumber ekonomi
2. Diukur dalam satuan uang
3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu
Adanya informasi biaya yang akurat memungkinkan manajeman untuk
melakukan pengelolaan alokasi berbagai sumber ekonomi untuk menjamin
dihasilkannya output yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai input yang dikorbankan. Selain itu, dengan informasi
biaya yang lengkap maka pimpinan perusahaan dapat lebih menyempurnakan

lagi prosedur dan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan untuk masa yang
akan datang.
2.6. Klasifikasi Biaya
Klasifikasi atau penggolongan adalah proses mengelompokkan secara
sistematis atas keseluruhan elemen yang ada

ke dalam golongan-golongan

tertentu yang lebih ringkas untuk memberikan informasi yang lebih mempunyai
arti atau lebih penting. Menurut Usry (2004) ada beberapa cara penggolongan atau
klasifikasi biaya yang pokok, yaitu :
A.

Penggolongan biaya sesuai dengan fungsi pokok dari kegiatan
perusahaan

1.

Biaya produksi atau biaya manufaktur
Biaya produksi adalah jumlah dari tiga elemen biaya yaitu bahan baku
langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Ketiga elemen
tersebut mengandung pengertian sebagai berikut :

a.

Biaya bahan langsung
Bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang membentuk bagian
itegral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan
biaya produk. Contoh dari bahan baku langsung adalah kayu yang
digunakan untuk membuat mebel dan minyak mentah yang digunakan untuk
membuat bensin.

b.

Biaya tenaga kerja langsung
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang melakukan konversi bahan
baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke
produk tertentu.

c.

Biaya overhead pabrik
Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan
biaya tenaga kerja langsung yang elemennya dapat digolongkan menjadi 6
bagian, yaitu :
a) Biaya bahan penolong
b) Biaya tenaga kerja tidak langsung
c) Penyusutan dan amortisasi aktiva tetap pabrik
d) Reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap pabrik

e) Biaya listrik dan air
f) Biaya asuransi pabrik
g) Biaya overhead lain-lain
2.

Biaya komersial
Biaya komersial digolongkan menjadi tiga macam, yaitu :

a.

Biaya pemasaran
Biaya pemasaran adalah biaya yang dimulai dari titik dimana biaya
manufaktur berakhir yaitu ketika proses manufaktur selesai dan produk ada
dalam kondisi siap jual. Biaya ini meliputi biaya untuk melaksanakan
kegiatan pemasaran atau kegiatan menjual barang dan jasa perusahaan
kepada para pembeli seperti biaya promosi, biaya penjualan dan pengiriman.

b.

Biaya administrasi dan umum
Biaya administrasi dan umum adalah semua biaya yang berhubungan
dengan administrasi dan umum seperti, biaya perencanaan, penentuan
strategi dan kebijakan, pengarahan dan pengawasan kegiatan perusahaan
secara menyeluruh.

c.

Biaya keuangan
Biaya keuangan adalah semua biaya yang terjadi dalam melaksanakan
fungsi keuangan seperti biaya bunga, biaya penerbitan atau emisi obligasi,
dan biaya finansial lainnya.

B.

Penggolongan biaya sesuai dengan periode akuntansi dimana biaya
akan dibebankan

a.

Pengeluaran modal (Capital Expendtures)
Pengeluaran modal adalah pengeluaran yang akan dapat memberikan
manfaat pada periode yang akan datang dan dilaporkan sebagai aktiva.

b.

Pengeluaran penghasilan (Revenue Expenditures)
Pengeluaran penghasilan adalah pengeluaran yang akan memberikan
manfaat hanya pada periode akuntansi dimana pengeluaran terjadi dan
dilaporkan sebagai beban.

C.

Penggolongan biaya berdasarkan pola perilaku biaya
Perilaku biaya dapat diartikan sebagai perubahan biaya yang terjadi akibat

perubahan aktivitas bisnis ( Bustami dan Nurlela, 2006). Berdasarkan pola
perilaku, biaya dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu :
a.

Biaya tetap
Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat

aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Pada biaya tetap, biaya satuan akan
berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume kegiatan, semakin tinggi
volume kegiatan semakin rendah biaya satuan dan semakin rendah volume
kegiatan semakin tinggi biaya satuan.
b.

Biaya variabel
Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang secara total meningkat

secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara
proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas. Biaya variabel termasuk biaya
bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, beberapa perlengkapan, beberapa
tenaga kerja tidak langsung, alat-alat kecil, pengerjaan ulang, dan unit-unit yang
rusak.
c.

Biaya semi variabel
Biaya semi variabel didefinisikan sebagai biaya yang memperlihatkan baik

dari karakteristik biaya tetap maupun biaya variabel. Biaya ini adalah biaya yang
jumlah totalnya akan berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan, akan
tetapi sifat perubahannya tidak sebanding. Semakin tinggi volume kegiatan
semakin besar jumlah biaya total, semakin rendah volume kegiatan semakin
rendah biaya, tetapi perubahannya tidak sebanding.
D.

Penggolongan biaya untuk tujuan pengendalian

a.

Biaya terkendali
Biaya terkendali adalah biaya yang secara langsung dapat dipengaruhi oleh
seorang pimpinan tertentu dalam jangka waktu tertentu.

b.

Biaya tidak terkendali
Biaya tidak terkendali adalah biaya yang tidak dapat dipengaruhi oleh
seorang pimpinan berdasar wewenang yang dimiliki atau tidak dapat
dipengaruhi oleh seorang pejabat dalam jangka waktu tertentu.

E.

Penggolongan biaya berdasarkan objek atau pusat biaya yang dibiayai

a.

Biaya langsung
Biaya langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya dapat
diidentifikasikan pada objek atau pusat biaya tertentu secara langsung atau
biaya yang dapat ditelusuri secara langsung ke satu unit output.

b.

biaya tidak langsung
Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya tidak
dapat diidentifikasi pada objek biaya atau pusat biaya tertentu, atau biaya
yang manfaatnya dinikmati oleh beberapa objek.

F.

Penggolongan biaya sesuai dengan tujuan pengambilan keputusan

a.

Biaya relevan
Biaya relevan adalah biaya yang akan mempengaruhi pengambilan
keputusan. Oleh karena itu biaya tersebut akan diperhitungkan dalam
pengambilan keputusan.

b.

Biaya tidak relevan
Biaya tidak relevan adalah biaya yang tidak mempengaruhi pengambilan
keputusan. Oleh karena itu, biaya ini tidak perlu diperhitungkan dalam
pengambilan keputusan.

2.7. Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi barang atau jasa selama periode bersangkutan. Dengan kata lain
bahwa harga pokok produksi merupakan biaya untuk memperoleh barang jadi
yang siap jual (kuswadi, 2005). Jadi perhitungan harga pokok produksi adalah
menghitung besarnya biaya atas pemakaian sumber ekonomi dalam memproduksi
barang dan jasa. Adapun tujuan dilakukan perhitungan harga pokok produksi
adalah sebagai berikut :
1. Untuk menentukan harga jual suatu produk
2. Menentukan kebijakan dalam penjualan
3. Pedoman dalam pembelian alat-alat perlengkapan
Penetapan harga pokok produksi yang tepat sangat penting bagi
perusahaan dalam menjalankan usahanya. Terdapat dua kemungkinan yang akan

ditemui jika perusahaan tidak teliti dalam melakukan perhitungan harga pokok
produksi, yaitu :
a.

Harga pokok yang diperhitungkan terlalu rendah
Rendahnya harga pokok yang ditetapkan dapat merugikan perusahaan itu

sendiri karena harga pokok yang rendah akan menyebabkan harga jualnya pun
menjadi rendah. Walaupun perusahaan dapat menjual produknya dengan cepat
karena harga jual yang terlalu rendah, akan tetapi dapat merugikan perusahaan
karena keuntungan yang didapat tidak menutupi biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi produk tersebut.
b.

Harga pokok yang diperhitungkan terlalu tinggi
Kondisi ini juga dapat menimbulkan masalah bagi perusahaan karena harga

pokok yang tinggi akan menyebabkan harga jual produk di pasar menjadi mahal.
Sehingga akan sulit bagi perusahaan dalam memasarkan produknya dan kalah
dalam bersaing dengan perusahaan lain.
2.8. Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi
Menurut Mulyadi (2005) dalam perusahaan yang berproduksi massa,
informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu
bermanfaat bagi manajemen untuk :
1.

Menentukan harga jual
Perusahaan

yang berproduksi massa memproses produknya untuk

memenuhi persediaan di gudang. Dengan demikian biaya produksi dihitung untuk
jangka waktu tertentu untuk menghasilkan informasi biaya produksi per satuan
produk. Dalam penetapan harga jual produk, biaya produksi per unit merupakan
salah satu informasi yang dipertimbangkan disamping informasi biaya lain serta
informasi nonbiaya.
2.

Memantau realisasi biaya produksi
Jika rencana produksi untuk jangka waktu tertentu telah diputuskan untuk

dilaksanakan,

manajemen

memerlukan

informasi

biaya

produksi

yang

sesungguhnya dikeluarkan di dalam pelaksanaan rencana produksi tersebut. Oleh
karena itu akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan informasi biaya
produksi yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu untuk memantau apakah
proses produksi mengkonsumsi total biaya produksi sesuai dengan yang

diperhitungkan sebelumnya. Pengumpulan biaya produksi untuk jangka waktu
tertentu tersebut dilakukan dengan menggunakan metode harga pokok proses.
3.

Menghitung laba atau rugi bruto periode tertentu
Untuk mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan

dalam periode tertentu mampu menghasilkan laba bruto atau mengakibatkan rugi
bruto, manajeman memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan
untuk memproduksi produk dalam periode tertentu. Informasi laba atau rugi bruto
periodik diperlukan untuk mengetahui kontribusi produk dalam menutup biaya
nonproduksi dan menghasilkan laba atau rugi. Oleh karena itu, metode harga
pokok proses digunakan oleh manajemen untuk mengumpulkan informasi biaya
produksi yang sesungguhnya

dikeluarkan untuk periode tertentu guna

menghasilkan informasi laba atau rugi bruto tiap periode.
4.

Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses
yang disajikan dalam neraca
Pada saat manajemen dituntut untuk membuat pertangggungjawaban

keuangan periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan

berupa

neraca dan laporan laba rugi. Di dalam neraca, manajemen harus menyajikan
harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk yang pada tanggal
neraca masih dalam proses. Untuk tujuan tersebut, manajemen perlu
menyelenggarakan catatan biaya produksi tiap periode. Berdasarkan catatan biaya
produksi tiap periode tersebut manajemen dapat menentukan biaya produksi yang
melekat pada produk jadi yang belum laku dijual pada tanggal neraca. Disamping
itu, berdasarkan catatan tersebut, manajemen dapat pula menentukan biaya
produksi yang melekat pada produk yang pada tanggal neraca masih dalam proses
pengerjaan. Biaya produksi yang melekat pada produk jadi yang belum laku dijual
pada tanggal neraca disajikan dalam neraca sebagai harga pokok persediaan
produk jadi. Biaya produksi yang melekat pada produk yang pada tanggal neraca
masih dalam proses pengerjaan disajikan dalam neraca sebagai harga pokok
persediaan produk dalam proses.

2.9. Metode Pengumpulan Biaya Produksi
a.

Job Costing
Dalam sist