Pengelolaan Sumber Daya Cumi-Cumi (Loligo sp Hegner dan Engemann 1968) di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Provinsi Banten memiliki garis pantai 517.42 km yang terletak di bagian
barat Pulau Jawa dan mempunyai potensi perikanan yang cukup tinggi. Salah satu
Pelabuhan Perikanan yang terletak di Provinsi Banten adalah Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Karangantu yang memberikan kontribusi perikanan cukup tinggi
(Septian 2012).
Sumber daya ikan yang didaratkan di PPN Karangantu terdiri dari ikan
karang, ikan demersal, ikan pelagis dan crustacea. Sumber daya ikan ini
ditangkap di sekitar perairan teluk Banten mulai dari Pulau Panjang, Pulau Tunda
sampai ke daerah Lampung. Alat tangkap yang digunakan oleh para nelayan
meliputi dogol, bagan tancap, bagan perahu, pancing, dan jaring insang. Alat
tangkap tersebut dapat beroperasi mulai dari one day fishing sampai dengan 6-8
hari. Alat-alat yang digunakan ini dapat menangkap berbagai jenis sumber daya
perikanan salah satunya adalah cumi-cumi (Miskiya 2003).
Cumi-cumi yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Karangantu merupakan hasil tangkapan terbesar kedua, setelah ikan lainnya
sehingga cumi-cumi dapat dikatakan sumber daya yang memiliki nilai ekonomis
penting. Harga cumi berkisar mulai dari Rp 18 000.00 – Rp 30 000.00/kg. Cumicumi tersebut rata-rata dipasarkan ke restoran-restoran di Jakarta, Serang dan
sekitarnya selain itu di jual kembali ke pasar tradisional maupun pasar swalayan.
Cumi-cumi juga dapat diolah dengan berbagai cara mulai dari dibakar, digulai,

diasinkan dan dijadikan kerupuk.
Cumi-cumi merupakan salah satu sumber daya perikanan yang cukup
diminati oleh masyarakat. Ketersediaan cumi-cumi setidaknya harus terpenuhi
setiap harinya, sehingga intensitas penangkapan cumi dapat meningkat. Ketika
cumi-cumi ini terus dieksploitasi maka keberadaannya di alam akan terganggu.
Suatu pengelolaan dan pemanfaatan secara ekonomis dan biologis yang tepat
dapat menjaga kelestarian dari stok cumi-cumi di alam. Pengelolaan dan secara
ekonomis dapat dilakukan dengan model analisis bioekonomi sedangkan secara
biologis dapat dilihat dari pola pertumbuhannya. Pengelolaan yang tepat dapat
mempertahankan kisaran harga pasaran cumi-cumi, agar tidak meningkat terlalu
jauh dan keuntungan yang didapat nelayan cukup tinggi. Oleh karena itu maka
dibutuhkan pengelolaan yang tepat bagi sumber daya cumi-cumi khususnya di
PPN Karangantu.

Perumusan Masalah
Sumber daya perikanan memiliki sifat terbarukan (renewable), namun jika
terus menerus dimanfaatkan tanpa melihat batas maksimum penangkapan maka
akan terjadi kepunahan. Cumi-cumi merupakan hasil tangkapan yang cukup
berlimpah di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu dan selalu
tersedia setiap harinya. Berdasarkan pengamatan hasil tangkapan, cumi-cumi yang

berukuran kecil atau masih belum remaja jumlahnya masih banyak yang

PENGELOLAAN SUMBER DAYA CUMI-CUMI
(Loligo sp Hegner dan Engemann 1968)
DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU,
KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

PUTRI MAHARANI ADELINA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengelolaan Sumber
Daya Cumi-Cumi (Loligo sp Hegner dan Engemann 1968) di Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten”

adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis selain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
dibagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013

Putri Maharani Adelina
NIM C24090073

ABSTRAK
PUTRI MAHARANI ADELINA. Pengelolaan Sumber Daya Cumi-Cumi (Loligo
sp Hegner dan Engemann 1968) di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Karangantu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Dibimbing oleh ACHMAD
FAHRUDIN dan MENNOFATRIA BOER.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui laju eksploitasi dan laju mortalitas,
Maximum Sustainable Yield (MSY), Maximum Economic Yield (MEY), Open
Aceess Yield (OA), dan rencana pengelolaan cumi-cumi (Loligo sp). Metode yang

digunakan pada penelitian ini adalah metode Surplus Produksi dan Analisis
Bioekonomi. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang
terdiri dari data panjang, bobot dan biaya operasi sedangkan data sekunder terdiri
dari data hasil tangkapan dan upaya penangkapan yang diperoleh dari kantor
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa berdasarkan data panjang cumi-cumi yang tertangkap di sekitar perairan
teluk Banten dan didaratkan di PPN Karangantu telah mengalami overfishing. Hal
ini dapat dilihat dari hasil laju eksploitasi yang melebihi eksploitasi optimum
sebesar 0.7545 eksploitasi ini disebabkan oleh mortalitas tangkapan yang berlebih
dibandingkan mortalitas alami. Hal tersebut juga dapat dilihat dari hasil tangkapan
dan effort (upaya penangkapan) di PPN Karangantu bahwa cumi-cumi (Loligo sp)
telah mengalami overfishing dari segi bioekonomi karena hasil pada data aktual
nilai effort (upaya penangkapan) telah melebihi effort MSY dan MEY sehingga
hasil tangkapan menurun dan keuntungan yang didapat juga kurang optimum.
Kata kunci: Cumi-cumi (Loligo sp), laju eksploitasi, laju mortalitas, analisis
bioekonomi.

ABSTRACT
PUTRI MAHARANI ADELINA Management Resources of Squid (Loligo sp
Hegner and Engemann 1968) in Karangantu National Fishing Harbor (PPN),

Serang Regency, Banten Province, Indonesia. Supervised by ACHMAD
FAHRUDIN and MENNOFATRIA BOER.
The main purpose of this research is to estimate the Exploitation Rate and
Mortality Rate of squid, the Maximum Sustainable Yield (MSY), the Maximum
Economic Yield (MEY), Open Access Yield (OA), and to make the management
plan. The methods used in this research are method Production Surplus and BioEconomy Analysis. Data used in this research are primary data which consists of
the data of length and weight of squids, and operational cost of fishing, and
secondary data which consists of amount of fish product, and the fishing effort
which are taken from PPN Karangantu. The result of the research showed that
based on the length of squid (Loligo sp) which catched around the Banten Bay,
and which landed to Karangantu National Fishing Harbor (PPN) have been
occurred overfishing. This matter can be seen by the result of Exploitation Rate
(0.7545) that reached over the optimum exploitation rate. This overfishing caused
by fishing mortality that more than natural mortality. This matter can also be seen

by the amount of fish product, and the fishing effort in PPN Karangantu that squid
(Loligo sp) has been occurred an overfishing by the bio-economic point of view
because of the actual data result of effort value has got the more rate result than
MSY and MEY effort rate, so the fishing result has decreased and the profit is not
optimum.

Key Words : Squid (Loligo sp), the Exploitation Rate, the Mortality Rate, Bioeconomy Analysis.

PENGELOLAAN SUMBER DAYA CUMI-CUMI
(Loligo sp Hegner dan Engemann 1968)
DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU,
KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

PUTRI MAHARANI ADELINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Shipsi

Nama
NIM

Pengelolaan Sumber Daya Cumi-Cumi (Loligo sp Hegner dan
Engemann 1968) di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Karangantu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten
Putri Maharani Adelina
C24090073

Disetujui oleh



セ@

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi
Pembimbing I


Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA
Pembimbing II

Diketahui oleh

Tangga1 Lulus: 8 Juli 2013

..

Judul Skripsi : Pengelolaan Sumber Daya Cumi-Cumi (Loligo sp Hegner dan
Engemann 1968) di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Karangantu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten
Nama
: Putri Maharani Adelina
NIM
: C24090073

Disetujui oleh


Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi
Pembimbing I

Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: 8 Juli 2013

PRAKATA

AssalamualaikumWr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengelolaan Sumber Daya Cumi-Cumi (Loligo sp Hegner Dan Engemann 1968)
Di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Kabupaten Serang,

Provinsi Banten” dengan baik. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi dan Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA
selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah
memberikan arahan, masukan, semangat, doa dan dorongan untuk
menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr Ir Fredinan Yulianda, M.Sc selaku penguji tamu dan Dr Ir Yunizar
Ernawati, MS selaku Komisi Pendidikan yang telah bersedia memberi
masukan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Seluruh staf pendidik dan kependidikan Departemen Manajemen Sumber
Daya Perairan atas bimbingan, arahan dan bantuannya selama menjalani
perkuliahan.
4. Staf kantor PPN Karangantu serta para nelayan yang telah membantu
memberikan data untuk kelengkapan penelitian ini.
5. Papa dan mama tercinta, abang dan adikku (M. Fahri dan M. Fahrian) serta
om Erwin tersayang atas kasih sayang, doa dan dukungan yang diberikan
selama ini.
6. Sahabat tersayang yang telah membantu dan memberi semangat atas
terselesaikannya skripsi ini : Aditya Bramandito, Yolanda Ayu Rizki,
Made ayu Pratiwi, Tamimi Putri Ritonga, Kun Dyrga Janty, Nursi
Hairunnisa, Devi Mayalibit, Santika, Nurul Izzati, Selvia Oktaviani,

Nolalia.
7. Teman satu tempat kosan: Nindi, Dita, Atik, Zia dan Nunung atas motivasi
dan kekompakan selama ini.
8. Teman-teman MSP 46 atas dukungan dan doanya : Asyanto, Fathkur,
Dede, Kusnanto, Azis, Iqra, Dudi, Adam, Syarif, Rahmat, Rio, Fajar,
Piepiel, Panji, Anggi, Ginna, Dian, Ajeng, Alin, Deasy, Cutra, Nana,
Julpah, Allsay, Yulia, Novita, Niken, Dwi, Yucha, Fitri, Meilita, Ayi,
Arinta, Atim, Nurmar, Tyas, Ara, Dewi, Janty, Arni, Viska, Gilang,
Fauziah AW, Fauziah F, Nanda, Nissa, Eka, Conni, Mega.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bogor, Agustus 2013
Putri Maharani Adelina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
Latar Belakang ......................................................................................................1
Perumusan Masalah ..............................................................................................1
Tujuan Penelitian ..................................................................................................2
Manfaat Penelitian ................................................................................................2
METODE .................................................................................................................2
Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................................2
Alat dan Bahan ......................................................................................................3
Prosedur Pengumpulan Data .................................................................................3
Pengumpulan Data Primer .................................................................................3
Pengumpulan Data Sekunder .............................................................................3
ANALISIS DATA ...................................................................................................4
Laju Mortalitas dan Laju Eksploitasi ....................................................................4
Mortalitas Alami (M) .........................................................................................4
Mortalitas Total (Z) ............................................................................................4
Standarisasi Alat Tangkap.....................................................................................5
Surplus Produksi ...................................................................................................5
Analisis Model Bioekonomi .................................................................................7
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................8
Komposisi Hasil Tangkapan PPN Karangantu .....................................................8
Mortalitas dan Laju Eksploitasi ............................................................................9
Hasil Tangkapan Cumi-Cumi .............................................................................10
Upaya Penangkapan (effort) ...............................................................................11
Catch Per Unit Effort (CPUE) ............................................................................11
Model Surplus Produksi ......................................................................................12
Model Bioekonomi .............................................................................................13
Pengelolaan Cumi-cumi ......................................................................................16
SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................17
Simpulan .............................................................................................................17
Saran ...................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................17
LAMPIRAN ...........................................................................................................19
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................28

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Analisis Bioekonomi ........................................................................................ 7
Perbandingan Laju mortalitas dan Laju Eksploitasi Loligo sp......................... 9
Data hasil tangkapan Walter Hilbron (1976) ................................................. 13
Nilai Parameter biologi dan ekonomi dalam penentuan MEY, MSY dan
Open Access ................................................................................................... 14
5 Hasil analisis bioekonomi Cumi-cumi (Loligo sp) yang didaratkan di
PPN karangantu .............................................................................................. 14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Peta lokasi daerah penangkapan cumi (Loligo sp) di TelukBanten ................. 3
Komposisi Hasil Tangkapan di PPN Karangantu Tahun 2012........................ 8
Kurva hasil tangkapan cumi-cumi yang dilinierkan berbasis data panjang ..... 9
Kurva hasil penangkapan cumi-cumi di PPN Karangantu............................. 10
Kurva upaya penangkapan (Effort) cumi-cumi di PPN Karangantu.............. 11
CPUE ............................................................................................................. 12
Kurva hubugan Ln CPUE dengan jumlah upaya penangkapan Effort........... 13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Alat dan bahan ............................................................................................... 19
Laju mortalitas dan Eksploitasi ...................................................................... 20
Standarisasi Alat Tangkap ............................................................................. 22
Surplus Produksi Model Walter-Hilborn (1976) ........................................... 23
Data bioekonomi ............................................................................................ 24
Lembar kuisioner ........................................................................................... 25

2
tertangkap. Berdasarkan hasil tangkapan cumi-cumi di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Karangantu cenderung meningkat sehingga dikhawatirkan
terjadi tangkap lebih.
Permasalahan yang dapat terjadi jika cumi-cumi ini secara terus menerus
dieksploitasi maka akan menyebabkan penurunan hasil tangkapan. Untuk
mencegah hal tersebut, dibutuhkan pengelolaan dan pemanfaatan yang tepat
secara biologi dan ekonomi. Pengelolaan dan pemanfaatan secara biologi
(pertumbuhan, fekunditas, tingkat kematangan gonad) dapat dilihat untuk
mengetahui waktu yang tepat untuk menangkap cumi-cumi dan daerah tangkapan
yang diperbolehkan sehingga stok cumi-cumi diperairan dapat lestari. Secara
ekonomi dapat dipertahankan kualitas dan harga cumi-cumi, sehingga cumi-cumi
yang dipasarkan memiliki kualitas yang baik dan harga yang pantas.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju eksploitasi dan laju
mortalitas, Maximum Sustainable Yield (MSY), Maximum Economic Yield
(MEY), Open Aceess Yield (OA), dan rencana pengelolaan cumi-cumi (Loligo sp).

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa informasi yang terkait
dengan pengelolaan cumi-cumi (Loligo sp) untuk dijadikan dasar pertimbangan
dalam pengelolaan cumi-cumi.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan September hingga November
2012 di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Kabupaten Serang,
Provinsi Banten dengan pengambilan contoh 2 kali dalam sebulan. Data yang
digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer
yang digunakan adalah data panjang dan bobot cumi-cumi yang tertangkap di
perairan Teluk Banten tepatnya di sekitar perairan Pulau Panjang serta data biaya
operasi penangkapan cumi-cumi.

3

Gambar 1

Peta lokasi daerah penangkapan cumi-cumi (Loligo sp) di
Teluk Banten
Sumber : Google Map 2013

Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah pengaris dan
timbangan yang digunakan untuk pengukuran data primer. Penggaris digunakan
untuk mengukur panjang dan timbangan untuk mengukur bobot cumi-cumi.
Untuk data sekunder alat dan bahan yang digunakan adalah daftar pertanyaan
(kuisioner) dan alat dokumentasi (kamera).

Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan Data Primer
Pengambilan data primer merupakan pengambilan data secara langsung
dilapangan meliputi data panjang, bobot cumi-cumi dan kuisioner. Pengukuran
panjang biota menggunakan alat ukur penggaris dan bobot biota menggunakan
timbangan, untuk kuisioner diperoleh dari hasil wawancara atau beberapa
pertanyaan mengenai hasil tangkapan. Isi kuisioner meliputi data produksi per trip,
biaya per trip, alat tangkap yang digunakan dan harga jual ikan yang diperoleh.
Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari kantor PPN Karangantu,
Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Data tersebut meliputi data hasil tangkapan
dan upaya penangkapan pada periode tahun 2008 sampai 2012.

4
Analisis Data
Laju Mortalitas dan Laju Eksploitasi
a. Mortalitas Alami (M)
Mortalitas alami mortalitas yang disebakan berbagai sebab, seperti
penangkapan, pemangsaan, penyakit, stress pemijahan, kelaparan dan usia tua.
Mortalitas alami dapat dihitung dengan menggunakan metode empiris Pauly
(1984) (Sparre, Venema 1999) sebagai berikut :
Ln(M) = - 0.152 – 0.279 ln L∞ + 0.6543 ln K + 0.4634 ln T ) ........... (1)
M adalah Laju mortalitas alami (tahun), L∞ adalah panjang asimptotik cumi-cumi
(cm), K adalah koefisien laju pertumbuhan (per tahun) dan T adalah suhu rata –
rata permukaan perairan (°C). L∞, K dan
(lampiran 2) didapat dengan
menggunakan metode Ford-walford (Sparre, Venema 1999).
b. Mortalitas Total (Z)
Laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan laju mortalitas alami (M) dan
laju mortalitas tangkapan (F) (King 2007). Pendugaan mortalitas total (Z)
dilakukan dengan menggunakan kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan
data komposisi panjang (Sparre & Venema 1999) yaitu :
1. Mengkonversi data panjang ke data umur dengan menggunakan invers
persamaan Von Bertalanffy.
t(L) = to

................................................................. (2)

2. Menghitung waktu yang dibutuhkan oleh rata-rata ikan untuk tumbuh dari
panjang L1 ke L2 (
(

(

3. Menghitung (t +

.......................................... (2.1)
)/2
...................................................... (2.2)

4. Menurunkan kurva hasil tangkapan (C) yang dilinierkan kemudian
dikonversikan kedalam panjang.
(

(

.................................................................... (2.3)

L∞, K dan didapat dengan menggunakan metode Ford-walford (lampiran 2)
(Sparre, Venema 1999). Persamaan (No 2.3) merupakan bentuk persamaan linier
dalam slope (b) = -Z dan intercept (a) = C.

5
Berdasarkan hasil pendugaan nilai Z dan M, maka mortalitas penangkapan
(F) di peroleh dari persamaan (Sparre & Venema 1999).
Z = F + M atau F = Z - M ................................................................. (3)
Sedangkan Laju Eksploitasi (E), dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
E=F/Z............................................... .................................................... (4)
F adalah Mortalitas penangkapan, Z adalah Mortalitas total, M adalah Mortalitas
alami dan E adalah Laju eksploitasi.
Laju eksploitasi optimum menurut Gulland (1971) in Pauly 1984 sebesar 0.5
(Eoptimum = 0.5)

Standarisasi Alat Tangkap
Standarisasi alat tangkap bertujuan untuk menyeragamkan upaya-upaya
penangkapan sehingga dapat diasumsikan upaya penangkapan dapat
menghasilkan tangkapan yang relatif sama dengan alat tangkap yang standar. Alat
tangkap yang ditetapkan sebagai alat tangkap standar dapat mempunyai faktor
daya tangkap atau fishing power indeks (FPI) = 1 (Tampubolon dan Sutedjo in
Sari 2012). Fishing power indeks (FPI) dapat dihitung dengan membagi nilai
catch per unit effort (CPUE alat tangkap lain dengan CPUE alat tangkap standar).
Nilai FPI ini kemudian digunakan untuk mencari alat tangkap yang standar dalam
upaya penangkapan.
...............................................................................................(5)
...........................................................................................(6)

Ci adalah jumlah tangkapan jenis alat tangkap ke-i, fi adalah jumlah upaya alat
tangkap ke-i, CPUEs adalah hasil tangkapan perupaya penangkapan alat tangkap
standar, CPUEi adalah hasil tangkapan perupaya penangkapan alat tangkap ke-i
dan FPIi adalah faktor upaya tangkap pada jenis alat tangkap ke-i.
Surplus Produksi
Model surplus produksi bertujuan untuk menentukan tingkat upaya
optimum yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum yang lestari
tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang. Model ini
tergantung pada empat macam besaran, yaitu biomassa populasi pada suatu waktu
tertentu t (Bt), tangkapan untuk suatu waktu tertentu t (Ct), upaya tangkap pada
waktu tertentu t (Et), dan laju pertumbuhan alami konstan (r) (Boer, Aziz 2007).

6
Menurut Coppola & Pascoe (1996) in Kekenusa (2008), persamaan surplus
produksi terdiri dari beberapa konstanta yang dipengaruhi oleh pertumbuhan
alami, kemampuan alat tangkap, dan daya dukung lingkungan. Konstantakonstanta tersebut diduga dengan menggunakan model-model penduga parameter
biologi dari persamaan surplus produksi, misalnya model Schaefer, Fox, Schnute,
Clarke Yoshimoto Pooley dan Walter-Hilborn. Berdasarkan kelima model tersebut
dipilih yang paling sesuai. Pada penelitian ini digunakan model Walter-Hilborn
(1976) karena memiliki nilai koefisen determinasi paling besar dibandingkan
dengan model lainya yaitu sebesar 97%. Model Walter-Hilborn (1976))
merupakan model yang dapat memberikan dugaan masing-masing untuk
parameter fungsi surplus produksi r, q, dan K. Persamaan model Walter-Hilborn
(1976) adalah sebagai berikut (Kekenusa 2008):

........................................... (7.1)
Persamaan di atas diregresikan dengan laju perubahan biomassa sebagai peubah
tidak bebas dan upaya penangkapan sebagai peubah bebas. Persamaan regresinya
menjadi:
.......................................................................... (7.2)
Dimana :

Nilai MSY dan upaya optimum diperoleh dengan (Kekenusa 2008) :
(

......................................................................................... (8)

.................................................................................................. (9)
Sedangkan untuk memperoleh parameter K,q, dan r adalah :
................................................................................................. (10)
................................................................................................... (11)
...................................................................................................... (12)

7
Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki koefisien
determinasi yang paling tinggi. Potensi lestari (PL) dan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC) dan tingkat pemanfaatan
sumber daya ikan dapat ditentukan dengan analisis surplus produksi dan
berdasarkan prinsip kehati-hatian ( FAO 1995 in Syamsiyah 2010), sehingga :
............................................................................................ (13)
sehingga dapat ditentukan :
............................................................................................. (14)

Analisis Model Bioekonomi
Model bioekonomi merupakan salah satu cara pendekatan yang paling
mudah dan sederhana untuk mengetahui tingkat kesejahteraan nelayan dan tingkat
pemanfaatan stok pada kondsi perikanan lestari (MSY) serta potensi ekonomi
yang dikenal dengan maximum economic yield (MEY), sehingga diketahui apakah
terjadi perubahan rente ekonomi dari aktifitas penangkapan. Menurut Gordon
(1954) besarnya hasil tangkapan nelayan bergantung pada jenis alat tangkap yang
digunakan dan besarnya ketersediaan sumber daya perikanan.
Untuk menghitung persamaan Bioekonomi (Tabel 1) diperlukan data
sebagai berikut :
c
e
K
p
q
r

= Rata-rata biaya persatuan upaya (Rp/trip)
= Jumlah upaya dari seluruh alat tangkap cumi-cumi (trip/tahun)
= Daya dukung lingkungan
= Rata-rata harga cum-cumi (Rp/kg)
= Koefisien penangkapan
= Laju pertumbuhan instrinsik
............................................................................................... (15)
................................................................................................ (16)

Tabel 1 Analisis Bioekonomi

8
HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Hasil Tangkapan di PPN Karangantu
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu merupakan salah satu
pelabuhan yang cukup besar. Pelabuhan ini berperan penting dalam pemasok hasil
perikanan di wilayah provinsi Banten dan sekitarnya. Hasil tangkapan yang
didaratkan di PPN Karangantu terdiri dari ikan demersal, pelagis, ikan karang dan
crustacea. Daerah penangkapannya berada disekitar perairan teluk Banten.
Berikut komposisi hasil tangkapan yang di daratkan di PPN Karangantu pada
tahun 2012.

selar
3%

Layang
2%

Ikan lainnya
19%

rajungan
3%
gulamah
Sotong
3%
4%
Beloso
4% Peperek
Kurisi
6%
5%

Cumi-cumi
14%
Teri
13%
Kembung
10%

Kuniran
7%

Tembang
7%

Gambar 2 Komposisi Hasil Tangkapan di PPN Karangantu Tahun 2012
Cumi-cumi merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis
penting di PPN Karangantu. Hal ini dapat dilihat dari komposisi hasil tangkapan
pada gambar 2. Berdasarkan gambar 2 cumi-cumi merupakan hasil tangkapan
terbesar kedua setelah ikan lainya yaitu sebesar 14% di PPN Karangantu. Alat
tangkap yang dominan untuk menangkap cumi-cumi adalah dogol dan bagan.
Untuk dogol menggunakan kapal motor berukuran 10-30 GT sedangkan bagan
berukuran ≤ 5 GT. Daerah penangkapan cumi-cumi terdapat di sekitar pulau
Panjang perairan Teluk Banten. Nelayan menangkap cumi-cumi pada malam hari
karena cumi-cumi melakukan pergerakan diurnal, yaitu pada siang hari akan
berkelompok dekat dasar dan akan menyebar pada kolom perairan pada malam
hari (Pelu 1988). Cumi-cumi dapat tertangkap setiap bulanya tetapi pada saat
terang bulan hasil tangkapan cumi-cumi cendrung menurun karena alat tangkap
yang beroperasi terbatas. Cumi-cumi ini dapat dipasarkan ke restoran-restoran di
Jakarta dan sekitarnya ada juga yang langsung di jual di tempat. Harga jual Cumicumi berkisar dari Rp. 18 000 – Rp. 30 000/kg.

9
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Mortalitas merupakan jumlah aktual ikan yang mati pada suatu keadaan
tertentu yang tidak ditentukan sebelumnya (Aziz 1989). Suatu stok sumber daya
ikan akan mengalami penurunan akibat mortalitas yang tinggi. Mortalitas ini perlu
dibedakan antara mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Mortalitas
alami (M) adalah mortalitas yang terjadi karena pemangsaan, stress pemijahan,
kelaparan, umur dan penyakit, sedangkan mortalitas tangkapan (F) adalah
mortalitas yang disebabkan akibat penangkapan (Sparre, Vennema 1999).
Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) dilakukan dengan kurva hasil
tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data panjang (gambar 3).

6.0000
Ln(C(L1,L2)/dT

5.0000

y = -1.1006x + 5.4862
R² = 0.9504

4.0000
3.0000
2.0000
1.0000
0.0000
-1.0000

1.0000

3.0000

5.0000

7.0000

t[(L1+L2)/2]

Gambar 3 Kurva hasil tangkapan cumi-cumi yang dilinierkan berbasis
data panjang
Berdasarkan gambar 3, diperoleh a = 5.4862 dan b =-1.1006. Untuk nilai z
= 1.1006 dan M = 0.2702. Laju mortalitas alami (M) didapat dari persamaan
rumus Pauly (persamaan 1) sedangkan laju mortalitas total (Z) di dapat dari
regresi data panjang yang dilinierkan dan mortalitas tangkapan (F) di dapat dari
selisih antara laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas alami (M) (Sparre,
Venema 1999). Informasi mengenai laju mortalitas dan laju eksploitasi disajikan
pada tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan Laju mortalitas dan Laju Eksploitasi Loligo sp dengan
penelitian lain
Parameter
Mortalitas
penangkapan (F)
Mortalitas alami (M)
Mortalitas total (Z)
Eksploitasi (E)

Penelitian ini
(Loligo sp)
Karangantu
(per tahun)

Muzakkir 2005
(Loligo chinensis)
Sulawesi Selatan
(per tahun)

Tasywiruddin 1993
(Loligo edulis)
Perairan Selat Alas
(per tahun)

0.8304

0.21

0.8535

0.2702
1.1006
0.7545

0.48
0.69
0.3

1.2495
2.1030
0.4058

Loligo sp memiliki nilai mortalitas tangkapan (F) yang lebih besar
dibandingkan dengan laju mortalitas alami (M) (Tabel 2). Hal ini menandakan

10
Loligo sp lebih banyak mati akibat kegiatan penangkapan. Penentuan laju
eksploitasi (E) didapatkan dari hasil bagi antara laju mortalitas penangkapan (F)
dengan laju mortalitas total (Z). Laju eksploitasi Loligo sp yaitu sebesar 0.7545
(tabel 2). Menurut Gulland (1971) in Pauly (1984) nilai laju eksploitasi (E)
optimal hanya sebesar 0.5, sehingga angka tersebut menunjukan laju mortalitas
dan laju eksploitasi Loligo sp telah mengalami tangkap lebih. Jika dibandingkan
dengan Muzakkir 2005, Tasywiruddin 1993 stok cumi-cumi pada penelitian
mereka masih harus dieksploitasi kembali karena nilai laju eksploitasi (E) yang
didapat oleh penelitian sebelumnya < 0.5. Tingginya tingkat eksploitasi
mengindikasikan adanya tekanan penangkapn yang sangat tinggi terhadap stok
Loligo sp di Perairan Teluk Banten. Penangkapan berpengaruh terhadap
perubahan populasi sumber daya di suatu perairan (Masrikat 2012).

Hasil Tangkapan Cumi-cumi
Hasil tangkapan cumi-cumi diperoleh dari data sekunder PPN Karangantu
selama tahun 2008 sampai 2012. Hasil tangkapan ini berfluktuatif (lampiran 3).
Berikut hasil tangkapan cumi-cumi dari tahun 2008 sampai 2012.

Catch (kg)

500000

473365

dogol

400000

bagan

300000
200000
100000
0

235599

211960

48227

52548

2008

2009

253355

203612

88177

81072

98935

2010

2011

2012

Tahun

Gambar 4 Kurva hasil penangkapan cumi-cumi di PPN Karangantu
Sumber : PPN Karangantu, Banten

Hasil penangkapan cumi-cumi dengan alat tangkap dogol pada tahun 2008
sampai 2012 mengalami fluktuasi tetapi cendrung meningkat (Gambar 4). Selama
lima tahun kurun waktu tersebut, terlihat bahwa hasil tangkapan tertinggi pada
tahun 2012, sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 2008. Jika dibandingkan
dengan alat tangkap bagan, hasil tangkapan cumi-cumi pada tahun 2008 sampai
2012 lebih cendrung menurun. Hasil tangkapan tertinggi terjadi pada tahun 2010,
sedangkan yang terendah pada tahun 2012. Hal tersebut disebakan, karena alat
tangkap bagan merupakan alat tangkap yang sifatnya menetap sedangkan dogol
tidak menetap, sehingga jika stok cumi-cumi ditangkap secara terus menerus di
lokasi yang sama maka stok dari cumi-cumi tersebut akan terus menurun
(Sudirman et al. 2011).

11
Upaya Penangkapan (effort)
Dogol dan bagan merupakan alat yang dominan menangkap cumi-cumi
(lampiran 3). Bagan memiliki waktu pengoperasian harian (oneday fishing)
sedangkan dogol 6 sampai 8 hari. Upaya penangkapan (effort) berhubungan
dengan alat tangkap produktif yang digunakan. Alat tangkap yang produktif ini
diperoleh dari perhitungan FPI (lampiran 3). FPI ini berguna untuk
menstandarisasi alat tangkap yang digunakan terhadap upaya penangkapan
dengan hasil tangkapan. Dari hasil tersebut dogol merupakan alat tangkap yang
standar untuk menangkap cumi-cumi karena memiliki nilai FPI sama dengan satu
(lampiran 3). Gambar 5 akan menyajikan upaya alat tangkap (effort) antara alat
tangkap dogol dan bagan.

Effort (trip)

5000.00
4000.00

4004.44

3899.60

3000.00
2000.00

1838.59
177.50

161.32

1243.55
371.28

2010

2011

2012

1000.00
0.00

dogol
bagan

2670.88

61.94
2008

96.20
2009

Tahun

Gambar 5

Kurva upaya penangkapan (Effort) cumi-cumi di PPN
Karangantu
Sumber : PPN Karangantu, Banten

Tahun 2008 sampai 2012 upaya penangkapan cumi-cumi dengan alat
tangkap bagan mengalami fluktuasi tetapi cenderung menurun (Gambar 5). Jika
dibandingkan dengan alat tangkap dogol, pada tahun 2008 sampai 2012 upaya
penangkapan lebih cendrung meningkat. Hal ini berbanding lurus dengan hasil
tangkapan (gambar 4) ketika upaya penangkapan meningkat maka hasil tangkapan
meningkat begitupun sebaliknya. Pada upaya penangkapan cumi-cumi dengan alat
tangkap bagan telah melebihi upaya penangkapan optimum (tabel 3) maka hasil
tangkapan yang didapat akan menurun (gambar 4), sehingga untuk menjaga
kelestarian dari stok cumi-cumi tersebut maka upaya penangkapan bagan harus
terus diturunkan. Upaya optimum digunakan untuk memperoleh hasil tangkapan
maksimum tanpa mempengaruhi produktivitas dan stok dalam jangka panjang
(Sparre, Vennema 1999).

Catch Per Unit Effort (CPUE)
Analisis CPUE menggambarkan hubungan antara hasil tangkapan (C)
dengan upaya penangkapan (E) pada waktu tertentu. CPUE dapat menilai
efektivitas suatu alat tangkap dari standarisasi alat tangkap. Dari hasil standarisasi
alat tangkap dogol memiliki nilai Fishing Power Indeks (FPI) sama degan satu,
hal ini menjelaskan bahwa dogol digunakan sebagai alat tangkap tangkap standar

12

CPUE (Kg/trip)

untuk menangkap cumi-cumi (lampiran 3). Berikut hasil tangkapan per satuan
upaya cumi-cumi.
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00

104.82

51.75
41.07

48.28
29.13

2008

2009

dogol
bagan

37.41

53.33
44.16

2010

2011

31.21
24.65
2012

Tahun

Gambar 6 CPUE
Sumber : PPN Karangantu, Banten

Selama lima tahun CPUE dengan alat tangkap dogol dan bagan
berfluktuatif tetapi cendrung menurun. CPUE tertingi pada alat tangkap bagan
terjadi pada tahun 2010 sedangkan pada alat tangkap dogol terjadi pada tahun
2008 dan CPUE terendah pada kedua alat tangkap terjadi di tahun 2012. Hal ini
menjelaskan bahwa stok di alam mengalami penurunan yang dapat disebabkan
oleh upaya penangkapan yang telah melebihi upaya optimum (tabel 5).

Model Surplus Produksi
Model surplus produksi mencakup asumsi bahwa CPUE (catch per unit
effort) dianggap konstan untuk menentukan ukuran stok. Effort (upaya) dapat
diterapkan pada perikanan dalam jangka waktu pendek dan catch (hasil
tangkapan) akan meningkat dengan rata-rata yang konstan (Coppola, Pascoe
1998). Model surplus produksi digunakan untuk menentukan tingkat upaya
optimum. Upaya optimum yaitu upaya yang menghasilkan tangkapan maksimum
tanpa mempengaruhi produktivitas dan keberadaan stok dalam jangka panjang.
Metode ini diketahui dari hasil tangkapan, effort (upaya tangkap) dan hasil
tangkapan per unit upaya (catch per unit effort) atau CPUE dalam beberapa tahun.
Kelebihan metode suplus produksi ini adalah tidak banyak memerlukan data, yaitu
hanya data hasil tangkapan dan upaya tangkapan atau hasil tangkapan per satuan
upaya (CPUE) (Sparre, Venema 1999). Analisis potensi sumber daya cumi-cumi
dapat dilakukan melalui 5 model yaitu model Shaefer, Fox, Walter Hilbron,
Schnute dan Clarke Yoshimoto Pooley. Dari lima model tersebut pendekatan
model Walter Hilbron (1976) merupakan model yang paling sesuai dan cocok
karena memiliki koefisien determinasi (R2) terbesar yaitu 97%. Menurut pendapat
Pindyck dan Rubnfield (1998) in Aminah (2010) mengatakan semakin besar nilai
R2 menunjukan bahwa model tersebut semakin baik. Selain itu indikator statistik
lain yang dapat mendukung hal ini adalah nilai standar error. Standar error
model Walter Hilbron (1976) juga relatif rendah yaitu 0.1602 (lampiran 4).
Berikut merupakan data hasil tangkapan berdasarkan model Walter Hilbron
(1976).

13
Tabel 3 Data hasil tangkapan Walter Hilbron (1976)
Tahun
2008
2009
2010
2011
2012

C (kg)
104 163.49
102 872.06
200 564.48
141 224.16
147 277.06

E (trip)
987.80
532.72
1 128.25
795.45
666.53

CPUE
105.45
193.11
177.77
177.54
220.96

CPUE+1
193.11
177.77
177.54
220.96
0.00

(Ut1/Ut)-1
0.8313
-0.0794
-0.0013
0.2446
0.0000

CPUE (Kg/trip)

Pada model Walter Hilbron (1976), regresi dilakukan dengan memasukan
data (CPUEt+1/CPUEt)-1 sebagai variabel bebas, sedangkan variable tidak bebas
X1 dan X2 masing-masing CPUE dan F. Hasil yang diperoleh dari persamaan
regresi tersebut mendapatkan koefisien dterminasi (R2) sebesar 97% (lampiran3).
Hal ini menandakan model Walter Hilbron (1976) cocok digunakan untuk
menduga upaya optimum (fmsy) dan Maximum Sustainable Yield (MSY) karena
dapat mewakili keadaan sebenarnya sebesar 97% (lampiran 4). Model Walter
Hilbron (1976) menduga upaya optimum (fmsy) sebesar 100.78 trip per tahun dan
Maximum Sustainable Yield (MSY) sebesar 587 918.59 kg per tahun. Pada tahun
2008 sampai 2012 upaya penangkapan telah melebihi upaya optimum sehingga
hasil tangkapan kurang dari Maximum Sustainable Yield (MSY). Keadaan ini
dapat mengindikasikan bahwa cumi-cumi yang didaratkan di PPN Karangantu
telah mengalami tangkap lebih.
250.00
220.96

200.00

193.11

177.77

177.54

1128

795

150.00
100.00

105.45

50.00
0.00
988

533

667

Effort (trip)

Gambar 7 Kurva hubungan CPUE dengan jumlah upaya penangkapan
Effort
Nilai CPUE menggambarkan keadaan stok di alam sedangkan effort (E)
adalah upaya penangkapan yang dilakukan. Pada gambar 7 Upaya penangkapan
cendrung menurun begitu sedangkan nilai CPUE cenderung meningkat hal ini
menunjukan bahwa dengan menurunkan upaya penangkapan maka dapat
meningkatkan stok di alam (Gambar 7).

Model Bioekonomi
Pendekatan bioekonomi diperlukan dalam pengelolaan sumber daya
karena selama ini permasalahan perikanan terfokus pada memaksimalkan
penangkapan, dengan mengabaikan faktor produksi yang dipergunakan dalam

14
usaha perikanan. Dengan permasalahan tersebut maka Gordon (1954) melakukan
analisis berdasarkan konsep produksi biologi yang kemudian dikembangkan oleh
Schaefer (1954) in Pasisingi (2011). Konsep dasar bioekonomi ini dikenal dengan
teori Gordon-Schaefer. Untuk memahami teori Gordon-Schaefer maka perlu
dikemukakan konsep dasar biologi terlebih dulu. Berdasarkan model Walter
Hilbron (1976) yang memiliki koefisien determinasi (R2) terbesar yaitu 97%,
maka analisis bioekonomi untuk sumber daya cumi-cumi diperoleh melalui nilai
dari parameter pada tabel 4.
Tabel 4. Nilai Parameter biologi dan ekonomi dalam penentuan MEY, MSY dan
Open Access
Parameter
Koefisien kemampuan alat tangkap (q)
Daya dukung (K)
Laju intrinsik populasi (r)
Harga (p)
Biaya (c)

Satuan
Nilai
(kg/trip)
0.0107
(kg/tahun)
1 089 068
(%/tahun)
2.1594
(Rp/kg)
26 750
(Rp/trip)
53 000

Harga rajungan (p) dan biaya operasional (c) diperoleh dari hasil
wawancara oleh nelayan (lampiran 5). Parameter biologi r, q dan K
mempengaruhi nilai hasil tangkapan (h) sehingga upaya penangkapan (e) harus
disesuaikan agar mampu mencapai sistem perikanan tangkap yang berkelanjutan.
Laju pertumbuhan instrinsik (r) bernilai 2.1594 artinya pertumbuhan biomassa
cumi-cumi secara alami tanpa adanya gangguan sebesar 2.1594 kg pertahun. Daya
dukung (K) pada perairan Teluk Banten sebesar 1 089 068 kg per tahun artinya
kemampuan atau kapasitas lingkungan perairan untuk menampung biomassa
cumi-cumi sebesar 1 089 068 kg per tahun. Koefisien alat tangkap (q) sebesar
0.0107 artinya bahwa setiap peningkatan upaya penangkapan per trip per tahun
akan berpengaruh terhadap aspek biologi cumi-cumi sebesar 0.0107 kg per tahun.
Berdasarkan nilai parameter biologi dan ekonomi yang disajikan pada tabel 4,
maka dapat ditentukan jumlah tangkapan lestari dari rezim pengelolaan
diantaranya rezim MEY, MSY, dan Open Access. Berikut merupakan hasil
perhitungan dari ketiga rezim tersebut, perhitungan selengkapnya pada lampiran
5.
Tabel 5 Hasil analisis bioekonomi Cumi-cumi (Loligo sp) yang didaratkan di
PPN karangantu
variabel
h (kg)
e (trip)
tr (Rp)
tc (Rp)
untung (Rp)

MEY
587 918.58
100.76
15 726 821 959
5 340 549
15 721 481 410

MSY
587 918.59
100.78
15 726 822 412
5 341 456
15 721 480 956

OA

Aktual

399
201
10 681 098
10 681 098
0

147 277
667
3 939 661 351
35 326 092
3 904 335 259

Berdasarkan analisis bioekonomi yang dilakukan, untuk rezim MSY
didapatkan nilai hasil tangkapan 587 918.59 kg/tahun dan upaya penangkapan

15
sebesar 100.78 trip/tahun. Pada rezim ini didapatkan nilai rente ekonomi yang
lebih rendah dibandingkan pada rezim MEY yaitu sebesar Rp 15 721 480 956,- .
Berdasarkan kondisi MSY yang diperoleh , apabila dibandingkan dengan kondisi
aktual pada tahun 2012, maka dapat dikatakan cumi-cumi yang didaratkan di PPN
Karangantu telah mengalami biological overfishing. Hal tersebut dilihat dari
upaya penangkapan aktual yaitu 667 trip/tahun telah melebihi upaya penangkapan
pada rezim pengelolaan MSY.
Hasil perhitungan menunjukan bahwa hasil tangkapan pada rezim MEY
senilai 587 918.58 kg/tahun dan upaya penangkapan sebesar 100.76 trip/tahun
sedangkan rente ekonomi yang diperoleh sebesar Rp 15 721 481 410,-, hasil rente
ekonomi tersebut merupakan rente ekonomi terbesar. Upaya yang dihasilkan
sebesar 100.78 trip/tahun menghasilkan keuntungan yang lebih besar dari nilai
rezim lainnya sehingga alat tangkap yang digunakan jauh lebih efisien dan
menghasilkan banyak keuntungan. Apabila data aktual tahun 2012 dibandingkan
dengan rezim MEY, kondisi aktual memiliki upaya penangkapan sebesar 667
trip/tahun yang menghasilkan rente ekonomi senilai Rp 3 904 335 259,- yang jauh
lebih rendah dari nilai rezim MEY. Hal ini dapat dikatakan bahwa sumber daya
cumi-cumi didaratkan di PPN Karangantu telah mengalami economic overfishing.
Pada kondisi open access menjelaskan bahwa setiap orang berhak
memanfaatkan sumber daya perikanan di perairan secara bebas, sehingga upaya
penangkapan tidak dibatasi tetapi kondisi sumber daya perikanan tidak akan
terkendali (Sari et al. 2009). Rezim open access sumber daya cumi-cumi memiliki
nilai upaya penangkapan (e) yang jauh lebih besar dibandingkan nilai MEY
maupun MSY serta rente ekonomi yang berkebalikan yakni bernilai nol. Gordon
(1954) in Fauzi (2010) menyebutkan bahwa keseimbangan open access tidak
optimal secara sosial karena biaya yang dikorbankan yang terlalu besar. Oleh
karena itu untuk memperoleh keuntungan secara fisik (biologi) dan ekonomis
untuk kelestarian sumber daya cumi-cumi maka input dalam usaha perikanan
yang ideal berada pada titik MEY.
Kondisi aktual adalah kondisi pada tahun terakhir pengambilan data hasil
tangkapan (h) dan upaya penangkapan (e) yang dilakukan pada penelitian ini.
Pada kondisi aktual memiliki nilai upaya penangkapan (e) yang lebih besar
dibandingkan dengan kondisi MEY maupun MSY yaitu sebesar 667 trip. Nilai
tersebut menjelaskan bahwa cumi-cumi yang didaratkan di PPN Karangantu
diindikasikan telah mengalami economic overfishing dan biological overfihing.
Economic overfishing menjelaskan bahwa keuntungan yang didapat dari kegiatan
perikanan lebih rendah dari seharusnya. Hal ini disebabkan karena upaya
penangkapan pada kondisi aktual yang dilakukan oleh nelayan telah melebihi
upaya penangkapan pada kondisi MEY, sehingga keuntungan yang didapat lebih
rendah. Jika para nelayan ingin mendapatkan keuntungan yang optimum maka
upaya penangkapan harus diturunkan sesuai upaya penangkapan pada MEY.
Biological overfishing menjelaskan bahwa nilai upaya penangkapan pada kondisi
aktual juga telah melebihi dari kondisi MSY, sehingga menyebabkan hasil
tangkapan menurun. Untuk mendapatkan hasil tangkapan yang optimum maka
nilai upaya penangkapan sebaiknya berada dibawah kondisi MSY. Hal ini dapat
dijelaskan oleh pernyataan Widodo dan Suadi (2006) bahwa biological
overfishing terjadi ketika tingkat upaya penangkapan melampui tingkat yang
diperlukan untuk menghasilkan hasil tangkapan MSY. Berdasarkan data yang

16
diperoleh dapat disimpulkan bahwa pengeolaan yang paling baik adalah
pengelolaan pada MEY karena dari segi keuntungan yang didapatkan lebih
optimum senilai Rp 15 721 481 410 dengan jumlah upaya penangkapan (e)
100.76 trip dan menghasilkan hasil tangkapan (h) sebesar 587 918.58 kg/tahun
(tabel 5). Menurut Anderson (1986) MEY juga merupakan pengelolaan yang
optimal dan efisien secara sosial, lalu memiliki keuntungan secara fisik (biologi)
maupun ekonomis dalam usaha perikanan.

Pengelolaan Cumi-cumi
Pengelolalan sumber daya ikan merupakan suatu aspek yang sangat
menonjol pada sektor perikanan. Ketidakmampuan dalam pengelolaan sumber
daya ikan atau sumber daya perikanan dapat berakibat menurunnya pendapatan
sektor perikanan yang berasal dari sumber yang ada. Pengelolaan sumber daya
perikanan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan para nelayan, penyediaan
bahan pangan, bahan baku industri, penghasil devisa serta mengetahui porsi
optimum pemanfaatan oleh armada penangkapan ikan. Selain itu pengelola
perikanan memiliki tugas untuk menentukan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan berdasarkan tangkapan maksimum lestari (Boer dan Azis 2007).
Berdasarkan analisis bioekonomi sumber daya cumi-cumi yang didaratkan
di PPN Karangantu telah mengalami economic overfishing dan biological
overfihing hal ini dapat dilihat dari hasil upaya penangkapan (e) aktual yang telah
melebihi kondisi MSY dan MEY. Selain itu dapat dilihat pula bahwa laju
eksploitasi cumi-cumi senilai 0.7545 atau 75.45%. Nilai laju eksploitasi ini telah
melebihi nilai eksploitasi optimum sebesar 0.5 artinya telah terjadi tekanan
penangkapan yang tinggi terhadap stok cumi-cumi yang didaratkan di PPN
Karangantu.
Menurut Strydom dan Nieuwoudt (1998), pengelolaan perikanan tidak
hanya sebatas menyediakan sumber daya secara berkelanjutan tetapi juga manfaat
ekonomi secara efisien. Berdasarkan pernyataan tersebut maka pengelolaan yang
tepat terjadi pada kondisi MEY. Untuk menangulangi kondisi overfishing maka
dibutuhkan monitoring berupa upaya pengelolaan atau kebijakan melalui total
allowable catch (TAC). Maka TAC atau jumlah tangkapan yang diperbolehkan
untuk cumi-cumi yang didaratkan di PPN karangantu adalah sebesar 423 301
kg/tahun. Nilai TAC ini apabila dibandingkan dengan nilai hasil tangkapan
maksimum berdasarkan rezim yang paling efisien yaitu rezim MEY senilai 587
918.58 kg/tahun lebih rendah dikarenakan untuk menghindari kesalahan
perhitungan pada rezim MEY. Melalui TAC ini maka akan cukup untuk estimasi
yang berlebihan (over estimate) dan diharapkan dapat menjamin kelestarian dan
ketersediaan sumber daya cumi-cumi sepanjang tahun. Selain itu perlu adanya
pengaturan upaya penangkapan, manajemen operasi alat tangkap yang
diperbolehkan, diberlakukanya kuota hasil tangkapan guna mencegah overfishing,
regulasi kapal nelayan yang beroperasi, dan pengaturan daerah penangkapan.

17
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Cumi-cumi (Loligo sp) yang didaratkan di PPN Karangantu telah
mengalami overfishing. Hal ini dapat dilihat dari hasil laju eksploitasi yang
melebihi ekploitasi optimum. Eksploitasi ini lebih disebabkan oleh mortalitas
tangkapan yang berlebih dibandingkan mortalitas alami. Hal tersebut juga dapat
dilihat dari analisis bioekonomi, nilai pada data aktual upaya penangkapan (e)
telah melebihi MSY dan MEY sehingga cumi-cumi (Loligo sp) di PPN
Karangkantu dapat dikatakan telah mengalami economic overfishing dan
biological overfihing.

Saran
Pada penelitian selanjutnya diperlukan pengambilan data reproduksi secara
harian untuk melihat pola musim penangkapan cumi-cumi (Loligo sp) di pulau
Panjang perairan Teluk Banten.

DAFTAR PUSTAKA
Aminah S. 2010. Model Pengelolaan dan Investasi Optimal Sumber Daya
Rajungan dengan Jaring Rajungan di Teluk Banten [skripsi]. Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 144 hlm.
Anderson LG. 1986. Economic of Fisheries Management. John Wiley and Sons.
New York.
Aziz KA. 1989. Dinamika Populasi Ikan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor. 115 hlm
Boer M, Azis KA. 2007. Rancangan Pengambilan Contoh Upaya Tangkap dan
Hasil Tangkap Untuk Pengkajian Stok Ikan. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan
Fisheries Society, Maryland. USA
Coppola G, Pascoe S.