Pengelolaan Sumber Daya Ikan Tetengkek (Megalaspis cordyla, Linnaeus 1758) di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu- Banten

PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN TETENGKEK
(Megalaspis cordyla, Linnaeus 1758) DI PELABUHAN
PERIKANAN NUSANTARA KARANGANTU-BANTEN

NURSI HAIRUNNISA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Sumber
Daya Ikan Tetengkek (Megalaspis cordyla, Linnaeus 1758) di Pelabuhan
Perikanan Nusantara Karangantu-Banten adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
Nursi Hairunnisa
NIM C24090053

ABSTRAK
NURSI HAIRUNNISA. Pengelolaan Sumber Daya Ikan Tetengkek
(Megalaspis cordyla, Linnaeus 1758) di Pelabuhan Perikanan Nusantara
Karangantu-Banten. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan YONVITNER.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan alokasi optimum pemanfaatan
sumber daya ikan tetengkek di PPN Karangantu, Banten. Nilai optimum yang
dihitung diantaranya tingkat produksi, jumlah upaya (effort) dan nilai manfaat
atau rente dari sumber daya ikan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan ikan
tetengkek belum mengalami over ekploitasi. Model produksi surplus yang
digunakan pada penelitian ini yaitu model Schaefer, Fox, Walter Hilborn, Schnute
dan Clarke Yoshimoto Pooley. Model Schaefer memiliki nilai R2 yang lebih besar
dibandingkan model produksi surplus lainnya. Nilai R2 pada model ini sebesar
77%. Pada kondisi aktual hasil tangkapan sebesar 1111 kg/tahun dengan upaya
penangkapan sebesar 4,17 trip/tahun. Pada rezim pengelolaan open access

memiliki nilai effort yang paling tinggi tetapi mendapatkan keuntungan sama
dengan nol. Berdasarkan analisis bioekonomi mendapatkan hasil tangkapan lestari
(MSY) sebesar 2092 kg/tahun dan upaya penangkapan (Fmsy) sebesar 5,22
trip/tahun, dan hasil tangkapan (MEY) sebesar 2110 kg/tahun dan upaya
penangkapan (Fmey) sebesar 5,21 trip/tahun. Analisis bioekonomi menunjukan
bahwa nilai Faktual lebih kecil dari nilai Fmsy dan juga Fmey. Hal ini
mengindikasikan bahwa sumber daya ikan tetengkek belum mengalami
overfishing secara biologi maupun ekonomi.
Kata kunci: jumlah alat tangkap optimal, kajian ekonomi, nilai rente alokasi
sumber daya, sumber daya ikan tetengkek, upaya optimal.
ABSTRACT
Nursi Hairunnisa. Management of Torpedo scad Resources (Megalaspis
cordyla, Linnaeus 1758) in PPN Karangantu-Banten. Mentored by ACHMAD
FAHRUDIN and YONVITNER.
This research is aimed to determine the optimum allocation of Torpedo scad
resources in the PPN Karangantu, Banten. The optimum value that calculated such
as level of production, the amount of effort and the value of the benefit of the fish
resources. The results showed that have not experienced over exploitation yet.
Surplus production models used in this research are the models of Schaefer, Fox,
Walter Hilborn, Schnute and Clarke Yoshimoto Pooley. Schaefer models had R2

values that greater than other surplus production models. The value of R2 in this
model is 77%. On the actual condition of the catched of 1111 kg/year with a
fishing effort of 4,17 trips/year. In the regime of open access management has the
highest value of effort but zero benefit. Based on the analysis of the bioeconomy
got the sustainable catched (MSY) of 2092 kg/year and fishing effort (Fmsy) by
5,22 trips/year, and the catchs (MEY) of 2110 kg/year and fishing effort (Fmey)
5,21 trip/year. Bioeconomy analysis shows that the value of Factual is smaller
than the value of Fmsy and also Fmey. This indicated that the resources of
Torpedo scad has not been experiencing over exploitation both biologically and
economically.
Key words: the optimal amount of fishing gear, economic studies, value-seeking
resource allocation, torpedo scad resources, optimal effort.

PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN TETENGKEK
(Megalaspis cordyla, Linnaeus 1758) DI PELABUHAN
PERIKANAN NUSANTARA KARANGANTU-BANTEN

NURSI HAIRUNNISA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pengelolaan Sumber Daya Ikan Tetengkek (Megalaspis cordyla,
Linnaeus 1758) di Pelabuhan Perikanan Nusantara KarangantuBanten
Nama
: Nursi Hairunnisa
NIM
: C24090053

Disetujui oleh
Dosen Pembimbing


Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi
Pembimbing I

Dr Yonvitner, SPi MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: Senin, 8 Juli 2013

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian
ini. Penelitian ini berjudul “Pengelolaan Sumber Daya Ikan Tetengkek
(Megalaspis cordyla, Linnaeus 1758) di Pelabuhan Perikanan Nusantara
Karangantu-Banten”. Usulan penilitian ini dibuat untuk memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada program studi Manajemen

Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Achmad Fahrudin,
M.Si selaku dosen pembimbing pertama dan Bapak Dr. Yonvitner, M.Si selaku
dosen pembimbing kedua yang telah memberikan saran dan kritik dalam
penyelesaian usulan penelitian ini. Terima kasih kepada Ir. Agus Samosir, M.Phil
selaku Komisi Pendidikan Program S1 atas saran, nasihat dan perbaikan yang
diberikan. Serta saya ucapkan terimakasih kepada Dr.Ir.Fredinan Yulianda, M.sc
selaku penguji tamu dan Dr.Ir.Yunizar Ernawati, Ms selaku perwakilan Komisi
Pendidikan Program S1 atas saran dan kritik perbaikan yang telah diberikan dalam
penyelesaian skripsi ini.
Seluruh dosen MSP yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama
perkuliahan. Terima kasih kepada Para staff Tata Usaha MSP yang saya hormati
terutama Mbak Widar, Mbak Maria atas arahannya. Terima kasih kepada Staff
dari TPI Karangantu, Bapak faisal, Bapak Tohir, Bapak Haji yang telah
memberikan kontribusi secara langsung selama penulis melakukan penelitian.
Keluarga yang paling aku sayangi: mamaku (Nursiwayati), ayahku (Siswanto),
kakakku (Fachrizal Achmad Sumardjo, S.Si), adikku (Devi Cahyaningsih,
Amd.Keb), aa Suharyadi, S.H dan teteh Alif, S.Si. Terimakasih kalian semua
sudah mendukung aku kapanpun dan sudah memberi aku doa tulus dan dukungan

moral maupun finansial. Terimakasih banyak semuanya, aku sayang kalian.
Semua teman-teman Manajemen Sumber Daya Perairan 46 yang selalu
memberikan motivasi dan doa sehingga usulan penelitian ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penulisan usulan penelitian ini
dan mengharapkan saran dan kritik untuk penyempurnaan tulisan selanjutnya.
Semoga dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan, bagi upaya
pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan dan bagi pihak-pihak
yang membutuhkan.

Bogor, Juni 2013

Nursi Hairunnisa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

3

METODE

3

Bahan

3

Alat

4

Prosedur Analisis Data


4

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Kondisi Umum PPN Karangantu

8

Analisis Pemanfaatan Optimal Sumber Daya Perikanan

8

Komposisi Hasil Tangkapan

9

Hasil Tangkapan Ikan Tetengkek


10

Mortalitas dan Laju Eksploitasi

11

Upaya Penangkapan (Effort)

11

Catch Per Unit Effort (CPUE)

12

CPUE dan Effort

13

Bioekonomi

14

Rencana Pengelolaan Perikanan di PPN Karangantu

16

SIMPULAN DAN SARAN

17

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1. Rumus perhitungan pengelolaan ikan tetengkek model statis
2. Hasil produksi ikan tetengkek pada tahun 2012
3. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan tetengkek di PPN
Karangantu
4. Hasil perhitungan bioekonomi ikan tetengkek

7
10
11
15

DAFTAR GAMBAR
1. Alur dinamika stok ikan tetengkek yang dieksploitasi
2. Ikan tetengkek (Megalaspis cordyla)
3. Peta lokasi pengambilan contoh dan daerah penangkapan ikan
tetengkek di Teluk Banten
4. Komposisi jenis ikan yang didaratkan di PPN Karangantu
5. Hasil tangkapan ikan tetengkek di PPN Karangantu, Banten
6. Upaya penangkapan ikan tetengkek di PPN Karangantu, Banten
7. Catch Per Unit Effort (CPUE) sumber daya ikan tetengkek
8. Catch Per Unit Effort (CPUE) dan Effort sumber daya ikan
tetengkek

2
3
5
9
10
12
13
13

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian
Hasil produksi semua jenis ikan tahun 2008-2012
Hasil produksi ikan tetengkek tahun 2008-2012
Hasil proporsi dari produksi ikan tetengkek per produksi
semua jenis ikan
5. Hasil upaya tangkapan (Effort) yang sudah di proporsional
6. Hasil tangkapan dan upaya penangkapan
7. Hasil standarisasi ketiga alat tangkap

19
19
20
20
20
20
20

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teluk Banten merupakan bagian dari perairan Laut Jawa, dengan luas
permukaan totalnya 150 km2 dan termasuk perairan dangkal dengan turbiditas
tinggi serta panjang pantai 22 km (KKP, 2011). Perairan Teluk ini terletak di
bagian utara Provinsi Banten dengan dasar perairan pada umumnya lumpur
berpasir. Kawasan ini terdapat beberapa pulau kecil seperti Pulau Tunda, Pulau
Panjang, Pulau Pamujan Kecil, Pulau Pamujan Besar, Pulau Semut, Pulau
Tarahan, Pulau Pisang, Pulau Gosong Delapan, Pulau Kubur, Pulau Tanjung
Gundul, Pulau Lima dan Pulau Dua.
Sumber daya ikan yang tersedia di perairan ini sangat beragam. Salah satu
tempat pendaratan ikan yang berada dekat dengan Teluk Banten adalah Pelabuhan
Perikanan Nusantara Karangantu. Ikan tetengkek merupakan jenis ikan yang
dominan ditangkap oleh para nelayan di Perairan Teluk Banten dengan alat
tangkap dogol. Hal ini dibuktikan dengan Statistik Perikanan PPN Karangantu
yang menunjukan bahwa produksi ikan tetengkek setiap tahun mengalami
peningkatan. Ikan tetengkek (Megalaspis cordyla, Linnaeus 1758) merupakan
kelompok ikan pelagis dan jenis ikan lepas pantai. Meningkatnya kebutuhan
manusia menyebabkan permintaan yang tinggi terhadap sumber daya ikan
tetengkek karena harga jualnya terjangkau oleh berbagai kalangan masyarakat.
Ikan tetengkek ini dipasarkan dalam bentuk segar maupun olahan.
Pada pengelolaan perikanan tetengkek yang berkelanjutan diperlukan
informasi biologis maupun data hasil tangkapan. Kondisi umum sumber daya
perikanan merupakan sumber daya yang dapat dipulihkan (renewable) dan
bersifat kepemilikan umum (common property), sehingga siapapun boleh
memanfaatkannya (open access resources). Menurut Widodo & Suadi (2006),
langkah-langkah yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan mencakup
kegiatan pengumpulan data mengenai biologi, ekonomi, dan sosial perikanan.
Kemudian data yang diperoleh diolah kedalam bentuk informasi yang berguna
untuk membuat keputusan dalam pengelolaan, penetapan, serta memantau
pelaksanaan keputusan pengelolaan tersebut, untuk memperoleh keuntungan
dengan memperhatikan kelestarian sumber daya ikan di PPN Karangantu-Banten
maka perlu dilakukan pendekatan yang memperhatikan aspek biologis dan
ekonomis, sehingga nelayan dalam melakukan aktifitasnya dapat memperoleh
keuntungan secara maksimal tetapi sumber daya ikan tetap lestari. Maka dari itu
digunakan pendekatan bioekonomi untuk mengestimasi aspek biologi, ekonomi
dan sosial dalam melakukan usaha penangkapan ikan. Pendekatan bioekonomi ini
menggunakan model, dengan menggunakan model maka dapat memberikan solusi
optimal dalam pemanfaatan sumber daya perikanan yang berkelanjutan. Model
yang digunakan pada bioekonomi untuk mengestimasi aspek potensi sumber daya
ikan, mengestimasi aspek ekonomi dalam usaha penangkapan ikan dan
mengestimasi aspek sosial.

2
Stok Ikan Tetengkek
Pertumbuhan

Rekruitmen

Mortalitas Alami

Mortalitas Tangkapan
Pemanfaatan Ikan Tetengkek

Permasalahan Biologi

Permasalahan Ekonomi

Analisis Bioekonomi dan Upaya Pengelolaan Ikan Tetengkek
Sumber Daya Lestari
Gambar 1. Alur dinamika stok ikan tetengkek yang dieksploitasi
Perumusan Masalah
Stok ikan merupakan gambaran mengenai nilai dugaan besarnya biomassa
ikan berdasarkan kelompok jenis ikan dalam waktu tertentu menggunakan aplikasi
ilmu statistika dan matematika sehingga diperoleh status stok ikan secara
kuantitatif untuk kepentingan pendugaan stok ikan dan alternatif kebijakan ke
depan. Sebaran frekuensi panjang dan hubungan panjang bobot merupakan
informasi dasar yang sangat penting untuk melihat laju pertumbuhan dan
merupakan salah satu faktor pertimbangan utama dalam menetapkan strategi
pengelolaan perikanan suatu sumber daya ikan tertentu. Mortalitas tangkapan
ditentukan dari jenis alat tangkap dan usaha tangkap. Metode yang digunakan
menggunakan model bioekonomi, salah satunya yaitu model Schaefer.
Pengelolaan sumber daya perikanan tidaklah sekedar proses mengelola sumber
daya ikan tetapi sesungguhnya adalah proses mengelola manusia sebagai
pengguna, pemanfaat, dan pengelola sumber daya ikan dan dalam pengelolaan
perikanan tidak hanya sebatas menyediakan sumber daya secara berkelanjutan
tetapi juga mencapai manfaat ekonomi secara efisien.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju eksploitasi ikan tetengkek
dan mengidentifikasi pola pengelolaan yang tepat bagi ikan tetengkek yang
didaratkan di PPN Karangantu, Banten.

3
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi biologis mengenai
ikan tetengkek (Megalaspis cordyla) berupa hubungan panjang dan berat dan
analisis bioekonomi sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan dan
pemanfaatan ikan tetengkek secara berkelanjutan di PPN Karangantu, Banten dan
sebagai informasi bagi instansi pemerintah dan pihak yang berwenang untuk
mengembangkan dasar kebijakan pengelolaan sumber daya ikan lainnya.

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan adalah ikan tetengkek yang merupakan hasil
penangkapan nelayan di perairan teluk Banten yang didaratkan di Tempat
Pelelangan Ikan (TPI) PPN Karangantu, Banten. Menurut www.fishbase.org
(2012) taksonomi ikan tetengkek (Gambar 2) dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Pisces
Sub kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Family
: Carangidae
Genus
: Megalaspis
Spesies
: Megalaspis cordyla (Linnaeus,1758)
Nama Umum : Torpedo scad, Finny scad
Nama Lokal
: Tetengkek (Banten)

Gambar 2.Ikan tetengkek (Megalaspis cordyla)
Sumber : www.fishbase.org (1 September 2012)
Tetengkek (Megalaspis cordyla) merupakan salah satu ikan pelagis dengan
panjang maksimum 40 cm umumnya 30 cm dan beratnya dapat mencapai 4 kg.
Ikan ini mempunyai dua sirip punggung, badan bulat memanjang, bagian
belakang agak pipih, sirip punggung pertama lebih pendek dibanding sirip

4
punggung kedua, belakang sirip punggung kedua dan di belakang sirip dubur
terdapat 7-10 finlet yang terpisah satu sama lain, mempunyai 6-9 sirip tambahan
di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Terdapat scute yang panjang di
sepanjang gurat sisi (linea lateralis). Gurat sisi membentuk kurva di bagian depan
badan dan berbelok pada duri keras ke lima dari sirip punggung pertama. Setelah
itu gurat sisi membentuk scute. Scute sangat besar (sebagai perluasan dari gurat
sisi) dan caudal peduncle sangat kecil. Kepala dan punggung berwarna abu
kebiruan sampai hijau, bagian bawah tubuh perut berwarna keperakan. Pada
operculum terdapat noda berwarna hitam yang berukuran cukup besar dan jelas.
Ujung sirip ekor berwarna gelap. Ekornya keras berbentuk langsing dan
bercabang dalam, mempunyai 2 duri di muka sirip dubur (Fujaya, 1999).
Hidupnya bergerombol dan tersebar pada iklim tropis yang berada antara 47°LU22°LS (Linnaeus, 1758 in www.fishbase.org 2012)
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggaris dengan
ketelitian 1 cm, timbangan dengan ketelitian 1 gram, baki, alat tulis, kamera
digital, kuisoner dan laptop.
Prosedur Analisis Data
Pengumpulan Data
Data Primer
Pengumpulan data primer diperoleh dari pengambilan secara acak pada ikan
tetengkek yang tertangkap di Teluk Banten dan didaratkan TPI PPN Karangantu,
Banten. Ikan contoh yang diambil diidentifikasi melalui pengamatan morfologi
ikan. Metode yang digunakan dalam pengambilan contoh ikan adalah metode
penarikan contoh acak sederhana (PCAS) yang ditangkap oleh kapal dengan alat
tangkap jaring dogol yang memiliki fishing ground di sekitar teluk Banten dan
didaratkan di TPI Karangantu. Data dipilih dari satu kapal yang masuk pada satu
hari itu. Dari perahu dipilih dua keranjang, kemudian dari setiap pengambilan
contoh diamati 30 ekor ikan tetengkek. Panjang ikan yang diukur adalah panjang
total yang meliputi panjang mulai dari ujung mulut terdepan hingga ujung ekor
terakhir menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 cm, sedangkan bobot yang
ditimbang adalah bobot basah total yang meliputi bobot total ikan dengan
timbangan dengan ketelitian 1 gram. Pengukuran panjang untuk mengetahui laju
mortalitas dan laju eksploitasi ikan tetengkek.
Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan sejalan dengan berlangsungnya
kegiatan penelitian, pengumpulan data dan informasi diperoleh dengan melakukan
observasi di lapangan serta wawancara dengan para nelayan dan pengelola TPI
PPN Karangantu Banten meliputi daerah penangkapan, jumlah trip per hari, lama
hari melaut, harga ikan, dan biaya operasional. Data sekunder lainnya yaitu

5
informasi yang diperoleh dari arsip TPI PPN Karangantu, Banten berupa data
hasil tangkapan dan upaya penangkapan per tahun
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai dengan November
2012 sebanyak 6 kali (setiap 1 bulan sekali). Lokasi pengambilan sampel ikan
tetengkek dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu yang
mewakili perairan Teluk Banten (Gambar 3). Ikan contoh yang diperoleh dari
sekitar Pulau Panjang, Pulau Pamuyan dan sekitarnya. Analisis contoh dilakukan
di Laboratorium Biologi Makro 1 (BIMA1) dan Laboratorium Model dan
Simulasi (MOSI), Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 3. Peta lokasi pengambilan contoh dan daerah penangkapan ikan
tetengkek di Teluk Banten
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan
berdasarkan data komposisi panjang (Sparre & Venema 1999) dengan langkahlangkah sebagai berikut:
Langkah 1 : Mengkonversikan data panjang ke data umur dengan menggunakan
inverse persamaan von Bertalanffy.
(

)

Langkah 2 : Menghitung waktu yang diperlukan oleh rata-rata ikan untuk tumbuh
dari panjang L1 ke L2.

6
(

)

Langkah 3 : Menghitung waktu panjang rata-rata.
(

)

Langkah 4 : Menurunkan kurva hasil tangkapan (C) yang dilinierkan yang
dikonversikan ke panjang.

Persamaan di atas adalah bentuk persamaan linear dengan kemiringan (b) = -Z
Untuk laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris
Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) sebagai berikut:

Keterangan :
M
= Mortalitas alami
L∞
= Panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy (mm)
K
= Koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy
t0
= Umur ikan pada saat panjang 0
T
= Rata-rata suhu permukaan air (oC)
Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) menyarankan untuk
memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan menggerombol ikan
dikalikan dengan nilai 0,8 sehingga untuk spesies yang menggerombol seperti
ikan tetengkek nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah:

Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan:

Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas
penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1982 in Fadlian 2012):

Catch Per Unit Effort (CPUE)
Menurut Gordon (1954) besarnya hasil tangkapan nelayan bergantung pada
jenis alat tangkap yang digunakan dan besarnya ketersediaan sumber daya
perikanan yang ada. Oleh karena itu perlu dihitung CPUE (Catch Per Unit Effort)
dari masing-masing alat tangkap dengan rumus sebagai berikut:

7
CPUE =
Keterangan:
CPUE = Catch Per Unit Effort (kg/trip)
Yt
= hasil tangkapan per tahun (kg)
ft
= jumlah upaya penangkapan per tahun (trip)
Analisis Biologi (Pendugaan Parameter Biologi)
Analisis biologi digunakan untuk menduga stok atau potensi sumber daya
ikan, serta untuk mengetahui kondisi optimum dari tingkat upaya penangkapan.
Metode yang digunakan adalah metode surplus produksi. Metode ini bertujuan
untuk menentukan tingkat output optimum, yaitu suatu upaya yang dapat
menghasilkan tangkapan maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi
produktivitas stok jangka panjang atau biasa disebut hasil tangkapan maksimum
lestari (Maximum Sustainable Yield). Pendekatan estimasi parameter biologi
menggunakan fungsi logistik dilakukan dengan menggunakan model yang
dikembangkan Schaefer,1954.
Analisis Model Bioekonomi
Model bioekonomi merupakan salah satu cara pendekatan yang paling
mudah dan sederhana untuk mengetahui MSY, EMSY, MEY, EMEY, OA dan
EOA. Berikut merupakan tabel perhitungan hasil tangkapan (h), upaya
penangkapan (E), dan keuntungan (π) dari berbagai kondisi rezim pengelolaan.
Tabel 1. Rumus perhitungan pengelolaan ikan tetengkek model statis (Fauzi 2010).
MSY
MEY
OA
h
(
)
(
) (
)
E
π

(p*hMSY)-(c*EMSY)

(

)

(p* hMEY)-(c *EMEY)

(

)

(p*hOA)-(c*EOA)

Keterangan :
p
= price atau harga (Rp)
q
= koefisien kemampuan alat tangkap (kg/trip)
k
= carrying capacity atau daya dukung perairan (kg/tahun)
c
= cost atau biaya (Rp/trip)
h
= hasil tangkapan (Rp)
E
= effort atau upaya penangkapan (trip)
TR
= total revenue atau total pemasukan
TC
= total cost atau total pengeluaran
π
= rente atau keuntungan (Rp)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum PPN Karangantu
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu terletak di Kecamatan
Kasemen Kota Serang. Pelabuhan Perikanan Karangantu dibangun pada tahun
1975/1976 dengan luas tanah 2,5 ha. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 311/Kpts/Org/5/1978 tanggal 25 Mei 1978 Pelabuhan Perikanan
Karangantu secara resmi dioperasionalkan dan menjadi Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dengan nama Pelabuhan Perikanan
Pantai (PPP) Karangantu. Seiring dengan berkembang dan meningkatnya kegiatan
operasional pelabuhan, maka pada tanggal 30 Desember 2010 melalui Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor: PER.29/MEN/2010
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu berganti nama dan meningkat
kelasnya menjadi Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu (KKP, 2011).
Pada awal perkembangannya, Karangantu adalah suatu desa pantai yang
secara tradisional berkembang dari suatu kelompok pemukiman yang mendiami
areal lahan di muara kali Cibanten. Sejalan dengan perkembangan sejarah
pemukiman nelayan, Karangantu tumbuh dan berkembang menjadi suatu
pelabuhan nelayan yang cukup besar dan berperan penting sebagai pusat kegiatan
perikanan yang memasok sebagian besar kebutuhan ikan di wilayah Provinsi
Banten. Batasan wilayah PPN Karangantu yaitu sebelah utara berbatasan dengan
Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Desa Kasunyatan, sebelah
timur berbatasan dengan Desa Padak Gundul dan sebelah barat berbatasan dengan
Desa Margasaluyu (KKP, 2011).
Daerah penangkapan ikan bagi nelayan dari PPN Karangantu terletak di
sekitar perairan Teluk Banten, perairan Karangantu, Pulau Panjang, Pulau
Pamuyan dan sekitarnya, serta perairan sebelah barat Pulau Sumatera. Musim
banyak ikan terjadi pada Bulan Juli sampai dengan Oktober, karena pada bulan
tersebut biasanya terjadi angin timur. Menurut nelayan PPN Karangantu, jika
terjadi angin timur biasanya sumber daya ikan di laut melimpah. Musim peralihan
terjadi sekitar 3 – 4 bulan setelah angin timur, yaitu pada bulan Februari sampai
dengan Juni. Musim paceklik atau sedikit ikan terjadi pada Musim Barat, yaitu
bulan November sampai dengan Januari. Namun, musim-musim tersebut tidak
selamanya terjadi pada bulan yang telah ditentukan.
Fasilitas yang terdapat di PPN Karangantu terdiri atas fasilitas pokok,
fungsional dan penunjang. Secara umum fasilitas pokok di PPN Karangantu
dalam kondisi baik, kecuali fasilitas breakwater dalam kondisi rusak. Ada dua
fasilitas fungsional dalam kondisi rusak, yaitu fasilitas listrik berupa genset dan
fasilitas transportasi berupa satu unit kendaraan roda dua. Fasilitas penunjang
secara keseluruhan dalam kondisi baik
Analisis Pemanfaatan Optimal Sumber Daya Perikanan
Analisis optimal sumber daya perikanan pada penelitian ini menggunakan
pendekatan optimal dinamik. Sebagai pembanding dan juga untuk memperkaya
khasanah pada penelitian ini, maka dilakukan pula perhitungan nilai optimal

9
pengelolaan sumber daya ikan dengan pendekatan surplus produksi atau
Maximum Sustainable Yield/MSY dan pendekatan optimal statik Maximum
Economic Yield/MEY dan Open Access/OA. Parameter biologi yang digunakan
untuk melakukan analisis bioekonomi pada penelitian ini adalah hasil dari
pendugaan koefisien model Gordon-Schaefer.
Komposisi Hasil Tangkapan
Ikan tetengkek (Megalaspis cordyla) merupakan salah satu ikan pelagis
yang memiliki nilai ekonomis penting dan tersebar di seluruh wilayah perairan
Indonesia. Ikan tetengkek ditangkap menggunakan alat tangkap bubu, bagan
apung, jaring insang, jaring dogol, pancing, payang, purse seine, pancing tonda.
Berdasarkan data yang diperoleh dari TPI Karangantu-Banten ikan tetengkek
ditangkap dengan menggunakan alat tangkap jaring dogol, bagan apung, dan
pancing. Jaring dogol memiliki ukuran mata jaring 1,5-8 inci dan dioperasikan
menggunakan kapal motor berukuran 10-30 GT (Sari, 2008). Nelayan Karangantu
biasa menangkap ikan tetengkek disekitar Pulau Panjang, Pulau Pamuyan dan
sekitarnya. Penangkapan ikan tetengkek di Pulau Panjang terjadi pada bulan
Januari sampai November. Hasil tangkapan total berdasarkan data penangkapan
ikan disajikan pada Gambar 4 berikut.

kurisi
7%
rajungan
4%
beloso
5%

sotong
5%
gulamah
pari
kuniran
4%
1%
10%
japuh 1%
manyung 1%
belanak 3%

lain-lain
13%

cumi-cumi
20%

selar
4%

peperek
8%

kembung
13%

tetengkek
0,22%

Gambar 4. Komposisi jenis ikan yang didaratkan di PPN Karangantu
Sumber : PPN Karangantu 2012
Berdasarkan Gambar 4, ikan tetengkek di Perairan Teluk Banten yang
didaratkan di PPN Karangantu sebanyak 0,22 % dari jumlah keseluruhan. Harga
ikan tetengkek sebesar 15.000/kg dan ikan tetengkek dipasarkan dalam bentuk
segar maupun olahan. Ikan tetengkek ditangkap menggunakan alat tangkap jaring
dogol, bagan apung dan pancing, dari ketiga alat tangkap tersebut memiliki hasil
tangkapan yang berbeda-beda. Berikut ini merupakan data hasil tangkapan ikan
tetengkek per bulan pada tahun 2012.

10
Tabel 2. Hasil produksi ikan tetengkek pada tahun 2012
Jenis Alat Tangkap
Bulan
Jaring Dogol (kg) Bagan Apung (kg)
Januari
159
788
Februari
506
663
Maret
0
568
April
40
640
Mei
13
450
Juni
46
684
Juli
54
503
Agustus
75
430
September
141
298
Oktober
77
104
November
0
550
Desember
0
72
Jumlah
1111
5750

Pancing (kg)
307
12
0
0
49
0
0
0
0
0
0
0
368

Berdasarkan Tabel 2, hasil produksi ikan tetengkek pada tahun 2012 diatas
diperoleh dari data statistik PPN Karangantu Banten. Hasil produksi ikan
tetengkek terbesar pada alat tangkap bagan apung sebesar 5750 kg, lalu jaring
dogol sebesar 1111 kg, dan hasil produksi terendah yaitu pada alat tangkap
pancing sebesar 368 kg. Bagan apung memiliki hasil produksi yang tinggi, hal ini
dikarenakan bagan apung dioperasikan pada malam hari menggunakan lampu,
ikan tetengkek memiliki sifat fototaksis atau ikan yang menyukai cahaya (Setiadi
and Umar, 2006). Maka dari itu penangkapan pada bagan apung memiliki hasil
produksi terbesar.
Hasil Tangkapan Ikan Tetengkek

Hasil Tangkapan (kg)

Analisis data hasil tangkap dilakukan atas data yang terkumpul tahun 20082012. Hasil tangkapan ikan tetengkek dapat dilihat pada Gambar 5.
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

7229
5656

6483

6080

3851

2008

2009

2010
Tahun

2011

2012

Gambar 5. Hasil tangkapan ikan tetengkek di PPN Karangantu, Banten
Sumber : PPN Karangantu, Banten

11
Berdasarkan Gambar 5, tangkapan tertinggi pada tahun 2012 sebesar 7229
kg sedangkan hasil tangkapan terendah pada tahun 2008 sebesar 3851 kg. Hal ini
disebabkan karena pada tahun 2008 upaya penangkapan ikan tetengkek terlalu
rendah sehingga ikan yang ditangkap sedikit. Ikan tetengkek merupakan ikan hasil
tangkapan sampingan (by catch) karena dapat dilihat dari produksi ikan tetengkek
yang sangat rendah. Adanya penangkapan hasil tangkapan sampingan dapat
terjadi disinyalir menjadi salah satu sebab menurunnya stok ikan di berbagai
penjuru dunia (Alverson, 1996).
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Mortalitas (kematian) individu ikan dalam suatu populasi ikan dapat terjadi
akibat faktor alamiah (M) seperti kondisi lingkungan perairan dan juga dapat
terjadi akibat faktor penangkapan (F). Mortalitas total (Z) merupakan
penjumlahan dari mortalitas alami (M) dan mortalitas penangkapan (F).
Laju mortalitas alami (M) dapat dihitung dengan menggunakan rumus Pauly.
Laju mortalitas total (Z) dapat diketahui dengan regresi berdasarkan data panjang
yang dilinierkan. Laju mortalitas penangkapan (F) dapat diketahui dari selisih
antara laju mortalitas total dan laju mortalitas alami. Hasil analisis laju mortalitas
dan laju eksploitasi disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan tetengkek di PPN Karangantu
Nilai (per bulan)
Parameter
Total
Laju Mortalitas Total (Z)
0,78
Laju Mortalitas Alami (M)
0,65
Laju Mortalitas Penangkapan (F)
0,13
Laju Eksploitasi (E)
0,16
Laju mortalitas total (Z) ikan tetengkek (Megalaspis cordyla) sebesar 0,78.
Laju mortalitas alami sebesar 0,65 dan laju mortalitas tangkapan sebesar 0,13.
Laju eksploitasi sebesar 0,16 hal ini dapat dinyatakan bahwa stok ikan tetengkek
di perairan PPN Karangantu Banten belum mengalami over eksploitasi.
Penurunan stok disebabkan oleh dua faktor, yaitu karena mortalitas tangkapan dan
mortalitas alami. Mortalitas tangkapan berupa pengeksploitasian spesies.
Mortalitas penangkapan disebabkan oleh kematian ikan yang disebabkan oleh
kegiatan penangkapan, sedangkan mortalitas alami disebabkan oleh berbagai
faktor, faktor terbesar adalah predasi (King, 1995).
Upaya Penangkapan (Effort)
Bagan apung, dogol dan pancing merupakan alat tangkap yang digunakan
untuk menangkap ikan tetengkek. Upaya penangkapan (effort) ikan tetengkek
yang telah distandarisasi dengan upaya alat tangkap dogol yang memiliki nilai FPI
sama dengan satu. Standarisasi terhadap alat tangkap bertujuan untuk
menyeragamkan satuan-satuan upaya yang berbeda sehingga dapat dianggap
upaya penangkapan suatu jenis alat tangkap diasumsikan menghasilkan tangkapan
yang sama dengan alat tangkap standar. Pada umumnya pemilihan suatu alat

12
tangkap standar didasarkan pada dominan tidaknya alat tangkap tersebut
digunakan di suatu daerah serta besarnya upaya penangkapan yang dilakukan.
Alat tangkap yang ditetapkan sebagai alat tangkap standar mempunyai faktor daya
tangkap atau fishing power indeks (FPI) = 1 (Tampubolon, 2009). Adapun nilai
fishing power indeks (FPI) jenis alat tangkap lainnya dapat dihitung dengan
membagi nilai catch per unit effort (CPUE alat tangkap lain) dengan CPUE alat
tangkap standar.

Effort (trip)

5,00
4,17

4,00
3,85

3,00

3,65

3,30

2,00
1,51
1,00
2008

2009

2010
Tahun

2011

2012

Gambar 6. Upaya penangkapan ikan tetengkek di PPN Karangantu, Banten
Sumber : PPN Karangantu, Banten
Gambar 6 terlihat bahwa effort tetengkek mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Tahun 2012 merupakan effort tertinggi bila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yaitu sebesar 4,17 trip. Effort yang digunakan sangat rendah hal ini
dikarenakan ikan tetengkek merupakan ikan hasil tangkapan sampingan di
perairan teluk banten, maka dari itu perlu dilakukan pendugaan lebih lanjut
mengenai jumlah effort optimum dan tangkapan maksimum lestari. Ikan tetengkek
adalah hasil tangkapan sampingan di perairan Teluk Banten. Menurut Alverson
(1996) menyatakan bahwa hasil tangkapan sampingan (by- catch) merupakan total
dari spesies yang bukan merupakan tujuan penangkapan (incidental catch) .
Catch Per Unit Effort (CPUE)
Besaran atau nilai dari catch per unit effort (CPUE) menggambarkan atau
mencerminkan tingkat produktivitas dari upaya penangkapan (effort). Setiap alat
tangkap mempunyai kemampuan berbeda dalam menangkap ikan tetengkek.
CPUE dapat menilai efektivitas suatu alat tangkap sehingga perlu dilakukannya
standarisasi alat tangkap. Nilai CPUE semakin tinggi menunjukkan bahwa tingkat
produktivitas alat tangkap yang digunakan semakin tinggi pula. Hasil tangkapan
per satuan upaya dari ikan tetengkek ditampilkan pada Gambar 7.

13

CPUE (kg/trip)

800
600

693
546

400

613
503
266

200
0
2008

2009

2010

2011

2012

Tahun

Gambar 7. Catch Per Unit Effort (CPUE) sumber daya ikan tetengkek
Sumber: PPN Karangantu, Banten
Berdasarkan Gambar 7, nilai CPUE tertinggi terjadi pada tahun 2008
sebesar 693 kg/trip dan nilai CPUE terendah pada tahun 2012 sebesar 266 kg/trip.
Hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE) mencerminkan
perbandingan antara hasil tangkapan dengan upaya penangkapan (effort) yang
dicurahkan (Hilborn and Walters, 1992). Hasil tangkapan pada prinsipnya adalah
output dari kegiatan penangkapan, sedangkan effort yang diperlukan merupakan
input dari kegiatan penangkapan tersebut. Oleh karena itu besaran CPUE dapat
digunakan sebagai indikator tingkat efisiensi teknik dari pengarahan upaya (effort),
dengan kata lain nilai CPUE yang lebih tinggi mencerminkan tingkat efisiensi
penggunaan effort yang lebih baik (Fauzi, 2010).
CPUE dan Effort

CPUE (kg/trip)

Hubungan antara nilai CPUE dengan upaya penangkapan yaitu semakin
tinggi upaya penangkapan, maka akan semakin rendah nilai CPUE-nya. Hal ini
dapat dilihat dari grafik hubungan antara effort dan CPUE yang tertera dibawah
ini:
800
700
600
500
400
300
200
100
-

693
613

546

503
266
R² = 0,77

1,51

3,30

3,85

3,65

222

4,17

5,21

Effort (trip)

Gambar 8. Catch Per Unit Effort (CPUE) dan Effort sumber daya ikan tetengkek
Sumber: PPN Karangantu, Banten
Berdasarkan Gambar 8, model produksi surplus yang digunakan pada
penelitian ini yaitu model Gordon-Schaefer, Fox, Walter Hilborn, Schnute dan
Clarke Yoshimoto Pooley. Nilai R2 tertinggi pada model Gordon-Schaefer sebesar

14
77 %. Nilai CPUE tertinggi terjadi pada effort 1,51 trip sebesar 693 kg/trip dan
nilai CPUE terendah pada effort 4,17 trip sebesar 266 kg/trip. CPUE
menggambarkan tingkat pemanfaatan sumber daya dan tingkat produktivitas alat
tangkap yang digunakan. CPUE pada gambar 8 setiap tahunnya mengalami
penurunan, hal ini mengindikasikan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan
tetengkek belum optimal dan tingkat produktivitas alat tangkap yang digunakan
rendah. Maka saran untuk rekomendasinya yaitu penggunaan effort atau upaya
penangkapan yang optimal dan perlu kajian mengenai alat tangkap yang selektif
untuk menangkap ikan tetengkek. Pengendalian upaya penangkapan adalah salah
satu pendekatan pengelolaan sumber daya perikanan yang bertujuan untuk
meningkatkan hasil tangkapan, kinerja ekonomi industri perikanan (Fauzi, 2005).
Pendekatan lain yang dapat dilakukan dalam mengendalikan upaya penangkapan
ikan adalah penentuan jumlah unit penangkapan ikan yang diperbolehkan melalui
pengaturan perijinan. Effort yang optimal adalah effort pada pengelolaan MEY
sebesar 5,21 trip dan CPUE nya sebesar 222 kg/trip. Mempertahankan
ketersediaan stok sumber daya ikan secara berkelanjutan ditinjau dari sisi
pemanfaatan sumber daya ikan yang optimal dan kelestarian sumber daya ikan
(Gulland, 1983).
Bioekonomi
Pendekatan Maximum Suistainable Yield (MSY) atau tangkapan lestari
maksimum dapat diartikan sebagai tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan
tanpa merusak kelestarian sumber daya (Sari et al., 2009). Selain pendekatan
MSY dikenal juga pendekatan MEY (Maximum Economic Yield) atau tangkapan
lestari secara ekonomi. Konsep MEY menekankan pada keuntungan maksimun
namun tetap terjaga kelestarian sumber daya ikan tersebut. Pendekatan ini dikenal
dengan sebutan pendekatan bioekonomi. Bioekonomi diperlukan dalam
pengelolaan sumber daya perikanan karena selama ini permasalahan perikanan
hanya terfokus pada maksimalisasi penangkapan dengan mengabaikan faktor
produksi seperti biaya yang dipergunakan dalam melakukan penangkapan ikan
(Anderson and Seijo, 2010).
Model produksi surplus merupakan model matematis sederhana yang
populer untuk mengkaji stok ikan berdasarkan data hasil tangkapan (catch) dan
upaya penangkapan (effort). Dengan bertambahnya upaya penangkapan, hasil
tangkapanpun terus bertambah hingga mencapai titik maksimum yang disebut
titik MSY. Penambahan upaya penangkapan setelah titik MSY, menghasilkan
produksi yang menurun. Model ini dapat digunakan untuk menentukan tingkat
upaya optimal yang dapat menghasilkan produksi ikan lestari tanpa
mempengaruhi produktivitas stok ikan dalam jangka panjang, atau hasil
tangkapan lestari (MSY). Pada usaha penangkapan ikan, kapal dan input lainnya
secara langsung dapat dikendalikan oleh nelayan, kecuali produksi yang tidak
dapat dikendalikan secara langsung. Ini disebabkan oleh jumlah produksi
tergantung pada tingkat upaya penangkapan dan besarnya populasi ikan (Fauzi,
2005). Dengan menggunakan model produksi yang didasarkan pada sifat biologis
dapat diketahui potensi produksi dari sumber daya ikan sekaligus tingkat produksi
maksimum yang dapat dicapai (Coppola and Pascoe, 1998). Namun, model
tersebut belum menggambarkan perilaku dan potensi ekonomi industri

15
penangkapan ikan dan keuntungan ekonomi maksimum bagi masyarakat. Dengan
demikian, dibutuhkan suatu pendekatan yang dapat memadukan kekuatan
ekonomi yang mempengaruhi penangkapan ikan dan aspek biologis sumber daya
ikan. Pendekatan tersebut dikenal sebagai model bioekonomi Gordon-Schaefer,
yang didasarkan pada model produksi surplus yang dikembangkan oleh Graham.
Model bioekonomi Gordon-Schaefer (GS) bermanfaat untuk mengkaji aspek
ekonomi dengan kendala biologi sumber daya ikan, berapa tingkat input atau
faktor produksi perikanan (jumlah kapal GT, trip, dan sebagainya) yang harus
dikendalikan untuk menghasilkan manfaat ekonomi maksimum. Disamping itu,
model bioekonomi berguna untuk menjelaskan konsep economic overfishing dan
perikanan open access (Nikijuluw, 2005).
Selain MEY, MSY dan OA, konsep rente ekonomi yang telah dikemukakan
sebelumnya digunakan sebagai indikator ekonomi untuk mengukur keberlanjutan
perikanan. Rente ini terjadi jika perikanan dikelola optimal, dan rente ekonomi
maksimal yang dihasilkan adalah profit pada MEY. Artinya, pada rente maksimal
perikanan berlangsung efisien. Analisis bioekonomi dilakukan dengan
membandingkan antara produksi lestari dan produksi aktual. Estimasi produksi
lestari dan produksi aktual serta kelebihan tangkapannya ini disajikan pada Tabel
4.
Tabel 4. Hasil perhitungan bioekonomi ikan tetengkek
Variabel

MEY

MSY

OA

Aktual

Yield (kg)

2.110

2.092

82

1.111

Effort (trip)

5,21

5,22

10,42

4,17

TR

(Rp)

31.656.513

31.379.125

1.227.304

16.665.000

TC

(Rp)

613.652

614.228

1.227.304

490.944

31.042.861

30.764.896

0

16.174.056

Rente (Rp)

Analisis bioekonomi dilakukan untuk menentukan tingkat pemanfaatan
sumber daya perikanan yang optimal dan berkelanjutan. Pendekatan ini
menggunakan formula perhitungan pengelolaan ikan tetengkek dengan
pendekatan model Schaefer. Tabel 4 diperoleh kondisi perikanan sumber daya
ikan tetengkek dari ketiga alat tangkap yang digunakan di PPN Karangantu,
Banten yaitu pada kondisi Maximum Sustainable Yield (MSY), kondisi Maximum
Economic Yield (MEY), dan kondisi Open Access (OA).
Berdasarkan Tabel 4, menunjukan nilai rezim pengelolaan yang berbeda.
Rezim pengelolaan yang lebih baik yaitu rezim pengelolaan MEY karena
memiliki nilai TC, dan effort yang lebih kecil tetapi mendapatkan nilai rente
ekonomi yang lebih besar. Rezim pengelolaan MSY memiliki nilai TC yang lebih
besar dan mendapatkan rente ekonomi yang lebih kecil dibandingkan MEY.
Rezim pengelolaan open access (OA) memiliki hasil tangkapan yang lebih kecil
dan nilai TC yang lebih besar dibandingkan MSY dan MEY. Nilai effort
menunjukkan tingkat upaya dalam pemanfaatan perikanan. Nilai ini memberikan
informasi terkait dengan tingkat upaya yang diperbolehkan untuk pengelolaan
yang berkelanjutan. Effort terbesar berada pada kondisi OA yaitu sebesar 10 unit
standar alat tangkap, kemudian rezim pengelolaan MSY sebesar 5 unit standar alat

16
tangkap dan kondisi MEY sebesar 5 unit standar alat tangkap. Kondisi effort pada
rezim MSY merupakan jumah effort optimum yang dianjurkan secara biologi, dan
kondisi effort pada rezim MEY merupakan jumlah effort optimum yang
dianjurkan secara ekonomi.
Nilai parameter rente ekonomi (π) menunjukkan tingkat keuntungan secara
ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan sumber daya ikan tetengkek. Berturutturut nilai rente ekonomi yang diperoleh pada rezim MEY yaitu sebesar
Rp.31.042.861 yang merupakan rente ekonomi terbesar. Pada rezim MSY sebesar
rente ekonomi sebesar Rp.30.764.896 dan diikuti Rp.0,- pada rezim OA. Tidak
adanya rente ekonomi sumber daya ikan tetengkek yang diperoleh pada kondisi
OA mengandung arti bahwa nelayan hanya memperoleh upah atas biaya yang
dikeluarkan tanpa memperoleh keuntungan. Kondisi perikanan yang terbuka,
rente ekonomi yang positif akan menimbulkan daya tarik dari armada lain untuk
ikut berpartisipasi dalam perikanan. Partisipasi tersebut berupa penambahan input
seperti peningkatan ukuran kapal dan penambahan tenaga kerja. Effort akan
bertambah dan akan terus berlangsung sampai rente ekonomi terkuras. Tingkat
input yang dibutuhkan pada kondisi open access dengan rente ekonomi yang nol
jauh lebih besar daripada yang dibutuhkan pada keuntungan yang maksimum
Pengelolaan pada rezim MEY yaitu meningkatkan effort dari kondisi aktual
sebesar 1,04 trip, hal ini akan menghasilkan keuntungan ekonomi yang lebih
tinggi sebesar Rp.14.868.805. Keuntungan ini akan berdampak kepada ekonomi
nelayan yang optimal tanpa merusak sumber daya ikan tetengkek di alam.
Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa nilai yield, effort, dan rente dari masing-masing
rezim memiliki nilai yang berbeda. Rezim pengelolaan MEY berbanding terbalik
dengan rezim open access. Effort yang dibutuhkan lebih rendah daripada effort
pada rezim open access namun menghasilkan rente ekonomi yang paling besar.
Rezim pendekatan MSY, walaupun nilai effort lebih besar dari nilai effort pada
rezim MEY, namun keuntungan yang dihasilkan lebih rendah. Kondisi aktual
merupakan kondisi yang terjadi pada tahun 2012, effort aktual lebih sedikit
dibandingkan dengan effort pada rezim MEY dan rezim MSY maka dapat
disimpulkan ikan tetengkek belum mengalami overfishing.
Rencana Pengelolaan Perikanan di PPN Karangantu
Sumber daya perikanan merupakan sumber daya yang dapat dipulihkan
(renewable resources) namun memiliki keterbatasan. Pemanfaatan yang melebihi
kemampuan daya pulih sumber daya (regenerasi stok) akan berakibat pada
penurunan sumber daya menuju kepunahan. Pendekatan Maximum Suistainable
Yield (MSY) atau potensi lestari perlu dikembangkan. MSY merupakan tingkat
pemanfaatan sumber daya perikanan tanpa mengganggu kelestarian sumber daya
atau jumlah ikan yang ditangkap masih berada pada batasan surplus produksi (Sari
et al., 2009). Pendekatan bioekonomi diperlukan dalam pengelolaan sumber daya
perikanan. Pada dasarnya ikan merupakan sumber daya alam yang dapat
diperbaharui (renewable resource). Proses pemulihan dan recovery sumber daya
juga membutuhkan waktu yang lama sehingga tidak sepantasnya kita
mengeksploitasi secara berlebihan tanpa mempertimbangkan kelestarian sumber
daya.

17
Berdasarkan hasil analisis bioekonomi, saat ini kondisi aktual sumber daya
ikan tetengkek di Teluk Banten belum mengalami overfishing karena dapat dilihat
dari nilai effort MEY dan effort MSY lebih besar nilainya dibandingkan dengan
nilai effort aktual, hal ini diduga ikan tetengkek belum mengalami overfishing
baik secara biologi maupun ekonomi. Pengelolaan terhadap sumber daya ikan
tetengkek yang berkelanjutan dapat diarahkan pada kondisi MEY (Maximum
Economic Yield) dan kondisi MSY (Maximum Suistanable Yield). Pengelolaan
sumber daya ikan membutuhkan pertimbangan ekonomi untuk menghindari
terjadinya over exploitation dan pertimbangan biologis untuk menjaga mortalitas
penangkapan agar tidak melampaui kemampuan populasi untuk bertahan serta
untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan (Aziz, 1989). Berdasarkan informasi
mengenai kondisi aktual dinamika stok ikan tetengkek yang diperoleh dalam
penelitian ini maka diperlukan adanya strategi pengelolaan yang tepat sehingga
produktivitas perikanan dapat ditingkatkan dan kelestariannya dapat terjamin.
Oleh karena itu jika kebijakan pengelolaan diarahkan pada kondisi MEY dengan
menekan effort sampai pada angka 5 unit standar alat tangkap, hal ini berarti
bahwa effort harus dinaikkan sebanyak 1 unit standar alat tangkap. Jadi kenaikan
usaha penangkapan dalam pengelolaan ikan tetengkek dapat dijadikan rencana
pengelolaan ikan tetengkek agar sumber daya tetap lestari. Selain itu, dengan
rencana pengelolaannya melakukan pencatatan terhadap produksi ikan tetengkek
yang lebih teratur dan lebih akurat sehingga dapat diketahui dengan pasti
keberadaan stok ikan tetengkek sepanjang tahun. Data urut waktu (time series)
terhadap produksi ikan tetengkek yang akurat merupakan kunci keberhasilan riset
yang dilakukan oleh peneliti guna merumuskan rencana pengelolaan stok ikan
tetengkek yang lebih tepat.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian menggambarkan bahwa sumber daya ikan
tetengkek di perairan teluk Banten belum mengalami overfishing baik secara
biologi maupun ekonomi. Pemanfaatan sumber daya ikan tetengkek dapat
dilakukan dengan menaikkan upaya penangkapan hingga titik optimum pada
kondisi MEY dan melakukan pencatatan produksi ikan tetengkek yang lebih
teratur dan akurat.
Saran
Diperlukan informasi mengenai daerah pemijahan, dan pengasuhan ikan
tetengkek guna menentukan rencana pengelolaan agar ikan tetengkek
pemanfaatannya lebih optimal.

18

DAFTAR PUSTAKA
Alverson, 1996. Global assesment of fisheries by catch and discards. FAO Fish.
Tech.Pap. No.339. 233p.
Anderson, Seijo JC. 2010. Bioeconomic Of Fisheries Management. WileyBlackwell: USA. 305 p.
Aziz. KA. 1989. Dinamika Populasi Ikan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor.115 hlm.
Coppola and Pascoe S. 1998.A Surplus Production Model with a Nonliner CatchEffort Relationship.Marine Resource Economic Jurnal, Vol. 13 : 37-50.
Fadlian R. 2012. Kajian stok ikan kuniran (Upeneus moluccensis, Bleeker 1855)
di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPI Labuan, Banten [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fauzi A. 2010. Ekonomi Perikanan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 79-86
Fauzi. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Gramedia Pustaka Utama
Jakarta. 125-127.
Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta : Jakarta.
Gordon HS. 1954. The Ekonomi Theory of a Common Property Resource: The
Fishery. Jurnal of Polytical Economy (61): 124-142.
Gulland JA. 1983. Manual of Methods for Fish Sock Assesment Part I. Fish
Population Analysis, FAO Rome.
Hilborn R. ,C J. Walters. 1992. Quantitative Fisheries Stock Assessment: Choice,
Dynamics, and Uncertainty. Chapman and Hall. New York. London.
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2011. Prediksi Produksi Sumber daya
Perikanan 2012. http: //www.kkp.go.id/. [7 Oktober 2012]
King M. 1995. Fisheries Biology: Assessment and Managenet. London (GB):
Marston Book Service.
Nikijuluw V.P.H. 2005. Politik Ekonomi Perikanan. PT. Fery Agung Corporation.
Jakarta.
Sari DS, Firdaus M, Huda MH, Mira, dan Koeshendrajana S. 2009. Pendekatan
Bioekonomi Penentuan Tingkat Pemanfaatan dan Optimasi Pengelolaan
Perikananan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen
Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Sari FA. 2008. Karakteristik alat penangkap ikan demersal di perairan Pantai
Utara JawaBarat [skripsi]. Depertemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor, 126 hal.
Setiadi E, Umar C. 2006. Struktur dan Kebiasaan Makan Komunitas Ikan di Zona
Limetik Waduk Ir.Djuanda, Jawa Barat. Jurnal. Peneliti Pusat Riset
Perikanan Tangkap, Ancol-Jakarta.
Spare P, Venema SC. 1999. Introduksi pengkajian stok ikan buku-i manual
(edisiterjemahan).Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa
Bangsa dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta 438
hal.

19
Tampubolon. 2009. Studi Biologi Ikan Betok (Annabas testudineus BLOCH) di
Rawa Banjiran Anak Sungai Mahakam, Kec. Kota Bangun, Kab. Kutai
Kertanegara, Kalimantan Timur. Skripsi. Departemen Manajemen Sumber
daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Widodo J , Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. 252 hal.

LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian

Alat Tulis

Ikan Tetengkek

Timbangan

Laptop

Kamera

Kuisoner

Lampiran 2. Hasil produksi semua jenis ikan tahun 2008-2012
Alat
Hasil Tangkapan (kg)
Tangkap
2008
2009
2010
2011
2012
Dogol
725619
985438 1170869 922698
1069337
Bagan
346547
506098
533836
450671
1068037
apung
Pancing
27538
42954
71397
22834
7574
Total
1099704 1534490 1776102 1396203 2144948

Total
4873961
2905189
172297
7951447

20
Lampiran 3. Hasil produksi ikan tetengkek tahun 2008-2012
Hasil Tangkapan Tetengkek (kg)
Alat Tangkap
2008
2009
2010
2011
2012
Dogol
1047
1804
2357
1836
1111
Bagan apung
2760
3712
3922
4199
5750
Pancing
159
140
204
45
368
Total
3966
5656
6483
6080
7229

Total
8155
20343
916
29414

Lampiran 4. Hasil proporsi d