Induksi keragaman dua varietas krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) dengan Etil Metana Sulfonat (EMS) secara in vitro

i

INDUKSI KERAGAMAN DUA VARIETAS KRISAN
(Dendranthema grandiflora Tzvelev) DENGAN ETIL METANA
SULFONAT (EMS) SECARA IN VITRO

OLEH :
SYIFAUR RAHMAH (A24060719)

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

ii

RINGKASAN

SYIFAUR

RAHMAH.


Induksi

Keragaman

Dua

Varietas

Krisan

(Dendranthema grandiflora Tzvelev) dengan Etil Metana Sulfonat (EMS)
secara In vitro. Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA.
Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) merupakan salah satu
komoditi tanaman hias yang paling banyak diproduksi dan diminati oleh pasar
lokal maupun dunia. Namun terdapat kendala dalam pengembangannya
diantaranya yaitu faktor lingkungan tumbuh, ketersediaan bibit unggul, dan
varietas baru. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan pemuliaan krisan.
Pemuliaan dapat dilakukan secara konvensional melalui persilangan maupun
induksi mutasi secara in vitro. Mutasi dapat dilakukan dengan mutagen fisik,

biologi, maupun kimia. Mutagen kimia yang sering digunakan adalah etil metana
sulfonat (EMS).
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh lama perendaman etil
metana sulfonat (EMS) 0.77 % terhadap keragaman dua varietas krisan secara in
vitro, meningkatkan keragaman genetik krisan (Dendranthema grandiflora
Tzvelev), dan mendapatkan mutan krisan yang potensial untuk dikembangkan
sebagai bahan pemuliaan krisan lebih lanjut.
Percobaan ini menggunakan rancangan faktorial dua faktor yaitu varietas
krisan dan lama perendaman EMS (etil metana sulfonat) yang disusun secara acak
lengkap (RAL). Faktor varietas terdiri dari dua taraf yaitu Chandra Kirana dan
Puspita Asri. Faktor lama perendaman terdiri dari empat taraf yaitu kontrol
(0 menit), 90 menit, 105 menit, dan 120 menit. Masing-masing kombinasi faktor
diulang sebanyak 10 ulangan. Bahan yang digunakan adalah tunas pucuk dari
kedua varietas sebagai bahan tanam, mutagen kimia EMS, komposisi media MS,
dan BAP 1 ppm. Pengamatan dilakukan secara kuantitatif terhadap peubah tinggi,
jumlah daun, jumlah tunas, jumlah akar, jumlah stomata, jumlah kloroplas dalam
sel penjaga, ukuran panjang dan lebar stomata, persentase eksplan mati,
terkontaminasi, berkalus, bertunas, dan berakar. Peubah kualitatif yang diamati
yaitu warna dan bentuk daun, warna batang, serta warna kalus.


iii

Lama perendaman EMS 0.77 % memberikan respon yang berbeda antara
tanaman krisan varietas Chandra Kirana dan varietas Puspita Asri pada semua
peubah kuantitatif, kecuali peubah tinggi tanaman. Pertumbuhan tinggi tanaman
kedua varietas terhambat akibat lama perendaman EMS 0.77 %. Lama
perendaman EMS 0.77 % umumnya menghambat pertumbuhan krisan varietas
Puspita Asri, kecuali pada peubah jumlah stomata dan ukuran panjang stomata.
Sebaliknya lama perendaman EMS 0.77 % umumnya meningkatkan pertumbuhan
krisan varietas Chandra Kirana, kecuali pada jumlah stomata dan ukuran panjang
stomata.
Tipe mutan putatif yang dihasilkan yaitu daun variegata sebanyak 2 mutan
(13 % dari total pengamatan) pada kombinasi Chandra Kirana dengan
perendaman EMS 0.77 % selama 105 menit; daun roset sebanyak satu mutan
(17 % dari total pengamatan) pada kombinasi Chandra Kirana dengan
perendaman EMS 0.77 % selama 120 menit dan satu mutan (12 % dari total
pengamatan) pada kombinasi Puspita Asri dengan perandaman EMS 0.77 %
selama 105 menit. Selain itu juga ditemukan dua mutan dengan batang kemerahan
(33 % dari total pengamatan) pada kombinasi Chandra Kirana dengan
perendaman EMS 0.77 % selama 120 menit. Mutan bertangkai daun besar

berjumlah 10 mutan dihasilkan dari semua kombinasi perlakuan kecuali Chandra
Kirana dengan perendaman EMS 0.77 % selama 90 menit, Puspita Asri
perendaman EMS 0.77 % selama 90 menit, dan 105 menit. Mutan-mutan putatif
tersebut berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut.

iv

INDUKSI KERAGAMAN DUA VARIETAS KRISAN
(Dendranthema grandiflora Tzvelev) DENGAN ETIL METANA
SULFONAT (EMS) SECARA IN VITRO

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

SYIFAUR RAHMAH
A24060719

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

v

Judul

:INDUKSI

KERAGAMAN

KRISAN

(Dendranthema

DUA

VARIETAS

grandiflora


Tzvelev)

DENGAN ETIL METANA SULFONAT (EMS)
SECARA IN VITRO
Nama

: SYIFAUR RAHMAH

NIM

: A24060719

Menyetujui,
Dosen pembimbing

Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi.
NIP. 19650719 199512 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal lulus :

vi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada 15 April 1989 sebagai anak pertama dari
dua bersaudara dari pasangan Bapak Syamsuddin Yahya dan Ibu Junainah.
Penulis memasuki pendidikan formal pertama pada tahun 1994 di MI. At-Taqwa
Jakarta. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di MTs. Al-Hikmah Jakarta.
Penulis pernah menjadi bendahara OSIS (organisasi siswa) dan Majalah Sekolah
sebagai peliput berita dan editor selama studi di sekolah tersebut. Pada tahun 2006
penulis lulus dari SMA Negeri 55 Jakarta.
Penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2006. Selanjutnya penulis

diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian dan mengambil minor Arsitektur Lanskap pada tahun kedua
perkuliahan. Pada tahun 2008 penulis menjadi panitia Masa Perkenalan
Departemen (MPD) Agronomi dan Hortikultura. Penulis juga melakukan magang
kerja selama tiga minggu di ICDF, yang merupakan kerja sama antara Pemerintah
Taiwan dengan IPB. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten praktikum MK.
Pembiakan Tanaman dan MK. Tanaman Hias dan Bunga pada tahun 2010.

vii

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW.
Skripsi yang berjudul “Induksi Keragaman Dua Varietas Krisan
(Dendranthema grandiflora Tzvelev) dengan Etil Metana Sulfonat (EMS) secara
In vitro” merupakan prasyarat untuk mendapat gelar Sarjana Pertanian. Penelitian
ini menghasilkan beberapa mutan putatif yang dapat digunakan untuk penelitian
selanjutnya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis juga berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi yang
membacanya.

Bogor, Agustus 2011

Penulis

viii

UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1.

Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi. selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan proses penyusunan skripsi.

2.


Dr. Desta Wirnas sebagai pembimbing akademik yang telah membimbing
penulis selama menjalani proses akademik.

3.

Bapak Syamsuddin Yahya dan Ibu Junainah sebagai orangtua yang
mendukung penuh penulis secara moril maupun finansial.

4.

Muhammad Nofal sebagai adik penulis atas do’a dan dukungan serta kasih
sayangnya

5.

Balai Tanaman Hias (Balithi) Indonesia yang telah menyediakan mother
plant untuk bahan perbanyakan saat penelitian.

6.


Ramdani, Raisa Baharuddin, Wening Prabawati, Leni Meliala, Limas Agung,
yang telah membantu dan memberikan dorongan selama penelitian dan
penyusunan skripsi.

7.

Ka Asep, Mba’ Novi, Mba’ Prima, dan Teh Arrin yang banyak membantu
dalam pengumpulan literatur dan sekaligus teman diskusi selama penelitian
dan penyusunan skripsi.

8.

Ibu Juju, Teh Iif, dan Bapak Joko sebagai teknisi di Laboratorium
Bioteknologi Tanaman I dan Laboratorium mikroteknik

atas bantuan,

bimbingan teknik dan kerjasamanya selama penelitian berlangsung.
9.

Sadewi Maharani dan Chandra Catur Nugroho sebagai teman satu bimbingan
dan seperjuangan dalam penelitian dan penyusunan skripsi.

10. Seluruh teman-teman AGH ’43, Pondok Pasisi 2 Balebak, Mahadewi Bara 6,
terima kasih atas bantuan, persaudaraan dan kebersamaan selama empat
tahun ini.

ix

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.....................................................................................................

ix

DAFTAR TABEL.............................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiv
PENDAHULUAN ............................................................................................
Latar Belakang .............................................................................................
Tujuan...........................................................................................................
Hipotesis.......................................................................................................

1
1
4
4

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................
Biologi dan Syarat Tumbuh Krisan..............................................................
Krisan Varietas Chandra Kirana dan Puspita Asri .......................................
Kultur Jaringan .............................................................................................
Induksi Mutasi..............................................................................................
Induksi Mutasi pada Krisan..........................................................................
Etil Metana Sulfonat (EMS) sebagai Mutagen ............................................
Stomata dan Kloroplas dalam Sel Penjaga...................................................

5
5
7
8
10
11
12
13

BAHAN DAN METODE .................................................................................
Tempat dan Waktu .......................................................................................
Bahan dan Alat .............................................................................................
Metode Penelitian.........................................................................................
Pelaksanaan Penelitian .................................................................................
Sterilisasi Alat, Media dan Lingkungan kerja.....................................
Pembuatan Media................................................................................
Perbanyakan Planlet pada Media MS0 ...............................................
Perendaman EMS dan Penanaman Ekplan .........................................
Analisis Stomata dan Jumlah Kloroplas pada Sel Penjaga .................
Pengamatan Penelitian ........................................................................

15
15
15
16
17
17
18
18
18
19
19

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
Keadaan Umum Penelitian...........................................................................
Persentase Eksplan Berkalus, Eksplan Bertunas, dan Eksplan Berakar ......
Tinggi Tanaman ...........................................................................................
Jumlah Daun.................................................................................................
Jumlah Tunas Tanaman................................................................................
Pertumbuhan Akar Tanaman........................................................................
Jumlah Stomata dan Kloroplas dalam Sel Penjaga ......................................
Ukuran Stomata............................................................................................
Keragaman Fenotipe Planlet ........................................................................

22
22
28
30
32
34
37
39
43
46

x

Keragaman Warna Kalus ....................................................................
Keragaman pada Daun dan Batang .....................................................
Analisis Keragaman Fenotipe pada Berbagai Peubah Pengamatan .............

47
48
50

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
Kesimpulan...................................................................................................
Saran.............................................................................................................

51
53
53

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

54

LAMPIRAN......................................................................................................

58

xi

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Persentase Eksplan Mati dan Kontam pada Berbagai Perlakuan...............

24

2. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam ................................................................

27

3. Persentase Eksplan Berkalus, Eksplan Bertunas, dan Eksplan Berakar
pada 10 MST..............................................................................................

29

4. Pengaruh Faktor Lama Perendaman EMS terhadap Tinggi Tanaman.......

31

5. Jumlah Daun per Planlet Hasil Interaksi Varietas dengan Lama
Perendaman EMS 0.77 % ..........................................................................

33

6. Jumlah Tunas Tanaman Hasil Interaksi Varietas dengan Lama
Perendaman EMS 0.77 % ..........................................................................

34

7. Pengaruh Faktor Tunggal Lama Perendaman EMS 0.77 % dan Varietas
terhadap Jumlah Akar pada 11 MST .........................................................

38

8. Interaksi Varietas dengan Lama Perendaman EMS 0.77 % terhadap
Jumlah Stomata dan Kloroplas dalam Sel Penjaga....................................

40

9. Faktor Lama Perendaman EMS 0.77 % terhadap Ukuran Panjang
Stomata ..................................................................................................... .

43

10. Interaksi Varietas dengan Lama Perendaman EMS 0.77 % terhadap
Ukuran Lebar Stomata ...............................................................................

45

11. Frekuensi Keragaman Warna Kalus pada Berbagai Perlakuan Varietas
dan Lama Perendaman EMS 0.77 %. ........................................................

48

12. Frekuensi Keragaman Fenotipe Planlet dalam Persen...............................

49

xii

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Beberapa Tipe Bunga Krisan. .......................................................................

7

2. Varietas Krisan .............................................................................................

8

3. Alur Terjadinya Mutan Warna Bunga pada Krisan ......................................

12

4. Kultur In vitro yang Digunakan Sebagai Sumber Eksplan...........................

15

5. Perendaman Eksplan Krisan Var.Chandra Kirana dan Var.Puspita Asri
dalam Larutan EMS 0.77 %........................................................................

19

6. Alur Pelaksanaan Penelitian .........................................................................

21

7. Kondisi Eksplan Varietas Puspita Asri Setelah Perendaman dalam EMS
0.77 % pada Lama Perendaman yang Berbeda...........................................

22

8. Kondisi Planlet Krisan Varietas Puspita Asri saat 12 MST..........................

23

9. Ekplan Varietas Puspita Asri Perendaman EMS 0.77% Selama 90 menit
yang Terkontaminasi oleh Cendawan.........................................................

25

10. Kalus Muncul pada Pangkal Batang Planlet Krisan var. Chandra Kirana
Perendaman EMS 0.77 % Selama 90 menit saat 9 MST............................

28

11. Rataan Tinggi Tanaman Pada Berbagai Perlakuan dan Umur Tanaman....

30

12. Respon Tinggi Planlet Krisan Varietas Chandra Kirana Akibat Lama
Perendaman EMS 0.77 % pada 10 MST. ...................................................

31

13. Respon Tinggi Planlet Krisan Varietas Puspita Asri Akibat Lama
Perendaman EMS 0.77 % pada 10 MST. ...................................................

32

14. Respon Jumlah Daun Krisan Akibat Lama Perendaman EMS 0.77 %
saat 10 MST. ...............................................................................................

34

15. Respon Jumlah Tunas Krisan Akibat Lama Perendaman EMS 0.77 %
saat 10 MST ................................................................................................

36

16. Keragaan Pertumbuhan Tunas In vitro Krisan Varietas Chandra Kirana
saat 9 MST pada berbagai lama perendaman EMS 0.77 %. .......................

37

17. Respon Jumlah Akar Krisan akibat Lama Perendaman EMS 0.77 % saat
10 MST. ......................................................................................................

39

18. Respon Jumlah Stomata Krisan Akibat Lama Perendaman EMS 0.77 %
saat 10 MST. ...............................................................................................

41

xiii

19. Respon Jumlah Kloroplas Krisan Akibat Lama Perendaman EMS 0.77
% saat 10 MST............................................................................................

42

20. Respon Ukuran Panjang Stomata Krisan Akibat Lama Perendaman EMS
0.77 % saat 10 MST....................................................................................

44

21. Respon Ukuran Lebar Stomata Krisan Akibat Lama Perendaman EMS
0.77 % saat 10 MST....................................................................................

46

22. Kalus pada varietas Chandra Kirana Saat 9 MST pada Perendaman EMS
0.77 % Selama (a,b,c dan d) Berturut-turut 0, 90, 105, dan 120 menit. .....

47

23. Keragaman Fenotipik yang Terjadi pada Planlet........................................

48

xiv

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Komposisi Media Murashige-Skoog (MS)..................................................

59

2. Stomata pada Setiap Perlakuan Varietas dan Lama Perendaman EMS
0.77 % .........................................................................................................

60

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) merupakan salah satu
tanaman hias yang sangat populer di Indonesia. Bunga ini dibudidayakan oleh
petani

kecil

hingga

pengusaha

besar

pada

lahan

dengan

ketinggian

600-1 200 m dpl. Petani kecil membudidayakan krisan dengan menerapkan
teknologi sederhana, sedangkan pengusaha besar menggunakan teknologi modern
berbasis agribisnis. Pengembangan krisan juga berdampak positif terhadap
perekonomian di daerah pedesaan, khususnya terhadap peningkatan pendapatan
petani dan masyarakat yang terlibat dalam pengembangannya.
Krisan merupakan tanaman hias terbanyak yang diproduksi oleh petani di
Indonesia. Perkembangan produksi krisan terus mengalami kenaikan dari tahun
1998 sampai tahun 2008. Tahun 2008 jumlah produksi krisan mencapai
101 777 126 batang. Sentra produksi krisan di Indonesia yaitu Jawa Barat yang
memproduksi sebanyak 51 451 094 tangkai. Produsen kedua yaitu Jawa Timur
yang memproduksi sebanyak 29 962 606 tangkai krisan (www.bps.go.id).
Terdapat beberapa kendala dalam pengembangan krisan diantaranya yaitu
faktor lingkungan tumbuh. Lingkungan yang mempengaruhi yaitu ketinggian
tempat budidaya, suhu, dan lama penyinaran. Tanaman krisan memerlukan
ketinggian 600-1 200 m dpl. Cassel (1998) menyatakan bahwa fase
pertumbuhan vegetatif membutuhkan suhu udara 20-26

untuk

o

C, sedangkan

o

pembungaan pada suhu 16-18 C dengan kelembaban udara 70-80 %. Krisantini
dalam Harjadi (1989) menyatakan untuk produksi bunga potong di daerah tropis,
tanaman membutuhkan perlakuan hari panjang minimal 14.5 jam per hari dan
suhu malam rendah (15.5 °C) untuk merangsang pertumbuhan dan mencapai
panjang batang tertentu sebelum pembungaan.
Kendala lain adalah ketersediaan bibit krisan baru yang unggul. Krisan baru
dengan berbagai keunikan bentuk petal, warna petal, banyaknya kuntum per
tangkai perlu terus dirakit karena tanaman hias bersifat dinamis dan mengikuti
trend yang terus berkembang. Keunggulan mutu dan kualitas krisan dapat dilihat

2
dari ketahanannya terhadap penyakit dan hama, serta ketahanannya terhadap
waktu pajang (vase life) jika sebagai bunga krisan potong.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut
adalah dengan pemuliaan melalui persilangan dan mutasi. Perbaikan tanaman
krisan dengan persilangan sangat sulit dilakukan di Indonesia karena memerlukan
suhu siang dan malam yang konstan, berkisar sekitar 17 oC dengan kelembaban
relatif 70 %. Selain itu krisan mempunyai sifat self incompatibility
(Marwoto, 1999). Upaya perbaikan genetik tanaman krisan lebih menguntungkan
dilakukan dengan pemuliaan mutasi. Mutasi pada tanaman yang diperbanyak
secara vegetatif lebih efektif karena dapat mengubah satu atau beberapa karakter
tanpa mengubah karakteristik kultivar asalnya (Datta and Gupta, 1981).
Berdasarkan data IAEA (International Atomik Energy Agency), saat ini
terdapat sekitar 500 varietas tanaman hias di dunia yang dihasilkan melalui teknik
mutasi, 211 di antaranya adalah varietas tanaman krisan (Dwimahyani, 2006).
Mutasi pada tanaman krisan telah berkembang pesat dan banyak dilakukan oleh
para pemulia tanaman di dunia. Menurut Soedjono (2003), telah dihasilkan
232 mutan krisan. Negara penghasil mutan krisan tersebut yaitu Belgia (3 mutan),
Brazil (3 mutan), Belanda (80 mutan), Cina (21 mutan), Jerman (34 mutan),
Hongaria (1 mutan), India (46 mutan), Jepang (14 mutan), Rusia (17 mutan),
Polandia (6 mutan), Thailand (2 mutan), dan Amerika Serikat (1 mutan). Balai
Tanaman Hias (Balithi) Indonesia telah merilis delapan varietas krisan baru hasil
pemuliaan mutasi. Namun jika dibandingkan dengan kemajuan pemuliaan mutasi
krisan di dunia, Indonesia masih tertinggal dari negara India, Cina, dan Jepang.
Untuk itulah perlu dilakukan secara terus-menerus perakitan varietas krisan baru
dengan teknik induksi mutasi.
Krisan varietas Chandra Kirana dan Puspita Asri merupakan varietas lokal
yang dirilis oleh Balithi Indonesia. Krisan varietas Chandra Kirana dirilis pada
tahun 1998. Tanaman krisan varietas Chandra Kirana memiliki adaptasi yang baik
pada dataran medium sapai tinggi. Morfologi bunga tipe spray, jenis bunga ganda,
mahkota berwarna ungu dan bunga tabung berwarna kuning. Mahkota warna ungu
memiliki peluang untuk berubah warna menjadi merah jambu, putih, atau merah
bila dilakukan induksi mutasi.

3
Krisan varietas Puspita Asri dirilis oleh Balithi Indonesia pada tahun 2003.
Tanaman ini adaptif untuk dataran sedang sampai tinggi. Morfologi tanaman yaitu
tipe bunga spray, jenis bunga ganda, mahkota berwarna merah jambu dengan
bunga tabung berwarna kuning. Mahkota krisan varieta Puspita Asri yang
berwarna merah jambu memiliki peluang besar untuk menghasilkan keragaman
jika dilakukan induksi mutasi. Warna mahkota merah jambu dapat berubah
menjadi oranye, merah, putih, kuning, coklat, dan perunggu.
Pemuliaan dengan induksi mutasi dapat dilakukan dengan teknik kultur
jaringan. Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti protoplas, sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ, serta
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali (Gunawan,
1992). Induksi mutasi dengan kultur jaringan dapat dilakukan pada tingkat sel
maupun jaringan, sehingga terdapat peluang yang tinggi untuk terjadinya
keragaman yang diharapkan dan dapat diturunkan.
Keragaman pada kultur in vitro dapat ditingkatkan dengan pemberian
mutagen baik secara fisik antara lain iradiasi sinar gamma maupun kimiawi yaitu
menggunakan ethyl methane sulphonate (EMS) dan diethyl methane sulphonate
(DEMS). EMS umumnya menghasilkan mutasi titik atau mutasi gen, sedikit
mutasi yang terpaut dan sedikit kerusakan pada kromosom sehingga sangat
menguntungkan untuk kegiatan pemuliaan tanaman. Mutasi titik ini juga bersifat
dapat diturunkan kepada generasi berikutnya.
Latado et al. (2004) melaporkan bahwa tanaman krisan (Dendranthema cv.
Inggrid) dengan bunga berwarna pink tua yang diberi perlakuan EMS 0.77 %
(0.075 M) selama 1 jam 45 menit menghasilkan 5.2 % tanaman krisan mengalami
perubahan warna mahkota bunga menjadi warna pink salmon, pink terang, bronze,
kuning, dan salmon, sedangkan 89.6 % lainnya memiliki fenotipe yang seragam.
Ajijah (2009) menambahkan bahwa eksplan purwoceng yang diberi perlakuan
EMS menunjukkan adanya peningkatan variasi fenotipe tunas. Variasi yang
muncul yaitu tangkai daun besar, daun variegata dan albino.

4
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mempelajari pengaruh lama perendaman etil metana sulfonat (EMS) 0.77 %
terhadap keragaman dua varietas krisan secara in vitro.
2. Meningkatkan keragaman krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev).
3. Mendapatkan mutan krisan yang potensial untuk dikembangkan sebagai
bahan pemuliaan krisan lebih lanjut.
Hipotesis
1. Terdapat waktu perendaman etil metana sulfonat (EMS) 0.77 % yang terbaik
yang menghasilkan keragaman varietas krisan.
2. Terdapat respon varietas krisan yang berbeda terhadap lama perendaman EMS
0.77 %.
3. Terdapat interaksi antara lama perendaman EMS 0.77 % dengan varietas yang
digunakan.

5

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi dan Syarat Tumbuh Krisan
Tanaman krisan termasuk famili Asteraceae. Secara taksonomi klasifikasi
krisan yaitu sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Angiosperms

Sub Divisi

: Eudicots

Kelas

: Asterids

Ordo

: Asterales

Famili

: Asteraceae

Genus

: Dendranthema

Spesies

: Dendranthema grandiflora Tzvelev

(www.wikipedia.or.id).
Tanaman krisan merupakan tanaman hari pendek (short day plant) yang
secara alamiah di daerah sub tropis akan mengalami pertumbuhan vegetatif pada
hari panjang (long day) pada musim panas dan akan mengalami perkembangan
generatif pada hari pendek pada musim gugur. Menurut Gardner et al. (1991)
tanaman hari pendek memerlukan panjang hari lebih pendek dari periode kritisnya
untuk berbunga, sehingga akan segera berbunga apabila panjang hari atau jumlah
jam terang kurang dari suatu batasan tertentu.
Tanaman krisan hibrida dan hasil mutasi banyak sekali dikembangkan untuk
tujuan hortikultura, sehingga dihasilkan berbagai jenis keragaman bentuk dan
warna bunganya. Menurut US National Chrysanthemum Society, Inc ., Krisan
mekar dibagi 13 bentuk yang berbeda, sesuai dengan sistem klasifikasi
internasional. Bentuk bunga dibagi berdasarkan bagaimana mahkota disusun:
1. Irregular Incurve (membengkok tidak rata): kelopak bunga tersembunyi,
mahkota bunga yang menyembunyikan kelopak bunga juga ada yang
bergantung membentuk “rok’ (Gambar 1.a).
2. Reflex : kelopak bunga tersembunyi, dan mahkota bunga tersusun ke atas.
3. Regular Incurve (membengkok rata): hampir sama dengan irregular
incurves, hanya saja bentuk mekar lebih kecil dan berbentuk hampir bulat

6

sempurna. Kelopak bunga tersembunyi. Bentuk ini biasa disebut
“Chinese” (Gambar 1.b).
4.

Decorative: Kelopak bunga tersembunyi dan mahkota bunga biasanya
tidak tegak 90 derajat terhadap batang.

5.

Intermediate Incurve: bentuk mekar antara Irregular dan Regular incurves
baik ukuran dan bentuk. Biasanya memiliki kuntum yang longgar dan
lebih luas. Kuntum bunga tersembunyi (Gambar 1.c).

6. Pompon: Bunga mekar berganda, ukuran kecil, dan bentuk nyaris bulat
sempurna (Gambar 1.d).
7. Single/Semi-Double: bentuk mekar dengan menunjukkan kelopak bunga,
memiliki 1 sampai 7 helai mahkota. Pada umumnya membentuk sudut
kurang dari 90 derajat terhadap batang.
8. Anemone: Kelopak bunga tampak jelas, kadang-kadang terangkat dan
dibayangi oleh mahkota.
9. Spoon: Kelopak bunga terlihat dan mahkota bunga berbentuk spatula
panjang.
10. Quill: kelopak bunga tersembunyi dan mahkota bunga berbentuk seperti
pipa.
11. Spider: Kelopak bunga tersembunyi dan mahkota bunga berbentuk seperti
pipa dengan ujung berduri dan menggantung di sekitar batang.
12. Brush & Thistle: kelopak bunga terlihat. Mahkota bunga berbentuk seperti
tabung dan menutupi seluruh kepala bunga atau sejajar dengan batang.
13. Exotic: Jenis mekar yang bertentangan dengan klasifikasi karena memiliki
atribut lebih dari satu dari semua tipe mekar yang ada.
(www.asbindo.org)
Krisan berasal dari daerah subtropis, sehingga suhu yang terlalu tinggi
merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman. Menurut Mulyana dan
Rukmana (1997) suhu terbaik untuk pertumbuhan krisan di derah tropis adalah
20-26 °C (siang hari) dan 18 °C (malam hari) dengan kelembaban udara 70-80 %.
Toleransi kisaran suhu untuk tetap tumbuh baik adalah antara 17-30 °C. Suhu
yang terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan sehingga menimbulkan
pertumbuhan vegetatif yang berkepanjangan, sedangkan suhu yang terlalu tinggi

7

mengakibatkan bunga yang dihasilkan cenderung berwarna kusam, pucat dan
memudar.

a

b

c

d

Gambar 1. Beberapa Tipe Bunga Krisan : a) Irregular incurve, b) Regular
incurve, c) Intermediate incurve, dan d) Pompon.
Krisantini dalam Harjadi (1989) menyatakan bahwa tanaman untuk
produksi bunga potong di daerah tropis membutuhkan perlakuan hari panjang
minimal 14.5 jam per hari dan suhu malam rendah (15.5 °C) untuk merangsang
pertumbuhan dan mencapai panjang batang tertentu sebelum pembungaan. Cassel
(1998) menambahkan pada budidaya krisan untuk pertumbuhan vegetatif
membutuhkan suhu udara 20-26 oC dan pembungaan pada suhu 16-18 oC dengan
kelembaban udara 70-80 % .
Krisan Varietas Chandra Kirana dan Puspita Asri
Krisan varietas Chandra Kirana (Gambar 2.a) dirilis pada tahun 1998 oleh
Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi). Krisan ini adaptif pada dataran medium
hingga tinggi. Umur tanaman dari krisan varietas Chandra Kirana yaitu
102-108 hari. Morfologi

tinggi tanaman krisan var. Chandra Kirana yaitu

82.50 cm. Krisan varietas Chandra Kirana memiliki daun yang berbentuk
bulat/lonjong menjari dengan tepi bergerigi sangat rapat. Krisan ini memiliki
bunga pita yang berwarna ungu dan warna bunga tabung kuning. Tipe bunga yang

8

dimiliki yaitu bunga ganda dengan jenis bunga Spray. Panjang tangkai bunga
83.1 cm. Inisiasi bunga terjadi 38.43 hari setelah perlakuan hari panjang dan
memiliki waktu bunga mekar 84 hari.

a

b

Gambar 2. Varietas Krisan (a) Chandra Kirana dan (b) Puspita Asri
(sumber : www.balithi.co.id)
Krisan varietas Puspita Asri (Gambar 2.b) dirilis pada tahun 2003 oleh Balai
Penelitian Tanaman Hias (Balithi). Varietas krisan Puspita Asri ditawarkan oleh
lembaga ini untuk komersialisasi dan dilepas melalui SK Mentan nomor:
508/Kpts/PD.210/10/2003, krisan varietas Puspita Asri memiliki umur tanaman
100-109 hari. Tanaman ini dapat mencapai tinggi 83 cm. Varietas krisan ini
adaptif pada dataran medium dan tinggi. Bentuk bunga krisan var. Puspita Asri
yaitu bunga ganda dan berjenis spray. Inisiasi bunga krisan varietas ini yaitu
37 hari setelah penyinaran buatan dihentikan. Selanjutnya varietas ini memiliki
keunggulan yaitu ketahanannya dari terhadap penyakit karat.
Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan suatu teknik untuk menumbuhkan sel, jaringan,
dan organ tanaman dalam medium buatan secara aseptik dalam lingkungan
terkendali agar beregenerasi membentuk tanaman sempurna (Wiendi, 1992).
Wattimena et al. (1992) menambahkan teknik kultur jaringan ini disebut juga
kultur in vitro (in vitro culture) yang berarti kultur di dalam gelas.
Tanaman memiliki kemampuan untuk mengontrol genetik dan potensial
regenerasi yang disebut totipotensi. Kultur jaringan tanaman melibatkan ciri-ciri
pada stimulan yang benar untuk menunjukkan totipotensi ini di bawah lingkungan
aseptik dan terkontrol (in vitro). Bahan kimia dan fisik dibutuhkan untuk merawat

9

tanaman dalam kultur in vitro. Kebutuhan bahan kimia dipenuhi dengan
memberikan nutrisi esensial dalam media pertumbuhan, sedangkan kebutuhan
fisik dipenuhi dengan menciptakan sebuah lingkungan eksternal yang cocok
(Adrian, 1979).
Umumnya media tumbuh menyediakan unsur penting untuk pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Sumber karbon diperlukan untuk memenuhi energi
tanaman untuk fotosintesis. Endress (1994) menyatakan terkadang dibutuhkan
tambahan bahan organik seperti asam amino (arginin, asparagin, glutamin, glicin)
dan vitamin (thiamin, piridoxin, asam pantotenik, myo-inositol) di dalam media.
Asam amino ditambahkan untuk menambah suplai nitrogen dan vitamin
diperlukan ketika vitamin di dalam tanaman itu sendiri tidak mencukupi. Media
MS0 merupakan salah satu media yang sering digunakan dan mengandung unsurunsur yang mencukupi untuk pertumbuhan tanaman (Lampiran 1).
Selain unsur esensial yang terkandung di dalam media terkadang terdapat
zat pengatur tumbuh yang ditambahkan untuk memacu pertumbuhan tanaman.
Sitokinin dan auksin merupakan dua kelas utama dalam pengatur tumbuh yang
penting dalam kultur in vitro. Auksin merupakan kelas komponen yang
menstimulasi pemanjangan sel akar dan perkembangan susunan akar dimana
menghambat penyusunan tunas. Di sisi lain sitokinin menstimulasi proliferasi
tunas, menginisiasi susunan kalus dan menghambat pengakaran (Dodds dan
Roberts, 1995).
Selain faktor kimia, faktor fisik seperti suhu, cahaya, kelembaban relatif,
dan pH merupakan syarat penting untuk pertumbuhan tanaman in vitro. Umumnya
pH yang cocok untuk pertumbuhan eksplan in vitro yaitu 5.0-6.0. Media agaragar tidak cukup kenyal jika pH di bawah 5.0, sedangkan pH yang lebih tinggi
dari 6.0 menjadikan agar-agar terlalu keras (Chawla, 2000).
Profesor Murashige dari Universitas California membagi kultur in vitro
dalam tiga tahap. Tahap pertama berupa persiapan eksplan yang akan
ditumbuhkan pada media aseptik. Tahap kedua meliputi penggandaan propagul
dengan cara meningkatkan jumlah cabang aksilar ataupun pembentukan tunastunas baru. Tahap ketiga merupakan tahap pendewasaan lebih lanjut dari calon

10

tanaman dengan merangsang pembentukan akar dan pertumbuhan (aklimatisasi)
(Wetherell, 1982).
Induksi Mutasi
Mutasi adalah perubahan pada sekuen nukleotida dari molekul DNA. Mutasi
dapat menyebabkan perubahan yang tampak pada organisme, yang disebut
sebagai perubahan fenotipe (Brown, 1989). Organisme yang menunjukkan sifat
fenotipe yang asli disebut tipe genotipe liar, sedangkan organisme yang telah
mengalami mutasi disebut mutan.
Elisenstadt et al (1994) melaporkan mutasi dapat disebabkan antara lain
oleh adanya mutagen. Aisyah (2006) menambahkan bahwa mutagen adalah
wahana/agen yang dapat menyebabkan mutrasi. Mutagen dapat diklasifikasikan
sebagai mutagen fisik, mutagen kimia, dan mutagen biologis. Mutagen fisik yaitu
radiasi sinar x, sinar gamma, ultraviolet, dan neutron. Mutagen kimia diantaranya
dari golongan alkylating agents seperti EMS (etil metana sulfonat), DES (Dietil
sulfat), EL (etilenimin), dan juga kelompok analog-analog basanya.
Berdasarkan kerusakannya, mutasi dibedakan menjadi dua yaitu mutasi
struktur basa dan mutasi sekuen basa (Tobin dan Morel, 1997). Mutasi juga dapat
dikelompokkan berdasarkan besarnya sekuen DNA yang berubah, yaitu pada
tingkat genom, kromosom, dan gen. Pada kegiatan pemuliaan mutasi yang
diinginkan adalah mutasi pada tingkat gen atau mutasi titik atau perubahan pada
sejumlah kecil segmen kromosom. Hal ini disebabkan perubahan pada sejumlah
besar segmen kromosom sering menimbulkan pengaruh negatif seperti
berkurangnya fertilitas pada tanaman (van Harten, 1998; Broetjes dan van Harten
1988).
Dilihat dari dunia pertanian, mutasi merupakan salah satu metode pemuliaan
untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman. Salah satu teknologi alternatif
untuk mendapatkan genotipe-genotipe baru yaitu melalui kultur in vitro.
Keragaman genetik melalui kultur in vitro dapat dilakukan antara lain melalui
keragaman somaklonal. Hal tersebut dapat dicapai pada fase yang tidak
berdeferensiasi relatif panjang (Evans dan Sharp, 1983).

11

Aplikasi mutagen secara in vitro telah lazim digunakan dalam metode
mutasi buatan seiring dengan keberhasilan aplikasi teknik perbanyakan in vitro
pada berbagai jenis tanaman. Prinsip dasar mutasi in vitro adalah meningkatkan
frekuensi variasi somaklonal (Maluszynski, 1990) dan meningkatkan efektivitas
variasi somaklonal (Ahloowalia, 1995) sehingga keragaman genetik tanaman
diharapkan akan meningkat.
Teknik mutasi secara in vitro memiliki keunggulan antara lain mampu
melibatkan sejumlah besar bahan tanam dan waktu yang dibutuhkan untuk
mendapatkan mutan baru relatif lebih cepat dibandingkan teknik mutasi secara ex
vitro (Ahloowalia, 1995). Kelebihan lainnya yaitu : 1) mutasi dapat dilakukan
pada tingkat sel sehingga peluang untuk terjadinya khimera lebih kecil karena
mutan yang dihasilkan berasal dari satu sel, 2) laju mutasi lebih tinggi karena
masing-masing sel mengalami kontak langsung dengan mutagen, 3) dapat
dilanjutkan dengan seleksi secara in vitro sehingga seleksi terhadap mutan
menjadi lebih efisien (Chahal dan Gosal, 2006).
Induksi Mutasi pada Krisan
Berdasarkan data IAEA (International Atomik Energy Agency), saat ini
terdapat sekitar 500 varietas tanaman hias di dunia yang dihasilkan melalui teknik
mutasi, 211 di antaranya adalah varietas tanaman krisan (Dwimahyani, 2006).
Mutasi pada tanaman krisan telah berkembang pesat dan banyak dilakukan oleh
para pemulia tanaman di dunia. Menurut Soedjono (2003), telah dihasilkan
232 mutan krisan. Negara penghasil mutan krisan tersebut yaitu Belgia (3 mutan),
Brazil (3 mutan), Belanda (80 mutan), Cina (21 mutan), Jerman (34 mutan),
Hongaria (1 mutan), India (46 mutan), Jepang (14 mutan), Rusia (17 mutan),
Polandia (6 mutan), Thailand (2 mutan), dan Amerika Serikat (1 mutan).
Latado et al. (2004) menuliskan bahwa tanaman krisan (Chrysanthemum
cv. Inggrid) dengan bunga berwarna pink tua yang diberi perlakuan EMS 0.77 %
(0.075 M) selama 1 jam 45 menit menghasilkan 5.2 % tanaman krisan mengalami
perubahan warna mahkota bunga menjadi warna pink salmon, pink terang,
perunggu, kuning, dan salmon, sedangkan 89.6 % lainnya memiliki fenotipe yang
seragam.

12

Perubahan alur warna mahkota bunga krisan dapat dilihat pada Gambar 3.
Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa warna mahkota yang memiliki
peluang lebih besar untuk mengalami perubahan warna setelah dimutasi yaitu
warna merah jambu. Warna ini dapat berubah menjadi oranye, merah, putih,
kuning, coklat dan perunggu. Warna kuning merupakan warna terakhir yang dapat
dihasilkan dari mutasi krisan. Warna kuning memiliki peluang yang sangat kecil
untuk berubah warna menjadi warna lain, perubahan mungkin terjadi dari
intensitas warna kuning dari muda hingga pekat.

Gambar 3. Alur Terjadinya Mutan Warna Bunga pada Krisan
(Broertjes dalam Schum dan Preil, 1998).
Etil Metana Sulfonat (EMS) sebagai Mutagen
Menurut Aisyah (2006) mutagen kimia lebih mudah tersedia dan kadang
rasio mutan yang tidak diinginkan lebih baik dibandingkan hasil irradiasi fisik.
Untuk pemuliaan tanaman, kelompok bahan kimia yang banyak digunakan adalah
dari kelompok alkylating agents. Senyawa ini mengandung satu atau lebih
kelompok alkil reaktif yang dapat ditransfer ke molekul lain pada posisi dimana
kerapatan elektronnya tinggi.
EMS memiliki rumus kimia CH3-SO2-O-CH2-CH3 (Dale, 1989). EMS
merupakan jenis mutagen kimia yang paling potensial (Chopra, 2005).
Aisyah (2006) menyatakan bahwa diantara 30 sampai 40 mutagen kimia, salah
satu mutagen yang paling kuat dan bermanfaat adalah EMS (etil metana sulfonat).

13

Menurut Von Arnim (2005), EMS banyak digunakan sebab toksisitasnya tidak
terlalu tinggi (moderate toxicity), memiliki efektifitas yang tinggi untuk
menginduksi banyak mutasi (multiple mutation) per genom dan biasanya
mutasinya berupa substitusi satu basa. Hasil penelitian Greene et al. (2003) pada
tanaman arabidopsis menunjukkan 99 % mutasi yang terjadi akibat EMS
(20-40 mM selama 10-20 jam) adalah perubahan dari GC menjadi AT dengan 53
% perubahan pada G dan 47 % perubahan pada C. Intensitas mutasi cukup tinggi
yaitu terjadi pada 1/3 000 kilo basa atau 10 mutasi per genom.
Priyono dan Susilo (2002) menuliskan bahwa EMS mempunyai pengaruh
negatif terhadap peubah-peubah pertumbuhan kultur in vitro sisik mikro kerk lily
linier dengan meningkatnya aras konsentrasi EMS pada selang 0-0.25 %. Selain
itu, EMS pada konsentrasi 0.05 % dapat berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh.
Ajijah (2009) menuliskan bahwa eksplan purwoceng yang diberi perlakuan EMS
menunjukkan adanya peningkatan variasi fenotipe tunas. Variasi yang muncul
yaitu tangkai daun besar, daun veriegata dan albino. Frekuensi variasi fenotipe
tunas paling tinggi diperoleh pada perlakuan EMS 0.5 % selama 1 jam yaitu 12 %
pada suhu kontrol dan 26.7 % pada suhu 23.3 ± 2.1 oC.
Latado et al. (2004) menuliskan bahwa tanaman krisan (Chrysanthemum cv.
Inggrid) dengan bunga berwarna pink tua yang diberi perlakuan EMS 0.77 %
(0.075 M) selama 1 jam dan 45 menit menghasilkan 5.2 % tanaman krisan
mengalami perubahan warna mahkota bunga menjadi warna pink salmon, pink
terang, bronze, kuning, dan salmon, sedangkan 89.6 % lainnya memiliki fenotipe
yang seragam. Hal ini menunjukkan EMS merupakan mutagen yang efisien untuk
menginduksi mutasi in vitro pada krisan.
Keragaan Stomata dan Kloroplas dalam Sel Penjaga
Stomata merupakan suatu celah pada jaringan epidermis yang berfungsi
selama proses fotosintesis. Stomata dibatasi oleh dua sel penjaga yang di
dalamnya mengandung kloroplas. Sel penjaga mengontrol diameter stomata
dengan cara mengubah bentuk yang akan menyempitkan atau melebarkan celah
diantara kedua sel tersebut. Ketika sel penjaga mengambil air melalui osmosis, sel
penjaga akan membengkak. Ketika sel kehilangan air, menjadi lembek, serta

14

mengkerut, sel-sel tersebut akan mengecil secara bersamaan kemudian menutup
ruangan di antaranya (Campbell, 2004).
Pengamatan kuantitatif pada karakteristik sel seperti pengukuran ukuran sel
sering diterapkan untuk mengetahui adanya poliploidi. Materi yang paling sering
dilihat adalah sel penjaga pada stomata. Ukuran dan jumlah sel tersebut per area
daun menjadi hal yang umum untuk melacak perubahan ploidi (Sybenga,1992).
Kloroplas berasal dari protoplastid yang membelah pada saat embrio berkembang.
Kloroplas terbentuk ketika daun dan batang terbentuk. Setiap kloroplas dikelilingi
oleh sistem atau selimut membran ganda yang mengatur lalu lintas molekul keluar
masuk kloroplas. Di dalam kloroplas terdapat DNA, RNA, ribosom, dan juga
berbagai enzim. Seperti mitokondria, kloroplas juga memiliki genom sendiri.
Semua genom kloroplas terdiri dari banyak barisan DNA (Bayu, 2005).

15

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian kultur in vitro dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan
Tanaman, sedangkan pengujian stomata dilakukan di Laboratorium Mikro Teknik,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilakukan mulai bulan Januari sampai dengan Desember 2010.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah pucuk in vitro (shoot tip) dari planlet
krisan varietas Chandra Kirana (Gambar 4a) dan Puspita Asri (Gambar 4b), yang
diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Hias, Cipanas.

a

b

Gambar 4. Kultur In vitro yang Digunakan Sebagai Sumber Eksplan.
(a) Krisan var. Chandra Kirana dan (b) Krisan var. Puspita
Asri.
Media perbanyakan yang digunakan yaitu MS0, sedangkan media kultur
setelah perlakuan EMS adalah media MS dengan penambahan 1 ppm BAP. Bahan
kimia lain yang dipakai yaitu etil metana sulfonat (EMS), komposisi media MS,
BAP, aquades, spiritus, agar-agar, dan sukrosa.
Alat-alat yang digunakan meliputi Laminar Airflow Cabinet (LAC),
autoclave, stearer, shaker, neraca analitik, botol kultur, gelas piala, gelas ukur,
cawan petri, pipet volumetrik, pinset, skalpel, pH meter, tissue, plastik, karet
gelang, handsprayer, bunsen, korek api, rak kultur yang dilengkapi lampu
fluorescence, alat tulis, kamera digital, dan mikroskop.

16

Metode Penelitian
Percobaan untuk peningkatan keragaman krisan ini dilakukan dengan
menggunakan rancangan faktorial dua faktor yaitu varietas krisan dan lama
perendaman EMS (etil metana sulfonat) yang disusun secara acak lengkap (RAL).
Faktor pertama adalah varietas yang terdiri dari dua varietas yaitu Chandra Kirana
dan Puspita Asri, sedangkan faktor kedua adalah lama perendaman EMS 0.77 %
sebanyak empat taraf yaitu kontrol (0 menit), 90 menit, 105 menit, dan 120 menit.
Kontrol dilakukan dengan perendaman eksplan dalam akuades steril.
Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 10 botol, sehingga
keseluruhannya terdiri dari 80 botol satuan percobaan. Setiap satu botol satuan
percobaan terdiri dari dua eksplan krisan, sehingga eksplan yang digunakan
sejumlah 160 eksplan tunas in vitro.
Model rancangan yang digunakan adalah:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + Єijk
Keterangan:
Yijk

= nilai pengamatan dari satuan percobaan perlakuan varietas ke-i, karena
lama pertendaman EMS ke-j dan ulangan ke-k

µ

= nilai rataan umum

αi

= pengaruh perlakuan varietas ke-i

βj

= pengaruh perlakuan lama perendaman EMS ke-j

(αβ)j

=pengaruh interaksi perlakuan varietas ke-i dan perlakuan lama
perendaman EMS ke-j

Єijk

= galat percobaan

i

= 1, 2

j

= 1, 2, 3, 4

k

= 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
Data yang diperoleh diuji secara statistik dengan uji F. Apabila berbeda

nyata dilakukan uji lanjut dengan DMRT pada taraf nyata 5 %.

17

Analisis Keragaman Fenotipe dilakukan dengan perhitungan % KKF
(Koefisien Keragaman Fenotipe). Rumus dan kriteria keragaman tersebut yaitu
sebagai berikut :
% KKF = Standar deviasi populasi perlakuan
Rataan populasi perlakuan

x 100 %

Kategori keragaman berdasarkan % KKF yaitu :
0.00 < % KKF ≤ 24.91
sempit
24.91 < % KKF ≤ 49.71
agak sempit
49.71 < % KKF ≤ 74.71
agak luas
74.71 < % KKF ≤ 99.65
luas
≥ 99.65
sangat luas
(Murdaningsih et al.,1999)
Pelaksanaan Penelitian
Sterilisasi Alat, Media dan Lingkungan kerja
Alat-alat tanam dan botol kultur dicuci bersih kemudian dikeringkan. Alatalat tanam dan petri dish dibungkus rapi terlebih dahulu dengan kertas. Media dan
aquades juga disterilkan dalam autoklaf. Aquades dimasukkan dalam wadah kecil
(erlenmeyer atau botol kultur) dengan isi maksimum 100 ml agar lebih efektif bila
digunakan.
Semua alat dan bahan disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada
tekanan 0.12 Mpa dan suhu 121 oC dengan waktu sterilisasi untuk botol kultur dan
alat tanam selama 30 menit, dan untuk media 15 menit. Persiapan sebelum
penanaman yaitu bagian dalam laminar air flow cabinet (LAC) sebelum
digunakan disinari terlebih dahulu dengan sinar UV selama 1 jam. Setelah itu
permukaan bagian dalam disemprot dengan alkohol 70 % dan dibersihkan dengan
tisu. Hal ini dilakukan sebelum dan setelah penanaman.
Semua alat dan bahan yang akan digunakan disemprot dengan alkohol 70 %
terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam laminar, begitu juga tangan yang
memegang alat. Pada saat penanaman, alat tanam yang telah diautoklaf direndam
dalam alkohol 96 % dan dibakar di atas api bunsen beberapa saat untuk menjaga
alat tetap steril. Botol kultur yang telah ditanam juga disemprot setiap hari dengan
alkohol 70 % dan raknya dibersihkan agar steril.

18

Pembuatan Media
Media yang digunakan untuk perbanyakan dan pertumbuhan adalah media
MS0. Media MS dibuat dengan mencampur larutan stok (A, B, C, D, E, F, Myoinositol dan vitamin) yang ditambah 30g/l gula, dan 7 g/l agar-agar seperti pada
Lampiran 1. Kemudian ditambahkan KOH/NaOH atau HCl pada media sehingga
diperoleh pH 5.9, setelah itu dididihkan. Setelah mendidih, 25 ml larutan dituang
ke dalam botol kultur yang telah disterilisasi, kemudian ditutup dengan plastik dan
diikat dengan karet gelang. Botol-botol yang telah diisi media tersebut disterilisasi
dalam autoklaf dengan tekanan 75.1 psi dan suhu 121 oC selama 20 menit.
Perbanyakan Planlet pada Media MS0
Perbanyakan sumber eksplan krisan dilakukan sebelum perlakuan agar
jumlah eksplan menjadi cukup. Perbanyakan menggunakan metode kultur mata
tunas yang dilakukan di dalam LAC. Induk planlet yang telah ada dipotongpotong setiap satu mata tunas. Potongan eksplan direndam di dalam air yang telah
diberi 2-3 tetes antiseptik. Selanjutnya eksplan ditanam di media MS0 dengan
posisi tegak. Perbanyakan dilakukan dengan menanam lima eksplan dalam setiap
botol kultur.
Perendaman EMS dan Penanaman Ekplan
Perendaman dan penanaman eksplan dilakukan di dalam LAC yang telah
diberi perlakuan ultra violet (UV) selama satu jam dan disterilkan dengan alkohol
70 %. Eksplan direndam dan dikocok secara manual pada larutan EMS 0.77 %
selama 90 menit, 105 menit, dan 120 menit (Gambar 5). Perlakuan kontrol
dilakukan dengan perendaman eksplan di dalam air steril selama 120 menit.
Perlakuan perendaman dilakukan di dalam laminar

Eksplan yang digunakan

adalah kultur tunas pucuk dari planlet krisan dengan panjang 0.5-1.0 cm. Eksplan
yang telah direndam kemudian dicuci dengan air steril sebanyak tiga kali selama
15 menit.
Selanjutnya eksplan ditanam di dalam media MS + BAP 1 ppm. Setiap botol
kultur ditanam dua eksplan. Setelah eksplan ditanam, botol ditutup dengan plastik
dan diikat rapat dengan karet gelang. Botol kultur kemudian dipindahkan ke ruang
kultur dengan kondisi ruang optimum (suhu 16 oC).

19

Gambar 5. Perendaman Eksplan Krisan Var. Chandra Kirana (kiri) dan
Var.Puspita Asri (kanan) dalam Larutan EMS 0.77 %.
Analisis Stomata dan Jumlah Kloroplas pada Sel Penjaga
Persiapan dilakukan di dalam laminar dengan menggunting dan
mengeluarkan daun dari botol kultur. Masing-masing perlakuan diambil 10 daun
sebagai sampelnya dan dimasukkan ke dalam kantung plastik kecil tiap perlakuan.
Tahap berikutnya dilakukan di Laboratorium Mikro Teknik Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Daun yang telah tersedia
diletakkan di kaca preparat dan direkatkan solatip pada bagian bawah daun.
Kemudian solatip dibuka sebagian agar bagian atas daun terlihat. Selanjutnya
dilakukan pengerokan lapisan atas daun dengan bantuan pinset atau silet sampai
hanya tersisa lapisan tipis bagian bawah daun. Tahap terakhir yaitu meletakkan
kaca preparat di atas meja mikroskop dan d