B. Blok Jantung

B. Blok Jantung


Blok Parsia
Atrium berdenyut dengan normal, tetapi frekuensi antaran melaui nodus A-V
melamba ventrikel hanya berkontraksi setela kontraksi atrium yang kedua, ketiga,



atau keempat.
Blok Total
Hantaran dari nodus atau berkas sangat terhambat. Atrium berdenyut dengan
normal, tetapi ventrikel berdenyut secara independen sekitar 20-40x/menit.

C. Suhu
Peningkatan suhu tubuh, seperti yang terjadi sewaktu seseorang menderita demam,
akan sangat meningkatkan frekuensi denyut jantung, kdang-kadang dua kali lebih
cepat dari frekuensi denyut normal. Penurunan suhu sangat menurunkan frekuensi
denyut jantung, sehingga turun sampai serendah beberapa denyut per menit. Penyebab
pengaruh ini kemungkinan karena panas meningkatkan permeabilitas membran otot
jantung terhadap ion yang mengatur frekuensi denyut jantung menghasilkan

peningkatan proses perangsangan sendiri.
Kekuatan kontraksi juga sering dipercepat secara temporer melalui suatu
peningkatan suhu ang sedang, seperti yang terjadi pada saat tubuh berolahraga, tetapi
peningkatan suhu ang lama akan melemakan sistem metabolik jantung dan akhirna
menyebabkan kelemahan, karena itu fungsi optimal jantung sangat bergantung pada
pengaturan tubuh ole mekanisme pengaturan suhu.
D. Otomatisasi Jantung
Jantung mempunyai otot yang memiliki sifat otomatisasi artinya dapat
membentuk pusat denyut jantung sendiri. Pusat utama denyut jantung ini disebut
Simpul Atrial Nodus (SA Node), terletak di atrium kiri jantung. Pusat denyut jantung
ini akan mengeluarkan impuls atau denyut kemudian denyut ini mengeluarkan arus
listrik yang selanjutnya arus litrik ini diteruskan kesetiap sel otot jantung seingga
jantung dapat berdenyut secara otomatis secara terus menerus, dan seingga darah
dapat dipoma keseluru tubuh setiap saat tanpa henti. Setia kali berdenut jantung akan
memompa darah sekitar 70cc darah, satu menit sekitar 500cc darah yang diompa, satu
jam 30.000 cc darah, 24 jam sekitar 720.000 cc darah atau sama dengan 7000 liter,
sama dengan satu tangki bensin ang diangkat atau dipompa ole jantung dalam satu
hari.

Pengaruh Obat yang Diberikan

Sistem saraf otonom terdiri dari sistem saraf pusat dan saraf perifer yang menpersarafi
otot-otot polos, otot-otot jantung, dan kelenjar. Transmisi impuls-impuls motoric dari
sistem saraf pusat ke sistem organ dalam tubu diteruskan oleh dua rangkaian saraf,
yaitu :
1. Saraf preganglion, berlokasi dibatang otak atau medulla spinal
2. Saraf pasca-ganglion, meneruskan transmisi ke efektor visceral (otot polos, otot
jantung, dan kelenjar)
Impuls saraf dari sistem saraf pusat hanya dapat diteruskan ke ganglion dan sel
efektor melalui pelepasan suatu zat kimia ang khas yang disebut transmit
neurohormonal atau transmitor. Tidak banyak obat yang pada dosis terapi dapat
mempengarui kondisi akson, tetapi banyak sekali zar yang dapat menguba transmisi
neurohormal.
Saraf eferen otonom terbagi atas :
A. Sistem parasimpatis
Impuls dialirkan dari batang otak. Neurotransmitter ang memperantarai
transmisi sinaps antara serabut saraf preganglionik dan pasca-ganglionik adala
asetilkolin.
B. Saraf simpatis
Impuls dialirkan dari sel intermediolateral medulla spinal ke semua
segmen tarokal. Neurotransmitter yang dibebaskan oleh sara pasca-ganglionik

simpatis yang panjang dan yang memperantarai organ memberi respon pada
sambungan neuroefektor adala neropinefrin. Rangkaian serabut saraf yang
menggunakan asetilkolin sebagai neurotransmitter dinamakan kolinergik,
sedangkan yang menggunakan epinefrin disebut adrenergik.

Obat – obat Otonom
Obat otonom bekerja pada :
1. Reseptor Muskarinik, menimbulkan efek kontraksi otot polos nonaskuler dan kelenjar
eksokrin dan merelaksasi otot polos.
2. Reseptor Nikotinik, terletak pada sinaps-sinaps ganglion yang juga berikatan dengan
asetilkolin sebagai neurotransmitternya.
3. Reseptor Nikotinik pada sambungan saraf otot yang menimbulkan kontraksi otot
rangka.

Perangsangan pasca-ganglion simatis menimbulkan kontraksi otot polos
askuler dan merangsang jantung. Sel-sel efektor yang dipersarafi serat otonom dimana
organ yang dpersarafi masih daat bekerja walaupun tidak dialiri impuls atau serabut
sarafnya diputus.
Bila salah satu sistem simpatis atau parasimpatis dihambat, maka akan
mengakibatkan aktivitas didominasi oleh sistem ang berlawanan. Secara umum dapat

dikatakan bahwa sistem parasimpatis bersifat konservasi dan reservasi tubuh atau
yang sering disebut rest dan digest,