Skenario B Blok 18 Tahun 2015

Skenario B Blok 18 Tahun 2015
Rafi berusia 6 tahun dibawa orang tuanya ke Poli Umum RSMH dengan keluhan sembab di
seluruh tubuh. Sejak 1 bulan yang lalu tampak sembab di kelopak mata. Sejak 2 minggu yang
lalu tampak perut makin membesar dan kedua tungkai bengkak. BAK warna kuning dan
tampak berbusa. Penyakit seperti ini baru pertama kali diderita, tidak ada riwayat keluarga
dengan penyakit yang sama.
Pemeriksaan fisis:
KU: sakit sedang, kesadaran kompos mentis. Suhu 37oC. TD 100/60 mmHg, HR 96x/menit,
RR 32x/menit, BB 28kg, TB 136cm, edema (+) pada kedua kelopak mata, ascites (+), edema
kedua tungkai dan telapak kaki (+/+). Paru dan jantung dalam batas normal.
Hasil laboratorium:
Urinalisis: warna kuning agak keruh, berbusa, proteinuria +++, eritrosit 0-1 sel/LPB, leukosit
2-3 sel/LPB.
Darah: Hb 8,5 g/dl, leukosit 11.000/mm3, trombosit 400.000/mm3, LED 40 mm/jam, protein
total 4,0 g/dl, albumin 2,0 gr/dl, ureum 40 mg/dl, kreatinin 0,7 mg/dl, kolesterol 280 mg/dl.

1

I. KLARIFIKASI ISTILAH
No
1.


Istilah
Mata sembab

Arti
Kondisi dimana daerah di sekitar mata membengkak akibat aliran
darah yang memenuhi jaringan sponge di area mata.

2.
3.
4.

Ascites
Edema
Proteinuria

Efusi dan akumulasi cairan serosa di rongga abdomen.
Pengumpulan cairan secara abnormal di ruang interselular tubuh.
Adanya protein di dalam urin manusia yang melebihi normalnya,
yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari


5.
6.

Ureum
Kreatinin

140mg/m2.
Hasil akhir metabolisme protein.
Produk limbah dari metabolism kreatin yang dibentuk pada saat
makanan dibentuk menjadi energi, selain itu juga produk dari otot

7.

Protein total

tubuh yang akan dibuang oleh ginjal melalui urin.
Jumlah semua protein yang terdiri dari albumin dan globulin.

II.IDENTIFIKASI MASALAH

No.
1.

Masalah
Konsen
Rafi berusia 6 tahun dibawa orang tuanya ke Poli Umum RSMH dengan VV
keluhan sembab di kelopak mata, lalu tampak perut semakin membesar dan

2.
3.

kedua tungkai bengkak, dan sembab di seluruh tubuh.
BAK warna kuning dan tampak berbusa.
Pemeriksaan fisis:

V

KU: sakit sedang, kesadaran kompos mentis. Suhu 37oC. TD 100/60
mmHg, HR 96x/menit, RR 32x/menit, BB 28kg, TB 136cm, edema (+)
pada kedua kelopak mata, ascites (+), edema kedua tungkai dan telapak

4.

kaki (+/+). Paru dan jantung dalam batas normal.
Hasil laboratorium:
Urinalisis: warna kuning agak keruh, berbusa, proteinuria +++, eritrosit 0-1
sel/LPB, leukosit 2-3 sel/LPB.
Darah: Hb 8,5 g/dl, leukosit 11.000/mm3, trombosit 400.000/mm3, LED 40
mm/jam, protein
total 4,0 g/dl, albumin 2,0 gr/dl, ureum 40 mg/dl, kreatinin 0,7 mg/dl,
kolesterol 280 mg/dl.

2

III.

ANALISIS MASALAH

1. Rafi berusia 6 tahun dibawa orang tuanya ke Poli Umum RSMH dengan keluhan
sembab di kelopak mata, lalu tampak perut semakin membesar dan kedua tungkai
bengkak, dan sembab di seluruh tubuh.

a. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang diderita?
Sindrom nefrotik idiopatik umumnya dialami anak berusia 1-6 tahun. Satu
penelitian berbasis populasi, menemukan angka insiden sebesar 2/100.000 dan
prevalensi 16/100.000.Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun.Perbandingan
anak laki-laki dan perempuan 2:1.
b. Apa penyebab dan mekanisme: sembab dikelopak mata, perut semakin membesar,
kedua tungkai bengkak, sembab di seluruh tubuh?
Endapan kompleks antigen dan antibody di glomerulus  merusak glomerulus 
GFR1 g/
m2/24 jam), hipoproteinemia (albumin serum 250 mg/dL).
Tanda dan Gejala :
- Bengkak pada kedua kelopak mata, perut (asites), tungkai, skrotum/labia, atau
seluruh tubuh.
- Penurunan jumlah urin. Kadang disertai keluhan urine keruh atau berwarna
kemerahan (hematuria).
- Kadang ditemukan hipertensi.
l. Bagaimana komplikasi dari diagnosis kerja?
Komplikasi mayor dari sindrom nefrotik adalah infeksi. Anak dengan sindrom
nefrotik yang relaps mempunyai kerentanan yang lebih tinggi untuk menderita infeksi
bakterial karena hilangnya imunoglobulin dan faktor B properdin melalui urin,

kecacatan sel yang dimediasi imunitas, terapi imuosupresif, malnutrisi, dan edema
atau ascites. Spontaneus bacterial peritonitis adalah infeksi yang biasa terjadi,
walaupun sepsis, pneumonia, selulitis, dan infeksi traktus urinarius mungkin terjadi.
Meskipun Streptococcus pneumonia merupakan organisme tersering penyebab

22

peritonitis, bakteri gram negatif seperti Escherichia coli, mungkin juga ditemukan
sebagai penyebab.
 Hiperkoagulabiliti : dapat menimbulkan antikoagulasi (kehilangan protein
antikoagulan, hipovolemia intravaskular)
 Imunodefisiensi relatif (penurunan imunologis, spontan peritonitis)
 Pertumbuhan terganggu (kehilangan Insulin-like growth factor)
 Infeksi (peritonitis, celulitis
 Kardiovaskular (hipertensi, hiperlipidemia, penyakit arteri koroner
 Respirasi (efusi pleura, emboli pulmo)
 Hematologi (vena atau arteri trombosis anemia
 GI (Intususepsi)
 Renal (Gagal ginjal akut, trombosis vena renal)
 Endokrinologi (penurunan densitas tulang, hipotiroid)

 Neurologi (Trombosis vena serebral)
 Steroid (gangguan pertumbuhan, penurunan densitas tulang)
 Mycophenolate mofetil (MMF) (mual, muntah, diare, konstipasi, sakit kepala)
m. Bagaimana penatalaksanaan diagnosis kerja?
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan
dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis
rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari
selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.
A. Sindrom nefrotik serangan pertama
1. Perbaiki keadaan umum penderita
a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak.
Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien
dengan penurunan fungsi ginjal. Batasi asupan natrium sampai ± 1 gram/hari,
secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dalam makanan yang
diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau
albumin konsentrat
23


c. Berantas infeksi
d. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi
e. Berikan terapi suportif yang diperlukan
Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema
anasarka atau mengganggu aktivitas. biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali,
bergantung pada beratnya edema dan respons pengobatan. Bila edema refrakter,
dapat digunakan hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama pengobatan diuretic
perlu dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolic, atau kehilangan
cairan intravascular berat Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat
antihipertensi.
2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah
diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita
mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi
spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau
kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu
waktu 14 hari
B. Sindrom nefrotik kambuh (relapse)
1. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse
ditegakkan
2. Perbaiki keadaan umum penderita

a. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4
kali dalam masa 12 bulan.
 Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu
 Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan
selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4
minggu, prednison dihentikan.

24

b. Sindrom nefrotik kambuh sering
adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4
kali dalam masa 12 bulan


Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80

mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu



Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan
selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4
minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan
selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu,
kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam
selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3
mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu
siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis
nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal,
relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau
untuk biopsi ginjal.

n. Bagaimana prognosis diagnosis kerja?
Prognosis tergantung pada kasus sindrom nefrotik. Pada kasus anak, prognosis

adalah sangat baik karena minimal change disease (MCD) memberikan respon yang
sangat baik pada terapi steroid dan tidak menyebabkan terjadi gagal ginjal (chronic
renal failure). Tetapi untuk penyebab lain seperti focal segmental glomerulosclerosis
(FSG) sering menyebabkan terjadi end stage renal disease (ESRD). Faktor – faktor
lain yang memperberat lagi sindroma nefrotik adalah level protenuria, control tekanan
darah dan fungsi ginjal.
o. Bagaimana SKDI kasus ini?

25

SKDI untuk sindrom nefrotik adalah 2. Lulusan dokter mampu membuat
diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat
bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan.

V.LEARNING ISSUE
1. SINDROM NEFROTIK
I.

DEFINISI
Kondisi klinis yang ditandai dengan proteinuria berat, terutama
albuminuria (>1 g/m2/24 jam), hipoproteinemia (albumin serum 250 mg/dl). Berdasarkan penyebab, sindrom
nefrotik pada anak dapat dibagi menjadi sindrom nefrotik kongenital, primer

26

(idiopatik), atau sekunder. Dalam tulisan ini hanya akan dibahas mengenai SN
yang paling sering ditemukan yaitu sindrom nefrotik primer.
II.

EPIDEMIOLOGI
Insidens SN primer pada anak sekitar 2-7 per 100.000 anak, dan lebih
banyak ditemukan pada anak laki-laki (perbandingan 2:1). Sindrom nefrotik
primer paling sering terjadi pada usia 1,5-5 tahun. Kejadian SN primer sering
dikaitkan dengan tipe genetik HLA tertentu (HLA-DR7, HLA-B8, dan HLAB12). Usia, ras, dan geografis juga turut mempengaruhi insidens SN.

III.

ETIOLOGI
Sebab yang pasti belum diketahui; akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para
ahli membagi etiologinya menjadi:
8. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa
neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak
berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya.
9. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
f. Malaria kuartana atau parasit lain
g. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid
h. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis
i. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun oak, air raksa
j. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik
10. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)

27

Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan pemeriksaan elektron, Churg dkk. membagi dalam 4
golongan yaitu:
iv.

Kelainan minimal
Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan
dengan mikroskop elektron tampak foot processus sel epitel berpadu.
Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG atau
imunoglobulin beta-IC pada dinding kapiler glomerulus.
Golongn ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang
dewasa. Prognosis lebh baik dibandingkan dengan golongan lain.

v.

Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang
tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pad anak. Prognosis
kurang baik.

vi.

Glomerulonefritis proliferatif
f. Glomerulonefritis proliferatif eksudaif difus
Terdapat
polimorfonukleus.

proliferasi

sel

mesangial

Pembengkakakn

dan

sitoplasma

infiltrasi
endotel

sel
yang

menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada
nefritis yang timbul setelah infeksi dengan Streptococcus yang berjalan
progresif dan pada sindrom nefrotik.
Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan
setelah pengobatan yang lama.
g. Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening)
Terdpaat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan
batang lobular.
h. Dengan bulan sabit (crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai
(kapsular) dan viseral. Prognosis buruk.
28

i. Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proligerasi sel mesangial dan penempatan fibrikn yang menyerupai
membrana basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta-1A
rendah. Prognosis tidak baik.
j. Lain-lain
Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas.
11. Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelianan ini ang menyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai dengan
atrofi tubulus. Prognosis buruk.
IV.

PATOGENESIS dan PATOFISIOLOGI
Diawali dengan suatu kelainan primer yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein. Hal tersebut diakibatkan oleh
mekanisme yang kompleks, namun biasanya akibat kerusakan sialoprotein pada
membran basal glomerulus (yang berfungsi menghasilkan muatan negatif).
Proteinuria akan terus berlangsung hingga menyebabkan kadar protein dalam
serum, terutama albumin, menurun. Meski demikian, aliran darah ke ginjal dan
laju filtrasi glomerulus (LFG) tidak berkurang.
Secara

histologis,

kelainan

pada

glomerulus

tersebut

dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:
 Minimal change nephrotic syndrome (MCNC). Tipe paling sering, 70-80%
 Focal segmental glomerulosclerosis (FSGS), kejadian sekitar 10%.

Tipe ini

sering terjadi mendahului tipe MCNC.
 Nefropati membranosa (1%). Seringkali disebabkan oleh infeksi sistemik:
hepatitis B, sifilis, malaria, dan toksoplasmosis, maupun obat-obatan.
Sindrom nefrotik kongenital adalah sindrom nefrotik yang terjadi hingga 3
bulan pertama kehidupan. Dapat disebabkan oleh pengaruh genetik (autosomal
resesif), atau sekunder akibat infeksi (sifilis, hepatitis B) dan lupus eritematosa
sistemik.
29

Kadar albumin yang menurun akan mengakibatkan penurunan tekanan
onkotik plasma sehingga terjadi perpindahan cairan dari intravaskular ke
interstitial, yang secara klinis mengakibatkan edema anasarka. Edema pun terjadi
akibat penurunan volume darah efekif dan peningkatan reabsorpsi natrium klorida
pada tubulus yang selanjutnya mengaktifkan jaras renin-angiotensin-aldosteron.
Kadar lipid serum meningkat karena kondisi hipoproteinemia akan menstimulasi
sintesis lipoprotein di hepar, sementara metabolisme lipid berkurang.
V.

TANDA dan GEJALA

 Bengkak pada kedua kelopak mata, perut (ascites), tungkai, skrotum/labia, atau
seluruh tubuh;
 penurunan jumlah urin, kadang disertai keluhan urine keruh atau berwarna
kemerahan (hematuria);
 kadang ditemukan hipertensi.
VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan proteinuria: dipstik (≥ 2+), urinalisis, serta urine tampung 24 jam.
Dianjurkan untuk mengambil sampel urine pagi hari untuk pengukuran protein
total dan kreatinin. Sugestif sindrom nefrotik apabila rasio protein terhadap
kreatinin >0,5;
 pemeriksaan kadar elektrolit serum, BUN, kreatinin (hitung bersihan kreatinin),
protein total, albumin, dan kolesterol;
 pengukuran steroptozyme, C3, C4, dan ANA jika dicurigai sindrom nefrotik
sekunder
VII. DIAGNOSIS
Sindrom nefrotik adalah diagnosis klinis sesuai definsinya. Sebagian besar
penyebabnya ialah primer, sehingga kemungkinan penyebab sekunder harus
disingkirkan terlebih dahulu. Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis SN primer, antara lain:
 Usia 1-8 tahun;
 fungsi ginjal normal;
30

 tidak ada hematuria makroskopik;
 tidak ada gejala dan tanda penyakit sistemik (demam, ruam kulit, nyeri sendi,
penurunan berat badan);
 kadar komplemen serum normal;
 pemeriksaan ANA negatif;
 skinning infeksi viral (HIV, hepatitis B dan C) negatif;
 tidak ada riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.
VIII. DIAGNOSIS BANDING
 Proteinuria transien. Dapat terjadi akibat latihan fisis yang berlebihan, atau
pada anak yang dehidrasi atau febris. Proteinuria biasanya ringan dan tidak ada
kelainan ginjal.
 Protein postural (ortostatik). Proteinuria ringan yang terjadi sewaktu pasien
berubah posisi dari berbaring menjadi berdiri.
 Proteinuria glomerular. Kondisi ringan (

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

Pengaruh kualitas aktiva produktif dan non performing financing terhadap return on asset perbankan syariah (Studi Pada 3 Bank Umum Syariah Tahun 2011 – 2014)

6 101 0

Kajian administrasi, farmasetik dan klinis resep pasien rawat jalan di Rumkital Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015

19 169 0

Peranan Hubungan Masyarakat (Humas) Mpr Ri Dalam Mensosialisasikan Empat Pilar Bangsa Tahun 2014

4 126 93