AYAT DAN HADIS EKONOMI

AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

telusuri

Klasik Kartu Lipat Majalah Mozaik Bilah Sisi Cuplikan Kronologis

AYAT DAN HADIS EKONOMI TENTANG Teori Harga
dan Mekanisme Pasar
AYAT DAN HADIS EKONOMI
TENTANG TEORI HARGA DAN MEKANISME PASAR
            Pasar adalah sebuah mekanisme pertukaran barang dan
jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal
manusia. Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang
penting dalam perekonomian. Praktek ekonomi pada masa
Rasulullah

dan

Khulafaurrasyidin

menunjukkan


adanya

peranan pasar yang besar. Rasulullah sangat menghargai harga
yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang adil. Beliau
menolak adanya suatu price intervention seandainya perubahan
harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar.              Pasar
dalam ekonomi Islam mengharuskan adanya moralitas, antara
lain: persaingan yang sehat ”fair play), kejujuran ”honesty),
keterbukaan ”tranparancy) dan keadilan ”justice). Jika nilai-nilai
ini telah ditegakkan maka tidak ada alasan untuk menolak harga
pasar.
1. Pasar pada Masa Rasulullah
            Pasar memegang peranan penting dalam perekonomian
masyarakat

muslim

pada


masa

Rasulullah

SAW

dan

Khulafaurrasyidin. Bahkan, Muhammad s.a.w sendiri pada
awalnya

adalah

seorang

pebisnis,

demikian

pula


Khulafaurrasyidin dan kebanyakan sahabat. Pada usia 7 tahun
Muhammad diajak oleh pamannya Abu Thalib berdagang ke
negeri Syam. Kemudian sejalan dengan usianya yang semakin
dewasa, Muhammad semakin giat berdagang, baik dengan
modal sendiri ataupun bermitra dengan orang lain. Kemitraan,
baik dengan sistem mudharabah atau musyarakah, merupakan
sesuatu cukup populer pada masyarakat Arab pada waktu itu.

Salah satu mitra bisnisnya adalah Khadijah-seorang wanita
pengusaha yang cukup disegani di Mekkah, yang di masa
selanjutnya menjadi istri beliau. Berkali-kali Muhammad terlibat
urusan dagang ke luar negeri ”Syam, Syria, Yaman, dan lain-lain)
dengan membawa modal dari Khadijah. Setelah menjadi suami
Khadijah pun Muhammad juga tetap aktif berbisnis, termasuk
berdagang

di

pasar-


pasar

lokal

sekitar

kota

Mekkah.

Muhammad adalah seorang pedagang profesional dan selalu
menjunjung tinggi kejujuran ”ia mendapat julukan al-amin yang terpercaya).  Istilah pasar ini telah tercantum dalam Al
Qur an surat Al Furqaan ayat 7 yang berbunyi sebagai berikut:

7.

Dan mereka berkata: "Mengapa rasul itu memakan

makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak

diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu
memberikan peringatan bersama- sama dengan dia?
Dalam tafsir Ibnu Katsir, ayat 7 surat Al Furqaan ini ditafsirkan
menyatu dengan ayat 8 sampai dengan 14 yang berisi tentang
ucapan orang-orang kafir tentang diri Rasulullah saw, bantahan
atas mereka dan penjelasan tentang tempat menetap abadi
mereka di neraka.  Surat Al Furqaan merupakan salah satu surat
yang diturunkan di Mekah sehingga digolongkan sebagai surat
Makkiyyah.  Sebagaimana surat-surat Makkiyah lainnya, surat Al
Furqaan ini banyak membahas mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan masalah tauhid.  Dalam surat Al Furqaan ayat 7 s.d 14
tersebut, Allah SWT melukiskan kerusakan, pententangan dan
tingkah laku orang-orang kafir yang selalu mendustakan
kebenaran

tanpa

menguatkannya. 

ada


dalil

Penentangan

dan

argumentasi

orang-orang

kafir

yang
kepada

Rasulullah saw hanya mendasarkan kepada alasan mengapa
Muhammad saw seperti manusia pada umumnya yaitu makan
makanan seperti mereka ”membutuhkan makanan) dan berjalan
di pasar-pasar untuk mencari nafkah dan berdagang. Mengapa

tidak diturunkan kepada Muhammad saw, malaikat dari Allah
SWT yang akan menyaksikan kebenaran pengakuannya.  Dalam
ayat 8 s.d 14 ini Allah SWT menjelaskan bahwa orang kafir telah
menuduh Muhammad saw sebagai tukang sihir, seorang

pendusta dan seorang penyair dan semua tuduhan tersebut
adalah ucapan bathil.  Orang yang keluar dari jalan kebenaran
dan jalan hidayah, niscaya akan tersesat kemanapun ia
berjalan.  Allah SWT memberikan khabar gembira kepada nabi
Muhammad saw bahwa jika Allah SWT berkehendak, nicaya Dia
mampu mendatangkan anugerah yang jauh lebih besar, lebih
utama, lebih berharga dari apa yang orang kafir katakan.   
Orang-orang kafir telah mendustakan hari kiamat, sehingga
berani mengucapkan hal-hal yang nista. 

Allah SWT telah

menyediakan  untuk orang-orang kafir berupa adzab yang pedih
dan panas yang tidak meungkin dapat dibendung kepedihannya
yaitu neraka jahannam.

                      Allah SWT menegaskan kembali mengenai diri rasulrasul–Nya dalam ayat 20 surat Al Furqaan, yang berbunyi
sebagai berikut:

20.

Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu,

melainkan

mereka

sungguh

memakan

makanan

dan

berjalan di pasar-pasar. Dan kami jadikan sebahagian

kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu
bersabar?; dan adalah Tuhanmu maha Melihat .
Pada ayat ini, Allah SWT menegaskan bahwa rasul-rasul utusan
Allah SWT adalah manusia biasa yang makan makanan dan
membutuhkan tenaga dengan cara makan dan berjalan di pasarpasar.  Allah SWT menjadikan para rasul berhiaskan pribadipribadi yang terpuji, sifat-sifat yang baik, ucapan-ucapan yang
bijak, akhlak yang sempurna, mukjizat yang agung serta dalildalil yang diterima akal. 

Allah SWT menjadikan sebagian

manusia sebagai ujian bagi sebagian yang lain agar Allah SWT
mengetahui diantara hamba-Nya yang taat dan yang durhaka.
            Dalam surat Al Baqarah ayat 198, Allah SWT berfirman :

198. Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia ”rezki
hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah
bertolak

dari

“Arafat,


berdzikirlah

kepada

Allah

di

Masy“arilharam[125]. Dan berdzikirlah ”dengan menyebut)
Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan
sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk
orang-orang yang sesat .
[125]. Ialah bukit Quzah di Muzdalifah.

                      Imam Bukhori meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia
berkata, Ukazh, Majannah dan Dzulmajaz adalah pasar pada
masa jahiliyah.  Mereka merasa berdosa berdagang pada musim
haji, sehingga turunlah ayat


Dan tidak ada dosa bagimu

mencari karunia ”rizki hasil perniagaan) dari Rabb-mu . 
Abu Dawud dan selainnya juga meriwayatkan dari Ibu Abbas ra,
ia berkata, Mereka sangat takut berjual beli dan berdagang di
musim haji, mereka mengatakan bahwa musim haji adalah harihari untuk berdzikir, maka turunlah ayat tersebut.  Ibnu Jarir
meriwayatkan dari Abu Umaimah, ia berkata, Aku mendengar
ibnu Umar ditanya tentang seseorang yang menunaikan ibadah
haji sambil berdagang.  Maka ia membacakan ayat, Dan tidak
ada dosa bagimu mencari karunia ”rizki hasil perniagaan)
dari Rabb-mu .  Imam Ahmad meriyatkan dari Abu Umamah
at-Taimi, ia menceritakan,

Aku pernah berkata kepada Ibnu

Umar ra. Sesungguhnya kami adalah penjual jasa, apakah kami
juga termasuk orang yang berhaji?

Ibnu Umar menjawab,

Bukankah kalian melakukan thawaf di Baitullah, datang ke
Arafah, melempar Jumrah, dan mencukur rambut kalian?
Benar,
berkata

jawab kami.  Lebih lanjut, Ibnu Umar Ibnu Umar
Seseorang pernah mendatangi Nabi saw lalu ia

menanyakan sesuatu seperti yang engkau tanyakan kepadaku,
dan beliau tidak menjwabnya hingga Jibril mendatangi beliau
dengan membawa ayat Dan tidak ada dosa bagimu mencari
karunia ”rizki hasil perniagaan) dari Rabb-mu .  Lalu nabi
saw memanggil seraya bersabda

Kalian adalah jamaah haji . 

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Shahih maula ”mantan budak)
Umar ra, ia berkata Aku bertanya, Wahai Amirul Mukminin,
apakah kalian berdagang ketika melaksanakan ibadah haji? Ia

menjawab, Bukankah penghidupan mereka itu dari musim haji? .
        
                      Setelah menjadi Rasul, Muhammad saw memang tidak
lagi menjadi pelaku bisnis secara aktif karena situasi dan
kondisinya

yang

tidak

memungkinkan.

Pada

saat

awal

perkembangan Islam di Mekkah Rasulullah saw dan masyarakat
muslim

mendapat

masyarakat

kafir

gangguan
Mekkah

dan

teror

”terutama

yang

suku

berat

Qurays,

dari
suku

Rasulullah saw sendiri) sendiri sehingga perjuangan dan
dakwah merupakan prioritas. Ketika masyarakat muslim telah
berhijrah ”bermigrasi) ke Medinah, peran Rasulullah bergeser
menjadi pengawas pasar atau al muhtasib. Beliau mengawasi
jalannya mekanisme pasar di Medinah dan sekitarnya agar tetap
dapat berlangsung secara Islami.  Pada saat itu mekanisme pasar
sangat dihargai. Beliau menolak untuk membuat kebijakan
penetapan harga manakala tingkat harga di Medinah pada saat
itu tiba-tiba naik. Sepanjang kenaikan terjadi karena kekuatan
permintaan dan penawaran yang murni, yang tidak dibarengi
dengan dorongan-dorongan monopolistik dan monopsonistik,
maka tidak ada alasan untuk tidak menghormati harga pasar.
Hal ini dijelaskan dalam hadits nabi sebagai berikut:
Anas bin Malik menuturkan bahwa pada masa Rasulullah saw
pernah terjadi harga-harga membubung tinggi. Para Sahabat
lalu berkata kepada Rasul, Ya Rasulullah saw tetapkan harga
demi kami. Rasulullah saw menjawab:

ُ ‫ﺍﻥ ﺍ َ ُﻫ َﻮ ﺍ ْ ُ َ ﻌ ُﺮ ﺍ ْ َﻘﺎ ِ ُﺾ ﺍ ْ َ ﺎ ِ ُﻂ ﺍ ﺮﺯ‬
‫ﺍﻕ َﻭﺍ‬
ِ ‫َﻻ ْﺭ ُﺟ ْﻮ ﺍ ْﻥ ﺍ ْ َﻘﻰ ﺍ َ َﻭ َ ْ َ ﺍ َﺣﺪٌ َ ْﻄ ُ ُ ِ ِ َ ْﻈ ِ َ ٍﺔ‬
‫ﺎﻝ‬
ٍ َ َ‫ﺩَ ٍﻡ َﻭﻻ‬
Sesungguhnya Allahlah Zat Yang menetapkan harga, Yang
menahan, Yang mengulurkan, dan yang Maha Pemberi
rezeki. Sungguh, aku berharap dapat menjumpai Allah
tanpa ada seorang pun yang menuntutku atas kezaliman
yang aku lakukan dalam masalah darah dan tidak juga
dalam masalah harta .   ”HR Abu Dawud, Ibn Majah dan atTirmidzi).

                      Para ulama menyimpulkan dari hadits tersebut bahwa
haram bagi penguasa untuk menentukan harga barang-barang
karena hal itu adalah sumber kedzaliman.  Masyarakat bebas
untuk melakukan transaksi dan pembatasan terhadap mereka
bertentangan dengan kebebasan ini.  Pemeliharaan maslahah
pembeli tidak lebih utama daripada pemeliharaan maslahah
penjual.    Apabila keduanya saling berhadapan, maka kedua
belah pihak harus diberi kesempatan untuk melakukan ijtihad
tentang maslahah keduanya.  Pewajiban pemilik barang untuk
menjual dengan harga yang tidak diridhainya bertentangan
dengan ketetapan Allah SWT.
            Dalam hadits lain diceritakan bahwa Abu Hurairah juga
menuturkan,

pernah

ada

seorang

laki-laki

mendatangi

Rasulullah saw Ia lalu berkata, Ya Rasulullah, tetapkanlah
harga.   Rasulullah saw menjawab, Akan tetapi, aku hanya
akan berdoa kepada Allah.  
berkata,

Ya

Rasulullah,

Lalu datang orang lain dan

tetapkanlah

menjawab:

harga

Beliau

ُ‫َ ْ ﺍ ُ َ ْﺨ ِ ُﺾ َﻭ َ ْﺮ َ ﻊ‬

Akan tetapi, Allahlah Yang menurunkan dan menaikkan
harga . ”HR Ahmad dan ad-Darimi).
                      Dalam hadist di atas jelas dinyatakan bahwa pasar
merupakan hukum alam ”sunatullah) yang harus dijunjung
tinggi. Tak seorangpun secara individual dapat mempengaruhi
pasar, sebab pasar adalah kekuatan kolektif yang telah menjadi
ketentuan Allah. Pelanggaran terhadap harga pasar, misalnya
penetapan harga dengan cara dan karena alasan yang tidak
tepat, merupakan suatu ketidakadilan ”zulm/injustice) yang akan
dituntut pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Sebaliknya,
dinyatakan bahwa penjual yang menjual dagangannya dengan
harga pasar adalah laksana orang yang berjuang di jalan Allah
”jihad fii sabilillah), sementara yang menetapkan sendiri
termasuk sebuah perbuatan ingkar kepada Allah.
                      Dari Ibnu Mughirah terdapat suatu riwayat ketika
Rasulullah s.a.w melihat seorang laki-laki menjual makanan
dengan harga yang lebih tinggi daripada harga pasar. Rasulullah
bersabda:

  Orang-orang yang datang membawa barang ke pasar ini
laksana orang berjihad fiisabilillah, sementara orang orang
yang menaikkan harga ”melebihi harga pasar) seperti orang
yang ingkar kepada Allah .
Penghargaan Islam terhadap mekanisme pasar berdasar pada
ketentuan Allah bahwa perniagaan harus dilakukan secara baik
dengan rasa suka sama suka ”antaradim

minkum/mutual

goodwill). Dalam Al Qur an surat An-Nisaa ayat 29, Allah SWT
berfirman:

29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka samasuka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu[287]; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu .
[287]. Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh
orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri,
karena umat merupakan suatu kesatuan. 

Allah melarang manusia memakan harta sesamanya dengan
cara bathil yaitu tidak sesuai dengan hukum syar i seperti riba,
judi dan hal serupa lainnya yang penuh dengan tipu daya.  Ibnu
Jarir berkata, Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, ada seseorang
menjual baju.  Si penjual berkata, Jika kamu suka anda dapat
mengambilnya dan jika tidak anda dapat mengembalikannya
dengan tambahan satu dirham. Karena kejadian tersebut, maka
Allah SWT menurunkan ayat Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil….. . 
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra ia berkata:
Tak kala Allah SWT menurunkan ayat tersbut, kaum muslimin
berkata,

Allah SWT telah melarang kita untuk makan harta

diantara kita dengan bathil.  Sedangkan makanan adalah harta
kita yang paling utama, sehingga tidak halal bagi kita makan di
tempat orang lain.  Bagaimana jadinya manusia?   Maka Allah

SWT setelah itu menurunkan surat An Nuur ayat 61 yang
berbunyi:

61. Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak ”pula) bagi
orang pincang, tidak ”pula) bagi orang sakit, dan tidak
AYAT DAN HADIS EKON…

”pula) bagi dirimu sendiri, makan ”bersama-sama mereka)
dirumah kamu sendiri atau dirumah bapak-bapakmu,

PENIMBUNAN BA…

1

dirumah ibu-ibumu, dirumah saudara- saudaramu yang
laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, dirumah
saudara

bapakmu

yang

laki-laki,

dirumah

saudara

bapakmu yang perempuan, dirumah saudara ibumu yang
laki-laki,

dirumah

saudara

ibumu

yang

perempuan,

dirumah yang kamu miliki kuncinya[1051] atau dirumah
kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan
bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu
memasuki

”suatu

rumah

dari)

rumah-rumah

”ini)

hendaklah kamu memberi salam kepada ”penghuninya yang
berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang
ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik.
Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya”Nya) bagimu,
agar kamu memahaminya .
[1051]. Maksudnya: rumah yang diserahkan kepadamu mengurusnya.  

            Dalam lanjutan ayat 29 surat An Nisaa

kecuali dengan

jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu , Allah SWT menegaskan janganlah manusia
menjalankan ”melakukan) sebab-sebab yang diharamkan dalam
mencari harta. 

Sebaliknya, lakukanlah perniagaan yang

disyariatkan, yang terjadi dengan saling meridhai antara penjual
dan pembeli. 

Jadikanlah hal itu sebagai sebab dalam

memperoleh harta benda.   Dalam ayat selanjutnya Allah SWT
berfirman Dan janganlah kamu membunuh dirimu .  Bunuh
diri dalam hal ini maksudnya adalah melakukan hal-hal yang
diharamkan oleh Allah SWT, melakukan kemaksiatan terhadapNya atau memakan harta diantara sesama dengan cara bathil. 
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu
memiliki makna bahwa apa yang Allah SWT larang atas manusia
adalah bukti kasih sayang Allah SWT terhadap manusia.

            Agar mekanisme pasar dapat berjalan dengan baik dan
memberikan
mutual
goodwilloleh
bagi
para pelakunya, maka nilaiTemplate Dynamic
Views. Diberdayakan
Blogger.
nilai moralitas mutlak harus ditegakkan. Secara khusus nilai
moralitas yang mendapat perhatian penting dalam pasar adalah
persaingan

yang

sehat

”fair

play),

kejujuran

”honesty),

keterbukaan ”tranparancy) dan keadilan ”justice). Nilai-nilai
AYAT DAN HADIS EKON…
PENIMBUNAN BA…

1

moralitas ini memiliki akar yang kuat dalam ajaran Islam,
sebagaimana dicantumkan dalam berbagai ayat Al Qur an.
  Untuk itulah Rasulullah telah menetapkan beberapa larangan
terhadap praktek praktek bisnis negatif yang dapat menganggu
mekanisme pasar yang Islami.
2. Hal-hal yang Dapat Mengganggu Mekanisme Pasar
            Struktur pasar monopoli, duopoli, oligopoli dan kompetisi
monopolistik akan mengganggu mekanisme pasar dengan cara
yang sistematis dan terstruktur. Struktur pasar. Dalam monopoli,
misalnya, terdapat halangan untuk masuk ”entry barrier) bagi
perusahaan lain yang ingin memasuki pasar sehingga tidak
terdapat persaingan antar produsen. Produsen monopolis dapat
saja mematok harga tinggi untuk memperoleh keuntungan di
atas normal ”monopolistic rent). Demikian pula pada bentuk
pasar lainnya, meskipun pengaruh distorsinya tidak sekuat
monopoli, akan mendistorsi bekerjanya mekanisme pasar yang
sempurna.
                      Selain itu juga terdapat faktor faktor insidental dan
temporer yang mengganggu mekanisme pasar, antara lain:
a.                Talaqqi rukban, yaitu mencegah masuknya pedagang desa
ke kota ”entry barrier), karena mengakibatkan pasar tidak
kompetitif.  Dalam hadits diceritakan bahwa Rasulullah saw
bersabda:

Janganlah kamu

papak

”pergi berjumpa

kafilah sebelum sampai di kota dan sebelum mereka
tahu harga pasar) barang yang dibawa ”dari luar kota).
Barang

siapa

dipapak

lalu

dibeli

dari

padanya

”sesuatu), maka apabila yang empunya ”barang itu)
datang ke pasar maka ia berhak khiyar ”hak untuk buat
menjadikan

atau

membatalkan

penjualan

sebelum

datang ke pasar . ”HR Muslim dari Abu Hurairah).
b.              Mengurangi timbangan, karena barang yang dijual dengan
harga yang sama untuk jumlah yang lebih sedikit. Allah

berfirman dalam surat Al Muthaffifin ayat 1-3 yang berbunyi
sebagai
berikut:
Template Dynamic
Views. Diberdayakan oleh Blogger.

1.

Kecelakaan

besarlah

bagi

orang-orang

yang

curang [1561] 
[1561].   Yang dimaksud dengan orang-orang yang curang di sini ialah
orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang.

2. ”yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran
dari orang lain mereka minta dipenuhi .

3. dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk
orang lain, mereka mengurangi .
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika Rasulullah
saw sampai ke Madinah, diketahui bahwa orang-orang
Madinah termasuk yang paling curang dalam takaran dan
timbangan. Maka Allah menurunkan ayat tersebut sebagai
ancaman

kepada

orang-orang

yang

curang

dalam

menimbang. Setelah ayat ini turun orang-orang Madinah
termasuk orang yang jujur dalam menimbang dan menakar.
”Diriwayatkan oleh an-Nasa“i dan Ibnu Majah dengan sanad
yang shahih yang bersumber dari Ibnu Abbas.)  Dalam surat
yang lain, Allah SWT menegaskan kembali larangan untuk
melakukan kecurangan dalam kegiatan perniagaan sebagai
berikut.

152.

Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim,

kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga
sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan
timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban
kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya.
Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu
berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat”mu)[519],
dan penuhilah janji Allah[520]. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat . ”QS. Al
An aam: 152)

[519]. Maksudnya mengatakan yang sebenarnya meskipun merugikan
kerabat sendiri.
[520]. Maksudnya penuhilah segala perintah-perintah-Nya.

Dan

35.

sempurnakanlah

takaran

apabila

kamu

menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar.
Itulah yang lebih utama ”bagimu) dan lebih baik
akibatnya . ”QS. Al Israa :35)

Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu

181.

termasuk orang- orang yang merugikan ; ”QS. Asy
Syu araa :181)

dan timbanglah dengan timbangan yang lurus .

182.

”QS. Asy Syu araa :182)

Dan janganlah kamu merugikan manusia pada

183.

hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka
bumi

dengan

membuat

kerusakan ;

”QS.

Asy

Syu araa :183)

84.

Dan kepada ”penduduk) Mad-yan ”Kami utus)

saudara mereka, Syu“aib. Ia berkata: "Hai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain
Dia.

Dan

janganlah

kamu

kurangi

takaran

dan

timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam
keadaan yang baik ”mampu) dan sesungguhnya aku
khawatir

terhadapmu

akan

azab

hari

yang

membinasakan ”kiamat)." ”QS. Huud: 84)

85.

Dan Syu“aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah

takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah
kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan

janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi
dengan membuat kerusakan . ”QS. Huud: 85)

85. Dan ”Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan[552] saudara mereka, Syu“aib. Ia berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan
bagimu

selain-Nya.

Sesungguhnya

telah

datang

kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka
sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah
kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran
dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat
kerusakan

di

muka

bumi

sesudah

Tuhan

memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu
jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman."  ”QS.
Al A raaf: 85)
[552].     Mad-yan adalah nama putera Nabi Ibrahim a.s. kemudian menjadi
nama kabilah yang terdiri dari anak cucu Mad-yan itu. Kabilah ini
diam di suatu tempat yang juga dinamai Mad-yan yang terletak di
pantai Laut Merah di tenggara Gunung Sinai.

c.                Menyembunyikan barang cacat, karena penjual mendapat
harga yang baik untuk kualitas yang buruk.  Rasulullah saw
pernah melalui satu timbunan ”bijian-bijian) makanan, lalu
Beliau masukkan tangannya dan basah. Beliau lantas
Apa ini hai penjual makanan?

berkata,

menjawab,

kena hujan ya Rasulullah ! . Rasulullah

kembali bertanya,
sebelah

Penjual itu

atas

Mengapa engkau tidak taruh ini di

supaya

orang-orang

dapat

melihat?

Barangsiapa menipu maka bukan dari golonganku ! ”HR
Penjual dan pembeli

Muslim dari Abu Hurairah). 
keduanya

bebas

memilih

selagi

keduanya

belum

berpisah. Jika mereka jujur dan jelas maka diberkahilah
”oleh

Allah)

jual

belinya

itu.

Tetapi

jika

mereka

menyembunyikan cacat dan dusta maka terhapuslah
keberkahan jual beli itu ”HR Bukhari-Muslim).
d.              Menukar kurma kering dengan kurma basah, karena
takaran kurma basah ketika kering tidak sama dengan
kurma kering yang ditukar.

e.         Menukar satu takar kurma kualitas bagus dengan dua takar
kurma kualitas sedang, karena setiap kualitas kurma
memiliki harga berbeda.
f.         Transaksi najasy yaitu penjual menyuruh orang lain memuji
barangnya atau menawar dengan harga tinggi agar orang
lain tertarik.  Dari Umar r.a ia berkata,

saya telah beli

minyak di pasar. Takkala sudah menjadi hak saya,
seorang laki-laki bertemu saya dan ia beri kepada saya
untung yang baik buat minyak itu. Ketika saya hendak
pukul tanganya ”tanda jadi jual beli), seseorang dari
belakang memegang siku saya, lalu saya berpaling
ternyata Zaid bin Tsabit. Ia berkata, Jangan jual ini di
mana tuan beli hingga dibawa ini ke tempat tuan,
karena Rasulullah melarang dijual barang-barang di
mana dibeli hingga dibawa pedagang-pedagang ke
tempat mereka ”HR Ahmad)
g.              Ikhtikar ”menimbun) yaitu mengambil keuntungan di atas
keuntungan normal dengan menjual lebih sedikit barang. 
Rasulullah telah melarang praktek ikhtikar, yaitu secara
sengaja

menahan

atau

menimbun

”hoarding)

barang,

terutama pada saat terjadi kelangkaan, dengan tujuan untuk
menaikkan harga di kemudian hari. Bersumber dari Said bin
al Musyyab dan Ma mar bin Abdullah al Adawi bahwa
Rasulullah s.a.w bersabda:

Tidaklah orang melakukan

ikhtikar itu melainkan berdosa   ”HR. Muslim, Ahmad dan
Abu

Dawud). 

Praktek

ikhtikar

akan

menyebabkan

mekanisme pasar terganggu, dimana produsen kemudian
akan menjual dengan harga yang lebih tinggi dari harga
normal.

Penjual

akan

mendapatkan

untung

besar

”monopolistic rent), sedangkan konsumen akan menderita
kerugian. Jadi, akibat ikhtikar maka masyarakat luas
dirugikan oleh sekelompok kecil yang lain. Agar harga
kembali pada posisi harga pasar maka pemerintah dapat
melakukan berbagai upaya menghilangkan penimbunan ini
”misalnya dengan penegakan hukum), bahkan juga dengan
intervensi harga.  Dengan harga yang ditentukan ini maka
para penimbun dapat dipaksa ”terpaksa) menurunkan
harganya dan melempar barangnya ke pasar. Tetapi, tidak
termasuk

dalam

ikhtikar

adalah

penumpukan

yang

dilakukan pada situasi ketika pasokan melimpah, misalnya
ketika terjadi panen besar, dan segera menjualnya ketika
pasar membutuhkannya. Dalam situasi panen besar seperti
ini maka bisa dibayangkan ketika tidak ada pihak yang
bersedia membeli/menumpuk hasil panen tersebut maka
harga yang terbentuk di pasar akan semakin melemah. Hal
ini justru merugikan petani yang dalam hal ini merupakan
kelompok besar dalam masyarakat.
h.              Ghaban faa-hisy besar yaitu menjual di atas harga pasar
akibat ketidaktahuan pembeli akan harga pasar.  Ibnu Umar
meriwayatkan masyarakat Arab biasa membeli bahan
pangan langsung dari pemilik unta, tetapi Nabi melarang
mereka membelinya sampai bahan itu dijual di pasar ”HR
Bukhari).
             
                      Islam memberi perhatian yang besar terhadap
kesempurnaan

mekanisme

pasar.

Mekanisme

pasar

yang

sempurna adalah resultan dari kekuatan yang bersifat masal
dan impersonal, yaitu merupakan fenomena alamiah. Pasar
yang bersaing sempurna dapat menghasilkan harga yang adil
bagi penjual maupun pembeli. Karenanya, jika mekanisme pasar
terganggu maka harga yang adil tidak akan tercapai.  Demikian
pula sebaliknya, harga yang adil akan mendorong para pelaku
pasar untuk bersaing dengan sempurna. Jika harga tidak adil
maka para pelaku pasar akan enggan untuk bertransaksi atau
terpaksa tetap bertransaksi dengan menderita kerugian. Oleh
karena itu Islam sangat memperhatikan konsep harga yang adil
dan mekanisme pasar yang sempurna.
3. Penetapan Harga ”Tasy ir)
            Jumhur ulama sepakat bahwa penetapan harga adalah
kebijakan yang tidak dianjurkan oleh ajaran Islam jika pasar
dalam situasi normal. Satu dari empat mazhab terkenal, yaitu
Hambali, menolak keras kebijakan penetapan harga ini. Ibnu
Qudamah ”1374 H) mengajukan dua argumentasi mengenai hal
ini, yaitu: Pertama, Rasulullah saw tidak pernah menetapkan
harga walaupun penduduk menginginkannya ”sebagaimana
hadist di atas). Jika penetapan harga ini dibolehkan niscaya

Rasulullah s.a.w akan melaksanakannya; Kedua, menetapkan
harga adalah ketidakadilan ”zulm) yang dilarang.
                      Ulama fikih sepakat menyatakan bahwa ketentuan
penetapan harga ini tidak dijumpai dalam Al-Qur an. Adapun
dalam hadits Rasulullah saw dijumpai beberapa riwayat yang
menurut logikanya dapat diinduksikan bahwa penetapan harga
itu dibolehkan dalam kondisi tertentu. Faktor dominan yang
menjadi

landasan

kesepakatan

ulama

hukum
fikih

at-tas ir
adalah

al

jabari,

al-maslahah

menurut

al-mursalah

”kemaslahatan).
            Hadits Rasulullah Saw yang berkaitan dengan penetapan
harga adalah suatu riwayat dari Anas bin Malik. Dalam riwayat
itu dikatakan: Pada zaman Rasulullah saw terjadi lonjakan
harga

di

pasar,

lalu

sekelompok

orang

Rasulullah saw seraya mereka berkata:

menghadap

Ya Rasulullah,

harga-harga dipasar melonjak begitu tinggi, tolong patoklah
harga tersebut .  Rasulullah saw menjawab, sesungguhnya
Allahlah yang ”pada hakekatnya) menetapkan harga, dan
menurunkannya,

melapangkan

dan

meluaskan

rezki.

Janganlah seseorang diantara kalian menuntut saya untuk
berlaku zalim dalam soal harta maupun nyawa

”HR

Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan
Ibnu Hibban). Senada dengan hadis ini riwayat dari jalur Abu
Hurairah oleh al-Baihaki. 

Ulama fikih menyatakan bahwa

kenaikan harga yang terjadi di zaman Rasulullah saw tersebut
bukanlah oleh tindakan sewenang-wenang dari para pedagang,
tetapi karena memang komoditas yang ada terbatas. Sesuai
dengan hukum ekonomi apabila stok terbatas, maka wajar harga
barang tersebut naik.  Oleh sebab itu, dalam keadaan demikian
Rasulullah saw tidak mau campur tangan membatasi harga
komoditas dipasar tersebut, karena policy dan tindakan seperti
ini dapat menzalimi hak para pedagang.  Padahal, Rasulullah
saw tidak akan mau dan tak akan pernah berbuat zalim kepada
semua manusia, tidak terkecuali kepada pedagang dan pembeli.
Dengan demikian, menurut para ahli fikih, apabila kenaikan
harga itu bukan karena ulah para pedagang, maka pihak
pemerintah tidak boleh ikut campur dalam masalah harga
tersebut, karena perbuatan itu bisa menzalimi para pedagang. 
Apabila kenaikan harga barang di pasar disebabkan ulah para

spekulan dengan cara menimbun barang, sehingga stok barang
di pasar langka dan menipis sehingga harga melonjak dengan
tajam maka sebagian besar ”jumhur) ulama terutama dari
kalangan mazhab Hanafi, Maliki dan Hanbali seperti Ibnu
Qudamah, Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim al-Jauziyah, ulama
mazhab Hanafi seperti Abu Yusuf berpendapat bahwa dalam
situasi lonjakan harga secara fantastis karena ulah para
spekulan dan pedagang pihak pemerintah dapat mengambil
tindakan

tegas

mematoknya

dalam
secara

rangka
adil

pengendalian

dengan

harga

dan

mempertimbangkan

kepentingan pedagang maupun pembeli. Alasan mereka adalah
pemerintah dalam syariat Islam memiliki fungsi, peran dan
kewenangan untuk mengatur kehidupan masyarakat demi
kemaslahatan bersama mereka.
                      Ibnu Qudamah, Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim
membagi bentuk penetapan harga tersebut kepada dua macam
kategori, yaitu: penetapan harga yang bersifat dzalim dan
penetapan harga yang bersifat adil. Penetapan harga yang
bersifat dzalim adalah pematokan harga yang dilakukan
pemerintah tidak sesuai dan tidak logis dengan kondisi
mekanisme pasar akibat terbatasnya pasokan komoditas dan
langkanya barang dan jasa sementara permintaan sangat
banyak dan tanpa mempedulikan kemaslahatan para pedagang. 
Penetapan harga yag dibolehkan dan bahkan wajib dilakukan
menurut mereka adalah ketika terjadinya lonjakan harga yang
cukup tajam, signifikan, masif dan fantastis menurut bukti
akurat disebabkan oleh ulah para spekulan dan pedagang. Akan
tetapi pematokan harga tersebut juga harus dilakukan dalam
batas adil dengan memperhitungkan biaya produksi, biaya
distribusi, transportasi, modal dan margin keuntungan bagi para
produsen maupun pedagang.  Alasan mereka adalah sebuah
riwayat tentang kasus Samurah bin Jundub yang tidak mau
menjual pohon kurmanya kepada seorang keluarga Anshar.
Pohon kurma Samurah ini kebetulan tumbuh dengan posisi
miring dan condong ke kebun keluarga Anshar. Apabila
Samurah akan memetik buah atau membersihkan pohon
kurmanya itu, ia harus masuk ke perkebunan keluarga Anshar
ini, padahal di kebun kebun Anshar itu sendiri banyak tanaman
yang dapat terinjak oleh Samurah.  Akhirnya keluarga Anshar

ini melaporkan persoalan itu kepada Rasulullah saw dan beliau
meresponnya dengan menyuruh Samurah menjual pohon
kurmanya yang tumbuh miring ke kebun keluarga Anshar tadi.
Namun

Samurah

enggan

menjualnya,

maka

Rasulullah

memerintahkan kepada sahabat Anshar ini untuk menebang
pohon kurma yang bermasalah tersebut, seraya berucaap
kepada Samurah: Kamu ini orang yang memberi mudharat
kepada orang lain. ”HR. Bukhari dan Muslim).  Berdasarkan
metodologi

ijtihad

analogis

”qiyas),

disimpulkan

bahwa

kemudharatan yang diderita masyarakat banyak oleh ulah para
pedagang dan spekulan lebih layak dan semestinya ”aulawi)
untuk dihilangkan dengan pematokan harga dan bahkan
perintah jual secara paksa oleh pihak pemerintah dari pada
perlakukan Rasulullah terhadap Samurah tersebut. Demikian
halnya kasus ini dapat dianalogikan dengan pesan implisit dari
hadits yang menyatakan bahwa cidera janji orang yang mampu
untuk membayar hutang merupakan sebuah kezaliman sehingga
pantas dicela dan dikenakan sanksi. ”HR.Bukhari dan Muslim). 
Berdasarkan riwayat ini para ulama membolehkan hakim untuk
memaksanya untuk membayar hutang dan mengeksekusi
hartanya serta menjualnya untuk membayar hutang. Disamping
itu, Imam al-Ghazali seorang tokoh ulama fiqih dari mazhab
Syafi i mengqiyaskan diperbolehkannya pematokan harga oleh
pemerintah ini kepada ketetapan hukum fiqih diperbolehkannya
pemerintah

mengambil

harta

orang-orang

kaya

untuk

memenuhi kebutuhan persenjataan dalam situasi darurat dan
krisis modal pertahanan.

Diposkan 3rd October 2014 oleh irwanto krc
0

Tambahkan komentar

Masukkan komentar Anda...

Beri komentar sebagai:

Publikasikan

Pratinjau

Unknown (Google)

Keluar

Beri tahu saya