Pengaruh benzyl adenine (BA) terhadap pertumbuhan eksplan dua kultivar krisan (Dendranthema grandiflora Tzelev Syn.) secara in vitro

PENGARUH BENZYL ADENINE (BA) TERHADAP
PERTUMBUHAN EKSPLAN DUA KULTIVAR KRISAN
(Dendranthema grandiflora Tzelev Syn.) SECARA IN VITRO

Oleh
Umar Syaifan
A34104027

PROGRAM STUDI AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

RINGKASAN

UMAR SYAIFAN. Pengaruh Benzyl Adenine (BA) terhadap
Pertumbuhan Eksplan Dua Kultivar Krisan (Dendranthema grandiflora
Tzelev Syn.) secara In Vitro. Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh zat pengatur tumbuh
(BA) bagi pertumbuhan eksplan dua kultivar krisan secara in vitro. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Juni hingga September 2009 di Laboratorium Kultur
Jaringan Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas, Jawa Barat.
Penelitian menggunakan rancangan perlakuan faktorial dengan dua faktor
yang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Dua faktor tersebut
adalah konsentrasi BA (µM) dan kultivar krisan. Konsentrasi BA terdiri dari lima
taraf, yaitu 0.00 µM, 2.22 µM, 4.44 µM, 6.66 µM dan 8.88 µM. Faktor kedua
kultivar krisan, terdiri dari kultivar Puspita Nusantara dan Puspita Asri. Terdapat
10 kombinasi perlakuan dimana setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan, sehingga
terdapat 30 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri dari 6 botol
kultur yang berisi 3 eksplan per botol.
Pengamatan terhadap beberapa peubah dilakukan pada 6, 7 dan 8 MST.
Peubah yang diamati adalah persentase tumbuh, jumlah tunas, tinggi tunas, waktu
inisiasi tunas, jumlah daun per tunas, jumlah daun per eksplan, panjang ruas.
Pengamatan dilakukan pada dua tahap, yaitu pada tahap kultur in vitro di
laboratorium dan pada tahap aklimatisasi di rumah plastik.
Persentase tumbuh eksplan krisan kultivar Puspita Asri dan Puspita
Nusantara pada 1 MST mencapai 100 %. Rekapitulasi sidik ragam menunjukkan
bahwa perlakuan berpengaruh terhadap kemampuan eksplan untuk tumbuh. Hasil
analisis ragam menunjukkan konsentrasi BA berpengaruh nyata terhadap jumlah
tunas, tinggi tunas, jumlah daun total dan panjang ruas pada tahap kultur in vitro.

Perlakuan BA 0.00 µM (Kontrol) mampu menghasilkan tunas tertinggi
(9.79 cm) dan panjang ruas terpanjang (0.87 cm), BA 6.66 µM menghasilkan
jumlah tunas terbanyak (8.71 tunas), sedangkan BA 4.44 µM mendorong eksplan
membentuk daun per eksplan yang terbanyak (51.54 daun).

Kultivar krisan tidak berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah daun
pada 6 MST dan 7 MST. Kultivar krisan berpengaruh sangat nyata terhadap waktu
inisiasi tunas, tinggi tunas, panjang ruas, jumlah tunas pada 7 dan 8 MST, serta
jumlah daun per tunas pada 8 MST. Kultivar Puspita Asri cenderung memiliki
tinggi tanaman, ruas yang lebih panjang dan jumlah tunas yang lebih banyak
dibandingkan kultivar Puspita Nusantara.
Interaksi antara BA dan kultivar krisan tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah tunas, jumlah daun per tunas, jumlah daun per eksplan, tinggi tunas dan
panjang ruas pada tahap kultur in vitro. Namun demikian, interaksi antara BA dan
kultivar krisan berpengaruh nyata terhadap waktu inisiasi tunas. Kultivar Puspita
Asri yang diberi perlakuan BA 0.00 µM (Kontrol) memiliki waktu inisiasi
tercepat (2.77 HST).
Pada tahap aklimatisasi, interaksi antara BA dan kultivar krisan
berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan panjang ruas pada 8
MST, sedangkan untuk jumlah tunas dan panjang ruas pada 2 dan 4 MST,

interaksi antara BA dan kultivar krisan tidak berpengaruh. Pada tahap
aklimatisasi, interaksi perlakuan

BA 2.22 µM dengan kultivar Puspita Asri

menghasilkan tanaman tertinggi (19.16 cm), ruas terpanjang (1.26) cm pada 6
MST dan jumlah daun terbanyak (17.55 daun).

PENGARUH BENZYL ADENINE (BA) TERHADAP
PERTUMBUHAN EKSPLAN DUA KULTIVAR KRISAN
(Dendranthema grandiflora Tzelev Syn.) SECARA IN VITRO

Skripsi
Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh
Umar Syaifan
A34104027


PROGRAM STUDI AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian

:PENGARUH BENZYL ADENINE (BA) TERHADAP
PERTUMBUHAN

EKSPLAN

DUA

KULTIVAR

KRISAN (Dendranthema grandiflora Tzelev Syn.)
SECARA IN VITRO

Nama Mahasiswa

: Umar Syaifan

NRP

: A34104027

Program Studi

: Agronomi

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi
NIP. 19650719 199512 001

Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian


Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 19571222 198203 1 002

Tanggal lulus

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 2 Januari 1986. Penulis adalah
anak ke empat keluarga Hartono dan Ir. Darliah, MS dengan tiga orang kakak
yang bernama Royan Abdu Azziz, Putri Veraning Bekti dan Miranti.
Penulis menempuh pendidikan di Taman Kanak-kanak Aisiyah Cipanas
pada tahun 1990 sampai tahun 1992. Tahun 1992 sampai 1998 penulis
menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Cipanas 1. Tahun 1998 sampai
tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Pacet. Pada tahun 2001
penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Sukaresmi dan lulus tahun
2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) sebagai mahasiswa Program
Studi Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alah SWT karena berkat rahmat
dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
”Pengaruh Benzyl Adenin (BA) terhadap Pertumbuhan Esplan Dua Kultivar
Krisan (Dendranthema grandiflora Tzelev Syn.) Secara In Vitro”. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat kelulusan mahasiswa Program Studi Agronomi,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari pengaruh
konsentrasi BA terhadap pertumbuhan dua kultivar krisan, yaitu Puspita Asri dan
Puspita Nusantara. Akhirnya penulis hanya berharap kepada Allah SWT semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2010

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi yang telah meluangkan banyak waktunya untuk
membimbing, mengarahkan, dan banyak membantu dengan penuh kesabaran
selama penelitian sampai penyelesaian penulisan skripsi.
2. Dr. Ir Faiza C. Suwarno, MS dan Dr. Ir Eny Widajati, MS atas masukannya
untuk perbaikan skripsi serta kesediaannya menjadi dosen penguji.
3. Dr. Ir. Maya Melati, MS atas bimbingan akademik yang telah diberikan
kepada penulis.
4. Ibu Eka Febrianty, Ibu Siti Hajar, Bapak Yana dan Ibu Atik yang memberikan
arahan dan bantuan kepada penulis selama bekerja di Laboratorium Kultur
Jaringan Kebun Percobaan Cipanas Balithi (Balai Penelitian Tanaman Hias).
5. Bapak, Ibu dan Kakak-kakak yang selalu memberi dukungan baik moril
maupun materi serta motivasi yang tiada habisnya kepada penulis.
6. Teman-teman Agronomi 41, teman-teman pondok Arjuna, saudara-saudaraku
dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas bantuan, doa,
semangat, dan kerja samanya.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ........................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................

iv

PENDAHULUAN
Latar Belakang ...................................................................................

1

Tujuan.................................................................................................

3

Hipotesis ............................................................................................

3


TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Krisan .................................................................................

4

Varietas Krisan yang Dikembangkan di Indonesia ............................

4

Perbanyakan Krisan............................................................................

7

Kultur Jaringan Tanaman Krisan . .....................................................

7

Aklimatisasi ........................................................................................


11

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat .............................................................................

12

Alat dan Bahan ...................................................................................

12

Metode Penelitian ...............................................................................

12

Pelaksanaan Penelitian .......................................................................

13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum ...................................................................................

17

Tahap Kultur In Vitro
Waktu Inisiasi Tunas ..........................................................................

18

Jumlah Tunas......................................................................................

21

Tinggi Tunas ......................................................................................

22

Jumlah Daun per Tunas .....................................................................

24

Jumlah Daun per Eksplan ...................................................................

25

Panjang Ruas ......................................................................................

27

Tahap Aklimatisasi
Tinggi tanaman ...................................................................................

30

Jumlah Daun .......................................................................................

30

Jumlah Tunas......................................................................................

31

Panjang Ruas ......................................................................................

32

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .......................................................................................

34

Saran ...................................................................................................

34

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

35

LAMPIRAN ..................................................................................................

40

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman
Teks

1. Rekapitulasi sidik ragam Pengaruh BA dan Kultivar terhadap
Pertumbuhan Eksplan Krisan .....................................................................

19

2. Pengaruh Interaksi BA dan Kultivar Krisan terhadap Waktu Inisasi
Tunas ..........................................................................................................

20

3. Pengaruh BA dan Kultivar Krisan terhadap Jumlah Tunas .......................

21

4. Pengaruh BA dan Kultivar Krisan terhadap Tinggi Tunas ........................

23

5. Pengaruh BA dan Kultivar Krisan terhadap Jumlah Daun per Tunas .....

25

6. Pengaruh BA dan Kultivar Krisan terhadap Jumlah Daun per Eksplan ....

26

7. Pengaruh BA dan Kultivar Krisan terhadap Panjang Ruas .......................

28

8. Pengaruh Interaksi BA dan Kultivar Krisan terhadap Tinggi Tanaman
Saat Aklimatisasi.......................................................................................

30

9. Pengaruh Interaksi BA dan Kultivar Krisan terhadap Jumlah Daun
Saat Aklimatisasi........................................................................................

31

10. Pengaruh Interaksi BA dan Kultivar Krisan terhadap Panjang Ruas
Saat Aklimatisasi......................................................................................

32

Lampiran
1. Komposisi media Murashige dan Skoog ..................................................

40

2. Deskripsi Kultivar Puspita Nusantara ........................................................

41

3. Deskripsi Kultivar Puspita Asri .................................................................

41

4. Sidik Ragam Pengaruh BA, Kultivar dan Interaksinya terhadap
Waktu Inisiasi Tunas ..................................................................................

42

5. Sidik Ragam Pengaruh BA, Kultivar dan Interaksinya terhadap
Jumlah tunas ..............................................................................................

42

6. Sidik Ragam Pengaruh BA, Kultivar dan Interaksinya Terhadap
Tinggi Tunas pada 6 dan 7 MSK ..............................................................

43

7. Sidik Ragam Pengaruh BA, Kultivar dan Interaksinya Terhadap
Tinggi Tunas pada 8 MSK .......................................................................

43

8. Sidik Ragam Pengaruh BA, Kultivar dan Interaksinya terhadap
Jumlah Daun per Tunas ............................................................................

44

9. Sidik Ragam Pengaruh BA, Kultivar dan Interaksinya terhadap
umlah Daun per eksplan ..........................................................................

45

10. Sidik Ragam Pengaruh BA, Kultivar dan Interaksinya terhadap
Panjang Ruas pada 6 dan 7 MSK ..............................................................

45

11. Sidik Ragam Pengaruh BA, Kultivar dan Interaksinya terhadap
Panjang Ruas pada 8 MSK......................................................................

46

12. Sidik Ragam Pengaruh BA, Kultivar dan Interaksinya terhadap
Tinggi Tanaman Saat Aklimatisasi .........................................................

46

13. Sidik Ragam Pengaruh BA, Kultivar dan Interaksinya terhadap
Jumlah daun Saat aklimatisasi ...............................................................

47

14. Sidik Ragam Pengaruh BA, Kultivar dan Interaksinya terhadap
Jumlah Tunas Saat Aklimatisasi .............................................................

47

15. Sidik Ragam Pengaruh BA, Kultivar dan Interaksinya terhadap
Panjang Ruas Krisan Saat Aklimatisasi ...................................................

48

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman
Teks

1. Keragaan Mahkota Bunga Krisan Kultivar Puspita Asri ...........................

5

2. Krisan Mahkota Bunga Krisan Kultivar Puspita Nusantara ......................

6

3. Struktur Kimia BA (Benzyl Adenine) .......................................................

11

4. Kondisi Awal Eksplan yang Diperoleh dari Stek Buku Tunggal
Krisan dalam Botol Bultur yang Berisi Media MS0 ..................................
5. Kondisi Eksplan Saat Kemunculan Tunas Pertama pada 1 MSK ..............
6. Analisis Regresi Pengaruh Konsentrasi BA terhadap Jumlah
Tunas Krisan ..............................................................................................
7. Kondisi Awal Planlet Krisan saat Aklimatisasi .........................................

17
20
22
29

Lampiran
1. Kondisi Botol-botol Percobaan pada Rak Kultur ......................................

48

2. Planlet Krisan Kultivar Puspita Nusantara pada 8 MSK dengan
Berbagai Kombinasi Perlakuan BA ..........................................................

49

3. Planlet Krisan Kultivar Puspita Asri pada 8 MSKT dengan
Berbagai Kombinasi Perlakuan ................................................................

49

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman hias merupakan salah satu tanaman hortikultura yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki keindahan serta daya tarik tertentu,
yang digunakan untuk keperluan hiasan di dalam dan di luar ruangan. Sebagai
salah satu komoditas yang mengandung arti ekonomi tinggi, tanaman hias dapat
diusahakan menjadi suatu usaha yang menjanjikan keuntungan besar
Permintaan nasional akan tanaman hias dan bunga potong meningkat
sejalan dengan peningkatan pembangunan perumahan, hotel, pariwisata dan
kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini membangkitkan minat dan membuka
peluang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha tani dan pemasaran
tanaman hias. Kebutuhan tanaman hias dan bunga potong dalam dan luar negeri
menunjukkan prospek yang baik dan cenderung meningkat sejalan dengan
peningkatan pendapatan masyarakat.
Krisan (Dendranthema grandiflora) merupakan salah satu komoditas
tanaman hias yang banyak diminati masyarakat. Di Indonesia, permintaan
terhadap bunga krisan meningkat 25% per tahun, bahkan di tahun 2003
permintaan pasarnya meningkat 31,62%. Ekspor bunga potong krisan ke luar
negeri seperti Belanda, Brunei, Singapura, Jepang, dan UEA mencapai 43 juta
tangkai (Dirjen Hortikultura, 2007).
Krisan merupakan bunga potong dan bunga pot yang memiliki nilai
ekonomi tinggi, sehingga prospeknya sangat baik. Pasar potensial bunga krisan
antara lain Jerman, Inggris, Italia, Swiss, Amerika Selatan, Australia, Swedia,
Denmark, Jepang dan negara lainnya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan bunga
krisan dalam negeri dan luar negeri (ekspor), Indonesia berpeluang untuk
mengembangkan usaha bunga krisan.
Meningkatnya permintaan bunga potong krisan ini harus diimbangi
dengan kemampuan penyediaan benihnya. Situasi tersebut memberi peluang bagi
petani produsen dan pengusaha bunga krisan untuk meningkatkan kuantitas,
kualitas dan kontinuitas produksi bunga krisan yang sesuai dengan permintaan
pasar (Marwoto dkk., 1999). Produksi bunga potong krisan pada tahun 2006 dan

2007 di Indonesia berturut-turut mencapai 63.716.256 dan 66.979.260 tangkai.
Produksi bunga potong krisan tersebut mengungguli mawar, sedap malam, gladiol
dan anggrek (Dirjen Hortikultura 2007).
Untuk mengimbangi permintaan konsumen yang terus meningkat setiap
tahun, para pengusaha atau petani krisan membeli benih tanaman krisan dari
produsen luar negeri. Salah satu kendala yang dihadapi dalam produksi krisan
ialah penyediaan benih tanaman yang seragam, bermutu tinggi dan sehat dalam
jumlah yang banyak dan dengan waktu yang relatif singkat.
Krisan diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman
krisan secara generatif jarang dilakukan karena sulit dan bersifat heterozigot
(keturunan biji tidak sama dengan induknya). Selain itu, perbanyakan secara
generatif memerlukan waktu yang lama dan penangan khusus. Perbanyakan krisan
secara vegetatif umumnya melalui stek pucuk, anakan dan kultur jaringan.
Usaha produksi krisan di Indonesia dihadapkan pada beberapa kendala,
antara lain ketergantungan pada bibit dari luar negeri seperti Belanda, Jerman,
Amerika Serikat, dan Jepang yang harganya mahal. Selain itu, bila tanaman akan
diperbanyak perlu membayar royalti 10% dari harga jual tiap tangkainya. Kondisi
tersebut menyebabkan harga jual bibit tinggi dan menurunkan keuntungan petani
atau pengusaha tanaman krisan. Masalah lain adalah degenerasi bibit, yaitu
penurunan mutu benih sejalan dengan bertambahnya umur tanaman.
Perbanyakan benih krisan secara intensif dan ekstensif sangat diperlukan,
salah satunya dapat dilakukan melalui teknik kultur jaringan. Produksi benih
merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pengembangan suatu jenis
tanaman. Namun benih/bibit dari suatu varietas unggul yang dihasilkan para
pemulia jumlahnya sangat terbatas, sedangkan benih tanaman yang dibutuhkan
jumlahnya sangat banyak.
Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) telah banyak menghasilkan
varietas unggul krisan antara lain yaitu Puspita Nusantara, Puspita Kencana,
Sakuntala, Nyi Ageng Serang, Dewi Sartika, Purbasari, Dewi Ratih, Pitaloka, Cut
Nyak Dien dan Puspita Asri. Keberhasilan teknik kultur jaringan terhadap varietas
tersebut melatarbelakangi untuk dilakukannya penelitian teknik penanaman kultur
jaringan terhadap dua kultivar krisan, yaitu Puspita Nusantara dan Puspita Asri.

Pada penelitian ini diberikan BA yang merupakan salah satu jenis sitokinin yang
diharapkan mendorong organogenesis eksplan. Pemberian BA yang termasuk
dalam golongan sitokinin sering digunakan pada berbagai penelitian tanaman hias
yang ditumbuhkan secara in vitro.
Sitokinin dan auksin ditambahkan ke dalam media kultur untuk
merangsang pembelahan sel dan mengendalikan diferensiasi eskplan (Hatman et
al., 1990). Sitokinin seperti benzyl adenin memacu pertunasan pada perbanyakan
klonal tanaman krisan (Chakrabarty et al., 2000), dan lili (Darliah, et al., 2001).
Auksin biasa ditambahkan ke dalam media perakaran, seperti NAA pada tanaman
lili (Darliah et al., 2001), krisan (Chakrabarty et al., 2000) dan IAA pada krisan
(Marwoto et al., 2004).

Dengan demikian teknologi kultur in vitro dapat

digunakan sebagai teknologi pilihan untuk perbanyakan tanaman krisan.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi BA dan
kultivar krisan terhadap pertumbuhan

eksplan krisan secara in vitro dan

aklimatisasinya.

Hipotesis
1. Terdapat perbedaan respon pertumbuhan eksplan pada pemberian BA dengan
konsentrasi yang berbeda.
2. Terdapat perbedaan respon pertumbuhan eksplan dengan digunakannya
kultivar krisan yang berbeda.
3. Terdapat interaksi antara BA dengan kultivar krisan terhadap pertumbuhan
planlet in vitro dan saat aklimatisasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Krisan
Tanaman krisan (Dendranthema grandiflora Tzelev Syn.) atau dikenal
dengan

nama

Seruni

atau

Bunga

emas

termasuk

ke

dalam

famili

Compositae/Asteraceae yang berasal dari daratan Cina, daerah subtropik Asia
Timur. Tanaman ini merupakan tanaman bunga hias berupa perdu (Widyawan,
1994).
Krisan merupakan salah satu jenis tanaman hias yang mempunyai prospek
pasar yang cerah untuk dikembangkan sebagai bunga potong dan tanaman pot.
Krisan potong umumnya digunakan sebagai bahan dekorasi ruangan, rangkaian
besar maupun jambangan bunga. Krisan pot banyak digunakan sebagai penghias
di lobi hotel maupun rumah tinggal (Sanjaya, 1996).
Krisan merupakan tanaman semusim dan tahunan yang berkerabat dekat
dengan dahlia, bunga matahari dan marigold. Dalam klasifikasi terbaru genus
Chrisanthemum diubah menjadi Dendranthema. Menurut ahli botani, tanaman
krisan diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Sub Divisio

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Asterales

Famili

: Asteraceae / Compositae

Genus

`

Spesies

: Dendranthema
: Dendranthema grandiflora

Varietas Krisan yang Dikembangkan di Indonesia
Terdapat beberapa masalah dalam pengembangan krisan di Indonesia.
Selama ini krisan yang ditanam petani merupakan hasil introduksi, dengan
demikian bahan tanam krisan harus selalu didatangkan dari luar negeri terutama
Belanda. Masalah lain yang ditemui adalalah perlunya merakit kultivar krisan
baru, mengingat kultivar krisan yang lama sudah kurang diminati konsumen.

Dalam upaya untuk mengatasi masalah tersebut, Balai Penelitian Tanaman
Hias (Balithi) telah menghasilkan varietas krisan antara lain Puspita Nusantara,
Puspita Kencana, Sakuntala, Nyi Ageng Serang, Dewi Sartika, Purbasari, Dewi
Ratih, Pitaloka, Cut Nyak Dien dan Puspita Asri. Pengembangan varietas krisan
tersebut dilaksanakan oleh Unit Pengelolaan Benih Sumber Balithi. Varietasvarietas tersebut sudah ditanam di sentra produksi krisan di Jawa barat, Jawa
Tengah, Sumatra utara dan Sumatra Selatan (Soedarjo, 2009).
Varietas Puspita Asri merupakan hasil dari persilangan tetua Dewi Sartika
dengan Stroika. Varietas ini memiliki bentuk bunga ganda dengan jenis bunga
spray. Warna bunga ungu (bunga pita) dan kuning (bunga tabung). Bentuk daun
lonjong menjari dengan tepi agak bergerigi. Puspita Asri memiliki sistem
perakaran serabut dan tahan terhadap penyakit karat. Varietas ini cukup adaptif
pada dataran medium dan dataran tinggi. Keragaan mahkota bunga Puspita Asri
tersaji pada Gambar 1.
Varietas Puspita Nusantara dihasilkan dari persilangan tetua Tawn Talk
dengan Saraswati. Varietas ini memiliki bentuk bunga tunggal dengan jenis bunga
spray. Warna bunga kuning dan bentuk daun yang lonjong menjari dengan tepi
daun agak bergerigi. Puspita Nusantara memiliki sistem perakaran serabut dan
tahan terhadap penyakit karat. Varietas ini cukup adaptif pada dataran medium
dan dataran tinggi. Keragaan mahkota bunga Puspita Nusantara tersaji pada
Gambar 2.

Gambar 1. Krisan Kultivar Puspita Asri

Gambar 2. Krisan Kultivar Puspita Nusantara

Di habitat aslinya, krisan merupakan tanaman semak yang dapat tumbuh
dengan tinggi mencapai 30 – 200 cm. Berdasarkan siklus hidupnya, krisan
dibedakan menjadi dua tipe, yaitu krisan semusim dan krisan tahunan. Krisan
tumbuh baik di daratan medium sampai daratan tinggi, yaitu pada kisaran 6001200 meter di atas permukaan laut. Krisan kurang menyukai cahaya matahari dan
percikan air hujan langsung serta tanah yang tergenang (Balithi, 2008). Tanaman
krisan dapat tumbuh optimal pada media dengan kerapatan jenis 0,2 – 0,8 g/cm2
(berat kering), total porositas 50-75%, kandungan air 50-70%, kandungan udara
dalam pori 10 – 20%, dan kisaran pH sekitar 5,5 – 6,5.
Krisan dapat tumbuh pada kisaran suhu harian antara 17 – 30 oC. Pada fase
vegetatif, krisan membutuhkan kisaran suhu harian optimum 22 - 28 oC pada
siang hari dan tidak melebihi 26o C pada malam hari (Khattak dan Pearson, 1997).
Suhu berpengaruh terhadap kualitas bunga yang dihasilkan. Suhu harian optimum
pada fase generatif adalah 16 – 18 oC (Willkins et al., 1990). Pada suhu di atas 25
o

C proses inisiasi bunga akan terhambat dan menyebabkan pembentukan bakal

bunga juga terhambat. Suhu yang terlalu tinggi juga mengakibatkan bunga yang
dihasilkan berwarna kusam, pucat dan pudar.
Berdasarkan tanggap tanaman terhadap panjang hari, krisan tergolong
tanaman berhari pendek fakultatif. Batas kritis panjang hari (Critical Daylenght)
krisan sekitar 13.5 – 16 jam tergantung genotipe (Langton, 1990). Krisan akan
tetap tumbuh vegetatif bila panjang hari yang diterimanya lebih dari batas
kritisnya dan akan terinduksi untuk masuk ke fase generatif (inisiasi bunga)
bilamana panjang hari yang diterimanya kurang dari batas kritis panjang harinya.

Kelembaban udara juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
krisan. Tanaman krisan membutuhkan kelembaban 90 – 95% pada awal
pertumbuhan untuk pembentukan akar, sedangkan pada tanaman dewasa,
pertumbuhan optimal dicapai pada kelembaban udara sekitar 70 -80%
(Mortensen, 2000).

Perbanyakan Krisan
Penyediaan bibit krisan dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif.
Namun, perbanyakan secara generatif sangat jarang dilakukan di Indonesia,
karena kendala iklim yang menyebabkan tanaman sukar berbiji. Selain itu,
perbanyakan generatif kurang menguntungkan karena tanaman hasil persilangan
memiliki sifat heterozigot (Priyono, 1992). Perbanyakan melalui biji juga
membutuhkan waktu lama dan penanganan khusus untuk mencapai fase generatif.
Perbanyakan krisan secara vegetatif umum dilakukan di Indonesia.
Perbanyakan krisan secara vegetatif biasanya dilakukan menggunakan setek
pucuk, anakan dan kultur jaringan. Untuk mendapatkan benih/bibit bermutu
dengan cara stek, tanaman induk krisan di lapangan umumnya harus dibongkar
pada minggu ke-16 dan diganti tanaman baru. Perbanyakan dengan cara ini
mudah dilakukan karena tidak diperlukan tenaga ahli, peralatan modern dan biaya
yang tidak terlalu mahal. Namun pada cara perbanyakan demikian, tingkat
multiplikasinya sangat rendah dan waktu yang dibutuhkan untuk perbanyakan
terhitung lama, serta peluang untuk terserang hama dan penyakit masih sangat
besar.

Kultur Jaringan Tanaman Krisan
Teknik kultur jaringan adalah teknik menumbuh-kembangkan bagian
tanaman, baik berupa sel, jaringan, maupun organ dalam kondisi aseptik secara in
vitro (Yusnita, 2003). Pada organisme multi seluler, setiap sel memiliki potensi
untuk memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap
(Gunawan, 1992).
Perbanyakan krisan secara kultur jaringan dapat menghemat waktu dan
dapat diperoleh jumlah bibit krisan banyak. Kelebihan dari teknik kultur jaringan

ialah mampu menghasilkan tanaman yang seragam, bermutu tinggi dan bebas
penyakit dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif singkat. Namun
kelemahan perbanyakan dengan teknik ini memerlukan tenaga ahli dan dana yang
cukup besar.
Tanaman yang dikembangkan melalui teknik kultur jaringan memiliki
toleransi pH media yang sangat sempit. Titik optimum pH media berkisar antara
5,0 sampai dengan 6,0. Pada umumnya, kelembaban relatif (RH) di ruang kultur
mendekati 100 %. Suhu optimum berkisar antara 25-26 0C. Lama penyinaran di
ruang kultur berkisar antara 10-24 jam/hari (Gunawan, 1992).
Menurut Haryanto (1993) medium MS padat ditambah air kelapa (150
ml/l), NAA (0,5 ml/l) dan kinetin (1,5 ml/l) paling baik untuk pemunculan tunas
dan akar krisan varietas lokal. Kalus krisan dapat membentuk tunas dan akar
28,60 dan 36,20 hari, sementara itu dalam medium MS padat ditambah air kelapa
(150 ml/l), NAA (0,5 ml/l) dan BAP (0,5 ml/l), kalus krisan mampu bertunas
dalam waktu 25,80 hari, namun medium tersebut tidak merangsang pemunculan
akar (Haryanto, 1993).
Menurut Chairunnisa (2004), media kultur dengan kombinasi NAA 0.2
mg/l + kinetin 2 mg/l menghasilkan jumlah buku terbanyak pada planlet krisan
varietas Surf. hal ini menunjukkan bahwa kedua ZPT (NAA dan kinetin) berperan
dalam pertumbuhan planlet selama masa kultur. Penelitian Mandal et al. (2000)
pada stek buku krisan varietas Maghi memperlihatkan bahwa kombinasi NAA dan
kinetin menghasilkan jumlah tunas yang lebih banyak dibandingkan dengan
kombinasi ZPT lainnya.
Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan memiliki prospek yang cerah,
namun masih banyak kendala yang belum bisa diatasi, di antaranya adalah
terbatasnya sarana dan prasarana. Pada teknik kultur jaringan, untuk tanaman
yang berbeda digunakan metode yang berbeda pula, sehingga untuk mendapatkan
hasil dari suatu rangkaian percobaan membutuhkan biaya yang cukup besar dan
waktu yang cukup lama. Beberapa hal yang harus disiapkan untuk pelaksanaan
kultur jaringan adalah sebagai berikut:

Eksplan
Eksplan adalah bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan dalam
kultur jaringan. Bahan tanaman yang digunakan sebagai eksplan yang baik adalah
nodus atau stek buku tunggal dari tanaman krisan. Ukuran eksplan untuk masingmasing jaringan berbeda, untuk jaringan ruas batang atau nodus biasanya
berukuran 0,5-1 cm (Daisy dan Wijayani, 1994). Persentasi keberhasilan eksplan
yang berasal dari jaringan muda persentase keberhasilannya akan lebih tinggi,
karena jaringan muda selalu aktif membelah, dinding selnya belum mengalami
penebalan, sitoplasmanya masih penuh dan vakuolanya kecil-kecil (Daisy dan
Wijayani, 1994). Eksplan yang dipilih akan memberikan respon yang berbeda
tergantung pada bagian tanaman yang akan digunakan.
Eksplan yang ditanam pada media yang tepat dapat beregenerasi melalui
proses yang disebut organogenesis dan embriogenesis. Organogenesis merupakan
proses terbentuknya organ-organ seperti pucuk dan akar (Gunawan, 1992)
Media Dasar Murashige dan Skoog
Media kultur jaringan berfungsi sebagai tempat tumbuh eksplan. Nama
media disesuaikan dengan penemunya sebagai contoh, media MS (Murashige dan
Skoog), media VW (Vacin dan Went) dan sebagainya. Pada dasarnya, jenis bahan
kimia yang digunakan pada tiap jenis media hampir sama. Perbedaan hanya
terdapat pada konsentrasi masing-masing senyawanya (Daisy dan Wijayani,
1994).
Nutrisi yang dikandung dalam media adalah unsur hara mikro, makro,
sumber karbon, vitamin, ZPT dan asam amino. Zat pengatur tumbuh berperan
untuk menstimulasi perkembangan dan diferensiasi sel (Daisy dan Wijayani,
1994). Setiap tanaman memiliki kesesuaian dengan media tertentu. Untuk kultur
jaringan tanaman hias telah banyak yang melaporkan keberhasilannya dengan
menggunakan media MS, diantaranya adalah Spathiphyllum, gladiol, begonia,
mawar dan azalea (Gunawan, 1992).
Banyak faktor yang menentukan tingkat keberhasilan perbanyakan
vegetatif secara in vitro, diantaranya adalah kondisi eskplan, penggunaan media
yang tepat, konsentrasi zat pengatur tumbuh dan faktor lingkungan. Bahan
eskplan yang digunakan dalam perbanyakan massal krisan berasal dari beberapa

bagian tanaman seperti tangkai, meristem ujung tunas lateral (Ahmed dan Andrea,
1987), petal (Chakrabarty et al, 2000), dan daun.
Sitokinin
Sitokinin merupakan senyawa golongan adenine yang berperan penting
dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin pertama kali
ditemukan adalah kinetin yang diisolasi oleh Prof. Skoog dalam laboratorium
botani di University of Winconsin. Kinetin diperoleh dari DNA ikan Herring yang
diautoklaf dalam larutan asam. Persenyawaan dari DNA tersebut ketika
ditambahkan dalam media untuk tembakau, ternyata merangsang.pembelahan sel
dan diferensiasi sel persenyawaan tersebut, yang kemudian dinamakan kinetin
(Gunawan, 1992). Menurut Wattimena (1988) dan Lakitan (1996) BA adalah
salah satu jenis sitokinin yang sangat aktif tetapi kemungkinan tidak disintesis
oleh tanaman. Menurut Chawla (2002) BA bermanfaat untuk pertumbuhan tunas
pada tanaman yang ditumbuhkan secara in vitro dan Wattimena (1988)
mengungkapkan bahwa BA sangat aktif dalam mendorong pertumbuhan kalus
tembakau.
Zat pengatur tumbuh sitokinin mempunyai beberapa peranan fisiologis,
yaitu

mendorong pembentukan tunas adventif, mendorong pembungaan,

menghambat pembentukan akar, memperlambat penuaan, dan mendorong
pembukaan stomata
Sitokinin yang umum digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin,
zeatin, 2iP, BAP, BA, PBA, 2 Ci-4Pci, 2,6-Ci-4Pci:N dan Thidiozuron (TDZ).
Nukleusidanya yaitu 6 Benziladenin Ribosi dijumpai pada sel Pimpinella anisum.
BA memiliki atom C dan H yang menempel pada atom N yang terikat pada cincin
purin (Gunawan, 1992), seperti tersaji pada Gambar 3. BA memiliki Berat
Molekul (BM) 225.26.

Gambar 3. Struktur kimia Benzyl Adenin

Aklimatisasi
Menurut Donnelly dan Vidaver (1988) aklimatisasi adalah proses adaptasi
tanaman hasil kultur jaringan atau perbanyakan in vitro terhadap lingkungan
rumah

kaca

atau

lingkungan

lapang.

Aklimatisasi

dilakukan

untuk

mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum
ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui
kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik
(Gunawan, 1992).
Tujuan utama aklimatisasi adalah menyediakan lingkungan in vivo yang
optimum untuk meminimalkan persentase kematian dan kerusakan tanaman, dan
untuk mendorong pertumbuhan pada dan setelah masa aklimatisasi (Ziv, 1995).
Pada proses aklimatisasi diperlukan faktor lingkungan yang memadai,
seperti temperatur, kelembaban dan cahaya. Temperatur yang dibutuhkan pada
tanaman krisan sekitar 15-26 oC, kelembaban 70-90 % dan pencahayaan minimal
100 lux (Fides, 1992). Selama proses aklimatisasi, tanaman diperkuat dengan cara
menaikkan intensitas cahaya dan menurunkan kelembaban. Keduanya dilakukan
secara hati-hati dan bertahap untuk menghindari kematian tanaman (Gunawan,
1992).
Hartman dan Kester (1990) mengemukakan bahwa media tumbuh yang
ideal adalah media yang memiliki syarat-syarat seperti struktur terbuka atau
gembur, sehingga aerasi dan drainase baik serta kelembaban yang cukup, bebas
organisme dan bahan berbahaya, cukup hara mineral dan bobotnya ringan.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan dan
aklimatisasi dilakukan di rumah plastik Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2009.

Bahan dan Alat
Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stek buku tunggal dari
planlet krisan yang berumur dua bulan. Kultivar yang digunakan yaitu Puspita
Nusantara dan Puspita Asri (deskripsi tanaman disajikan pada Tabel lampiran 2
dan 3). Media kultur yang digunakan adalah media Murashige and Skoog (MS)
seperti tercantum dalam Tabel Lampiran 1. Media tersebut merupakan media
padat yang mengandung hara makro, mikro dan gula dengan agar sebagai bahan
pemadat. Zat pengatur tumbuh yang menjadi perlakuan penelitian ini adalah BA
(Benzyl Adenin). Bahan lain yang digunakan meliputi alkohol 70 %, dan Benomil
50% sebagai desinfektan
Alat-alat yang digunakan adalah rak kultur yang dilengkapi lampu TL 40
watt, laminar air flow cabinet, autoklaf, botol tanam, alat tanam (pinset, gunting,
skalpel), karet gelang, tissue, plastik, penutup botol, pembakar spirtus, pH meter,
gelas piala, kertas saring dan cawan petri.

Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
(RAK) yang disusun secara faktorial dengan menggunakan dua faktor. Faktor
pertama adalah konsentrasi BA dengan lima taraf, yaitu 0 µM BA (kontrol), 2.22
µM BA, 4.44 µM BA, 6.66 µM BA dan 8.88 µM BA. Faktor kedua adalah
kultivar unggul krisan yang terdiri atas dua taraf, yaitu Puspita Nusantara dan
Puspita Asri, sehingga terdapat 10 kombinasi perlakuan. Masing-masing
perlakuan diulang 6 kali.
Setiap ulangan terdiri dari tiga eksplan setiap botol, sehingga terdapat 180
unit pengamatan.

Model statistik dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
Yijk = µ +

i

+

j

+(

) ij + γk+

ijk

Keterangan :
Yijk

: Nilai pengamatan konsenrasi BA ke-i, kultivar krisan ke-j dan ulangan
ke- k.

µ

: Nilai tengah umum.
i

: Pengaruh perlakuan konsentrasi BA taraf ke-i (i= 1, 2, 3, 4).

j

: Pengaruh perlakuan kultivar krisan taraf ke-j (j= 1, 2).

(

)ij : Pengaruh interaksi antara konsentrasi BA taraf ke-i dengan kultivar
krisan taraf ke-j.
.

γk
ijk

: Pengaruh ulangan ke-k.
: Galat perlakuan.
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F pada taraf 5%. Apabila

berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan DMRT (Duncan
Multiple Range Test) pada taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian
Sterilisasi alat dan media
Sterilisasi dilakukan untuk membersihkan perlatan kultur, alat tanam,
media, Laminar Air Flow Cabinet dan eksplan krisan sebelum dikulturkan sebagai
upaya pencegahan kontaminasi eksplan pada media kultur. Laminar air flow
cabinet disterilisasi dengan cara membersihkan dasar dan kaca dengan alkohol
70% dan menghidupkan lampu UV selama 1 malam sebelum laminar air flow
cabinet digunakan.
Sterilisasi peralatan dilakukan dengan mencuci alat dengan air mengalir
kemudian dibungkus rapi dengan kertas, setelah itu dimasukkan ke dalam autoklaf
dengan suhu 121 0C dan tekanan 17.5 psi selama satu jam. Sterilisasi media
dilakukan dengan memasukkan media dalam autoklaf pada suhu 121 0C dan
tekanan 17.5 psi selama setengah jam
Persiapan eksplan
Stek buku tunggal dicuci dibawah air mengalir, kemudian dimasukkan ke
dalam botol steril berisi alkohol 10%. Botol steril tersebut dikocok-kocok selama

5 menit, untuk kemudian dibilas dengan aquades. Stek buku tunggal direndam
dalam larutan fungi sebagai desinfektan (1 gr/200ml benlox, 1 gr/200ml bactomil,
ascorbat), kemudian dikocok-kocok selama 1 jam. Setelah itu stek buku tunggal
dibilas 3 kali dengan aquades, kemudian sterilisasi dilakukan di dalam laminar air
flow cabinet
Stek buku tunggal dicuci dengan tween sebanyak 2 tetes ditambah aquades
100 ml dan direndam selama 10 menit. Setelah itu dibilas aquades sebanyak 3
kali. Stek buku tunggal kemudian direndam dengan clorox 10% dan dikocok
selama 5 menit, setelah itu nodus dibilas aquades sebanyak 3 kali. Stek buku
tunggal direndam kembali dalam clorox 5% selama 5 menit, setelah itu dibilas
dengan aquades sebanyak 3 kali. Stek buku tunggal yang sudah steril diletakkan
dalam cawan petri untuk kemudian ditanam pada media prekondisi.
Pembuatan media MS
Tahap pembuatan dimulai dengan pembuatan larutan stok (larutan dengan
konsentrasi pekat) yang berisi unsur-unsur hara, meliputi stok A, B, C, D, E, F,
Vitamin dan Myo-inositol. Pembuatan media perlakuan dilakukan dengan
mengambil larutan stok sesuai komposisi yang diperlukan serta berikan BA sesuai
perlakuan.
Setelah semua zat dicampur, larutan dimasukkan ke dalam gelas piala
kemudian tera dengan aquades sampai 1 liter, kemudian tambahkan gula.
Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter, pH yang dikehendaki adalah
5,6 – 5,8. penambahan NaOH 0,1 N dilakukan bila pH kurang dari 5,6 dan
penambahan KOH dilakukan bila pH lebih dari 5,8. Agar-agar dimasukkan untuk
memadatkan media dan masukkan media dalam wadah untuk dipanaskan sambil
diaduk.
Setelah mendidih larutan dimasukkan ke dalam botol kultur, kemudian
ditutup plastik dan diikat dengan karet gelang. Satu liter media dapat mengisi 30
botol kultur. Botol yang beriisi media selanjutnya dimasukkan ke dalam autoklaf
selama 30 menit, kemudian disimpan di ruang kultur.
Penanaman eksplan
Penanaman dilakukan dalam laminar air flow cabinet yang sudah
disterilisasi. Alat-alat tanam seperti pinset, gunting, skalpel, cawan petri, pemanas

spirtus dimasukkan ke dalam laminar air flow cabinet. Penanaman eksplan steril
pada media perlakuan dilakukan dengan cara sub kultur eksplan dari media
prekondisi.
Eksplan yang sudah ditanam kemudian dimasukkan ke ruang kultur
dengan suhu 20 0C, kelembaban 46% dan diberi penyinaran lampu TL 36 watt
dengan periode penyinaran 8 jam gelap dan 16 jam terang mulai dari awal
penanaman sampai 8 MSK (Gambar Lampiran 1).
Aklimatisasi
Aklimatisasi dilakukan setelah eksplan berumur 9 MSK. Planlet yang akan
diaklimatisasi dikeluarkan dari botol kultur secara hati-hati, diukur tinggi, jumlah
daun, dan panjang ruas, kemudian dibandingkan masing-masing kultivar dengan
berbagai tingkat konsentrasi (Gambar Lampiran 2 dan 3). Akar planlet yang masih
melekat dengan agar-agar dicuci menggunakan air bersih, kemudian direndam
dalam benlatte (fungisida) selama 3 menit, dan ditanam pada bak yang berisi
media arang sekam steril yang telah dibasahi. Jarak tanam yang digunakan adalah
10 cm x 10 cm.

Pengamatan
Pengamatan untuk tahap kultur in vitro dilakukan setiap satu minggu
sekali sejak 6 minggu setelah kultur (MSK) sampai dengan 8 MSK, sedangkan
untuk tahap aklimatisasi, pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali sejak 4
MST sampai dengan 6 MST. Data hasil pengamatan selanjutnya diolah dan
dianalisis untuk kemudian dituangkan dalam penulisan skripsi.
Peubah yang diamati meliputi :
Tahap kultur in vitro
1.

Persentase Tumbuh

2.

Waktu inisiasi tunas

3.

Jumlah daun per tunas

4.

Jumlah daun total

5.

Jumlah tunas per eksplan

6.

Tinggi tunas

7.

Panjang ruas

Tahap aklimatisasi
1.

Tinggi tanaman

2.

Panjang ruas

3.

Jumlah daun per tunas

4.

Jumlah tunas

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap
kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam
Laboratorium Kultur Jaringan Balithi Cipanas selama delapan minggu, sedangkan
aklimatisasi dilakukan di rumah plastik pada bak yang berisi media arang sekam
steril selama enam minggu. Eksplan Krisan yang digunakan dalam penelitian ini
berasal dari stek buku tunggal (nodus) yang diambil dari hasil sub kultur planlet
krisan berumur 2 bulan. (Gambar 4).
Stek buku tunggal

Gambar 4. Kondisi awal eksplan yang diperoleh dari stek buku tunggal
krisan (Dendranthema grandiflora Tzelev Syn.) dalam botol
kultur yang berisi media MS0.
Secara umum, eksplan yang dikulturkan dapat tumbuh dengan baik.
Persentase pertumbuhan eksplan yang diamati sebesar 100%. Eksplan yang
dikulturkan menunjukkan kemampuan multiplikasi tunas. Hal ini dapat diketahui
pada jumlah tunas dan jumlah daun tanaman krisan mulai dari pengamatan
pertama pada 6 MSK dan terus berlanjut sampai akhir pengamatan.
Pada tahap kultur in vitro, hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa
interaksi antara BA dan kultivar krisan berpengaruh nyata terhadap peubah waktu
inisiasi tunas. Peubah jumlah tunas, jumlah daun per tunas, jumlah daun per

eksplan, tinggi tunas dan panjang ruas tidak dipengaruhi oleh interaksi antara BA
dan kultivar.
Pada tahap aklimatisasi, hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa
interaksi antara BA dan kultivar krisan berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman, jumlah daun, dan panjang ruas pada 6 MST, sedangkan pada jumlah
tunas dan panjang ruas pada 2 dan 4 MST interaksi antara BA dan kultivar krisan
tidak berpengaruh nyata. Hasil analisis sidik ragam untuk semua peubah yang
diamati disajikan pada Tabel 1.
Berdasarkan hasil sidik ragam tampak bahwa perbanyakan tanaman krisan
secara in vitro menunjukkan perlakuan tunggal BA berpengaruh nyata terhadap
jumlah tunas per eksplan, tinggi tunas, jumlah daun per eksplan, dan panjang
ruas, sedangkan untuk jumlah daun per tunas perlakuan tunggal BA tidak
berpengaruh nyata. Hasil analisis sidik ragam juga menunjukkan bahwa
perlakuan tungal kultivar berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas, panjang ruas,
jumlah tunas (pada 7 dan 8 MSK), jumlah daun total (pada 8 MSK), sedangkan
untuk jumlah daun per eksplan perlakuan tunggal BA tidak berpengaruh nyata.

Tahap Kultur In Vitro

Waktu Insiasi Tunas
Secara umum, seluruh eksplan krisan ini melakukan inisiasi tunas pertama
pada 2-4 Hari Setelah Kultur (HSK), baik untuk kultivar Puspita Asri maupun
kultivar Puspita Nusantara. Menurut Windasari (2004), pada krisan yang
dikulturkan dengan media MS dengan perlakuan kinetin dan NAA memiliki ratarata kecepatan tunas munculnya tunas sekitar tiga hari setelah tanam. Kondisi
munculnya tunas pertama pada eksplan tersaji pada Gambar 6.

Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh BA dan Kultivar terhadap Pertumbuhan
Eksplan Krisan

1

2

3
4

5

6

7

8

9

10

BA

Perlakuan
Kultivar

BA*Kultivar

KK(%)

*
**
**

**
**
**

*
tn
tn

7.25
3.57
3.32

*
**
**
**

**
**
**
tn

tn
tn
tn
tn

2.95
2.27
2.56
2.93

tn
tn
tn

tn
tn
**

tn
tn
tn

2.57
2.20
1.64

**
**
**

tn
tn
tn

tn
tn
tn

4.11
4.10
3.65

**
**
**

**
**
**

tn
tn
tn

0.33
0.44
0.56

*
*
*

**
**
**

**
*
*

3.68
5.03
5.66

tn
tn
tn

tn
tn
*

**
**
**

2.23
2.27
2.49

*
**
*

**
**
**

tn
tn
**

0.42
0.63
0.68

tn

tn

tn

4.60

Tahap Kultur In Vitro
Waktu inisiasi tunas
6 MSK
7 MSK
8 MSK
Tinggi tunas
6 MSK
7 MSK
8 MSK
Jumlah tunas
Jumlah daun/tunas
6 MSK
7 MSK
8MSK
Jumlah daun/eksplan
6 MSK
7 MSK
8 MSK
Panjang ruas
6 MSK
7 MSK
8MSK
Tahap Aklimatisasi
Tinggi tanaman
2 MST
4 MST
6 MST
Jumlah daun
2 MST
4 MST
6 MST
Panjang ruas
2 MST
4 MST
6 MST
Jumlah tunas
6 MST

Keterangan :
tn : Tidak nyata pada uji F 5 %
* : Nyata pada uji F 5 %
** : Sangat nyata pada uji F 1 %
MSK : Minggu Setelah Kultur
MST : Minggu Setelah Tanam
KK : Koefisien Keragaman
Data yang disajikan merupakan hasil transformasi ln (x+10)

Tunas pertama

Gambar 5. Kondisi eksplan saat kemunculan tunas pertama pada 1 MSK
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara BA dan kultivar
krisan berpengaruh nyata terhadap waktu inisiasi tunas (Tabel Lampiran 3).
Waktu inisiasi tercepat diperoleh dari kombinasi perlakuan BA 0.00 µM dengan
kultivar Puspita Asri (2.77 hari) dan tidak berbeda nyata dengan kombinasi
perlakuan BA 2.22 µM + Kultivar Puspita Asri (3.17 hari). Kombinasi perlakuan
BA 8.88 µM dengan Kultivar Puspita Nusantara menghasilkan waktu inisiasi
tunas yang paling lambat yaitu 4.05 hari (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh Interaksi BA dan Kultivar Krisan terhadap Waktu Inisiasi
Tunas
BA
(µM)

Kultivar
Puspita Asri

Puspita Nusantara
...hari...

0

2.77d

3.36cb

2.22

3.17cd

3.77ab

4.44

3.44bc

3.94a

6.66

3.33bc

3.69ab

8.88

3.37bc

4.05a

Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris perlakuan yang sama
tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT dengan taraf 5%.

Berdasarkan hasil pengamatan, tampak bahwa pada setiap taraf
konsentrasi perlakuan BA dengan konsentrasi yang sama, kultivar Puspita Asri
memiliki rata-rata waktu inisiasi tunas yang lebih cepat dibandingkan kultivar
Puspita Nusantara. Perbedaan waktu inisiasi tunas tersebut diduga disebabkan
oleh perbedaan faktor genetik dari kedua kultivar krisan tersebut (Tabel 2).

Jumlah Tunas
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi BA
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas yang terbentuk mulai dari 6-8
MSK (Tabel Lampiran 4). Perlakuan BA 6.66 µM berbeda nyata dengan tanpa
BA, 4.44 µM, dan 8.88 µM pada 8 MSK. Jumlah tunas terbanyak didapatkan dari
perlakuan BA 6.66 µM dengan jumlah tunas 8.71, sedangkan jumlah tunas
terkecil didapatkan dari perlakuan tanpa BA (kontrol).
Tampak bahwa pemberian BA dapat mendorong pertambahan jumlah
tunas krisan (Tabel 3). Hal ini disebabkan karena fungsi BA sebagai sitokinin.
Menurut Wattimena et al. (1992) pada konsentrasi tinggi BAP akan mendorong
poliferasi tunas. Chawla (2002) menambahkan bahwa BA bermanfaat untuk
pertumbuhan tunas pada tanaman yang ditumbuhkan secara In vitro.
Tabel 3. Pengaruh BA dan Kultivar Krisan terhadap Jumlah Tunas
Perlakuan
BA (µM)
0
2.22
4.44
6.66
8.88
Kultivar
Puspita Asri
Puspita Nusantara

6

Umur (MSK)
7

8

1.16c
3.75b
4.89ab
5.38a
4.61ab

1.16c
4.56b
6.68a
7.00a
6.38a

1.49c
5.77b
8.00a
8.71a
8.20a

3.63
4.29

4.20j
6.15k

5.23j
7.66k

Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom umur dan baris perlakuan yang
sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT dengan taraf 5%.

Analisis regresi pengaruh BA terhadap jumlah tunas pada 8 MSK
menghasilkan persamaan y = -0.1609x2 + 2.1655x + 1.5763 (R2 = 0.998), seperti
yang tersaji pada Gambar 7. Persamaan tersebut memberikan slope negatif

terhadap jumlah tunas krisan yang terbentuk. Koefisien determinasi yang
dihasilkan sangat tinggi (0.998), artinya sebesar 99 % keragaman Y yang dapat
dijelaskan oleh model regresi polinomial.
y

(6.73,9.48)

x

Gambar 6. Analisis Regresi Pengaruh Konsentrasi BA terhadap Jumlah Tunas
Krisan pada 8 MSK
Pada Gambar 6 tampak bahwa penambahan BA 6.73 µM optimum untuk
pertumbuhan jumlah tunas, pada titik tersebut dihasilkan jumlah tunas terbanyak
9.48 tunas. Pemberian BA melebihi 6.73 µM akan menurunkan jumlah tunas. Hal
ini diduga karena pada titik konsentrasi BA 6.73 µM, telah memasuki titik jenuh
pembelahan sel atau telah melewati konsentrasi optimumnya.
Kultivar krisan berpengaruh nyata terhadap pertumbahan jumlah tunas
krisan, kecuali pada 6 MST (Tabel 3). Pada 8 MSK, kultivar Puspita Nusantara
memiliki rata-rata jumlah tunas yang lebih besar (7.66 tunas) dibanding kultivar
Puspita Asri (5.23 tunas). Hal ini diduga karena faktor genetik yang berbeda dari
masing-masing kultivar, sehingga memberikan respon yang berbeda pula
terhadap setiap perlakuan BA yang diberikan.

Tinggi Tunas
Pada penelitian ini, tinggi tunas diukur dari pangkal batang bagian bawah
sampai ujung tunas apikal. Tinggi tunas diamati sebagai indikator pertumbuhan
maupun untuk mengukur p