Characterization and Expression of Tomato infectious chlorosis virus Coat Protein Gene in Escherichia coli

KARAKTERISASI DAN EKSPRESI GEN COAT PROTEIN
Tomato infectious chlorosis virus PADA Escherichia coli

FITRIANINGRUM KURNIAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Karakterisasi Dan Ekspresi
Gen Coat Protein Tomato infectious chlorosis virus Pada Escherichia coli”
adalah karya saya sendiri, dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2012


FITRIANINGRUM KURNIAWATI
NIM: A352080051

ABSTRACT
FITRIANINGRUM KURNIAWATI. Characterization and Expression of
Tomato infectious chlorosis virus Coat Protein Gene in Escherichia coli.
Supervised by GEDE SUASTIKA and GIYANTO.

Tomato infectious chlorosis virus (TICV) is a member of Crinivirus genus. TICV
infects tomato crop in Garut and Cipanas, West Java Indonesia. Tomato initially
showed bright interveinal yellowing symptoms. The coat protein gene (CP-TICV)
was amplified by RT-PCR from total RNA extracted from infected tomato leaves
and the amplified fragment was cloned and completely sequenced. The fragment
was subsequently subcloned into the pET-21b expression vector. The recombinant
plasmid was transformed to Escherichia coli strain BL21(DE3)pLysS to express
the coat protein. The coat protein fused to a 6xhistag, was purified by affinity
chromatography using a NiNTA spin column. The identity of the purified protein
was confirmed by SDS-PAGE. In this experiment, 792 bp of CP-TICV gene of
TICV virus has been successfully cloned, sequenced, and expressed in E. coli.

Based on nucleotide sequences alignment analysis, TICV-Indonesia strain showed
100% identity to TICV –Spain strain and 99% identity to North America, France,
and California strains and based on amino acid sequences alignment analysis,
TICV-Indonesia strain showed 100% identity to TICV –Spain, North America,
France strains and 99.2% identity to California strain. CP-TICV showed over
expressed in E. coli when it is induced with 1 mM IPTG and incubated at 37oC.
Purified CP-TICV-Histag recombinants protein sized 29 kDa based on SDSPAGE analysis.

Keyword : Tomato infectious chlorosis virus (TICV), coat protein gene,
expression

RINGKASAN
FITRIANINGRUM KURNIAWATI. Karakterisasi dan Ekspresi Gen Coat
Protein Tomato infectious chlorosis virus pada Escherichia coli. Dibimbing oleh
GEDE SUASTIKA dan GIYANTO.

Penyakit klorosis pada tanaman tomat telah ditemukan di Indonesia.
Penyebab penyakit klorosis ini adalah Tomato infectious chlorosis virus (TICV)
anggota dari genus Crinivirus (famili Closteroviridae). Pada tanaman tomat,
infeksi TICV menyebabkan berbagai gejala antara lain: klorosis antar tulang daun

(interveinal yellowing), nekrotik, daun rapuh, ukuran buah mengecil, dan proses
pemasakan buah terganggu. Deteksi virus dapat dilakukan dengan reverse
transcription–polymerase chain reaction (RT-PCR) dan dengan pendekatan
serologi yaitu enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), tissue blot
immunosorbent assay (TBIA), dan dot blot immunosorbent assay (DIBA).
Antiserum merupakan komponen utama dalam uji serologi, namun demikian
antiserum terhadap TICV belum tersedia di Indonesia. Usaha penyediaan
antiserum bermanfaat sebagai sarana dalam mendeteksi TICV. Ekspresi gen coat
protein (CP) TICV pada Escherichia coli menjanjikan tersedianya antigen dalam
jumlah yang cukup untuk produksi antiserum.
Penelitian ini bertujuan untuk: mendeteksi penyakit klorosis yang
disebabkan oleh TICV dengan RT-PCR, mengarakterisasi gen CP-TICV isolat
Indonesia dan melakukan ekspresi gen CP-TICV pada bakteri E. coli. Penelitian
ini telah dilakukan pada bulan Maret 2009 – April 2011 di Laboratorium Virologi
Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor dan Laboratorium Biokimia Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Tanaman sumber virus
dikumpulkan dari tanaman bergejala klorosis di sentra produksi tomat CikajangGarut dan Cipanas-Cianjur, Jawa Barat. Untuk mengarakterisasi gen CP-TICV
dilakukan ekstraksi RNA total dengan Qiagen Rneasy plant mini kits. RNA hasil
ekstraksi digunakan sebagai cetakan dalam sintesis complementary (c)DNA

melalui reaksi RT. cDNA hasil RT digunakan sebagai cetakan dalam reaksi PCR
menggunakan primer spesifik. Hasil PCR langsung dirunut nukleotidanya di PT.
Macrogen Incorporation-Korea Selatan. Runutan nukleotida tersebut dianalisis
dengan program Basic Local Alignment Search Tools (BLAST). Gen CP-TICV
disisipkan ke dalam vektor ekspresi pET-21b pada situs pemotongan BamHI dan
HindIII yang terletak antara T7 pada ujung depan setelah start kodon dan 6xhistag pada ujung belakang sebelum stop kodon. Transformasi dilakukan pada
bakteri E. coli strain BL21(DE3)pLysS. Konfirmasi transforman dilakukan
dengan pemotongan menggunakan enzim restriksi BamHI dan HindIII pada
plasmid rekombinan pET21b-CP dan PCR menggunakan primer spesifik TICV.
Ekspresi CP-TICV dilakukan dengan menginduksinya menggunakan 1 mM
isopropil-thio-D-galaktoside (IPTG) pada suhu 37 oC semalam. Purifikasi protein
CP-TICV dilakukan dengan nickel-nitrilotriacetic (NiNTA) spin column (Qiagen,
Germany) dan hasilnya dianalisis dengan Sodium Dedocyl Sulfate-Polyacrylamide
Gel Electrophoresis (SDS-PAGE). Pada penelitian ini gen CP-TICV isolat asal
Cipanas berhasil diisolasi dengan RT-PCR, nukleotidanya berhasil dirunut dan

diketahui berukuran 792 bp. Berdasarkan hasil analisis alignment two sequence
runutan nukleotida gen CP tersebut, TICV isolat Indonesia mempunyai kemiripan
100% dengan TICV isolat Spanyol, dan 99% dengan isolat Amerika Utara,
Perancis, dan California. Sedangkan berdasarkan hasil analisis alignment two

sequence runutan asam amino protein CP tersebut, TICV isolat Indonesia
mempunyai kemiripan 100% dengan Spanyol, Amerika Utara, dan perancis, serta
99.2% dengan California. Ekspresi gen CP-TICV berhasil dilakukan pada E. coli
dengan menginduksinya menggunakan 1 mM IPTG pada 37 oC selama semalam.
Protein CP-TICV berhasil dipurifikasi dengan NiNTA spin column dan melalui
analisis SDS-PAGE CP-TICV diketahui berukuran 29 kDa.
Kata kunci: Tomato infectious chlorosis virus (TICV), gen coat protein (CP),
ekspresi.

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


KARAKTERISASI DAN EKSPRESI GEN COAT PROTEIN
Tomato infectious chlorosis virus PADA Escherichia coli

FITRIANINGRUM KURNIAWATI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Entomologi-Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, MAgr

Judul Tesis

:


Karakterisasi dan Ekspresi Gen Coat Protein
Tomato infectious chlorosis virus pada Escherichia
coli

Nama Mahasiswa

:

FITRIANINGRUM KURNIAWATI

NIM

:

A352080051

Disetujui
Komisi Pembimbing


Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc
Ketua

Dr. Ir. Giyanto, M.Si
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Fitopatologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Agr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur alkhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah
Subhanahuwata’ala karena berkat dan rahmat-Nya sehingga tesis yang berjudul
”Karakterisasi dan Ekspresi Gen Coat Protein Tomato infectious chlorosis virus
pada Escherichia coli” dapat terselesaikan.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Dr. Ir.
Gede Suastika, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Giyanto, M.Si
selaku anggota komisi pembimbing, atas segala kesabaran, bimbingan, nasihat,
kritik, dan sarannya sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc selaku
Ketua program studi Fitopatologi dan semua dosen Departemen Proteksi Tanaman
IPB atas ilmu yang bermanfaat. Terimaksih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir.
Tri Asmira Damayanti, M. Agr selaku dosen penguji tamu.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua Kelompok Peneliti
(Kelti) Biokimia Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-BIOGEN) Dr. I Made Samudera, yang telah

memberikan ijin kepada penulis untuk mengerjakan penelitian di Laboratorium
Biokimia BB-BIOGEN, dan kepada Dr. Ir. Tri Puji Priyatno M.Sc, Dr. Ifa
Manzila, M.Si terimakasih atas bimbingan, arahan, dan masukan selama penulis
mengerjakan penelitian di BB-BIOGEN.
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada
teman-teman Laboratorium Virologi, Pak Edi, Mbak Tuti Susanti Legiastuti, S.Si,
Ibu Dr. Ifa Manzila, M. Si, Irwan Lakani M. Si, Ibu Dra. Rita Noveriza, M. Sc,
Budi Sri Utami SP, Devi Agustina M. Si, Mbak Damayanti SP, Mbak
Miftachurohmah SP, Aceu SP, Mbak Melinda SP, Mbak Dwi S.Si, dan Adik-adik
mahasiswa S1. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman
seperjuangan PS Entomologi-Fitopatologi 2008 (Kak Linda M. Si, Kak Nilda M.
Si, Mas Tri M. Si, Wawan M.Si, Kak Kiki SP, Mia M. Si, Yani M. Si, Bang Dedi
M. Si, Pak Aser, Pak Gatot, Kak Nela M. Si, Kak Rika M. Si, dan Umbu SP),
teman-teman Fito 2007 (Eva M. Si, Donna M. Si, Teh Rika M. Si, dan Bruce M.
Si) dan teman-teman Fito 2009.

Secara khusus penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih
kepada yang tercinta ayahanda dan ibunda atas segala pengertian, dorongan, dan
doa yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan, serta
kepada bapak dan ibu mertua terimakasih atas doa dan semangatnya. Ungkapan

terima kasih juga disampaikan kepada suami Bangun Sulistyobudi, ST dan ananda
tersayang Ayazid Iqbal Budialbani atas segala semangat, pengertian, kasih
sayang, motivasi dan inspirasi selama penulis menempuh studi.
Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Bogor, Januari 2012

Fitrianingrum Kurniawati

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukoharjo, Jawa Tengah pada tanggal 28 Juni 1983
dari pasangan Bapak Kumpul Hermawan dan ibu Tri Budiarsi.

Penulis

merupakan putri pertama dari empat bersaudara.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Sukoharjo dan pada tahun
yang sama masuk Institut Pertanian Bogor, Departemen Proteksi Tanaman
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Tahun 2005 penulis

mendapat gelar Sarjana Pertanian. Tahun 2005-2007 penulis bekerja di
perusahaan tanaman hias CV. Salsabiila Nursery Cipanas-Cianjur Jawa Barat.
Tahun 2008 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi Program
Magister Sains di Program Pascasarjana IPB dengan biaya dari orangtua. Selama
melaksanakan studi, penulis aktif di forum wacana Ento-Fito sebagai bendahara.
Penulis menjadi asisten dosen penyakit kelapa sawit program D3 IPB (20092010). Tahun 2009 penulis mengikuti seminar internasional Perhimpunan
Fitopatologi Indonesia di Universitas Hassanudin – Makassar, dan pada tahun
yang sama penulis menikah dengan Bangun Sulistyobudi, ST dan dikaruniai satu
orang anak, Ayazid Iqbal Budialbani.

DAFTAR TABEL

No
1.
2.

Halaman
Tingkat kesamaan isolat TICV dari beberapa negara
berdasarkan perunutan nukleotida.............................
Tingkat kesamaan isolat TICV dari beberapa negara
berdasarkan asam amino...........................................

29
31

19

DAFTAR GAMBAR

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.

9.
10.

11.
12.

13.

Halaman
Partikel TICV berbentuk seperti benang memanjang
(filamentous) dan lentur...................................................
5
Organisasi genom TICV..................................................
6
Vektor ekspresi pET-21b..................................................
12
Gejala penyakit klorosis di lapangan................................
26
Deteksi RT-PCR TICV dan ToCV dengan primer spesifik
pada tanaman tomat yang bergejala klorosis..................
27
Amplifikasi gen CP-TICV...............................................
28
Hasil Alignment nukleotida antara genom TICV- Indonesia
dengan genom TICV yang terdapat pada Genbank
.....................................................................................
30
Hasil Alignment asam amino antara genom TICV- Indonesia
dengan genom TICV yang terdapat pada Genbank
.................................................................................
31
Pohon filogenetik berdasarkan runutan nukleotida (A)
dan asam amino (B) gen protein selubung isolat TICV-Indonesia 32
Hasil elektroforesis 1% gel agarose A) pemotongan
plasmid rekombinan pET-21b-CP, B) hasil PCR koloni
tunggal E. coli rekombinan.............................................
33
Optimasi ekspresi protein CP TICV pada beberapa suhu
35
Analisis SDS-PAGE ekspresi CP-TICV pada bakteri
E. coli strain BL21(DE3)pLysS yang diinduksi dengan
IPTG dan yang tidak diinduksi IPTG..............................
36
Analisis sodium deodecyl sulfat-polyacrilamid gel electrophoresis
(SDS-PAGE) protein-protein yang diekstraksi dari E. coli
BL- 21.............................................................................
37

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .............................................................................

Halaman
xiii

DAFTAR GAMBAR .........................................................................

xiv

DAFTAR ISI ......................................................................................

xv

PENDAHULUAN .............................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................
1
Tujuan Penelitian ....................................................................
3
TINAJAUAN PUSTAKA ..................................................................
4
Tomato infectious chlorosis virus ..........................................
4
Kloning ...................................................................................
9
Ekspresi Gen............................................................................
11
BAHAN DAN METODE ....................................................................
15
Waktu dan Tempat ..................................................................
15
Tanaman Sumber Virus ..........................................................
15
Koleksi dan Pengumpulan Tanaman Sakit ...................
15
Deteksi TICV dan ToCV dengan RT-PCR .................
16
Karakterisasi Gen CP-TICV ....................................................
16
Ekstraksi RNA Total ....................................................
16
Sintesis cDNA .............................................................
17
Amplifikasi Gen CP-TICV dengan PCR ......................
17
Perunutan Nukleotida dan Asam Amino Gen CP-TICV
18
Ekspresi Gen CP-TICV pada E. coli Strain BL21(DE3)pLysS .
18
Kloning CP-TICV ..........................................................
18
Konstruksi Vektor Ekspresi ...........................................
18
Persiapan Kompeten Sel ................................................
18
Transformasi .................................................................
19
Konfirmasi Transforman ..............................................
19
Isolasi Plasmid dengan Metode Alkalin Lisis………...
20
Koloni PCR ........................................................
20
Pemotongan pET-21b-CP dengan Enzim Restriksi .
21
Purifikasi CP-TICV .................................................................
21
Kultur Ekspresi ............................................................
21
Purifikasi dengan NiNTA Spin Column pada Kondisi Denaturasi 21
Analisis SDS-PAGE ....................................................
22
HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................
23
TICV Isolat Indonesia ..............................................................
23
Karakterisasi Gen CP-TICV .....................................................
27
Amplifikasi Gen CP-TICV……………………………
27
Perunutan Nukleotida dan Asam Amino Gen CP-TICV
27
Ekspresi Gen CP-TICV pada E. coli………………………….
33
Konfirmasi Transformasi..............................................
33
Ekspresi CP-TICV pada E. coli Strain BL21(DE3)pLysS .......
34
Purifikasi CP-TICV dengan NiNTA Spin Column ...................
36
KESIMPULAN .....................................................................................
38
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
39

21

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill. ) merupakan salah satu
komoditas hortikultura yang penting di Indonesia. Tomat mempunyai kandungan
zat gizi yang banyak, seperti vitamin A, C, karbohidrat, lemak, protein, dan
kalsium. Selain kaya kandungan gizinya, tomat juga mengandung likopen yang
berfungsi sebagai antioksidan, mengobati gangguan pencernaan, memulihkan
fungsi lever dan mencegah penggumpalan dan pembekuan darah (Astawan 2008).
Penyakit klorosis merupakan salah satu penyakit yang menyerang tomat.
Penyakit klorosis sudah banyak dilaporkan menyerang tanaman tomat di berbagai
negara. Di Indonesia, penyakit ini telah ditemukan di beberapa sentra produksi
tomat, seperti di Garut, Cianjur, Bogor, Magelang, dan Yogyakarta (Fitriasari
2010; Hartono & Wijonarko 2007). Penyakit klorosis disebabkan oleh Tomato
infectious chlorosis virus (TICV) (Dalmon et al. 2005; Tsai et al. 2004). TICV
merupakan anggota dari genus Crinivirus (famili Closteroviridae) (Wisler et al.
1996; Li et al. 1998; Jacquemond et al. 2008).
Gejala serangan TICV pada tanaman tomat ditunjukan oleh klorosis pada
bagian antara tulang daun (interveinal yellowing). Jika gejala klorosis sangat
parah, daun akan mengalami nekrotik (kematian jaringan) dan menjadi rapuh,
serta ukuran buah menjadi lebih kecil, mudah gugur dan proses pemasakan
terganggu sehingga hasil panen menurun (Wisler et al. 1998a; Wisler et al. 1998b;
Vaira et al. 2002).
TICV ditularkan dari satu tanaman ke tanaman lainnya oleh serangga
vektor Trialeurodes vaporariorum (Hemiptera: Aleyrodidae) yang dikenal dengan
nama kutu kebul. Penularan dapat terjadi secara cepat ke seluruh areal pertanaman
karena serangga vektor bersifat aktif. TICV ditularkan oleh serangga vektor
secara semipersisten (Duffus et al. 1994; Wintermantel 2004).
Sampai saat ini deteksi TICV dapat dilakukan dengan pendekatan
molekuler yaitu Reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) yang
hasilnya sangat cepat dan akurat, namun memerlukan bahan-bahan dan peralatan

2

yang mahal. Selain RT-PCR, pendekatan serologi enzyme linked immunosorbent
assay (ELISA), tissue blot immunosorbent assay (TBIA), dan dot blot
immunosorbent assay (DIBA) juga diterapkan untuk deteksi virus tanaman karena
lebih murah namun tetap cepat. Deteksi secara serologi ini memerlukan
antiserum. Antiserum TICV belum tersedia di Indonesia, sehingga menyulitkan
dalam mendeteksi virus ini. Usaha ke arah penyediaan antiserum akan sangat
bermanfaat sebagai sarana dalam mendeteksi TICV.
Secara konvensional, siapan virus murni digunakan sebagai antigen dalam
produksi antiserum. Untuk mendapatkan siapan virus murni diperlukan titer virus
yang tinggi pada jaringan tanaman sumber virus. Syarat ini tidak dapat dipenuhi
oleh TICV dalam jaringan tanaman tomat. TICV adalah virus yang
penyebarannnya di dalam tanaman inang terbatas pada jaringan floem, oleh
karena itu konsentrasi partikelnya sangat rendah dalam keseluruhan jaringan
tanaman. Penyebaran yang terbatas pada jaringan floem ini menyebabkan TICV
sangat sulit untuk diekstraksi agar mendapatkan jumlah yang memadai.
Kemajuan teknologi di bidang biologi molekuler telah menyediakan
metode ekspresi suatu gen tertentu yang disisipkan dalam vektor ekspresi
(plasmid) pada Escherichia coli. Ekspresi gen CP TICV pada E. coli menjanjikan
tersedianya immunogen dalam jumlah yang cukup untuk produksi antiserum.
Keunggulan penyediaan antiserum dengan metode ini antara lain: protein yang
dihasilkan bersifat spesifik sehingga tidak bereaksi terhadap protein tanaman,
dapat tersedia antigen dalam jumlah yang mencukupi setiap saat apabila
diperlukan untuk produksi antiserum, (Cotillon et al. 2005). Melihat keunggulan
diatas maka diperlukan suatu metode untuk dapat mengekspresikan gen CP TICV
yang akan digunakan sebagai antigen dalam produksi antiserum. Ketersediaan
antiserum yang mencukupi sangat diperlukan untuk mewujudkan pendeteksian
TICV yang cepat dan akurat yang akhirnya sangat menentukan tindakan
pengendalian penyakit pada tanaman tomat secara tepat.

3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu

untuk

mendeteksi

penyakit klorosis yang disebabkan oleh TICV dengan RT-PCR, mengarakterisasi
gen CP-TICV, dan melakukan ekspresi gen CP-TICV pada bakteri E. coli.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Tomato infectious chlorosis virus (TICV)

Tomato infectious chlorosis virus (TICV) pertama kali ditemukan pada
tahun 1993 di daerah Irvine Orange, California. Pengamatan pertama kali
dilakukan oleh Bill Glover (Crops Production Service-Riverside menunjukkan
adanya gejala serangan TICV pada pertanaman tomat). Tanaman yang sakit ini
menunjukkan gejala menguning pada bagian di antara tulang daun (interveinal
yellowing) dan nekrosis. Survei untuk mengetahui kejadian penyakit yang
disebabkan oleh TICV dilakukan di daerah dekat Irvine dan sebelah selatan Irvine
pada musim semi tahun 1994. Survei penyakit ini dilakukan kembali di Orange,
San Diego dan Carlsbad. Pada bulan Juli 1994 Dr. Bryce Falk menemukan gejala
serangan TICV yang sama pada pertanaman tomat di daerah Yolo, California
(pertanian organik Universitas California). TICV diisolasi dari pertanaman tomat
di lapang dan rumah kaca di kampus Davis. Penyakit kemudian ditemukan di
pembibitan tomat komersial rumah kaca, 15 mil dari Davis bagian utara dan
California Tengah (daerah San Benito) (Duffus et al. 1996). Penyakit ini
menyebar dan menimbulkan kerugian yang sangat besar di Negara penghasil
tomat seperti Yunani (Dovas et al. 2002), Italia dan Jepang (Hartono et al. 2003),
Taiwan (Tsai et al. 2004) dan Spanyol (Font et al. 2004).
Survei lapang terhadap penyakit ini telah dilakukan di Indonesia pada
tahun 2005 sampai awal 2006, yaitu di daerah Magelang, Jawa Tengah dan
Purwakarta, Jawa Barat. Penyakit yang disebabkan TICV ini sering disebut
dengan penyakit ungu oleh petani di Magelang. Rata-rata intensitas penyakit ini di
Magelang mencapi 30% sampai 80% (Hartono dan Wijonarko 2007). Serangan
TICV telah ditemukan di dataran tinggi di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut,
Jawa Barat (Fitriasari 2010).
TICV adalah salah satu anggota Genus Crinivirus. Crinivirus berasal dari
kata ‘crinis’ (Bahasa Latin, yang artinya rambut) yang berarti ‘virus yang
partikelnya tampak seperti benang yang sangat panjang’. Virion terdiri atas
kapsid, kapsidnya tidak punya envelope, kapsid atau nukleokapsid memanjang

5

dengan simetri helix. Menurut Wisler et al. (1996) partikel virus TICV, yang
dilihat pada siapan murni hasil ekstraksi tanaman tomat sakit, berbentuk seperti
benang (threadlike), memanjang (filamentous), dan lentur (flexuous). Partikel
TICV memiliki panjang 850 – 900 nm (Duffus et al. 1996, Liu et al. 2000).

Gambar 1 Partikel TICV berbentuk seperti benang (threadlike), memanjang
(filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu 2000).
Genom TICV bersegmen (segmented). TICV mempunyai dua genom
(bipartite), positif sense. Single stranded (ss) RNA, yaitu RNA 1 (7.8 kb) dan
RNA 2 (7.4 kb). Pada RNA genom tersebut terdapat beberapa open reading frame
(ORF) yang menyandi beberapa protein struktural dan non struktural. RNA 1
mengandung ORF yang mengkode dua jenis protein yang terlibat dalam replikasi
virus, sedangkan RNA 2 mengandung ORF untuk sebuah protein kecil yang
hidrofobik (small hydrophobic protein), heat shock protein 70 homologue
(HSP70h), sebuah protein berukuran sekitar 60 kDa, dan dua jenis protein mantel
yaitu main capsid protein (CP) dan minor capsid protein (CPm) (Wintermantel et
al. 2009).

6

Gambar 2 Organisasi genom TICV (Wintermantel et al. 2009).

Infeksi TICV pada tanaman tomat menyebabkan daun-daun tomat
klorosis, yaitu menguning di antara tulang daun (interveinal yellowing) yang
berasosiasi

dengan

berkurangnya

kemampuan

fotosintesisnya.

Pada

perkembangan selanjutnya daun-daun menjadi rapuh (leaf brittleness), mengalami
nekrotik pada beberapa bagian dan warna bagian yang nekrotik menjadi merah
keunguan (bronzing), kebugaran (vigor) tanaman menjadi sangat berkurang, dan
apabila menghasilkan buah maka ukurannya jauh lebih kecil dari normal dan
proses pematangannya terganggu, serta mudah gugur (early senescence) sehingga
sangat menurunkan bahkan meniadakan nilai ekonomi tanaman yang terinfeksi
(Duffus et al. 1996; Dalmon et al. 2005).
TICV tidak dapat ditularkan secara mekanis, tetapi dapat ditularkan
dengan serangga vektor (kutu kebul rumah kaca (Trialeurodes vaporariorum
Westwood.) (Hemiptera: Aleyrodidae)) secara semipersisten. Berdasarkan
ketidakmampuan virus tumbuhan melakukan sirkulasi dalam vektor, virus
semipersisten

sama

non-persisten.

Sebaliknya,

berdasarkan

kemampuan

penularannya virus semipersisten lebih menyerupai virus persisten, yaitu
membutuhkan waktu yang relative lama. Menurut Wisler et al. (1998a) TICV
memiliki periode persistensi selama 4 hari. Periode makan akuisisi di atas 48 jam.
TICV dapat ditularkan dengan waktu yang terbatas antara 1-9 hari tergantung dari
virusnya.
TICV memiliki inang yang luas. TICV mampu menyerang 26 spesies dari
delapan keluarga yang berbeda. Inang TICV mencakup beberapa tanaman penting

7

yang meliputi: famili Solanaceae (Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.,
tomatillo (Physalis ixocarpa Brot.), Physalis alkekengi L., P. floridana. Rybd., P.
wrightii Gray., dan kentang (Solanum tuberosum L.), Nicotiana benthamiana
Domin., N. clevelandii Gray., N. glauca Graham., petunia (Petunia hybrida
Vilm.)) ; Chenopodiaceae (Chenopodium capitatum L., C. murale L.) ;
Compositae (artichoke (Cynara scolymus L.), Cynara scolymus L., lettuce
(Lactuca sativa L.), Picris echioides L., Senecio vulgaris L., Sonchus oleraceus
L., Zinnia elegans Jacq) ; Cruciferae (Capsella bursa-pastoris (L.) Medic)) ;
Geraniaceae (Erodium cicutarium (L.)L’Her., Geranium dissectum L.) ;
Leguminosae (Trifolium subterraneum L.) ; Malvaceae ( Anoda cristata (L.)
Schlecht.) ; Umbelliferae (Conium maculatum L.) (Duffus et al. 1996; Wisler et
al. 1996; Li et ai. 1998).
Deteksi TICV pada tomat sangat diperlukan dalam strategi pengendalian.
Seiring dengan pesatnya kemajuan pada bidang bioteknologi, metode deteksi
virus tumbuhan juga berkembang sangat cepat. Teknik RT-PCR dikembangkan
untuk melakukan analisis terhadap molekul RNA hasil transkripsi yang terdapat
dalam jumlah sangat sedikit di dalam sel. Oleh karena PCR tidak dapat dilakukan
dengan menggunakan RNA sebagai cetakan, maka terlebih dahulu dilakukan
proses transkripsi balik (reverse transcription) terhadap molekul RNA sehingga
diperoleh molekul cDNA (complementary DNA). Molekul cDNA tersebut
kemudian digunakan sebagai cetakan dalam proses PCR. Teknik RT-PCR ini
sangat berguna untuk mendeteksi ekspresi gen, untuk amplifikasi RNA sebelum
dilakukan kloning dan analisis, maupun untuk diagnosis agensia infektif maupun
penyakit genetik (Yuwono 2006).
Teknik

RT-PCR

memerlukam

enzim

transkriptase

balik

(reverse

transcriptase). Enzim transkriptase balik adalah enzim DNA polymerase yang
menggunakan molekul RNA sebagai cetakan untuk menyintesis molekul DNA
(cDNA) yang komplementer dengan molekul RNA tersebut. Beberapa enzim
transkriptase balik yang dapat digunakan antara lain mesophilic viral reverse
transcriptase (RTase) yang dikode oleh Avian myoblastosis virus (AMV) maupun
oleh Moloney murine leukemia virus (M-MuLV), dan Tth DNA polymerase.
RTase yang dikode oleh AMV maupun M-MuLV bersifat sangat prosesif dan

8

mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 10 kb, sedangkan Tth DNA
polymerase mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 1-2 kb (Yuwono 2006).
Teknik deteksi TICV dengan RT-PCR telah dilakukan oleh para peneliti
menggunakan beberapa primer. Hartono & Wijonarko (2007) dan Jaquemond
(2008) telah melakukan deteksi TICV dengan teknik RT-PCR menggunakan
primer HSP-70 h, Fitriasari (2010) mendeteksi TICV dengan primer CP, serta
Andini (2011) dan Nurulita (2011) dengan primer CPm.
Teknik serologi juga merupakan salah satu cara deteksi dan identifikasi
suatu patogen dalam suatu inang. Teknik serologi dengan hibridisasi dot blot
menggunakan label digoxigenin TICV probe cRNA, ELISA (Enzyme linked
immunosorbent assay), western blot telah dikembangkan dan digunakan untuk
mendeteksi TICV pada tanaman tembakau (Nicotiana clevelandii), Physalis
wrightii, dan tomat di laboratorium (Duffus et al. 1996; Wisler 1996, dan Li et al.
1998).

Uji serologi merupakan pengujian berdasarkan sifat protein suatu virus.

Pada dasarnya uji serologi adalah suatu uji yang memerlukan antigen dan
antibodi, yang kemudian reaksi akan terjadi antara antigen dan antibodi dalam
suatu substrat (Bos 1994 ; Wahyuni 2005).
Prinsip dari uji serologi adalah reaksi spesifik antara antibodi dengan
antigen yang membentuk kompleks antigen-antibodi. Antibodi yang digunakan
dalam teknik serologi untuk deteksi virus tanaman diperoleh melalui penyuntikan
hewan (imunisasi) dengan antigen yang berasal dari hasil pemurnian virus. Darah
hewan yang sudah mengandung antibodi terhadap virus yang disuntikkan tersebut
kemudian akan diproses lebih lanjut untuk memperoleh antiserum yang spesifik
terhadap virus yang bersangkutan. Adanya kompleks antigen-antibodi dapat
diperhatikan dengan pengujian in vitro. Teknik serologi yang lazim digunakan
untuk diagnosis virus tumbuhan didasarkan pada interaksi antigen-antibodi yang
berupa ikatan primer, yaitu ELISA, DIBA, TBIA atau ikatan sekunder yaitu uji
presipitasi atau aglutinasi (Akin 2006).

9

Kloning

Salah satu teknologi DNA rekombinan yang dikembangkan saat ini adalah
kloning gen. Menurut Glick & Pasternak (2003) kloning gen adalah sejumlah
eksperimen yang bertujuan memindahkan DNA dari satu organism ke organism
lain. Eksperimen DNA rekombinan secara umum meliputi: (1) ekstraksi DNA
sisipan dari organisme donor, (2) pemotongan dan penyambungan secara
enzimatis ke DNA vektor untuk membentuk molekul DNA rekombinan baru, (3)
pemindahan hasil konstruksi vektor kloning-DNA sisipan ke dalam suatu sel
inang dan pemeliharaan di dalam sel tersebut, dan (4) penyeleksian sel-sel inang
yang membawa konstruksi DNA.
Prinsip dari ekstraksi DNA dalam proses kloning adalah menghancurkan
dinding sel, baik secara mekanis atau enzimatis; melisis sel dengan
menambahkan deterjen (seperti: SDS; membersihkan debris sel menggunakan
pelarut organik fenol dan chloroform-isoamilalkohol; dan mengendapkan DNA
dari lisat jernih dengan menambahkan etanol dan garam natrium (Old & Primrose
2003).
DNA sisipan dan DNA vektor dipotong menjadi fragmen linear.
Pemotongan DNA merupakan kerja enzim restriksi yang bersifat spesifik
sehingga menghasilkan DNA dengan potongan unik, baik berujung tumpul
(blunt-end) ataupun lancip (sticky-end). Bakteri menghasilkan enzim yang
menghancurkan DNA fag sebelum fag ini sempat mengadakan replikasi dan
mengarahkan sintesis partikel fag baru. DNA bakteri sendiri terlindung dari
enzim ini, hal ini dikarenakan DNA mempunyai gugus metil tambahan yang
menghalangi kerja degradatif enzim. Enzim-enzim degradatif ini disebut
endonuklease restriksi dan disintesis oleh banyak spesies bakteri. Jenis-jenis
enzim restriksi antara lain: Hindlll, Kpnl, Sacl, BamHl, spel, BstXl, EcoRl,
EcoV,Notl, Xhol, Nsil, Xbal dan Apal (Brown 2003; Glick & Pasternak 2003).
Penyambungan DNA sisipan dengan DNA vektor dilakukan oleh enzim ligase.
Konstruksi DNA sisipan-vektor plasmid ditransfer ke sel inang melalui
proses transformasi. Prinsip transformasi adalah membuat suatu kondisi yang
mempengaruhi sel hidup sehingga dapat menarik dan membiarkan molekul DNA

10

asing masuk kedalam sel melalui membran sel dari lingkungannya (sel
kompeten). Sel kompeten dibuat dengan menurunkan suhu pertumbuhan sel
beberapa lama, lalu memberikan kejutan panas. Kemungkinan DNA asing masuk
kedalam sel menjadi lebih besar jika pada lingkungannya terdapat ion-ion divalen
Ca2+ dan Mg2+. Suatu inang yang baik hendaknya memenuhi prasyarat:
pertumbuhan cepat, non patogenik, mampu menangkap molekul DNA dan stabil
dalam kultur memiliki enzim yang sesuai untuk replikasi vektor rekombinan,
mempunyai informasi genetik selengkap mungkin, dan mempunyai genotip
spesifik untuk efektifitas hasil kloning (Glick & Pasternak 2003)
Sistem inang E.coli popular digunakan. Galur E.coli DH5α adalah E.coli
yang dimutasi pada bagian lacZ (lacZ∆M15) sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai penseleksi transforman, Jika galur ini ditransformasikan oleh plasmid
yang membawa daerah regulator operon lac yaitu gen penyandi ß-galaktosidasedan suatu segmen pendek DNA penyadi ujung animo terminal plasmid tersebut
berkombinasi dengan produk ß-galaktosidase tidak lengkap yang dihasilkan galur
lacZ∆M15,

menghasilkan

ß-galaktosidase

yang

fungsional.

Peristiwa

penggabungan potongan protein lacZ menjadi lacZ fungsional ini disebut
komplementasi-α. Enzim ß-galaktosidase fungsional ini dapat diinduksi oleh
IPTG. Fenotip ini dapat diamati sebagai warna biru yang dihasilkan dari reaksi
dengan substrat kromogenik X-gal (5-bromo-4chloro-3indoly-ß-D-galactoside).
Telah dirancang tepat pada bagian hilir lacZ suatu multiple cloning region atau
multiple cloning sites (MCS), yaitu suatu daerah sempit sebagai situs penyisipan
suatu fragmen DNA. Jika DNA terklon pada daerah tersebut, maka aktivitas
fungsional lacZ di plasmid terganggu, sehingga tidak dihasilkan ß-galaktosidase
yang fungsional, akibat substrat tidak bereaksi menghasilkan warna biru. Prinsip
seleksi koloni biru putih bermanfaat untuk membedakan transforman dengan
koloni lainya (Glick & Pasternak 2003). Seleksi transforman hanya
menggambarkan masuk tidaknya konstruksi DNA ke dalam inang. Untuk
membedakan rekombinasi yaitu koloni yang membawa konstruksi DNA dengan
plasmid non rekombinasi perlu dilakukan uji ekspresi klon gen pada media
tertentu.

11

Keberhasilan transformasi dipengaruhi oleh: jenis plasmid yang
digunakan, suhu, jumlah dan ukuran DNA, lama perlakuan, adanya enzim
nuclease pada sel inang, lama dan cara pemberiannya kejutan panas, spesifitas
panas, kekuatan ion, konformasi dan konsentrasi DNA. Untuk menghindari
religasi vektor plasmid maka alkalin fosfatase dapat digunakan sehingga tidak
muncul transforman yang tidak mengandung insert (Glick & Pasternak 2003).

Ekspresi Gen

Proses ekspresi gen merupakan proses transformasi informasi genetik
melalui transkripsi dan translasi, untuk pembentukan protein atau enzim. Protein
dan enzim sangat penting dalam proses metabolisme, sehingga ekspresi gen
sebenarnya merupakan proses pengendalian metabolisme oleh gen (Jusuf 2009).
Secara umum dikenal dua sistem regulasi ekspresi gen, yaitu regulasi positif
dan negatif. Regulasi ekspresi gen melibatkan suatu operon lac. Operon lac adalah
operon yang dibutuhkan dalam transpor dan metabolisme dari laktosa di E.coli.
Operon ini diregulasi oleh berbagai faktor seperti adanya glukosa dan laktosa. Gen
struktural pada operan lac tersebut baru akan aktif bila ada induksi dari laktosa.
Sistem regulasinya terjadi pada tahapan transkripsinya karena energi yang
diperlukan akan menjadi lebih sedikit dan efisien. Bila tidak ada laktosa, gen lacI
akan menghasilkan protein represor yang mengikat operator lac dan mencegah
terjadinya transkripsi karena enzim RNA polimerase tidak lagi dapat melekat di
situs tersebut. Akan tetapi, saat laktosa ditambahkan ke dalam mediumnya,
represor LacI akan terlepas karena terikat pada alolaktosa lalu transkripsi ketiga
gen struktural akan berjalan (Kimball 2006).
Setiap protein rekombinan yang diekspresikan pada E. coli dapat
mengganggu dalam fungsi sel secara normal, dan bahkan ada yang beracun bagi
bakteri. Vektor plasmid sebagai pembawa DNA sisipan adalah molekul DNA
yang telah terkarakterisasi dengan baik, yang memungkinkan introduksi molekul
DNA rekombinan ke sel inang yang sesuai, serta memungkinkan bertahan stabil
dalam sel iang. Sebuah vektor plasmid harus memiliki fungsi (1) origin of
replication (ori) dan gen-gen lain yang memungkinkan molekul ini bereplikasi

12

sebagai elemen ekstra kromosomal, (2) penanda seleksi, biasanya merupakan
gen-gen penyandi resistensi terhadap senyawa toksik, seperti antibiotik, dan (3)
situs-situs enzim restriksi unik sebagai situs kloning sisipan DNA. Plasmid yang
berkualitas tinggi biasanya berukuran kecil, berbentuk sirkular, dan mempunyai
banyak jumlah kopi (Glick & Pasternak 2003).
Salah satu pendekatan untuk mengendalikan ekspresi adalah dengan
menggunakan vektor ekspresi yang mengandung T7 lac promoter (Studier et al.
1990). Sistem pET adalah alat ekspresi protein yang kuat, karena dapat mengatur
ekspresi protein dengan T7 / T7 lac promoter, pLysS atau host pLysS E (Novagen
2003). Vektor pET-21b merupakan vektor ekspresi yang memiliki promoter T7,
yang semakin optimal dengan adanya elemen operator yang mengandung runutan
operator lac yang mampu meningkatkan ikatan repressor lac dan memastikan
rendahnya represi promoter T7.
pET-21b berukuran sekitar 5.4 kb yang memiliki promoter T7, lacO,
synthetic ribosome-binding site (RBS), ATG (start codon), runutan 6xhis-tag,
multiple cloning site (MCS) dan stop codons (Gambar 5). Vektor ini memiliki
situs yang resisten terhadap ampisilin. Plasmid pET-21b dapat ditransformasi
dalam sel E. coli BL21(DE3)pLysS. Ekspresi protein diinduksi dengan
penambahan isopropyl-thio-D-galactoside (IPTG).

Gambar 3 Vektor ekspresi pET-21b (Novagen 2003).

13

Vektor pET-21b menghasilkan 6xhis-tag pada ujung C dari protein yang
terekspresi. His-tag ini memudahkan dalam proses purifikasi karena afinitasnya
terhadap resin nickel-nitrilotriacetic (Ni-NTA) (Qiagen 2003). pET-21b
mempunyai kelebihan antara lain: mampu mengatur transkripsi gen target, hanya
membutuhkan

induser

dengan

konsentrasi

yang

kecil

untuk

dapat

mengekspresikan gen target, dan hampir semua sel dari gen target terekspresi
(Novagen 2003).
Menurut Glick & Pasternak (2003), penyisipan gen dalam suatu vektor
tidak memberikan jaminan bahwa gen yang bersangkutan akan diekspresikan.
Proses-proses dalam ekspresi suatu protein antara lain: (1) transkripsi, (2)
translasi, (3) proses proteolitik dan degradasi, (4) lokalisasi seluler, (5) pelipatan
protein, dan (6) pertumbuhan sel.
Laju ekspresi gen asing sangat tergantung pada karakteristik organisme
inang yang digunakan. Pada umumnya produksi protein rekombinan masih
menggunakan E.coli sebagai inang. Keunggulan produksi protein rekombinan
dengan E. coli adalah produksi cepat dan murah, informasi genetik, karakteristik
biologi molekuler, biokimia, dan fisiologinya paling banyak diketahui dan diteliti.
Namun demikian, penggunaan sistem inang dengan E. coli mempunyai
kelemahan. Kelemahan tersebut antara lain: (1) Sinyal transkripsi dan translasi
spesies lain tidak dikenali dengan baik oleh inang E. coli, sehingga ekspresi gengen heterolog di E. coli lemah, (2) sulit mempelajari fungsi gen-gen dengan
lintasan metabolic dan pengaturan yang tidak terdapat di E. coli, seperti degradasi
hidrokarbon, dan (3) kemungkinan toksisitas dari produk-produk gen-gen
heterolog terhadap sel E. coli. Selain hal-hal tersebut di atas, ada masalah serius
pada ekspresi protein rekombinan pada E. coli, yaitu degradasi protein produk
secara cepat dan seringkali protein rekombinan terakumulasi dalam sel inang
dalam bentuk agregat kompak, bersifat inaktif tak larut, yang disebut badan
inklusi (inclusion bodies). Hal ini terjadi akibat keterbatasan E. coli membentuk
struktur tiga dimensi protein secara benar dalam proses pelipatan pasca translasi
(Glick & Pasternak 2003).
Ekspresi gen pada E. coli untuk produksi antibodi suatu virus tanaman telah
dilakukan oleh Kubota et al. (2011) untuk membuat antibodi terhadap Cucurbit

14

chlorotic yellow virus (CCYV), Fajardo et al. (2007) Grapevine leafroll
associated virus 3 (GLRaV-3), Abouzid et al. (2002) terhadap empat
Begomovirus, yaitu Bean golden mosaic virus (BGMV) isolat Brazil, Cabbage
leaf curl virus (CabLCV), Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV), dan Tomato
mottle virus (ToMV), Cotillon et al. (2005) Cucurbit yellow stunting disorder
crinivirus (CYSDV), dan Nickel et al. (2004) Apple stem grooving virus
(ASGV). Keunggulan penyediaan antibodi dengan metode ini antara lain: protein
yang dihasilkan bersifat spesifik sehingga tidak bereaksi terhadap protein
tanaman, dapat tersedia antigen dalam jumlah yang mencukupi setiap saat apabila
diperlukan untuk produksi antiserum, (Cotillon et al. 2005).

15

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium
Biokimia Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber
Daya Genetik Pertanian (BB-BIOGEN) sejak Maret 2009 hingga April 2011.
Tanaman Sumber Virus
Koleksi dan Pengumpulan Tanaman Sakit. Koleksi dan pengumpulan
tanaman sakit dilakukan di sentra produksi tomat di Cikajang-Garut (pada
ketinggian 1287 m dpl), Cipanas-Cianjur (1225 m dpl). Pengamatan ditujukan
terhadap tanaman tomat yang bergejala klorosis, yaitu klorosis diantara tulang
daun, daun berwarna keunguan dan nekrotik, serta mudah rapuh. Tanaman tomat
yang menunjukkan gejala tersebut kemudian diambil bagian pucuk daun yang
berkembang penuh, dan ditempatkan di dalam coolbox agar daun tersebut tetap
segar sampai di laboratorium sebelum diberi perlakuan lebih lanjut. Keberadaan
TICV pada sampel daun yang diambil dipastikan melalui metode RT-PCR.
Deteksi TICV dan ToCV dengan RT-PCR. Sebanyak 0.1 g jaringan daun
tomat didinginkan dengan nitrogen cair, kemudian dilumatkan dengan mortar
sampai menjadi tepung halus dan RNA total diekstraksi menggunakan RNeasy
Plant Mini Kits (Qiagen). RNA hasil ekstraksi disintesis menjadi cDNA dengan
menggunakan teknik RT. Reaksi RT dibuat dengan total volume 10 µl yang
mengandung 2 µl RNA total, 1 µl buffer RT 10X, 0,35 µl 50 mM DTT
(dithiothreitol), 2 µl 10 mM dNTP (deoksiribonukleotida triphosphat), 0,35 µl MMuLV Rev, 0,35 µl RNase inhibitor, 0,75 µl oligo (dT), dan 3,2 µl H2O. Reaksi
RT dilakukan dalam sebuah Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR System
9700; PE Applied Biosystem, USA) yang diprogram untuk satu siklus pada suhu
25ºC selama 5 menit, 42ºC selama 60 menit, dan 70ºC selama 15 menit. Siapan
cDNA hasil RT digunakan sebagai template dalam reaksi PCR. Reaktan PCR
dengan total volume 25 µl terdiri atas 1 µl masing-masing primer spesifik ToCV
(ToCV-CP

R-Hind:

5’-

16

AATTAAAAGCTTTTAGCAACCAGTTATCGATGCAAG-3’ dan ToCV-CP FBam no ATG: 5’-AATTAAGGATCCGAGAACGATGCTGTTAC-3’) dan
spesifik

TICV

(TICV–CP

F-Bam

no

ATG

(

5’-

AATTAAGGATCCGAAAACTTATCTGGTAATGCAAAC-3’ dan TICV–CP
R-Hind 5’-AATTAAAAGCTTTTAGCATGGGTGTTTCATATCAGCC-3’), 2,5
µl buffer PCR 10X + Mg2+, 0,5 µl 10 mM dNTP, 2,5 µl sucrose cresol 10X, 0,3 µl
Taq DNA polymerase, 14,2 µl H2O, dan 1 µl DNA template. PCR dilakukan pada
Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem,
USA). Proses ini didahului dengan denaturasi awal pada 94ºC selama 4 menit,
dilanjutkan dengan 30 siklus yang terdiri dari denaturasi pada 94ºC selama 1
menit, penempelan primer (annealing) pada 55ºC selama 1 menit, dan
pemanjangan (Extension) pada 72ºC selama 2 menit, dan diikuti pemanjangan
akhir pada 72ºC selama 10 menit. Amplikon hasil PCR dielektroforesis dengan
1% agarose gel yang mengandung ethidium bromida (EtBr) dan TAE bufer
dengan voltase 50V selama 60 menit. Hasil elektroforesis divisualisasikan dengan
Transluminator UV dan didokumentasikan dengan kamera digital.
Karakterisasi Gen CP TICV
Ekstraksi RNA Total. Ekstraksi RNA total dilakukan dengan
menggunakan RNeasy Plant Mini Kits (Qiagen) dan dikerjakan sesuai dengan
protokol yang diberikan (Qiagen 2003). Sebanyak 0.1 g daun tomat yang
didinginkan dengan nitrogen cair dilumatkan sampai menjadi tepung halus dengan
menggunakan mortar steril. Hasil gerusan dimasukkan dalam tabung mikro 2 ml
dan ditambahkan buffer ekstraksi (RLT) yang mengandung 1% merkaptoetanol.
Setelah divortek 1 menit, sampel diinkubasi pada suhu 56 °C selama 10 menit,
kemudian dimasukkan ke dalam QIA shredder spin column yang ditempatkan
pada tabung koleksi 2 ml dan disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 2
menit. Selanjutnya supernatan dipindahkan ke dalam tabung mikro 2 ml dan
ditambah dengan 0.5 volume etanol 96% (± 225 µl), lalu dimasukan ke dalam
RNeasy mini column pink di dalam tabung koleksi 2 ml. Setelah disentrifugasi
dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 detik, mini column dicuci dua kali
dengan 700 µl buffer RW1 dan 500 µl bufer RPE serta disentrifugasi dengan
kecepatan yang sama selama 2 minit. Cairan yang ada dalam tabung koleksi

17

dibuang dan mini column diletakan balik dalam tabung koleksi untuk dikeringkan
dengan cara disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 2 menit. RNA
total yang terikat dalam mini column dielusi dengan 40 µl RNAse free water ke
dalam Rneasy dan disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 1 menit
dalam tabung mikro yang baru setelah didiamkan selama 10 menit.
Sintesis complementary (c) DNA. RNA hasil ekstraksi disintesis menjadi
cDNA dengan menggunakan teknik Reverse Transcription Polymerase Chain
Reaction (RT-PCR). Reaktan RT-PCR dibuat dengan total volume 10 µl yang
mengandung 2 µl RNA total, 1 µl buffer RT 10X, 0,35 µl 50 mM DTT
(dithiothreitol), 2 µl 10 mM dNTP (deoksiribonukleotida triphosphat), 0,35 µl MMuLV Rev, 0,35 µl RNase inhibitor, 0,75 µl oligo (dT), dan 3,2 µl H2O.
Komponen-komponen tersebut digunakan untuk satu kali reaksi RT. Reaksi RT
dilakukan dalam sebuah Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR System
9700; PE Applied Biosystem, USA) yang diprogram untuk satu siklus pada suhu
25ºC selama 5 menit, 42ºC selama 60 menit, dan 70ºC selama 15 menit. Siapan
cDNA hasil RT digunakan sebagai template dalam reaksi PCR.
Amplifikasi Gen CP-TICV dengan PCR. Reaktan PCR dengan total
volume 25 µl terdiri atas 1 µl masing-masing primer, 2,5 µl buffer PCR 10X +
Mg2+, 0,5 µl 10 mM dNTP, 2,5 µl sucrose cresol 10X, 0,3 µl Taq DNA
polymerase, 14,2 µl H2O, dan 1 µl cDNA. PCR dilakukan pada Automated
Thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem, USA).
Proses

ini didahului dengan denaturasi awal pada 94ºC selama 4 menit,

dilanjutkan dengan 30 siklus yang terdiri dari denaturasi pada 94ºC selama 1
menit, penempelan primer (annealing) pada 55ºC selama 1 menit, dan
pemanjangan (Extension) pada 72ºC selama 2 menit. Khusus untuk siklus terakhir
ditambahkan 10 menit pada 72ºC untuk sintesis poliadenalin (poli A) yang
diperlukan kloning ke dalam T-A cloning vector (pGEMT-Easy (Promega)), dan
siklus berakhir pada suhu 4ºC. Produk PCR dielektroforesis dalam 1% agarose gel
yang mengandung ethidium bromida dan TAE bufer dengan voltase 50V selama
60 menit. Hasil elektroforesis divisualisasikan dengan Transluminator UV dan
didokumentasikan dengan kamera digital.

18

Perunutan Nukleotida dan Asam Amino Gen CP-TICV. Sebanyak
50µl PCR sampel yang positif mengandung CP-TICV dikirim ke PT. Macrogen
Incorporation (Korea Selatan). Hasil perunutan nukleotida dan asam amino
kemudian digunakan untuk analisis kesejajaran dengan runutan nukleotida dan
asam amino TICV yang telah dipublikasikan di GenBank dengan program
BLAST (Basic Local Alignment Search Tools) (NCBI 2010). Analisis filogenetika
dilakukan menggunakan program PHYLIP versi 3.6 (University of Washington).
Sebelum dianalisis, runutan nukleotida semua isolat yang terpilih dimodifikasi
dengan software Clustal X 1.83 untuk menyamakan format runutannya. Matrik
jarak genetika dihitung dengan menggunakan matrik parameter dalam program
komputer DNA ML dan untuk runutan asam amino CP menggunakan ProML.
Pohon filogenetika digambarkan dengan program DRAWTREE dalam paket
program

PHYLIP.

Analisis

boostrap

dengan

1000

ulangan

dilakukan

menggunakan program SEQBOOT dan konsensus pohon filogenetika dibuat
dengan program CONSENSE. Pohon filogenetik digambarkan dengan program
Mega 4 dalam paket program PHYLIP.

Ekspresi Gen CP-TICV pada E. coli strain BL21(DE3)pLysS
Kloning CP-TICV. Kloning gen CP-TICV telah dilakukan di Jepang
(kerjasama dengan Utsunomiya University). Hasilnya plasmid pGEM-CP yang
ditransformasi ke dalam E.coli strain DH5α.
Konstruksi Vektor Ekspresi. Ekpresi gen CP-TICV dalam pET-21b(+)
dilakukan dengan menggunakan promoter T7. Gen CP-TICV disisipkan pada
tempat pemotongan BamHI/HindIII yang terletak antara promoter T7 pada ujung
depan setelah start kodon dan 6xhis-tag pada ujung belakang sebelum stop kodon
dari pET-21b(+) sehingga terbentuk pET21-CP.
Persiapan Kompeten Sel E. coli strain BL21(DE3)pLysS. Stok E. coli
strain BL21(DE3)pLysS dalam gliserol digores pada media LB agar yang
mengandung antibiotik Ampisilin 50 µg/ml dan Kloramfenikol 20 µg/ml,
kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C semalam. Satu kultur biakan E. coli
semalam dipindahkan ke dalam 5 ml LB broth yang mengandung antibioti