Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor

STRUKTUR DAN STRATEGI NAFKAH PEDAGANG
MAKANAN DI SEKTOR INFORMAL DAERAH SUBURBAN
KABUPATEN BOGOR

RIZKA AMALIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Struktur dan Strategi
Nafkah Pedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten
Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
Rizka Amalia
NIM I34090030

ABSTRAK
RIZKA AMALIA. Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor
Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ARYA HADI
DHARMAWAN
Strategi nafkah selalu dilakukan oleh manusia untuk mempertahankan
keberlanjutan kehidupan mereka. Sementara itu, penelitian ini memfokuskan
kajian pada strategi nafkah salah satu sektor informal yaitu usaha berdagang
makanan. Penelitian ini dilakukan karena adanya pembangunan dan
industrialisasi. Pembangunan dan industrialisasi ini berdampak pada proses
pengkotaan sehingga terjadi pengalihan profesi dari dominasi petani menjadi
pedagang makanan di sektor informal. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah penelitian survei menggunakan kuisioner dan pendekatan kualitatif
menggunakan slip, studi kasus dan observasi sebagai penunjang data-data
kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan karakteristik pekerja sektor informal,

struktur nafkah rumah tangga pedagang makanan, strategi-strategi nafkah yang
dilakukan oleh pedagang makanan di sektor informal, alasan pedagang makanan
berdagang di public area dan cara pengelolaan kapasitas menabung pedagang
makanan di sektor informal.
Kata kunci: pembangunan, proses pengkotaan, kapasitas menabung

ABSTRACT
RIZKA AMALIA. Livelihoods Structure and Strategies of food seller in Informal
Sector Bogor District Suburban Areas. Supervised by ARYA HADI
DHARMAWAN
Livelihood strategies are done by humans to maintain the sustainability of life.
Meanwhile, this research is focused on livelihood strategies of food seller in
informal sector. The study is conducted because industrialization and
development. Affect of this industrialization and development are urbanizing
process, so that is make profession conversion of domination farmer become food
stall at informal sector. The method used in this study is survey research using
questionnaires and qualitative approach using a slip, case studies and
observations to support quantitative data. The results of this study is about
characteristics of informal sector workers especially in food vendors, the
structure of household income, livelihood strategies, the reason to trade in public

areas and management saving capacity of informal sector workers.
Keywords: development, urbanizing process, saving capacity

STRUKTUR DAN STRATEGI NAFKAH PEDAGANG
MAKANAN DI SEKTOR INFORMAL DAERAH SUBURBAN
KABUPATEN BOGOR

RIZKA AMALIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi
Nama
NIM

: Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor
Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor
: Rizka Amalia
: I34090030

Disetujui oleh
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc. Agr
NIP. 19630914 199003 1 002

Diketahui oleh
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS

NIP. 19550630 198103 1 003

Tanggal Lulus:_____________________________

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah
livelihood, dengan judul Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di
Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Arya Hadi
Dharmawan, MSc Agr selaku pembimbing studi pustaka dan skripsi; Ibu Prof.
Aida V.S Hubeis selaku pembimbing akademik; Ibu Heru Purwandari, SP, Msi
sebagai dosen penguji utama; Ibu Ir. Yatri Indah Kusumastuti, MS sebagai dosen
penguji wakil departemen sain komunikasi dan pengembangan masyarakat; Bapak
Ir. Fredian Tonny, MS sebagai penguji petik draft skripsi; serta Ibu Ir. Sugiah
Mugneisyah Mahfud Msi, Ibu Ir. Melani Abdul Kadir Sunito Msi, dan Ibu Ir Hana
Indriana Msi yang telah memotivasi penulis. Di samping itu, ucapan terima kasih
pada beasiswa BUMN yang telah memberikan beasiswa dari semester lima
sampai lulus sarjana dan beasiswa BUMN juga yang telah mendanai pelaksanaan

penelitian ini; teman-teman Sain Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
(SKPM) angkatan 46 khususnya Firza Triana Zelaviori, Femy Amalia Arizi Putri,
Rahayu Arizona, Indah Permatasari, Tiara Anjakusuma, Siska Oktavia dan Novia
Fridayanti yang selalu memberikan semangat pada penulis; teman-teman SKPM
46 yang selalu berbagai ide dan motivasi; teman-teman program akselerasi SKPM
46 yang selalu mengingatkan deadline; dan teman-teman kosan Wisma Gajah
khususnya Meliza Dita Utami dan Wirdania Ustadza yang selalu berusaha
membuat penulis tertawa. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Ayahanda Nur Cholis almarhum yang wafat pada tanggal 20 Januari 2013, Ibunda
Junaidah, Lek Ajih, Lek Ubab, Tante Layl, Lek Is, Lek Din, Lek Um, Pak De
Kyai Hakim, Mas Muhammad Zulfi Ali, Mbak Siti Ulfatin, Adik Muhammad
Ikmal Farih, Muhammad Zalfi Falcha, Mila Amalia serta seluruh keluarga besar
Kyai H. Sarbini, H. Syafi’i, dan H. Umar atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013
Rizka Amalia
I34090030

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

ix

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

BAB I. PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian.

3

BAB II. PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka

5

5

Pengertian Strategi Nafkah.

5

Sumber-Sumber Strategi Nafkah

6

Migrasi Desa-Kota

7

Pengertian Sektor Informal

8

Terbentukya Sektor Informal


9

Jenis-Jenis Pekerjaan Sektor Informal

10

Perbedaan Ciri-Ciri Sektor Informal dan Formal

11

Kerangka Pemikiran

12

Hipotesis Penelitian

14

Definisi Konseptual


14

Definisi Operasional.

15

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

19

Jenis Penelitian

19

Jenis Data, Lokasi dan Waktu Penelitian

19

Kerangka Sampling ,Pemilihan Responden dan Informan

20

Teknik Pengumpulan Data

20

Teknik Pengolahan Data

22

BAB IV. KARAKTERISTIK PEDAGANG MAKANANDI SEKTOR
INFORMAL

25

Umur dan Tingkat Pendidikan Responden

25

Jenis Kelamin Responden

27

Status Perkawinan Responden

28

Daerah Asal Responden

29

Ikhtisar

31

BAB V. STRUKTUR NAFKAH RUMAH TANGGA PEDAGANG
MAKANAN

33

Struktur Pendapatan Berdasarkan Tenaga Kerja yang Dipekerjakan
oleh Pedagang Makanan di Jalan Dramaga

33

Struktur Pendapatan Berdasarkan Tingkat Pendapatan Rumah
Tangga

36

Tingkat Kemiskinan Pedagang Makanan

40

Pengeluaran Rumah Tangga Pedagang Makanan

43

Kapasitas Menabung Pedagang Makanan di Sektor Informal

44

Ikhtisar

46

BAB VI. STRATEGI NAFKAH PEDAGANG MAKANAN
Sistem Penghidupan Rumah Tangga Pedagang Makanan

49
49

Sistem Usaha Berdagang Makanan

49

Sumber Nafkah Rumah Tangga Pedagang Makanan

52

Alasan Pedagang Makanan Bertahan di Lahan Umum

57

Strategi Pola Nafkah Ganda

61

Strategi Mengeksploitasi Diri

64

Strategi Menekan Biaya Berdagang

66

Strategi Pemanfaatan Lahan

67

Strategi Mempekerjakan Anggota Keluarga

68

Strategi Pembagian Kerja

69

Strategi Ekspansi Usaha

70

Strategi Berhutang dan Pencairan Investasi

71

Strategi Mengamankan Usaha Bisnis Makanan

73

Ikhtisar

74

BAB VII. PENGELOLAAN PENDAPATAN PEKERJA SEKTOR
INFORMAL

79

Ragam Investasi Berdasarkan Tingkat Pendapatan Rumah Tangga
Responden

79

Ragam Investasi Berdasarkan Tingkat Kapasitas Menabung
Responden

81

Ikhtisar

83

BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

85

Kesimpulan

85

Saran

86

DAFTAR PUSTAKA.

87

LAMPIRAN

89

RIWAYAT HIDUP

127

DAFTAR TABEL
Tabel 1.

Perbedaan karakteristik dari dua sektor ekonomi

11

Tabel 2.

Perincian data berdasarkan jenis data dan teknik pengumpulan
data

21

Tabel 3.

Frekuensi dan persentase responden pedagang makanan di Jalan
Babakan berdasarkan jenis kelamin, tahun 2012

27

Tabel 4.

Frekuensi dan persentase responden pedagang makanan di Jalan
Babakan berdasarkan status perkawinan, tahun 2012

28

Tabel 5.

Sebaran daerah asal responden pedagang makanan di Jalan
Babakan, tahun 2012

30

Tabel 6.

Frekuensi dan persentase jumlah usaha berdasarkan jenis usaha di
Jalan Babakan, tahun 2012

33

Tabel 7.

Matriks perbandingan pekerjaan sampingan pada golongan tingkat
pendapatan rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan
Babakan, tahun 2012

37

Tabel 8.

Frekuensi dan persentase kategori pendapatan rumah tangga
pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

38

Tabel 9.

Jumlah pendapatan rata-rata rumah tangga responden pedagang
makanan di Jalan Babakan berdasarkan jenis usaha, tahun 2012

42

Tabel 10.

Jumlah pendapatan rata-rata rumah tangga responden pedagang
makanan di Jalan Babakan berdasarkan kategori tingkat
pendapatan rumah tangga, tahun 2012

42

Tabel 11.

Jumlah saving capacity rumah tangga responden pedagang
makanan di Jalan Babakan menurut kategori tingkat pendapatan,
tahun 2012

45

Tabel 12.

Matriks perbedaan sistem usaha berdagang makanan contoh kasus
pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

50

Tabel 13.

Matriks perbandingan strategi nafkah rumah tangga berdasarkan
subyek penelitian.

54

Tabel 14.

Jumlah responden pedagang makanan di Jalan Babakan menurut tingkat
sumber nafkah dan strategi nafkah, tahun 2012

55

Tabel 15.

Matriks perbandingan sumber nafkah rumah tangga contoh kasus
responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan tingkat
pendapatan rumah tangga, tahun 2012

56

Tabel 16.

Jumlah dan persentase responden pedagang makanan di Jalan Babakan
menurut tenaga kerja yang dipekerjakan dan pemanfaatan lahan
berdagang, tahun 2012

58

Tabel 17.

Jumlah dan persentase responden pedagang makanan di Jalan Babakan
menurut alasan bernafkah dan status penguasaan lahan, tahun 2012

58

Tabel 18.

Jumlah responden pedagang makanan di Jalan Babakan menurut tingkat
alasan bernafkah dan tingkat strategi nafkah, tahun 2012

60

Tabel 19.

Matriks perbandingan strategi nafkah contoh kasus rumah tangga
responden pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

60

Tabel 20.

Matriks perbandingan strategi nafkah ganda yang dilakukan contoh
kasus responden pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

63

Tabel 21.

Frekuensi dan persentase waktu produksi yang dilakukan pedagang
makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

64

Tabel 22.

Jumlah responden pedagang makanan di Jalan Babakan menurut tingkat
pendapatan dan waktu produksi, tahun 2012

65

Tabel 23.

Sebaran tempat tinggal responden pedagang makan di Jalan Babakan,
tahun 2012

66

Tabel 24.

Frekuensi dan persentase status penguasaan lahan responden pedagang
makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

67

Tabel 25.

Frekuensi dan persentase pemanfaatan tenaga kerja oleh responden
pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

68

Tabel 26.

Frekuensi dan persentase pembagian kerja responden dalam usaha
berdagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

69

Tabel 27

Frekuensi dan persentase usaha yang dilakukan responden pedagang
makanan di Jalan Babakan dalam menghadapi masa sulit, tahun 2012

71

Tabel 28

Frekuensi pihak-pihak yang menjamin keamanan usaha bisnis
responden pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

73

Tabel 29

Jumlah responden pedagang makanan di Jalan Babakan menurut tingkat
pendapatan dan ragam investasi, tahun 2012

80

Tabel 30

Matriks perbandingan cara investasi rumah tangga responden pedagang
makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

81

Tabel 31

Jumlah responden pedagang makanan di Jalan Babakan menurut tingkat
pendapatan dan ragam investasi, tahun 2012

82

Tabel 32

Kerangka sampling berdasarkan nama tempat dagang dan letak
tempat dagang

91

Tabel 33

Matriks daftar nama responden dan tempat berdagang

94

Tabel 34

Rekap data pengkategorian pendapatan rumah tangga

120

Tabel 35

Rekap data pengeluaran rumah tangga

122

Tabel 36

Rekap data saving capacity rumah tangga

123

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.

Mobilisasi modal dan sumberdaya manusia (SDM) pedesaan di
dua basis nafkah pada mazhab Bogor

6

Gambar 2.

Bagan alir strategi nafkah sektor informal di daerah suburban

13

Gambar 3.

Kurva normal penggolongan pendapatan rumah tangga

23

Gambar 4.

Kurva normal penggolongan saving capacity

23

Gambar 5.

Tingkat pendidikan responden pedagang makanan di Jalan
Babakan, tahun 2012

25

Gambar 6.

Grafik jumlah komposisi pendapatan rata-rata per tahun rumah tangga
responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan tenaga
kerja yang dipekerjakan oleh pedagang makanan di Jalan Babakan,
tahun 2012

34

Gambar 7.

Grafik persentase komposisi pendapatan rata-rata per tahun rumah
tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan
tenaga kerja yang dipekerjakan oleh pedagang makanan di Jalan
Babakan, tahun 2012

35

Gambar 8.

Jumlah komposisi pendapatan rata-rata per tahun rumah tangga
responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan kategori
tingkat pendapatan dalam per juta rupiah, tahun 2012

36

Gambar 9.

Grafik persentase komposisi pendapatan rata-rata per tahun rumah
tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan
kategori tingkat pendapatan, tahun 2012

39

Gambar 10.

Rata-rata pengeluaran rumah tangga per tahun menurut kategori tingkat
pendapatan rumah tangga pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun
2012

43

Gambar 11.

Grafik jumlah pendapatan dan pengeluaran per tahun rumah tangga
responden pedagang makanan di Jalan Babakan dalam per juta rupiah
menurut kategori tingkat pendapatan, tahun 2012

44

Gambar 12.

Peta Jalan Babakan

91

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar peta lokasi penelitian

91

Lampiran 2. Kerangka sampling

91

Lampiran 3. Data responden

94

Lampiran 4. Kuisioner

95

Lampiran 5. Pedoman wawancara

104

Lampiran 6. Catatan harian

105

Lampiran 7. Rekap data

120

BAB I
PENDAHULUAN
Bab pendahuluan ini meliputi latar belakang atau alasan kuat dilakukannya
penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat. Masing-masing uraian
tersebut ditulis dalam subbab-subbab di bawah ini.
Latar Belakang
Industrialisasi merupakan salah satu pemicu proses pengkotaan dan
perubahan sosial. Pengkotaan dan perubahan sosial ini berpotensi pada adanya
konflik dan sengketa, yang berkaitan dengan ketidakseimbangan distribusi resiko
dan manfaat industri pada masyarakat sekitar industri. Salah satu bentuk industri
adalah industri jasa pendidikan yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB). Menurut
PPW-LPPM (2002) dalam Tan (2006) menyatakan bahwa kehadiran IPB di
Dramaga telah mendorong urbanisasi dan perubahan sosial. IPB mempunyai andil
besar membawa masyarakat desa-desa lingkar kampus yang sebelumnya homogen
petani dan didominasi oleh komunitas-komunitas Suku Sunda menjadi masyarakat
suburban yang kian heterogen. Wilayah Lingkar Kampus (WLK) merupakan
salah satu pusat pertumbuhan ekonomi dan ruang terpenting di pinggir Kota
Bogor.
Daerah suburban merupakan sebuah kawasan yang masyarakatnya telah
terperangkap dalam suatu transformasi meninggalkan pertanian tetapi masih
belum didominasi oleh kegiatan-kegiatan industrial, maka dari itu banyak
masyarakat di daerah suburban yang mencari nafkah pada sektor informal yang
tidak teratur. Ketidakteraturan ini terlihat bagaimana pekerja sektor informal
khususnya pedagang makanan yang mengambil public area seperti pinggir jalan
atau trotoar, dan menjual makanan yang tidak bersih.
Menurut McGee (1971) sektor informal merupakan objek eksploitasi dari
kaum sirkuit atas. Pada dasarnya sektor informal ini menopang dan melayani
kaum sirkuit bawah tetapi faktanya juga menopang eksistensi kaum sirkuit atas.
Oleh karena itu, harga barang yang ditetapkan oleh sektor informal menjadi tinggi,
kemudian hal ini, dapat mempengaruhi pendapatan dan tabungan mereka. Selain
itu, menurut Hart (1973) sektor informal merupakan pelarian orang desa yang
tidak tertampung pada sektor pertanian. Hart (1973) juga menyatakan bahwa
pekerjaan informal menggambarkan luasnya kesempatan memperoleh penghasilan,
yang mana terdapat arus pendapatan yang tidak tetap.
Salah satu wilayah yang merupakan daerah suburban adalah di Jalan
Babakan, Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Jalan Babakan
yang berada di Desa Babakan merupakan daerah suburban karena desa Babakan
ini dibatasi oleh desa dan kota serta adanya industrialisasi pendidikan, sehingga
memungkinkan pembangunan dan proses pengkotaan. Menurut data dan profil
Desa Babakan (2010) menyatakan bahwa Desa Babakan mempunyai luas wilayah
334.384 ha luas, batas sebelah utara adalah Desa Ciherang Kecamatan Dramaga,
sebelah selatan adalah Desa Dramaga kecamatan Dramaga, sebelah timur adalah
Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat, dan sebelah barat adalah

2
Desa Cibanteng Kecamatan Ciampea. Desa Babakan dimungkinkan menampung
keberadaan para migran, karena masyarakatnya mempunyai mobilitas spasial
yang tinggi. Selain itu, di Desa Babakan terdapat industrialisasi pendidikan yaitu
keberadaan Institut Pertanian Bogor yang memberi faktor penarik masyarakat di
luar Desa Babakan untuk berusaha di sektor informal. Oleh karena itu, di Jalan
Babakan yang terletak di Desa Babakan merupakan kawasan yang banyak
menampung sektor informal khususnya pedagang makanan yang tidak teratur.
Maka dari itu, penelitian ini akan menganalisis sejauhmana pedagang
makanan berstrategi dalam mengeksistensikan kehidupan mereka.

Perumusan Masalah
Masalah-masalah yang diteliti yaitu adanya industrialisasi pendidikan
yang merupakan salah satu pemicu proses pengkotaan dan perubahan sosial.
Proses pengkotaan dan perubahan sosial ini berpotensi pada adanya konflik dan
sengketa, yang berkaitan dengan ketidakseimbangan distribusi resiko dan manfaat
industri pada masyarakat sekitar industri. Salah satu bentuk industri adalah
industri jasa pendidikan yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berdampak
pada pengalihan profesi dari dominasi petani menjadi pekerja sektor informal.
Salah satu sektor informal yang banyak ditemukan di sekitar IPB adalah
pedagang makanan, biasanya pedagang makanan mendirikan usahanya di public
area seperti jalan, dan trotoar. Keberadaan public area yang menyediakan
konsumen potensial mengakibatkan para pedagang makanan mempertahankan
public area untuk tempat berjualan. Keberadaan pedagang makanan yang
mengambil public area secara ilegal mengakibatkan sektor informal ini selalu
berhadapan dengan petugas-petugas ketertiban. Oleh karena itu, pedagang
makanan ini selalu mempunyai strategi agar tidak ada pengusiran. Maka dari itu,
perlu diketahui bagaimana strategi yang dilakukan oleh para pekerja sektor
informal khususnya pedagang makanan di Jalan Babakan untuk
mempertahankan kehidupan?
Selain adanya pengusiran dari para petugas ketertiban, sektor informal ini
juga mendapat beberapa tekanan dari pihak-pihak penguasa lahan seperti preman.
Preman ini biasanya juga secara langsung meminta beberapa uang. Beberapa
kendala dan tekanan ini tidak membuat sektor informal khusunya pedagang
makan untuk pergi dari public area, bahkan sektor informal khususnya pedagang
makanan selalu mengakar di public area. Sebenarnya sebab-sebab apa yang
membuat para pekerja sektor informal khususnya pedagang makanan
bertahan?
Sektor informal merupakan sektor usaha luas yang bisa dimasuki oleh
siapa saja, sehingga sektor ini melekat pada para pencari pekerjaan atau mereka
yang hanya sekedar tidak ingin menganggur karena sumber nafkah yang mereka
miliki berkurang atau bahkan mereka yang sudah tidak mempunyai sumber
nafkah lagi. Pada kenyataannya sektor informal seperti berdagang makanan
banyak dimasuki oleh orang-orang yang justru banyak memiliki sumber nafkah
yang berlimpah. Menurut McGee (1971) sektor informal pada dasarnya melayani
kaum sirkuit bawah tetapi faktanya juga menopang eksistensi kaum sirkuit atas.
Oleh karena itu, harga barang yang ditetapkan oleh sektor informal menjadi

3
tinggi, kemudian hal ini yang dapat mempengaruhi pendapatan dan tabungan
mereka. Maka dari itu, menarik untuk diketahui sejauhmana para pekerja
sektor informal khususnya pedagang makanan mengelola surplus
pendapatan (kapasitas menabung) mereka?

Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
Menerangkan strategi yang dilakukan oleh pedagang makanan di Jalan
Babakan untuk mempertahankan kehidupan.
Menerangkan sebab-sebab pedagang makanan bertahan menjadi pedagang
makanan di Jalan Babakan.
Menerangkan cara pengelolaan surplus pendapatan pedagang makanan di
Jalan Babakan

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak,
antara lain:
1.

Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah
pengetahuan tentang strategi nafkah pekerja sektor informal khususnya para
pedagang makanan di daerah suburban. Selain itu, penelitian ini diharapkan
juga menambah khazanah literatur kajian mengenai strategi nafkah khususnya
strategi nafkah pedagang makanan di sektor informal daerah suburban.
2. Bagi pemerintah Kabupaten Bogor, hasil penelitian ini diharapkan menjadi
sumber informasi yang bermanfaat untuk memberikan pertimbangan dalam
pengambilan kebijakan terkait keberadaan sektor informal khususnya
pedagang makanan.

5

BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
Pendekatan teoritis yang melandasi penelitian ini terdiri dari tinjauan
pustaka, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, definisi konseptual, dan definisi
operasional. Masing-masing uraian tersebut, ditulis dalam subbab-subbab di
bawah ini.

Tinjauan Pustaka
Pengertian Strategi Nafkah
Konsep strategi bertahan hidup di kalangan ilmuwan barat pertama kali
digunakan oleh Duque dan Pastrana pada tahun 1973, kemudian konsep tersebut
digunakan dalam referensi untuk rasionalitas strategi dalam meminimalkan resiko
di dalam ekonomi yang tidak menentu (Crow 1989 dikutip Widiyanto 2009). Ellis
(2000) mendefinisikan bahwa nafkah mengarah pada perhatian hubungan antara
aset dan pilihan orang untuk kegiatan alternatif yang dapat menghasilkan tingkat
pendapatan untuk bertahan hidup, yang mana sebuah nafkah terdiri dari aset,
(alam, fisik, manusia, modal keuangan, dan sosial) kegiatan dan akses (dimediasi
oleh lembaga dan hubungan sosial) yang bersama-sama menentukan hidup
individu atau rumah tangga. Sementara itu, Dharmawan (2007) menyatakan
bahwa strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun
kelompok untuk mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan
eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku.
Strategi nafkah dilakukan melalui pola jaringan keamanan sosial berlapis
dilakukan untuk menghadapi beberapa kemungkinan buruk yang menimpa
individu atau rumah tangga yaitu dengan menyusun formasi keamanan sosial
sebagai berikut: keamanan sosial berbasis keluarga, keamanan sosial berbasis
pertemanan, keamanan sosial berbasis patron-klien, keamanan sosial berbasis
kelembagaan lokal, dan keamanan sosial berbasis pertetanggaan (Iqbal 2004).
Dharmawan (2007) menyatakan bahwa nafkah dan strategi nafkah
termasuk dalam ilmu sosiologi nafkah yang merupakan keseluruhan hubungan
antara manusia, sistem sosial dengan sistem penghidupannya, yang mana dalam
menjalankan nafkahnya seseorang atau sekelompok orang dapat mengakses dua
basis nafkah yang saling mengisi yaitu sektor pertanian dan non-pertanian.
Sementara itu, menurut Widiyanto (2009) bahwa sistem nafkah yang dibangun
petani tembakau sangat dipengaruhi oleh etika moral petani baik pada level
individu, rumah tangga, hingga komunitas. Ada dua pijakan etika moral dalam
membentuk strategi nafkahnya yaitu etika moral berbasis sosial-kolektif dan
individualmaterialism. Berbagai kondisi atau situasi membuat rumah tangga
petani terdorong atau tertarik memasuki domain lainnya, seperti “livelihood
diversification” dan migrasi. Strategi srabutan merupakan strategi yang
diterapkan sebagai respon dan adaptasi rumahtangga petani karena “base
livelihood” dianggap tidak mampu lagi memberikan jaminan kehidupan. Strategi
ini diterapkan oleh rumah tangga petani tembakau, baik pada situasi normal

6
mauppun krisis. Pada situaasi normal, strategi ini
i merupakkan sebagaai adaptasi
terhaadap kondissi ekologi maupun
m
daalam upaya meningkattkan pendaapatan atau
menggurangi biaaya. Semenntara pada situasi krissis, strategii ini dapat dikatakan
strateegi koping.

Sumbber: (Dharmaw
wan 2007: 1799)

Gam
mbar 1. Mobilisasi modaal dan sumbber daya maanusia (SDM
M) pedesaann di dua
basis nafkah paada mazhab bogor
Menuurut Redclift (1986) daalam Widiyyanto (2009)), orang-oraang dalam pposisi yang
termarjinalkan seperti
s
petanni, kelompook usaha kecil dan keluuarga petanii dikatakan
mem
miliki strateggi di dalam
m bertahan hidup
h
yang sering diseebut sebagaai “strategi
surviival” atau” strategi
s
copping”.

Sum
mber-Sumbeer Strategi Nafkah
Ellis (20000), menyaatakan bahw
wa pengiku
ut garis Chhambers dann Conway
berpiikir tentanng kehiduppan (misaalnya Scoo
ones 19988) cenderuung untuk
menggidentifikassi lima kateggori modal utama
u
sebag
gai basis naafkah yaitu:
1. Modal
M
alam
m mengacu pada sum
mber daya alam (tanaah, air, pohhon) yang
m
menghasilkan
n produk yang diggunakan oleh
o
popullasi manusia untuk
keelangsungann hidup merreka.
2. Modal
M
fisik mengacu pada aset dibawa untuk
u
menggeksistensikkan proses
prroduksi ekoonomi.
3. Modal
M
manuusia mengaacu pada tingkat peendidikan dan status kesehatan
inndividu dan populasi.
4. Modal
M
finannsial mengaacu pada sttok uang tunai
t
yang dapat diakkses untuk
m
membeli
baikk barang prooduksi atau konsumsi, dan akses pada
p
kredit.
5. Modal
M
sosiaal mengacuu pada jariingan sosiaal dan asosiasi di m
mana orang
beerpartisipasii, dan merreka dapat memperoleeh dukungaan yang m
memberikan
koontribusi unntuk mata peencaharian mereka.
m
Sementaraa itu, menuurut Dharm
mawan (200
07) bahwa basis nafkkah rumah
tanggga petani adalah seggala aktivitaas ekonom
mi pertaniann dan ekonnomi nonpertaanian, yangg mana setiiap individuu atau rum
mah tangga dapat mem
manfaatkan

7
peluang nafkah dengan “memainkan” kombinasi “modal-keras” (tanah, finansial,
dan fisik) dan “modal-lembut” berupa intelektualitas dan keterampilan
sumberdaya manusia (SDM) yang tersedia, untuk menghasilkan sejumlah strategipenghidupan (livelihoods strategies). Strategi nafkah rumah tangga lebih mengacu
kepada sarana untuk memperoleh kehidupan, termasuk kemampuan berupa
tangible assets dan intangible assets. Inti dari livelihooh dapat dinyatakan sebagai
kehidupan (a living). Melalui campur tangan manusia, asset-asset nyata (tangible
assets) dan asset tidak nyata (intangible assets) berkontribusi terhadap kehidupan
(a living) (Chambers 1995 dikutip Widiyanto 2009)

Migrasi Desa-Kota
Kebijakan pembangunan yang berbasis peningkatan perekonomian
mengakibatkan adanya pengabaian sektor pertanian. Pengabaian sektor pertanian
ini mengakibatkan adanya banyak lahan pertanian yang dikonversi untuk lahanlahan industri atau perumahan dan insfrastruktur lainnya yang letaknya bukan
hanya di kota tetapi sudah mulai menjalar di wilayah pedesaan. Konversi lahan ini
akhirnya mengakibatkan adanya pengangguran di wilayah pedesaan. Sajogyo
(1982) dalam Widodo (2009) menyatakan bahwa transformasi agraria yang terjadi
di Jawa telah mengguncang kelestarian sistem sosial desa. Transformasi agraria
tersebut memberikan beberapa persoalan besar di pedesaan, yaitu ketimpangan
penguasaan sumber nafkah agraria yang semakin tajam dan hilangnya berbagai
sumber nafkah tradisional yang digantikan oleh struktur nafkah baru yang berada
di sektor non pertanian. Struktur nafkah baru ini ternyata tidak juga memberikan
kesempatan pada peningkatan kesejahteraan. Dampak lebih jauh dari proses
transformasi ini adalah terjadinya ketidakpastian nafkah dan kelumpuhan struktur
kelembagaan jaminan asli yang mapan di perdesaan.
Menurut Todaro dan Stilkind (1981) menyatakan bahwa kemandekan
ekonomi di desa serta adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi memaksa para
masyarakat desa untuk mencari jalan lain dalam rangka meningkatkan taraf
hidupnya. Lebih lanjut, Todaro dan Stilkind (1981) menyatakan bahwa keadaan
pertanian yang menyedihkan mendorong untuk migrasi ke kota, kemudian mereka
mengisi sektor informal di kota seperti sektor informal yang produktif
(memperbaiki peralatan rumah tangga) atau sektor informal yang tidak produktif
yang sering bersifat parasit (pedagang kaki lima, tukang parkir, pelacur, dan lainlain). Selain itu, adanya pertumbuhan penduduk yang terus meningkat sedangkan
lahan yang tersedia semakin sempit menjadikan masyarakat di desa dan kota
semakin terstratifikasi. Pada umumnya stratifikasi masyarakat digolongkan
menjadi masyarakat atas, menengah dan bawah. Masyarakat atas mempunyai
akses yang mudah untuk memasuki sektor formal, sedangkan masyarakat
menengah dan bawah mempunyai akses terbatas untuk memasuki sektor formal
(Hariyono 2007). Berbagai kondisi atau situasi seperti itu, membuat rumah
tangga petani terdorong atau tertarik memasuki domain lainnya, seperti
“livelihood diversification” dan migrasi serta strategi srabutan sebagai respon
dan adaptasi rumah tangga petani karena “base livelihood” dianggap tidak
mampu lagi memberikan jaminan kehidupan (Widiyanto 2009). Adanya strategi
nafkah yang diungkapkan Widiyanto (2009) tersebut tidak selamanya dapat

8
dilakukan secara mulus seperti halnya migrasi yang dapat memadati daerah
perkotaan yang akhirnya mereka yang tidak terserap pada lapangan kerja di sektor
industri maupun jasa menjadi beban tambahan bagi kota yang mengakibatkan
jumlah pengangguran dan kemiskinan meningkat. Mereka yang tidak mau
menganggur terpaksa melakukan pekerjaan apa saja sekedar untuk bertahan hidup,
sehingga berdampak pada semakin menurunnya daya dukung ekonomi kota yang
membuat semakin banyak pula orang-orang yang terlempar di sektor informal
(Musyarofah 2006).
“The factor which enter into the decision to migrate and the process of migration
may be summarized under four headings, as follow: (1) factors associated with the
area of origin, (2) factors associated with the area of destination, (3) intervening
obstacles, (4) personal factors” ( Lee 1889: 16-17).

Dari keempat faktor migrasi di atas, Menurut Lee (1889) migrasi ini akibat
daerah asal yang mempunyai tanda-tanda negatif seperti masyarakat tertekan
karena berkurangnya lahan pertanian dan kesempatan bekerja yang menurun,
sedangkan di daerah tujuan dapat memberikan peluang untuk bekerja. Pada
kenyataannya daerah tujuan menjadi terpuruk karena banyaknya orang yang
bermigrasi sehingga akhirnya mengakibatkan keterpurukan di daerah tujuan yang
terwujud adanya kesemrawutan sektor informal dan kriminalitas. Maka dari itu,
Todaro dan Stilkind (1981) menyatakan bahwa pertumbuhan sektor informal
bukan merupakan obat mujarab untuk mengobati pengangguran di perkotaan.

Pengertian sektor informal
Adanya pemisahan antara sektor formal dan informal menunjukkan adanya
permasalahan tenaga kerja yaitu status informal yang produktifitasnya rendah
(Arfida 2003). Konsep sektor informal yang dikemukakan pertama kali oleh Hart
(1991) dalam Thomas (1992) dalam Suwartika (2003) adalah konsep unit usaha
dengan ciri-ciri padat karya, pengelolaan usaha bersifat kekeluargaan, tingkat
pendidikan formal yang rendah, mudah dimasuki oleh pedagang baru, serta sifat
usaha yang berubah-ubah dan tidak stabil.
“Sektor informal adalah unit-unit usaha yang beskala kecil yang menghasilkan dan
mendistribusikan barang/jasa dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja
dan pendapatan bagi diri sendiri, dan dalam usahanya itu sangat dihadapkan pada
berbagai kendala seperti modal fisik, pengetahuan dan ketetrampilan” (Sethurahman
1976 dikutip Suwartika 2003) .

Pada dasarnya posisi usaha informal dalam sistem yang lebih luas
ditentukan oleh hubungannya dengan pelaku-pelaku ekonomi lain dan negara,
negara dalam hal ini bertindak sebagai perencana kebijakan dan penanganan
pembangunan kota dan desa (Chandrakirana dan Sadoko, tidak ada tahun). Sektor
informal dapat dilihat dan ditemukan di tempat-tempat umum seperti: jalanan dan
lokasi keramaian. Dari hal tersebut sejalan dengan definisi Chandrakirana dan
Sadoko (tidak ada tahun), tentang sektor informal yaitu:
“Definisi-definisi yang telah diajukan selama ini merumuskan informalitas dalam
berbagai cara: menurut ‘cara bekerja’ yang mempunyai ciri-ciri tertentu (ILO
Kenya Report); satuan usaha dalam jumlah tenaga kerja kecil (Sethuraman); status
ketenagaan kerja yang ditentukan atas dasar pemilikan faktor produksi (PREALC);
pasaran tenaga kerja yang tidak dilindungi (Mazumdar); kegiatan ekonomi yang
berlangsung di luar sistem legal (de Soto); dan sebagai proses perolehan

9
penghasilan di luar sistem regulasi (Castells & Portes)” (Chandrakirana dan
Sadoko tidak ada tahun: 16).

Sementara itu, definisi sektor informal menurut Thomas (1990) dalam Suwartika
(2003) menyatakan bahwa sektor informal ditimbang berdasarkan ukuran usaha
yang dikombinasikan dengan berbagai peraturan terkait, yang mana di sektor
informal hanya mempekerjakan sedikit pekerja.

Terbentuknya Sektor Informal
Seiring adanya pembangunan dan modernisasi di pedesaan, telah membawa
dampak yang tidak diinginkan berupa ketimpangan (inequality) akses terhadap
sumber-sumber nafkah bagi masyarakat di pedesaan dan lumpuhnya kelembagaan
penjamin ketahanan-hidup asli, dengan arti lain bahwa pembangunan dan
modernisasi telah menghancurkan tata-nilai asli dan meminggirkan mekanisme
social-security net sehingga tradisi tidak dapat bekerja optimal (Dharmawan
2007). Keberadaan industri mengakibatkan kecenderungan masyarakat yang
bersifat individualis (Mardiyaningsih 2003).
“Dampak pembangunan kota ternyata tidak memberikan tempat lagi bagi penduduk
asli (dwellers) dalam proses produksi ekonomi kota yang tidak bertumpu pada lahan
sawah. Akhirnya, mereka seperti terputus dari ikatan lahan sawah dan tradisi”
(Budiyanto 2001: 15).

Kemudian, Iqbal (2004) mengungkapkan bahwa akibat dari pertumbuhan
penduduk dan luapan tenaga kerja yang ada serta semakin pesatnya pembangunan
di pedesaan memicu tumbuhnya sektor informal (underground economy) yang
semakin beragam, faktor yang mendorong tumbuh kembangnya sektor informal
adalah:
a. Akses terhadap sumber daya ekonomi dan potensi lahan di pedesaan yang
semakin langka, karena rasio lahan terhadap manusia semakin ciut.
b. Tingkat pendidikan dan keahlian yang terbatas, tidak memungkinkan untuk
bisa masuk dalam lapangan pekerjaan formal, karena daya tampungnya yang
sedikit.
c. Tidak membutuhkan keahlian maupun modal yang tinggi, dan bisa dilakukan
oleh semua kalangan masyarakat.
d. Tidak terkait dengan berbagai ketentuan pemerintah setempat, karena sifatnya
yang tidak terdata.
e. Tingkat kebutuhan pada sektor relatif tinggi, karena sektor ini berkembang
seiring dengan tumbuhnya sektor lain yang menjadi sandaran sektor informal.
Breman (1980) menyatakan bahwa adanya kecenderungan untuk
memandang sektor informal sebagai “sisa” migran pedesaan, sehingga sektor
informal ini dianggap bermula dari proses urbanisasi yang berlangsung terus
menerus. Lebih lanjut, Hart (1973) mengungkapkan bahwa walaupun banyak
alternatif kegiatan informal untuk memperoleh penghasilan, tapi kegiatan informal
ini belum memperhatikan curahan waktu atau besarnya keuntungan yang
diperoleh dari kegiatan informal tersebut.
“Bagi pelaku informal, tempat-tempat umum di sekitar kota merupakan sumber daya
kunci untuk berwirausaha. Sebagai lokasi yang tidak ditempati oleh pengusaha
bermodal besar, daerah-daerah kota yang berupa pinggiran jalan, taman, terminal bis,
pinggiran rel kereta api dapat dipakai sebagai lokasi usaha yang tarif sewanya

10
terjangkau. Hal ini merupakan suatu peluang ekonomi yang penting, karena usahausaha informal umumnya bermodal kecil” (Chandrakirana dan Sadoko, tidak ada
tahun: 80).

Dengan kata lain bahwa pembangunan dan pertumbuhan penduduk
masyarakat desa mengakibatkan urbanisasi, urbanisasi ini secara berkelanjutan
menimbulkan adanya sektor informal, kemudian pertumbuhan penduduk alami
kota mengakibatkan banyaknya penduduk juga terlempar di sektor informal. Hal
ini menunjukkan bahwa terbatasnya daya dukung kota dalam menyediakan
lapangan kerja formal sedangkan penduduk selalu meningkat, sehingga banyak
penduduk yang terlempar di sektor informal.

Jenis-Jenis Pekerjaan Sektor Informal
Adanya gerak pembangunan memberikan kesempatan pada masyarakat
untuk mencari tambahan penghasilan. Kebutuhan yang semakin meningkat,
sementara pekerjaan yang menjadi sandaran utama mengalami penurunan. Dalam
prakteknya, kegiatan-kegiatan informal meliputi bermacam-macam hal, mulai dari
usaha-usaha marginal sampai perusahaan-perusahaan besar (Hart 1973). Lebih
lanjut Hart (1973) menyatakan bahwa kesempatan memperoleh penghasilan
informal yang sah berasal dari:
1. Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder.
Kegiatan primer dan sekunder terbuka pada pekerja yang terampil.
Keterampilan ini bisa diperoleh dengan cara magang secara informal (dengan
bayaran sedikit) pada salah satu pekerja dalam waktu yang relatif lama.
Contoh kegiatan primer dan sekunder adalah penjahit, kontraktor bangunan,
pembuat sepatu, pertanian dan perkebunan.
2. Usaha tersier dengan modal yang relatif besar.
Usaha tersier merupakan pekerjaan yang tidak penuh, kegiatan ini dilakukan
pekerja yang sebelumnya telah mengumpulkan tabungan dengan berbagai cara
yang kemudian diinvestasikan kembali dengan manajemen sendiri. Contoh
usaha tersier adalah perumahan, transportasi, dan kegiatan sewa menyewa.
3. Distribusi kecil-kecilan.
Usaha eceran kecil-kecilan biasanya menetap di suatu tempat dan penyalur di
kota, mereka membentuk perserikatan dengan orang-orang lainnya untuk
memadukan usaha. Adanya perserikatan ini mengakibatkan pemusatan
kelompok etnis tertentu yang kemudian menjadi jaringan informal untuk
mencegah masuknya orang lain ke dalam perdagangan komoditi tertentu.
Contoh usaha eceran kecil-kecilan adalah pedagang kaki lima, penyalur, dan
pedagang pasar. “Pedagang kaki lima berjualan dengan berbagai sarana: kios,
tenda, dan secara gelar” (Chandrakirana dan Sadoko tidak ada tahun: 38).
4. Jasa yang lain.
Jasa-jasa lainnya misalnya montir, tukang cukur, tukang cuci merupakan
kegiatan yang mempunyai persyarakat keahlian dan modal kecil sehingga
membatasi kemungkinan masuk ke pekerjaan tersebut. ada contoh lain
misalnya tukang membersihkan kotoran manusia yang merupakan pekerjaan
yang tidak memerlukan keterampilan sehingga terbuka dalam batas-batas
permintaan pasar dan keengganan pribadi.

11
5. Transaksi pribadi.
Transaksi-transaksi pribadi merupakan kemampuan individu untuk mencari
sumberdaya dari orang lain, secara tetap (seperti seorang klien pada patronnya)
atau dalam keadaan darurat, menyangkut seluruh struktur hubungan desa-kota
dan hubungan komunitas di kota. Contoh dari transaksi pribadi adalah
pengemis dan pinjam meminjam.
Sementara itu, menurut Hart (1973) penghasilan informal yang tidak sah
dapat diperoleh berasal dari: (1) jasa (contoh: lintah darat, suap-menyuap, dan
mucikari) dan (2) transaksi (contoh: pencopetan, perjudian, dan perampokan).
Alternatif-alternatif kegiatan informal tersebut menggambarkan luasnya
kesempatan memperoleh penghasilan bagi orang yang mempunyai sumber nafkah
yang terbatas, tetapi yang perlu dipertimbangkan adalah pendapatan yang tidak
tetap.

Perbedaan Ciri-Ciri Sektor Informal dan Formal
Perbedaan ciri-ciri sektor informal dan formal dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Perbedaan karakteristik dari dua sektor ekonomi
1.
2.

Karakteristik
Teknologi
Organisasi

Sektor Formal
Capital intensive
Birokratis

3.
4.
5.
6.
7.

Modal
Jam Kerja
Upah
Kesediaan
Harga

Berlebih
Teratur
Normal : Teratur
Berkualitas
Harga pas

8.

Kredit

9.
10.
11.

Keuntungan
Hubungan dengan klien
Biaya tetap

Dari bank atau
institusi yang sama
dengan bank
Tinggi
Secara formal
Besar

12.
13.
14.
15.
16.

Pemberitaan/advertising
Pemanfaatan barang bekas
Modal tambahan
Perangkat pemerintahan
Ketergantungan terhadap
dunia luar

Penting
Tidak berguna
Indispensible
Besar
Besar : khususnya
untuk orientasi
ekspor

Sektor informal
Labour Intensive
Hubungan
kekeluargaan
Sedikit
Tidak teratur
Tidak teratur
Tidak berkualitas
Cenderung bisa
dinegosiasikan
Pribadi, bukan bank

Rendah
Secara pribadi
Kecil (dapat
diabaikan)
Kurang penting
Berguna
Dispensible
Hampir tidak ada
Hampir tidak ada
atau kecil

Sumber: Chris Gerry (1987) dikutip Suwartika (2003)

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan perbedaan sektor formal dan informal
berdasarkan karakteristik teknologi, organisasi, modal, jam kerja, upah, kesediaan,

12
harga, kredit, keuntungan, hubungan dengan klien, biaya tetap, pemeritaan,
pemanfaatan barang-barang bekas, modal tambahan, perangkat pemerintahan, dan
ketergantungan terhadap dunia luar.

Kerangka Pemikiran
Daerah suburban merupakan sebuah kawasan yang masyarakatnya telah
terperangkap dalam suatu transformasi meninggalkan pertanian tetapi masih
belum didominasi oleh kegiatan-kegiatan industrial, maka dari itu banyak
masyarakat di daerah suburban yang mencari nafkah pada sektor informal yang
tidak teratur. Ketidakteraturan ini terlihat bagaimana pekerja sektor informal
khususnya pedagang makanan yang mengambil public area seperti pinggir jalan
atau trotoar, dan menjual makanan yang tidak bersih.
Terbentuknya daerah suburban dapat disebabkan adanya industrialisasi.
Industrialisasi ini merupakan salah satu pemicu proses pengkotaan dan perubahan
sosial. Proses pengkotaan dan perubahan sosial ini berpotensi pada adanya konflik
dan sengketa, yang berkaitan dengan ketidakseimbangan distribusi resiko dan
manfaat industri pada masyarakat sekitar industri. Salah satu bentuk industri
adalah industri jasa pendidikan yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) yang
berdampak pada pengalihan profesi dari dominasi petani menjadi pekerja sektor
informal.
Salah satu sektor informal yang banyak ditemukan adalah pedagang
makanan. Pedagang makanan menggunakan sumber-sumber nafkah untuk
menjalankan usahanya. Sumber-sumber nafkah tersebut adalah modal sosial,
sumber daya manusia, finansial, fisik, dan alam. Sumber-sumber nafkah ini dapat
direkayasa sesuai dengan kondisi yang dialami masing-masing individu atau
rumah tangga pedagang makanan. Sumber nafkah ini kemudian mempengaruhi
strategi nafkah yang dilakukan oleh pedagang makanan. Beberapa strategi nafkah
yang dilakukan oleh pedagang makan dapat dikategorikan sebagai berikut:
(1) Tingkat alokasi waktu
(2) Tingkat reguleritas kerja
(3) Tingkat pendapatan
(4) Tingkat spesialisasi kerja
(5) Tingkat investasi
(6) Tingkat siklus pekerjaan
(7) Tingkat hutang
(8) Tingkat luas jaringan
(9) Tingkat luas konsumen
(10) Tingkat jaminan lahan
Berikut ini adalah gambar 2 menunjukkan kerangka berfikir penelitian strategi
nafkah pedagang makanan di sektor informal daerah suburban.

13

Daerah Suburban

(X1) Sumber nafkah
X1.1 Tingkat
modal alam
X1.3 Tingkat
modal SDM

X1.2 Tingkat
modal sosial

X1.5 Tingkat modal
fisik

Alasan
Bertahan
Hidup

X1.4 Tingkat modal
finansial

(Y1) Strategi Nafkah
Y.1.1. Tingkat
alokasi waktu

Y.1.6. Tingkat
siklus pekerjaan

Ragam
Investasi

Y.1.7. Tingkat
hutang

Y.1.2. Tingkat
reguleritas kerja
Y.1.3. Tingkat
pendapatan

Kapasitas
Menabung

Y.1.8. Tingkat luas
jaringan

Y.1.4. Tingkat
Spesialisasi pekerjaan
Y.1.5. Tingkat
investasi

Y.1.9. tingkat luas
konsumen
Y.1.10. Tingkat
jaminan lahan

Keterangan:
: mempengaruhi searah
: saling mempengaruhi
: berhubungan tidak langsung

Gambar 2. Bagan alir strategi nafkah sektor informal di daerah suburban

14
Hipotesis Penelitian
Sebagaimana dirumuskan dalam tujuan penelitian yaitu: (1) menerangkan
strategi yang dilakukan oleh pedagang makanan di Jalan Babakan untuk
mempertahankan kehidupan, (2) menerangkan sebab-sebab pedagang makanan
bertahan menjadi pedagang makanan di Jalan Babakan, dan (3) menerangkan cara
pengelolaan surplus pendapatan pedagang makanan di Jalan Babakan. Maka dari
itu, dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
(1). Diduga strategi nafkah yang dilakukan oleh pedagang makanan semakin
bervariasi dengan bertambahnya sumber nafkah yang dimanfaatkan oleh
pekerja informal.
(2). Diduga karena alasan bertahan hidup, maka pedagang makanan melanjutkan
usaha berdagang makanan sekalipun di area publik.
(3). Diduga karena alasan bertahan hidup, maka semakin banyak strategi nafkah
yang dilakukan oleh pedagang makanan.
(4). Diduga semakin tinggi kapasitas menabung, maka semakin bervariasi ragam
investasi yang dilakukan oleh pedagang makanan.
Tujuan (1) ditajamkan dengan menjawab hipotesis (1), tujuan (2)
ditajamkan dengan menjawab hipotesis (2) dan (3), serta tujuan (3) ditajamkan
dengan menjawab hipotesis (4).

Definisi Konseptual
Daerah suburban adalah daerah yang terletak di antara desa dan kota serta
adanya proses pengkotaan, yang mana penduduk daerah suburban kurang
mempunyai akses terhadap lahan sawah sehingga penduduknya menjalankan
ekonomi campuran.
2. Sumber nafkah adalah suatu pijakan awal untuk mempertahankan kehidupan
dan meningkatkan kondisi ekonomi.
3. Strategi nafkah adalah taktik yang dibangun oleh individu dan rumah tangga
untuk mempertahankan kehidupan dan meningkatkan kondisi ekonomi.
4. Struktur pendapatan adalah komposisi pendapatan rumah tangga dari
berbagai aktifitas nafkah seluruh anggota rumah tangga.
5. Pedagang makanan adalah orang yang menjual makanan olahan yang
mempekerjakan dirinya sendiri atau mempekerjakan orang lain.
6. Rumah tangga adalah sekelompok orang yang tinggal bersama di bawah satu
atap dan setiap anggota rumah tangga berkontribusi dalam aktivitas rumah
tangga (produksi, konsumsi dan pengambilan keputusan) serta menyumbang
pendapatan.
7. Public area adalah lahan fasilitas umum yang digunakan oleh pekerja sektor
informal untuk menjalankan usahanya seperti pinggir jalan dan trotoar.
1.

15
Definisi Operasional
1. Tingkat sumber nafkah adalah banyaknya sumber nafkah yang digunakan
untuk membangun strategi nafkah.
a) Rendah: menggunakan area publik dan tempat berdagang selalu
berpindah atau dibongkar setelah dagangan habis.
b) Sedang: menggunakan lahan sewa dan tempat berdagang menetap.
c) Tinggi : menggunakan lahan sendiri dan tempat berdagang menetap.
2. Tingkat modal alam adalah luas dan kepemilikan terhadap lahan untuk
berusaha. Variabel kepemilikan lahan tersebut termasuk ke dalam jenis data
ordinal, dengan kategori:
a) Rendah
: area publik (pinggiran jalan atau trotoar).
b) Sedang
: lahan yang disewa.
c) Tinggi
: lahan milik sendiri.
3. Tingkat modal sosial adalah jumlah jaringan sosial yang dibangun oleh
pekerja sektor informal. Variabel jumlah jaringan sosial tersebut termasuk ke
dalam jenis data data rasio.
4. Tingkat modal sumber daya manusia (SDM) adalah tingkat pendidikan
terakhir yang dialami oleh responden dalam penelitian. Variabel tingkat
pendidikan tersebut termasuk ke dalam jenis data ordinal, dengan kategori:
a) Sangat rendah
: tidak tamat sekolah SD/sederajat.
b) Rendah
: tamat SD/sederajat.
c) Sedang
: tamat SMP/sederajat.
d) Tinggi
: tamat SMA/sederajat.
e) Sangat tinggi : tamat perguruan tinggi.
5. Tingkat modal finansial adalah jumlah uang yang digunakan untuk
menjalankan usaha berdagang makanan. Variabel tingkat modal finansial
tersebut termasuk ke dalam jenis data rasio.
6. Tingkat modal fisik adalah jumlah kepemilikan tempat usaha serta tingkat
permanen dari tempat yang digunakan untuk berusaha. Variabel tingkat
permanen tempat berusaha tersebut termasuk ke dalam jenis data ordinal,
dengan kategori:
a) Rendah
: selalu berpindah tempat.
b) Sedang
: menetap pada suatu tempat, tetapi tempat selalu
dibongkar setelah dagangannya habis.
c) Tinggi
: mendirikan tempat tetap dan permanen.
Sementara itu, variabel jumlah kepemilikan tempat usaha termasuk ke dalam
jenis data rasio.
7. Tingkat strategi nafkah adalah banyaknya taktik yang dibangun oleh individu
dan rumah tangga untuk mempertahankan kehidupan dan meningkatkan
kondisi ekonomi.
a) Rendah
: melakukan kurang dari enam strategi
b) Sedang
: melakukan enam strategi
c) Tinggi
: melakukan lebih dari enam strategi
8. Tingkat alokasi waktu adalah cara untuk mendapatkan nafkah melalui
pengaturan waktu yang digunakan untuk berkerja atau tidur. Data yang
diperoleh adalah data nominal.
Tingkat alokasi waktu produksi.

16
a) 24 jam nonstop
b) Pagi-malam (5.30-23.00)
c) Pagi-siang (05.30-14.00)
d) Siang-malam (12.00-24.00)
e) Pagi saja (05.30-11.00)
f) Siang saja (11.00-15.00)
g) Malam saja (15.00-24.00)
Tingkat alokasi waktu reproduksi.
a) Mengurangi waktu tidur
b) Tidur secara bergantian
c) Tidur pada pagi hari
d) Tidur pada siang hari
e) Tidur pada malam hari
9. Tingkat reguleritas kerja adalah cara untuk mendapatkan nafkah melalui
kerutinan waktu bekerja. Data yang diperoleh adalah data nominal.
a) Setiap hari
b) Setiap minggu
c) Setiap bulan
d) Setiap tahun
10. Tingkat spesialisasi kerja adalah cara untuk mendapatkan nafkah melalui
sejumlah orang yang dikerahkan untuk mengerjakan pekerjaan tertentu. Data
yang diperoleh adalah data nominal.
a) Satu orang mengerjakan semua pekerjaan
b) Fleksib