STRUKTUR DAN STRATEGI NAFKAH PEDAGANG MA

BOGOR

Livelihoods Structure and Strategies of food seller in Informal Sector Bogor District Suburban

Areas

Rizka Amalia *) dan Arya Hadi Dharmawan

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologis Manusia, IPB

*)Email : rizkaa.zulfi@gmail.com

ABSTRACT

Livelihood strategies are done by humans to maintain the sustainability of life. Meanwhile, this research is focused on livelihood strategies of food seller in informal sector. The study is conducted because industrialization and development. Affect of this industrialization and development are urbanizing process, so that is make profession conversion of domination farmer become food stall at informal sector. The method used in this study is survey research using questionnaires and qualitative approach using a slip, case studies and observations to support quantitative data. The results of this study is about characteristics of informal sector workers especially in food vendors, the structure of household income, livelihood strategies, the reason to trade in public areas and management saving capacity of informal sector workers.

Keywords: development, urbanizing process, saving capacity

PENDAHULUAN

Industrialisasi merupakan salah satu pemicu proses Salah satu wilayah yang merupakan daerah suburban pengkotaan dan perubahan sosial. Pengkotaan dan adalah di Jalan Babakan, Desa Babakan, Kecamatan perubahan sosial ini berpotensi pada adanya konflik dan Dramaga, Kabupaten Bogor. Jalan Babakan yang berada sengketa, yang berkaitan dengan ketidakseimbangan di Desa Babakan merupakan daerah suburban karena desa distribusi resiko dan manfaat industri pada masyarakat Babakan ini dibatasi oleh desa dan kota serta adanya sekitar industri. Salah satu bentuk industri adalah industri industrialisasi pendidikan, sehingga memungkinkan jasa pendidikan yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB). pembangunan dan proses pengkotaan. Menurut PPW-LPPM (2002) dalam Tan (2006)

menyatakan bahwa kehadiran IPB di Dramaga telah Pertanyaan Penelitian

mendorong urbanisasi dan perubahan sosial. IPB Penelitian ini dilakukan dengan merangkum tiga mempunyai andil besar membawa masyarakat desa-desa pertanyaan yakni: 1) bagaimana strategi yang dilakukan lingkar kampus yang sebelumnya homogen petani dan oleh pedagang makanan di Jalan Babakan untuk didominasi oleh komunitas-komunitas Suku Sunda mempertahankan kehidupan?; 2) sebab-sebab apa yang menjadi masyarakat suburban yang kian heterogen. membuat pedagang makanan bertahan?; 3) sejauhmana Wilayah Lingkar Kampus (WLK) merupakan salah satu para pedagang makanan di sektor informal mengelola pusat pertumbuhan ekonomi dan ruang terpenting di surplus pendapatan (kapasitas menabung) mereka? pinggir Kota Bogor.

Daerah suburban merupakan sebuah kawasan yang Tujuan Penelitian

masyarakatnya telah terperangkap dalam suatu Penelitian ini bertujuan: 1) menerangkan strategi yang transformasi meninggalkan pertanian tetapi masih belum dilakukan oleh pedagang makanan di Jalan Babakan didominasi oleh kegiatan-kegiatan industrial, maka dari untuk mempertahankan kehidupan; 2) menerangkan itu banyak masyarakat di daerah suburban yang mencari sebab-sebab pedagang makanan bertahan menjadi nafkah pada sektor informal yang tidak teratur. pedagang makanan di Jalan Babakan; 3) menerangkan Ketidakteraturan ini terlihat bagaimana pekerja sektor cara pengelolaan surplus pendapatan pedagang makanan informal khususnya pedagang makanan yang mengambil di Jalan Babakan public area seperti pinggir jalan atau trotoar, dan menjual makanan yang tidak bersih.

2 | Amalia, Rizka. et. al.Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna: 1) bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan tentang strategi nafkah pekerja sektor informal khususnya para pedagang makanan di daerah suburban. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga menambah khazanah literatur kajian mengenai strategi nafkah khususnya strategi nafkah pedagang makanan di sektor informal daerah suburban; 2) bagi pemerintah Kabupaten Bogor, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi yang bermanfaat untuk memberikan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait keberadaan sektor informal khususnya pedagang makanan.

PENDEKATAN TEORITIS Pengertian Strategi Nafkah

Konsep strategi bertahan hidup di kalangan ilmuwan barat pertama kali digunakan oleh Duque dan Pastrana pada tahun 1973, kemudian konsep tersebut digunakan dalam referensi untuk rasionalitas strategi dalam meminimalkan resiko di dalam ekonomi yang tidak menentu (Crow 1989 dikutip Widiyanto 2009). Ellis (2000) mendefinisikan bahwa nafkah mengarah pada perhatian hubungan antara aset dan pilihan orang untuk kegiatan alternatif yang dapat menghasilkan tingkat pendapatan untuk bertahan hidup, yang mana sebuah nafkah terdiri dari aset, (alam, fisik, manusia, modal keuangan, dan sosial) kegiatan dan akses (dimediasi oleh lembaga dan hubungan sosial) yang bersama-sama menentukan hidup individu atau rumah tangga. Sementara itu, Dharmawan (2007) menyatakan bahwa strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok untuk mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku. Strategi nafkah dilakukan melalui pola jaringan keamanan sosial berlapis dilakukan untuk menghadapi beberapa kemungkinan buruk yang menimpa individu atau rumah tangga yaitu dengan menyusun formasi keamanan sosial sebagai berikut: keamanan sosial berbasis keluarga, keamanan sosial berbasis pertemanan, keamanan sosial berbasis patron-klien, keamanan sosial berbasis kelembagaan lokal, dan keamanan sosial berbasis pertetanggaan (Iqbal 2004).

Sumber-Sumber Strategi Nafkah

Ellis (2000), menyatakan bahwa pengikut garis Chambers dan Conway berpikir tentang kehidupan (misalnya Scoones 1998) cenderung untuk mengidentifikasi lima kategori modal utama sebagai basis nafkah yaitu: 1) modal alam mengacu pada sumber daya alam (tanah, air, pohon) yang menghasilkan produk yang digunakan oleh populasi manusia untuk kelangsungan hidup mereka; 2) modal fisik mengacu pada aset dibawa untuk mengeksistensikan proses produksi ekonomi; 3) modal manusia mengacu pada tingkat pendidikan dan status kesehatan individu dan populasi; 4) modal finansial

mengacu pada stok uang tunai yang dapat diakses untuk membeli baik barang produksi atau konsumsi, dan akses pada kredit; 5) modal sosial mengacu pada jaringan sosial dan asosiasi di mana orang berpartisipasi, dan mereka dapat memperoleh dukungan yang memberikan kontribusi untuk mata pencaharian mereka.

Migrasi Desa-Kota

Menurut Todaro dan Stilkind (1981) menyatakan bahwa kemandekan ekonomi di desa serta adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi memaksa para masyarakat desa untuk mencari jalan lain dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya. Lebih lanjut, Todaro dan Stilkind (1981) menyatakan bahwa keadaan pertanian yang menyedihkan mendorong untuk migrasi ke kota, kemudian mereka mengisi sektor informal di kota seperti sektor informal yang produktif (memperbaiki peralatan rumah tangga) atau sektor informal yang tidak produktif yang sering bersifat parasit (pedagang kaki lima, tukang parkir, pelacur, dan lain-lain).

“The factor which enter into the decision to migrate and the process of migration may be summarized under four headings, as follow: (1) factors associated with the area of origin, (2) factors associated with the area of destination, (3) intervening obstacles, (4) personal factors”

( Lee 1889: 16-17). Dari keempat faktor migrasi di atas, Menurut Lee (1889)

migrasi ini akibat daerah asal yang mempunyai tanda- tanda negatif seperti masyarakat tertekan karena berkurangnya lahan pertanian dan kesempatan bekerja yang menurun, sedangkan di daerah tujuan dapat memberikan peluang untuk bekerja. Pada kenyataannya daerah tujuan menjadi terpuruk karena banyaknya orang yang bermigrasi sehingga akhirnya mengakibatkan keterpurukan di daerah tujuan yang terwujud adanya kesemrawutan sektor informal dan kriminalitas. Maka dari itu, Todaro dan Stilkind (1981) menyatakan bahwa pertumbuhan sektor informal bukan merupakan obat mujarab untuk mengobati pengangguran di perkotaan.

Pengertian sektor informal

Adanya pemisahan antara sektor formal dan informal menunjukkan adanya permasalahan tenaga kerja yaitu status informal yang produktifitasnya rendah (Arfida 2003). Pada dasarnya posisi usaha informal dalam sistem yang lebih luas ditentukan oleh hubungannya dengan pelaku-pelaku ekonomi lain dan negara, negara dalam hal ini bertindak sebagai perencana kebijakan dan penanganan pembangunan kota dan desa (Chandrakirana dan Sadoko, tidak ada tahun). Sektor informal dapat dilihat dan ditemukan di tempat-tempat umum seperti: jalanan dan lokasi keramaian. Dari hal tersebut sejalan dengan definisi Chandrakirana dan Sadoko (tidak ada tahun), tentang sektor informal yaitu:

“Definisi-definisi yang telah diajukan selama ini merumuskan informalitas dalam berbagai cara: menurut ‘cara bekerja’ yang mempunyai ciri-ciri

Amalia, Rizka. et. al.Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor | 3

tertentu (ILO Kenya Report); satuan usaha dalam jumlah tenaga kerja kecil (Sethuraman); status ketenagaan kerja yang ditentukan atas dasar pemilikan faktor produksi (PREALC); pasaran tenaga kerja yang tidak dilindungi (Mazumdar); kegiatan ekonomi yang berlangsung di luar sistem legal (de Soto); dan sebagai proses perolehan penghasilan di luar sistem regulasi (Castells & Portes)” (Chandrakirana dan Sadoko tidak ada tahun: 16).

Sementara itu, definisi sektor informal menurut Thomas (1990) dalam Suwartika (2003) menyatakan bahwa sektor informal ditimbang berdasarkan ukuran usaha yang dikombinasikan dengan berbagai peraturan terkait, yang mana di sektor informal hanya mempekerjakan sedikit pekerja.

Terbentuknya Sektor Informal

Seiring adanya pembangunan dan modernisasi di pedesaan, telah membawa dampak yang tidak diinginkan berupa ketimpangan (inequality) akses terhadap sumber- sumber nafkah bagi masyarakat di pedesaan dan lumpuhnya kelembagaan penjamin ketahanan-hidup asli, dengan arti lain bahwa pembangunan dan modernisasi telah menghancurkan tata-nilai asli dan meminggirkan mekanisme social-security net sehingga tradisi tidak dapat bekerja optimal (Dharmawan 2007). Keberadaan industri mengakibatkan kecenderungan masyarakat yang bersifat individualis (Mardiyaningsih 2003).

“Dampak pembangunan kota ternyata tidak memberikan tempat lagi bagi penduduk asli (dwellers) dalam proses produksi ekonomi kota yang tidak bertumpu pada lahan sawah. Akhirnya, mereka seperti terputus dari ikatan lahan sawah dan tradisi” (Budiyanto 2001: 15).

Kemudian, Iqbal (2004) mengungkapkan bahwa akibat dari pertumbuhan penduduk dan luapan tenaga kerja yang ada serta semakin pesatnya pembangunan di pedesaan memicu tumbuhnya sektor informal (underground economy) yang semakin beragam, faktor yang mendorong tumbuh kembangnya sektor informal adalah: a) akses terhadap sumber daya ekonomi dan potensi lahan di pedesaan yang semakin langka, karena rasio lahan terhadap manusia semakin ciut; b) tingkat pendidikan dan keahlian yang terbatas, tidak memungkinkan untuk bisa masuk dalam lapangan pekerjaan formal, karena daya tampungnya yang sedikit; c) tidak membutuhkan keahlian maupun modal yang tinggi, dan bisa dilakukan oleh semua kalangan masyarakat; d) tidak terkait dengan berbagai ketentuan pemerintah setempat, karena sifatnya yang tidak terdata; e) tingkat kebutuhan pada sektor relatif tinggi, karena sektor ini berkembang seiring dengan tumbuhnya sektor lain yang menjadi sandaran sektor informal.

Jenis-Jenis Pekerjaan Sektor Informal

Adanya gerak pembangunan memberikan kesempatan pada masyarakat untuk mencari tambahan penghasilan. Kebutuhan yang semakin meningkat, sementara pekerjaan

yang menjadi sandaran utama mengalami penurunan. Dalam prakteknya, kegiatan-kegiatan informal meliputi bermacam-macam hal, mulai dari usaha-usaha marginal sampai perusahaan-perusahaan besar (Hart 1973). Lebih lanjut Hart (1973) menyatakan bahwa kesempatan memperoleh penghasilan informal yang sah berasal dari:

1. Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder. Kegiatan primer dan sekunder terbuka pada pekerja yang terampil. Keterampilan ini bisa diperoleh dengan cara magang secara informal (dengan bayaran sedikit) pada salah satu pekerja dalam waktu yang relatif

lama. Contoh kegiatan primer dan sekunder adalah penjahit, kontraktor bangunan, pembuat sepatu, pertanian dan perkebunan.

2. Usaha tersier dengan modal yang relatif besar. Usaha tersier merupakan pekerjaan yang tidak penuh, kegiatan ini dilakukan pekerja yang sebelumnya telah mengumpulkan tabungan dengan berbagai cara yang

kemudian diinvestasikan kembali dengan manajemen sendiri. Contoh usaha tersier adalah perumahan, transportasi, dan kegiatan sewa menyewa.

3. Distribusi kecil-kecilan. Usaha eceran kecil-kecilan biasanya menetap di suatu tempat dan penyalur di kota, mereka membentuk perserikatan dengan orang-orang lainnya untuk memadukan usaha. Adanya perserikatan ini

mengakibatkan pemusatan kelompok etnis tertentu yang kemudian menjadi jaringan informal untuk mencegah masuknya orang lain ke dalam perdagangan komoditi tertentu. Contoh usaha eceran kecil-kecilan adalah pedagang kaki lima, penyalur, dan pedagang pasar. “Pedagang kaki lima berjualan dengan berbagai sarana: kios, tenda, dan secara gelar” (Chandrakirana dan Sadoko tidak ada tahun: 38).

4. Jasa yang lain. Jasa-jasa lainnya misalnya montir, tukang cukur, tukang cuci merupakan kegiatan yang mempunyai persyarakat keahlian dan modal kecil sehingga

membatasi kemungkinan masuk ke pekerjaan tersebut. ada contoh lain misalnya tukang membersihkan kotoran manusia yang merupakan pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan sehingga terbuka dalam batas-batas permintaan pasar dan keengganan pribadi.

5. Transaksi pribadi. Transaksi-transaksi pribadi merupakan kemampuan

individu untuk mencari sumberdaya dari orang lain, secara tetap (seperti seorang klien pada patronnya) atau dalam keadaan darurat, menyangkut seluruh struktur hubungan desa-kota dan hubungan komunitas di kota. Contoh dari transaksi pribadi adalah pengemis dan pinjam meminjam.

Kerangka Pemikiran

Daerah suburban merupakan sebuah kawasan yang suburban dapat disebabkan adanya industrialisasi. suburban dapat disebabkan adanya industrialisasi. masyarakatnya telah terperangkap dalam suatu Industrialisasi ini merupakan salah satu pemicu proses Industrialisasi ini merupakan salah satu pemicu proses transformasi meninggalkan pertanian tetapi masih belum pengkotaan dan perubahan sosial. Proses pengkotaan dan pengkotaan dan perubahan sosial. Proses pengkotaan dan didominasi oleh kegiatan-kegiatan industrial, maka dari

perubahan sosial ini berpotensi pada adanya konflik dan perubahan sosial ini berpotensi pada adanya konflik dan

Daerah Suburban Daerah Suburban

(X1) Sumber nafkah

X1.1 Tingkat modal alam

X1.2 Tingkat

X1.3 Tingkat modal

modal sosial

SDM

X1.5 Tingkat modal

X1.4 Tingkat modal

fisik

finansial

Alasan Bertahan

Kapasitas

Hidup

(Y1) Strategi Nafkah Menabung

Y.1.1. Tingkat alokasi Y.1.6. Tingkat siklus

waktu Ragam

pekerjaan

Investasi

Y.1.2. Tingkat

Y.1.7. Tingkat hutang

reguleritas kerja

Y.1.8. Tingkat luas Y.1.3. Tingkat pendapatan

jaringan

Y.1.4. Tingkat

Y.1.9. tingkat luas

Spesialisasi pekerjaan

konsumen

Y.1.5. Tingkat investasi

Y.1.10. Tingkat jaminan

lahan

Keterangan: Keterangan:

: mempengaruhi searah : mempengaruhi searah

: saling mempengaruhi : saling mempengaruhi : berhubungan tidak langsung : berhubungan tidak langsung

Gambar 1. Bagan alir strategi nafkah sektor informal di daerah suburban

itu banyak masyarakat di daerah suburban yang mencari itu banyak masyarakat di daerah suburban yang mencari sengketa, yang berkaitan dengan ketidakseimbangan sengketa, yang berkaitan dengan ketidakseimbangan nafkah pada sektor informal yang tidak teratur. nafkah pada sektor informal yang tidak teratur. distribusi resiko dan manfaat industri pada masyarakat distribusi resiko dan manfaat industri pada masyarakat Ketidakteraturan ini terlihat bagaimana pekerja sektor Ketidakteraturan ini terlihat bagaimana pekerja sektor sekitar industri. Salah satu bentuk industri adalah industri sekitar industri. Salah satu bentuk industri adalah industri informal khususnya pedagang makanan yang mengambil informal khususnya pedagang makanan yang mengambil jasa pendidikan yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) yang jasa pendidikan yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) yang public area seperti pinggir jalan atau trotoar dan menjual public area seperti pinggir jalan atau trotoar dan menjual berdampak pada pengalihan profesi dari dominasi petani berdampak pada pengalihan profesi dari dominasi petani makanan yang tidak bersih. Terbentuknya daerah makanan yang tidak bersih. Terbentuknya daerah

menjadi pekerja sektor informal. menjadi pekerja sektor informal.

4 | Amalia, Rizka. et. al.Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor

Amalia, Rizka. et. al.Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor | 5

Salah satu sektor informal yang banyak ditemukan adalah pedagang makanan. Pedagang makanan menggunakan sumber-sumber nafkah untuk menjalankan usahanya. Sumber-sumber nafkah tersebut adalah modal sosial, sumber daya manusia, finansial, fisik, dan alam. Sumber- sumber nafkah ini dapat direkayasa sesuai dengan kondisi yang dialami masing-masing individu atau rumah tangga pedagang makanan. Sumber nafkah ini kemudian mempengaruhi strategi nafkah yang dilakukan oleh pedagang makanan. Beberapa strategi nafkah yang dilakukan oleh pedagang makan dapat dikategorikan sebagai berikut: 1) Tingkat alokasi waktu; 2) Tingkat reguleritas kerja; 3) Tingkat pendapatan; 4) Tingkat spesialisasi kerja; 5) Tingkat investasi; 6) Tingkat siklus pekerjaan; 7) Tingkat hutang; 8) Tingkat luas jaringan; 9) Tingkat luas konsumen; dan 10) Tingkat jaminan lahan

Hipotesis Penelitian

Sebagaimana dirumuskan dalam tujuan penelitian yaitu: (1) menerangkan strategi yang dilakukan oleh pedagang makanan di Jalan Babakan untuk mempertahankan kehidupan, (2) menerangkan sebab-sebab pedagang makanan bertahan menjadi pedagang makanan di Jalan Babakan, dan (3) menerangkan cara pengelolaan surplus pendapatan pedagang makanan di Jalan Babakan. Maka dari itu, dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1) diduga strategi nafkah yang dilakukan oleh pedagang makanan semakin bervariasi dengan bertambahnya sumber nafkah yang dimanfaatkan oleh pekerja informal;

2) diduga karena alasan bertahan hidup, maka pedagang makanan melanjutkan usaha berdagang makanan sekalipun di area publik; 3) diduga karena alasan bertahan hidup, maka semakin banyak strategi nafkah yang dilakukan oleh pedagang makanan; 4) diduga semakin tinggi kapasitas menabung, maka semakin bervariasi ragam investasi yang dilakukan oleh pedagang makanan. Tujuan (1) ditajamkan dengan menjawab hipotesis (1), tujuan (2) ditajamkan dengan menjawab hipotesis (2) dan (3), serta tujuan (3) ditajamkan dengan menjawab hipotesis (4).

PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei yang didukung pendekatan kualitatif. “Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok” (Singarimbun, 2008: 1). Dalam upaya memperkaya data sehingga dapat memahami fenomena sosial yang diteliti, peneliti berusaha menambahkan informasi kualitatif pada data kuantitatif. “Data kualitatif ini dikumpulkan dengan menggunakan slip, yakni selembar kertas yang khusus disediakan, di samping penggunaan kuisioner” (Singarimbun, 2008: 10). Selain menggunakan slip, data kualitatif ini dikumpulkan melalui studi kasus dan observasi.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Jalan Babakan, Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dimulai pada tanggal 7 September sampai 28 November 2012. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Tempat penelitian ini dipilih karena merupakan salah satu tempat yang tergolong daerah suburban yang ditandai oleh: pertama, letaknya diantara desa dan kota yaitu menurut data profil Desa Babakan tahun 2011 bahwa batas wilayah sebelah utara adalah Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga; sebelah selatan adalah Desa Dramaga, Kecamatan Dramaga; sebelah timur adalah Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat; sebelah barat adalah Desa Cibanteng, kecamatan Ciampea. Kedua, ditandai oleh penduduk di tempat penelitian yang kurang mempunyai akses terhadap lahan sawah sehingga mereka banyak terlempar di sektor informal seperti menjadi pedagang makanan. Menurut data profil Desa Babakan tahun 2011 bahwa tidak ada penduduk yang bermata pencaharian petani, 795 orang bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), 382 orang bermata pencaharian sebagai pedagang keliling, 127 orang bermata pencaharian sebagai pembantu rumah tangga, 1.955 orang bermata pencaharian sebagai karyawan perusahaan swasta, 5 orang bermata pencaharian sebagai montir, 7 orang bermata pencaharian sebagai dokter swasta, 2 orang bermata pencaharian sebagai bidan swasta, orang bermata pencaharian sebagai TNI, 8 orang bermata pencaharian sebagai Polri, 23 orang bermata pencaharian sebagai pengusaha kecil dan menengah, 3 orang bermata pencaharian sebagai jasa pengobatan alternatif, dan 38 orang bermata pencaharian sebagai dosen swasta. Ketiga, ditandai oleh adanya industrialisasi pendidikan berupa berdirinya Institut Pertanian Bogor (IPB) yang memiliki banyak mahasiswa dari berbagai daerah. Keberadaan IPB ini mengakibatkan banyaknya pembangunan fasilitas- fasilitas penunjang seperti fasilitas kesehatan, perumahan dan perbelanjaan di sekitar IPB.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data sekunder, diperoleh dari literatur yang terkait dengan strategi nafkah dan sektor informal. Data primer, diperoleh dari hasil kuisioner, wawancara dan observasi.

Kerangka sampling dalam penelitian ini terdiri dari 114 pedagang makanan yang berdagang di Jalan Babakan, Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Kerangka sampling ini didapatkan berdasarkan sensus yang dilakukan oleh peneliti. Dari kerangka sampling tersebut kemudian pada tanggal 19 September 2012 dilakukan pemilihan responden melalui teknik sampel random sederhana (simple random sampling) sebanyak 35 responden menggunakan microsoft office excel 2007 dengan rumus “=randbetween(1;114)” lalu dikursor ditarik ke bawah sampai menunjukkan jumlah sebanyak

35 responden. Pemilihan informan dilakukan dengan rata-rata pekerja sektor informal khususnya pedagang menggunakan metode pengambilan sistem bola salju makanan di Jalan Babakan adalah 40 tahun dengan (snowball) dan purposive. Metode sistem bola salju kisaran umur antara 22 sampai 74 tahun, yang sebagian (snowball ) dan purposive digunakan untuk mendapatkan besar berumur 30 tahun ke atas. Sementara itu, tingkat informan yang bisa memberikan informasi pendukung pendidikan responden dalam penelitian ini dikategorikan data kuantitatif.

menjadi lima, yaitu: kategori sangat rendah (tidak tamat SD/sederajat), rendah (tamat SD/sederajat), sedang (tamat

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

SMP/sederajat), tinggi (tamat SMA/sederajat), dan sangat Kuisioner yang dikumpulkan kemudian diolah dalam tiga tinggi (tamat perguruan tinggi). Dari jumlah responden tahapan, antara lain: (1) editing data, (2) pengkodean sebanyak 35 pedagang makanan, maka pada gambar 2 data, (3) membuat tabel frekuensi, grafik, matriks, dan menunjukkan persentase tingkat pendidikan pedagang tabulasi silang. Pertama peneliti melakukan editing data makanan di Jalan Babakan. meliputi klarifikasi, keterbacaan, konsistensi, dan

kelengkapan data yang sudah terkumpul. Data yang telah

terkumpul kemudian diberi kode selanjutnya ditransfer ke 22.90%

17.10% 17.10% social sciences (SPSS versi 16.0) dan microsoft office

dalam komputer dengan aplikasi statistic program for

excel 2007. Kemudian membuat statistik deskriptif

variabel-variabel melalui tabel frekuensi, grafik, matriks,

dan tabulasi silang. Kategorisasi tingkat pendapatan

dilakukan dengan cara proses penghitungan melalui kaidah kurva sebaran normal. Selain itu, data juga diolah melalui rekap data.

Data pendapatan yang diperoleh dari kuisioner diolah menggunakan aplikasi microsoft office excel 2007. Pengolahan data pendapatan ini menggunakan rumus sebagai berikut:

1. Pendapatan berdagang Rp/tahun (c) = a - b, yang Sumber: data primer mana a adalah penerimaan dari berdagang dan b adalah biaya produksi berdagang

Gambar 2. Tingkat pendidikan responden pedagang

2. Pendapatan jasa tenaga rumah tangga Rp/tahun (f) = makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

d + e, yang mana d adalah pendapatan sampingan Berdasarkan gambar 2, menunjukkan bahwa dari 35 dan e adalah upah anggota rumah tangga responden pedagang makanan yang berdagang di Jalan

3. Pendapatan rumah tangga Rp/tahun (g) = c + f, yang Babakan terdapat 31,4% tamat SD/sederajat; 22,9% tamat mana c adalah pendapatan berdagang Rp/tahun dan f SMA/sederajat; 17,1% tamat perguruan tinggi/sederajat; adalah pendapatan jasa tenaga rumah tangga 17,1% tamat SMP/sederajat; dan 11,4% tidak tamat Rp/tahun SD/sederajat. Berdasarkan data tersebut, menunjukkan

4. Pengeluaran rumah tangga Rp/tahun (j) = h + i, yang bahwa tingkat pendidikan akhir pedagang makanan

mana h adalah pengeluaran konsumsi dan i adalah tergolong dalam tingkat pendidikan rendah lebih banyak pengeluaran konsumsi non pangan

dari pada pendidikan akhir pedagang makanan yang

5. Saving capacity Rp/tahun (k) = g – j, yang mana g tergolong dalam tingkat pendidikan tinggi. Hal ini adalah pendapatan rumah tangga Rp/tahun dan j

diperkuat dengan penelitian Suwartika (2003) yang adalah pengeluaran rumah tangga Rp/tahun. menyatakan bahwa tenaga kerja sektor informal

6. Pendapatan per kapita per hari (m) = z : n, yang mempunyai tingkat pendidikan formal rendah lebih besar

mana z adalah rata-rata pendapatan rumah tangga dibandingkan dengan tingkat pendidikan formal tinggi. pedagang per hari dan n adalah rata-rata jumlah

Meskipun begitu, hasil penelitian Iqbal (2004) yang anggota keluarga. menyatakan bahwa faktor pendorong tumbuh

Berdasarkan rumus di atas maka akan diperoleh besar kembangnya sektor informal adalah adanya tingkat pendapatan yang jenis datanya adalah data rasio, Data pendidikan dan keahlian yang terbatas tidak dapat Rasio dari pendapatan ini kemudian diolah menjadi data dibenarkan karena sektor informal ini juga menampung interval dengan menggunakan kaidah kurva normal.

pekerja yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi dan sangat tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data primer di lapangan menunjukkan bahwa

Karakteristik Pedagang Makanan di Sektor Informal

pedagang makanan yang berjenis kelamin perempuan Data primer di lapangan menunjukkan bahwa dari 35 lebih banyak dari pada yang berjenis kelamin laki-laki. responden pedagang makanan di Jalan Babakan, umur Data tersebut dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.

6 | Amalia, Rizka. et. al.Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor

Tabel 1. Frekuensi dan persentase responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan jenis kelamin, tahun 2012

Amalia, Rizka. et. al.Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor | 7

Sumber: data primer Berdasarkan tabel 1, menunjukkan bahwa dari 35

responden terdapat 51,4% pedagang makanan berjenis kelamin perempuan dan 48,6% pedagang makanan berjenis kelamin laki-laki. Hal itu dapat diartikan bahwa pekerja sektor informal khususnya pedagang makanan banyak dilakukan oleh perempuan. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian mengenai strategi nafkah rumah tangga nelayan oleh Iqbal (2004) yang menyatakan bahwa sektor informal dan perdagangan kecil, biasanya banyak ditekuni oleh para wanita.

Sementara itu, status perkawinan menunjukkan banyaknya tanggungan dalam suatu rumah tangga. Jika berstatus sudah kawin maka jumlah yang ditanggung untuk dinafkahi lebih banyak dari pada berstatus belum kawin. Berdasarkan data primer di lapangan menunjukkan bahwa dari 35 responden terdapat 85,7% pekerja sektor informal sebagai pedagang makanan berstatus sudah kawin dan 14,3% pekerja sektor informal sebagai pedagang makanan berstatus belum kawin.

Tabel 2. Frekuensi dan persentase responden pedagang

makanan di Jalan Babakan berdasarkan status perkawinan, tahun 2012

Status Perkawinan

Frekuensi

Persentase

Kawin 30 85,7 Belum kawin

Total 35 100,0

Sumber: data primer

Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa pedagang makanan di Jalan Babakan yang berstatus sudah kawin lebih banyak dari pada yang berstatus belum kawin. Status perkawinan ini mempunyai nilai pada sektor informal khususnya usaha berdagang makanan, dengan sudah berstatus kawin maka dalam mengerjakan usaha makanan dapat melibatkan dua individu yang diikat dengan tali perkawinan. Pelibatan berdasarkan status perkawinan ini didasarkan atas kerja sama dan komplementer (saling melengkapi).

Kemudian, berdasarkan data primer di lapangan menunjukkan bahwa dari 35 responden terdapat 34,3% pedagang makanan merupakan penduduk asli Kecamatan Dramaga, 65,7% pedagang makanan merupakan penduduk yang berasal dari luar Kecamatan Dramaga. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang makanan yang berdagang di Jalan Babakan merupakan pendatang. Hal ini diperkuat dengan pernyataan informan

yang tinggal di sekitar Jalan Babakan dan Kepala Desa Babakan Raya.

“Dahulu Babakan Raya teh tidak seramai ini. Dahulu, di sekitar Babakan Raya ini masih berupa hutan karet dan masih adem. Pada sekitar 1990-1997 warkop mah masih ramai oleh konsumen mahasiswa bahkan sampai antri karena sekitar 1994 pedagang makanan masih jarang ada. Babakan raya yang biasa disebut Bara ini mulai ramai oleh pedagang gerobak itu pada tahun 1998 kemudian pada tahun 2000 IPB membangun kios-kios yang berada di pinggir trotoar jalan” (SND, 42 tahun).

Jenis Kelamin

Frekuensi

Persentase

Laki-laki 17 48,6 Lerempuan

Total 35 100,0

“Awalnya yang berdagang di sekitar sini itu adalah penduduk asli sini, tetapi seiring waktu berjalan

menjadi banyak pendatang. Sebelum tahun 1997 ketika kepala desanya masih Pak END, memperbolehkan keberadaan pedagang kaki lima. Kemudian setelah tahun 1997, yang mana pada saat itu saya sudah menjadi kepala desa maka saya meneruskan kebijakan yang dibuat oleh Pak END. Eh gara-gara hal itu pihak desa banyak memperoleh teguran dari IPB” (Pak YYT, Kepala Desa Babakan Raya)

Berdasarkan penuturan Pak SND dan Pak YYT menunjukkan bahwa perubahan waktu serta kebijakan yang diterapkan oleh kepala Desa Babakan dan IPB mengakibatkan masuknya pendatang dari luar Kecamatan Dramaga untuk bergadang makanan di Jalan Babakan. Selain itu, diperkuat juga dengan hasil penelitian Tan (2006) yang menyatakan bahwa:

“Keberadaan IPB juga membawa adanya program pengembangan masyarakat yang diselenggarakan oleh Lembaga pengabdian Masyarakat (LPM). Program ini berlangsung pada tahun 2000, wujud program ini adalah menyediakan kios sebanyak 70 buah di jalan Babakan Raya dengan sejumlah ketentuan. Kios-kios tersebut pada awalnya disewakan pada orang-orang lokal. Namun tiga tahun kemudian kios-kios tersebut beralih tangan kepada pedagang pendatang. Para pedagang pribumi mengalihkan hak pakai kios tersebut kepada orang lain karena usaha mereka tidak maju atau tidak mampu bersaing dengan pendatang” (Tan, 2006: 75).

Berdasarkan hasil penelitian Tan (2006), data primer, penuturan Pak SND seorang warga Desa Babakan dan Pak YYT seorang kepala Desa Babakan Raya menunjukkan bahwa pedagang makanan yang berdagang di Jalan Babakan sebagian besar adalah orang-orang pendatang dari berbagai daerah sekitar Jalan Babakan.

Struktur Nafkah Rumah Tangga Pedagang Makanan

Jenis usaha berdagang di Jalan Babakan dapat dibedakan menjadi dua yaitu jenis usaha berdagang yang diusahakan sendiri dan jenis usaha berdagang yang memiliki pegawai. Berdasarkan data primer di lapang menunjukkan bahwa dari 35 responden terdapat 17,1% jenis usaha berdagang yang mempekerjakan dirinya sendiri dan 82,9% jenis usaha berdagang yang memiliki pegawai. Jenis usaha Jenis usaha berdagang di Jalan Babakan dapat dibedakan menjadi dua yaitu jenis usaha berdagang yang diusahakan sendiri dan jenis usaha berdagang yang memiliki pegawai. Berdasarkan data primer di lapang menunjukkan bahwa dari 35 responden terdapat 17,1% jenis usaha berdagang yang mempekerjakan dirinya sendiri dan 82,9% jenis usaha berdagang yang memiliki pegawai. Jenis usaha

Rp13 34.334.152,30 0) dan tinggi ( ( ≥Rp134.334. 152,30). pada data p rimer yang s sudah diolah melalui micr rosoft

office excel 2 2007 menjadi i bentuk gamb bar 3 berikut in ni. Rp121 Rp10 00

rup rupi

Rp8 80 Rp36

juta juta

juta rupiah

Rp3 30 Rp63

sendir ri (n=6)

m memiliki pegaw wai

(n=29)

Rp17,09 Pendapat pendapa atan berdagan tan sampingan ( ng (seperti buruh c cuci, tukang

pijit, jasa a tenaga rumah tangga, penyew waan kamar Rp127 kos, distr ributor ayam po otong, dan salon n)

Pendapa atan sampinga an (buruh cuc i, tukang pijit , jasa

Rp50

Pendapat tenaga r rumah tangga) an berdagang )

Rp54.24 Gambar 3. G Grafik jumlah komposisi pe endapatan rata a-rata

Sumber: data a primer

Rp5,6

per tahun rum p mah tangga re esponden peda agang

Rp22.45

m makanan di Jalan Baba akan berdasa arkan

Rp0

t tenaga kerja a yang di ipekerjakan oleh

Sedang T Tinggi (n=6) p pedagang ma kanan di Jala an Babakan, t tahun

Berdasarkan gambar 3, d dapat diketahu ui bahwa ter rdapat Pendapa atan sampingan (seperti buruh cuci, tukang pi jjit, perbedaan ra ata-rata penda apatan rumah h tangga peda agang

jasa tena aga rumah tangg

ga, penyewaan kamar kos,

makanan pe r tahun berd asarkan jenis s usaha berda agang distribut tor ayam potong g, dan salon)

yang diusaha akan. Rata-rat ta pendapatan n rumah tangg ga per

Pendapa atan berdagang

tahun yang diperoleh dar ri usaha berd dagang jenis u usaha sendiri sebes sar Rp29.000 .000/tahun, s edangkan rata a-rata

Sumb ber: data primer r

pendapatan per tahun yang diper roleh dari u usaha Gam mbar 4. Jumla ah komposisi i pendapatan rata-rata per r berdagang je enis usaha y ang memiliki i pegawai se ebesar

tahun rumah tang gga responde en pedagang g Rp63.000.00 00/tahun. Ha al ini men nunjukkan b bahwa

makana an di Jalan n Babakan berdasarkan n pedagang m makanan yan ng jenis usa aha berdagan ngnya

kategor ri tingkat pe endapatan dal lam per juta a memiliki pe egawai memp punyai pend dapatan berda agang

rupiah, tahun 2012

lebih banya ak dari pada a pendapatan n yang dipe eroleh pedagang m makanan ya ang jenis u usaha berda agang

Berd dasarkan gam mbar 4 menu unjukkan bah hwa semakin n mempekerjak kan dirinya se endiri.

tingg gi golongan t tingkat pendap apatan rumah tangga maka a sema akin tinggi pula pendap patan yang berasal dari i

Pendapatan yang dipero oleh rumah tangga peda agang pend dapatan berda agang dan pen ndapatan sam mpingan. Data a makanan pe er tahun dap pat digolongk kan menjadi tiga terse ebut juga men nunjukkan ba ahwa pada set tiap golongan n tingkatan ya itu pendapata an rendah ( ≤ Rp41.401.390 0,53),

tingk kat pendapata an rumah ta angga per tah hun, ternyata a

8 | Amalia, R Rizka. et. al.Struk ktur dan Strategi N Nafkah Pedagang g Makanan di Sek ktor Informal Dae erah Suburban K abupaten Bogor 8 | Amalia, R Rizka. et. al.Struk ktur dan Strategi N Nafkah Pedagang g Makanan di Sek ktor Informal Dae erah Suburban K abupaten Bogor

Amalia, Rizka. et. al.Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor | 9

Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat pendapatan rumah tangga maka semakin tinggi pendapatan yang berasal dari usaha berdagang makanan dan semakin rendah kontribusi pendapatan sampingan. Hal ini terjadi karena pada rumah tangga yang tergolong pada tingkat pendapatan rendah mempunyai keterbatasan untuk mengakses pekerjaan sampingan yang layak dan sumber nafkah yang secure, sehingga mereka menggantungkan kehidupannya pada pendapatan berdagang. Pada gambar 4 juga menunjukkan bahwa semua kategori rumah tangga melakukan pola nafkah ganda, hal ini menunjukkan bahwa pendapatan dari berdagang tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga atau pendapatan berdagang dirasakan kurang stabil dan secure. Pola nafkah ganda yang dilakukan oleh masing-masing golongan rumah tangga mempunyai perbedaan. Pada kategori rumah tangga yang tingkat pendapatannya rendah membangun pola ganda dengan cara suami-istri bekerja di sektor informal yang berlainan jenis misalnya suami bekerja sebagai pedagang makanan sedangkan istri bekerja sebagai penjual jamu gendong. Pada kategori rumah tangga yang tingkat pendapatannya sedang membangun pola ganda dengan cara suami-istri bekerja sebagai pedagang makanan di sektor informal. Pada kategori rumah tangga yang tingkat pendapatannya tinggi membangun pola ganda dengan cara suami-istri bekerja di sektor yang berlainan jenis yaitu formal-informal.

Tingkat Kemiskinan Pedagang Makanan

Garis kemiskinan mempunyai ukuran yang berbeda-beda tergantung madzab siapa yang digunakan dalam mengukur tingkat kemiskinan tersebut, misalnya ukuran garis kemiskinan yang dikemukakan oleh Sajogyo, Badan Pusat Statistik (BPS), dan World Bank. Sementara itu, Kemiskinan dalam pengertian konvensional adalah apabila pendapatan suatu komunitas berada di bawah satu garis kemiskinan (Kurniawan 2004 dikutip Sukandar, Suhanda, Amalia, Khairunnisa 2008: 94). Ukuran kemiskinan menurut World Bank adalah USD $2,00 per

orang per hari. Dari ukuran tersebut maka berdasarkan tabel 3 berikut ini dapat dijelaskan tingkat kemiskinan menurut jenis usaha berdagang dan kategori tingkat pendapatan. Berdasarkan tabel 3 berikut dapat diketahui bahwa pendapatan total per kapita per hari pada anggota rumah tangga yang jenis usaha berdagang mempekerjakan diri sendiri maupun jenis usaha berdagang yang memiliki pegawai sudah berada di atas garis kemiskinan menurut World Bank yaitu $2,00 per kapita per hari atau ± Rp20.000 per kapita per hari.

Tabel 3. Jumlah pendapatan per kapita rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan jenis usaha, tahun 2012

Jenis usaha

Rupiah per kapita per hari

sendiri

(n=6)

memiliki pegawai (n=29)

Pendapatan berdagang 21.000 46.000

Pendapatan sampingan

Sumber: data primer Pendapatan per kapita setiap anggota rumah tangga yang

jenis usaha berdagang mempekerjakan diri sendiri adalah Rp21.000 per kapita per hari, sedangkan pendapatan per kapita setiap anggota rumah tangga yang jenis usaha berdagang memiliki pegawai adalah Rp47.000 per kapita per hari. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa baik pedagang makanan yang mempekerjakan diri sendiri dan yang memiliki pegawai termasuk berada di atas garis kemiskinan, karena telah berada di atas angka $2,00 per kapita per hari atau ± Rp20.000 per kapita per hari. Tingkat kemiskinan juga dapat dilihat berdasarkan kategori tingkat pendapatan per kapita per hari.

Tabel 4. Jumlah pendapatan per kapita rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan kategori tingkat pendapatan rumah tangga, tahun 2012

Jenis usaha

Rupiah per kapita per hari

Rendah

(n=11)

Sedang (n=18)

Tinggi (n=6)

Pendapatan berdagang

Pendapatan sampingan

Sumber: data primer Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa pendapatan total

per kapita per hari pada kategori tingkat pendapatan rendah sebesar Rp20.500 per kapita per hari, pada kategori tingkat pendapatan sedang sebesar Rp53.000 per

44 43

kapita per hari dan tinggi sebesar Rp184.000 per kapita per hari. Berdasarkan data pada tabel 4 tersebut dapat disimpulkan bahwa semua anggota rumah tangga yang tergolong dalam rumah tangga yang tingkat pendapatannya rendah, sedang dan tinggi telah berada di atas garis kemiskinan..

10 | Amalia, Rizka. et. al.Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor

Pengeluaran Rumah Tangga Pedagang Makanan

Pengambilan data pengeluaran responden dibedakan menjadi biaya konsumsi seperti biaya rokok, buah, dan makanan pokok serta biaya konsumsi non pangan seperti biaya pendidikan, sewa rumah, listrik, kesehatan, baju dan pulsa. Jumlah biaya konsumsi dan konsumsi non pangan per tahun disebut sebagai pengeluaran rumah tangga per tahun. Berdasarkan gambar 5 menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga tertinggi adalah Rp117.000.000 per tahun yang dikeluarkan oleh rumah tangga yang tergolong dalam tingkat pendapatan tinggi, kemudian pengeluaran sebesar Rp41.000.000 per tahun dikeluarkan oleh rumah tangga yang tergolong dalam tingkat pendapatan sedang, dan tingkat pengeluaran paling rendah adalah Rp 22.000.000 per tahun yang dikeluarkan oleh rumah tangga yang tergolong dalam tingkat pendapatan rendah. Sebagai contoh Ibu NA (38 tahun) merupakan responden yang mempunyai pendapatan tinggi menyatakan bahwa, “pengeluaran sih banyak seperti pengeluaran untuk bensin mobil dan biaya sekolah anak saya, karena anak saya sekolahnya di sekolah favorit”. Berdasarkan pernyataan Ibu NA tersebut menunjukkan bahwa pada tingkat pendapatan tinggi maka pengeluaran tinggi, hal ini bertujuan untuk mencukupi kebutuhan yang bersifat mewah (kebutuhan tersier) yaitu bensin mobil pribadi dan sekolah yang favorit.

Sumber: data primer Gambar 10. Rata-rata pengeluaran rumah tangga per

tahun berdasarkan kategori tingkat pendapatan rumah tangga pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012

Berdasarkan gambar 5 dapat disimpulkan secara umum bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga

maka semakin tinggi pengeluaran rumah tangga. Tingginya pengeluaran rumah tangga ini disebabkan daya beli yang tinggi pada suatu barang atau jasa mewah tertentu.

Kapasitas Menabung Pedagang Makanan di Sektor Informal

Selisih pendapatan dan pengeluaran rumah tangga pedagang makanan per tahun disebut sebagai kapasitas menabung (saving capacity). Pendapatan rumah tangga dibangun oleh dua pendapatan yaitu pendapatan dari berdagang dan sampingan. Pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga rendah mendapatkan pendapatan berdagang dengan cara berdagang menggunakan gerobak atau tenda yang dibongkar setelah dagangannya habis serta melakukan usaha sampingan berupa menjual jamu gendong, tukang pijit, atau menjual es. Pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga sedang mendapatkan pendapatan berdagang dengan cara berdagang menggunakan lahan sewa dengan bangunan permanen serta melakukan usaha sampingan menjadi sopir, pegawai IPB, atau menjual pulsa. Pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga tinggi mendapatkan pendapatan berdagang dengan cara berdagang menggunakan lahan sendiri atau sewa dengan bangunan permanen serta melakukan usaha sampingan menjadi distributor ayam potong, mendirikan usaha salon, atau menyewakan kamar kos. Pada tabel 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi golongan tingkat pendapatan rumah tangga maka semakin tinggi pengeluaran rumah tangga. Semakin tinggi golongan tingkat pendapatan maka semakin tinggi juga selisih antara pengeluaran dan pendapatan rumah tangga. Selisih ini dapat diartikan sebagai kapasitas menabung.

rendah (n=11) sedang (n=18) tinggi (n=6)

rata-rata pengeluaran rumah tangga per tahun

Tabel 5. Jumlah saving capacity rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan menurut kategori tingkat pendapatan, tahun 2012

Kategori

rendah (n=11)

sedang (n=18) tinggi (n=6)

Pendapatan rumah tangga per tahun

Rp28.000.000 Rp71.000.000 Rp248.000.000 Pengeluaran rumah tangga per tahun

Rp22.000.000 Rp41.000.000 Rp117.000.000

Saving

Capacity per tahun

Rp6.000.000 Rp30.000.000

Rp131.000.000

Saving

Capacity per bulan

Rp 500.000 Rp2.500.000

Rp10.900.000

Sumber: data primer Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukkan bahwa pada

kategori rumah tangga berpendapatan rendah mempunyai kapasitas menabung (saving capacity) hanya sebesar Rp 500.000 per bulan; sedangkan pada kategori rumah tangga berpendapatan sedang mempunyai kapasitas menabung (saving capacity) sebesar Rp2.500.000 per bulan dan kategori rumah tangga berpendapatan tinggi mempunyai

Amalia, Rizka. et. al.Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor | 11

kapasitas menabung (saving capacity) sebesar Rp10.900.000 per bulan. Pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga rendah mempunyai kapasitas menabung yang rendah karena pendapatan berdagang dilakukan dengan cara berdagang menggunakan gerobak atau tenda yang dibongkar setelah dagangannya habis serta melakukan usaha sampingan berupa menjual jamu gendong, tukang pijit, atau menjual es. Pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga sedang mempunyai kapasitas menabung yang sedang karena mendapatkan pendapatan berdagang dengan cara berdagang menggunakan lahan sewa dengan bangunan permanen serta melakukan usaha sampingan menjadi sopir, pegawai IPB, atau menjual pulsa. Sementara itu, pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga tinggi mempunyai kapasitas menabung yang tinggi karena mendapatkan pendapatan berdagang dengan cara berdagang menggunakan lahan sendiri atau sewa dengan bangunan permanen serta melakukan usaha sampingan menjadi distributor ayam potong, mendirikan usaha salon, atau menyewakan kamar kos. Kapasitas menabung yang dimiliki oleh pedagang makanan diinvestasikan ke dalam dua bentuk investasi yaitu pertama, investasi berupa barang seperti alat elektonik dan perhiasan. Investasi berbentuk barang ini dilakukan karena barang-barang ini mudah dicairkan ketika para pedagang makanan mengalami krisis finansial. Kedua, investasi berbentuk menyekolahkan anggota keluarga karena pedagang makanan berusaha menaikkan status sosial.

Sumber Nafkah Rumah Tangga Pedagang Makanan

Ellis (2000) menyatakan bahwa terdapat lima jenis modal yang diidentifikasi sebagai basis sumber nafkah untuk membangun strategi nafkah. Kelima modal tersebut adalah modal alam, fisik, sumber daya manusia, finansial dan sosial. Modal alam mengacu pada sumber daya alam (tanah, air, pohon) yang menghasilkan produk yang digunakan oleh populasi manusia untuk kelangsungan hidup mereka. Modal fisik mengacu pada aset dibawa untuk mengeksistensikan proses produksi ekonomi. Modal manusia mengacu pada tingkat pendidikan dan status kesehatan individu dan populasi. Modal finansial mengacu pada stok uang tunai yang dapat diakses untuk membeli baik barang produksi atau konsumsi, dan akses pada kredit. Modal sosial mengacu pada jaringan sosial dan asosiasi di mana orang berpartisipasi, dan mereka dapat memperoleh dukungan yang memberikan kontribusi untuk mata pencaharian mereka.

Sementara itu, Dharmawan (2007) menyatakan bahwa keberadaan struktur sosial-ekonomi sebagai faktor tunggal penentu sebuah strategi nafkah, sehingga sistem nafkah (kumpulan strategi nafkah) merupakan respon adaptif-reaktif masyarakat atas tekanan perubahan struktur ekonomi dan institusional yang membelenggu sistem penghidupan mereka. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa strategi nafkah dibentuk oleh lima basis sumber nafkah (modal alam, fisik, sumberdaya manusia,

finansial dan sosial) yang dipengaruhi oleh keberadaan struktur sosial-ekonomi. Setiap sistem penghidupan yang dibangun oleh rumah tangga selalu berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan oleh lima basis nafkah (modal alam, fisik, sumberdaya manusia, finansial dan sosial) yang telah mengalami tekanan akibat perbedaan struktur sosial-ekonomi.

Berkurangnya sumber nafkah dan tekanan struktur sosial- ekonomi yang mendorong rumah tangga memanipulasi dan mengoptimalkan sumber nafkah yang bisa diakses. Basis nafkah rumah tangga pedagang makanan untuk membangun sistem nafkah terdiri dari lima sumber nafkah yaitu modal alam, fisik, sumber daya manusia, finansial dan sosial. Pertama, modal alam berupa pemanfaatan lahan yang digunakan dalam menjalankan usaha berdagang makanan seperti public area, lahan sewa atau lahan miliki sendiri. Kedua, modal fisik berupa wujud fisik bangunan yang digunakan dalam berdagang seperti mendirikan tenda atau bangunan tembok. Ketiga, modal sumber daya manusia berupa pendidikan terakhir yang ditempuh pedagang makanan dan jumlah pegawai yang dipekerjakan dalam menjalankan usaha berdagang. Keempat, modal finansial berupa uang yang digunakan dalam menjalankan usaha berdagang dalam kurun waktu satu hari, Kelima, modal sosial berupa jumlah mitra kerja yang membantu mengeksistensikan usaha berdagang seperti pemasok bahan, pemodal usaha berdagang dan mitra usaha.

Tabel 6. Jumlah responden pedagang makanan di Jalan Babakan menurut tingkat sumber nafkah dan strategi nafkah, tahun 2012

Tingkat strategi nafkah

Tingkat sumber nafkah Tinggi Total Sedang Rendah

Rendah (< 6 strategi)

Sedang (= 6 strategi)

2 6 5 13

Tinggi (> 6 strategi)

2 10 6 18 Total

4 19 12 35

Sumber: data primer Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa semakin rendah

tingkat sumber nafkah maka semakin beragam strategi nafkah yang dibangun oleh rumah tangga. Beragamnya strategi nafkah yang dibangun oleh rumah tangga yang tergolong pada tingkat pendapatan rendah disebabkan adanya untuk mencapai tingkat keamanan dalam kehidupan secara ekonomi. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan tabel 6 menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa diduga semakin banyak sumber nafkah yang dimanfaatkan maka semakin banyak bentuk strategi yang dilakukan oleh pekerja sektor informal khususnya pedagang makanan untuk mempertahankan kehidupan, dapat diterima.