Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Cabai Merah dan Kunyit

PENINGKATAN NILAI GIZI MI BASAH DENGAN
FORTIFIKASI CABAI MERAH DAN KUNYIT

SALMAN FARIS

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENG ETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peningkatan Nilai Gizi
Mi Basah dengan Fortifikasi Cabai Merah dan Kunyit adalah karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Juni 2013
Salman Faris
NIM G44104016

ABSTRAK
SALMAN FARIS. Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Cabai
Merah dan Kunyit. Dibimbing oleh IRMA HERAWATI SUPARTO dan DEWI
APRI ASTUTI.
Mi adalah produk pangan yang dibuat dari adonan terigu sebagai bahan
utama. Berbagai inovasi dan pengembangan diperlukan agar mi menjadi produk
pangan dengan nilai gizi yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan meningkatkan
nilai nutrisi mi melalui penambahan cabai merah dan kunyit ke dalam adonan.
Parameter yang dianalisis adalah kadar air, abu, lemak, protein, serat, karbohidrat,
mineral kalsium dan besi, vitamin C, dan aktivitas antioksidan. Hasil analisis
dibandingkan dengan mi basah kontrol (tanpa fortifikasi). Analisis proksimat
menunjukkan peningkatan kadar serat kasar pada penambahan cabai merah dan
kunyit masing- masing sebesar 0.2 dan 0.3%. Penambahan cabai merah
meningkatkan kandungan besi sebesar 1.9%. Kandungan vitamin C dalam sampel
mi cabai merah meningkat 3 kali dibandingkan dengan mi kontrol. Aktivitas

antioksidan terbaik juga ditunjukkan oleh produk mi cabai merah. Berdasarkan
hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa penambahan cabai merah dalam mi dapat
meningkatkan nilai nutrisi lebih baik dibandingkan dengan kunyit, khususnya
kandungan mineral besi, kalsium, vitamin C, dan aktivitas antioksidannya.
Kata kunci: antioksidan, fortifikasi, mi, kalsium, vitamin C
.

ABSTRACT
SALMAN FARIS. Nutrition Increase of Wet Nood les with Chilli Pepper and
Turmeric Fortification. Supervised by IRMA HERAWATI SUPARTO dan DEWI
APRI ASTUTI.
Noodles is a food product made from flour dough as the main ingredient.
Various innovations and development is needed to improve nutrient quality of
noodles. This study aimed to improve the nutritional value of noodles by adding
chilli pepper and turmeric into the dough. The parameters analyzed were water,
ash, fat, protein, fiber, carbohydrate, mineral (calcium and iron), and vitamin C
contents as well as the antioxidant activity. The results were compared with
control noodles (without fortification). Proximate analysis showed an increase in
crude fiber content with addition of chilli pepper and turmeric, 0.2 and 0.3%,
respectively. Addition of chilli pepper increased the iron content 1.9%. The

vitamin C content in chilli pepper noodle increased 3 times compared with the
control noodles. Best antioxidant activity was shown by the chilli pepper noodle
product as well. Based on these results, it can be concluded that noodles fortified
with chilli pepper improved nutritional values better than turmeric, especially iron
and calcium mineral, vitamin C, and antioxidant activity.
Key words: antioxidant, calcium, fortification, noodle, vitamin C

2

PENINGKATAN NILAI GIZI MI BASAH DENGAN
FORTIFIKASI CABAI MERAH DAN KUNYIT

SALMAN FARIS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENG ETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Cabai Merah
dan Kunyit
Nama
: Salman Faris
NIM
: G44104016

Disetujui oleh

Dr dr Irma Herawati Suparto, MS
Pembimbing I

Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul
Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Cabai Merah dan Kunyit.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahka n kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang tetap berada di jalan-Nya hingga
akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr dr Irma Herawati Suparto,
MS selaku pembimbing pertama dan Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS selaku
pembimbing kedua yang senantiasa memberikan arahan, semangat, dan doa
kepada penulis selama melaksanakan penelitian. Penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Syawal, Bapak Soenarsa, dan Bapak Mul dari Laboratorium Kimia

Anorganik, Bapak Wawan dan Bapak Eko dari Laboratorium Bersama, Ibu
Endang dari Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU), serta Bapak Asep,
Bapak Didi, dan Ibu Aah dari Komisi Pendidikan Departemen Kimia, Institut
pertanian Bogor yang telah membantu selama penelitian berlangsung dan
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu,
Budi Suprianto, Chaecar Himawan, dan Ulfiah atas kritik dan sarannya selama
penelitian berlangsung.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
Bogor, Juni 2013
Salman Faris

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii


PENDAHULUAN

1

METODE
Ruang Lingkup Penelitian
Alat dan Bahan
Pembuatan Bubur Cabai Merah dan Kunyit
Pembuatan Mi Kontrol dan Mi Fortifikasi
Analisis Proksimat (AOAC 2007)
Analisis Kadar Besi (Fe) dan Kalsium (Ca)
Analisis Vitamin C Metode Titrasi Iodium Jacobs
Analisis Aktivitas Antioksidan Metode DPPH
Rancangan Percobaan

2
2
2
2

2
3
5
5
5
6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Proksimat
Kadar Mineral Besi dan Kalsium
Kadar Vitamin C
Aktivitas Antioksidan
Simpulan
Saran

6
6
8
8
9

11
12

DAFTAR PUSTAKA

12

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR GAMBAR
1 Kadar serat kasar mi biasa, mi cabai, dan mi kunyit
7
2 Kadar vitamin C mi biasa, mi cabai dan mi kunyit
9
3 Aktivitas antioksidan mi biasa, mi cabai, dan mi kunyit dibandingkan dengan
asam askorbat
10
4 Reaksi DPPH dengan senyawa antioksidan

11
5 Struktur kapsaisin
11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Pembuatan mi
2 Pembuatan bubur cabai merah dan kunyit
3 Kadar air
4 Kadar abu
5 Kadar lemak
6 Kadar protein
7 Kadar serat kasar
8 Kadar karbohidrat
9 Kadar besi
10 Kadar kalsium
11 Kandungan vitamin C
12 Aktivitas antioksidan

14
15

16
16
17
17
18
18
19
21
23
25

PENDAHULUAN
Saat ini banyak masyarakat mengonsumsi mi sebagai bahan pangan dan
sering menjadi andalan pengganti makanan pokok yang sangat praktis, mudah
diolah, dan cepat disajikan. Industri mi pun berkembang cukup pesat dari tahun ke
tahun. Menurut Kementerian Perindustrian Republik Indonesia pada tahun 2008,
jumlah produksi mi mencapai 1.5 juta ton. Pada tahun 2009, produksi tumbuh
sekitar 20% menjadi 1.8 juta ton, produksinya diperkirakan terus meningkat
hingga mencapai 2 juta ton tahun 2010 dan 2011 (BPS 2011).
Ditinjau dari segi nilai gizinya, mi kaya akan karbohidrat dan energi, tetapi
kandungan protein, mineral, dan vitaminnya relatif rendah (Depkes 1992).
Kandungan karbohidrat yang tinggi menjadikan mi sebagai alternatif sumber
karbohidrat pengganti nasi. Akan tetapi, konsumsi bahan pangan tidak cukup
hanya kaya akan karbohidrat. Nutrisi lain juga harus terpenuhi agar tercapai gizi
yang seimbang. Proporsi penggunaan terigu yang kaya karbohidrat relatif lebih
dominan dibandingkan dengan zat gizi lainnya. Oleh sebab itu, diperlukan usaha
peningkatan kandungan gizi mi terutama kandungan vitamin dan mineralnya.
Berbagai inovasi dan pengembangan dalam memproduksi mi yang memiliki
nilai gizi sangat diperlukan agar menjadi produk pangan yang berkualitas. Salah
satu pengembangan dilakukan dengan fortifikasi rempah-rempah yang berguna
bagi kesehatan. Produk mi basah saat ini juga mengalami perkembangan dengan
variasi campuran antara tepung terigu sebagai bahan baku utama dan bahan-bahan
lain seperti umbi-umbian. Penelitian yang terkait dengan peningkatan nilai nutrisi
mi telah dilakukan sebelumnya, di antaranya penambahan tepung ikan untuk
meningkatkan kadar protein dan kalsium, kadar protein meningkat dari 29.6%
menjadi 33.2% dan kalsium dari 0.7% menjadi 1.1% setelah ditambahkan tepung
ikan (Muhajir 2007). Modifikasi mi dengan menggunakan tepung ubi jalar
varietas unggulan menurunkan daya serap air menjadi 53.2% dibandingkan
dengan mi yang menggunakan tepung terigu (84.7%) (Sugiyono et al. 2011).
Rempah-rempah masih jarang dimanfaatkan sebagai bahan fortifikasi mi.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan modifikasi dengan menambahkan
cabai merah dan kunyit untuk melihat pengaruh penambahan bahan tersebut
terhadap nilai nutrisi mi hasil fortifikasi. Cabai merah dan kunyit memiliki
kandungan mineral besi masing- masing 0.5 dan 3 mg, kandungan kalsium 29 dan
24 mg, serta kandungan vitamin C 18 dan 1 mg dalam 100 g bahan segar. Vitamin
C banyak memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh, di antaranya sebagai zat
antioksidan alami yang dapat menangkal berbagai radikal bebas. Perucka dan
Materska (2003) menyebutkan bahwa dalam cabai merah terkandung zat kapsaisin
yang juga bertindak sebagai antioksidan. Selain itu, ketersediaan cabai merah dan
kunyit sangat berlimpah dan mudah didapatkan. Fortifikasi mi dengan
mencampurkan cabai merah dan kunyit ke dalam adonan di samping
meningkatkan daya tarik dan cita rasa, juga diharapkan mampu meningkatkan
kandungan mineral, vitamin C, dan aktivitas antioksidan dibandingkan dengan mi
yang lazim dikonsumsi oleh masyarakat.

2

METODE
Ruang Lingkup Penelitian
Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan mi (Lampiran 1),
pembuatan bubur cabai merah dan kunyit (Lampiran 2), serta analisis parameter
kadar air, abu, lemak, protein, serat, karbohidrat, mineral kalsium dan besi,
vitamin C, dan aktivitas antioksidan. Sampel diambil secara acak sebanyak 2 kali
dan diuji di laboratorium.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan kaca, cawan porselen, oven,
desikator, neraca analitik, pelat penangas, pengaduk magnetik, pembakar bunsen,
tanur, radas soxhlet, alat distilasi kjeldahl, corong büchner, spektrofotometer
serapan atom (SSA) Shimadzu AA-7000, spektrofotometer ultraviolet-tampak
Shimadzu UV-PharmaSpec 1700. Bahan-bahan yang digunakan adalah nheksana, selen, NaOH, H2 SO4 , Na2 S2 O3 , H3 BO 3 , indikator hijau bromkresolmerah metil (BCG-MM), HCl, alkohol, HNO 3 , amilum 1%, larutan iodium, asam
askorbat, metanol, 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), mi biasa, mi cabai merah,
mi kunyit, akuades, dan akuabides.

Pembuatan Bubur Cabai Merah dan Kunyit
Cabai merah dan kunyit yang masih segar dicuci dengan air bersih, lalu
ditimbang. Cabai merah dan kunyit kemudian dipotong-potong dan dihancurkan
sampai halus dengan menggunakan blender. Pembuatan bubur cabai merah dan
kunyit secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pembuatan Mi Kontrol dan Mi Fortifikasi
Tepung terigu sebagai bahan baku utama dicampur dengan air yang telah
ditambahkan telur dan penambah rasa, kemudian diad uk sampai semua bahan
tercampur. Campuran lalu dibentuk menjadi adonan. Adonan selanjutnya
dipotong menjadi untaian- untaian mi, dan ditimbang sebanyak 100 g per takaran
saji. Mi ini disebut sebagai mi biasa (mi kontrol). Fortifikasi dilakukan dengan
menambahkan bubur cabai merah dan kunyit ke dalam adonan mi sehingga
menghasilkan mi cabai dan mi kunyit. Pembuatan mi dilakukan 2 kali ulangan
pada hari yang berbeda. Proses pembuatan mi basah selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 1.

3

Analisis Proksimat (AOAC 2007)
Kadar Air
Cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 100 ºC kemudian didinginkan
dalam desikator dan ditimbang bobotnya (a). Sebanyak 1 g sampel ditimbang (b)
dan dimasukkan ke dalam cawan tersebut. Cawan beserta isinya dimasukkan ke
dalam oven bersuhu 100 ºC selama 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan
ditimbang setelah mencapai suhu kamar. Pengulangan dilakukan sampai diperoleh
bobot konstan (c). Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus

Kadar Abu
Cawan porselen dikeringkan dalam tanur pada suhu 550 ºC, kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya (a). Sebanyak 1 g sampel
ditimbang (b) dan dimasukkan ke dalam cawan tersebut, selanjutnya dipijarkan
dengan menggunakan pembakar bunsen sampai tidak berasap. Sampel lalu
diabukan dengan menggunakan tanur pada suhu 550 ºC selama 2–4 jam atau
sampai diperoleh bobot konstan. Sampel didinginkan dalam desikator dan
ditimbang setelah mencapai suhu kamar. Pengulangan dilakukan sampai diperoleh
bobot konstan (c). Kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus

Kadar Le mak dengan Metode Soxhlet
Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 100 ºC, kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya (a). Sebanyak 2 g sampel
ditimbang (b), dibungkus dengan kertas saring, dan dimasukkan ke dalam alat
ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut n-heksana. Proses ekstraksi dilakukan
selama 6 jam. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam
oven pada suhu 100 ºC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan
ditimbang bobotnya (c). Pengeringan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan.
Kadar lemak dihitung dengan menggunakan rumus

Kadar Protein dengan Metode Mikrokjeldahl
Sebanyak 0.1 g sampel ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu
kjeldahl 100 mL, ditambahkan 0.25 g selen dan 3 mL H2 SO4 pekat. Sampel
dididihkan (didestruksi) selama 1.5 jam sampai larutan menjadi jernih. Larutan
kemudian dimasukkan ke dalam alat distilasi, dibilas dengan akuades 2 mL
sebanyak 5 kali, dan ditambahkan 10 mL larutan NaOH-Na2 S2 O3 . Gas NH3 yang

4

dihasilkan ditangkap oleh 5 mL H3 BO 3 dalam erlenmeyer yang telah ditambahkan
2–4 tetes indikator BCG-MM. Sebanyak 15 mL kondensat diencerkan menjadi 50
mL dan dititrasi dengan HCl 0.1 N yang sudah distandardisasi hingga titik akhir
titrasi (warna kondensat berubah dari merah muda menjadi hijau). Penetapan
blangko dilakukan dengan menggunakan metode yang sama seperti penetapan
sampel. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus

Kadar protein (% b/b) = 6.25 × % N
Keterangan:
b = volume blangko (mL)
s = volume titran (mL)
w = bobot sampel (g)

Kadar Se rat Kasar
Sebanyak 1 g sampel dilarutkan dengan 100 mL H2 SO4 1.25%, kemudian
dipanaskan sampai mendidih dan didestruksi selama 30 menit. Hasil destruksi
disaring menggunakan corong büchner. Residu hasil penyaringan dibilas dengan
25 mL air mendidih dan 25 mL NaOH 1.25% mendidih sebanyak 3 kali. Residu
didestruksi kembali dengan 100 mL NaOH 1.25% selama 30 menit. Hasil
destruksi disaring dan dibilas berturut-turut dengan 25 mL air mendidih, 25 mL
H2 SO 4 1.25% mendidih, dan 25 mL alkohol sebanyak 3 kali. Residu pada kertas
saring dipindahkan ke dalam cawan porselen dan dikeringkan dalam oven pada
suhu 130 ºC selama 2 jam. Setelah didinginkan dalam desikator dan ditimbang
bobotnya, residu beserta cawan porselen dimasukkan ke dalam tanur pada suhu
600 ºC selama 30 menit. Cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang
kembali bobotnya. Kadar serat kasar dihitung dengan menggunakan rumus

Kadar Karbohidrat
Kadar karbohidrat (% b/b) = 100%
Keterangan:
P
= kadar protein (%)
KA
= kadar air (%)
A
= kadar abu (%)
L
= kadar lemak (%)
SK
= kadar serat kasar (%)

(P + KA + A + L + SK)

5

Analisis Kadar Besi (Fe) dan Kalsium (Ca) (Apriyantono et al. 1989)
Sampel untuk pengukuran kadar Fe dan Ca diabukan kering terlebih dahulu.
Sampel ditimbang sebanyak 1 g ke dalam cawan porselen kemudian dipanaskan di
atas pembakar bunsen sampai tidak mengeluarkan asap. Cawan lalu dimasukkan
ke dalam tanur, dipanaskan pada suhu 300 ºC sampai semua karbon berwarna
keabuan, dilanjutkan pada suhu 600 ºC selama 2–3 jam. Abu yang diperoleh
dilarutkan dengan 2 mL HNO 3 pekat dan dipindahkan ke dalam labu takar 50 mL.
Larutan diencerkan dengan akuabides sampai tanda tera lalu disaring dan
dipindahkan ke dalam botol uji untuk diukur menggunakan SSA.
Larutan standar Fe dan Ca serta blangko diukur absorbansnya pada panjang
gelombang 248.3 nm untuk larutan Fe dan 422.7 nm untuk larutan Ca, dilanjutkan
dengan pengukuran absorbans larutan sampel. Konsentrasi Fe dan Ca dalam
sampel ditentukan dari kurva standar yang diperoleh, y ialah absorbans dan x ialah
konsentrasi.

Analisis Vitamin C Metode Titrasi Iodium Jacobs (Sudarmadji et al. 1997)
Sebanyak 20 g sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan
ditambah akuades sampai tanda tera. Larutan diaduk selama 15 menit dengan
pengaduk magnetik dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 30
menit untuk memisahkan filtratnya. Filtrat diambil sebanyak 10 mL dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 mL. Setelah itu, ditambahkan 2 mL larutan
amilum 1% dan 20 mL akuades, lalu dititrasi dengan larutan iodium 0.01 N.
Kadar vitamin C dihitung dengan menggunakan rumus
1 mL iodium 0.01 N = 0.88 mg asam askorbat

Analisis Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (Andayani et al. 2008)
Sebanyak 25 mg ekstrak kasar dilarutkan dengan metanol dalam labu takar
25 mL, lalu volumenya ditepatkan dengan metanol sampai tanda tera (larutan
induk 1000 ppm). Larutan induk dipipet sebanyak 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, dan 0.5 mL ke
dalam labu takar 25 mL untuk mendapatkan larutan uji dengan konsentrasi
berturut-turut 4, 8, 12, 16, dan 20 ppm.
Sebanyak 3.8 mL DPPH 0.1 mM dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 0.2 mL larutan uji, kemudian dikocok selama 1 menit sampai larutan
tercampur rata dan didiamkan 30 menit dalam ruangan gelap. Absorbans larutan
diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-tampak pada panjang
gelombang 515 nm. Blangko yang digunakan adalah metanol. Sebagai
pembanding digunakan standar asam askorbat 1, 2, 3, 4 dan 5 ppm dengan
perlakuan yang sama dengan sampel. Aktivitas antioksidan diukur sebagai persen
penghambatan, yaitu penurunan absorbans larutan DPPH akibat penambahan
sampel:

6

Rancangan Percobaan
Percobaan dilakukan dengan observasi langsung pada proses pembuatan mi
di lapangan dan pengujian di laboratorium. Sampel mi kontrol dan mi fortifikasi
masing- masing dibuat 2 kali ulangan pada hari yang berbeda. Kondisi pada saat
pembuatan mi maupun pada saat pengujian di laboratorium dibuat semirip
mungkin antarulangan perlakuan. Semua data hasil analisis dari setiap ulangan
perlakuan disajikan secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Proksimat
Hasil uji proksimat (kadar air, abu, lemak, protein, serat kasar, dan
karbohidrat) dapat dilihat pada Tabel 1. Terlihat sedikit penurunan kadar abu,
lemak, dan protein. Di samping itu, kandungan serat kasar meningkat setelah mi
ditambahkan cabai merah dan kunyit masing- masing sebesar 0.22 dan 0.28%.
Data hasil analisis proksimat selengkapnya diberikan berturut-turut pada
Lampiran 3–8.
Tabel 1 Proksimat mi biasa, mi cabai dan mi kunyit
Komposisi
Kadar air
Kadar abu
Lemak
Protein
Serat kasar
Karbohidrat

Mi biasa
27.27 ± 0.79
1.62 ± 0.39
1.05 ± 0.13
11.42 ± 0.29
Tidak terdeteksi
58.45 ± 0.73

Kandungan (%b/b)
Mi cabai
27.81 ± 0.08
1.24 ± 0.44
0.89 ± 0.22
10.12 ± 0.20
0.22 ± 0.08
60.00 ± 0.27

Mi kunyit
29.11 ± 0.22
1.49 ± 0.13
0.93 ± 0.14
10.88 ± 0.19
0.28 ± 0.14
57.36 ± 0.49

Berdasarkan Tabel 1, kadar air pada mi cabai merah dan mi kunyit
meningkat 1.9 dan 6.3% dibandingkan dengan mi biasa. Peningkatan kadar air
tertinggi ditunjukkan oleh penambahan kunyit. Kadar air dalam mi basah ini
masih sesuai dengan persyaratan SNI 01-2987-1992, yaitu 25–30% untuk mi
basah mentah. Air berfungsi sebagai media reaksi gluten, pelarut garam, dan
pembentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan mengembang dengan adanya
air. Semakin banyak jumlah air yang diserap, mi menjadi tidak mudah patah.
Jumlah air yang optimum akan membentuk pasta yang baik. Akan tetapi,
peningkatan jumlah air dapat memengaruhi laju kerusakan bahan pangan oleh
proses mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatis sehingga umur simpan mi menjadi
semakin singkat (Piliang dan Soewondo 2006).
Kadar abu dalam suatu bahan pangan menunjukkan perkiraan kandungan
mineralnya. Berdasarkan hasil analisis, kadar abu mi cabai merah dan mi kunyit
menurun 16.6 dan 19.5% dibanding dengan mi biasa. Syarat mutu untuk kadar
abu dalam mi basah menurut SNI 01-2987-1992 maksimum 3% dan masih

7

terpenuhi oleh kedua sampel mi tersebut (Tabel 1). Abu merupakan residu yang
tertinggal setelah suatu bahan pangan dibakar hingga bebas karbon. Semakin
besar kadar abu suatu bahan pangan, semakin tinggi pula mineral yang terkandung
di dalamnya (Ekafitri 2009).
Penambahan cabai merah dan kunyit menurunkan kadar lemak dan protein
mi hasil fortifikasi. Penurunan kadar tersebut disebabkan oleh pengurangan
jumlah komposisi telur sebagai sumber terbesar lemak dan protein dalam adonan
mi akibat substitusi oleh cabai merah dan kunyit. Kadar lemak semua sampel mi
yang dianalisis berkisar 0.9–1.1%, sedangkan kadar protein mi berkisar 10.1–
11.4%. Hasil ini masih memenuhi syarat mutu mi basah menurut SNI 01-29871992, yaitu kadar protein minimum 8%.
Serat kasar sering didefinisikan sebagai komponen pangan nabati yang tidak
dapat dipecah dalam proses pencernaan manusia. Serat kasar meliputi polisakarida
yang terbentuk dari unit gula bergabung satu dengan yang lainnya membentuk
rantai yang tidak dapat dipecah oleh enzim pencernaan manusia. Serat kasar
umumnya tidak dapat dipecah dalam unit cukup kecil yang memungkinkannya
diabsorpsi (Piliang dan Soewondo 2006). Hasil analisis kadar serat kasar
ditunjukkan pada Gambar 1 dan Lampiran 7.

Gambar 1 Kadar serat kasar mi biasa, mi cabai, dan mi kunyit
Mi biasa memiliki serat kasar yang sangat sedikit sehingga terlihat seperti
tidak mengandung serat kasar. Seharusnya terdapat kandungan serat kasar pada mi
biasa karena bahan penyusun utamanya adalah tepung terigu. Menurut Makfoeld
(1982), tepung terigu mengandung serat kasar maksimum 1% per 100 g tepung
terigu. Penentuan kadar serat kasar menggunakan metode gravimetri. Menurut
SNI 01-2891-1992, metode penentuan serat kasar dalam makanan di antaranya
metode gravimetri dan metode enzimatik. Metode gravimetri hanya dapat
mengukur kadar serat kasar yang tidak larut, sedangkan metode enzimatik dapat
mengukur kadar serat kasar yang larut dan tidak larut secara terpisah sehingga
diketahui kadar serat makanan total. Penambahan cabai merah dan kunyit
meningkatkan kadar serat kasar mi masing- masing sebesar 0.2 dan 0.3%.
Peningkatan kadar serat kasar tertinggi ditunjukkan oleh penambahan kunyit.
Peran utama serat kasar dalam makanan ialah pada kemampuannya
mengikat air, selulosa, dan pektin. Serat membantu mempercepat sisa-sisa
makanan melalui saluran pencernaan untuk diekskresikan. Tanpa bantuan serat,
feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam usus dan sukar
bergerak menuju usus besar untuk diekskresikan, karena gerakan peristaltik usus
menjadi lamban. Makanan dengan kandungan serat yang tinggi juga dapat

8

membantu mengurangi bobot badan karena makanan tersebut akan berada cukup
singkat dalam saluran pencernaan sehingga absorpsi zat makanan menjadi
berkurang (Piliang dan Soewondo 2006).
Kadar karbohidrat mi meningkat 2.7% ketika ditambahkan cabai merah.
Sebaliknya, penambahan kunyit menurunkan kandungan karbohidrat mi 1.9%
dibandingkan dengan mi biasa. Kadar karbohidrat tertinggi ditunjukkan oleh
penambahan cabai merah. Kandungan karbohidrat dalam cabai merah dan kunyit
sebesar 7.3 dan 9.1 g dalam 100 g bahan segar (Setiadi 1994, diacu dalam Depkes
1992).
Karbohidrat merupakan sumber energi di dalam sel. Karbohidrat
mengandung unsur karbon, hidrogen, dan oksigen dengan nisbah C:H:O 1:2:1
(Cn H2nOn ) yang merupakan golongan monosakarida (Piliang dan Soewondo
2006). Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula
sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan bobot molekul yang
tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin (Winarno 2008).

Kadar Mineral Besi dan Kalsium
Kadar besi pada mi dengan penambahan cabai merah (21.09 ppm) hampir
sama dengan mi kontrol (21.01 ppm), sedangkan pada mi kunyit menurun
menjadi 12.62 ppm. Penurunan ini disebabkan oleh distribusi ekstrak kunyit yang
tidak merata pada adonan mi karena serat selulosa pada kunyit lebih kasar
dibandingkan dengan serat cabai merah. Hal ini dapat pula disebabkan oleh
substitusi telur sebagai sumber terbesar besi oleh ekstrak kunyit yang memiliki
kandungan besi lebih sedikit.
Berbeda dengan kadar besi, kadar kalsium pada mi cabai menurun menjadi
52.86 ppm dibandingkan dengan mi kontrol (58.83 ppm). Penurunan juga terjadi
dengan penambahan kunyit menjadi 50.21 ppm. Hasil yang diperoleh tidak sesuai
dengan hipotesis.
Perhitungan kadar besi dan kalsium selengkapnya ditunjukkan pada
Lampiran 9 dan 10. Kadar besi yang terkandung dalam 100 g cabai merah dan
kunyit menurut Depkes (1992) berturut-turut ialah 0.5 dan 3 mg, sedangkan kadar
kalsium berturut-turut ialah 29 dan 24 mg.

Kadar Vitamin C
Hasil analisis kadar vitamin C dalam sampel mi diperlihatkan pada Gambar
2 dan Lampiran 11. Kandungan vitamin C mi meningkat 3 kali setelah
ditambahkan cabai merah, sedangkan dengan penambahan kunyit cenderung tidak
berubah, dibandingkan dengan mi biasa. Hal ini disebabkan kandungan vitamin C
di dalam cabai merah lebih besar dibandingkan dengan kunyit. Menurut Depkes
(1992), kadar vitamin C dalam cabai merah ialah 18.00 mg per 100 g cabai merah,
sedangkan dalam kunyit hanya 1.00 mg per 100 g kunyit.

9

Gambar 2 Kadar vitamin C mi biasa, mi cabai, dan mi kunyit
Vitamin C (C6 H8 O6 ) sangat mudah larut dalam air, sedikit larut dalam
alkohol, tetapi tidak larut dalam benzena, eter, kloroform, minyak, dan sejenisnya.
Vitamin C dapat dianalisis dengan menggunakan metode titrasi iodimetri. Sampel
yang mengandung vitamin C direaksikan langsung dengan larutan iodium (I2 )
dengan menggunakan indikator amilum. Titik akhir tercapai pada saat warna
larutan titrat berubah dari tidak berwarna menjadi biru. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
C6 H8O 6

 C6 H6O6 + 2H+ + 2e

I2 + 2e

 2I

C6 H8O 6 + I2

 C6 H6O6 + 2I+ 2H+

Vitamin C (asam askorbat) banyak memberikan manfaat bagi kesehatan
tubuh, di antaranya sebagai senyawa antioksidan alami yang dapat menangkal
berbagai radikal bebas dari polusi di sekitar lingkungan. Terkait dengan sifatnya
yang mampu menangkal radikal bebas, vitamin C dapat membantu menurunkan
laju mutasi dalam tubuh sehingga dapat mengurangi risiko timbulnya berbagai
penyakit degeneratif seperti kanker.

Aktivitas Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang dapat memperlambat proses oksidasi
walaupun dengan konsentrasi lebih rendah daripada substrat yang dioksidasi
(Trilaksani 2003). Hasil uji aktivitas antioksidan mi (Gambar 3) menunjukkan
peningkatan 10 kali setelah ditambahkan cabai merah dan 2 kali dengan
penambahan kunyit, dibandingkan dengan mi biasa. Hasil analisis selengkapnya
diberikan pada Lampiran 12. Aktivitas antioksidan tersebut dihasilkan dari
vitamin C yang terkandung dalam cabai merah dan kunyit yang ditambahkan.
Peningkatan aktivitas antioksidan mi cabai merah lebih tajam dibandingkan
dengan mi kunyit. Hal ini dipengaruhi oleh senyawa lain yang terkandung dalam
cabai merah seperti kapsaisin. Semakin tinggi konsentrasinya, aktivitas yang
dihasilkan juga semakin meningkat.

10

Gambar 3 Aktivitas antioksidan mi biasa, mi cabai, dan mi kunyit (atas)
dibandingkan dengan asam askorbat (bawah)
Antioksidan dapat menghambat pembentukan radikal bebas dengan
bertindak sebagai donor H sehingga radikal bebas tersebut berubah menjadi
bentuk yang lebih stabil (Sunarni 2005). Metode yang paling umum digunakan
untuk menguji aktivitas antioksidan adalah dengan menggunakan radikal bebas
DPPH. Radikal bebas ini mengandung atom nitrogen, berwarna ungu gelap
dengan absorbans yang kuat pada panjang gelombang 517 nm, dan bereaksi
dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom H. Keberadaan senyawa
antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning.
(Molyneux 2004). Reaksi yang terjadi antara DPPH dan senyawa antioksidan
ditunjukkan pada Gambar 4.

11

Gambar 4 Reaksi DPPH dengan senyawa antioksidan
Tingginya aktivitas antioksidan mi cabai diduga disebabkan oleh
keberadaan senyawa kapsaisin. Perucka dan Materska (2003) menyebutkan bahwa
aktivitas antioksidan senyawa kapsaisin hampir sama dengan flavonoid. Struktur
senyawa kapsaisin ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Struktur kapsaisin
Kapsaisin juga bertindak sebagai antioksidan dengan menyumbangkan atom
hidrogen kepada radikal bebas sehingga radikal bebas tersebut menjadi lebih
stabil. Senyawa kapsaisin dalam keadaan radikal memiliki struktur yang stabil
disebabkan oleh resonans elektron ke dalam cincin benzena. Selain bertindak
sebagai antioksidan, senyawa kapsaisin merupakan pemberi rasa pedas pada cabai
merah dan memiliki kadar yang cukup tinggi, yaitu sebesar 20–40% dalam 100 g
cabai merah segar (Reyes-Escogido et al. 2011).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan cabai merah dan kunyit dapat meningkatkan kadar serat kasar
sebesar 0.2 dan 0.3%. Penambahan cabai merah juga meningkatkan kandungan
besi sebesar 1.9%. Kandungan vitamin C dan aktivitas antioksidan dalam sampel
mi cabai merah meningkat masing- masing 3 dan 10 kali dibandingkan dengan mi
kontrol. Berdasarkan hasil tersebut, penambahan cabai merah dalam mi dapat
meningkatkan nilai nutrisi yang lebih baik dibandingkan dengan penambahan
kunyit khususnya kandungan mineral besi, vitamin C, dan aktivitas
antioksidannya.

12

Saran
Perlu dilakukan uji organoleptik untuk memperoleh komposisi terbaik mi
tanpa mengubah cita rasa mi. Selain itu, uji aktivitas antioksidan sebaiknya
dilakukan dengan menentukan IC 50 dan uji serat kasar dilakukan dengan
menggunakan metode enzimatik yang dapat mengukur kadar serat kasar total
dalam makanan. Uji lanjutan juga diperlukan untuk menentukan peningkatan nilai
nutrisi yang dihasilkan oleh penambahan cabai merah dan kunyit ke dalam adonan
mi setelah dipanaskan sebagaimana cara konsumsi yang lazim di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Communities. 2007. Official Methods
of Analysis of AOAC International. Ed ke-18, Rev ke-2. Maryland (US):
AOAC International.
Andayani R, Lisawati Y, Maimunah. 2008. Penentuan aktivitas antioksidan, kadar
fenolat total dan likopen pada buah tomat (Solanum lycopersicum L). J
Food Sci Tech. 13(1):31-37.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budijanto S. 1989.
Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor (ID): IPB.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Industri Besar dan Sedang. Jakarta
(ID): BPS.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia. SNI 012987-1992. Mie Basah. Jakarta (ID): BSN.
[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1992. Daftar Komposisi
Bahan Makanan. Jakarta (ID): Bhratara Karya Aksara.
Ekafitri R. 2009. Karakterisasi tepung lima varietas jagung kuning hibrida dan
potensinya untuk dibuat mie jagung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Makfoeld D. 1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Yogyakarta (ID):
Agritech.
Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhidrazyl
(DPPH) for estimating antioxidant activity. J Sci Tech. 26(1):211-219.
Muhajir A. 2007. Peningkatan gizi mie instan dari campuran tepung terigu dan
tepung ubi jalar melalui penambahan tepung tempe dan tepung ikan
[skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Perucka I, Materska M. 2003. Antioxidant activity and content of capsaicinoids
isolated from paprika fruits. J Food Nutr Sci. 12(2):15-18.
Piliang WG, Soewondo DA. 2006. Fisiologi Nutrisi. Bogor (ID): IPB.
Reyes-Escogido ML, Gonzalez-Mondragon G, Vazquez-Tzompantzi E. 2011.
Chemical and pharmacological aspects of capsaisin. Molecules. 16(1):12531270.
Sudarmadji S, Bambang H, Sukardi. 1997. Prosedur Analisis untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta (ID): Liberty.

13

Sugiyono, Setiawan E, Syamsir E, Sumekar H. 2011. Pengembangan produk mi
kering dari tepung ubi jalar (Ipomoea batatas) dan penentuan umur
simpannya dengan metode isoterm sorpsi. J Tech Pang Indones. 22(2):164 170.
Sunarni T. 2005. Aktivitas antioksidan penangkap radikal bebas beberapa
kecambah dari biji tanaman familia Papilionaceae. J Farm Indones. 2(2):5361.
Trilaksani W. 2003. Antioksidan: jenis, sumber, mekanisme kerja dan peran
terhadap kesehatan [makalah falsafah sains]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.
.

14

Lampiran 1 Pembuatan mi
Tepung terigu

Pencampuran semua bahan baku

Pengadukan

Pembentukan adonan

Pressing

Penipisan adonan

Pemotongan

Pemupuran dengan tepung tapioka

Mi mentah

Bahan baku: Tepung terigu, telur, cabai merah, dan kunyit
Nisbah tepung terigu dan bahan fortifikasi yang ditambahkan:
- Terigu - cabai merah (10:1)
- Terigu - kunyit (30:1)

15

Lampiran 2 Pembuatan bubur cabai merah dan kunyit

Pencucian dengan air bersih

Penimbangan cabai merah dan kunyit

Pemisahan kulit cabai

Pemotongan kunyit

Pengukusan kulit cabai

Pemblenderan

Pemblenderan

Sari kunyit

Sari cabai merah

16

Lampiran 3 Kadar air
Sampel
Mi Biasa I
Mi Biasa II
Mi Cabai I
Mi Cabai II
Mi Kunyit I
Mi Kunyit II

Bobot cawan
(g)
(a)
29.3404
25.9697
27.6845
28.1011
26.9765
25.7967
28.4478
28.6544
36.2992
36.5230
24.6746
24.9468

Bobot
sampel (g)
(b)
1.0281
1.0236
1.0652
1.0662
1.0552
1.0553
1.0391
1.0313
1.1408
1.1551
1.1392
1.1395

Bobot setelah
dipanaskan (g)
(c)
30.0918
26.7245
28.4521
28.8706
27.7394
26.5593
29.1976
29.4007
37.1107
37.3433
25.4797
25.7531

Bobot
sampel (g)
(b)
1.0467
1.0444
1.0513
1.0532
1.0400
1.0462
1.0307
1.0326
1.0283
1.0327
1.0452
1.0442

Bobot setelah
diabukan (g)
(c)
25.5663
25.3620
27.9944
28.1591
26.5678
32.0659
27.8543
28.6389
27.6777
28.6789
25.2861
25.5729

Hasil (%)
26.91
26.26
27.94
27.83
27.70
27.74
27.84
27.64
28.87
28.98
29.33
29.24

Contoh perhitungan:

Lampiran 4 Kadar abu
Sampel
Mi Biasa I
Mi Biasa II
Mi Cabai I
Mi Cabai II
Mi Kunyit I
Mi Kunyit II

Bobot cawan
(g)
(a)
25.5537
25.3478
27.9730
28.1397
26.5590
32.0569
27.8374
28.6225
27.6607
28.6643
25.2699
25.5586

Contoh perhitungan:

Hasil (%)
1.20
1.36
2.04
1.84
0.85
0.86
1.64
1.59
1.65
1.41
1.55
1.37

17

Lampiran 5 Kadar lemak
Sampel
Mi Biasa I
Mi Biasa II
Mi Cabai I
Mi Cabai II
Mi Kunyit I
Mi Kunyit II

Bobot labu
(g)
(a)
38.6121
37.6768
38.6586
39.9648
40.1610
38.1919
38.6297
38.3707
38.0698
37.8824
38.5163
37.4098

Bobot
sampel (g)
(b)
2.0019
2.0054
2.0006
2.0083
2.0090
2.0020
2.0593
2.0660
2.0040
2.0412
2.0280
2.0132

Bobot setelah
dipanaskan (g)
(c)
38.6364
37.6987
38.6769
39.9844
40.1819
38.2143
38.6437
38.3858
38.0871
37.9018
38.5345
37.4298

Hasil (%)
1.21
1.09
0.91
0.98
1.04
1.12
0.68
0.73
0.86
0.95
0.90
0.99

Contoh perhitungan:

Lampiran 6 Kadar protein
Sampel
Mi Biasa I
Mi Biasa II
Mi Cabai I
Mi Cabai II
Mi Kunyit I
Mi Kunyit II

Bobot
sampel
(g)
(w)
0.1057
0.1084
0.1095
0.1026
0.1144
0.1094
0.1157
0.1132
0.1054
0.1091
0.1125
0.1112

Contoh perhitungan:
- Kadar nitrogen bebas:

Volume
titrasi
(mL)
(s)
4.50
1.55
4.45
4.15
4.10
4.05
4.20
4.00
3.35
3.45
3.70
3.60

Volume
blangko
(mL)
(b)
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Konsentrasi
HCl (N)

Hasil
(%)

0.0800
0.0800
0.0800
0.0800
0.0800
0.0800
0.0800
0.0800
0.0970
0.0970
0.0970
0.0970

11.92
11.75
11.38
11.33
10.03
10.37
10.16
9.89
10.74
10.69
11.12
10.94

18

Lampiran 7 Kadar serat kasar
Sampel mi

Bobot
sampel
(a)

Bobot
kertas
saring
(b)

(c)

Bobot
setelah
di oven
(a+b+c)

Bobot
cawan

Bobot
setelah
di tanur
(e)

Hasil oven

Hasil
tanur

(d-(b+c))

(e-c)

Hasil
(%)

g
0

0.00

Biasa I

1.0178

0.2380

27.5898

d
27.8278

27.5898

f
0.0000

Biasa II

1.0117
1.0178

0.2428
0.2422

26.1404
27.8501

26.3832
28.0923

26.1404
27.8501

0.0000
0.0000

0
0

0.00
0.00

Cabai I

1.0123
1.0578

0.2420
0.2333

25.9499
25.3034

26.1919
25.5399

25.9499
25.3034

0.0000
0.0032

0
0

0.00
0.30

1.0606
1.5617
1.5504

0.2283
0.2377
0.2373

27.6463
28.1386
25.2941

27.8771
28.3780
25.5345

27.6463
28.1386
25.2941

0.0025
0.0017
0.0031

0
0
0

0.24
0.11
0.20

Kunyit I

1.0392
1.0279

0.2289
0.2333

25.5616
28.6673

25.7913
28.9035

25.5616
28.6673

0.0008
0.0029

0
0

0.08
0.28

Kunyit II

1.0156
1.0219

0.2362
0.2409

25.2734
27.6639

25.5139
27.9080

25.2734
27.6639

0.0043
0.0032

0
0

0.42
0.31

Cabai II

Contoh perhitungan:
- Kadar serat kasar sampel mi cabai batch 1

Lampiran 8 Kadar karbohidrat
Sampel
Mi biasa I
Mi biasa II
Mi cabai I
Mi cabai II
Mi kunyit I
Mi Kunyit II
Contoh perhitungan:
Kadar Karbohidrat (% b/b)

Kadar karbohidrat (%)
58.69
59.37
57.73
58.01
60.28
59.87
59.68
60.15
57.82
57.68
56.72
57.20

Rerata (%)
59.03
57.87
60.08
59.92
57.75
56.96

= 100% (P + KA + A + L + SK)
= 100% (11.97 + 26.92 + 1.21 + 1.21 + 0.00)
= 58.69%

19

Lampiran 9 Kadar besi
-

Pengukuran absorbans deret standar besi

Konsentrasi (ppm)
0.2000
0.5000
1.0000
2.0000

Absorbans
0.0236
0.0566
0.1081
0.2144

-

Kurva kalibrasi standar besi

-

Kadar besi sampel mi biasa, mi cabai, dan mi kunyit

Jenis
sampel

Mi biasa

Mi cabai

Mi
kunyit

Absorbans

Volume
sampel
(mL)

Bobot
sampel
(g)

Konsentrasi
(ppm)

0.0556
0.0476
0.0466
0.0395
0.0544
0.0526
0.0574
0.0589
0.0316
0.0312
0.0283
0.0275

50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00

1.0001
1.0014
1.0003
1.0002
1.0038
1.0037
1.0035
1.0070
1.0032
1.0007
1.0052
1.0025

24.9284
21.1175
20.6679
17.3126
24.2711
23.4253
18.8977
17.7801
13.5363
13.3810
11.9566
11.6114

Rerata

Simpangan
baku

21.0066

3.12

21.0936

3.23

12.6213

0.98

20

lanjutan Lampiran 9
Contoh perhitungan kadar besi mi biasa:
Persamaan garis:
y = a  bx
y = 0.10571x + 0.00289; dengan y = absorbans, x = konsentrasi
Konsentrasi besi mi biasa (x) diperoleh dari persamaan garis.

(kadar besi terukur dalam sampel)

21

Lampiran 10 Kadar kalsium
-

Pengukuran absorbans deret standar kalsium
Konsentrasi
0.3000
0.5000
1.0000
2.0000
4.0000

Absorbans
0.0124
0.0240
0.0490
0.0964
0.1933

-

Kurva kalibrasi standar kalsium

-

Kadar kalsium dalam sampel mi biasa, mi cabai, dan mi kunyit

Jenis
sampel

Mi
biasa

Mi
cabai

Mi
kunyit

Absorbans

Volume
sampel
(mL)

Bobot
sampel
(g)

Konsentrasi
(ppm)

0.0595
0.0597
0.0543
0.0532
0.0450
0.0453
0.0564
0.0560
0.0484
0.0474
0.0476
0.0492

50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00

1.0001
1.0014
1.0110
1.0086
1.0038
1.0023
1.0005
1.0010
1.0032
1.0007
1.0052
1.0025

62.0308
62.1558
56.0705
55.0819
46.9410
47.3191
58.8183
58.3778
50.4558
49.5538
49.5366
51.3120

Rerata

Simpangan
baku

58.8347

6.56

52.8641

11.47

50.2146

1.47

22

lanjutan Lampiran 10
Contoh perhitungan untuk kadar kalsium mi biasa:
Persamaan garis:
y = a  bx
y = 0.0486x − 0.0008; dengan y = absorbans, x = konsentrasi
Konsentrasi kalsium mi biasa (x) diperoleh dari persamaan garis.

(kadar kalsium terukur dalam sampel)

23

Lampiran 11 Kandungan vitamin C
-

Standardisasi Na2 S2 O 3 dengan KIO 3

Vol Na2 S2 O3 (mL)
Awal
Akhir
Terpakai
1
0.00
10.35
10.35
2
10.50
20.80
10.30
3
21.00
31.30
10.30
Rerata
Indikator: amilum 1%
Ulg

Vol KIO 3
(mL)
10.00
10.00
10.00

Konsentrasi Na2 S2 O 3
(N)
0.0976
0.0981
0.0981
0.0979

Contoh perhitungan:
-

Bobot KIO 3 yang ditimbang: 0.1802 g

= 0.1010 N
-

Konsentrasi Na2 S2 O3
V1 × N1 = V2 × N2

= 0.0976 N
-

Standardisasi I2 dengan Na2 S2 O3 0.0979 N

Vol Na2 S2 O3 (mL)
Konsentrasi Na2 S2 O 3
Awal
Akhir
Terpakai
(N)
1
0.00
0.95
0.95
0.0093
2
2.00
3.00
1.00
0.0098
3
3.00
4.00
1.00
0.0098
Rerata
0.0096
Indikator: amilum 1%
Ulg

-

Vol I2
(mL)
10.00
10.00
10.00

Konsentrasi I2
V1 × N1 = V2 × N2

= 0.0093 N

24

Ulg
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3

Ulg
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3

Kandungan vitamin C (sampel I)
Sampel

Bobot mi
(g)

Blangko

-

Mi Biasa

20.0014

Mi Cabai

20.0010

Mi
Kunyit

20.0340

Vo lu me Titrasi (mL)
Awal

Akhir

Terpakai

0
0.2
0.4
0
0.4
0.7
7.7
8.2
8.8
0.1
0.5
0.8

0.2
0.4
0.6
0.3
0.7
1.0
8.15
8.65
9.25
0.4
0.8
1.1

0.2
0.2
0.2
0.3
0.3
0.3
0.45
0.45
0.45
0.3
0.3
0.3

Kandungan
vitamin C
(mg)

Kandungan
vit. C
(per 100 g mi)

-

-

0.0845
0.0845
0.0845
0.2112
0.2112
0.2112
0.0845
0.0845
0.0845

0.4225

1.0559

0.4225

Kandungan vitamin C (sampel II)
Sampel

Bobot mi
(g)

Blangko

-

Mi Biasa

20.0008

Mi Cabai

20.0012

Mi
Kunyit

20.0288

Vo lu me Titrasi ( mL)
Awal

Akhir

Terpakai

0
0.1
0.2
0
0.3
0.5
2.0
2.5
3.0
2.0
2.3
2.5

0.1
0.2
0.3
0.2
0.5
0.7
2.45
2.9
3.45
2.2
2.5
2.7

0.1
0.1
0.1
0.2
0.2
0.2
0.45
0.4
0.45
0.2
0.2
0.2

Kandungan
vitamin C
(mg)

Kandungan
vit. C
(per 100 g mi)

-

-

0.0845
0.0845
0.0845
0.2957
0.2534
0.2957
0.0845
0.0845
0.0845

Contoh perhitungan:
-

Kandungan vitamin C mi biasa ulangan 1
1 mL I2 0.01 N

= 0.88 mg vitamin C

Konsentrasi I2 sebenarnya

= 0.0096 N

Kandungan vitamin C per 1 mL I2 0.0096 N sebenarnya:

Volume titrasi = 0.1 mL
-

Konsentrasi dalam 100 mL sampel setara dengan 20.0014 g

= 0.4225 mg

0.4225

1.4079

0.4219

25

Lampiran 12 Aktivitas antioksidan
Larutan
Blangko

Asam askorbat

Konsentrasi
(ppm)
1
2
3
4
5
4
8

Mi biasa

12
16
20
4
8

Mi cabai

12
16
20
4
8

Mi kunyit

12
16
20

Absorbans
1.494
1.481
1.478
1.454
1.441
1.434
1.492
1.492
1.492
1.490
1.490
1.490
1.489
1.487
1.487
1.485
1.323
1.321
1.311
1.311
1.302
1.301
1.284
1.298
1.280
1.276
1.490
1.490
1.489
1.490
1.487
1.487
1.478
1.481
1.473
1.479

% Penghambatan
(%)
0.8702
1.0709
2.6774
3.5475
4.0161
0.1339
0.1339
0.1339
0.2677
0.2677
0.2677
0.3347
0.4685
0.4685
0.6024
0.0000
0.1512
0.9070
0.9070
1.5873
1.6629
2.9478
1.8896
3.2502
3.5525
0.0000
0.0000
0.0671
0.0000
0.2013
0.2013
0.8054
0.6040
1.1409
0.7383

Rerata (%)
0.8702
1.0709
2.6774
3.5475
4.0161
0.1339
0.2008
0.2677
0.4016
0.5355
0.0756
0.9070
1.6251
2.4187
3.4014
0.0000
0.0336
0.2013
0.7047
0.9396

26

lanjutan Lampiran 12
Contoh perhitungan:
-

Nilai % penghambatan larutan standar asam askorbat 1 ppm

= 0.8702%

27

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 9 September 1989 di Rantauprapat,
Sumatera Utara sebagai anak kedua dari 4 bersaudara, dari Ayahanda Yusran
Effendy, SH dan Ibunda Hasnah Farida, SPd. Tahun 2007, penulis lulus dari
SMAN 3 Rantau Utara. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk
Program Diploma III Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan lulus pada
tahun 2010.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melaksanakan kegiatan
Malam Keakraban (Makrab) mahasiswa Analisis Kimia angkatan 45 Program
Diploma III IPB sebagai ketua panitia penyelenggara pada tahun 2009. Tahun
2010, penulis melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan di Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hasil Hutan (Puslitbang Hasil Hutan), Bogor dengan judul
laporan “Sintesis Resin Tanin Formaldehida dari Ekstrak Kayu Merbau: Aplikasi
untuk Pembentukan Papan Lamina”. Tahun 2013 penulis mengikuti Seminar
Nasional II Ikatan Ahli Ilmu Faal Indonesia (IAIFI) cabang Bogor sebagai
pemakalah. Penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat sarjana di Institut
Pertanian Bogor (IPB) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam.