Pengaruh Pencucian Terhadap Residu Pestisida Profenofos Pada Cabai Merah

(1)

PENGARUH PENCUCIAN TERHADAP RESIDU PESTISIDA PROFENOFOS PADA CABAI MERAH

SKRIPSI

OLEH:

SUKRALAWATI SEMBIRING NIM 060804064

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH PENCUCIAN TERHADAP RESIDU PESTISIDA PROFENOFOS PADA CABAI MERAH

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SUKRALAWATI SEMBIRING NIM 060804064

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH PENCUCIAN TERHADAP RESIDU PESTISIDA PROFENOFOS PADA CABAI MERAH

OLEH:

SUKRALAWATI SEMBIRING NIM 060804064

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: Januari 2011 Pembibibing I, Panitia Penguji,

130 809 700

Pembimbing II,

1 569 406

131 283 719

eliala, M.Si., Apt.) 83 718

Medan, Januari 2011 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002

Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. NIP 195008281976032002

Dra. Salbiah, M.Si., Apt. NIP 194810031987012001

Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. NIP 195101311976031003

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.AppSc., Apt. NIP 195006071979031001

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. NIP 195201141980031002

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.AppSc., Apt. NIP 195006071979031001


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat anugerah dan kasih setia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pencucian Terhadap Residu Pestisida Profenofos Pada Cabai Merah” untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Harapan penulis skripsi ini dapat menjadi sumber pengetahuan untuk menurunkan residu pestisida dalam bahan pangan bagi pembaca.

Ucapan terima kasih yang tulus tiada terhingga penulis sampaikan kepada kedua orangtua terkasih, Ayahanda Mulia Sembiring dan Ibunda Shinta br Barus kepada kakak dan abang penulis Yennita br Sembiring dan Jusuf Ginting; Sriyani br Sembiring dan Hermanta Tarigan; Juliantha Sembiring dan Ika Yustina br Barus; Eva Gusni Sembiring dan Suryadi Singarimbun, juga kepada para keponakanku yang manis Alle, Aldo, Joy, Ivel dan Thalie beserta seluruh keluarga besar yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan, perhatian, semangat, dan doa kepada penulis selama perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.AppSc., Apt. dan Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, ketulusan, dan keikhlasan selama melakukan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan dengan tulus kepada Dekan Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Panitia penguji yang sangat banyak memberikan masukan dan saran untuk penyelesaian skripsi ini dan seluruh dosen staf pengajar Fakultas Farmasi yang membimbing dan mendidik penulis selama masa perkuliahan hingga selesai. Juga kepada panitia ’Unity In Christ’, Farmasi ’06, senior dan junior Farmasi, Permata Nazaret, Staf Lab.BPTPH, Operator PPKS, Staf Farmasi serta semua pihak dan sahabat penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dorongan, motifasi dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Medan, Januari 2011 Penulis,


(5)

PENGARUH PENCUCIAN TERHADAP RESIDU PESTISIDA PROFENOFOS PADA CABAI MERAH

Abstrak

Profenofos merupakan salah satu jenis pestisida golongan organofosfat yang digunakan untuk melindungi tanaman cabai merah dari serangan hama, tetapi residu profenofos pada cabai merah tidak boleh melebihi 5 mg/kg. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode pencucian terhadap residu pestisida profenofos pada cabai merah.

Sampel cabai merah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh langsung dari petani di Perbaungan. Metode pencucian yang diterapkan adalah dengan menggunakan air, air hangat, dan larutan pencuci buah dan sayur. Cabai merah yang telah mengalami pencucian kemudian diekstraksi dan ditetapkan kadar residunya. Penetapan kadar residu profenofos ditentukan dengan Kromatografi Gas dilengkapi detektor penangkap elektron dan kolom Rtx-1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencucian yang berbeda memberikan hasil yang berbeda. Semua metode pencucian yang dilakukan berpengaruh terhadap penurunan residu profenofos pada cabai merah, dimana metode pencucian yang paling baik menurunkan residu profenofos adalah dengan menggunakan larutan pencuci buah dan sayur. Penurunan residu profenofos dalam sampel cabai merah adalah 6,91% yang dicuci dengan air, 9,41% dengan air panas, dan 16,59% dengan larutan pencuci buah dan sayur.

Kata kunci: cabai merah, profenofos, pengaruh pencucian, Kromatografi Gas-Detektor Penangkap Elektron.


(6)

THE INFLUENCE OF WASHING ON PROFENOFOS RESIDUES IN RED CHILI

Abstract

Profenofos is one class of organophosphate pesticides that is used to protect chili crops from pests, but residues found in red chili should not exceed 5g/kg. The purpose of this study was to investigate the influence of washing methods on profenofos residues in red chili.

Sample used in this research was obtained directly from farmers at Perbaungan. Washing methods applied were done by water, warm water, and a solution of washing agent for fruits and vegetables. Red chili that had undergone washing then extracted and determined residue levels. Quantitative analysis of profenofos residue was preformed by Gas Chromatography equipped with electron capture detector and Rtx-1 column.

The results showed that different procedure of washing resulting in different effectivity. All washing methods had done causing the decrease of profenofos residue. The results showed that the best method of washing profenofos residue was to use a solution of washing agent for fruits and vegetables. The decreased effect of washing procedure caused decresing effect of profenofos residue in red chili samples at 6,91% by water, 9,41% by warm water, and 16,59% by a solution of washing agent for fruits and vegetables.

Keywords: red chili, profenofos, washing effect, Gas Chromatography-Electron Capture Detector.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman JUDUL ………... PENGESAHAN SKRIPSI.. ………... KATA PENGANTAR... ABSTRAK ... ABSTRACT ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ... 1.2 Perumusan Masalah ... 1.3 Hipotesis ... 1.4 Tujuan Penelitian ... BAB II IINJAUAN PUSTAKA……….……… 2.1 Pestisida……… 2.2 Insektisida……….……… 2.3 Insektisida Organofosfat……….………. 2.4 Profenofos……….……… 2.5 Residu Pestisida……… 2.6 Residu Pestisida Dalam Bahan Pangan Setelah Mengalami Berbagai

Perlakuan……….………. i iii iv v vi vii x xi xii 1 1 3 3 4 5 5 7 8 9 11 12


(8)

2.7 Cabai Merah……….. 2.8 Analisis Residu Pestisida... 2.9 Validasi Metode Analisis...

2.9.1 Perolehan Kembali... 2.9.2 Presisi/keseksamaan………..……… 2.9.3 Batas Deteksi………. 2.9.4 Batas Kuantitasi……….……… BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 3.1 Tempat Penelitian. ... 3.2 Alat-Alat... 3.3 Bahan-bahan... 3.4 Perolehan Sampel... 3.5 Prosedur Penelitian... 3.5.1 Pembuatan Larutan Standar Profenofos...

3.5.2 Pembuatan Larutan Pencuci Buah Dan Sayur... 3.5.3 Perlakuan Cabai Praekstraksi... 3.5.4 Ekstraksi... 3.5.5 Analisis Kualitatif... 3.5.6 Analisis Kuantitatif... 3.5.6.1 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Larutan Profenofos.. 3.5.6.2 Penetapan Kadar Residu Pestisida Dalam Sampel Cabai

Merah... 3.5.7 Analisis Data Penetapan Kadar Secara Statistik... 3.5.8 Validasi Metode...

13 14 16 16 16 17 17 18 18 18 18 19 19 19 19 20 20 21 22 22 22 23 24


(9)

3.5.8.1 Perolehan Kembali………... 3.5.8.2 Presisi………... 3.5.8.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi…………..………….. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...

4.1 Analisis Kualitatif………... 4.2 Analisis Kuantitatif………...……… 4.2.1 Kurva Kalibrasi Standar Profenofos …... 4.2.2 Pengaruh Pencucian Terhadap Residu Profenofos pada Cabai

Merah……….……….. 4.2.3 Validasi Metode………... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 5.1 Kesimpulan ... 5.2 Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

24 24 25 26 26 27 27

28 30 32 32 32 33 36


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.

Tabel 2.

Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5.

Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8.

Pengelompokan Pestisida Menurut Jenis OPT Sasarannya... Efek Muskarinik, Nikotinik Dan Saraf Pusat Pada Toksisitas Organofosfat ………..… Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Profenofos... Batas Maksimum Residu profenofos pada makanan……….… Pengaruh pencucian terhadap residu pestisida dari beberapa bahan makanan...

Kandungan Gizi Cabai Merah Setiap 100 gram Bahan………. Pelarut Organik Untuk Ekstraksi Pestisida Organofosfat... Pengaruh pencucian terhadap residu pestisida profenofos pada cabai merah...

6

9 10 11

12 13 15


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3. Gambar 4.

Rumus struktur Profenofos ……….. (a)Kromatogram hasil analisis baku Profenofos 1,0 mcg/ml, (b)cuplikan sampel cabai merah tanpa pencucian, dan (c)cuplikan sampel yang telah di-spike dengan larutan baku profenofos…………. Kurva kalibrasi baku profenofos……… Diagram Penurunan residu profenofos pada cabai merah dengan pencucian………...

10

26 27


(12)

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16.

Perhitungan Pembuatan Larutan Standar Profenofos ………... Kromatogram Hasil Pengukuran Kurva Kalibrasi Standar Profenofos………

Perhitungan Persamaan Regresi dan Kurva Kalibrasi Standar Profenofos ...………. ………... Contoh Perhitungan Kadar Residu Profenofos Dalam Sampel …… Kromatogram Hasil Pengukuran Sampel Tanpa Pencucian ……… Analisis Data Secara Statistik Dari Hasil Pengukuran Sampel Tanpa Pencucian ...………... Kromatogram Hasil Pengukuran Sampel Yang Dicuci Dengan Air. Analisis Data Secara Statistik Dari Hasil Pengukuran Sampel Yang Dicuci Dengan Air…...………..……….. Kromatogram Hasil Pengukuran Sampel Yang Dicuci Dengan Air Hangat……….. Analisis Data Secara Statistik Dari Hasil Pengukuran Sampel Yang Dicuci Dengan Air Hangat…………...………... Kromatogram Hasil Pengukuran Sampel Yang Dicuci Dengan Larutan Sabun Pencuci Buah dan Sayur..………...……….. Analisis Data Secara Statistik Dari Hasil Pengukuran Sampel Yang Dicuci Dengan Larutan Sabun Pencuci Buah dan Sayur …... Contoh Perhitungan % Penurunan Kadar Residu Profenofos... Hasil Pengolahan Data Penyuntikan Larutan Sampel Menggunakan Kromatografi Gas .………... Kromatogram Hasil Perolehan Kembali Baku Profenofos Yang ditambahkan Pada Sampel Yang Dicuci Dengan Air (Metode Penambahan Baku) .……….. Data Perolehan Kembali Baku Profenofos Yang Ditambahkan Pada Sampel Yang Dicuci Dengan Air (Metode Penambahan Baku)………... 36 37 40 42 43 46 48 51 53 56 58 61 63 64 65 68


(13)

Lampiran 17.

Lampiran 18.

Lampiran 19. Lampiran 20. Lampiran 21. Lampiran 22. Lampiran 23. Lampiran 24.

Contoh Perhitungan Persen Perolehan Kembali ………...………...

Analisis Data Secara Statistik Dari Hasil Perolehan Kembali Baku Profenofos Yang Ditambahkan Pada Sampel Yang Dicuci Dengan Air (Metode Penambahan Baku) ………..…………..……..… Perhitungan Penetapan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi………. Gambar Ladang Cabai Merah dan Sampel Cabai Merah …………. Gambar Instrumen Kromatografi Gas ... Gambar Perangkat Pendukung Penelitian Lainnya ... Sertifikat Analisis Standar Profenofos ... Nilai Distribusi t ...

69

70 71 72 73 74 75 76


(14)

PENGARUH PENCUCIAN TERHADAP RESIDU PESTISIDA PROFENOFOS PADA CABAI MERAH

Abstrak

Profenofos merupakan salah satu jenis pestisida golongan organofosfat yang digunakan untuk melindungi tanaman cabai merah dari serangan hama, tetapi residu profenofos pada cabai merah tidak boleh melebihi 5 mg/kg. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode pencucian terhadap residu pestisida profenofos pada cabai merah.

Sampel cabai merah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh langsung dari petani di Perbaungan. Metode pencucian yang diterapkan adalah dengan menggunakan air, air hangat, dan larutan pencuci buah dan sayur. Cabai merah yang telah mengalami pencucian kemudian diekstraksi dan ditetapkan kadar residunya. Penetapan kadar residu profenofos ditentukan dengan Kromatografi Gas dilengkapi detektor penangkap elektron dan kolom Rtx-1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencucian yang berbeda memberikan hasil yang berbeda. Semua metode pencucian yang dilakukan berpengaruh terhadap penurunan residu profenofos pada cabai merah, dimana metode pencucian yang paling baik menurunkan residu profenofos adalah dengan menggunakan larutan pencuci buah dan sayur. Penurunan residu profenofos dalam sampel cabai merah adalah 6,91% yang dicuci dengan air, 9,41% dengan air panas, dan 16,59% dengan larutan pencuci buah dan sayur.

Kata kunci: cabai merah, profenofos, pengaruh pencucian, Kromatografi Gas-Detektor Penangkap Elektron.


(15)

THE INFLUENCE OF WASHING ON PROFENOFOS RESIDUES IN RED CHILI

Abstract

Profenofos is one class of organophosphate pesticides that is used to protect chili crops from pests, but residues found in red chili should not exceed 5g/kg. The purpose of this study was to investigate the influence of washing methods on profenofos residues in red chili.

Sample used in this research was obtained directly from farmers at Perbaungan. Washing methods applied were done by water, warm water, and a solution of washing agent for fruits and vegetables. Red chili that had undergone washing then extracted and determined residue levels. Quantitative analysis of profenofos residue was preformed by Gas Chromatography equipped with electron capture detector and Rtx-1 column.

The results showed that different procedure of washing resulting in different effectivity. All washing methods had done causing the decrease of profenofos residue. The results showed that the best method of washing profenofos residue was to use a solution of washing agent for fruits and vegetables. The decreased effect of washing procedure caused decresing effect of profenofos residue in red chili samples at 6,91% by water, 9,41% by warm water, and 16,59% by a solution of washing agent for fruits and vegetables.

Keywords: red chili, profenofos, washing effect, Gas Chromatography-Electron Capture Detector.


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas holtikultura penting di Indonesia yang di konsumsi oleh sebagian besar penduduk tanpa memperhatikan status sosial. Hampir semua masakan Indonesia mengandung cabai, sehingga kebutuhan akan cabai pun cukup tinggi (Hartuti dan Sinaga, 1999). Pertanaman cabai di Sumatera Utara tersebar luas untuk memenuhi kebutuhan lokal dan untuk memenuhi kebutuhan pasar antar propinsi dan antar pulau, bahkan juga diekspor ke Malaysia dan Singapura (Sabari, 1999). Untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang terus meningkat maka salah satu upaya meningkatkan produksi cabai merah tersebut adalah dengan penggunaan pestisida untuk memberantas serangan hama yang menyebabkan gagal panen dan membuat hasil panen jadi berkurang (Atmawidjaja,dkk., 2004).

Profenofos merupakan salah satu jenis pestisida-insektisida golongan organofosfat. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tahun 2009 yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian (Deptan), pestisida yang digunakan untuk cabai merah adalah karbendazim, profenofos dan quinoxifen, dari ketiga pestisida ini pestisida yang digunakan oleh petani di Perbaungan adalah profenofos. Selain itu juga berdasarkan informasi dari penjual khusus bahan pertanian, pestisida merk CURACRON® yang berbahan aktif profenofos merupakan pestisida golongan organofosfat yang banyak dibeli, hal inilah yang menjadi alasan peneliti memilih pestisida profenofos ini untuk diperiksa.


(17)

Pemakaian pestisida dengan bentuk dan jenis yang beragam pada sektor pertanian, terutama holtikultura secara tidak langsung dapat menimbulkan masalah, yaitu dengan dijumpai adanya residu pestisida pada makanan dan alam sekitarnya, apabila pemakaian tidak mengikuti peraturan yang telah ditetapkan. Pemakaian yang berlebih-lebihan baik dosis maupun frekuensi pemakaian pestisida dapat menimbulkan masalah bagi manusia dan ternak (Syarief dan Hariadi, 1993). Keracunan pestisida organofosfat (OP) dapat terjadi oleh adanya residu yang terdapat pada cabai merah. Batas maksimum residu (BMR) yang telah ditetapkan oleh Deptan(2009) untuk pestisida profenofos pada cabai merah adalah 5 mg/kg. Keracunan organofosfat terjadi melalui saluran pernapasan, kulit dan saluran pencernaan. Didalam tubuh organofosgat berikatan dengan enzim Asetilkolinesterase (AChE) yaitu suatu enzim yang berfungsi sebagai katalisator pada pemecahan asetilkolin (ACh) menjadi asetat dan kolin mengakibatkan penumpukan asetilkolin pada ujung syaraf, penumpukan asetilkolin ini menyebabkan kejang bagi penderita (Munaf, 1997 dan Sartono, 2002).

Penelitian Residu Pestisida di dalam tanaman atau bagian tanaman masih belum banyak dilaporkan. Hasil Pemantauan Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Pangan di Jawa Tengah, Jawa Timur, di Sumatera Selatan dan Sumatera Utara tentang residu berbagai formulasi pestisida pada tanah dan beberapa jenis tanaman menunjukkan hasil yang bervariasi, residu endosulfan, diazonin, benomil dan dithiocarbonat berturut-turut pada wortel, bawang, kentang, dan tomat lebih tinggi dari batas residu maksimum (maximum residu limit) yang disarankan oleh FAO dan WHO (Oka, 1995). Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk menurunkan residu pestisida antara lain: dengan irradiasi gamma (Chairul dan


(18)

Achmad, 2007), pencucian (Ningsih,2009 dan Atmawidjaja, dkk.,2004), perebusan dan pengukusan (Prakosa, dkk., 2004). Dari semua usaha diatas pencucian merupakan metode yang paling sederhana untuk dilakukan terutama di kalangan masyarakat. Dalam penelitian sebelumnya oleh Paksi Reksa Ningsih (2009), pencucian dengan air dapat mempengaruhi residu pestisida pada cabai merah. Dari hasil yang diperoleh setelah sampel dicuci dengan air maka residu pestisida dalam sampel mengalami penurunan sebesar 7,04 %.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari beberapa metode pencucian terhadap residu profenofos yang terdapat dalam cabai merah. Metode pencucian yang dilakukan adalah pencucian dengan air, pencucian dengan air hangat, dan pencucian dengan larutan pencuci buah dan sayur. Pemeriksaan kadar residu pestisida organofosfat dilakukan dengan metode Kromatografi Gas dengan Detektor Penangkap Elektron (ECD) (Chang, et all, 2005).

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah cabai merah mengandung residu pestisida profenofos.

2. Apakah residu pestisida profenofos yang terdapat dalam cabai merah tidak melebihi Batas Maksimum Residu yang telah ditetapkan oleh Deptan. 3. Apakah pencucian menggunakan air, air hangat dan larutan pencuci buah

dan sayur dapat menurunkan residu pestisida profenofos dalam cabai merah.

1.3 Hipotesis

1. Terdapat residu pestisida profenofos dalam cabai merah.

2. Residu pestisida profenofos dalam cabai merah tidak melebihi Batas Maksimum Residu yang ditetapkan oleh Deptan.


(19)

3. Pencucian menggunakan air, air hangat dan larutan pencuci buah dan sayur dapat menurunkan residu pestisida profenofos dalam cabai merah. 1.4Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi adanya residu pestisida profenofos dalam cabai merah. 2. Menentukan kesesuaian residu pestisida profenofos dalam cabai merah

dengan persyaratan Batas Maksimum Residu yang ditetapkan oleh Deptan. 3. Mengetahui pengaruh pencucian menggunakan air, air hangat dan larutan

pencuci buah dan sayur terhadap penurunan residu pestisida profenofos dalam cabai merah.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida

Dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup yang terus meningkat, produksi pangan sering mengalami kendala serangan hama, maka salah satu cara untuk meningkatkan produksi tanaman pangan adalah dengan menggunakan pestisida. Pestisida adalah zat atau campuran dari zat-zat tertentu baik alami ataupun sintetik, diformulasikan untuk mengendalikan hama pengganggu yang bersaing dengan merusak khasiat makanan dan menyebarkan penyakit untuk manusia. Hama penggangu ini meliputi serangga, rumput liar, mamalia, dan sebagian lainnya mikroba (Tadeo, 2008).

Di Indonesia pengenalan akan pestisida ke lingkup pertanian pada tahun lima puluhan yaitu pestisida Dichloro Diphenyl Trichlorethane (DDT) (Ekha, 1988), namun karena persistensinya pestisida ini kemudian dilarang pada tahun 1993 (Wudianto, 1997). Berdasarkan Permentan tahun 2007 Tentang Syarat Dan Tatacara Pendaftaran Pestisida, Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk, (1)memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian, (2)memberantas rerumputan, (3)mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan, (4)mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk, (5)memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak, (6)memberantas atau mencegah hama-hama air, (7)memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam


(21)

rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan, dan atau (8)memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman dan air.

Pengelompokan pestisida menurut jenis Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) sasarannya (Djojosumatro, 2000), dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengelompokan Pestisida Menurut Jenis OPT Sasarannya Pestisida OPT Sasaran Contoh

Insektisida Acarisida Molluskisida Rodentisida Fungisida Bakterisida Nematisida Herbisida Hama: serangga Hama: tungau Hama: siput Hama: tikus Hama: jamur Penyakit: bakteri Penyakit: nematoda Gulma: tumbuhan pengganggu

Diafentiuron, karbofuran, metidation, profenofos, sipermetrin, siromazin

.

Akrinotrin, dikofol, hekstiazok. Metaldehida.

Brodifakum, kumaklor, klorofasinon, kumatetralil.

Difenokonazol, maneb, mankozeb, metalaksil, thiram, ziram.

Oksitetrasiklin, streptomisin, tetrasiklin. Etrefos, natrium metham, oksamil

Atrazin, ametrin, glifosfat, piperos, sianazin, sinosulfuron.

Sumber : Djojosumatro (2000)

Berdasarkan cara kerjanya maka pestisida dibedakan atas racun kontak dan racun perut(sistemik). Pestisida yang bersifat kontak tidak berpenetrasi ke dalam jaringan tanaman dan tidak turut serta dalam sistem vaskularisasi tanaman. Keadaan sebaliknya pada pestisida yang bersifat sistemik, dimana racun akan masuk ke dalam organ-organ tanaman baik lewat akar, batang atau daun (Syarief dan Hariadi, 1993).


(22)

2.2 Insektisida

Di tingkat dunia penggunaan pestisida didominasi oleh herbisida disusul oleh insektisida dan fungisida. Sedangkan di Indonesia, insektisida masih menempati urutan teratas (Djojosumatro, 2000). Insektisida merupakan bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga. Kesulitan dalam pengendalian serangga disebabkan sifatnya yang mudah menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar. Untuk membunuh serangga, insektisida masuk dalam tubuh serangga melalui lambung, kontak dan pernafasan (Wudianto, 2001).

Insektisida terdiri dari beberapa golongan yaitu, (1)golongan benzoilurea, (2)golongan karbamat, (3)golongan organoklorin, (4)golongan organofosfat, dan (5)golongan piretroid. Sebagian besar golongan benzoilurea merupakan insektisida dengan atom fluor dan memiliki berat molekul tinggi, contoh: diflubenzuron, heksabenzuron. Contoh insektisida golongan karbamat adalah adicarb, karbaril, karbofuran,dll. Insektisida golongan organoklorin memiliki tiga karakteristik analog DDT, isomer benzen heksaklorida (BHC), dan ikatan siklodiena, karena persistensi dan toksisitasnya, sebagian besar organoklorin dilarang penggunaanya, contoh golongan ini yaitu aldrin, dieldrin, metosiklor. Insektisida golongan organofosfat adalah senyawa hidrokarbon yang terdiri dari satu atau lebih atom fosfor pada molekulnya, contoh: diazinon, metidation, profenofos. Dan golongan piretroid adalah piretrin sintetis, contohnya sipermetrin, deltametrin, permetrin. Piretrin adalah insektisida alami yang diperoleh dari


(23)

piretrum, diekstraksi dari bunga-bunga dari spesies tertentu dari chrysanthemum (Tadeo, 2008).

2.3 Insektisida Organofosfat

Pada waktu perang Dunia II, Jerman telah membuat senyawa organofosfat dengan nama Sarin, Soman, dan Tabun yang digunakan bukan sebagai pestisida tetapi sebagai senjata rahasia, dengan nama Trilone (Sartono,2002). Senyawa organofosfat merupakan senyawa yang cukup besar. Lebih dari 100.000 senyawa organofosfat telah diuji untuk mencari senyawa-senyawa yang mempunyai sifat sebagai insektisida. Dari jumlah ini hanya 100 senyawa saja yang berhasil diperdagangkan sebagai insektisida secara luas (Sastroutomo, 1992).

Senyawa organofosfat tidak stabil, oleh karena itu dari segi lingkungan senyawa ini lebih baik daripada organoklorin, sebab mudah terurai dalam lingkungan. Hal tersebut membuat senyawa organofosfat lebih banyak digunakan bahkan pembuatan senyawa ini juga masih terus berlanjut. Tetapi meskipun demikian, senyawa organofosfat ini lebih toksik terhadap hewan-hewan bertulang belakang jika dibandingkan senyawa organoklorin dan dengan konsentrasi yang kecil mampu menyebabkan kematian (Sastroutomo, 1992). Senyawa organofosfat mempengaruhi sistem saraf dan mempunyai cara kerja menghambat fungsi enzim asetilkolin esterase. Sehingga asetilkolin tidak terhidrolisa. Oleh karena itu keracunan pestisida golongan organofosfat disebabkan asetilkolin yang berlebihan, mengakibatkan perangsangan terus menerus saraf muskarinik dan nikotinik. Semua organofosfat diabsorbsi baik sekali melalui oral, inhalasi maupun kulit yang sehat (Munaf, 1997; Sartono, 2002). Efek muskarinik,


(24)

nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas organofosfat dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini (Afriyanto, 2008).

Tabel 2. Efek Muskarinik, Nikotinik Dan Saraf Pusat Pada Toksisitas Organofosfat

Sumber : Afriyanto (2008) 2.4 Profenofos

Profenofos merupakan salah satu insektisida golongan organofosfat. Insektisida ini merupakan racun kontak dan lambung berspektrum luas. Dengan nama Kimia O-4-bromo-2-klorofenil O-etil S-propil fosforotioat (C11H15BrClO3PS), mempunyai rumus struktur yang dapat dilihat pada Gambar 1


(25)

Gambar 1. Rumus struktur Profenofos

Insektisida profenofos ini diaplikasikan pada tanaman kapas, mangga, manggis, kubis, sayuran buah seperti tomat dan cabai, dan kacang. Di Indonesia, profenofos pada umumnya diaplikasikan pada cabai dan tomat. Profenofos pada cabai merah di Indonesia diaplikasikan dengan konsentrasi penyemprotan 0,025-0,15 kg ai/hL dengan waktu aplikasi sesuai kebutuhan (Irie, 2007).

Sifat-sifat kimia dari senyawa profenofos ini dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Profenofos

Kriteria Hasil

Kemurnian Minimum 91,4%

Bentuk Cair

Warna Coklat terang

Bau Bau lemah, seperti bawang yang

dimasak Kelarutan dalam pelarut organik pada

suhu 25oC

n-heksan: larut sempurna n-oktanol: larut sempurna toluena: larut sempurna etanol: larut sempurna

diklorometana: larut sempurna etil asetat: larut sempurna aseton: larut sempurna metanol: larut sempurna air: 20

Sumber: Irie (2007)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pestisida profenofos ini pada umumnya larut dalam pelarut organik.


(26)

2.5 Residu Pestisida

Residu pestisida adalah sisa pestisida, termasuk hasil perubahannya yang terdapat pada atau dalam jaringan manusia, hewan, tumbuhan, air, udara atau tanah (Deptan, 2007). Beberapa yang mengindikasikan batas residu, digunakan untuk memprediksi pemasukan residu pestisida. Batas maksimum residu (BMR) adalah salah satu indeks konsentrasi maksimum dari residu pestisida (ditetapkan dalam mg/kg) yang direkomendasikan sebagai batasan yang diijinkan secara legal pada komoditas makanan dan daging hewan. Data BMR Profenofos berdasarkan FAO dan WHO (2010) dan Deptan dapat dilihat padaTabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Batas Maksimum Residu profenofos pada makanan

Sumber : FAO dan WHO (2010); Deptan (2009)

Selain BMR, Acceptable Daily Intake (ADI) atau batas yang dapat diterima tubuh dalam sehari juga merupakan parameter internasional untuk

No Komoditas BMR (mg/kg)

1 Benih kapas 3

2 Telur 0,05

3 Mangga 0,2

4 Manggis 10

5 Daging mamalia 0,05

6 Susu 0,01

7 Cabai 5

9 Daging unggas 0,05

10 Tomat 10

11 Kentang 0,05

12 Kubis 1


(27)

dievaluasi. Berdasarkan FAO and WHO, ADI untuk profenofos adalah 0-0,03

mg/kg berat badan

2.6. Residu Pestisida Dalam Bahan Pangan Setelah Mengalami Berbagai Perlakuan

Usaha yang sering dilakukan untuk dapat menurunkan residu pestisida dalam bahan makanan adalah dengan cara mencuci, merebus atau mengukus. Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menurunkan residu pestisida organofosfat dalam beberapa bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh pencucian terhadap residu pestisida dari beberapa bahan makanan

No Sampel/

Pestisida Perlakuan Hasil

Sum ber 1 Cabai merah/

Profenofos Pencucian dengan air

Penurunan 7,04%

1 2 Tomat/

Metidation

Pencucian dengan

detergen pencuci sayuran

Penurunan 92%

2 3 Tomat/

Metidation

Pencucian dengan air suling

Penurunan 91%

2 4 Tomat/

Metidation Direbus

Penurunan 83%

2 5 Saus tomat/

Klorpirifos Perebusan dengan air

Penurunan 12,62% 3 6 Saus tomat/

Klorpirifos Pengukusan

Penurunan 0,75%

3 Sumber : (1) Ningsih,2009; (2) Atmawidjaja, dkk.,2004; (3) Prakosa, dkk., 2004;

Berdasarkan data yang diperoleh dari tabel diatas terdapat hasil yang berbeda dari setiap perlakuan. Dimana hasil yang paling baik untuk menurunkan residu pestisida adalah pencucian dengan detergen pencuci sayuran. Selain analisis diatas ada juga yang meneliti kadar residu pestisida yang beredar dipasar seperti Chang, et all(2005) meneliti residu pestisida pada sayuran dan buah segar di pasar Sentral Taiwan, dan Sudewa, dkk(2008) yang meneliti residu Diazinon,


(28)

Klorpirifos, Fentoat, Karbaril dan BPMC pada kubis dan kacang panjang di pasar Badung Denpasar.

2.7 Cabai Merah

Cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan suku Solanaceae berasal dari daratan Amerika Tengah hingga Amerika Selatan dan Peru (BPPHP, 2004). Meskipun bukan tanaman asli Indonesia, tumbuhan ini merupakan salah satu sayuran penting di Indonesia. Cabai merah terdiri dari dua jenis yaitu cabai merah keriting yang berbentuk langsing memanjang dan mengikal atau mengeriting meruncing, dan cabai merah bulat yang berbentuk bulat dengan kulit yang lebih tebal dan rasanya lebih manis daripada cabai merah keriting (Andoko, 2004). Cabai merah yang umum digunakan adalah cabai merah keriting.

Cabai selain berguna sebagai penyedap masakan, juga mengandung zat-zat gizi yang diperlukan untuk kesehatan manusia. Kandungan gizi cabai merah dapat dilihat pada Tabel 6 (Deptan, 2004).

Tabel 6. Kandungan Gizi Cabai Merah Setiap 100 gram Bahan Kandungan gizi Cabai Merah

Kadar air (%) 90,9

Kalori (kal) 31,0

Protein (g) 1,0

Lemak (g) 0,3

Karbohidrat (g) 7,3

Kalsium (mg) 29,0

Fosfor (mg) 24,0

Besi (mg) 0,5

Vitamin A (SI) 470

Vitamin C (mg) 18,0 Vitamin B1 (mg) 0,05 Sumber : Deptan, 2004


(29)

Selain data pada tabel diatas, cabai merah juga mengandung capcicol yang menimbulkan rasa pedas pada cabai merah dapat digunakan sebagai bubuk pada produksi mi instan, campuran minyak gosok, penyembuh pegal, koyo, rematik, dan sesak nafas pada industri obat-obatan. Disamping itu, warna merah pada cabai merah dapat digunakan sebagai pewarna alami (Andoko, 2004).

2.8 Analisis Residu Pestisida

Analisis residu pestisida dapat dilakukan dengan berbagai metode dan alat antara lain Kromatografi Cair, Elektroporesis Kapiler, Metode Bioteknologi, dan Kromatografi Gas, dimana dari semua metode yang disebutkan Kromatografi Gas merupakan teknik penentuan yang paling sering digunakan untuk analisis pestisida terutama pestisida golongan organofosfat, yang terdiri dari halogen, sulfur dan fosfor. Dengan menggunakan kromatografi gas, pestisida dapat dideteksi pada tingkat konsentrasi yang sangat rendah dengan selektivitas yang tinggi, hal tersebut disebabkan oleh detektor selektif GC seperti electron-capture detector (ECG), flame photometric detector (FPD), dan nitrogen phosphorus detector (NPD). Metode ini cepat dan menyediakan resolusi yang baik untuk dalam penentuan residu multikomponen, dan penggunaan dengan sensitivitas yang tinggi dan detektor yang spesifik, residu diukur dengan perbandingan presisi dan akurasi yang tinggi (Yolanda, dkk., 2004).

Analisis residu pertisida diawali dengan membuat sampel menjadi homogen yaitu dengan cara memotong sampel menjadi bagian-bagian yang kecil. Setelah itu dilanjutkan dengan urutan langkah-langkah analisis residu pestisida berikut: (1)ekstraksi residu pestisida dari sampel matriks, (2)penghilangan air dari


(30)

ekstrak, (3)pembersihan dari ekstrak (bila diperlukan), dan (4)analisis penentuan (Tadeo,2008).

Pada umumnya ekstraksi pestisida dari bahan makanan dilakukan dengan menggunakan pelarut organik. Pada bahan makanan buah dan sayuran ekstraksi pestisida golongan organofosfat dapat dilakukan dengan etil asetat dan Na2SO4,

etil asetat saja, kombinasi (Etil asetat, Diklorometana, dan Na2SO4), asetonitril, atau aseton. Untuk lebih lengkapnya pelarut organik untuk ekstraksi senyawa organofosfat pada buah-buahan dan sayuran dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pelarut Organik Untuk Ekstraksi Pestisida Organofosfat

No Bahan

makanan Ekstraksi Instrumen 1 Buah,

sayuran, susu dan ikan

Etil asetat/ Na2SO4 LC-MS

GC-MS GC-ECD 2 Sayuran Etil asetat GC-NPD 3 Buah dan

sayuran

Etil asetat/ Diklorometana/ Na2SO4

GC-NPD

4 Buah dan sayuran

Asetonitril GC-MS 5 Buah dan

sayur

Aseton GC-MS

6 Buah dan sayuran Aseton/ Diklorometana/ petroleum eter GC-ECD GC-NPD Sumber : Pico, 2004

Prosedur ekstraksi untuk pestisida golongan organofosfat dalam buah dan sayuran berdasarkan Komisi Pestisida di Indonesia dilakukan menggunakan Aseton yang diikuti dengan Diklorometan dan Petroleum Eter (Komisi Pestisida, 2004).


(31)

2.9 Validasi Metode Analisis

Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (WHO, 1992). Validasi merupakan persyaratan mendasar yang diperlukan untuk menjamin kualitas dan reabilitas hasil dari semua aplikasi analitik (Ermer, 2005)

Data validasi mencakup pemaparan karakteristik metode yang dipakai, faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik tersebut dan membuktikan bahwa metode yang digunakan sesuai dengan tujuan yang dikehendaki (McNeil, 2000). 2.9.1 Perolehan Kembali

Persen perolehan kembali digunakan untuk menyatakan kecermatan. Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Persen perolehan kembali dapat dirumuskan sebagai berikut:

% perolehan kembali = C*A

CA

CF− x 100%

Keterangan :

CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku CA= konsentrasi sampel sebelum panambahan baku

C*A = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan (Harmita, 2004) 2.9.2 Presisi/keseksamaan

Presisi/keseksamaan biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku relatif dari jumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik (Rohman, 2007).


(32)

2.9.3 Batas Deteksi

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas (Harmita, 2004).Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Batas Deteksi = Slope

SB 3

2.9.4 Batas Kuantitasi

Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

Simpangan baku respon dapat ditentukan berdasarkan simpangan baku blanko, simpangan baku residual dari garis regresi atau simpangan baku intersep y pada garis regresi (Rohman, 2007).

Batas Kuantitasi = Slope

SB 10


(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium eksperimental untuk menganalisis pengaruh pencucian terhadap residu profenofos pada cabai merah, pencucian yang dilakukan yaitu pencucian dengan menggunakan air, air hangat, dan larutan pencuci sayur dan buah.

3.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di dua lokasi, preparasi sampel serta ekstraksi dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Mutu dan Residu Pestisida, UPT. Balai proteksi Tanaman Pangan dan Holtikultura I, Dinas Pertanian Sumatera Utara, dan pengukuran kadar dengan Kromatografi Gas di Laboratorium Pengolahan Hasil dan Mutu (PAHAM) Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.

3.2 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah Kromatografi Gas Simadzu 2010 dengan kolom Rtx-1 menggunakan detektor penangkap elektron (ECD) (gambar instrumen kromatografi gas dapat dilihat pada Lampiran 21), Rotary Evaporator Buchi (gambar dapat dilihat pada Lampiran 22), Ultra Turax Ikika Werke (gambar dapat dilihat pada Lampiran 22), Neraca Kasar, Neraca Analitik Mettler, Kertas Saring Whatman No.4, Labu Bulat, maat pipet, volume pipet dan alat-alat gelas lain.

3.3 Bahan-bahan

Sampel merupakan cabai yang diperoleh dari ladang cabai merah yang terdapat di daerah Perbaungan, Serdang Bedagai.


(34)

Bahan-bahan yang digunakan jika tidak dinyatakan lain adalah kualitas pro analisa keluaran E-Merck yaitu, aseton, diklorometana, isooktana, toluena, dan petroleum eter, selain bahan baku Profenofos 98,2%.

Bahan pencuci cabai merah adalah air, air hangat 65oC, dan sabun pencuci buah dan sayur Mama Lime.

3.4 Perolehan Sampel

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cabai merah yang diperoleh dari area penanaman cabai merah daerah tropis, langsung dari Ladang cabai merah di daerah Perbaungan, Serdang Bedagai. Gambar ladang cabai merah dan cabai merah dapat dilihat pada Lampiran 20.

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Pembuatan Larutan Baku Profenofos

Ditimbang seksama sejumlah 42,4 mg profenofos baku (kemurnian 98,2%) dan dipindahkan secara kuantitatif kedalam labu tentukur 25 ml. Kedalam labu tersebut ditambahkan sejumlah isooktana dikocok. Larutan dicukupkan dengan isooktana hingga garis tanda lalu dikocok kembali sampai homogen, maka diperoleh larutan baku profenofos dengan konsentrasi 1665,5 mcg/ml (Larutan Baku I). Dari larutan baku I ini dipipet sebanyak 0,1 ml lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml. Dicukupkan volumenya dengan isooktana sampai garis tanda kemudian dihomogenkan, maka diperoleh larutan baku profenofos dengan konsentrasi 6,662 mcg/ml (Larutan Baku II).

3.5.2 Pembuatan Larutan Pencuci Buah Dan Sayur

Setengah sendok makan sabun pencuci buah dan sayur dimasukkan ke dalam wadah berisi 1 liter air, kemudian dilarutkan.


(35)

3.5.3 Perlakuan Terhadap Cabai Merah

Sampel dibagi dalam empat kelompok yaitu: 1. Sampel cabai tanpa pencucian diberi tanda sampel A; 2. sampel cabai yang dicuci dengan air diberi tanda sampel B; 3. sampel cabai yang dicuci dengan air hangat diberi tanda sampel C; dan 4. sampel cabai yang dicuci dengan larutan pencuci buah dan sayur diberi tanda sampel D.

Pencucian dengan air

Sebanyak 100 gram sampel dimasukkan ke dalam wadah berisi air 1000 ml, kemudian dicuci selama 5 menit.

Pencucian dengan air hangat

Sebanyak 100 gram sampel dimasukkan ke dalam wadah berisi air hangat 1000 ml, kemudian dicuci selama 5 menit.

Pencucian dengan larutan pencuci buah

Sebanyak 100 gram sampel dimasukkan ke dalam wadah berisi larutan pencuci buah dan sayur 1000 ml, kemudian dicuci selama 5 menit.

3.5.4 Ekstraksi

Sampel cabai dipotong kecil-kecil dan dicincang, ditimbang seberat 15 gram dimasukkan ke dalam beker gelas, dihaluskan menggunakan ultra turax dengan 30 ml aseton selama 30 detik. Ditambahkan 30 ml diklormetan dan 30 ml petroleum eter kemudian dihaluskan kembali selama 30 detik (catatan: Ukur volume yang didapat menggunakan metode ekstraksi berbasis aseton, harus dilakukan koreksi sebesar 87/90 dalam perhitungan kadar residu pestisida karena adanya kontraksi volume). Didiamkan beberapa saat sampai memisah, kemudian disaring dengan kertas saring Whatman. Selanjutnya dipipet 25 ml filtrat ke dalam


(36)

labu bulat. Filtrat ini kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu tangas air 40oC sampai hampir kering. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 5 ml isooktana:toluena (90:10) (Komisi Pestisida, 2004). Prosedur ini dilakukan sebanyak 3 kali.

3.5.5 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif profenofos dapat dilakukan dengan membandingkan waktu tambat yang sama (identik) dari kromatogram pada penyuntikan larutan sampel dengan kromatogram pada penyuntikan larutan baku profenofos pada Kromatografi Gas. Untuk mempertegas identifikasi ini sedikit larutan larutan baku profenofos ditambahkan (spiking) ke dalam larutan sampel, lalu dianalisis kembali dengan Kromatografi Gas. Puncak dengan waktu tambat yang sama diamati kembali dan dibandingkan antara kromatogram hasil spiking dengan kromatogram larutan sampel sebelum spiking. Sampel dinyatakan mengandung profenofos jika terjadi peningkatan luas area pada kromatogram hasil spiking dengan waktu tambat yang sama seperti pada kromatogram penyuntikan larutan baku pembanding. Analisis ini dilakukan pada kondisi yang sama.

Kondisi Kromatografi Gas:

Kromatografi gas : Simadzu model 2010, dilengkapi dengan detektor penangkap elektron

Volume Injeksi : 2,0 µl

Kolom : Rtx-1, ketebalan film 0,25 µ m, (15 m x 0,25 mm). Gas Pembawa : Gas Nitrogen

Temperatur Kolom : 80 0C ditahan selama 1 menit, lalu 250 0C ditahan selama 1 menit

Temperatur Injeksi : 275 0C Temperatur Detektor : 275 0C


(37)

3.5.6 Analisis Kuantitatif

3.5.6.1 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Larutan Profenofos

Dipipet Larutan Baku II 0,15 ml; 0,3 ml; 0,6 ml; 0,9 ml; dan 1,5 ml masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml lalu diencerkan dengan isooktan sampai garis tanda dan dihomogenkan. Konsentrasi masing- masing larutan adalah 0,1 mcg/ml, 0,2 mcg/ml, 0,4 mcg/ml, 0,6 mcg/ml, dan 1,0 mcg/ml. Kemudian masing-masing larutan disuntikkan ke sistem kromatografi gas sebanyak 2µ l. Selanjutnya dibuat kurva kalibrasi (persamaan garis antara konsentrasi dengan area).

3.5.6.2 Penetapan Kadar Residu Pestisida Dalam Sampel Cabai Merah

Masing-masing larutan sampel yang telah diekstraksi disuntikkan ke sistem kromatografi gas sebanyak 2µ l. Direkam area kromatogram dan dicatat luas area kromatogram. Injeksi dilakukan sebanyak dua kali kemudian dirata-rata kan. Kadar residu profenofos yang terdapat dalam larutan sampel (X) dihitung dengan mensubstitusikan luas puncak ke dalam persamaan regresi yang diperoleh dari kurva kalibrasi sebagai (Y). Hasilnya lalu dikali volume larutan sampel, dikali faktor pengenceran dan dikalikan dengan faktor koreksi kemudian dibagi dengan berat penimbangan sampel cabai merah sehingga diperoleh kadar residu profenofos dengan satuan mg/kg sampel. Rumus perhitungan kadar residu profenofos dalam sampel dituliskan sebagai berikut.

K =

BS Fk Fp V

X× × ×

Dimana K = kadar residu profenofos dalam sampel (mg/kg) X = konsentrasi residu profenofos

V = volume sampel (ml) Fp = faktor pengenceran Fk = faktor koreksi (87/90) BS = Berat sampel


(38)

3.5.7 Analisis Data Penetapan Kadar Secara Statistik

Data perhitungan kadar residu profenofos pada sampel cabai dianalisis secara statistik menggunakan uji t.

Rumus yang digunakan untuk menentukan Bakut Deviasi yaitu :

SD =

1 ) ( 2 − −

n X Xi

Data diterima jika –ttabel < thitung < ttabel pada interval kepercayaan 95%

dengan nilai α = 0,05, dk = n-1. Rumus yang digunakan untuk menentukan t hitung

yaitu :

t hitung =

n SD X Xi / −

Keterangan : Xi = kadar residu profenofos dalam satu perlakuan X = kadar rata-rata residu profenofos dalam sampel

n = jumlah perlakuan SD = standard deviation

Untuk menghitung rentang kadar profenofos secara statistik dalam sampel digunakan rumus:

Rentang Kadar Profenofos (μ) = X ± (t α/2,dk xSD / n)

Keterangan : SD = standard deviation

X = kadar rata-rata residu profenofos dalam sampel μ = rentang kadar residu profenofos

n = jumlah perlakuan t = harga t tabel sesuai dk α = tingkat kepercayaan dk = derajat kebebasan


(39)

KV = SD X

x 100% 3.5.8 Validasi Metode 3.5.8.1 Perolehan Kembali

Akurasi (Kecermatan) ditentukan dengan menggunakan metode penambahan baku (the method of standard additives), yakni ke dalam sampel cabai merah ditambahkan baku profenofos sebanyak 100% dari kadar residu profenofos yang diketahui terdapat dalam sampel, kemudian dianalisis dengan prosedur yang sama seperti pada sampel (WHO, 1992).. Hasil dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery). Perolehan kembali dapat dihitung menurut rumus sebagai berikut:

% perolehan kembali = C*A

CA

CF− x 100%

Keterangan :

CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku CA= konsentrasi sampel sebelum penambahan baku

C*A = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan (Harmita, 2004). 3.5.8.2 Presisi

Presisi metode penelitian dinyatakan oleh simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation (RSD)) atau disebut juga koefisien variasi (KV) dari serangkaian data. KV dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan:

SD = Standard Deviation X = kadar rata-rata profenofos


(40)

3.5.8.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi (Limit Of Detection/LOD) dan batas kuantitasi (Limit Of Quantitation/LOQ) dihitung dari persamaan regresi kurva kalibrasi baku pembanding. Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Sy/x =

2 Yi)

-(Y 2

n

Batas Deteksi =

Slope xSy/x 3

Batas Kuantitasi =

Slope x y xS / 10


(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kualitatif

Pemeriksaan kualitatif pestisida profenofos pada cabai merah dilakukan dengan membandingkan waktu tambat baku profenofos dengan waktu tambat sampel, yang dianalisis pada kondisi kromatografi yang sama. Hasil kromatogram dari spiking dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b) (c)

Gambar 2. (a)Kromatogram hasil analisis baku Profenofos 1,0 mcg/ml, (b)cuplikan sampel cabai merah tanpa pencucian, dan (c)cuplikan sampel yang telah di-spike dengan larutan baku profenofos.

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa waktu tambat dari ketiga penyuntikan hampir sama yaitu waktu tambat baku profenofos adalah 5,498


(42)

menit, waktu tambat cuplikan sampel tanpa pencucian adalah 5,490 menit, dan waktu tambat hasil spiking adalah 5,489 menit dan pada cuplikan yang dispike ini ternyata terjadi peningkatan luas area. Dapat disimpulkan bahwa cuplikan mengandung profenofos.

4.2 Analisis Kuantitatif

4.2.1 Kurva Kalibrasi Baku Profenofos

Kurva kalibrasi baku profenofos dibuat dengan konsentrasi larutan yang meningkat dimulai dari rentang konsentrasi 0,1mcg/ml; 0,2mcg/ml; 0,4mcg/ml; 0,6mcg/ml; dan 1,0mcg/ml. Sertifikat analisis baku profenofos dapat dilihat pada Lampiran 23. Kromatogram hasil pengukuran kurva kalibrasi baku profenofos dapat dilihat pada Lampiran 2. Kurva kalibrasi baku profenofos dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kurva kalibrasi baku profenofos

Berdasarkan kurva kalibrasi diatas dapat dilihat kurva kalibrasi yang linear dimana nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,999, nilai koefisien korelasi ini mendekati 1 menunjukkan korelasi yang positif antara konsentrasi dan luas area (Rohman, 2007). Data hasil penyuntikan larutan baku profenofos dan perhitungan


(43)

Persamaan Regresi dan Kurva Kalibrasi Baku Profenofos dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari hasil perhitungan kurva kalibrasi baku profenofos diperoleh persamaan regresi yaitu Y = 502263X + 3673,4.

4.2.2 Pengaruh Pencucian Terhadap Residu Profenofos pada Cabai Merah Pengukuran residu pestisida profenofos dalam sampel cabai merah dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Gas yang dilengkapi Detektor Penangkap Elektron (ECD = Electron Capture Detector). Konsentrasi residu profenofos dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi larutan baku. Kromatogram hasil pengukuran sampel dapat dilihat pada Lampiran 5, Lampiran 7, Lampiran 9, dan Lampiran 11. Contoh Perhitungan kadar dapat dilihat pada Lampiran 4.

Sebelum pencucian dilakukan, terlebih dahulu ditentukan residu profenofos dalam sampel tanpa pencucian sebagai kontrol. Metode pencucian yang diterapkan terhadap sampel yaitu pencucian dengan air, pencucian dengan air hangat dan pencucian dengan larutan pencuci buah dan sayur. Data dan perhitungan residu profenofos dapat dilihat pada Lampiran 6, Lampiran 8, Lampiran 10 dan Lampiran 12. Hasil analisis pengaruh pencucian terhadap residu pestisida profenofos dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh pencucian terhadap residu pestisida profenofos pada cabai merah

N

o. Metode Pencucian

Kadar residu Profenofos

(mg/kg)

Penurunan Residu Profenofos

(%)

1 Tanpa Pencucian 0,3399 ± 0,0129 0 2 Pencucian dengan air 0,3164 ± 0,0015 6,91 3 Pencucian dengan air hangat 0,3079 ± 0,0020 9,41 4 Pencucian dengan larutan

pencuci buah dan sayur 0,2835 ± 0,0281 16,59 Ket: Data yang diperoleh adalah rata-rata dari tiga kali pengulangan


(44)

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa dari semua metode pencucian yang dilakukan tidak ada yang dapat menghilangkan residu pestisida profenofos dalam cabai merah. Hal ini dapat disebabkan oleh pencucian yang tidak menggunakan air mengalir sehingga masih ada residu yang menempel pada cabai tersebut selain itu dapat juga disebabkan oleh adanya lapisan lilin (parafin) yang terdapat pada lapisan kulit cabai. Lapisan lilin ini menyerap residu profenofos sehingga sulit untuk dilepaskan dengan air. Tetapi meskipun demikian semua metode pencucian yang diterapkan mampu mempengaruhi residu profenofos dalam cabai merah dimana terjadi penurunan kadar residu profenofos sebelum dan setelah dilakukan pencucian. Diagram penurunan kadar residu profenofos dalam cabai merah dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Penurunan residu profenofos pada cabai merah dengan pencucian

Dari hasil penurunan residu pestisida profenofos pada diagram diatas, penurunan residu yang tertinggi ditunjukkan pada pencucian dengan larutan pencuci buah dan sayur yaitu sebesar 16,59% . Hal ini disebabkan larutan pencuci


(45)

ini mengandung sabun yang mampu melarutkan sebagian residu pestisida yang masih menempel pada lapisan lilin cabai. Untuk pencucian menggunakan air dan air hangat hanya terdapat sedikit perbedaan penurunan dimana pencucian dengan air hangat menurunkan residu profenofos lebih tinggi yaitu sebesar 9,41% sedangkan pencucian dengan air mengalami penurunan sebesar 6,91%. Pencucian dengan air hangat lebih tinggi disebabkan suhu pelarut yang mampu menyebabkan pelepasan dan peruraian pestisida ke dalam air atau udara (Sehatalami, 2010).

4.2.3 Validasi Metode

Pada penelitian ini dilakukan validasi metode terhadap prosedur yang dikerjakan. Validasi metode dilakukan sebagai suatu persyaratan dasar yang diperlukan untuk menjamin kualitas dan reabilitas hasil dari semua aplikasi analitik (Ermer,2005). Uji validasi yang dikerjakan yaitu uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali, uji presisi dengan parameter SD (Baku Deviasi), Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi. Akurasi Prosedur dilakukan dengan metode penambahan baku (the method of standard additives). Metode ini dilakukan terhadap sampel yang dicuci dengan air.

Hasil rata-rata dari persen perolehan kembali adalah 92,22 %. Kromatogram hasil perolehan kembali dapat dilihat pada Lampiran 15. Data dan perhitungan persen perolehan kembali dapat dilihat pada Lampiran 16 dan Lampiran 17. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa persen perolehan kembali telah memenuhi syarat akurasi karena berada di antara rentang 80-120% (Ermer, 2005). Hasil ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan menunjukkan kecermatan yang baik. Simpangan baku relatif yang diperoleh dari hasil pengujian


(46)

akurasi adalah 1,03%. Perhitungan simpangan baku relatif dapat dilihat pada Lampiran 18. Prosedur dalam penelitian ini memiliki presisi yang cukup baik karena simpangan baku relatif yang diperoleh telah memenuhi syarat yakni lebih kecil dari 2% (Ermer, 2005). Batas deteksi dan batas kuantitasi dihitung dari persamaan regresi yang diperoleh dalam kurva kalibrasi. Batas deteksi dan batas kuantitasi yang diperoleh dari penelitian ini berturut-turut adalah 0,03 μg/ml dan 0,11 μg/ml. Perhitungan penetapan batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dilihat pada Lampiran 19. Dari hasil di atas, disimpulkan bahwa prosedur analisis yang dikerjakan dalam penelitian ini sahih dan dapat digunakan untuk penetapan residu pestisida profenofos dalam cabai merah karena telah memenuhi persyaratan validasi metode.


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil identifikasi, diketahui bahwa sampel cabai merah ternyata mengandung residu pestisida profenofos.

Residu profenofos yang terdapat dalam cabai merah masih berada di bawah Batas Maksimum Residu yang ditetapkan oleh Deptan yaitu 5mg/kg.

Metode pencucian ternyata mempengaruhi penurunan kadar residu profenofos pada cabai merah, dimana terdapat perbedaan antara kadar residu profenofos dalam cabai merah sebelum dan setelah mengalami pencucian yaitu: kadar residu profenofos dalam cabai merah tanpa pencucian adalah 0,3399mg/kg, dan kadar residu profenofos dalam cabai merah setelah mengalami pencucian menggunakan air, air hangat, dan larutan pencuci buah dan sayur berturut-turut adalah 0,3164mg/kg; 0,3079mg/kg; dan 0,2835mg/kg, dengan penurunan residu profenofos masing-masing adalah 6,91%; 9,41%; dan 16,59%. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa metode pencucian yang paling efektif untuk menurunkan residu profenofos dalam cabai merah adalah dengan menggunakan larutan pencuci buah dan sayur.

5.2 Saran

Kepada masyarakat disarankan untuk mencuci sayuran dan buah sebersih mungkin dengan larutan pencuci buah dan sayur kemudian dibilas dengan air sebelum diolah dan dikonsumsi.

Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti bahan pangan yang terdapat di pasar.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Andoko, A. (2004). Budi Daya Cabai Merah Secara Vertikultur Organik. Cetakan I. Jakarta: Penebar swadaya: 1-3,5.

Afriyanto. (2008). Kajian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabe Di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Thesis Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Jakarta. Atmawidjaja, S., Daryono, H.T., dan Rudiyanto,. (2004). Pengaruh Perlakuan

Terhadap Kadar Residu Pestisida Metidation Pada Tomat. Acta Pharmaceutica Indonesia. Jun: 72-73.

Chang, J. M., Tay H. C., and Tony J. F. (2005). Pesticide Residue Monitoring in Central Taiwan (1999-2004) and an Introduction to the HACCP System. In: Journal of Food and Drug Analysis:371.

Deptan. (2007). Permentan Tentang Syarat Dan Tatacara Pendaftaran Pestisida. Nomor. 07/Permentan/SR.140/2/2007. Departemen pertanian.

Deptan. (2004). Buletin Teknopro Holtikultura. Edisi 65. Jakarta: Departemen Pertanian

Djojosumarto, P.(2000). Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Kanisius: 24-26, 37-38.

Ekha, I. (1988). Dilema Pestisida. Cetakan I. Yogyakarta: Kanisius: 27.

Ermer, J. (2005). Analytical Validation within the Pharmaceutical Environment. Dalam: Ermer, J., dan Miller, J.H.McB., editors. Method Validation in

Pharmaceutical Analysis. Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co.

KGaA. Halaman 3-5, 16.

Harmita.(2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi, Metode Dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. I. No.3. Hal.119, 130, 131.

Hartuti, N., dan R.M. Sinaga.(1999). Aspek Panen dan Pasca Panen Cabai. Oleh editor : Adhi Santika P,hD. Agribisnis Cabai. Jakarta: Penebar Swadaya:66.

Irie, M. (2007). Pesticide Residues in Food. Report of the JMPR 2007, FAO Plant Production and Protection Paper, 191, pp 210. pages 1357,144.

Komisi Pestisida. (2004). Pedoman Pengujian Residu Pestisida Dalam Hasil Pertanian. Jakarta. Direktorat Perlindungan Tanaman. 146.


(49)

Nugrohati, S., dan Untung, K. (1986). Proceedings Seminar Kemanan Pangan dalam Pengolahan dan Penyajian. PAU Pangan dan Gizi. UGM.

McNair, H. M., dan E. J. Bonelli. (1988). Dasar Kromatografi Gas. Bandung: Penerbit ITB:98.

Munaf, S. (1997). Keracunan Akut Pestisida. Cetakan I. Jakarta: Widya Medika: 20

Oka, I.N. (1995). Pengendalian Hama Terpadu. Cetakan pertama. Yogyakarta: Gadjah mada University Press: 17-18, 28.

Permentan. (2009). Tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar asal Tumbuhan. Nomor.38/Permentan/PP.340/8/2009. Departemen pertanian: 15.

Ningsih, P.R., (2009). Pengaruh Pencucian Terhadap Residu Pestisida Organofosfat(Profenofos) Dalam Cabai Merah Secara Kromatografi Gas. Skripsi Fakultas Farmasi. Medan: Universitas Sumatera Utara: 30 Pico, Y., Guilermina, F., and Jordi M. (2004). Handbook of Food Analysis. In:

Leo M.L.N., editors. Organophosphate Pesticides Residues in Food. Volume II. New York: Marcel Dekker, Inc: 1228.

Prakosa, C., Pudji H., dan Umar S. (2004). Monitoring Residu Klorpirifos Dalam Pembuatan Saus Tomat. Disertasi Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan UGM Yogyakarta.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama. Yogyakarta. Pustaka Pelajar:33

Sabari, S. (1999). Perkembangan Budi Daya Cabai di Sumatera Utara. Oleh editor : Adhi Santika P,hD. Agribisnis Cabai. Cetakan 4. Jakarta: Penebar Swadaya:122-123.

Sartono. (2002). Racun Dan Keracunan. Cetakan I. Jakarta: Widya Medika: 91 Sastroutomo, S.S. (1992). Pestisida: Dasar Dasar dan Dampak Penggunaannya,

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama: 18-20, 26-27.

Sehatalami. (2010). Sehat Bersama Alam. Diakses tanggal 15 November 2010.

Sudewa, K. A., Suprapta D. N., Mahendra M. S. (2008). Residu Pestisida Pada Sayuran Kubis (Brassica oleracea L.) Dan Kacang Panjang ( Vigna sinensis L.) Yang Dipasarkan Di Pasar Badung Denpasar. 1)Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Warmadewa, 2)Jurusan Agroekoteknologi Universitas Udayana, 3)Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Udayana


(50)

Syarief, R., dan Hariyadi, H. (1993). Teknik Penyimpanan Pangan. Cetakan I. Jakarta: Arcan.

Tadeo, J.L., Consuelo, S.B., and Lorena, G. (2008). Analisis Of Pesticides In Food And Environmental Samples. In: Jose L.T., editors. Pesticides: Clasification and Properties. Boca Raton: CRC Press: 2, 16-22.

Wudianto, R. (2001). Petunjuk Penggunaan Pestisida, Jakarta: Penerbit Swadaya: 7,8,9.


(51)

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Larutan Baku Profenofos Kadar baku Profenofos = 98,2%

Berat Profenofos yang ditimbang = 42,4 mg Volume larutan = 25 ml

Konsentrasi Profenofos 98,2% = mcg mcg ml ml mg / 5 , 1665 10 100 2 , 98 25 4 , 42 6 = × ×

Konsentrasi 1665,5 mcg/ml sebagai Larutan Baku I (LB1)

Sebanyak 0,1 ml LS1 dimasukkan ke dalam labu 25 ml

2 2 1 1C V C

V =

ml mcg ml

C

ml 1 0,1 1665,5 /

25 × = ×

ml ml mcg ml C 25 / 5 , 1665 1 , 0 1 × =

C1 = 6,662 mcg/ml


(52)

Lampiran 2. Kromatogram Hasil Pengukuran Kurva Kalibrasi Baku Profenofos

1. Konsentrasi = 0,1 mcg/ml


(53)

Lampiran 2. (lanjutan)

3. Konsentrasi = 0,4 mcg/ml


(54)

Lampiran 2. (lanjutan)


(55)

Lampiran 3. Perhitungan Persamaan Regresi dan Kurva Kalibrasi Baku Profenofos

Data hasil penyuntikan larutan baku profenofos yang diperoleh dengan kromatografi gas.

No Konsentrasi (μg/ml) Area 1

0 0

2

0,1 55154

3

0,2 108141

4

0,4 208952

5

0,6 296803

6

1,0 508196

Tabel Konsentrasi (X) vs Luas Area (Y) untuk Baku Profenofos.

No X Y XY X2 Y2

1

0

0 0.0000 0,00 0

2

0,1

55154 5515.4 0,01 3041963716 3

0,2

108141 21628.2 0,04 11694475881 4

0,4

208952 83580.8 0,16 43660938304 5

0,6

296803 178081.8 0,36 88092020809 6

1,0

508196 508196 1,00 258263174416 n=6 ΣX=2.3

X= 0,3833333 ΣY=1177246 Y = 196207,6667 ΣXY =797002,2

Σ X2

=1,57

Σ Y2


(56)

Lampiran 3. (lanjutan) a =

∑ ∑

− − n X X n Y X XY / ) ( ) ( / ) )( ( ) ( 2 2 a = 6 / ) 3 , 2 ( 1.57 6 / ) 1177246 )( 2.3 ( 797002,2 2 − − a = 502263

Y = a X + b b = Y - a X

b = 196207,6667-(502263x 0,3833333) b = 3673,4

Sehingga diperoleh persamaan garis regresi : Y = 502263X + 3673,4

Untuk mencari hubungan linier antara konsentrasi (X) dengan luas area (Y) maka dihitung koefisien korelasi sebagai berikut.

r =

[

∑ ∑

][

]

n y y n x x n y x xy / ) ( ) ( . / ) ( ) ( / ) )( ( 2 2 2 2 r =

[

(1,57) (2.3) /6

][

.(404752573126) (1177246) /6

]

6 / ) 1177246 )( 2.3 ( 797002,2 2 2 − − − r =

[

(0.68833333)(173767882373,33333333)

]

66667 345724.566


(57)

Lampiran 4. Contoh Perhitungan Kadar Residu Profenofos Dalam Sampel

Berat sampel yang ditimbang = 15,000 gram Area (Y) = 149477

Persamaan Regresi:Y= 502263X + 3673,4

Konsentrasi (X) =

502263 3673,4 149477−

= 0,2903 mcg/ ml

Konsentrasi residu profenofos = 0,2903 mcg/ml Kadar residu profenofos dalam sampel :

Dimana: K = Kadar residu profenofos dalam sampel (mcg/g)

X = Konsentrasi residu profenofos dalam sampel (mcg/ml) V = Volume sampel (ml)

Fp= Faktor Pengenceran (90/25) Fk= Faktor Koreksi (87/90) BS= Berat Sampel (gram) Jadi:

K = 0,3367 mcg/g K = 0,3367 mg/kg

Kadar residu Profenofos pada sampel yang lain dapat dihitung dengan cara yang sama seperti diatas.


(58)

Lampiran 5. Kromatogram Hasil Pengukuran Sampel Tanpa Pencucian 1. Perlakuan pertama (A1)

(Injeksi ke-1)


(59)

Lampiran 5. (lanjutan) 2. Perlakuan kedua (A2)

(Injeksi ke-1)


(60)

Lampiran 5. (lanjutan) 3. Perlakuan ketiga (A3)

(Injeksi ke-1)


(61)

Lampiran 6. Analisis Data Secara Statistik Dari Hasil Pengukuran Sampel Tanpa Pencucian

Data perhitungan kadar residu profenofos dalam sampel tanpa pencucian Kode Sampel Berat Sampel (gram) No.

Injek Area

Area Rata-rata Konsentrasi (mcg/ml) Kadar (mg/kg)

A1 15,000

1 147363

149477

0.2903 0.3367 2 151592

A2 15,107

1 159149

154507

0.3003 0.3459 2 149865

A3 15,082

1 150645

150495

0.2923 0.3372 2 150345

Data perhitungan statistik kadar residu profenofos dalam sampel tanpa pencucian No Kadar (mg/kg)

Xi Xi-X (Xi-X )

2

1 0,3367

-0,0032 0,00001024

2 0,3459

0,0060 0.000036

3 0,3372

-0,0027 0.00000729 n = 3 X = 0,3399 ∑ = 0,00005353

SD =

1 ) ( 2 − −

n X Xi = 2 00005353 , 0 = 0,0052


(62)

Lampiran 6. (lanjutan)

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05 dan dk = 2 diperoleh nilai ttabel = 4,3027.

Data diterima jika –ttabel < thitung < ttabel.

t hitung =

n SD

X Xi

/

t hitung data 1= -1,0659

t hitung data 2= 1,9985

t hitung data 3 = -0,8993

(semua data diterima)

Kadar residu profenofos (μ) = X ± ( ttabel x SD/ n)

= 0,3399 ± ( 4,3017 x 0,0052/ 3) = 0,3399 ± 0,0129 mg/kg


(63)

Lampiran 7. Kromatogram Hasil Pengukuran Sampel Yang Dicuci Dengan Air 1. Perlakuan pertama (B1)

(Injeksi ke-1)


(64)

Lampiran 7. (lanjutan) 2. Perlakuan kedua (B2)

(Injeksi ke-1)


(65)

Lampiran 7. (Lanjutan) 3. Perlakuan ketiga (B3)

(Injeksi ke-1)


(66)

Lampiran 8. Analisis Data Secara Statistik Dari Hasil Pengukuran Sampel Yang Dicuci Dengan Air

Data perhitungan kadar residu profenofos dalam sampel yang dicuci dengan air Kode Sampel Berat Sampel (gram) No.

Injek Area

Area Rata-rata Konsentrasi (mcg/ml) Kadar (mg/kg)

B1 15,094

1 139490

141797

0.2750 0,3170 2 144104

B2 15,081

1 141932

141072

0.2736 0,3157 2 141213

B3 15,053

1 140618

141133

0.2737 0,3164 2 141648

Data perhitungan statistik kadar residu profenofos dalam sampel yang dicuci dengan air

No Kadar (mg/kg)

Xi Xi-X (Xi-X )

2

1 0,3170 0,0006 0,00000036

2

0,3157 -0,0007 0,00000049

3 0,3164 0 0

n = 3 X = 0,3164 ∑ = 0,00000085

SD =

1 ) ( 2 − −

n X Xi = 2 0,00000085 = 0,0006


(67)

Lampiran 8. (lanjutan)

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05 dan dk = 2 diperoleh nilai ttabel = 4,3027.

Data diterima jika –ttabel < thitung < ttabel.

t hitung =

n SD

X Xi

/

t hitung data 1= 1,7320

t hitung data 2= -2,0207

t hitung data 3 = 0

(semua data diterima)

Kadar residu profenofos (μ) = X ± ( ttabel x SD/ n)

= 0,3164 ± ( 4,3017 x 0,0006/ 3) = 0,3164 ± 0,0015 mg/kg


(68)

Lampiran 9. Kromatogram Hasil Pengukuran Sampel Yang Dicuci Dengan Air Hangat

1. Perlakuan pertama (C1)

(Injeksi ke-1)


(69)

Lampiran 9. (lanjutan) 2. Perlakuan kedua (C2)

(Injeksi ke-1)


(70)

Lampiran 9. (lanjutan) 3. Perlakuan ketiga (C3)

(Injeksi ke-1)


(71)

Lampiran 10. Analisis Data Secara Statistik Dari Hasil Pengukuran Sampel Yang Dicuci Dengan Air Hangat

Data perhitungan kadar residu profenofos dalam sampel yang dicuci dengan air hangat Kode Sampel Berat Sampel (gram) No.

Injek Area

Area Rata-rata Konsentrasi (mcg/ml) Kadar (mg/kg)

C1 15,074

1 137669

137967 0,2674 0,3087 2 138265

C2 15,082

1 137843

137794 0,2670 0,3080 2 137745

C3 15,055

1 137100

137078 0,2656 0,3070 2 137056

Data perhitungan statistik kadar residu profenofos dalam sampel yang dicuci dengan air hangat.

No Kadar (mg/kg)

Xi Xi-X (Xi-X )

2

1 0,3087 0.0008 0,00000064

2 0,3080 0,0001 0,00000001

3 0,3070 -0,0009 0,00000081

n = 3 X = 0,3079 ∑ = 0,00000146

SD =

1 ) ( 2 − −

n X Xi = 2 0,00000146 = 0,0008


(72)

Lampiran 10. (lanjutan)

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05 dan dk = 2 diperoleh nilai ttabel = 4,3027.

Data diterima jika –ttabel < thitung < ttabel.

t hitung =

n SD

X Xi

/

t hitung data 1= 1,7320

t hitung data 2= 0,2165

t hitung data 3 = -1,9486

(semua data diterima)

Kadar residu profenofos (μ) = X ± ( ttabel x SD/ n)

= 0,3079 ± ( 4,3017 x 0,0008/ 3) = 0,3079 ± 0,0020 mg/kg


(73)

Lampiran 11. Kromatogram Hasil Pengukuran Sampel Yang Dicuci Dengan Larutan Sabun Pencuci Buah

1. Perlakuan pertama (D1)

(Injeksi ke-1)


(74)

Lampiran 11. (lanjutan) 2. Perlakuan kedua (D2)

(Injeksi ke-1)


(75)

Lampiran 11. (lanjutan) 3. Perlakuan ketiga (D3)

(Injeksi ke-1)


(76)

Lampiran 12. Analisis Data Secara Statistik Dari Hasil Pengukuran Sampel Yang Dicuci Dengan Larutan Sabun Pencuci Buah dan Sayur.

Data perhitungan kadar residu profenofos dalam sampel yang dicuci dengan larutan sabun pencuci buah dan sayur.

Kode Sampel Berat Sampel (gram) No.

Injek Area

Area Rata-rata Konsentrasi (mcg/ml) Kadar (mg/kg)

D1 15,026

1 128993

126612 0,2448 0,2835 2 124231

D2 15,049

1 127626

121946 0,2355 0,2723 2 116267

D3 15,057

1 133647

131815 0,2551 0,2948 2 129983

Data perhitungan statistik kadar residu profenofos dalam sampel yang dicuci dengan larutan sabun pencuci buah dan sayur.

No Kadar (mg/kg)

Xi Xi-X (Xi-X )

2

1 0,2835 0 0,00000001

2 0,2723 -0,0112 0,00012544

3 0,2948 0,0113 0,00012769

n = 3 X = 0,2835 ∑ = 0,00025314

SD =

1 ) ( 2 − −

n X Xi = 2 0,00025314 = 0,0112


(77)

Lampiran 12. (lanjutan)

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05 dan dk = 2 diperoleh nilai ttabel = 4,3027.

Data diterima jika –ttabel < thitung < ttabel.

t hitung =

n SD

X Xi

/

t hitung data 1= 0

t hitung data 2= -1,7320

t hitung data 3 = 1,7475

(semua data diterima)

Kadar residu profenofos (μ) = X ± ( ttabel x SD/ n)

= 0,2835 ± ( 4,3017 x 0,0112/ 3) = 0,2835 ± 0,0281 mg/kg


(78)

Lampiran 13. Contoh Perhitungan % Penurunan Kadar Residu Profenofos

Pada cabai merah yang telah dicuci dengan air

• Kadar rata-rata Profenofos sebelum dicuci = 0,3399 mg/kg

• Kadar rata-rata Profenofos sesudah dicuci = 0,3164 mg/kg % penurunan kadar residu profenofos sesudah dicuci

=

= 100%

/ 0,3399 / 3164 , 0 / 0,3399 × − kg mg kg mg kg mg = 6,91%

Persen penurunan kadar profenofos pada sampel dengan metode pencucian yang lain dapat dihitung dengan cara yang sama seperti contoh diatas.

% 100 dicuci sebelum profenofos Kadar dicuci sesudah profenofos rata -rata kadar -dicuci sebelum profenofos rata -rata


(79)

Lampiran 14. Hasil Pengolahan Data Penyuntikan Larutan Sampel Menggunakan Kromatografi Gas

No. Metode Pencucian

Kadar residu Profenofos (mg/kg) Rata-rata Kadar residu Profenofos (mg/kg) Persen Penurunan Residu Profenofos (%)

1 Tanpa Pencucian

0,3367

0,3399 0

0,3459 0,3372

2 Pencucian dengan air

0,3170

0,3164 6,91

0,3157 0,3164

3

Pencucian dengan air hangat

0,3087

0,3079 9,41

0,3080 0,3070

4

Pencucian dengan larutan pencuci buah

dan sayur

0,2835

0,2835 16,59

0,2723 0,2949


(80)

Lampiran 15. Kromatogram Hasil Perolehan Kembali Baku Profenofos Yang ditambahkan Pada Sampel Yang Dicuci Dengan Air (Metode Penambahan Baku)

VALIDASI 1

• Sebelum penambahan baku profenofos


(81)

Lampiran 15. (lanjutan) VALIDASI 2

• Sebelum penambahan baku profenofos


(82)

Lampiran 15. (lanjutan) VALIDASI 3

• Sebelum penambahan baku profenofos


(83)

Lampiran 16. Data Perolehan Kembali Baku Profenofos Yang Ditambahkan Pada Sampel Yang Dicuci Dengan Air (Metode Penambahan Baku)

No. AA CA C* A AF CF

Perolehan Kembali

(%)

1 139475 0,3129 0,3322 271550 0,6161 91,2703 2 139818 0,3130 0,3322 273628 0,6225 93,1668 3 139164 0,3128 0,3322 272979 0,6192 92,2336

Rata-rata Perolehan Kembali 92,2236

Simpangan Baku (SD) 0,9469

Simpangan Baku Relatif (RSD) 1,0267

Keterangan:

AA = Area sebelum penambahan baku AF = Area setelah penambahan baku

CA = Kadar sampel sebelum penambahan larutan baku CF = Kadar sampel setelah penambahan larutan baku C* A = Kadar Larutan baku yang ditambahkan


(84)

Lampiran 17. Contoh Perhitungan Persen Perolehan Kembali % Perolehan Kembali

Keterangan :

CF = kadar sampel yang diperoleh setelah penambahan baku CA = kadar sampel sebelum penambahan baku

C*A = kadar baku yang ditambahkan

• Kadar analit yang diperoleh setelah penambahan baku profenofos misalkan pada data satu adalah (CF) = 0,6161 mg/kg

• Kadar residu profenofos dalam sampel cabai merah yang telah dicuci dengan air adalah (CA) = 0,3129mg/kg.

• Kadar baku yang ditambahkan (C*A) = 0,3322 mg/kg Maka persen perolehan kembali adalah;

% Perolehan Kembali

= 91,2703% % 100 *A x C

CA CF

=

% 100 0,3322

0,3129 0,6161

x

− =

% 100 *A x C

CA CF


(85)

Lampiran 18. Analisis Data Secara Statistik Dari Hasil Perolehan Kembali Baku Profenofos Yang Ditambahkan Pada Sampel Yang Dicuci Dengan Air (Metode Penambahan Baku)

No Perolehan Kembali (%)

Xi Xi-X (Xi-X )

2

1 91,2703 -0,9506 0,9036

2 93,1668 0,9432 0,8896

3 92,2336 0,0100 0,0001

n = 3 X = 92,2236 ∑ = 1,7933

SD =

1 ) ( 2 − −

n X Xi =

2

1,7933

= 0,9469

RSD = ×100% X SD = =1,0267 % 100 2236 , 92 9469 , 0 ×


(86)

Lampiran 19. Perhitungan Penetapan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Persamaan Regresi : Y = 502263 X + 3673,4

No. Konsentrasi X

Area

Y Yi Y-Yi (Y-Yi) 2

1 0 0 3673,4 -3673,4 13493867,56

2 0,1 55154 53899,7 1254,3 1573268,49

3 0,2 108141 104126 4015 16120225

4 0,4 208952 204578,6 4373,4 19126627,56 5 0,6 296803 305031,2 -8228,2 67703275,24 6 1 508196 505936,4 2259,6 5105792,16

n=6 Σ(Y Yi )2 123123056,01

Sy/x =

2 ) ( 2 − −

n yi y = 2 6 01 123123056, −

= 5548,0414

Batas Deteksi = Slope Sy/x 3 = 502263 5548,0414 3x

= 0,033 mcg/ml

Batas Kuantitasi = Slope Sy/x 10 = 502263 5548,0414 10x


(87)

Lampiran 20. Gambar Ladang Cabai Merah di Perbaungan Dan Sampel Cabai Merah

Ladang cabai merah di Perbaungan


(88)

Lampiran 21. Gambar Instrumen Kromatografi Gas

Seperangkat instrumen Kromatografi Gas Simadzu 2010 dan Komputer (Hewlett-Packard)

Kolom Rtx-1®

Monitor pada Perangkat GC Injektor Autosampler


(89)

Lampiran 22. Gambar Perangkat Pendukung Penelitian Lainnya

Ultra Turax IKIKA WERKE dan Gelas beker


(90)

(1)

Lampiran 19. Perhitungan Penetapan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Persamaan Regresi : Y = 502263 X + 3673,4

No. Konsentrasi X

Area

Y Yi Y-Yi (Y-Yi) 2

1 0 0 3673,4 -3673,4 13493867,56

2 0,1 55154 53899,7 1254,3 1573268,49

3 0,2 108141 104126 4015 16120225

4 0,4 208952 204578,6 4373,4 19126627,56

5 0,6 296803 305031,2 -8228,2 67703275,24

6 1 508196 505936,4 2259,6 5105792,16

n=6 Σ(Y Yi )2 123123056,01

Sy/x =

2 ) ( 2 − −

n yi y = 2 6 01 123123056, − = 5548,0414

Batas Deteksi =

Slope Sy/x 3 = 502263 5548,0414 3x

= 0,033 mcg/ml

Batas Kuantitasi =

Slope Sy/x 10 = 502263 5548,0414 10x


(2)

Lampiran 20. Gambar Ladang Cabai Merah di Perbaungan Dan Sampel Cabai Merah


(3)

Lampiran 21. Gambar Instrumen Kromatografi Gas

Seperangkat instrumen Kromatografi Gas Simadzu 2010 dan Komputer (Hewlett-Packard)

Kolom Rtx-1®

Monitor pada Perangkat GC Injektor Autosampler


(4)

Lampiran 22. Gambar Perangkat Pendukung Penelitian Lainnya

Ultra Turax IKIKA WERKE dan Gelas beker


(5)

(6)

Lampiran 24. Nilai Distribusi t

α 0.1 0.05 0.025 0.01 0.005 0.0025 0.001

df

1 3.0776 6.3137 12.7062 31.8205 63.6567 127.3213 318.3088 2 1.8856 2.9199 4.3027 6.9645 9.9248 14.0890 22.3271 3 1.6377 2.3533 3.1824 4.5407 5.8409 7.4533 10.2145 4 1.5332 2.1318 2.7765 3.7469 4.6040 5.5975 7.1731 5 1.4758 2.0150 2.5706 3.3649 4.0321 4.7733 5.8934 6 1.4397 1.9431 2.4469 3.1426 3.7074 4.3168 5.2076 7 1.4149 1.8945 2.3646 2.9979 3.4994 4.0293 4.7852 8 1.3968 1.8595 2.3060 2.8964 3.3553 3.8325 4.5007 9 1.3830 1.8331 2.2621 2.8214 3.2498 3.6896 4.2968 10 1.3721 1.8124 2.2281 2.7637 3.1692 3.5814 4.1437 11 1.3634 1.7958 2.2009 2.7180 3.1058 3.4966 4.0247 12 1.3562 1.7822 2.1788 2.6809 3.0545 3.4284 3.9296 13 1.3501 1.7709 2.1603 2.6503 3.0122 3.3724 3.8519 14 1.3450 1.7613 2.1447 2.6244 2.9768 3.3256 3.7873 15 1.3406 1.7530 2.1314 2.6024 2.9467 3.2860 3.7328 16 1.3367 1.7458 2.1199 2.5834 2.9207 3.2519 3.6861 17 1.3333 1.7396 2.1098 2.5669 2.8982 3.2224 3.6457 18 1.3303 1.7340 2.1009 2.5523 2.8784 3.1965 3.6104 19 1.3277 1.7291 2.0930 2.5394 2.8609 3.1737 3.5794 20 1.3253 1.7247 2.0859 2.5279 2.8453 3.1534 3.5518 21 1.3231 1.7207 2.0796 2.5176 2.8313 3.1352 3.5271 22 1.3212 1.7171 2.0738 2.5083 2.8187 3.1188 3.5049 23 1.3194 1.7138 2.0686 2.4998 2.8073 3.1039 3.4849 24 1.3178 1.7108 2.0638 2.4921 2.7969 3.0905 3.4667 25 1.3163 1.7081 2.0595 2.4851 2.7874 3.0781 3.4501 26 1.3149 1.7056 2.0555 2.4786 2.7787 3.0669 3.4349 27 1.3137 1.7032 2.0518 2.4726 2.7706 3.0565 3.4210 28 1.3125 1.7011 2.0484 2.4671 2.7632 3.0469 3.4081 29 1.3114 1.6991 2.0452 2.4620 2.7563 3.0380 3.3962 30 1.3104 1.6972 2.0422 2.4572 2.7499 3.0297 3.3851 31 1.3094 1.6955 2.0395 2.4528 2.7440 3.0221 3.3748 32 1.3085 1.6938 2.0369 2.4486 2.7384 3.0149 3.3653 33 1.3077 1.6923 2.0345 2.4447 2.7332 3.0082 3.3563 34 1.3069 1.6909 2.0322 2.4411 2.7283 3.0019 3.3479 35 1.3062 1.6895 2.0301 2.4377 2.7238 2.9960 3.3400


Dokumen yang terkait

Analisa Kuantitatif Residu Insektisida Profenofos Pada Cabai Merah Segar Dan Cabai Merah Giling Di Beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2012

4 63 92

HUBUNGAN METODE PENGGUNAAN PESTISIDA DENGAN RESIDU PESTISIDA (PROFENOFOS) PADA CABAI KECIL (Capsicum frustescens) (Studi pada Petani Cabai Kecamatan Mayang Kabupaten Jember)

0 5 25

Analisis Residu Pestisida pada Tomat Menggunakan Metode QuEChERS dengan Perlakuan Sebelum dan Setelah Dicuci

4 30 105

APLIKASI METODE GC-MS UNTUK PENETAPAN KADAR RESIDU PROFENOFOS PADA Aplikasi Metode Gc-Ms Untuk Penetapan Kadar Residu Profenofos Pada Buah Stroberi (Fragaria Sp.) Setelah Pencucian.

0 1 13

PENDAHULUAN Aplikasi Metode Gc-Ms Untuk Penetapan Kadar Residu Profenofos Pada Buah Stroberi (Fragaria Sp.) Setelah Pencucian.

1 6 7

APLIKASI METODE GC-MS UNTUK PENETAPAN KADAR RESIDU PROFENOFOS PADA BUAH STROBERI Aplikasi Metode Gc-Ms Untuk Penetapan Kadar Residu Profenofos Pada Buah Stroberi (Fragaria Sp.) Setelah Pencucian.

0 1 14

PENENTUAN IMIDAKLOPRID, PROFENOFOS DAN DELTAMETRIN SEBAGAI RESIDU PESTISIDA PADA BUAH CABE SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI.

0 0 1

RESIDU PESTISIDA GOLONGAN ORGANOFOSFAT KOMODITAS BUAH CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) PADA BERBAGAI LAMA PENYIMPANAN.

0 0 17

ANALISA KUANTITATIF RESIDU INSEKTISIDA PROFENOFOS PADA CABAI MERAH SEGAR DAN CABAI MERAH GILING DI BEBERAPA PASAR TRADISIONAL KOTA MEDAN TAHUN 2012 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

0 0 14

Analisis Residu Pestisida pada Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting di Pasar Swalayan Kota Makassar - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 80