Uji Daya Terima Dan Nilai Gizi Mi Basah Dengan Penambahan Tempe Dan Wortel (Daucus carota L.)

(1)

UJI DAYA TERIMA DAN NILAI GIZI MI BASAH YANG

DIMODIFIKASI DENGAN TEMPE DAN WORTEL (Daucus

carota L.)

SKRIPSI

Oleh :

YOHANA TETTY GULTOM NIM. 111021107

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

UJI DAYA TERIMA DAN NILAI GIZI MI BASAH YANG

DIMODIFIKASI DENGAN TEMPE DAN WORTEL (Daucus

carota L)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

YOHANA TETTY GULTOM NIM. 111021107

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : UJI DAYA TERIMA DAN NILAI GIZI MI BASAH DENGAN PENAMBAHAN TEMPE DAN WORTEL (Daucus carota L.)

Nama Mahasiswa : YOHANA TETTY GULTOM No. Induk Mahasiswa : 111021107

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan : Gizi Kesehatan Masyarakat Tanggal Lulus : 30 Oktober 2013

Disahkan Oleh : Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, Msi Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes NIP.19670613 199303 1 004 NIP. 19620529 198903 2 001

Medan, Oktober 2013 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) NIP. 19610831 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Mi merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di masyarakat. Saat ini mi dijadikan sebagai makanan pengganti makanan pokok lain seperti nasi. Umumnya, bahan baku untuk pembuatan mi ini adalah tepung terigu. Akan tetapi, tepung terigu dapat juga dimodifikasi dengan bahan makanan lain seperti tempe dan wortel. Berdasarkan kandungan gizinya, tempe dan wortel cukup berpotensi sebagai sumber gizi, yaitu mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, tiamin, vitamin C, riboflavin, niasin dan serat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima dan kandungan gizi dari mi basah dengan penambahan tempe dan wortel.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen pembuatan mi basah dengan penambahan tempe dan wortel dengan perbandingan (30%:20%, 25%:25%, 20%:30%). Panelis dalam penelitian ini adalah mahasiswa kesehatan masyarakat USU. ,sebanyak 30 orang. Data uji daya terima dianalisa dengan uji Anova dan Duncan sedangkan nilai gizinya ditentukan dengan menggunakan DKBM. Parameter yang dianalisis meliputi sifat organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur mi basah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur mi basah yang paling disukai panelis adalah mi basah dengan penambahan tempe 25% dan wortel 25%. Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan tempe dan wortel dengan konsentrasi yang berbeda pada pembuatan mi basah memberi pengaruh yang berbeda terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur mi basah.

Disarankan kepada konsumen untuk menjadikan mi basah dengan penambahan tempe dan wortel sebagai makanan alternatif pengganti nasi. Perlu dilakukan penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan tempe dan wortel untuk memperkaya gizi makanan.


(5)

  ABSTRACT

Noodle is one of the most popular foodstaple in the community. Nowdays, the noodle was made as a replacement food of other staple foods such as rice. Generally, raw material of noodle is flour. However, the flour can also be modified with other foods such as tempe and carrot. Based on its nutrient composition, tempe and carrot are potential as a source of nutrition, which contains proteins, fat, calcium, phosphorus, iron, vitamin A, tiamin, vitamin C, riboflavin, niasin and fiber. The purpose of this research is to know the nutrient content and acceptability from the noodle with addition of tempe and carrot.

This research is a research experiment making wet noodle with addition of tempe and carrot by comparison (30% : 20%, 25% : 25%, 20% : 30%).Panelists in this study are university studens of public healty in University North Sumatera , as many as thirty peoples. Acceptance of test data was analyzed by anova test and double Duncan test while nutrient content is determined by using DKBM. The parameters analyzed include the lucrative nature of the organoleptic color, aroma, taste and texture of wet noodle.

The results of this research showed that the organoleptic test of color flavor, taste, and texture are the most preferred panelist is wet noodle by addition of 25% tempe and 25% carrot. Based on the analysis of varians, the addition of tempe and carrot in different concentration on the creation of a wet noodle gave different effects of calor, flavor, taste, texture of a wet noodle.

It is suggested for consumer to make wet noodles with addition of tempe and carrot as an alternative food for rice. In addition, it is necessary to implement other foods diversification by added tempe and carrot to enrich nutrient food.


(6)

 

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yohana Tetty Gultom Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 04 Februari 1990 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan Status Perkawinan : Belum Menikah Anak ke : 1 dari 3 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Harapan Pasti Barat Gg. Swadaya No. 1 Medan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1995 – 1996 : TK St. Antonius Medan Tahun 1996 – 2002 : SD St. Antonius VI Medan Tahun 2002 – 2005 : SMP Negeri 3 Medan Tahun 2005 – 2008 : SMA Negeri 14 Medan

Tahun 2008 – 2011 : Fakultas D3 Kimia Analis USU Medan Tahun 2011 – 2013 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan


(7)

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Uji Daya Terima Dan Nilai Gizi Mi Basah Yang Dimodifikasi Dengan Tempe Dan Wortel (Daucus carota L.)”. Skripsi ini adalah

salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak

Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, MSi selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis juga menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan mempersembahkan skripsi ini kepada kedua orangtua tercinta, ayahanda Marlan Gultom dan ibunda Linda Tampubolon yang telah memberikan dorongan dan semangat serta dukungan moril, materil dan spiritual kepada penulis, juga kepada adinda tersayang Rio Aprianto dan Andi Ogestri yang telah memberi semangat kepada penulis.

Selanjutnya penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, MSi selaku ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

 

3. Bapak Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, Msi selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Ir. Evi Naria, MKes selaku dosen Penasehat Akademik.

5. Bapak Marihot Samosir, ST yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, memberikan motivasi dan saran yang membangun, serta segala urusan yang terkait surat-menyurat di departemen gizi kesehatan masyarakat.

6. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Sahabat-sahabat terbaikku Jojo, Petty, Kak Helena, Kak Novita, Kak Ana, Kak Maya, Kak Epi, Kak Tien, David Sitorus dan seluruh teman-teman dari peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat stambuk 2011 dan seluruh teman-teman seperjuangan yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah banyak membantu, memberikan semangat, dukungan, dan doa kepada penulis selama ini..

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangaun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2013


(9)

  DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Wortel (Daucus carota L.) ... 8

2.2. Komposisi Gizi dan Manfaat Wortel ... 9

2.3. Tempe .. ... 11

2.4. Komposisi Gizi dan Manfaat Tempe ... 13

2.5. Pengertian Mi ... 17

2.6. Jenis-jenis Mi ... 17

2.6.1. Mi Mentah ... 17

2.6.2. Mi Kering ... 18

2.6.3. Mi Telur ... 18

2.6.4. Mi Instan ... 18

2.6.5. Mi Basah ... 19

2.7. Komposisi Gizi Mi ... 20

2.8. Bahan Pembuatan Mi Basah ... 21

2.9. Proses Pembuatan Mi Basah ... 22

2.10. Daya Terima ... 24

2.11. Uji Organoleptik ... 25

2.12. Panelis .. ... 26

2.12.1. Panelis Perseorangan ... 27

2.12.2. Panelis Terbatas ... 27

2.12.3. Panelis Terlatih ... 27

2.12.4. Panelis Agak Terlatih ... 27

2.12.5. Panelis Tidak Terlatih ... 28

2.12.6. Panelis Konsumen ... 28

2.13. Hipotesa Penelitian ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 29


(10)

 

3.2.1. Tempat Penelitian ... 30

3.2.2. Waktu Penelitian ... 30

3.3. Objek Penelitian ... 30

3.4. Defenisi Operasional ... 30

3.5. Alat dan Bahan ... 31

3.5.1. Alat ... 31

3.5.2. Bahan ... 31

3.6. Tahapan Penelitian ... 32

3.6.1. Pembuatan Mi Basah. ... 32

3.6.2. Uji Daya Terima Mi Basah ... 37

3.6.3. Panelis ... 39

3.6.4. Perhitungan Zat Gizi Mie Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel. ... 39

3.7. Metode Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel 44

4.2. Deskriptif Panelis ... 45

4.3. Analisis Organoleptik Warna Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 45

4.4. Analisis Organoleptik Aroma Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 47

4.5. Analisis Organoleptik Rasa Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 49

4.6. Analisis Organoleptik Tekstur Mi Basah dengan Berbagai Varisi Penambahan Tempe dan Wortel ... 50

4.7. Perhitungan Zat Gizi dalam Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel Dihitung dari DKBM ... 52

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN 5.1. Karakteristik Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel 59

5.2. Daya Terima Terhadap Warna Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 59

5.3. Daya Terima Terhadap Aroma Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 61

5.4. Daya Terima Terhadap Rasa Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 62

5.5. Daya Terima Terhadap Tekstur Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 64

5.6. Zat Gizi Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tempe dan Wortel Dihitung dari DKBM ... 65

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 68

6.2. Saran .... ... 69

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

 

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi Wortel tiap 100 gram Bahan ... 9

Tabel 2.2. Komponen Zat Gizi Kedelai dan Tempe tiap 100 gram Bahan ... 16

Tabel 2.3. Komposisi Zat Gizi Mi tiap 100 gram Bahan ... 20

Tabel 2.4 Komposisi Zat Gizi Tepung Terigu tiap 100 gram Bahan ... 21

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan Penelitian ... 29

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Penelitian ... 32

Tabel 3.3. Tingkat Penerimaan Konsumen ... 37

Tabel 3.4. Interval Persentase Dan Kriteria Kesukaan ... 41

Tabel 3.5. Daftar Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap ... 42

Tabel 4.1. Karakteristik Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 45

Tabel 4.2. Hasil Analisis Organoleptik Warna Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 45

Tabel 4.3. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Warna ... 46

Tabel 4.4. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Warna ... 46

Tabel 4.5. Hasil Analisis Organoleptik Aroma Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 47

Tabel 4.6. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Aroma ... 48

Tabel 4.7. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Aroma ... 48

Tabel 4.8. Hasil Analisis Organoleptik Rasa Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 49

Tabel 4.9. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Rasa ... 49

Tabel 4.10. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Rasa ... 50

Tabel 4.11. Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel ... 51

Tabel 4.12. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Tekstur ... 51

Tabel 4.13. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Tekstur ... 52

Tabel 4.14. Kandungan Zat Gizi Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel (per 100 gram) ... 53


(12)

 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Bubur Tempe... ... 33

Gambar 3.2. Diagram Alir Pembuatan Bubur Wortel ... 34

Gambar 3.3. Diagram Alir Pembuatan Mie Basah ... 36

Gambar 4.1. Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel... .. 44

Gambar 4.2. Jumlah Energi dalam Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel ... 54

Gambar 4.3. Kandungan Protein dalam Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel ... 54

Gambar 4.4. Kandungan Kalsium, Fosfor, Besi, Natrium, dan Kalium dalam Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel ... 55

Gambar 4.5. Kandungan Vitamin A dalam Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel ... 56

Gambar 4.6. Kandungan Vitamin B1 , B2 dan niasin dalam Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel ... 57

Gambar 4.7. Kandungan Vitamin C dalam Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel ... 57


(13)

ABSTRAK

Mi merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di masyarakat. Saat ini mi dijadikan sebagai makanan pengganti makanan pokok lain seperti nasi. Umumnya, bahan baku untuk pembuatan mi ini adalah tepung terigu. Akan tetapi, tepung terigu dapat juga dimodifikasi dengan bahan makanan lain seperti tempe dan wortel. Berdasarkan kandungan gizinya, tempe dan wortel cukup berpotensi sebagai sumber gizi, yaitu mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, tiamin, vitamin C, riboflavin, niasin dan serat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima dan kandungan gizi dari mi basah dengan penambahan tempe dan wortel.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen pembuatan mi basah dengan penambahan tempe dan wortel dengan perbandingan (30%:20%, 25%:25%, 20%:30%). Panelis dalam penelitian ini adalah mahasiswa kesehatan masyarakat USU. ,sebanyak 30 orang. Data uji daya terima dianalisa dengan uji Anova dan Duncan sedangkan nilai gizinya ditentukan dengan menggunakan DKBM. Parameter yang dianalisis meliputi sifat organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur mi basah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur mi basah yang paling disukai panelis adalah mi basah dengan penambahan tempe 25% dan wortel 25%. Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan tempe dan wortel dengan konsentrasi yang berbeda pada pembuatan mi basah memberi pengaruh yang berbeda terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur mi basah.

Disarankan kepada konsumen untuk menjadikan mi basah dengan penambahan tempe dan wortel sebagai makanan alternatif pengganti nasi. Perlu dilakukan penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan tempe dan wortel untuk memperkaya gizi makanan.


(14)

  ABSTRACT

Noodle is one of the most popular foodstaple in the community. Nowdays, the noodle was made as a replacement food of other staple foods such as rice. Generally, raw material of noodle is flour. However, the flour can also be modified with other foods such as tempe and carrot. Based on its nutrient composition, tempe and carrot are potential as a source of nutrition, which contains proteins, fat, calcium, phosphorus, iron, vitamin A, tiamin, vitamin C, riboflavin, niasin and fiber. The purpose of this research is to know the nutrient content and acceptability from the noodle with addition of tempe and carrot.

This research is a research experiment making wet noodle with addition of tempe and carrot by comparison (30% : 20%, 25% : 25%, 20% : 30%).Panelists in this study are university studens of public healty in University North Sumatera , as many as thirty peoples. Acceptance of test data was analyzed by anova test and double Duncan test while nutrient content is determined by using DKBM. The parameters analyzed include the lucrative nature of the organoleptic color, aroma, taste and texture of wet noodle.

The results of this research showed that the organoleptic test of color flavor, taste, and texture are the most preferred panelist is wet noodle by addition of 25% tempe and 25% carrot. Based on the analysis of varians, the addition of tempe and carrot in different concentration on the creation of a wet noodle gave different effects of calor, flavor, taste, texture of a wet noodle.

It is suggested for consumer to make wet noodles with addition of tempe and carrot as an alternative food for rice. In addition, it is necessary to implement other foods diversification by added tempe and carrot to enrich nutrient food.


(15)

  BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan peningkatan derajat kesehatan masyarakat karena pemerintah memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan masyarakat. Salah satunya melalui peningkatan kesehatan berupa perbaikan gizi masyarakat karena gizi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh.

Namun sebaliknya, gizi yang tidak seimbang menimbulkan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh Indonesia. Masalah gizi yang tidak seimbang itu seperti Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), dan anemia zat besi. Masalah gizi kurang juga telah dinyatakan sebagai masalah utama kesehatan dunia dan berkaitan dengan lebih banyak kematian dan penyakit yang disebabkan oleh masalah gizi kurang tersebut. Walaupun telah banyak dilakukan penyuluhan tentang masalah gizi kurang namun masih banyak masyarakat yang mengalami masalah gizi. Masalah gizi dapat diperbaiki dengan konsumsi pangan yang beragam. Setiap jenis makanan mempunyai cita rasa, tekstur, aroma dan daya cerna tersendiri yang memberikan sumbangan gizi berbeda-beda yaitu dengan memanfaatkan tempe dan wortel.

Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang menggunakan jamur Rhizopus oligosporus atau Rhizopus oryzae. Tempe dapat diperoleh dengan harga relatif lebih terjangkau dan lebih mudah didapat dibandingkan dengan produk olahan kedelai lain yang dikenal


(16)

 

masyarakat dunia. Tempe merupakan sumber gizi yang baik karena mengandung protein, asam amino esensial, asam lemak esensial, vitamin B kompleks, dan serat dalam jumlah cukup. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa tempe mengandung senyawa yang berperan sebagai antioksidan dalam tubuh manusia, yaitu isoflavon. Isoflavon dalam tubuh manusia bermanfaat sebagai antioksidan, antikanker, antiosteoporosis, dan hipokolesterolemik. Isoflavon juga berperan sebagai agen antipenuaan dini, memperlambat masa menopause pada wanita dewasa, dan membantu mengatasi masalah-masalah akibat menopause secara umum (Anonim, 2012)

Wortel merupakan sayuran yang kaya akan beta karoten sebagai antioksidan yang bisa mencegah penyakit jantung, kanker kulit dan penuaan dini. Wortel dikenal memiliki kandungan vitamin A yang sangat tinggi. Wortel memiliki unsur lain seperti kalori, protein, kalsium, dan besi. Wortel adalah tumbuhan yang ditanam sepanjang tahun dan dapat tumbuh pada semua musim, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab. Wortel merupakan sayuran yang banyak disukai masyarakat karena harganya relatif terjangkau, mempunyai rasa yang enak dan mudah untuk diolah baik dalam bentuk makanan maupun minuman dengan dibuat jus. Wortel juga memiliki manfaat yang sangat banyak bagi kesehatan tubuh (Kumalaningsih, 2006).

Melihat potensinya sebagai sumber vitamin A dan untuk mengatasi masalah penurunan kualitas setelah pemanenan maka perlu dilakukan penanganan wortel lebih lanjut menjadi dalam bentuk diversifikasi produk wortel. Salah satu alternatif untuk


(17)

 

mengoptimumkan pemanfaatan wortel adalah dengan mengolahnya menjadi bubur wortel atau menjadi bahan tambahan untuk pembuatan mi basah (Rosida, 2008).

Dalam pembuatan mie basah dengan modifikasi wortel dan tempe tidak perlu membuat wortel dan tempe menjadi tepung, karena dalam pembuatan mi basah ini masih memakai tepung terigu sebagai bahan dasar. Wortel dan tempe sebagai diversifikasi bahan makanan yang diharapkan dapat menambah nilai gizi mi basah.

Mi merupakan bahan pangan yang cukup potensial, selain harganya relatif murah dan pengolahannya yang praktis. Mi memiliki kandungan gizi yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi, sehingga mi disukai masyarakat sebagai sumber karbohidrat pengganti nasi yang mengenyangkan dan mi juga merupakan makanan favorit mulai anak – anak hingga lanjut usia. Saat ini berbagai jenis mi telah banyak dikonsumsi dan dijual di pasaran. Mi basah adalah salah satu bentuk mi yang mudah diolah oleh masyarakat umum dan bahan-bahan pembuatan ini pun mudah didapat, dimana kemungkinan setiap orang dapat membuatnya sendiri (Muhajir, 2007).

Bahan utama pembuatan mi adalah tepung terigu yang mana selama ini mi yang biasa dikonsumsi hanya mengandung zat gizi makro saja yaitu karbohidrat, protein dan lemak, dan sangat sedikit atau bahkan tidak mengandung zat gizi lainnya seperti vitamin dan mineral. Sehingga diharapkan dengan penambahan tempe dan wortel dapat memperbaiki kandungan gizi mi basah yang mana pada tempe dan wortel kaya akan kandungan vitamin dan mineralnya dan juga dapat mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu yang merupakan bahan impor dan menduduki porsi terbesar dalam pembuatan mi basah. Sehingga masyarakat yang mengganggap


(18)

 

mi sebagai makanan selingan, tidak hanya untuk mengenyangkan perut tetapi juga menambah asupan gizi pada mereka.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat volume impor terigu pada tahun 2007 sebanyak 4.574.623.280 kg dengan harga US$1.205.108.235. Volume ini melonjak menjadi 5.159.337.797 kg dengan harga US$2.371.698.411 pada tahun 2008. Pada tahun 2009 volume impor terigu sebanyak 5.399.944.989 kg dengan harga US$1.641.279.271 dan pada tahun 2010 naik menjadi 5.725.011.214 kg dengan harga US$ 1.827.394.544. Sementara itu menurut Munarso dan Bambang (2009), pembangunan pertanian nasional telah mampu menghasilkan beragam komoditas sumber karbohidrat yang perlu ditingkatkan pemanfaatannya, terutama dalam rangka penyediaan pangan alternatif bagi masyarakat. Oleh sebab itu, perlu pengembangan teknologi mi berbahan baku selain tepung terigu, misalnya dengan memanfaatkan tempe dan wortel.

Menurut penelitian Hastuti et al (1985) menyatakan bahwa terigu jenis “soft” cap kunci dapat disubstitusi dengan tepung sorgum sampai 10% dalam pembuatan mi kering dengan hasil yang masih disukai panelis. Royaningsih dan Pangloli (1988) melaporkan bahwa terigu jenis medium cap segitiga biru dapat disubstitusi dengan tepung sagu sampai 30% dalam pembuatan mi basah. Sedangkan penelitian Marzempi et al (1994) melaporkan bahwa jumlah maksimum tepung ubi kayu yang dapat mensubstitusi terigu dalam pembuatan mi adalah 20%. Khusus untuk pemanfaatan wortel sebagai bahan dasar pembuatan mi, Zuraidah Nasution (2005) telah melakukan penelitian substitusi bubur wortel terhadap terigu dan melaporkan bahwa bubur wortel dapat digunakan sebagai bahan substitusi tepung terigu pada


(19)

 

pembuatan mie basah sebesar 20% dan mengandung vitamin A. Warna, aroma, penampilan, kekenyalan dan rasa mi yang dihasilkan disukai panelis.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh M. Sobariansyah (2006) tentang Studi Pembuatan Mi Basah Berbasis Tepung Tempe (Kajian Perbandingan Jumlah Tepung Tempe dengan Tepung Tapioka dan Konsentrasi STPP) bahwa perlakuan terbaik parameter organoleptik diperoleh pada mie tempe dengan perlakuan perbandingan tepung tempe dengan tepung tapioka 4:5 dan konsentrasi STPP (sodium tripolifosfat) 0,15% . Penelitian lain yang dilakukan oleh Ahmad Muhajir (2007) tentang peningkatan gizi mi instan dari campuran tepung terigu dan tepung ubi jalar dengan penambahan tepung tempe dan tepung ikan, hasil analisisnya adalah penambahan tepung tempe dan tepung ikan memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kalsium, serta pada organoleptik warna dan rasa. Penambahan tepung tempe dan tepung ikan juga memberi pengaruh berbeda nyata terhadap organoleptik aroma, dan berbeda tidak nyata terhadap organoleptik tekstur.

Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan mi dengan penambahan tempe dan wortel dengan perbandingan sebesar (30%: 20%, 25%:25%, 20%:30%) dari berat tepung terigu yang diulang sebanyak 2 kali pada proses pembuatan mi dengan maksud untuk memperkecil error atau kesalahan yang mungkin terjadi pada saat penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan mi. Penetapan kosentrasi tempe dan wortel sebesar (30%: 20%, 25%:25%, 20%:30%) dilakukan karena peneliti telah melakukan penelitian pendahuluan sebelum melakukan penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitan pendahuluan, apabila persentase tempe dan wortel terlalu besar akan menghasilkan adonan mi mudah hancur dan bau langu.


(20)

 

Pengenalan penggunaan tempe dan wortel kepada remaja akan lebih efektif diterapkan sebagai bahan baku atau tambahan dalam pembuatan makanan yang sudah dikenal oleh remaja, salah satunya adalah mi basah. Karena mi basah ini dapat meningkatkan konsumsi protein, vitamin dan mineral pada remaja. Remaja ini lebih objektif dalam memberikan penilaian terhadap uji organoleptik. Hal ini menarik untuk diteliti dalam sebuah penelitian yang berjudul “Uji Daya Terima Dan Nilai Gizi Mi Basah Yang Dimodifikasi Dengan Tempe Dan Wortel ( Daucus carota L.)”.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh penambahan tempe dan wortel dalam pembuatan mi basah terhadap daya terima dan nilai gizinya.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penambahan tempe dan wortel dalam pembuatan mi basah terhadap daya terima dan nilai gizinya.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui daya terima terhadap aroma, warna, rasa, dan tekstur mi basah dengan penambahan tempe dan wortel.


(21)

  1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat dalam pembuatan mi basah yang bergizi.

2. Sebagai salah satu upaya penganekaragaman bahan makanan dari tempe dan wortel.

3. Sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai dasar pembuatan mi basah.


(22)

  BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Wortel (Daucus carota L.)

Wortel (Daucus carota L.) merupakan tanaman yang sangat bermanfaat karena banyak mengandung betakaroten. Semakin orange warnanya, maka semakin tinggi pula kandungan betakarotennya. Pemanenan wortel harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi luka pada umbinya. Luka akan menyebabkan masuknya bakteri, antara lain bakteri kelompok Leuconostoc yang cepat sekali tumbuh dan menguraikan gula yang ada dalam wortel yang akan diubah menjadi dextran yaitu senyawa berbentuk lendir sehingga wortel tidak layak untuk dikonsumsi (Kumalaningsih,2006).

Wortel termasuk jenis tanaman sayuran umbi semusim berbentuk perdu (semak) yang tumbuh tegak dengan ketinggian antara 30-100 cm atau lebih, tergantung jenis atau varietasnya. Wortel digolongkan sebagai tanaman semusim karena hanya berproduksi satu kali dan kemudian mati. Tanaman wortel berumur pendek, yakni berkisar antara 70-120 hari, tergantung pada varietasnya (Cahyono, 2002).

Wortel yang dipanen lebih awal masih berwarna jingga muda karena kandungan karotennya belum banyak. Jika wortel dipanen terlalu tua, warnanya akan berubah menjadi jingga tua dan umbinya berserabut. Perkembangan warna berlangsung dengan cepat bila wortel ditanam pada daerah yang bersuhu 15-20oC (Sumaryono,1984).


(23)

 

Tanaman wortel berasal dari daerah yang beriklim sedang (subtropis). Tanaman ini berasal dari daratan Asia, selanjutnya menyebar luas ke Eropa hingga ke dataran Afrika dan Amerika hingga ke seluruh dunia. Penyebaran wortel di berbagai wilayah yang ada di Indonesia menyebabkan wortel memiliki sebutan yang berbeda-beda di setiap daerah. Misalnya sebutan wortel untuk daerah Sunda adalah bortol; wertel; wortol untuk daerah Jawa; dan ortel untuk Madura. Sedangkan di kalangan internasional wortel dikenal dengan nama carrot (Cahyono,2002).

2.2. Komposisi Gizi dan Manfaat Wortel

Adapun komposisi zat gizi wortel tiap 100 gram bahan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi Wortel tiap 100 gram Bahan

Komponen Zat Gizi Satuan Jumlah

Energi Protein Lemak Karbohidrat Serat Kalsium Fosfor Besi Natrium Vitamin A Tiamin Riboflavin Niasin Vitamin C Air kal g g g mg mg mg mg mg SI mg mg mg mg g 36,0 1,0 0,6 7,9 1,0 45,0 74,0 1,0 70,0 7125 0,04 0,04 1,0 18,0 89,9 Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan, 2009

Wortel terkenal sebagai vitamin A. Selain itu, wortel juga mengandung mineral kalsium (Ca), fosfor (P), dan kalium (K) serta merupakan sumber serat yang


(24)

 

baik untuk tubuh. Dalam tiap 100 gr bahan terkandung energi sebesar 42 kalori (Novary,1997).

Bila ingin mengkonsumsi makanan yang kaya vitamin A dan bebas lemak, segeralah memakan sayur-sayuran. Sayuran berwarna hijau terutama bayam amat banyak mengandung betakaroten. Demikian juga dengan wortel, brokoli, labu, pepaya, mangga, paprika merah dan lain sebagainya. Semakin tua warna sayuran tersebut, semakin banyak kandungan betakarotennya .

Dalam susunan makanan, sayuran umbi-umbian kecuali wortel, tidaklah bernilai gizi tinggi meskipun seperti halnya semua sayuran jenis ini menyediakan serat. Wortel merupakan sumber merupakan sumber penting karoten dan mencapai 14% dari kandungan total vitamin A dalam susunan makanan rata-rata orang Inggris (Gaman and Sherington,1992).

Wortel kaya akan zat antioksidan betakaroten, mampu mencegah radikal bebas menjadi kanker. Wortel dapat menurunkan resiko kanker prostat pada lelaki. Mengkonsumsi secara rutin wortel dapat mengurangi keganasan dari radikal bebas. Sebaiknya tidak mengkonsumsi terlalu berlebihan karena akan menyebabkan kulit menjadi kuning. Wortel selain dikonsumsi segar dapat pula dikukus terlebih dahulu kemudian dikonsumsi.

Wortel adalah salah satu sumber makanan detoksifikasi yang mempunyai kemampuan untuk mengatur ketidakseimbangan dalam tubuh. Sayuran banyak mengandung betakaroten yang merupakan prekursor vitamin A. Wortel sebagai sumber vitamin A berfungsi untuk membantu proses penglihatan. Vitamin tersebut merupakan bagian yang sangat penting dari penerimaan cahaya mata .


(25)

 

Wortel segar mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, serat, abu, nutrisi anti kanker, gula alamiah (fruktosa, sukrosa, dekstrosa, laktosa, dan maltosa), pektin, glutanion, mineral (kalsium, fosfor, besi dan natrium), vitamin (betakarotein, B1 dan C) serta asparagine. Betakaroten merupakan anti oksidan yang menjaga kesehatan dan menghambat proses penuaan. Selain itu betakaroten bisa mencegah dan menekan pertumbuhan sel kanker serta melindungi asam lemak tidak jenuh ganda dari proses oksidasi. Jika tubuh memerlukan vitamin A maka betakaroten di hati akan diubah menjadi vitamin A. Fungsi vitamin A bisa mencegah buta senja, mempercepat penyembuhan luka dan mempersingkat lamanya sakit campak. Sebuah wortel ukuran sedang mengandung sekitar 12000 SI betakaroten. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa dengan mengkonsumsi wortel yang dikukus sebentar akan memperbesar penyerapan betakaroten (Kumalaningsih,2006).

Selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan pengobatan, umbi wortel juga dapat digunakan untuk keperluan kosmetik, yakni untuk merawat kecantikan wajah dan kulit, menyuburkan rambut, dan lain-lain. Karoten dalam umbi wortel bermanfaat untuk menjaga kelembaban kulit, dan memperlambat timbulnya kerutan pada wajah, sehingga wajah selalu tampak berseri (Cahyono,2002).

2.3. Tempe

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti rhizopus oligosporus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”.


(26)

 

Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium vitamin B, dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika, untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degenerative.

Secara umum tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam (Erlina, 2013).

Menurut Kasmidjo (1990) tempe yang baik harus memenuhi syarat mutu secara fisik dan kimiawi. Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu sudah memenuhi ciri-ciri yaitu : (1) tempe berwarna Putih. Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. (2) Tekstur Tempe Kompak. Kekompakan tekstur tempe juga disebabkan oleh miselia - miselia kapang yang menghubungkan antara biji-biji kedelai. Kompak tidaknya tekstur tempe dapat diketahui dengan melihat lebat tidaknya miselia yang tumbuh pada permukaan tempe. Apabila miselia tampak lebat hal ini menunjukkan bahwa tekstur tempe telah membentuk masa yang kompak, begitu juga sebaliknya. (3) Aroma dan rasa khas tempe. Terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya degradasi komponen-komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi.

Sedangkan menurut Astawan (2009), tempe dengan kualitas baik mempunyai ciri-ciri berwarna putih bersih yang merata pada permukaannya, memiliki stuktur


(27)

 

yang homogen dan kompak serta berasa, berbau dan beraroma khas tempe. Tempe dengan kualitas buruk ditandai dengan permukaannya yang basah, struktur tidak kompak, adanya bercak bercak hitam, adanya bau amoniak dan alcohol, serta beracun.

Tempe berwarna keputih-putihan akibat hifa kapang yang melekatkan biji-biji kedelai. Tidak seperti makanan kedelai tradisional lain yang biasanya berasal dari Cina atau Jepang, tempe berasal dari Indonesia. Namun demikian, makanan tradisional ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta.

Indonesia merupakan Negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50 % dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40 % tahu dan 10 % dalam bentuk produk lain (seperti taoco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg (Erlina, 2013).

2.4. Komposisi Gizi dan Manfaat Tempe

Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur (Joe, 2011).


(28)

 

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis. Tempe mengandung zat gizi yang sangat banyak dan bermanfaat. Adapun kandungan gizi tempe sebagai berikut :

1. Asam Lemak

Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya (Joe, 2011).

Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh (Winarno, 1991).

2. Vitamin

Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).

Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe


(29)

 

mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.

Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya (Joe, 2011).

3. Mineral

Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe .

Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh (Joe, 2011).

4. Antioksidan

Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan


(30)

 

yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas .

Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium (Joe, 2011).

Penuaan (aging) dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup. Karena tempe merupakan sumber antioksidan yang baik, konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya proses penuaan dini.

Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat dan payudara.

Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain (Astawan, 2009).

Adapun komposisi zat gizi kedelai dan tempe tiap 100 gram bahan dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(31)

 

Tabel.2.2. Komposisi Gizi Kedelai dan Tempe tiap 100 gram Bahan

Komponen Zat Gizi Satuan Kedelai Tempe Energi Protein Lemak Karbohidrat Serat Kalsium Fosfor Besi Natrium Kalium Vit A Tiamin Riboflavin Niasin Vit C Air kal g g g g mg mg mg mg mg SI mg mg mg mg g 381,0 40,4 16,7 24,9 3,2 222,0 682,0 10,0 0 0 0 0,52 0,12 1,2 0 12,7 201,0 20,8 8,8 13,5 1,4 155,0 326,0 4,0 0 0 0 0,19 0 0 0 55,3 Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan ,2009

2.5. Pengertian Mi

Mi adalah salah satu produk pangan yang terbuat dari tepung dan menyerupai tali yang berasal dari Cina, yang telah lama dikenal masyarakat luas. Bahkan seluruh dunia telah mengenalnya dengan masing–masing nama atau istilahnya. Dalam bahasa Inggris disebut noodle, bahasa Jepang terdapat beberapa istilah yaitu ramen, udon, kisimen.

Mi merupakan suatu jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Tidaklah terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa jenis makanan ini digemari oleh berbagai lapisan masyarakat yang telah mengenalnya. Hal ini antara lain karena penyajiannya untuk siap dikonsumsi sangat mudah dan cepat. Disamping itu, selalu dapat digunakan sebagai variasi dalam lauk pauk juga dapat digunakan sebagai pengganti nasi (Zaidar, 2005)


(32)

  2.6. Jenis- jenis Mi

2.6.1. Mi Mentah

Mi Segar sering juga disebut mi mentah. Jenis ini biasanya tidak mengalami proses tambahan setelah benang mi dipotong. Mi segar umumnya memiliki kadar air sekitar 35%, yang oleh karenanya mi ini bersifat lebih mudah rusak. Namun jika penyimpannya dilakukan dalam refrigerator, mi segar dapat bertahan hingga 50-60 jam dan menjadi gelap warnanya bila melebihi waktu simpan tersebut. Agar diterima konsumen dengan baik, mi segar harus berwarna putih atau kuning muda. Mi ini biasanya dibuat dari terigu jenis keras (hard wheat), agar dapat ditangani dengan mudah dalam keadaan basah (Munarsodan Bambang, 2009)

2.6.2. Mi Kering

Produk ini tidak mengalami proses pemasakan lanjut ketika benang mi telah dipotong, tetapi merupakan mi segar yang langsung dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10% Pengeringannya biasanya dilakukan melalui penjemuran. Karena bersifat kering, daya simpannya juga relatif panjang dan mudah penanganannya ( Munarsodan Bambang, 2009).

2.6.3. Mi Telur

Mi Telur umumnya terdapat dalam keadaan kering ketika dipasarkan. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan memasarkan mi telur dalam keadaan basah. Faktor komposisi bahan adalah faktor yang membedakan mi telur ini dengan mi kering maupun mi basah. Dalam pembuatan mi telur biasanya ditambahkan telur segar atau tepung telur pada saat pembuatan adonan. Penambahan telur ini merupakan suatu variasi dalam pembuatan mi di Asia, sebab secara tradisional mie


(33)

 

oriental tidak mengandung telur. Sebaliknya di Amerika Serikat, penambahan telur merupakan suatu keharusan. Sebagai contoh, mi kering harus mengandung air kurang dari 13% dan padatan telur lebih dari 5,5% (Hoseney, 1994)

2.6.4. Mi Instan

Dalam standar Nasional Indonesia nomor 3551-1994 dalam Munarso dan Bambang (2009) mi instan didefenisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan makanan tambahan yang diizinkan, berbentuk khas mi dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Mi instan dikenal sebagai ramen. Mi ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diproses mi segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan pengeringan. Kadar air mi instan umumnya mencapai 5-8 % sehingga memiliki daya simpan yang cukup lama (Astawan, 2009).

2.6.5. Mi Basah

Menurut Hoseney (1994) dalam Munarso dan Bambang (2009) mi basah adalah jenis mi yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan. Biasanya mi basah dipasarkan dalam keadaan segar. Kadar air mi basah dapat mencapai 52% dan karenanya daya simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Proses perebusan dapat menyebabkan enzim polifenol-oksidase terdenaturasi, sehingga mie basah tidak mengalami perubahan warna selama distribusi. Di Cina, mie basah biasa dibuat dari terigu jenis lunak dan ditambahkan Kan-sui. Yang dimaksud kan-sui adalah larutan alkali yang tersusun oleh garam natrium dan kalium karbonat. Larutan ini digunakan untuk menggantikan fungsi


(34)

 

natrium klorida dalam formula. Garam karbonat ini membuat adonan bersifat alkali yang menghasilkan mie yang kuat dengan warna kuning yang cerah. Warna tersebut muncul akibat adanya pigmen flavonoid yang berwarna kuning pada keadaan alkali.

Kualitas mi basah sangat bervariasi karena perbedaan bahan pengawet dan proses pembuatannya. Mi basah adalah mi mentah yang sebelum dipasarkan mengalami perebusan dalam air mendidih lebih dahulu. Pembuatan mi basah secara tradisional dapat dilakukan dengan bahan utama tepung terigu dan bahan pembantu seperti air, telur, pewarna dan bahan tambahan pangan. Ciri-ciri mi basah yang baik adalah berwarna putih atau kuning terang, tekstur agak kenyal dan tidak mudah putus. Sedangkan tanda-tanda kerusakan mi basah adalah sebagai berikut berbintik putih atau hitam karena tumbuhnya kapang, berlendir pada permukaan mie dan berbau asam dan berwarna agak gelap.

2.7. Komposisi Gizi Mi

Komposisi zat gizi dalam mie tiap 100 gram dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini:

Tabel 2.3. Komposisi Zat Gizi Mi tiap 100 gram Bahan

Komponen Zat Gizi Satuan Mi basah* Mi Kering* Mi Instan** Energi Protein Lemak Karbohidrat Serat Kalsium Fosfor Besi Natrium Kalium Air kal g g g mg mg mg mg mg mg g 88,0 0,6 3,3 14,0 0 14,0 13,0 6,8 0 0 80,0 339,0 10,0 1,7 6,3 0,4 31,0 143,0 3,9 760,0 83,0 10,6 360 4,7 0,1 82,1 0 6,0 35,0 1,8 0 0 12,9 Sumber : (*) Daftar Komposisi Bahan Makanan, 2009 (**) Astawan, 2004


(35)

  2.8. Bahan Pembuatan Mi Basah

1. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mi. Tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu diantara serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada adonan mi menyebabkan mi yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar protein 8-12%, kadar abu 0,25-0,60% dan gluten basah 24-36 % (Astawan, 2004). Bila ingin mendapatkan mutu mi yang lebih baik dapat menggunakan terigu jenis hard flour dengan kadar gluten yang lebih tinggi. Berdasarkan kandungan protein (gluten), terdapat 3 jenis terigu yang ada dipasaran, yaitu sebagai berikut (Suyanti, 2010):

a. Terigu hard flour. Terigu jenis ini mempunyai kadar protein 12-13 %. Jenis tepung ini digunakan untuk pembuatan mi dan roti. Contohnya terigu cap cakra kembar.

b. Terigu medium hard flour. Jenis tepung ini mrngandung protein 9,5-11 %. Tepung ini banyak digunkan untuk campuran pembuatan mi, roti dan kue. Contohnya adalah terigu cap segitiga biru.

c. Terigu soft flour. Jenis terigu ini mengandung protein 7-8,5 %. Jenis tepung ini hanya cocok untuk membuat kue. Contohnya adalah terigu cap kunci.

Adapun komposisi zat gizi tepung terigu tiap 100 gram bahan dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(36)

 

Tabel.2.4. Komposisi Gizi Tepung Terigu tiap 100 gram Bahan

Komponen Zat Gizi Satuan Jumlah

Energi Protein Lemak Karbohidrat Serat Kalsium Fosfor Besi Natrium Vitamin A Tiamin Riboflavin Niasin Vitamin C Air kal g g g g mg mg mg mg SI mg mg mg mg g 333 9,0 1,0 77,2 0,3 22,0 150,0 1,3 2,0 0,0 0,10 0,07 1,0 0,0 11,8 Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan ,2009

2. Garam Dapur

Dalam pembuatan mi, penambahan garam dapur untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mi, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mi, serta untuk mengikat air (Astawan, 2004). Penambahan garam pada pembuatan mi juga dapat menghambat pertumbuhan jamur/kapang serta menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga adonan menjadi tidak lengket dan mengembang secara berlebihan (Suyanti, 2010).

3. Telur

Secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mi dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah terputus-putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saus mi waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus secukupnya saja, karena pemakaian yang berlebihan dapat menurunkan kemampuan mi menyerap air waktu direbus.


(37)

 

Kuning telur dipakai sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur terdapat lechitin. Selain sebagai pengemulsi, lechitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung dan untuk mengembangkan adonan. Penambahan kuning telur juga akan memberikan warna yang seragam (Astawan, 2004).

2.9. Proses Pembuatan Mi Basah 1. Pencampuran dan pengadukan

Tahap awal dalam pembuatan mi adalah pencampuran tepung terigu dengan air. Campuran diaduk sampai menjadi adonan yang merata, lama proses ini kira-kira 15 menit. Adonan yang terbentuk diharapkan lunak, lembut, halus, dan kompak (Astawan, 2004). Tujuan pengadukan adalah mencampur rata air dan bahan lainnya hingga membentuk adonan yang seragam. Pengadukan juga bertujuan untuk mengembangkan gluten serta membentuk warna mi. Waktu pengadukan yang baik sekitar 15 menit. Jika pengadukan lebih dari 25 menit, akan menyebabkan adonan keras, rapuh, dan kering. Sementara itu, pengadukan kurang dari 15 menit akan menyebabkan adonan lengket dan tidak merata. Ciri adonan yang baik adalah tidak menggumpal dan tidak kering, serta berwarna kekuningan merata (Suyanti, 2010).

Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air, membuatnya merata dengan mencampur dan membuat adonan dengan bentuk jaringan gluten dengan meremas-remas. Untuk membuat adonan yang baik, faktor yang harus diperhatikan adalah jumlah air yang ditambahkan, waktu pengadukan dan temperatur (Soenaryo, 1985).


(38)

 

Setelah adonan menjadi homogen, campuran tersebut dimasukkan ke dalam mesin pelempeng. Dalam mesin pelempeng, adonan akan dibentuk menjadi lempengan-lempengan, dimana pada proses ini serat-serat gluten akan menjadi halus (Astawan, 2004). Adonan mi yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam alat pembuat lembaran secara bertahap. Awalnya, lembaran yang terbentuk berupa lempengan tebal. Penggilingan dilakukan beberapa kali sampai diperoleh lembaran agak tebal yang kalis/merata. Penurunan ketebalan dilakukan secara bertahap. Hal ini disebabkan jumlah penipisan akan berpengaruh terhadap sifat mi yang dihasilkan. Lembaran mi yang terbentuk sebaiknya tidak sobek, permukaanya halus berwarna kekuningan, dan merata serta terjaga dari kotoran (Suyanti,2010).

3. Pembentukan Mi

Dari lembaran tipis tersebut kemudian secara otomatis masuk ke dalam mesin penyisir lembaran tipis membentuk untaian tali seperti pita dengan selera konsumen (Ubaidillah, 1997). Lembaran mi dimasukkan ke dalam alat pemotong mi dan alat diputar sampai lembaran mi terpotong habis. Mi dibuat dalam bentuk pilinan (bergelombang) karena memiliki keuntungan, diantaranya adalah mempercepat laju penguapan dan penggorengan karena adanya konduksi panas dan sirkulasi panas dari minyak di dalamnya (Astawan, 2004).

4. Perebusan

Setelah melalui proses pencetakan dilakukan pemasakan mi dengan cara perebusan yaitu air dimasukkan ke wajan kemudian dimasak sampai mendidih. Mi dimasak selama dua menit sambil diaduk perlahan. Api yang yang digunakan untuk merebus ini harus besar agar waktu perebusan singkat. Apabila waktu perebusan


(39)

 

lama, mi akan menjadi lembek karena kadar air yang masuk ke dalam mi (Astawan, 2004).

5. Pendinginan

Mi yang telah direbus kemudian didinginkan. Tujuan pendinginan adalah untuk melepaskan sisa uap panas. Jika tidak didinginkan, sisa uap panas akan terkondensasi saat dikemas sehingga memberi peluang jamur untuk tumbuh (Suyanti, 2010). Mi yang telah direbus didinginkan dengan menggunakan kipas angin dalam mesin pendingin. Mesin ini bekerja dengan meniupkan angin ke arah mi yang masih panas. Proses pendinginan ini akan menyebabkan pengerasan minyak yang terserap dan menempel pada mi sehingga mi pun menjadi keras (Astawan, 2004).

2.10. Daya Terima

Penilaian daya terima menggunakan uji organoleptik metode hedonik meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur. Penilaian organoleptik disebut juga penilaian dengan indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling sederhana. Penilaian organoleptik banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian dengan cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberikan hasil penelitian yang sangat teliti, sifat subjektif pangan lebih umum disebut organoleptik atau sifat inderawi karena penilaian didasarkan pada rangsangan sensorik pada organ indera (Soekarto, 1985).

Menurut Soekarto (1985), uji penerimaan meliputi uji kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik. Dalam uji hedonik panelis diminta untuk menyatakan tanggapan pribadinya tentang tingkat kesukaan terhadap suatu produk. Tingkat kesukaan ini


(40)

 

disebut skala hedonik yang dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang dikehandaki. Kemudian dalam analisis data skala hedonik tersebut ditransformasikan dalam skala numerik dan dilakukan analisis statistik.

2.11. Uji Organoleptik

Penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif. Penerapan penilaian organoleptik pada prakteknya disebut uji organoleptik yang dilakukan dengan prosedur tertentu. Uji akan menghasilkan data yang penganalisisan selanjutnya menggunakan metode statistik (Soekarto, 1985).

Sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisis data.

Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Panelis diperlukan untuk melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu komoditi. Panelis bertindak sebagai instrument atau alat. Panelis ini terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.


(41)

 

Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka, dan amat sangat tidak suka. Pada uji hedonik panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu produk. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti (Rahayu, 1998).

2.12 Panelis

Dalam penilaian organoleptik dikenal enam macam panelis, yaitu panelis perseorangan, panelis terbatas, panelis terlatih, panelis agak terlatih, panelis tidak terlatih, dan panelis konsumsi. Perbedaan keenam panelis tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilain organoleptik (Susiwi, 2009).

2.12.1 Panelis Perseorangan

Panelis perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat sensitif. Panelis perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, dan penilaian efisien. Panelis perseorangan biasanya digunakan untuk mendeteksi penyimpangaan yang tidak terlalu banyak dan mengenali penyebabnya.


(42)

 

Panelis terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bisa lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil.

2.12.3. Panelis Terlatih

Panelis terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.

2.12.4. Panelis Agak Terlatih

Panelis agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumnya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu. Panelis agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya.

2.12.5. Panelis Tidak Terlatih

Panelis tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis-jenis suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panelis tidak terlatih hanya diperbolehkan mengenal sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panelis tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita.


(43)

 

Panelis konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panelis ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

2.13. Hipotesa Penelitian

Ha : Ada pengaruh penambahan tempe dan wortel dalam pembuatan mi basah dengan perbandingan (30%:20%), (25%:25%), dan (20%:30%) terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur mi basah.


(44)

  BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, menggunakan rancangan penelitian acak lengkap yang terdiri atas dua faktor yaitu tempe dan wortel dengan 3 perlakuan penambahan tempe (30%, 25%, 20%) dan wortel (20%, 25%, 30%) dengan simbol E1 , E2 dan E3 yang diulang sebanyak 2 kali

(i = 1, 2) dengan maksud untuk memperkecil eror atau kesalahan yang mungkin terjadi pada saat penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan mi basah dengan penambahan tempe dan wortel.

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan Penelitian

Perlakuan

Ulangan (U)

1 2

E1 E11 E12

E2 E21 E22

E3 E31 E32

Keterangan :

- E1 = mi dengan penambahan tempe (30%) dan wortel (20%)

- E2 = mi dengan penambahan tempe (25%) dan wortel (25%)

- E3 = mi dengan penambahan tempe (20%) dan wortel (30%)

- E11 = perlakuan E1 pada ulangan ke-1

- E12 = perlakuan E1 pada ulangan ke-2

- E21 = perlakuan E2 pada ulangan ke-1

- E22 = perlakuan E2 pada ulangan ke-2

- E31 = perlakuan E3 pada ulangan ke-1

- E32 = perlakuan E3 pada ulangan ke-2


(45)

  3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian pembuatan mi basah tempe dan wortel dilakukan di rumah peneliti yang beralamat Jl. Harapan Pasti Barat Gg. Swadaya No. 1 Medan. Sedangkan pelaksanaan uji daya terima mi basah tempe dan wortel dilakukan di Laboratorium Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM-USU) Medan.

3.2.2.Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2013 sampai dengan bulan September 2013.

3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah mi basah yang terbuat dari campuran tepung terigu, tempe dan wortel sebanyak (50%,30%, 20%), (50%, 25%, 25%) dan (50%, ,20%, 30%,).

3.4. Defenisi Operasional

1. Mi basah adalah mie yang dihasilkan dari pencampuran tepung terigu, tempe dan wortel yang diolah dengan cara direbus.

2. Uji daya terima adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik tiga titik sebagai acuan. 3. Uji daya terima terhadap warna adalah pengujian yang dilakukan untuk

mengetahui tingkat daya terima konsumen terhadap corak rupa yang ditimbulkan oleh mi basah berbasis tempe dan wortel.


(46)

 

4. Uji daya terima terhadap aroma adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen terhadap bau khas mi basah berbasis tempe dan wortel.

5. Uji daya terima terhadap rasa adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen terhadap rasa mi basah berbasis tempe dan wortel. 6. Uji daya terima terhadap tekstur adalah pengujian yang dilakukan untuk

mengetahui tingkat daya terima konsumen terhadap konsistensi atau kekenyalan yang ditimbulkan oleh mi basah berbasis tempe dan wortel.

7. Panelis adalah mahasiswa yang diuji tingkat kesukaannya terhadap mi basah berbasis tempe dan wortel yaitu sebanyak 30 orang panelis.

3.5. Alat dan Bahan 3.5.1. Alat

Alat yang dugunakan dalam penelitian ini adalah :

a. timbangan g. blender

b. alat pencetak mi (ampia) h. kompor gas c. pisau i. baskom

d. talenan j. tirisan

e. panci k. sendok

f. kemasan mi g. gelas ukur

3.5.2. Bahan

Penggunaan bahan di dalam eksperimen ini dipilih bahan yang berkualitas baik, misalnya kondisi bahan masih baik, tidak busuk, tidak berubah warna dan tidak


(47)

 

kadaluarsa. Adapun bahan yang digunakan di dalam eksperimen ini yaitu tepung terigu hard flour merk “cakra kembar”, tempe, wortel, telur, dan garam.

Untuk menghasilkan mie basah dengan penambahan tempe dan wortel yang berkualitas perlu perbandingan ukuran bahan-bahan. Adapun perbandingan ukuran bahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti pada table 3.2.

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Penelitian

Bahan Perlakuan

E1 E2 E3

Tepung terigu 250 g 250 g 250 g

Tempe 150 g 125 g 100 g

Wortel 100 g 125 g 150 g

Garam 10 g 10 g 10 g

Telur 50 g 50 g 50 g

Keterangan:

Berat total dari bahan utama = 500 gram

Tepung terigu 50% = 50% x 500 gram = 250 gram Tempe 30% = 30% x 500 gram = 150 gram Tempe 25% = 25% x 500 gram = 125 gram Tempe 20% = 20% x 500 gram = 100 gram Wortel 20% = 20% x 500 gram = 100 gram Wortel 25% = 25% x 500 gram = 125 gram Wortel 30% = 30% x 500 gram = 150 gram 3.6. Tahapan Penelitian

3.6.1. Pembuatan Mi Basah

a. Pembuatan bubur tempe

Pembuatan bubur tempe di dalam penelitian ini dipilih tempe yang bagus dan tidak busuk. Tempe dipotong dengan ukuran kurang lebih 1 cm x 0,5 cm dengan pisau. Kemudian tempe diblender dengan air sebanyak 15 ml sampai halus selama 3 menit sehingga menghasilkan bubur tempe. Untuk lebih jelas proses penghalusan dapat dilihat dengan diagram alir gambar 3.1 di bawah ini.


(48)

 

Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Bubur Tempe

b. Pembuatan bubur wortel

Pembuatan bubur wortel dilakukan dengan memberikan perlakuan pendahuluan yaitu memilih wortel yang tidak busuk dan dalam keadaan segar. Wortel dicuci dengan air mengalir. Kemudian wortel dikupas untuk menghilangkan kulitnya dan dipotong keci-kecil dengan ukuran kurang lebih 1 cm x 0,5 cm dengan pisau. Kemudian wortel diblender dengan air sebanyak 15 ml sampai halus selama 5 menit sehingga menghasilkan bubur wortel. Untuk lebih jelas proses pembuatan bubur wortel dapat dilihat dengan diagram alir gambar 3.2 di bawah ini.

Tempe

Bubur tempe Pengirisan/ ukuran

kecil-kecil ± 1 cm x 0,5 cm dengan pisau

Diblender selama 3 menit


(49)

 

Gambar 3.2. Diagram Alir Pembuatan Bubur Wortel

c. Pencampuran bahan

Pencampuran tepung terigu, bubur tempe dan bubur wortel yang sudah dihaluskan dengan perbandingan E1 : 50% : 30% : 20%, E2 : 50% : 25% : 25%, dan

E3 : 50% : 20% : 30% dengan perlakuan total 500 g. Kemudian dilakukan

pencampuran dengan bahan lainnya yaitu garam 10 g, telur 50 g, 30 ml sari wortel yang sudah dipisahkan dari seratnya dan diletakkan dalam baskom. Secara perlahan-lahan, campuran tersebut diaduk rata dengan menggunakan mixer.

d. Pengulenan Adonan

Adonan yang sudah membentuk gumpalan selanjutnya diuleni. Pengulenan dilakukan secara berulang-ulang selama sekitar 15 menit.

e. Pembentukan Lembaran

Wortel

Diblender selama 5 menit Pengirisan/ ukuran

kecil-kecil ± 1 cm x 0,5 cm dengan pisau Pengupasan kulit wortel

Pencucian wortel


(50)

 

Adonan yang sudah kalis selanjutnya dimasukkan ke dalam alat pelempeng. Dalam mesin pelempeng, adonan akan dibentuk menjadi lembaran-lembaran. Awalnya lembaran yang didapat adalah lembaran yang masih tebal, kemudian dilakukan beberapa kali penipisan, dimana penipisan ini dilakukan secara bertahap agar lembaran yang terbentuk tidak mudah sobek.

f. Pencetakan Mi

Lembaran mi dimasukkan ke dalam alat pemotong mi dan alat diputar sampai lembaran mi terpotong habis.

g. Perebusan

Setelah mi terbentuk lalu dilakukan proses perebusan. Air dimasukkan ke dalam panci, kemudian dimasak sampai mendidih. Mi dimasak selama 2 menit pada suhu 100 oC sambil diaduk perlahan. Api yang digunakan untuk merebus mi harus besar supaya waktu perebusan singkat. Apabila waktu perbusan lama, mi akan menjadi lembek.

h. Pendinginan

Mi hasil perebusan kemudian ditiriskan dalam wadah. Selanjutnya, didinginkan dan bisa ditambahkan minyak makan agar tekstur mi lebih kelihatan halus dan antar pilinan tidak lengket. Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat pada diagram alir gambar 3.3 di bawah ini.


(51)

 

Mi Basah Daya Terima Gambar 3.3. Diagram Alir Pembuatan Mi Basah

Tempe T1 = 30 % T2 = 25 % T3 = 20 %

Wortel W1 = 20 % W2 = 25 % W3 = 30 % Tepung terigu 50 %

Pencampuran bahan (mixer)

Pengulenan adonan selama 15 menit

Bahan : Garam 10 g Telur 50 g

Pembentukan lembaran

Pembentukan mi dengan ampia

Perebusan 100ºC selama 2 menit

Penirisan


(52)

  3.6.2. Uji Daya Terima Mi Basah

Penilaian secara subjektif dilakukan dengan uji organoleptik. Uji organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan/hedonik menyatakan suka/tidaknya terhadap suatu produk.

Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai acuan, namun mempermudah penelis dan peneliti skala ini diperkecil menjadi 3 tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang paing tinggi adalah 3. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuai dengan tabel 3.3 berikut :

Tabel 3.3 Tingkat Penerimaan Konsumen

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik

Warna Suka Kurang Suka Tidak Suka 3 2 1 Aroma Suka Kurang suka Tidak suka 3 2 1 Rasa Suka Kurang Suka Tidak Suka 3 2 1 Tekstur Suka Kurang Suka Tidak Suka 3 2 1

Untuk penilaian kesukaan/analisa sifat sensoris suatu komoditi diperlukan alat instrumen, alat yang digunakan terdiri dari orang/kelompok orang yang disebut panel, orang yang bertugas sebagai panel disebut panelis.


(53)

  a. Waktu dan tempat

Penilaian uji daya terima terhadap mi basah dengan penambahan tempe dan wortel hasil percobaan dilaksanakan di Laboratorium Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, September 2013

b. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada mi basah dengan penambahan tempe dan wortel adalah tepung terigu, tempe dan wortel, sedangkan alat yang digunakan adalah formulir penilaian, alat tulis dan air minum dalam kemasan.

2. Langkah-langkah Pada Uji Daya Terima

a. Mempersilahkan panelis untuk duduk di ruangan yang telah disediakan.

b. Membagikan sampel dengan kode sesuai variasi, air minum dalam kemasan, formulir penilaian dan alat tulis.

c. Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan cara pengisisan formulir.

d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan penilaian pada lembar formulir penilaian.

e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.

f. Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam.

3.6.3. Panelis

Panelis dalam penelitian ini adalah panelis tidak terlatih yaitu mahasiswa FKM USU sebanyak 30 orang yang digunakan untuk menguji tingkat kesukaan mi basah yang terbuat dari modifikasi tepung terigu dengan tempe dan wortel.


(54)

 

Syarat-syarat menjadi panelis yaitu antara lain sehat secara fisik dan mental (lahir dan batin), tidak merokok, tidak lelah, dan bisa bekerja sama.

3.6.4. Perhitungan Zat Gizi Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel

Perhitungan zat gizi mi basah dengan penambahan tempe dan wortel dilakukan dengan pendekatan perhitungan zat gizi pada bahan pembuatan mi dengan menggunakan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan). Pada penelitian ini, akan dihitung komposisi zat gizi mi basah yaitu protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, vitamin A, tiamin, riboflavin, niasin, vitamin C, dan air.

3.7. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif persentase, kemudian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pada masing-masing perlakuan maka digunakan analisis sidik ragam. Analisis deskriptif persentase ini digunakan untuk mengkaji reaksi panelis terhadap suatu bahan yang diujikan. Untuk mengetahui tigkat kesukaan dari panelis dilakukan analisis deskriptif kualitatif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari panelis harus dianalisis dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk mendapatkan persentase dirumuskan sebagai berikut

% = x 100

Keterangan :

% = skor presentase


(55)

  N = skor ideal (skor tertinggi x jumlah panelis)

Untuk mengubah dat skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen, analisinya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu sebagai berikut :

Nilai tertinggi = 3 (suka) Nilai terendah = 1 (tidak suka) Jumlah kriteria yang ditentukan = 3 kriteria Jumlah panelis = 30 orang

a. Skor maximum = jumlah panelis x nilai tertinggi = 30 x 3 = 90

b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terendah = 30 x 1 = 30

c. Persentase maksimum = x 100% = x 100% = 100%

d. Persentase minimum = x 100%

= x 100% = 33,3%

e. Rentangan = Nilai tertinggi – Nilai terendah = 100% - 33,3% = 66,7%

f. Interval presentase = Rentangan : Jumlah kriteria = 66,7% : 3 = 22,2%  22%

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat interval persentase dan criteria kesukaan sebagai berikut :


(56)

 

Table 3.4. Interval Persentase Dan Criteria Kesukaan

Presentase (%) Criteria kesukaan

78 - 100 Suka

56 – 77,99 Kurang suka

34 – 55,99 Tidak suka

Setelah mengetahui bagaimana penerimaan panelis terhadap mi basah dengan penambahan tempe dan wortel yang dihasilkan, langkah selanjutnya adalah mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada organoleptik mi basah dengan penambahan tempe dan wortel dengan berbagai kosentrasi, maka dapat dilakukan beberapa tahap uji, yaitu :

1. Uji Barlett, dilakukan untuk menguji kesamaan varians populasi.

2. Uji Anova, dilakukan apabila varians populasi dimana sampel ditarik adalah sama (homogen).

3. Uji Kruskal Wallis, dilakukan apabila varians populasi dimana sampel ditarik adalah tidak sama.

Data yang sudah dikumpulkan, diolah secara manual kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam dengan rumus sebagai berikut : Uji analisis varians (anova), dengan analisis sidik ragam rancangan acak lengkap (Rahayu, 1998).

Tabel 3.5. Daftar Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap Sumber

Keragaman Db JK KT F. Hitung

F. Tabel 5% 1%

Perlakuan

Galat

t-1 = V1

(rt-1)-(r-1) = V2

JKH JKG

JKH (t-1) JKG (rt-1)-(r-1)

KTP KTG


(57)

  Total rt-1 JKT Keterangan :

F : Uji-F JK : Jumlah kuadrat r : Jumlah perlakuan KT : Kuadrat tengah

t : Jumlah pengulangan G : Galat Rumus :

1. Derajat Bebas (db) a. db perlakuan = r-1

b. db galat = (rt-1)-(r-1) c. db total = (rt-1) 2. Factor Koreksi (FK)

factor koreksi = 3. Jumlah Kuadrat (JK)

a. Jumlah kuadrat total = ∑Yij2 – FK

b. Jumlah Kuadrat Perlakuan =

c. Jumlah kuadrat galat = jumlah kuadrat total - jumlah kuadrat perlakuan 4. Kuadrat Total (KT)

a. KT Perlakuan =

b. KT galat = 5. F Hitung

F Hitung =


(58)

  KT Galat Jumlah Kelompok

Lihat table F, dimana : pembilang = db perlakuan, penyebut = db galat Bila F.Hitung > F.Tabel = H0 di tolak, Ha diterima

Bila F.Hitung < F.Tabel = H0 diterima, Ha ditolak

Dengan menggunakan derajat bebas α 5%

Bila F.Hitung > F. Tabel berarti ada perbedaan antara perlakuan-perlakuan tersebut. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tiap-tiap perlakuan maka akan dilanjutkan dengan uji ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test). Dengan uji ganda Duncan maka dapat diketahui perlakuan mana yang paling berbeda dengan perlakuan lainnya dan perlakuan mana yang hanya sedikit berbeda dengan perlakuan lainnya.

Sy =

Kemudian dilanjutkan dengan menghitung range tingkat nyata 5% dengan melihat derajat bebas galat dimana akan diperoleh :


(59)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Mi Basahdengan Penambahan Tempe dan Wortel

Karakteristik mi basah pada perlakuan pertama (E1), mi yang mendapat

tambahan tempe 30 % dan wortel 20%, mi berwarna kuning pucat, aroma dan rasanya didominasi oleh aroma dan rasa tempe, serta bertekstur elastis dan basah. Pada perlakuan kedua (E2), mi yang mendapat tambahan tempe 25% dan wortel 25%

berwarna kuning muda, aroma dan rasanya sedikit beraroma dan rasa tempe wortel, serta bertekstur elastis dan basah. Sedangkan pada perlakuan ketiga (E3), mi yang

mendapat tambahan tempe 20% dan wortel 30%), mie berwarna kuning muda sedikit kecoklatan, aroma dan rasanya khas wortel, teksturnya elastis dan basah.

Berdasarkan ketiga perlakuan yang berbeda terhadap mi basah dengan penambahan tempe dan wortel maka dihasilkan mi basah yang berbeda. Perbedaan ketiga mi basah yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 4.1 dan tabel 4.1 berikut ini:

E1 E2 E3


(60)

Tabel 4.1. Karakteristik Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel

Karakteristik Mi Basah

E1 E2 E3

Warna Kuning pucat Kuning muda Kuning muda sedikit kecoklatan Aroma Khas tempe Khas tempe wortel Khas wortel Rasa Khas tempe Khas tempe wortel Khas wortel Tekstur Basah dan elastis Basah dan elastis Basah dan elastis

Keterangan:

E1 : tepung terigu 50%, tempe 30% dan wortel 20%

E2 : tepung terigu 50%, tempe 25% dan wortel 25%

E3 : tepung terigu 50%, tempe 20% dan wortel 30%

4.2. Deskriptif Panelis

Panelis adalah 30 orang mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sumatera Utara (USU) yang masih aktif kuliah, baik dari jalur SLTA maupun jalur Ekstensi. Panelis terdiri dari 25 orang perempuan dan 5 orang laki-laki. Umur panelis berkisar antara 21-33 tahun. Pada saat diminta tanggapan/penilaiannya, secara visual panelis tidak dalam keadaan sakit, tidak mengalami cacat fisik pada organ yang dipakai untuk menilai dan dalam keadaan emosional yang stabil.

4.3. Analisis Organoleptik Warna Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel

Hasil analisis organoleptik warna mi basah dengan menggunakan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini:

Tabel 4.2. Hasil Analisis Organoleptik Warna Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tempe dan Wortel

Warna Mie Basah

Kriteria Skor E1 E2 E3

P S % P S % P S %

Suka 3 8 24 26,67 20 60 66,67 10 30 33,33 Kurang Suka 2 17 34 37,78 10 20 22,22 19 38 42,22

Tidak Suka 1 5 5 5,55 0 0 0 1 1 1,11

Total 30 63 70 30 80 88,89 30 69 76,66


(61)

P : Panelis S : Skor

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, dapat diketahui bahwa total skor tertinggi dalam uji organoleptik terhadap warna mi basah dengan penambahan tempe 25% dan wortel 25% (E2) yaitu 80 (88,89%) dengan kriteria kesukaan adalah suka. Sedangkan yang

memiliki skor terendah adalah warna mi basah dengan penambahan tempe 30% dan wortel 20% (E1) yaitu 63 (70%) dengan kriteria kesukaan adalah kurang suka. Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai warna mi basah penambahan tempe 25% dan wortel 25% (E2).

Hasil analisis sidik ragam terhadap warna mi basah dengan penambahan tempe dan wortel dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Warna Sumber

Keragaman db JK KT Fhitung

Ftabel Keterangan 0,05

Perlakuan 2 4,96 2,48

7,75 3,15 FHi > F Tabel

Galat 87 27,67 0,32

Total 89 32,63

Keterangan : db : derajat bebas JK : jumlah kuadrat KT : kuadrat total

Berdasarkan analisis sidik ragam pada tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa nilai Fhitung (7,75) > Ftabel (3,15), maka ada perbedaan hasil penilaian terhadap warna pada setiap mie basah yang dihasilkan. Oleh karena adanya perbedaan antara ketiga perlakuan tersebut maka dapat dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan dan didapatkan hasilnya seperti tabel 4.4 berikut ini.


(1)

LSR = Range x Standar Error Rata-rata

3. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Rasa Mi Basah

Perlakuan E1 E3 E2

Rata-rata 1,97 2 2,56

E3 – E1= 2 – 1,97 = 0,03 < 0,32 Jadi E3 = E1 E2 – E1= 2,56 – 1,97 = 0,59 > 0,34 Jadi E2 ≠ E1 E2 – E3= 2,56 – 2 = 0,56 > 0,32 Jadi E2≠ E3

Berdasarkan tabel uji Duncan di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap perlakuan E3 sama dengan perlakuan E1, namun perlakuan E2 berbeda dengan perlakuan E1 dan E3 . Hal ini berarti bahwa rasa mi basah pada perlakuan E2 yang mendapat tambahan tempe 25% dan wortel 25% lebih disukai daripada rasa mi basah pada perlakuan E1 dan E3 karena rasa mi basah pada parlakuan E2 mendapatkan penilaian paling tinggi (2,56), dimana semakin tinggi tingkat penilaian maka rasa mi basah akan semakin disukai oleh panelis.


(2)

Lampiran 5

Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis Terhadap Tekstur Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel

Jenis

Kelamin Peminatan

Perlakuan Total Panelis

E1 E2 E3 Yi Y²ij (Yi)²

P1

Kependudukan dan Kesehatan Reproduksi

2 2 3 7 17 49

P2 2 3 2 7 17 49

P3 2 3 1 6 14 36

P4 1 3 2 6 14 36

P5 3 2 2 7 17 49

P6 2 2 3 7 17 49

P7 1 3 2 6 14 36

P8 2 2 2 6 12 36

P9 3 3 3 9 27 81

P10

Biostatistika

2 2 2 6 12 36

L11 2 2 2 6 12 36

P12 2 2 2 6 12 36

L13

Epidemiologi

2 3 2 7 17 49

P14 2 3 2 7 17 49

P15 2 3 2 7 17 49

P16 2 3 2 7 17 49

P17 2 2 2 6 12 36

P18

Gizi

3 2 3 8 22 64

P19 3 3 3 9 27 81

P20 3 2 3 8 22 64

P21 3 3 1 7 19 49

P22 3 3 3 9 27 81

P23 Kesehatan & Keselamatan Kerja

2 3 2 7 17 49

L24 2 3 2 7 17 49

P25

Kesehatan Lingkungan

2 2 2 6 12 36

P26 3 3 3 9 27 81

P27 2 3 1 6 14 36

L28 3 3 2 8 22 64

L29 Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku

2 2 2 6 12 36

P30 3 2 3 8 22 64

Yi Y²ij (Yi)² Rata-rata

68 77 66 211

164 205 156 525

4624 5929 4356 14909


(3)

a. Varians

b. Varians Total

= 0,325

c. Uji Barlett

Ho = σ12 = σ22 = σ32

Ha = sekurang-kurangnya ada 2 varians populasi (σ2) yang tidak sama

= 1,3977

= 0,9325

Ternyata bH (1,3977) > bc (0,9325) → Ho diterima, hal ini menjelaskan bahwa varians ketiga populasi darimana sampel ditarik sesungguhnya homogen (sama) sehingga dapat dilanjutkan dengan Uji Anova.


(4)

Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap Tekstur Mi Basah dengan Penambahan Tempe dan Wortel

1. Derajat Bebas (db)

a. db perlakuan = 3 1 = 2

b. db galat = (3 x 30 1) (3 1) = 87 c. db jumlah = (3 x 30) 89

2. Faktor Koreksi (FK)

Faktor koreksi = =

= 494,67

3. Jumlah Kuadrat (JK)

a. Jumlah kuadrat total = 525 494,67 = 30,33

b. Jumlah kuadrat perlakuan = 494,67 = 496,96 494,67

= 2,29

c. Jumlah kuadrat galat = 30,33 2,29 = 28,04

4. Kuadrat Total (KT)

a. Kuadrat total perlakuan = = 1,15


(5)

b. Kuadrat total galat = = 0,32

5. F hitung

Fhitung = = 3,59

Sumber

Keragaman db JK KT Fhitung

Ftabel Keterangan 0,05

Perlakuan 2 2,29 1,15

3,59 3,15 Ada

Perbedaan

Galat 87 28,04 0,32

Total 89 30,33

Berdasarkan tabel analisa sidik ragam di atas, dapat dilihat bahwa Fhitung (3,59) > Ftabel (3,15) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tekstur pada setiap perlakuan.

Uji Ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) Terhadap Hasil Analisa

Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap TeksturMi Basah

1. Standar Eror Rata-rata (Sy)

= 0,103

2. Least Significant Ranges (LSR)

P 2 3

Range 2,80 2,95

LSR 0,29 0,30

Keterangan :

P = Banyaknya nilai tengah dalam wilayah yang diuji

Range = Harga nisbah terendah untuk Uji Kurun Ganda Duncan pada beda nyata pada tingkat 5% dengan derajat bebas galat = 87 ~ 100


(6)

LSR = Range x Standar Error Rata-rata

4. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Tekstur Mi Basah

Perlakuan E3 E1 E2

Rata-rata 2,20 2,26 2,57

E1 – E3= 2,26 – 2,20 = 0,06 < 0,29 Jadi E1 = E3 E2 – E3= 2,57 – 2,20 = 0,37 > 0,30 Jadi E2 ≠ E3 E2 – E1 = 2,57 – 2,26 = 0,31 > 0,29 Jadi E2≠ E1

Berdasarkan tabel uji Duncan di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap perlakuan E1 sama dengan perlakuan E3, namun perlakuan E2 berbeda dengan perlakuan E1 dan E3 . Hal ini berarti bahwa tekstur mi basah pada perlakuan E2 yang mendapat tambahan tempe 25% dan wortel 25% lebih disukai daripada tekstur mi basah pada perlakuan E1 dan E3 karena tekstur mi basah pada parlakuan E2 mendapatkan penilaian paling tinggi (2,57), dimana semakin tinggi tingkat penilaian maka tekstur mi basah akan semakin disukai oleh panelis.