Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung, di Kelurahan Dago, Bandung

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEGIATAN
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
CIKAPUNDUNG, DI KELURAHAN DAGO, BANDUNG

LOURENZA R. RADJABAYCOLLE

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Partisipasi Masyarakat
dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung, di Kelurahan Dago,
Bandung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skipsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Lourenza R. Radjabaycolle
NIM I34090143

2

ABSTRAK
LOURENZA R. RADJABAYCOLLE. Partisipasi Masyarakat dalam
Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung, di Kelurahan Dago,
Bandung. Dibimbing oleh SUMARDJO
Partisipasi masyarakat pada kegiatan pengelolaan DAS Cikapundung di
Kelurahan Dago merupakan suatu usaha masyarakat dalam menjaga dan
melestarikan DAS. penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat partisipasi
masyarakat di Kelurahan Dago terhadap kegiatan pengelolaan DAS Cikapundung,
dan faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap pengelolaan DAS, serta
hubungan sikap pengelolaan DAS dengan tingkat partisipasi masyarakat. Data
dianalisis menggunakan uji korelasi peringkat Spearman dan pangkat kuadrat.
Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan

Dago tergolong cukup baik. Kecenderungan sikap masyarakat terhadap kegiatan
pengelolaan DAS di Kelurahan Dago merupakan komponen utama untuk
mendorong masyarakat agar mau berpartisipasi pada kegiatan pengelolaan DAS.
Kata kunci: partisipasi, perilaku masyarakat

ABSTRACT
LOURENZA R. RADJABAYCOLLE. Community Participation in
Cikapundung Watershed Management Activities, in Dago Village, Bandung.
Supervised by SUMARDJO
Community participation in Cikapundung watershed management
activities in Dago Village is the effort of community in maintaining and
preserving the watershed. This study aims to determine the level of community
participation in Dago Village on Cikapundung watershed management activities,
and the factors related to the attitude of watershed management, watershed
management and attitude relationship with the level of community participation.
Data were analyzed using Rank spearman correlation test and the Chi-square
function. This research suggests that the level of community participation in Dago
Village appertain passably. The tendency of people's attitudes towards watershed
management activities in Dago Village is a major component to encourage the
participate in watershed management activities.

Keywords: participation, people’s behaviors.

3

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEGIATAN
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
CIKAPUNDUNG, DI KELURAHAN DAGO, BANDUNG

LOURENZA R. RADJABAYCOLLE

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

4

Judul
Nama
NRP

: Praktek Pemberian Makan, Konsumsi Pangan, Stimulasi
Psikososial dan Perkembangan Balita Stunting dan Normal
: Leliyana Nursanti
: 114114006

Disetujui oleh

Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc.
Pembimbing I

Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

o 7 OCT

LOB

Neti Hernawati, SP, M.Si.
Pembimbing II

5

Judul Skripsi : Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai Cikapundung, di Kelurahan Dago, Bandung.
Nama
: Lourenza R. Radjabaycolle
NIM
: I34090143

Disetujui oleh


Prof Dr Ir Sumardjo, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

6

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus karena
kasih dan setia-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga penulisan skripsi
yang berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai Cikapundung, di Kelurahan Dago, Bandung” dapat diselesaikan dengan
baik. Pada kegiatannya, apabila kita melihat dengan rinci maka kita akan
mengetahui bagaimana peran masyarakat khususnya masyarakat di Kelurahan
Dago dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung. Penulisan skripsi

ini merupakan syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Sumardjo, MS,
yang selama ini telah membimbing penulis dalam penulisan skripsi dari awal
sampai selesai. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada ayah tercinta,
Marthen J. Radjabaycolle dan ibu tercinta, Mathelda Kansil, serta kakak adik
tercinta, Helena, Bastian, Samson dan Febrian yang selalu memberikan dukungan
melalui doa dan kasih sayang. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Lila, Melisa Ansela, Tanti, Sondang, Vici dan teman-teman SKPM 46 yang telah
memberikan semangat dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada teman-teman diaspora
yang selalu mendukung penulis dalam doa.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna,
untuk itu kritik dan saran yang bertujuan untuk melengkapi penulisan skripsi ini
sangat diharapkan sehingga bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2013
Lourenza R. Radjabaycolle

7


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Konsep Pengelolaan Daerah Aliran Sungai


3

Konsep Perilaku dan Sikap

4

Konsep Proses Sosial dan Interaksi Sosial

5

Konsep Partisipasi

6

1.
2.
3.
4.

Pengertian Partisipasi

Tipologi Partisipasi
Faktor Internal
Faktor Eksternal

6
7
9
10

Kerangka Berpikir

11

Hipotesis Penelitian

11

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

12

METODE PENELITIAN

14

Lokasi dan Waktu Penelitian

14

Teknik Pengumpulan Data

14

Teknik Pengambilan Sampel

14

Teknik Pengolahan Data

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

17

Gambaran Umum Kelurahan Dago

17

Gambaran Umum Sungai Cikapundung

19

Deskripsi Kegiatan Pengelolaan DAS Cikapundung di Kelurahan Dago

19

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Intensitas Sikap Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Cikapundung di Kelurahan Dago

21

Tingkat Partisipasi Masyarakat di Kelurahan Dago terhadap Kegiatan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung

33

Analisis Hubungan Intensitas Sikap Masyarakat dengan Tingkat
Partisipasi Masyarakat terhadap Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran

8

Sungai Cikapundung di Kelurahan Dago

37

Pengembangan Partisipasi Masyarakat terhadap Kegiatan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Cikapundung di Kelurahan Dago

37

SIMPULAN DAN SARAN

40

DAFTAR PUSTAKA

42

LAMPIRAN

46

RIWAYAT HIDUP

51

9

DAFTAR TABEL
1

Tipe Partisipasi Masyarakat

7

2

Derajat Partisipasi dan Karakteristiknya

8

3

Penggunaan dan Luas Areal Tanah di Kelurahan Dago Tahun 2012

17

4

Data Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tahun 2013

18

5

Data Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kelurahan
Dago, Tahun 2012

18

Data penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Kelurahan Dago,
Tahun 2013

19

Distribusi Responden Menurut Tingkat Umur di Kelurahan Dago
Tahun 2013

21

6
7

8 Distribusi Responden menurut Jenis Pekerjaan di Kelurahan Dago
Tahun 2013

22

9 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendapatan di Kelurahan
Dago, Tahun 2013

23

10 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan
di Kelurahan Dago, Tahun 2013

23

11 Distribusi Responden Menurut Pernyataan Responden tentang
Peran Tokoh Masyarakat dalam Menghimbau Masyarakat Sekitar
di Kelurahan Dago , Tahun 2013

24

12 Distribusi Responden Menurut Pernyataan Responden tentang
Dukungan Masyarakat Sekitar terhadap Kegiatan Pengelolaan DAS
di Kelurahan Dago, Tahun 2013

25

13 Distribusi Responden Menurut Pernyataan Responden tentang
Tingkat Ketersediaan Fasilitas Pengelolaan DAS di Kelurahan Dago,
Tahun 2013

26

14 Distribusi Responden Menurut Pernyataan Responden tentang Sumber
Informasi Masyarakat tentang Kegiatan Pengelolaan DAS di Kelurahan
Dago, Tahun 2013

26

15 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Responden
di Kelurahan Dago, Tahun 2013

27

16 Distribusi Responden Menurut Kecenderungan Sikap Responden
di Kelurahan Dago, Tahun 2013

28

17 Distribusi Responden Menurut Kecenderungan Bertindak Responden
di Kelurahan Dago, Tahun 2013

29

18 Hubungan Faktor Internal dengan Intensitas Perilaku
Pengelolaan DAS

31

19 Hubungan Faktor Eksternal dengan Intensitas Perilaku
Pengelolaan DAS

32

20 Distribusi Responden Menurut Tingkat Partisipasi dalam

10

Perencanaan Kegiatan Pengelolaan DAS di Bantaran Sungai
Cikapundung, Tahun 2013

33

21 Distribusi Responden Menurut Tingkat Partisipasi dalam Pelaksanaan
Kegiatan Pengelolaan DAS Cikapundung di Kelurahan Dago, Tahun
2013

34

22 Distribusi Responden Menurut Tingkat Partisipasi dalam Pemantauan
dan Evaluasi Kegiatan Pengelolaan DAS Cikapundung di
Kelurahan Dago, Tahun 2013

35

23 Distribusi Responden Menurut Tingkat Partisipasi dalam Pemanfaatan
Hasil Kegiatan Pengelolaan DAS Cikapundung di Kelurahan Dago,
Tahun 2013

35

24 Hubungan Intensitas Perilaku Pengelolaan DAS dengan Partisipasi
Masyarakat Sekitar terhadap Kegiatan Pengelolaan DAS

37

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat Terhadap
Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

11

2 Metode Pengambilan Responden di Kelurahan Dago, Bandung

15

3 Pengembangan Partisipasi Masyarakat terhadap Kegiatan
Pengelolaan DAS Cikapundung di Kelurahan Dago

38

DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar Responden

46

2 Peta Lokasi Penelitian

48

4 Dokumentasi Lokasi Penelitian

49

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi beberapa daerah aliran sungai (DAS) telah dinilai sangat
memprihatinkan, sehingga sangat dibutuhkan pengelolaan DAS untuk menjaga
keberlangsungan dan keberlanjutannya. Keputusan Menteri Kehutanan No.
SK.328/Menhut-II/2009 menyebutkan bahwa sebesar 108 DAS dalam kondisi
kritis yang memerlukan prioritas penanganan (Litbang 2010). Menurut Undangundang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2004, DAS adalah suatu wilayah daratan
yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang
berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktivitas darat. Definisi ini menunjukan adanya keterkaitan yang saling
mempengaruhi antar kawasan yang berada di bagian hulu, tengah dan hilir sungai.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999
tentang pemerintah daerah yang menyatakan bahwa pemerintah pusat
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnnya
masing-masing. Hal ini sangat mempengaruhi ketidaksepadanan pengelolaan
karena setiap wilayah administrasi berusaha untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya. Efek dari pembangunan
tersebut menghasilkan dampak negatif terhadap wilayah administrasi lainnya,
khususnya untuk kawasan hilir sungai. Oleh karena itu, diperlukan sinergitas
pengelolaan DAS antar wilayah administrasi dan peran penting Stakeholder
(masyarakat, pemerintah dan swasta) dalam pengambilan keputusan yang lebih
mengutamakan keberlanjutan.
Menurut Tampubolon (2007), permasalahan lingkungan hidup disebabkan
oleh adanya ketidakharmonisan antara aktivitas ekonomi dengan eksistensi dan
terbatasnya kapasitas sumberdaya alam dalam upaya memenuhi kebutuhan
manusia. Hal ini disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan
di segala sektor yang tinggi sehingga menyebabkan menurunnya daya dukung
wilayah. Terutama perubahan tata guna lahan dan konversi hutan (land use
change and forestry). Kerusakan ekosistem DAS terutama disebabkan oleh
aktivitas manusia, untuk itu perbaikan terhadap kerusakan lingkungan DAS sangat
bergantung pula pada aktivitas manusia yang sebenarnya dapat diatur melalui
swadaya masyarakat yang sadar akan pentingnya aksi penyelamatan DAS.
Pengelolaan sumberdaya alam pada suatu DAS, perlu dikelola secara
berkelanjutan dengan menyeimbangkan aspek ekonomi, ekologis dan sosial. Pada
kenyataanya keseimbangan ini tidak terjadi karena pemanfaatan sumberdaya alam
DAS lebih berorientasi pada aspek ekonomi sehingga mengakibatkan menurunnya
kualitas DAS di berbagai wilayah di Indonesia (Karyana 2007). Salah satu
langkah awal untuk mengatasi kerusakan DAS yang semakin parah adalah dengan
membentuk gerakan masyarakat untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan
ekosistem DAS (Halimatusadiah et al. 2012). Gerakan masyarakat dalam menjaga
dan melestarikan DAS dapat dilihat pada masyarakat di Kelurahan Dago,
Kecamatan Coblong, Bandung, Jawa Barat yang membentuk komunitas-

2

komunitas yang peduli terhadap Cikapundung dan mengajak masyarakat sekitar
untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan untuk
penyelamatan DAS.
Perumusan Masalah
Partisipasi masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam
menjaga keberlanjutan DAS. Untuk itu, partisipasi yang terdapat pada masyarakat
di Kelurahan Dago, Bandung, Jawa Barat sangat penting untuk dikaji, maka
pertanyaan khusus yang diteliti adalah:
(1) Sejauh mana tingkat partisipasi dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku masyarakat Kelurahan Dago, Bandung, Jawa Barat,
dalam kegiatan pengelolaan DAS?
(2) Bagaimana hubungan antara intensitas perilaku masyarakat dengan
tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Dago?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
(1) Menganalisis tingkat partisipasi dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku masyarakat Kelurahan Dago, Bandung, Jawa Barat
dalam kegiatan pengelolaan DAS.
(2) Menganalisis hubungan antara intensitas perilaku masyarakat dengan
tingkat partisipasinya dalam kegiatan pengelolaan DAS di Kelurahan
Dago.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih lanjut mengenai
Partisipasi Masyarakat Terhadap Kegiatan Pengelolaan DAS Cikapundung,
Kelurahan Dago, Bandung. Penelitian ini, penulis ingin sumbangkan beberapa hal
kepada berbagai pihak, yaitu:
(1) Akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi peneliti
yang ingin mengkaji lebih lanjut mengenai partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan DAS.
(2) Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi dampak positif bagi
masyarakat, mengenai fenomena yang ada di DAS dalam usaha menjaga
keberlanjutan DAS.
(3) Pemerintah, penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau dijadikan
sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan
(pemerintah) dalam perencanaan, pengambilan keputusan dan
pembuatan kebijakan terkait pengelolaan DAS.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi
kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia
yang terdapat di DAS, untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa
menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah. Oleh karena itu,
permasalahan-permasalahan pengelolaan sumberdaya alam yang terjadi
merupakan sebagian permasalahan dari kelembagaan (Kurniyanto 2011).
Pengelolaan air baik secara implisit maupun eksplisit didasarkan prinsip, aturan
dan prosedur dalam pengambilan keputusan yang memungkinkan adanya
keterkaitan harapan antar aktor yang terlibat (Bakker 2009). Menurut Nuddin
(2007), pengelolaan sumberdaya alam DAS adalah kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.
White (1992) dalam Kurniyanto (2011) menyebutkan kecenderungan para
pakar menyimpulkan bahwa berbagai kegagalan yang terjadi dalam hal
pengelolaan DAS di negara-negara sedang berkembang bersumber dari dominasi
pandangan engineering. Pandangan ini lebih memusatkan kepada pendekatan
konvensional yang perhatiannya lebih memusatkan kepada aspek fisik saja dari
pada aspek sosial dan kelembagaan. Kelestarian DAS sangat ditentukan oleh pola
perilaku, keadaan sosial ekonomi, dan tingkat pengelolaan yang sangat berkaitan
erat dengan pengaturan kelembagaan (Sirang 2011). Menurut Kerr, John (2007)
dalam Damayanti (2010) menyatakan, bahwa DAS adalah sekumpulan
sumberdaya, yaitu sebuah area dengan hubungan hidrologis yang terkoordinasi
dan memerlukan pengelolaan penggunaan sumberdaya alam yang optimal oleh
semua pihak yang terlibat dalam penggunaannya, termasuk hutan, padang rumput,
lahan pertanian, air permukaan, dan air tanah.
Pengelolaan DAS dalam konteks yang lebih luas dapat dipandang sebagai
suatu sistem sumberdaya (ekologis), satuan pengembangan sosial ekonomi dan
satuan pengaturan tata ruang wilayah yang menyiratkan keterpaduan dan
keseimbangan antara prinsip produktifitas dan konservasi sumberdaya alam
(Damayanti 2010). Tujuan pengelolaan DAS secara biofisik berdasarkan
Kartodihardjo et al. (2004) antara lain: (1) Terjaminnya penggunaan sumberdaya
alam yang lestari; (2) Tercapainya keseimbangan yang ekologis lingkungan
sebagai sistem penyangga kehidupan; (3) Terjaminnya jumlah kualitas air yang
baik sepanjang tahun; (4) Terkendalinya aliran permukaan air dan banjir; (5)
Terkendalinya erosi tanah dan proses degradasi lahan lainnya.
Menurut Sinukuban (2008) menyatakan, bahwa “pengelolaan DAS
mengalami masalah dengan adanya otonomi daerah, namun penguatan institusi
dalam pengelolaan DAS dibutuhkan untuk tercapainya tujuan-tujuan pengelolaan
DAS. Kondisi institusi yang kuat merupakan suatu prasyarat penyelenggaraan
pengelolaan DAS yang baik. Kinerja institusi pengelolaan DAS relatif tertinggal
dibandingkan dengan negara-negara maju. Ketergantungan terhadap sumberdaya
alam yang masih tinggi dan masih kurangnya kepedulian masyarakat terhadap
kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan merupakan indicator lemahnya
institusi pengelolaan DAS di Indonesia. Institusi pengelolaan DAS yang ada di

4

Indonesia belum memiliki peranan yang kuat terhadap peningkatan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat dalam DAS. Pengembangan kelembagaan masih
bersifat keproyekan, sehingga intervensi penguatan institusi hanya berjalan selama
proyek masih ada”. Hal ini menunjukkan, bahwa peran serta masyarakat dalam
pengelolaan DAS sangat penting dalam penguatan institusi dan pengembangan
kelembagaan pengelolaan DAS.
Konsep Perilaku dan Sikap
Rakhmat (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor personal yang
mempengaruhi perilaku manusia terdiri dari dua faktor, yaitu faktor biologis dan
faktor sosiopsikologis. Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia,
bahkan berpadu dengan faktor sosiopsikologis. Jadi, tidak semua perilaku
manusia didorong oleh pengaruh lingkungan atau situasi saja melainkan oleh
pengaruh biologis. Manusia merupakan makhluk sosial, dari proses sosial
manusia memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya
yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga komponen, yaitu: komponen afektif,
kognitif dan komponen konatif. Selain itu, sistem peranan yang ditetapkan dalam
suatu masyarakat berupa struktur kelompok dan organisasi, karakteristik populasi,
adalah faktor-faktor sosial yang menata perilaku manusia.
Menurut Ahmadi (2009) menyatakan, bahwa sikap adalah kesadaran
individu yang menentukan perbuatan nyata dalam kegiatan-kegiatan sosial.
Menurut Travers at al. (1977) dalam Ahmadi (2009) menyatakan, bahwa sikap
melibatkan tiga komponen, yaitu (1) komponen kognitif adalah pengetahuan,
kepercayaan atau pikiran yang didasarkan atas informasi yang diterima, yang
berhubungan dengan objek, (2) komponen afektif adalah komponen yang
menunjukkan dimensi emosional dari sikap, yaitu emosi yang berhubungan
dengan objek, dan (3) komponen konatif adalah kecenderungan untuk bertindak
sesuatu terhadap objek.
Rosenberg dan Hovland (1960) dalam Amzu (2007) menyatakan bahwa
sikap merupakan kecenderungan bertindak, kesediaan bereaksi atau berbuat
terhadap sesuatu hal dalam masyarakat, menunjukkan bentuk, arah dan sifat yang
merupakan dorongan, respon dan refleksi dari stimulus, yang terdiri atas
komponen kognitif, afektif dan behavioral. Komponen kognitif adalah berupa
rasionalitas yang didasarkan pada pengalaman sendiri atau pengetahuan yang
menjadikan seseorang anggota masyarakat membentuk perilakunya. Komponen
afektif cenderung membangkitkan emosional baik suka maupun sedih, atau tidak
suka pada suatu stimulus yang merangsang untuk berbuat atau bertindak, dan
komponen behavioral adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan
merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku,
tetapi kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu.
Berdasarkan pendapat para ahli dan penelitian sebelumnya maka, sikap
pada penelitian ini dikemukakan sebagai intensitas sikap dalam kegiatan
pengelolaan DAS dengan komponen tingkat pengetahuan, kecenderungan sikap
dan kecenderungan bertindak.

5

Konsep Proses Sosial dan Interaksi Sosial
Soekanto (1990) mengemukakan, bahwa proses sosial merupakan interaksi
sosial, karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya akivitas-aktivitas
sosial. Interaksi sosial berlangsung dengan seimbang, dengan terjadinya saling
pengaruh-mempengaruhi antara kedua belah pihak. Interaksi sosial, dengan
demikian hanya berlangsung antara pihak-pihak apabila terjadi reaksi dari kedua
belah pihak. Shibutani (1986) dalam Soekanto (1990), menyatakan bahwa semua
kegiatan-kegiatan manusia didasarkan pada gotong-royong. Menurut Setiadi dan
Kolip (2011) mengemukakan, bahwa proses sosial merupakan cara-cara
berhubungan yang dapat dilihat apabila individu dan kelompok sosial saling
bertemu dan menentukan sistem bentuk-bentuk hubungan apabila terjadi
perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang telah ada.
Syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial (social contact) dan
komunikasi (communication) (Bungin 2009).
Menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto (1990) menyatakan, bahwa ada
dua golongan proses sosial, yaitu:
(1) Proses asosiatif merupakan suatu proses yang terjadi saling pengertian
pengertian dan kerjasama timbal balik antara orang per orang atau kelompok
satu dengan lainnya, yang menghasilkan pencapaian tujuan-tujuan bersama.
Bentuk-bentuk proses asosiatif terdiri dari kerjasama (coorperation),
akomodasi (accommodation) dan asimilasi.
(2) Proses disosiatif merupakan proses perlawanan (oposisi) yang dilakukan oleh
individu atau kelompok dalam proses sosial di antara masyarakat. Bentukbentuk proses disosiatif terdiri dari persaingan (competition), kontroversi
(controvertion), dan konflik (conflict).
Menurut Setiadi dan Kolip (2011) interaksi sosial merupakan hubungan
yang terjadi antar manusia, dan hubungan tersebut bersifat dinamis, kemungkinan
yang muncul ketika satu manusia berhubungan dengan manusia lainnya adalah:
(1) hubungan antara individu satu dengan individu yang lainnya, (2) hubungan
antara individu dan kelompok, dan (3) hubungan antara kelompok dan kelompok.
Unsur-unsur dalam interaksi sosial adalah tindakan sosial yang terdiri atas dua
macam, yaitu tindakan yang terorganisasi, yang artinya tindakan yang
dilatarbelakangi oleh seperangkat kesadaran sehingga apa yang dilakukannya
didorong oleh tingkat kesadaran yang berasal dari dalam diri, dan tindakan yang
dilakukan tanpa kesadaran, yang artinya tindakan yang terjadi secara refleks yang
tidak termasuk dalam tindakan sosial, karena tindakan tersebut tidak terorganisasi
oleh kesadaran diri. Ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya proses
tindakan terorganisasi manusia, yaitu (1) imitasi adalah tindakan manusia untuk
meniru tingkah laku orang lain yang berada di sekitarnya, (2) sugesti adalah
tingkah laku yang mengikuti pola-pola yang berada di dalam dirinya kemudian
diterimanya dalam bentuk sikap dan perilaku tertentu, (3) identifikasi timbul
ketika seseorang mulai sadar bahwa kehidupan ini ada norma-norma yang harus
dipatuhi, dan (4) simpati adalah faktor tertariknya seseorang atau sekelompok
orang terhadap orang lain atau kelompok lain.

6

Konsep Partisipasi
1. Pengertian Partisipasi
Uphoff et al. (1979) mengemukakan, bahwa partisipasi merupakan istilah
deskriptif yang menunjukkan keterlibatan sejumlah besar orang dalam situasi atau
tindakan yang meningkatkan kesejahteraan mereka, misalnya pendapatan,
keamanan, atau harga diri. Partisipasi diidentifikasikan menjadi empat jenis, yaitu
partisipasi dalam pengambilan keputusan, partisipasi dalam implementasi,
partisipasi dalam memperoleh manfaat dan partisipasi dalam evaluasi. Menurut
Arnstein (1969), menyatakan bahwa partisipasi masyarakat merupakan kekuatan
masyarakat, karena partisipasi merupakan sarana untuk membuat perubahan sosial
yang signifikan dan memungkinkan masyarakat untuk berbagi dari manfaat yang
dihasilkan. Berdasarkan The World Bank (1996) dalam Anantanyu (2009)
mendefinisikan partisipasi sebagai sebuah proses stakeholder-stakeholder untuk
mempengaruhi dan ambil bagian dalam pengelolaan inisiatif dan keputusankeputusan pembangunan dan sumberdaya yang mempengaruhinya. Berdasarkan
Wahyudin (2004), partisipasi adalah keterlibatan seseorang atau sekelompok
orang pada suatu kegiatan atau program yang dapat diketahui melalui tahap
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasil. Selain itu, menurut
Yudilastiantoro (2005) menyatakan, bahwa partisipasi masyarakat dapat diketahui
melalui keterlibatan masyarakat dalam perencanaan kegiatan, pelaksanaan
kegiatan, penerimaan manfaat kegiatan, dan monitoring dan evaluasi. Menurut
Leeuwis (2009) menyatakan, bahwa dalam proses partisipatif semua pemangku
kepentingan yang relevan dengan kegiatan partisipatif harus dilibatkan dalam
proses partisipatif, partisipan harus memiliki kesempatan sama untuk berbicara,
dan partisipan harus dapat berbicara dengan bebas. Namun partisipatif ini lebih
dikhususkan untuk pembangunan yang berasal dari luar (adanya pihak luar
sebagai pemberi program). Menurut Trison (2005) menyatakan, bahwa
kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan
dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berinteraksi, terutama: faktor
ketersediaan sarana dan prasarana fisik yang diperlukan untuk berlangsungnya
proses pembangunan, kelembagaan yang mengatur interaksi warga masyarakat
dalam proses pembangunan, birokrasi yang mengatur rambu-rambu serta
menyediakan kemudahan-kemudahan dan mendorong masyarakat untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan, serta faktor sosial budaya masyarakat
dalam pembangunan. Trison (2005) dalam penelitiannya terhadap pengembangan
partisipasi masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi hutan di hutan pendidikan
Gunung Walat, Sukabumi, menyatakan bahwa partisipasi masyarakat meliputi
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil, dan evaluasi kegiatan.
Berdasarkan pada pendapat para ahli dan penelitian-penelitian yang
dilakukan sebelumnya, maka partisipasi pada penelitian ini diartikan sebagai
keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan Pengelolaan DAS Cikapundung di
Kelurahan Dago. Partisipasi masyarakat berupa: keikutsertaan pada perencanaan
kegiatan, keikutsertaan pada pelaksanaan kegiatan, keikutsertaan pada
pemantauan evaluasi kegiatan dan keikutsertaan dalam pemanfaatan hasil
kegiatan.

7

2. Tipologi Partisipasi Masyarakat
Berdasarkan Arnstein (1969), tipe partisipasi masyarakat terbagi atas
delapan, yaitu: manipulasi, terapi, pemberitahuan, konsultasi, penetraman,
kemitraan, kekuasaan dan kontrol masyarakat. Untuk tingkat manipulasi dan
terapi tidak ada partisipasi. Pada tingkatan pemberitahuan, konsultasi dan
penetraman merupakan tingkatan tokenisme, dan tingkatan kemitraan, kekuasaan
dan kontrol masyarakat merupakan tingkat kekuasaan yang ada di masyarakat
(Tabel 1).

Tabel 1 Tingkat partisipasi masyarakat menurut tangga partisipasiArnstein tahun
1969
Tingkatan
Tangga Partisipasi
Hakekat Kesertaan
Pembagian
Kekuasaan
Permainan oleh
Manipulasi (Manipulation)
pemerintah
Sekedar agar
Tidak ada partisipasi
Terapi (Therapy)
masyarakat tidak
marah/sosialisasi
Sekedar
Pemberitahuan (Informing)
pemberitahuan
Tokenism/sekedar
searah/sosialisasi
justifikasi agar
Masyarakat didengar,
mengiyakan
Konsultasi (Consultation)
tapi tidak selalu
dipakai sarannya
Saran Masyarakat
diterima tapi tidak
Penentraman (Placation)
selalu dilaksanakan
Timbal balik
Kemitraan (Partnership)
dinegosiasikan
Masyarakat diberi
Pendelegasian Kekuasaan
Tingkat kekuasaan
kekuasaan (sebagian
(Delegated Power)
ada di masyarakat
atau seluruh program)
Kontrol Masyarakat (Citizen Sepenuhnya dikuasai
Kontrol)
oleh masyarakat
Sumber: Arnstein 1969

Tabel 1 menunjukkan bahwa tipe partisipasi yang termasuk pada tingkatan
bukan partisipasi adalah manipulasi dan terapi. Manipulasi merupakan tipe
partisipasi masyarakat yang seolah-olah dilakukan/disetujui oleh seluruh
masyarakat, namun sebenarnya semuanya itu merupakan kebijakan secara top
down dan tanpa diketahui oleh masyarakat. Terapi merupakan tipe partisipasi
yang seolah-olah seperti partisipasi yang dilakukan/disetujui oleh seluruh
masyarakat, namun pada kenyataannya tidak. Pada tingkatan tokenisme adalah
pemberitahuan, konsultasi dan penetraman. Tipe pemberitahuan merupakan
penyampaian berbagai informasi pembangunan kepada publik namun hanya

8

dilakukan secara satu arah saja publik belum bisa menyampaikan pendapatnya
secara langsung. Tipe konsultasi merupakan penyampaian berbagai informasi
pembangunan dengan adanya komunikasi dua arah sehingga berbagai saran dan
kritik dari publik didengarkan namun keputusan akhir ada di tangan pemegang
kebijakan. Tipe penetraman merupakan janji-janji yang dibuat oleh pemegang
kebijakan namun janji-janji tersebut tidak dipenuhi. Tipe partisipasi yang
termasuk pada kekuasaan ada di tangan masyarakat adalah kemitraan, kekuasaan
dan kontrol masyarakat. Tipe kemitraan merupakan menjadikan publik sebagai
mitra kerja. Tipe kekuasaan terlaksana apabila dalam penyelenggaraan program
publik memiliki hak veto dalam pengambilan keputusan. Tipe kontrol masyarakat
merupakan level tertinggi dan publik yang mendominasi seluruh aspek kerja serta
mengevaluasi seluruh kegiatan.
Menurut Bass et al. (Hobley 1986) dalam Trison (2005) menyatakan
derajat partisipasi dan karakteristik partisipasi. Secara rinci dapat dilihat pada
Tabel 2.

Tabel 2 Derajat Partisipasi dan karakteristiknya
No.
Derajat Partisipasi
Karakteristik
- Masyarakat menerima pemberitahuan
apa yang sedang dan telah terjadi
- Pengumuman sepihak oleh
pelaksanaan proyek tanpa
Partisipasi pasif
1.
memprihatinkan tanggapan
(manipulatif)
masyarakat sebagai sasaran program
- Informasi yang dipertukarkan terbatas
pada kalangan kalangan professional
diluar kelompok sasaran.
- Masyarakat menjawab pertanyaanpertanyaan penelitian untuk proyek
- Masyarakat tidak mendapatkan
kesempatan untuk terlibat dan
2.
Partisipasi informatif
mempengaruhi proses penelitian
- Akurasi penelitian tidak dibatasi
bersama masyarakat
- Masyarakat berpatisipasi dengan cara
berkonsultasi
- Orang luar mendengarkan,
Partisipasi
3.
menganalisis masalah dan
konsultatif
pemecahannya
- Tidak ada peluang untuk pembuatan
keputusan bersama
- Masyarakat memberikan
korbanan/jasanya untuk memperoleh
imbalan berupa insentif/upah
4.
Partisipasi insentif
- Masyarakat tidak dilibatkan dalam
proses pembelajaran atau eksperimen
yang dilakukan

9

Lanjutan Tabel 2…
No.

Derajat Partisipasi

Karakteristik
- Masyarakat membentuk kelompok
unruk mencapai tujuan proyek
- Pembentukan kelompok biasanya
Partisipasi
setelah ada keputusan-keputusan utama
5.
fungsional
yang disepakati
- Pada tahap awal, masyarakat tergantung
pada pihak luar, tetapi secara bertahap
menunjukkan kemandiriannya
- Masyarakat berperan dalam analisa
untuk perencanaan kegiatan dan
6.
Partisipasi interaktif
pembentukan atau penguatan
kelembagaan
- Masyarakat mengambil inisiatif sendiri
secara bebas (tidak dipengaruhi oleh
pihak luar) untuk mengubah sistem atau
nilai-nilai yang mereka junjung
- Masyarakat mengembangkan kontak
dengan lembaga-lembaga lain untuk
7.
Partisipasi mandiri
mendapatkan dukungan/bantuan teknis
dan sumberdaya yang diperlukan
- Masyarakat memegang kendali atas
pemanfaatan sumberdaya yang ada atau
digunakan
Sumber: Bass et al. (Hobley 1986) dalam Trison (2005)

Pada penelitian ini tidak menggunakan tingkat partisipasi atau derajat
partisipasi karena kegiatan pengelolaan DAS yang ada di Kelurahan Dago bukan
semata-mata program yang berasal dari luar, melainkan kegiatan yang timbul dari
kepedulian masyarakat terhadap DAS Cikapundung yang semakin
memprihatinkan.
3. Faktor Internal
Menurut Sumitra (2003), dalam penelitiannya menyebutkan faktor internal
dengan karakteristik yang ada pada petani Hkm, yang berarti ciri-ciri yang
melekat pada pribadi seseorang, meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan
non formal, pendapatan, status kepemilikan lahan garapan yang dikerjakan untuk
usaha taninya, luas pengusahaan lahan garapan dan pengalaman bertani. Menurut
Anantanyu (2009), menyebutkan faktor internal sebagai status sosial ekonomi
petani yang berarti karakteristik yang bersifat sosial dan ekonomi, dimiliki oleh
petani yang menunjukkan stratifikasi petani dalam masyarakat, meliputi: umur,
pendidikan formal, pendidikan non-formal, pengalaman berusaha tani, tingkat
pendapatan petani dan tingkat partisipasi sosial. Menurut Suprayitno (2011),
menyatakan bahwa karakteristik individu merupakan segala sesuatu yang menjadi

10

ciri khas dan melekat pada seseorang, seperti usia, pengalaman berinteraksi,
pendidikan formal, pendidikan non-formal, tingkat pendapatan keluarga, jumlah
tanggungan keluarga dan ketergantungan terhadap sumberdaya. Menurut
penelitian Wahyudin (2004), menyatakan karakterisitik individu adalah ciri-ciri
yang melekat dalam diri individu anggota masyarakat, yang terdiri dari: umur,
pendidikan, dan kekosmopolitan. Selain itu, berdasarkan Handayani (2008),
menyatakan bahwa faktor internal individu terdiri dari usia, pendidikan pekerjaan
pendapatan, jumlah anggota keluarga dan lama tinggal. Menurut Trison (2005)
faktor internal yang mempengaruhi masyarakat untuk mau berpartisipasi adalah
umur, tingkat pendidikan, luas lahan garapan, pendapatan, jumlah tenaga kerja,
persepsi, motivasi, status petani dan kekosmopolitan.
Berdasarkan pada penelitian sebelumnya maka dapat dirumuskan bahwa
faktor internal dengan intensitas perilaku pengelolaan DAS Cikapundung, di
Kelurahan Dago diantaranya adalah umur, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan,
dan tingkat pendidikan. Faktor internal ini digunakan karena umur, jenis
pekerjaan, tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan erat kaitannya dengan
individu dan setiap individu pasti memiliki hal tersebut, sehingga diduga
berkaitan dengan keputusan individu untuk mau berpartisipasi pada kegiatan
pengelolaan DAS.
4. Faktor Eksternal
Menurut Yuliatin (2002), menyatakan dalam penelitiannya, bahwa faktor
eksternal untuk pengembangan kemandirian petani adalah: keterikatan pada adat,
intensitas interaksi dengan tokoh masyarakat, intensitas pembinaan/penyuluhan
berusaha tani, ketersediaan sarana dan prasarana, keterjangkauan sumber
informasi, peluang pasar, kesesuaian kebijakan pemerintah. Faktor eksternal
berdasarkan Sangadji (2010), dalam penelitiannya menyatakan faktor eksternal
sebagai faktor lingkungan yang terdiri dari: norma, kerjasama, akses informasi,
pemimpin informal dan potensi konflik. Menurut Suprayitno (2011), menyatakan
faktor eksternal sebagai dukungan lingkungan sosial budaya yang merupakan
lingkungan sosial budaya dimanapun seseorang berada akan memberikan
pengaruh pada orang tersebut. Dukungan lingkungan sosial budaya, terdiri dari
dukungan kearifan lokal, dukungan tokoh masyarakat, dan dukungan kelompok
tani. Menurut Trison (2005) menyatakan faktor eksternal yang mempengaruhi
masyarakat untuk mau berpartisipasi adalah ketersediaan saprodi, intensitas
penyuluhan, dukungan pemerintah, dukungan lingkungan fisik, dukungan
kelembagaan sosial, daya tarik kerjasama, kepadatan penduduk, dan jarak lahan
garapan.
Berdasarkan pada penelitian sebelumnya dan hasil survey di lapangan
maka dapat dirumuskan bahwa faktor eksternal yang berhubungan dengan
intensitas sikap pengelolaan DAS Cikapundung, di Kelurahan Dago diantaranya
adalah dukungan (peran) tokoh masyarakat, dukungan masyarakat sekitar, tingkat
ketersediaan fasilitas, dan sumber informasi/komunikasi. Faktor eksternal ini
digunakan karena dukungan (peran) tokoh masyarakat, dukungan masyarakat
sekitar, tingkat ketersediaan fasilitas dan sumber informasi/komunikasi erat
kaitannya dengan individu untuk mau berpartisipasi pada kegiatan pengelolaan
DAS.

11

Kerangka Berfikir
Perilaku pengelolaan DAS merupakan interaksi antara manusia dengan
lingkungan dalam menjaga keberlangsungan DAS yang dapat diukur melalui
tingkat pengetahuan, kecenderungan sikap dan keterampilan yang dimiliki oleh
individu. Perilaku pengelolaan DAS diduga sangat berhubungan dengan faktor
internal (umur, jenis pekerjaan, pendapatan, pendidikan, dan jumlah tanggungan
keluarga) dan faktor eksternal (peran tokoh masyarakat, tingkat dukungan
masyarakat sekitar, tingkat ketersediaan fasilitas dan sumber informasi). Dengan
demikian dapat dilihat tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan,
pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi kegiatan pengelolaan DAS dapat
dilihat pada Gambar 1.
X2 Faktor eksternal
X2.1 Dukungan (peran) tokoh
masyarakat
X2.2 Tingkat dukungan masyarakat
sekitar
X2.3 Tingkat ketersediaan fasilitas
X2.4 Sumber informasi/Komunikasi

X1 Faktor
internal
X1.1 Umur
X1.2 Jenis
pekerjaan
X1.3 Tingkat
pendapatan
X1.4 Tingkat
pendidikan

Keterangan :

Y1 Intensitas sikap
pengelolaan DAS
Y1.1 Tingkat
pengetahuan
Y1.2 Kecenderungan
sikap
Y1.3 Kecenderungan
bertindak

Y2 Tingkat
partisipasi
masyarakat
Y1.1 Perencanaan
Y1.2 Pelaksanaan
kegiatan
Y1.3 Pemantauan
dan evaluasi
kegiatan
Y1.4 Pemanfaatan
hasil kegiatan

: Berhubungan langsung

Gambar 1 Kerangka analisis tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan
pengelolaan daerah aliran sungai.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diambil dalam penelitian ini adalah:
(1) Adanya hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal terhadap
intensitas perilaku pengelolaan DAS.
(2) Adanya hubungan antara intensitas sikap masyarakat dalam kegiatan
pengelolaan DAS dengan tingkat partisipasi masyarakat.

12

Definisi Operasi dan Pengukuran Variabel
(1) Faktor internal (X1) adalah ciri-ciri individu yang mempengaruhi tindakan
individu untuk berpartisipasi.
a. Umur (X1.1) adalah usia responden sampai pada penelitian ini
dilakukan. Data ini menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori
umur ditentukan dengan menggunakan rumus Xrata-rata ± SD, maka
didapat:
Kategori rendah = 14 – 19 tahun
Kategori sedang = 20 – 46 tahun
Kategori tinggi = 47 ≤ tahun
b. Jenis pekerjaan (X1.2) adalah kegiatan yang dilakukan responden
untuk mendapatkan nafkah hidup. Data ini menggunakan skala
pengukuran nominal.
c. Tingkat pendapatan (X1.3) adalah penghasilan perbulan yang diterima
oleh responden dari hasil pekerjaan. Data ini menggunakan skala
pengukuran ordinal. Kategori tingkat pendapatan responden ditentukan
dengan menggunakan rumus Xrata-rata ± SD.
d. Tingkat pendidikan (X1.4) adalah jenjang sekolah terakhir responden
sampai penelitian ini dilakukan. Data ini menggunakan skala
pengukuran ordinal. Pengelompokan tingkat pendidikan berdasarkan
himbauan pemerintah terhadap wajib belajar sembilan tahun:
Kategori rendah = tidak sekolah
Kategori sedang = SD/SMP
Kategori tinggi = SMA/Perguruan tinggi
(2) Faktor eksternal (X2) adalah pengaruh dari luar individu yang mempengaruhi
tindakan individu untuk berpartisipasi.
a. Dukungan (peran) tokoh masyarakat (X2.1) adalah adanya dukungan
dari pihak-pihak yang disegani dalam masyarakat. Data ini diukur
dengan menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori dukungan
(peran) tokoh masyarakat ditentukan dengan menggunakan rumus
Xrata-rata ± SD.
b. Dukungan masyarakat sekitar (X2.2) merupakan dorongan orangorang yang tinggal di kelurahan yang sama. Data ini diukur dengan
menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori dukungan
masyarakat sekitar ditentukan dengan menggunakan rumus Xrata-rata
± SD.
c. Tingkat ketersediaan fasilitas (X2.3) adalah adanya sarana dan
prasarana dalam pengelolaan DAS. Data ini diukur dengan
menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori tingkat ketersediaan
fasilitas diukur ditentukan dengan menggunakan rumus Xrata-rata ±
SD
d. Sumber informasi (X2.4) merupakan alat yang digunakan dalam
memperoleh berita. Data ini diukur dengan menggunakan skala
pengukuran ordinal. Kategori sumber informasi ditentukan dengan
menggunakan rumus Xrata-rata ± SD.
(3) Intensitas sikap pengelolaan DAS (Y1) merupakan kemampuan individu
dalam bertindak untuk menjaga keberlanjutan DAS.

13

a. Tingkat pengetahuan (Y1.1) adalah ukuran pemahaman individu. Data
ini diukur dengan menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori
tingkat pengetahuan ditentukan dengan menggunakan rumus Xratarata ± SD
b. Kecenderungan sikap (Y1.2) adalah ukuran dari emosional individu
untuk mau bertindak. Data ini diukur dengan menggunakan skala
pengukuran ordinal. Kategori kecenderungan sikap ditentukan dengan
menggunakan rumus Xrata-rata ± SD.
c. Kecenderungan bertindak (Y1.3) adalah ukuran pelaksanaan atau
penerapan yang dilakukan dalam pengelolaan DAS. Data ini diukur
dengan menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori
kecenderungan bertindak ditentukan dengan menggunakan rumus
Xrata-rata ± SD.
(4) Tingkat partisipasi masyarakat (Y2) adalah keikutsertaan anggota kelompok
atau komunitas dalam kegiatan DAS baik dalam pengambilan keputusan,
partisipasi dalam implementasi, partisipasi dalam memperoleh manfaat
maupun dalam evaluasi atas seluruh kegiatan atau program yang diadakan.
a. Tahap perencanaan kegiatan (Y2.1) merupakan keikutsertaan
masyarakat dalam merancang pengambilan keputusan program dan
turut serta dalam menentukan kesepakatan terkait pengelolaan DAS.
Data ini diukur dengan menggunakan skala pengukuran ordinal.
Kategori tahap perencanaan kegiatan ditentukan dengan menggunakan
rumus Xrata-rata ± SD.
b. Tahap pelaksanaan kegiatan (Y2.2) adalah keikutsertaan dalam proses
kegiatan pengelolaan DAS. Data ini diukur dengan menggunakan skala
ordinal. Kategori tahap pelaksanaan kegiatan ditentukan dengan
menggunakan rumus Xrata-rata ± SD.
c. Tahap pemantauan dan evaluasi kegiatan (Y2.3) adalah keikutsertaan
dalam mengontrol kegiatan pengelolaan DAS. Data ini diukur dengan
menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori tahap pemantauan
dan evaluasi kegiatan ditentukan dengan menggunakan rumus Xratarata ± SD.
d. Tahap pemanfaatan hasil kegiatan (Y2.4) adalah masyarakat turut
merasakan efek dari kegiatan pengelolaan DAS tersebut. Data ini
diukur dengan menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori tahap
pemanfaatan hasil kegiatan ditentukan dengan menggunakan rumus
Xrata-rata ± SD.

14

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RW 03, RW 12 dan RW13 Kelurahan Dago,
Kota bandung, Provinsi Jawa Barat (Lampiran 4). Lokasi ini dipilih karena di
ketiga RW ini masing-masing terdapat komunitas yang peduli Daerah Aliran
Sungai (DAS) Cikapundung dan masyarakat dilibatkan dalam kegiatan
pengelolaan DAS. Pemilihan lokasi dilakukan sacara sengaja (purposive) sesuai
dengan kebutuhan penelitian. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April
sampai dengan Juni.
Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer didapatkan secara langsung melalui wawancara dengan
menggunakan kuisioner, wawancara mendalam dan observasi yang dilakukan di
lapangan sehingga memperkaya informasi dan memahami fenomena sosial yang
terjadi di dalam masyarakat. Data sekunder diperoleh dari penggalian dokumen
terkait, baik dari hasil penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya dan profil
desa yang diperoleh dari kantor kelurahan.
Teknik Penentuan Responden
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Kelurahan
Dago, Kota Bandung, Jawa Barat. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah
warga Kelurahan Dago yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan DAS,
bertempat tinggal dekat dengan bantaran sungai Cikapundung dan terdapat
komunitas pengelolaan DAS sehingga diharapkan responden mengetahui
keberadaan kegiatan. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Pemilihan
responden dilakukan melalui pendataan terhadap populasi, sehingga ditemukan
70 responden (Lampiran 1) dengan masing-masing respondennya untuk RW III
sebanyak 10 responden yang ikut terlibat pada kegiatan pengelolaan DAS, RW
XII sebanyak 39 responden dan RW XIII sebanyak 21 responden (Gambar 2),
maka metode penelitian yang digunakan adalah metode sensus, karena informasi
penelitian dikumpulkan dari seluruh populasi. Populasi adalah jumlah keseluruhan
unit analisa yang akan diduga. Menurut Singarimbun dan Effendi (1987), populasi
adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Selain
responden, Informan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah aparat desa dan
tokoh masyarakat, serta informan lain yang dinilai memahami benar informasi
terkait topik penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah ketua-ketua RT,
ketua RW, staf dari kelurahan, dan ketua-ketua komunitas.

15

RW III
( 3926
penduduk)

POPULASI
(29496
penduduk)

RW XII
(3489
penduduk)

RW XIII
(2370
penduduk)

10 orang
yang ikut
terlibat pada
kegiatan
pengelolaan
DAS
39 orang
yang ikut
terlibat pada
kegiatan
pengelolaan
DAS
21 orang yang
ikut terlibat
pada kegiatan
pengelolaan
DAS

10
Responden

39
Responden

21
Responden

Gambar 2 Metode pengambilan responden di Kelurahan Dago, Bandung

Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk
data kuantitatif diperoleh melalui kuisioner diolah menggunakan komputer
dengan aplikasi Microsoft Excel dan SPSS for windows versi 16.0 (Statistical
Package for the Social Science). Data kualitatif diperoleh melalui wawancara
mendalam. Data yang diperoleh melalui kuisioner diolah dengan menggunakan
tabel frekuensi untuk menganalisis data dengan satu variabel. Uji statistik yang
digunakan untuk melihat korelasi antar variabel menggunakan Chi-square untuk
menghubungkan data nominal dengan data ordinal dan rank spearman untuk
menghubungkan data ordinal dengan data ordinal.
Rumus Pearson’s Chi Square:
dimana:
F
E
i
j

= Frekuensi kenyataan
= Frekuensi harapan
= Baris ke …
= Kolom ke …

Setelah nilai chi square hitung didapatkan, kemudian dilakukan
perbandingan antara nilai chi-square hitung dengan chi-square tabel pada derajat
kebebasan atau degree of freedom (DF) tertentu dan taraf signifikansi tertentu.
Apabila chi-square hitung lebih besar atau sama dengan chi-square tabel, maka
perbedaan bersifat signifikan.
Rumus korelasi rank spearman : rho =

16

dimana :
Rs (rho) = koefisien korelasi rank-order
Angka 1 = angka satu, yakni bilangan konstan
6
= angka 6, yaitu bilangan konstan
d
= perbedaan antara pasangan jenjang
N
= jumlah individu dalam sampel
Untuk jumlah responden lebih dari 30 responden, dihitung nilai Z terlebih
dahulu kemudian dibandingkan dengan nilai Z pada tabel. Setelah nilai rho hitung
diperoleh, kemudian dilakukan perbandingan antara rho hitung dengan rho tabel
(atau taraf nyata yang digunakan yakni 0,01 dan 0,05) pada derajat kebebasan atau
degree of freedom tertentu dan taraf signifikansi tertentu. Apabila rho hitung lebih
kecil atau sama dengan rho tabel/taraf nyata yang digunakan, maka perbedaan
bersifat signifikan. Berikut tahap pengkategorian berdasarkan standar deviasi:
(1) Penghitungan Xnyata:
(2) Cari SD dengan rumus:
(3) Cari Xr =
(4) Pengelompokan tinggi, sedang dan rendah berdasarkan sebaran normal:
Tinggi
: jika Xnyata > Xr + SD
Sedang
: jika Xnyata = Xr ± SD
Rendah
: jika Xnyata < Xr - SD
Dimana:
Xnyata = Skor sebenarnya
Xi
= Skor dilapangan
Xmax = Skor maksimal
Xmin = Skor minimal
Xr
= Skor rata-rata
Xi
= Skor responden ke n=i
n
= jumlah responden
i
= responden ke
SD
= Standar deviasi
Selanjutnya, peneliti menilai keeratan hubungan antar variabel dengan
menggunakan klasifikasi keeratan hubungan yang dijelaskan oleh Guilford (1956)
sebagai berikut:
0.90
: hubungan sangat tinggi; kuat sekali, dapat diandalkan

17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kelurahan Dago
Kelurahan Dago merupakan salah satu kelurahan yang berada di
Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat dengan memiliki luas lahan,
yaitu 258 Ha. Secara administratif Kelurahan Dago dibatasi oleh:
 Bagian Selatan
: Kelurahan Lebak Siliwangi
 Bagian Utara
: Kabupaten Bandung
 Bagian Timur
: Kelurahan Cigadung, Kelurahan Sekeloa dan
Kelurahan Lebak Gede.
 Bagian Barat
: Sungai Cikapundung, Kelurahan Ciumbeliut
Kecamatan Cidadap.
Secara geografis Kelurahan Dago memiliki bentuk wilayah datar/berombak
sebesar delapan puluh persen dari total keseluruhan wilayah. Pada kelurahan Dago
terdapat pembagian penggunaan areal tanah yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Penggunaan dan luas areal tanah di Kelurahan Dago, tahun 2012
No
Penggunaan
Luas (Ha)
1. Tanah sawah
18.00
2. Tanah kering
228.94
3. Tanah basah
4. Fasilitas umum
11.06
Sumber : data Kelurahan Dago 2012

Kelurahan Dago terdapat tiga belas RW dengan jumlah RT dari
keseluruhan RW, yaitu seratus lima RT. RW I terdiri dari Sembilan RT, RW II
terdiri dari enam RT, RW III terdiri dari Sembilan RT, RW IV terdiri dari tujuh
RT, RW