deviasi 0,61. Rata-rata komposisi dewan komisaris BOD sebesar 35,88 dengan standar deviasi 11,34 . komposisi minimun 0 dan komposisi maksimum 66,66 .
Penelitian Budiwijaksono 2005 melaporkan rata-rata komposisi dewan komisaris pada Tahun 2001 dan 2002 masing-masing 35,03 dan 37,35 . Jika komposisi tersebut
diperbandingkan, nampak komposisi dewan komisaris pada emiten industri manufatur tidak mengalami perubahan signifikan. Tabel 3 menunjukkan terdapat 75 perusahaan
74,3 diaudit oleh KAP non spesialis dummy,audit=0, dan 26 perusahaan 25,7 diaudit oleh KAP spesialis dummy,audit=1. Tabel 2 menunjukan nilai rata-rata abnormal
akrual ML sebesar 0, 1304 atau 13,04 dari penjualan dengan nilai minimum 0, 00043 atau 1,0043 dan nilai maksimum 1,67 atau 167 dari penjualan. Angka standar deviasi
manajemen laba 21,9 , angka ini relatif tinggi yang mencerminkan manajemen laba di perusahaan bervariatif.
4.2. Pengujian Hipotesis
Untuk mendapatkan hasil regresi yang efisien dan akurat, data harus terbebas dari pelanggaran asumsi klasik. Berdasarkan pengujian data terhadap ketiga kaedah yang
mendasari asumsi klasik diperoleh hasil sebagai berikut : a pada tabel 4 nampak nilai tolerance TOL lebih besar dari 0,10 TOL 0,10 dan nilai variance inflation factor
VIF yang kurang dari 10 VIF 10. Maka dapat disimpulkan model analisis tersebut tidak terjadi multikolinieritas; b Uji heteroskedatisitas menggunakan uji Glejser
Gujarati, 2003. Pada tabel 5 nampak bahwa seluruh koefisien regresi variabel independen tidak signifikan, karena nilai SIG 0,05. Dengan demikian dapat
disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas; c selanjutnya uji normalitas menggunakan uji kolmogorov-Smirnov Tabel 5. Pada bagian uji normalitas menunjukan nilai SIG
15
0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data penelitian relatif berdistribusi normal.
Tabel 4 menunjukkan bahwa adjusted R square sebesar 0,048 artinya bahwa variable independen konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, komposisi dewan komisaris,
dan variabel dummy spesialisasi indusri KAP mampu menjelaskan 4,80 variasi dari manajemen laba. Jika dilihat F test-nya yang menunjukan tingkat signifikansi 0,067, atau
signifikan pada tingkat 0,1 sehingga analisis dapat dilanjutkan.
1Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan terhadap Manajemen Laba
Dari Tabel 4 tersebut menunjukan bahwa koefisien regresi variabel konsentrasi kepemilikan adalah -0,002 dengan tingkat signifikansi 0,051. Koefisien tersebut bertanda
negatif menunjukan arah hubungan negatif, sesuai dengan teori yang dihipotesiskan. Jika
memperhatikan tingkat signifikansi maka hipotesis kesatu yang menyatakan bahwa konsentrasi kepemilikan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba diterima pada
tingkat signifikansi 0,051. Hasil penelitian ini bermakna bahwa konsentrasi kepemilikan saham dapat menjadi mekanisme corporate governance dalam rangka pengendalian
terhadap tindakan manjemen laba di perusahaan. Kehadiran pemegang saham pengendali atau mayoritas dapat membatasi perilaku opotunis manajemen, manajemen laba.
2Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba Koefisien regresi ukuran perusahaan Tabel 4 menunjukan sebesar -0,074 dengan
tingkat signifikansi 0,037. Dengan memperhatikan tingkat signifikansi, maka ukuran perusahaan berpengaruh kuat terhadap manajemen laba pada tingkat signifikansi 0,05.
Koefisien bertanda negatif menunjukan semakin besar ukuran perusahaan, maka
manajemen laba semakin menurun. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan
16
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba diterima.
Hasil temuan penelitian ini konsisten dengan temuan Marrakchi 2001, serta temuan Veronica dan Siddarta 2005 yang menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan kecil
cenderung melakuan manajemen laba dibandingkan perusahaan besar. Hasil penelitian ini tidak mendukung temuan Halim 2005 yang menyatakan ukuran perusahaan
berhubungan positif dengan manajemen laba.
3Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris terhadap Manajemen Laba
Koefisien regresi komposisi dewan komisaris Tabel 4 menunjukan sebesar 0,001 dengan tingkat signifikansi 0,695. Koefisien bertanda positif, menunjukkan variabel
komposisi dewan komisaris mempunyai hubungan positif dengan manajemen laba, tidak sesuai dengan teorinya. Jika memperhatikan tingkat signifikansi berarti komposisi dewan
komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba ditolak pada tingkat signifikansi 0,1.
Beberapa alasan mengapa komposisi dewan komisaris tidak memberikan pengaruh terhadap manajemen laba adalah : 1 bukti empirik menunjukkan rata-rata komposisi
dewan komisaris saat ini relatif rendah yaitu 35,88, sehingga secara kolektif komisaris independen tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi keputusan dewan komisaris,
2 Banyak perusahaan menempatkan komisaris independen yang tidak memiliki kompetensi pada bidang akuntansi dan atau keuangan. Berdasarkan data 46 perusahaan
yang melaporkan status latar belakang pendidikan dan pengalaman komisaris independen, diketahui terdapat 20 perusahaan atau 43,4 periksa Tabel 6 tidak
17
memiliki komisaris independen yang kompetensi pada bidang akuntansi dan atau keuangan.
Analisis selanjutnya, penulis mengelompokkan besaran manajemen laba atas dasar perusahaan yang memiliki komisaris independen yang kompeten pada bidang akuntansi
dan atau keuangan variabel dummy BOD =1 dengan perusahaan yang tidak memiliki komisaris independen yang kompeten dummy BOD=0. Berdasarkan data 46 perusahaan
yang melaporkan latar belakang kompetensi komisaris independen, diketahui terdapat 26 emiten yang memiliki komisaris independen yang kompeten, dan 20 emiten sebaliknya.
Tabel 6 menunjukan bahwa rata-rata manajemen laba perusahaan dengan komisaris independen dan kompeten adalah 6,33 dari penjualan, lebih rendah dibandingkan
dengan besaran manajemen laba perusahaan dengan komisaris independen tidak kompetensi 15,89. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan besaran manajemen laba
kelompok emiten yang memiliki komisaris independen dan kompeten berbeda dengan kelompok emiten yang tidak memiliki komisaris independen dan kompeten pada tingkat
signifikansi 5. Ini mengindikasikan bahwa komisaris independen dan kompetensi pada bidang akuntansi dan atau keuangan dapat mengendalikan manajemen laba perusahaan.
4 Pengaruh Kualitas Audit dengan proksi Spesialisasi Industri KAP terhadap Manajemen Laba
Koefisien regresi spesialisasi industri KAP Tabel 4 menunjukkan sebesar -0.028 dengan tingkat signifikansi 0,572. Koefisien bertandan minus, menunjukkan bahwa
spesialisasi industri KAP berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, sesuai dengan teori. Jika memperhatikan tingkat signifikansinya berarti spesialisasi industri KAP
berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap manajemen laba. Dengan demikian hipotesis keempat yang menyatakan spesialisasi industri KAP berpengaruh negatif terhadap
18
manajemen laba ditolak pada tingkat signifikansi 0,1. Hal ini membuktikan bahwa
kualitas audit dengan proksi spesialisasi industri KAP tidak dapat membatasi besaran manajemen laba, ini menggambarkan bahwa audit oleh KAP besar atau KAP yang
memiliki pangsa pasar yang besar tidak menjadikan jaminan memberikan kualitas audit lebih tinggi, sehingga tidak dapat menurunkan besaran manajemen laba secara signifikan.
Beberapa alasan yang mungkin menyebabkan tidak terdapatnya pengaruh negatif spesialisasi industri KAP terhadap manajemen laba adalah: 1 Spesialisasi industri KAP
mungkin bukan merupakan proksi yang baik untuk kualitas audit di Indonesia. 2 Direktur Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Departemen Keuangan 2005,
berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap KAP dan Akuntan publik AP periode Tahun 2003 dan 2004 melaporkan bahwa masih sering ditemukan terdapatnya: a kelemahan
pemahaman Akuntan Publik terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK; b kelemahan Akuntan Publik dalam melakukan pengujian secara memadai terhadap
transaksi maupun saldo; c kelemahan Akuntan Publik dalam melakukan review kesesuaian laporan keuangan dengan PSAK. Kelemahan tersebut dapat menghambat
KAP dalam mengungkap dan membatasi praktik manajemen laba di perusahaan.
5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan