Menjadi Buruh Migran JAS Vol 15 No 2 Migrasi Internasional Jurnal 15 No 2

Migrasi Internasional: Realita dan Perubahan Kesejahteraan 24 Jurnal Analisis Sosial Vol. 15 No. 2 Desember 2010 itu, di Desa Tempuran Duwur terdapat pula 2 dua agen PJTKI yang selama ini dianggap tidak pernah berkasus dan tidak banyak kekerasan yang menimpa buruh migran yang disalurkannya di tempat kerja di luar negeri.

3. Menjadi Buruh Migran

Jumlah buruh migran asal Indonesia yang tersebar di beberapa negara saat ini 4,4 juta orang 16 . Sementara itu, wilayah Wonosobo sendiri menyumbang buruh migran sebanyak kurang lebih seribu orang yang tersebar merata di wilayah pedesaan dan perkotaan. Adanya calo yang beroperasi di desa dengan memberikan informasi tentang peningkatan taraf hidup yang lebih baik dengan menjadi buruh migran merupakan pintu pertama yang membuka warga untuk berangkat ke luar negeri, sebelum melihat keberhasilan mantan buruh migran di Desa Tempuran Duwur dan ditambah dengan adanya kemudahan prosedur yang diberikan oleh pihak penyedia jasa tenaga kerja. Langkah awal yang mereka lakukan untuk bekerja ke luar 16 Dokumen Migrant Care, diambil dari www.migrantcare.net, diakses tanggal 30 Agustus 2010 negeri adalah mendaftar melalui PJTKI yang ada di Desa Tempuran Duwur. Biaya pedaftaran berkisar antara Rp. 350.000,00 sampai dengan Rp. 1.000.000,00. Uang yang mereka pergunakan untuk mendaftar biasanya mereka peroleh dari meminjam kepada tetangga atau pun menjual aset yang mereka miliki. Jika calon buruh tidak memiliki biaya pedaftaran yang cukup, maka mereka akan mendapatkan kemudahan dengan biaya gratis, bahkan diberikan uang transpor sampai ke penampungan oleh pihak penyedia jasa tenaga kerja. Tentunya ini tidak diberikan secara Cuma-Cuma karena nantinya biaya pendaftaran tersebut akan digantikan dengan cara memotong pendapatan yang mereka terima. Hal tersebut dilakukan baik oleh perusahaan penyalur tenaga kerja maupun oleh pihak pemerintah desa. Setelah melakukan pendaftaran di desa, mereka lalu dibawa ke penampungan buruh migran di Jakarta untuk mendapatkan pendidikan kilat kurang lebih satu bulan tentang tata cara bekerja di luar negeri. Biasanya mereka mendapat pelatihan dari agen Aida Arya Duta di Jakarta. Apabila mereka sudah pernah bekerja sebelumnya, tentunya tidak perlu menjalani proses Social Security di Desa sebagai Penopang Pekerjaan Buruh Migran Perempuan 16 Dokumen Migrant Care, diambil dari www.migrantcare.net, diakses tanggal 30 Agustus 2010 Bahasan Utama Jurnal Analisis Sosial Vol. 15 No. 2 Desember 2010 25 ini 17 . Setelah menyelesaikan pendidikan kilat tersebut, mereka tinggal menunggu waktu keberangkatan karena informasi lowongan pekerjaan sudah disediakan oleh agen. Faktor pendapatan yang tinggi dalam hal ini menjadi pendorong untuk bekerja sebagai buruh migran. Dengan jenis pekerjaan yang sama, buruh migran akan menerima pendapatan yang jauh lebih besar dibanding dengan bekerja di Indonesia. Di sisi lain, mereka juga mendapatkan banyak fasilitas kerja yang nilainya tetap melebihi tingkat pendapatan di Indonesia. Pendapatan yang diterima oleh buruh tersebut tentu saja tidak digunakan untuk konsumsi di negera tempat mereka bekerja, akan tetapi lebih banyak disimpan untuk mencukupi berbagai macam kebutuhan di kampung halaman. Mereka mengirim sesuai kebutuhan yang ditentukan oleh pengelola aset di Desa Tempuran Duwur, salah satunya adalah suami. Rata-rata uang yang dikirimkan kepada keluarga sekitar Rp. 500.000,00 sampai dengan Rp. 2.000.000,00 per bulannya atau sesuai dengan kebutuhan di desa. Apabila tidak ada kebutuhan, tidak ada remitansi yang dikirim kepada 17 Dokumen Lembaga KITA, 27 April 2010 keluarga; dan uang tersebut lebih banyak disimpan. Pendapatan yang diperoleh tersebut digunakan untuk membayar hutang atau membeli tanah berupa sawah untuk digarap sendiri atau dikerjakan orang lain atau pekarangan untuk membuat rumah. Jika sudah memiliki satu rumah, maka pendapatan digunakan untuk membangun rumah kedua. Sebagaimana penuturan NH, pendapatannya selama menjadi buruh migran digunakan untuk membangun dan merenovasi rumah pertama, yang awalnya digunakan sebagai warung dan toko pupuk serta alat-alat pertanian. Untuk mendapatkan keuntungan, NH menjual barang dagangannya senilai Rp. 25.000.000,00. Setelah kebutuhan tempat tinggal terpenuhi, ia menggunakan pendapatannya untuk membeli sawah, kolam, alas yang masih ditanami kayu. Untuk mencukupi kebutuhan konsumsi berupa sepeda motor, NH menyewakan sawahnya dalam jangka waktu tahunan. Sedangkan mobil miliknya diperoleh dari hasil produksi sawah yang dimilikinya 18 . Bagi yang sudah terpenuhi kebutuhan subsistensinya, bahkan berlebih, mereka 18 Dokumen Lembaga KITA, 27 April 2010 17 Dokumen Lembaga KITA, 27 April 2010 18 Dokumen Lembaga KITA, 27 April 2010 Migrasi Internasional: Realita dan Perubahan Kesejahteraan 26 Jurnal Analisis Sosial Vol. 15 No. 2 Desember 2010 melakukan ekspansi ekonomi di wilayah lain. Mereka berupaya mendapatkan kedudukan sosial dan politik di pedesaan. Mengingat perangkat desa merupakan struktur kelas atas di pedesaan, ditinjau dari faktor ekonomi, politik, dan sosial, posisi tersebut diperebutkan oleh warga masyarakat. Pada saat ini, Kepala Desa di Desa Tempuran Duwur adalah seorang perempuan, mantan buruh migran. Demikian juga halnya dengan Bapak dan Ibu Carik Sekretaris Desa. Hal ini menunjukkan bahwa menjadi buruh migran merupakan jembatan yang menghantarkan seseorang secara sosial dan politik menduduki posisi pejabat struktural di tingkat pedesaan sebagai prestise tersendiri. Padahal, apabila kita kaji situasi hari ini, untuk menduduki jabatan publik dibutuhkan biaya yang relatif tinggi guna mendapatkan suara mayoritas. Artinya, ditinjau dari perspektif ekonomi, penghasilan buruh migran tidak kecil, dapat meningkatkan taraf penghidupan dengan cara menabung untuk kegiatan sosial dan politik. “Keberhasilan” menjadi buruh migran yang dicapai sebagian masyarakat Desa Tempuran Duwur menjadi patokan atau panutan menuju kesuksesan hidup. Akibatnya, mereka ingin mewariskannya kepada anak cucu. Kondisi ini pula yang menyebabkan buruh migran, terutama perempuan, menjadi rantai siklus yang tidak terputus. Atau dengan kata lain, masyarakat mulai merasakan kebutuhan dan kewajiban bekerja di luar negeri untuk mewujudkan mimpi- mimpi indahnya. Pola pikir masyarakat tersebut berpengaruh pada kondisi sosial di Desa Tempuran Duwur. Pada awalnya masyarakat tergantung pada sektor pertanian yang homogen sehingga suasana pedesaannya seolah-olah ‘tenteram’, semangat saling membantu alias gotong royong, kolektivisme, dan rasa kekeluargaan masih tinggi. Ketika masyarakat menemukan pekerjaan alternatif sebagai buruh migran, kondisi sosial masyarakat bergeser karena melahirkan persaingan, terutama persaingan status sosial. Apabila mereka berhasil maka akan dipuja-puja, tetapi jika sebaliknya yang terjadi, mereka akan mendapatkan tekanan sosial sebagai sosok yang tidak mampu bekerja.

4. Social Security di Pedesaan