Pendahuluan Pembuatan dan uji aktivitas sediaan unguenta scarless wound dengan ekstrak binahong dan zat aktif aspirin.

JURNAL FARMASI SAINS DAN KOMUNITAS, November 2015, hlm. 81-87 Vol. 12 No. 2 ISSN: 1693-5683 Email korespondensi: faustinasariosagmail.com PEMBUATAN DAN UJI AKTIVITAS SEDIAAN UNGUENTA SCARLESS WOUND DENGAN EKSTRAK BINAHONG DAN ZAT AKTIF ASPIRIN Maria Faustina Sari , Sri Hartati Yuliani Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Abstract: Wound is a defect of skin caused by physical or thermal damage. The inflammatory phase in the wound healing usually causes scars. Aspirin is a nonsteroidal anti-inflammatory drug NSAID that has the ability to inhibit the activity of cyclooxygenase COX leading to reduced prostaglandin amount. Binahong Anredera cordifolia is one of the plants that is used as a wound healer. Binahong contains ascorbic acid which has an important role in collagen formation phase. In this study, binahong leaf extract ointment will be combined with aspirin to produce scarless wound ointment. The method used is a purely experimental method. The test method used is histopathology tests then processed by the method of calculating the area of collagen. The data are analyzed using T-test. The addition of aspirin in the preparation of wound healing ointment can’t reduce scar formation allegedly with an incision method of white mice Mus musculus Swiss Webster. Statistically, the results showed that binahong ointment UB produces the least scar than ointment base B, followed binahong-aspirin ointment UBA, and aspirin ointment UA. Keywords: wound, aspirin, binahong Anredera cordifolia, scar.

1. Pendahuluan

Dewasa ini, luka yang terjadi pada kulit tidak jarang mengganggu kita. Hal tersebut dapat menjadi suatu gangguan terlebih apabila luka tersebut meninggalkan bekas sehingga dapat mengurangi nilai estetika dalam berpenampilan bagi beberapa kalangan. Boateng, Matthews, Stevens, dan Eccleston 2008 mendefinisikan luka sebagai kerusakan atau perubahan pada kulit yang diakibatkan oleh kerusakan secara fisik maupun termal atau sebagai akibat adanya kondisi medis maupun fisiologi. Menurut Wound Healing Society, luka merupakan gangguan stuktur anatomi normal dan fungsi dari kulit Lazarus, 1994. Percival cit., Boateng et al., 2008 menyatakan bahwa luka dapat diklasifikasikan sebagai luka akut dan luka kronis berdasarkan jenis proses penyembuhan. Luka akut merupakan cedera jaringan yang sembuh sepenuhnya, dengan jaringan parut minimal, dalam jangka waktu yang diharapkan biasanya 8-12 minggu. Luka kronis di sisi lain merupakan cedera jaringan yang sembuh secara lambat laun yang tidak sembuh melebihi 12 minggu dan terkadang terulang kembali. Lemmens dan Bunyapraphastsara cit., Sukandar et al., 2011 menyatakan binahong merupakan tanaman obat yang berasal dari Cina yang dikenal dengan nama asli Dhen San Chi atau Madeira vine di Amerika Selatan. Binahong digunakan secara tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit, di antaranya untuk penyakit kulit, hipertensi, inflamasi, dan rematik. Pengobatan tradisional di Colombia dan Taiwan menggunakan ekstrak daun binahong sebagai obat antidiabetes dan analgesik. Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa binahong memiliki kemampuan ampuh dalam penyembuhan, seperti menyembuhkan luka. Daun binahong dilaporkan mengandung saponin, flavonoid, kuinon, steroid, monoterpenoid, dan sesquiterpenoid, sedangkan rizomanya mengandung flavonoid, polifenol, tanin, dan steroid. 82 SARI, YULIANI Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas Penyembuhan luka merupakan proses biologis tertentu yang berhubungan dengan fenomena umum mengenai pertumbuhan dan regenerasi jaringan. Proses penyembuhan luka terjadi melalui serangkaian tahap independen dan tumpang tindih di mana berbagai komponen seluler dan matriks bersama-sama bertindak dalam membangun kembali integritas jaringan yang rusak dan penggantian jaringan yang hilang Boateng et al. , 2008. Lim, Levy, dan Bray 2004; Shai dan Maibach 2005; Singer dan Clark 1999 membagi fase penyembuhan luka menjadi 3 di antaranya, fase inflamasi lag phase, formasi jaringan proliferative phase, dan remodelling jaringan tissue remodelling phase yang terjadi pada waktu yang bersamaan. Luka yang terjadi pada jaringan menyebabkan gangguan pembuluh darah dan konstituen darah keluar. Hal tersebut menyebabkan terjadinya aktivasi mediator penyembuh luka yang juga merekrut leukosit inflamasi dan menghantarkannya ke lokasi terjadinya luka. Pada fase inflamasi, kolagen diproduksi untuk mempercepat proses penyembuhan. Namun apabila kolagen diproduksi dalam jumlah yang melebihi jumlah kolagen yang dibutuhkan maka hal ini dapat menimbulkan parut luka Singer dan Clark, 1999. Aspirin Gambar 1 merupakan obat antiinflamasi nonsteroidal OAINS, yang memiliki kemampuan untuk mengurangi generasi prostanoid dengan menghambat aktivitas isozim siklooksigenase COX. Prostanoid merupakan turunan biologis aktif dari asam arakidonat AA yang dilepaskan dari membran fosfolipid melalui aktivitas fosfolipase yang berbeda. COX dapat dibedakan menjadi dua, yaitu COX-1 dan COX-2 Sostres, Gargallo, dan Lanas, 2014. Dengan demikian zat aktif aspirin diduga berpotensi mengurangi terjadinya parut luka dengan menekan fase inflamasi yang terjadi. Kehadiran sediaan unguenta scarless wound dengan ekstrak binahong dan zat aktif aspirin sangat dibutuhkan masyarakat mengingat di pasaran belum ditemui sediaan unguenta penyembuh luka sekaligus menghilangkan bekas yang ditimbulkannya. Pemilihan bentuk sediaan unguenta ini mengingat unguenta mudah diaplikasikan pada kulit sebagai sediaan topikal yang dalam pembuatannya juga memperhatikan karakteristik unguenta yang ideal sehingga dapat menghantarkan obat dengan baik guna mencapai tujuan dalam penyembuhan luka dan penghilangan parut luka. Oleh karena itu dilakukan uji aktivitas terhadap sediaan unguenta scarless wound dengan ekstrak binahong dan zat aktif aspirin melalui uji histopatologi agar dapat diketahui adanya kemampuan sebagai sediaan unguenta scarless wound atau tidak sehingga dapat berguna bagi penelitian selanjutnya. Gambar 1. Struktur kimia aspirin Miner dan Hoffhines, 2007

2. Metode Penelitian