Uji kualitas sediaan racikan pulveres dengan zat aktif hidroklorotiazid pada apotek X.

(1)

INTISARI

Hidroklorotiazid dan captopril merupakan obat yang diresepkan untuk terapi pada pasien hipertensi dan gagal jantung ringan. Pulveres hidroklorotiazid dan captopril diresepkan sebagai pengganti obat bermerek Capozide® (captopril-hidroklorotiazid) yang memiliki harga lebih mahal. Uji kualitas sediaan racikan pulveres perlu dilakukan untuk menjamin mutu dan keamanan produk racikan terhadap pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas sediaan racikan pulveres dengan zat aktif hidroklorotiazid yang diracik di apotek X.

Penelitian ini bersifat non eksperimental deskriptif. Parameter yang digunakan dalam uji kualitas adalah uji keragaman bobot, uji keseragaman kandungan dengan metode KCKT, dan uji kadar air menggunakan moisture analyzer.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pulveres dengan zat aktif hidroklorotiazid yang diracik di apotek X memiliki bobot dan kandungan yang tidak seragam namun telah memenuhi kriteria kadar air yang dipersyaratkan. Nilai koefisien variasi (KV) pada uji keragaman bobot untuk tiga kali waktu pengambilan sampel adalah 10,03% ; 12,98% dan 13,35%. Hasil uji keseragaman kandungan didapatkan hanya satu bungkus dari sembilan sampel bungkus pulveres yang memenuhi rentang yang dipersyaratkan.

Kata kunci: Pulveres, hidroklorotiazid, keragaman bobot, keseragaman kandungan zat aktif, kadar air


(2)

ABSTRACT

Hydrochlorothiazide and captopril are a medicines that prescribed for treatment in patients with mild hypertension and heart failure. Pulveres of hydrochlorothiazide and captopril are prescribed as a substitution for branded drug Capozide® (captopril-hydrochlorothiazide) that has more expensive price. The quality assesment are needed to ensure the quality and safety of products on patients. The aim if this study were to determine the quality of pulveres with hydrochlorothiazide as an active ingredient from X pharmacy.

This research is a non experimental study. Parameters that used in the quality test weight variation weight, content uniformity using HPLC method, and moisture content using moisture analyzer.

The result showed that the pulveres in X pharmacy were disuniform on weight and content, but accepted on moisture content parameter. Coefficient of variation (CV) value as result of weight variation test for three times sampling were 10.03%; 12.98% and 13.35%. Content uniformity test showed that eight of nine units pulveres did not meet the requirements range of criteria.

Keywords: pulveres, hydrochlorothiazide, weight variation, content uniformity, water content.


(3)

UJI KUALITAS SEDIAAN RACIKAN PULVERES DENGAN ZAT AKTIF HIDROKLOROTIAZID PADA APOTEK X

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Satrio Oky Kusuma Nugroho

NIM :118114125

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

UJI KUALITAS SEDIAAN RACIKAN PULVERES DENGAN ZAT AKTIF HIDROKLOROTIAZID PADA APOTEK X

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Satrio Oky Kusuma Nugroho

NIM :118114125

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

Halaman Persembahan

Dedicated to:

Bapak

Mamah

Nanda


(8)

(9)

(10)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah swt atas berkat, rahmat,

anugerah dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:

“Uji Kualitas Sediaan Racikan Pulveres dengan Zat Aktif Hidroklorotiazid pada Apotek X” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa selama proses penyusunan dan penyelesaian

skripsi, penulis telah mendapatkan bantuan berupa doa, dukungan, semangat,

saran, dan kritik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua atas seluruh kasih sayang, doa, perhatian, kesabaran, motivasi,

kritik, dan saran yang telah diberikan kepada penulis.

2. Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan waktu, bimbingan, diskusi, kritik, dan saran kepada penulis

mulai dari penyusunan proposal, proses penelitian hingga penyelesaian

skripsi ini.

3. Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. selaku dosen pembimbing II yang

telah membimbing, selalu mendampingi serta memberikan kritik, saran dan


(11)

viii

4. Tim dosen penguji atas kesediannya dalam memberikan waktu serta

pengarahan, kritik, dan saran yang membangun untuk penyelesaian untuk

skripsi ini.

5. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas ilmu, nasihat

dan bimbingan yang telah diberikan.

6. Wirna Niki Suprobo selaku teman, sahabat, dan rekan kerja dalam penelitian

skripsi ini. Terima kasih atas kerjasama, kesabaran, keceriaan semangat, dan

kebersamaan, yang telah banyak membantu baik suka maupun duka.

7. Teman-teman Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas

kerja sama dan kebersamaan selama proses perkuliahan.

8. Seluruh staf laboratorium kimia Fakultas Farmasi: Mas Bimo, Pak Parlan,

dan Mas Agung atas bantuannya selaman penelitian berlangsung.

9. Apotek Chrisstella karena telah membantu penulis selama proses penelitian.

10.Seluruh pihak yang telah membantu selama proses penelitian ini yang tidak

dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak. Akhir kata, penulis meminta maaf apabila ada kesalahan dalam

penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk majunya ilmu

pengetahuan farmasi.

Yogyakarta, 27 Juli 2015


(12)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian... 3

3. Manfaat penelitian ... 4

B.Tujuan Penelitian ... 4


(13)

x

A.Sediaan Pulveres ... 6

B.Uji Kualitas Pulveres ... 7

C.Hidroklorotiazid ... 9

D.Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 11

E. Validasi Metode Analisis ... 14

F. Keterangan Empiris ... 16

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 17

A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 17

B.Variabel Penelitian ... 17

C.Definisi Operasional ... 18

D.Bahan Penelitian ... 19

E. Alat Penelitian ... 19

F. Tata Cara Penelitian ... 20

G.Analisis Hasil ... 27

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A.Uji Keragaman Bobot ... 31

B.Uji Keseragaman Kandungan ... 33

C.Uji Kadar Air dalam Sampel Pulveres ... 47

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

A.Kesimpulan ... 49

B.Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50


(14)

xi


(15)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Nilai recovery yang diperbolehkan untuk setiap kadar analit .. 14

Tabel II. Nilai presisi yang diijinkan untuk konsentrasi analit berbeda .. 15

Tabel III. Hasil uji keseragaman bobot pulveres hidroklorotiazid ... 32

Tabel IV. Data kurva baku hidroklorotiazid ... 39

Tabel V. Hasil perhitungan resolusi sampel hidroklorotiazid ... 40

Tabel VI. Hasil persen perolehan kembali baku hidroklorotiazid ... 41

Tabel VII. Data presisi intraday dan interday (n=3)... 43

Tabel VIII. Uji keseragaman kandungan hidroklorotiazid dalam pulveres ... 45

Tabel IX. Nilai % moisturecontent sebelum dan setelah penyimpanan selama 9 hari ... 47


(16)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur hidroklorotiazid ... 10

Gambar 2. Sistem instrumen pada KCKT... 12

Gambar 3. Spektra larutan baku hidroklorotiazid ... 36

Gambar 4. Kromatogram larutan baku hidroklorotiazid ... 39


(17)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat izin penelitian dan pengambilan data di apotek X ... 53

Lampiran 2. Resep sediaan racikan pulveres di apotek X ... 54

Lampiran 3. Contoh data penimbangan baku hidroklorotiazid ... 55

Lampiran 4. Contoh data penimbangan sampel hidroklorotiazid ... 56

Lampiran 5. Kromatogram baku hidroklorotiazid ... 57

Lampiran 6. Kromatogram sampel pulveres dengan zat aktif hidroklorotiazid ... 59

Lampiran 7. Kurva baku hidroklorotiazid ... 62

Lampiran 8. Contoh perhitungan nilai koefisien variasi dan % recovery . 63 Lampiran 9. Data presisi lengkap... 64

Lampiran 10. Contoh perhitungan kadar hidroklorotiazid dalam sampel ... 66


(18)

xv

INTISARI

Hidroklorotiazid dan captopril merupakan obat yang diresepkan untuk terapi pada pasien hipertensi dan gagal jantung ringan. Pulveres hidroklorotiazid dan captopril diresepkan sebagai pengganti obat bermerek Capozide® (captopril-hidroklorotiazid) yang memiliki harga lebih mahal. Uji kualitas sediaan racikan pulveres perlu dilakukan untuk menjamin mutu dan keamanan produk racikan terhadap pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas sediaan racikan pulveres dengan zat aktif hidroklorotiazid yang diracik di apotek X.

Penelitian ini bersifat non eksperimental deskriptif. Parameter yang digunakan dalam uji kualitas adalah uji keragaman bobot, uji keseragaman kandungan dengan metode KCKT, dan uji kadar air menggunakan moisture analyzer.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pulveres dengan zat aktif hidroklorotiazid yang diracik di apotek X memiliki bobot dan kandungan yang tidak seragam namun telah memenuhi kriteria kadar air yang dipersyaratkan. Nilai koefisien variasi (KV) pada uji keragaman bobot untuk tiga kali waktu pengambilan sampel adalah 10,03% ; 12,98% dan 13,35%. Hasil uji keseragaman kandungan didapatkan hanya satu bungkus dari sembilan sampel bungkus pulveres yang memenuhi rentang yang dipersyaratkan.

Kata kunci: Pulveres, hidroklorotiazid, keragaman bobot, keseragaman kandungan zat aktif, kadar air


(19)

xvi

ABSTRACT

Hydrochlorothiazide and captopril are a medicines that prescribed for treatment in patients with mild hypertension and heart failure. Pulveres of hydrochlorothiazide and captopril are prescribed as a substitution for branded drug Capozide® (captopril-hydrochlorothiazide) that has more expensive price. The quality assesment are needed to ensure the quality and safety of products on patients. The aim if this study were to determine the quality of pulveres with hydrochlorothiazide as an active ingredient from X pharmacy.

This research is a non experimental study. Parameters that used in the quality test weight variation weight, content uniformity using HPLC method, and moisture content using moisture analyzer.

The result showed that the pulveres in X pharmacy were disuniform on weight and content, but accepted on moisture content parameter. Coefficient of variation (CV) value as result of weight variation test for three times sampling were 10.03%; 12.98% and 13.35%. Content uniformity test showed that eight of nine units pulveres did not meet the requirements range of criteria.

Keywords: pulveres, hydrochlorothiazide, weight variation, content uniformity, water content.


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keterbatasan bentuk sediaan dan kombinasi zat aktif yang tersedia di

pasaran seringkali menyulitkan proses terapi untuk pasien anak-anak dan pasien

lanjut usia. Salah satu solusi untuk mengatasi keadaan tersebut adalah dengan

membuat resep racikan. Menurut Patramurti dan Ismiyati (2010), bentuk sediaan

racikan yang banyak dipilih dalam dalam terapi pada pasien adalah bentuk sediaan

pulveres.

Pulveres adalah serbuk yang diracik dari satu atau beberapa bahan aktif,

dicampurkan menjadi satu dan dihaluskan, setelah itu dibagi dalam bagian-bagian

yang sama rata dan dibungkus menggunakan kertas perkamen, biasanya ditujukan

untuk pemakaian oral. Menurut Wiedyaningsih (2013), pulveres memiliki

beberapa keuntungan dibanding sediaan lainnya, antara lain dosis mudah

disesuaikan dengan berat badan pasien, obat dapat dikombinasikan sesuai

kebutuhan pasien, praktis, dan cara pemberian yang mudah khususnya untuk

pasien yang memiliki kesulitan menelan sediaan padat seperti tablet.

Pulveres hidroklorotiazid dan captopril adalah obat untuk terapi

hipertensi dan gagal jantung ringan, diresepkan sebagai pengganti obat bermerek

(brand-name drug) yaitu Capozide® yang memiliki harga jauh lebih mahal. Uji keseragaman kandungan pada penelitian ini hanya dilakukan pada senyawa


(21)

hidroklorotiazid yaitu 50 mg/hari, atau lebih kecil dibandingkan dengan captopril

yaitu 150 mg/hari dalam bentuk kombinasi, sehingga dianggap lebih beresiko

untuk terjadi ketoksikan pada hidroklorotiazid dibandingkan dengan captopril.

Pemilihan satu komponen zat aktif juga dikarenakan kandungan satu senyawa

diasumsikan sudah mampu mewakili kadungan pulveres secara keseluruhan.

Hidroklorotiazid bekerja dengan cara menghambat co-transporter

natrium/klorida di tubulus kontortus distal pada ginjal, yang mengakibatkan

natriuresis (natrium diekskresikan melalui urin) sehingga mengurangi volume

darah intravaskular yang kemudian menurunkan tekanan darah (Katzung, Masters

dan Trevor, 2012).

Menurut Syamsuni (2005), sediaan racikan pulveres dikatakan

berkualitas jika memenuhi persyaratan yaitu kering, halus, homogen, seragam

dalam bobot, dan seragam dalam kandungan zat aktif obat. Menurut Patramurti

dan Ismiyati (2010), sediaan racikan yang berkualitas akan berdampak pada

keamanan pasien di mana keamanan pasien merupakan fokus utama dari WHO.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan berkurangnya kualitas sediaan

pulveres, yaitu berat tiap bungkus berbeda karena pembagian obat pada perkamen

dilakukan secara visual (visual filling) atau tidak ditimbang satu per satu, efektifitas obat dapat berkurang karena sebagian obat menempel pada

mortir-stamper atau blender saat proses peracikan sehingga jumlah obat yang diberikan

kepada pasien juga berkurang, proses pencampuran yang tidak sesuai dengan

Good Compounding Practice serta tingkat higienisitas yang cenderung lebih rendah daripada obat produksi pabrik.


(22)

Peracikan obat disupervisi oleh apoteker, namun yang terjadi di lapangan

adalah tenaga apoteker maupun asisten apoteker dalam suatu intalasi kesehatan

tergolong masih sangat minim dan terbatas keberadaannya, padahal jumlah resep

racikan semakin hari semakin meningkat dan semakin banyak membuat suatu

instalasi farmasi menggunakan tenaga kerja non apoteker untuk membantu

pekerjaan mereka dalam proses peracikan resep (Dewi dan Wiedyaningtyas,

2012).

Keamanan pasien (patient safety) menjadi fokus utama dalam pelayanan kefarmasian bagi apoteker yang mengutamakan pasien (patient oriented). Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan kontrol kualitas terhadap

pulveres yang telah dibuat, sehingga penelitian terkait kualitas sediaan racikan di

apotek X perlu dilakukan.

1. Rumusan masalah

Apakah sediaan racikan pulveres dengan zat aktif hidroklorototiazid yang

diracik di apotek X telah memenuhi syarat pulveres yang berkualitas

berdasarkan uji keragaman bobot, keseragaman kandungan zat aktif, dan

kadar air?

2. Keaslian penelitian

. Penelitian terkait uji kualitas sediaan racikan yang pernah dilakukan

adalah “Uji Keseragaman Kandungan Zat Aktif Pulveres Parasetamol dan

Fenobarbital serta Pulveres Ketotifen Fumarat dan Siproheptadin HCL


(23)

Pasien Anak Mengandung Paracetamol dan Fenobarbital: Tinjauan

Keseragaman Kandungan Zat Aktif” oleh Patramurti dan Ismiyati (2010).

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan peneliti, penelitian tentang

Uji Kualitas Sediaan Zat Aktif Racikan Pulveres dengan Zat Aktif

Hidroklorotiazid di Apotek X yang meliputi uji keragaman bobot, uji

keseragaman kandungan, dan uji kadar air belum pernah dilakukan

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kefarmasian tentang

pentingnya dilakukan uji kualitas untuk resep racikan terutama sediaan

pulveres yang telah dibuat terkait keragaman bobot, keseragaman

kandungan dan kadar air.

b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi pelayanan kefarmasian, yaitu memberikan informasi

mengenai kualitas yang baik dari sediaan pulveres di apotek X serta

diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas

sediaan racikan pulveres di Apotek X.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Menentukan kualitas sediaan racikan pulveres dengan zat aktif


(24)

2. Tujuan khusus

Mengetahui kualitas sediaan racikan pulveres dengan zat aktif

hidroklorotiazid yang diracik di apotek X telah memenuhi syarat pulveres yang

berkualitas berdasarkan uji keragaman bobot, keseragaman kandungan zat aktif,


(25)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Sediaan Pulveres

Pulveres adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang kurang lebih sama,

dibungkus dengan kertas perkamen atau bahan pengemas yang lain yang cocok

(Syamsuni, 2005). Pulveres adalah serbuk yang diracik dari satu atau beberapa

bahan aktif, dicampurkan menjadi satu dan dihaluskan, setelah itu dibagi dalam

bagian-bagian yang sama rata dan dibungkus menggunakan kertas perkamen,

biasanya ditujukan untuk pemakaian oral (Wiedyaningsih, 2013).

Bentuk sediaan pulveres memiliki keuntungan diantaranya yaitu dosis

mudah disesuaikan dengan berat badan pasien, obat dapat dikombinasikan sesuai

kebutuhan pasien, praktis, dan cara pemberian yang mudah khususnya untuk

pasien yang memiliki kesulitan menelan sediaan padat seperti tablet. Sedangkan

kekurangan pulveres yaitu kemungkinan efek samping dan interaksi obat

meningkat, waktu untuk menyediakan obat racikan lebih lama, berat tiap bungkus

berbeda karena pulveres tidak ditimbang satu per satu untuk tiap bungkus,

kemungkinan terdapat kesalahan menimbang, sulit melakukan kontrol kualitas,

menurunnya stabilitas obat, dapat meningkatkan toksisitas, efektivitas obat dapat

berkurang karena sebagian obat akan menempel pada blender/mortir dan kertas

pembungkus, tingkat higienisitasnya cenderung lebih rendah daripada obat yang


(26)

penggunaan obat irasional karena penggunaan obat polifarmasi tidak mudah

diketahui oleh pasien (Wiedyaningsih, 2013).

Sediaan racikan pulveres dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila

memenuhi persyaratan yaitu kering, halus, homogen, seragam dalam bobot, dan

seragam dalam zat yang terkandung (Syamsuni, 2005).

B. Uji Kualitas Pulveres 1. Uji keragaman bobot

Uji keragaman bobot sediaan dosis tunggal dapat digunakan untuk

penentuan variasi bobot dan nilai keseragaman kandungan (Kupiec, Vu, dan

Branscum, 2008). Persyaratan keragaman bobot dapat diterapkan pada produk

yang mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari

bobot suatu sediaan dan dapat diterapkan pada sediaan padat (termasuk sediaan

padat steril) tanpa mengandung zat aktif atau inaktif yang ditambahkan (Depkes

RI, 1995). Penyimpangan bobot masing-masing bungkus pulveres terhadap yang

lain adalah tidak boleh lebih dari 10% (Anief, 1990).

Baik keragaman bobot maupun keseragaman kandungan zat aktif akan

berpengaruh pada keseragaman dosis atau variasi dosis (Aulton dan Taylor,

2013). Uji keragaman bobot dilakukan sebagai tahap awal identifikasi untuk

mengetahui keseragaman kandungan dari sampel pulveres (Darmawan, 2012).

Bobot pulveres yang bervariasi dapat berpengaruh pada efikasi dan dapat

menyebabkan toksisitas pada obat yang memiliki indeks terapi sempit (Tahaineh


(27)

2. Uji keseragaman kandungan

Uji keseragaman kandungan adalah uji yang dirancang USP untuk

menjamin homogenitas zat aktif tiap unit bentuk sediaan obat, yang mana

kandungan zat aktif tiap unit pengukuran harus berada pada rentang 85-115% dari

label klaim (Banker dan Rhodes, 2002). Persyaratan keseragaman kandungan

dapat diterapkan pada semua bentuk sediaan. Persyaratan keseragaman kandungan

apabila kandungan zat aktif terdapat dalam jumlah kecil yaitu kurang dari 50 mg

atau kurang dari 50% bobot sediaan (Depkes RI, 1995).

Keseragaman kandungan suatu sediaan obat dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, seperti berat jenis (density), ukuran partikel, dan bentuk partikel. Pengujian keseragaman kandungan biasanya menggunakan metode KCKT

(Huynh-Ba, 2009). Uji keseragaman kandungan dapat menjamin kualitas, presisi,

dan standar keselamatan dari suatu bentuk sediaan obat (Kupiec dkk., 2008).

Menurut Farmakope Indonesia IV (1995), tablet hidroklorotiazid mengandung

hidroklorotiazid (C7H8ClN3O4S2) tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari

110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

3. Uji kadar air

Baik eksipien maupun zat aktif yang digunakan dalam sediaan obat padat

dapat terpapar uap air yang terkandung di udara yang lembab selama proses

penyimpanan, dan pengaruhnya terhadap stabilitas sediaan obat tergantung pada

banyaknya jumlah air yang terdistribusi ke sediaan padat tersebut (Sandler,

Reiche, Heinamaki, dan Yliruusi, 2010). Laktosa adalah salah satu eksipien yang


(28)

selulosa juga merupakan contoh eksipien yang paling sering digunakan dalam

pembuatan tablet sebagai coating agent, binder, diluents, dan disintegrant (Niazi, 2009). Nilai kadar air dalam tablet dengan eksipien mikrokristalin selulosa dan

laktosa tidak boleh lebih dari 7% (Lanz, 2006).

Pengujian kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode,

yaitu metode Loss on Drying dan Karl Fischer Titration. Metode Loss on Drying

sering digunakan untuk pengujian kadar air pada tablet, eksipien, dan zat yang

sangat stabil. Metode Karl Fischer didasarkan pada reaksi kuantitatif air dengan laurtan anhidrat belerang dioksida dan iodin dengan adanya dapar yang bereaksi

dengan ion hidrogen (Huynh-Ba, 2009).

C. Hidroklorotiazid

Hidroklorotiazid (HCTZ) adalah obat golongan diuretik tiazid yang

digunakan dalam terapi edema dan hipertensi. Hidroklorotiazid sebagai anti

hipertensi biasanya digunakan sebagai terapi awal baik sebagai monoterapi

ataupun dikombinasikan dengan antihipertensi golongan lain. Mekanisme kerja

hidroklorotiazid adalah menghambat co-tansporter sodium dan chloride di epitelium tubular ginjal, yang menyebabkan ekskresi sodium (Na+), chloride (Cl-) dan air dari dalam tubuh melalui urin yang menurunkan cardiac output dan cairan tubuh sehingga dapat menurunkan tekanan darah (Mozayani dan Raymon, 2012).

Hidroklorotiazid memiliki rumus molekul C7H8ClN3O4S2. Struktur


(29)

Gambar 1. Struktur hidroklorotiazid (Moffat, Osselton, dan Widdop, 2011)

Tabet hidroklorotiazid mengandung hidroklorotiazid (C7H8ClN3O4S2)

tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada

etiket. Hidroklorotiazid berupa serbuk hablur putih, tidak berbau, dan tidak berasa

(Depkes RI, 1995). Kelarutan hidroklorotiazid adalah tidak larut dalam air,

kloroform dan eter, mudah larut dalam natrium hidroksida dan dimetilformamida,

dan agak sukar larut dalam metanol (Moffat dkk., 2011).

Hidroklorotiazid memiliki panjang gelombang serapan maksimum pada

225 nm, 270 nm, dan 317 nm, dan pada panjang gelombang maksimum 225 nm

hidroklorotiazid menampilkan standar deviasi yang paling kecil (Ferraro,

Castelano, dan Kaufman, 2002). Absobansi hidroklorotiazid dengan absortivitas

1% dan ketebalan kuvet 1cm adalah dengan pelarut asam adalah 644 dan pada

pelarut basa adalah 520 (Moffat dkk., 2011). Absortivitas merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas

radiasi yang mengenai larutan sampel. Absortivitas bergantung pada suhu, pelarut,

struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. (Gandjar dan Rohman, 2007).


(30)

D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) 1. Definisi

KCKT atau disebut juga HPLC (High Performance Liquid Chromatography) adalah teknik analisis kuantitatif dengan cara memisahkan dan menganalisis analit dari komponen lain dalam matriks sampel dengan bantuan

kolom sebagai fase diam dan cairan sebagai fase gerak (Snyder, Kirkland, dan

Dolan, 2010). KCKT merupakan teknik analisis kuantitatif yang paling banyak

digunakan untuk analisis kuantitatif obat-obatan, biomolekul, polimer, dan

senyawa organik lain (Ahuja dan Dong, 2005).

2. Instrumentasi

Mekanisme kerja KCKT adalah sampel dimasukan ke dalam tempat

injeksi yang menuju kolom kromatografi. Fase gerak menuju kolom dengan

bantuan pompa, zat-zat terlarut akan terpisah karena adanya interaksi yang bebeda

antara komponen dalam sampel dengan fase gerak dan fase diam yang berada di

dalam kolom. Zat-zat terlarut yang sudah terpisah meninggalkan kolom dan akan

terdeteksi oleh detektor. Hasil yang diperoleh dari proses tersebut adalah

kromatogram yang terdiri dari signal detektor dan waktu (Snyder dkk., 2010).

Instrumetasi dari KCKT terdiri dari beberapa komponen, yaitu wadah fase gerak,

pompa, tempat sampel, kolom, dan detektor seperti terlihat pada gambar 2


(31)

Gambar 2. Sistem intrumen pada KCKT (Snyder dkk., 2010)

a. Wadah fase gerak. Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Fase gerak

sebelum digunakan harus disaring dan di-degassing terlebih dahulu, dengan tujuan untuk menghilangkan pengotor dan gas yang dapat menyumbat

kolom sehingga mengacaukan analisis. Bahan-bahan yang digunakan untuk

membuat fase gerak disarankan memiliki kemurnian yang sangat tinggi atau

berstandar KCKT (HPLC grade) (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Fase gerak. Fase gerak biasanya terdiri dari beberapa campuran pelarut

sehingga nantinya memiliki daya elusi dan resolusi yang diinginkan. Daya

elusi dan resolusi tersebut ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut,

polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Snyder dkk.,

2010).

Fase gerak yang digunakan pada KCKT fase terbalik (HPLC-RP) adalah

fase gerak yang bersifat lebih polar dibanding fase diam. Contoh fase gerak


(32)

larutan buffer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril, atau

campuran metanol dengan asetonitril (Gandjar dan Rohman, 2007). Hal-hal

yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan fase gerak, yaitu polaritas,

kelarutan sampel, stabilitas, pH, dan kompatibilitas antar pelarut. Selain itu,

fase gerak harus dapat tercampur dengan baik dan tidak terdapat endapan

apabila terdiri dari campuran beberapa pelarut (Kazakevich dan Lobrutto,

2007).

c. Pompa. Pompa yang digunakan untuk KCKT harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umumnya digunakan untuk pompa, yaitu gelas , baja

tahan karat, teflon, dan batu nilam. Tujuan dari penggunaan pompa dalam

KCKT adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung

konstan dan reprodusibel, tepat, dan bebas gangguan (Snyder dkk., 2010). d. Kolom. Kolom merupakan bagian yang sangat penting dalam pemisahan

komponen-komponen sampel yang terdapat fase diam di dalamnya.

Oktadesilsilan (C18) dan oktilsilika (C8) merupakan fase diam yang paling

banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan

kepolaran rendah, sedang maupun tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007).

e. Detektor. Detektor pada KCKT digolongkan menjadi 2 kelompok, yaitu

detektor universal (misalnya detektor indeks bias dan detektor spektrofotometri massa) dan detektor yang spesifik (misalnya detektor

UV-Vis, detektor fluoresensi, dan detektor elektrokimia). Detektor yang paling

sering digunkan adalah detektor UV-Vis. Cara kerja detektor ini didasarkan


(33)

gelombang 190-800 nm oleh molekul yang memiliki struktur atau gugus

kromoforik (Snyder dkk., 2010).

E. Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis merupakan prosedur yang digunakan untuk

menunjukkan bahwa metode analisis yang digunakan untuk kuantifikasi analit

dalam matriks adalah reliable dan reprodusible untuk mencapai tujuannya (Chan, Lam, Lee, dan Zhang, 2004).

1. Selektivitas

Selektivitas adalah kemampuan suatu metode analisis untuk mengukur

dan membedakan dengan akurat respon analit dengan seluruh komponen sampel

yag mungkin ada dalam matriks sampel (Chan dkk, 2004).

2. Akurasi

Akurasi adalah suatu prosedur analisis untuk melihat kedekatan antara

nilai terukur atau nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan nilai

sebenarnya (Ermer dan Miller, 2005).

Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (% recovery) yang ditentukan dengan melakukan spiking ataupun dengan cara metode penambahan baku (standard addition method) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Tabel acuan nilai recovery untuk penetapan akurasi dapat dilihat pada tabel I.


(34)

Tabel I. Nilai recovery yang diperbolehkan untuk setiap kadar analit

(Gonzalez dan Herrador, 2007).

3. Presisi

Presisi adalah prosedur analisis untuk melihat derajat kesesuaian hasil uji

individual dari beberapa penginjeksian suatu seri standar. Presisi seringkali diukur

sebagai persen Relative Standard Deviation (RSD) atau Coefficient of Variation

(CV) (Gandjar dan Rohman, 2007). Tabel acuan nilai % RSD untuk penetapan

presisi dapat dilihat pada tabel II.

Tabel II. Nilai presisi yang diijinkan untuk konsentrasi analit yang berbeda


(35)

4. Linieritas

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh

hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran

yang diberikan (Gandjar dan Rohman, 2010). Suatu metode dikatakan memiliki

linieritas yang baik jika nilai koefisien korelasi (r) > 0,99 (Chan dkk., 2004).

F. Keterangan Empiris

Sediaan racikan pulveres dengan kandungan zat aktif hidroklorotiazid dan

captopril digunakan untuk terapi hipertensi pada apotek X. Sediaan racikan

pulveres dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik jika memenuhi syarat

kering, halus, homogen, seragam dalam bobot, dan seragam dalam kandungan zat

aktif. Proses peracikan pulveres yang tidak sesuai dengan aturan Good Compounding Practice dapat menurunkan kualitas pulveres yang dibuat. Parameter kualitas yang sering diabaikan dalam peracikan pulveres adalah

keragaman bobot dan keseragaman kandungan.

Uji kualitas pulveres dengan mengukur keragaman bobot dilakukan

sebagai tahap awal identifikasi menggunakan neraca analitik, dilanjutkan uji

keseragaman kandungan menggunakan metode KCKT fase terbalik dengan

detektor UV-Vis, dan uji kadar air sebelum dan setelah penyimpanan selama 9

hari menggunakan moisture analyzer pada suhu 120ºC selama 90 detik.

Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kualitas sediaan

racikan pulveres dengan zat aktif hidroklorotiazid pada apotek X terkait parameter


(36)

17

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang berjudul “Uji Kualitas Sediaan Racakan Pulveres dengan Zat Aktif Hidroklorotiazid di Apotek X” termasuk penelitian non

eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Jenis penelitian non

eksperimental karena penelitian ini tidak dilakukan manipulasi atau pemberian

perlakuan pada subjek uji. Rancangan penelitian deskriptif karena peneliti hanya

mendeskripsikan keadaan yang ada.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel utama

a. Sediaan racikan pulveres dengan zat aktif hidroklorotiazid yang diracik di

apotek X.

b. Kualitas sediaan racikan pulveres terkait keragaman bobot, keseragaman

kandungan, dan kadar air.

2. Variabel pengacau

a. Variabel yang dapat dikendalikan dalam penelitian ini adalah:

1) Perbedaan spesifikasi alat yang digunakan selama penelitian,

digunakan alat dan instrumen yang sama selama penelitian.

2) Kemurnian pelarut dan fase gerak, sehingga digunakan pelarut dan


(37)

b. Variabel yang tidak dapat dikendalikan dalam penelitian ini adalah

peracik yang berbeda pada setiap pengambilan sampel.

C. Definisi Operasional

a. Pulveres adalah serbuk yang diracik dari beberapa bahan aktif, dicampur dan

dihaluskan menjadi satu, kemudian dibagi dalam bagian-bagian yang sama rata

dan dibungkus dengan kertas perkamen.

b. Sediaan racikan pulveres yang digunakan sebagai sampel adalah sediaan

racikan pulveres mengandung hidroklorotiazid dan captopril sebagai zat aktif

dan bahan lain sebagai bahan pengisinya yang diracik di apotek X.

c. Zat aktif obat adalah unsur dalam obat yang memiliki khasiat menyembuhkan

penyakit. Penelitian ini menggunakan hidroklorotiazid sebagai zat aktif obat

yang diteliti dalam sediaan pulveres.

d. Parameter kulitas sediaan racikan pulveres yang diuji meliputi keragaman

bobot, keseragaman kandungan, dan kadar air.

e. Keragaman bobot sediaan racikan pulveres ditentukan dengan menghitung nilai

KV. Sediaan racikan puveres dikatakan memiliki bobot yang seragam apabila

nilai KV ≤ 10% dan seluruh sampel pulveres yang diuji berada dalam rentang

90% hingga 110% yang tertera pada bobot teoritis.

f. Keseragaman kandungan diukur dengan seperangkat instrumen KCKT fase

terbalik dengan fase diam C18 dan fase gerak campuran metanol: air (95:5)

dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit. Pengujian keseragaman kandungan


(38)

g. Sediaan racikan pulveres dikatakan seragam dalam kandungan apabila seluruh

sampel pulveres yang diuji terletak dalam rentang 90,0% hingga 110% dari

yang tertera pada resep.

h. Kadar air ditentukan dengan menghitung nilai persen moisture content sediaan racikan pulveres sebelum dan setelah penyimpanan. Penyimpanan dilakukan

selama 9 hari.

i. Sediaan racikan pulveres dikatakan memenuhi uji kadar air apabila memiliki

nilai persen moisture content dibawah 7%.

D. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku

hidroklorotiazid (P.T. Combiphar) dengan kemurnian 99,8%, metanol gradient grade for liquid chromatography (E. Merck), aquabidestilata (Laboratorium Kimia Analisis Instrumen, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma), dan

sediaan racikan pulveres dengan zat aktif hidroklorotiazid yang diracik di apotek

X.

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik merk

Ohaus® tipe PAJ1003 (max 120 g, min 0,001 g), spektrofotometer merk

shimadzu® tipe UVmini-1240, KCKT merek Shimadzu® LC-2010HT No.

C21255111004 LP, Detektor UV/Vis, kolom oktadesilsilan (C18) merk


(39)

komputer merek hp®, moisture analyzer merek Kern® tipe MLS 50-3C,

ultrasonikator merek Retsch® tipe T460, vakum merek Gast® model

DOA-P504-BN, membrane filter holder merek Whatman® (kapasitas 300mL) Cat. No. 1960-004, organic solvent membrane filter merek Whatman® (ukuran pori 0.5 µm, diameter 47 mm); inorganic solvent membrane filter merek Whatman® (ukuran pori 0,45 µm, diameter 47 mm), penyaring Milipore, mikropipet Socorex®ukuran 20-200 µl, 100-1000 µl, dan 500-5000 µl, mortir dan stamper, dan seperangkat

alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis.

F. Tata Cara Penelitian 1. Pengambilan sampel

Sampel yang dipilih dan digunakan dalam penelitian ini adalah sediaan

racikan pulveres dengan zat aktif hidroklorotiazid dan captopril yang diracik di

apotek X dengan resep sebagai berikut :

R/ Captopril 12,5 mg

Hidroklorotiazid 25 mg

Mfla. Pulv. d.td. no IX

Berdasarkan resep diketahui kadar teoritis hidroklorotiazid adalah 25 mg

dan captopril adalah 12,5 mg. Selanjutnya ketika dilakukan penimbangan tablet

captopril dan hidroklorotiazid yang digunakan apotek X untuk membuat

sediaan racikan pulveres didapatkan bobot teoritis adalah 276,6 mg dengan


(40)

Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali dalam waktu yang

berbeda-beda, dan setiap pengambilan didapatkan 9 bungkus pulveres. Seluruh

sampel pulveres yang diperoleh diuji terlebih dahulu keragaman bobotnya,

kemudian dari total sembilan bungkus pulveres diambil tiga bungkus untuk uji

keseragaman kandungan dan enam bungkus untuk dilakukan pengujian kadar

air. Total sampel pulveres yang digunakan dalam penelitian ini adalah 27

bungkus.

2. Uji keragaman bobot pulveres

Sembilan bungkus pulveres ditimbang satu persatu menggunakan neraca

analitik. Proses penimbangan adalah ditimbang terlebih dahulu isi pulveres

dengan bungkusnya, kemudian isi pulveres dikeluarkan dan bungkus pulveres

ditimbang kembali. Bobot isi tiap bungkus pulveres didapatkan dari hasil

selisih antara nilai bobot pulveres dan bungkusnya dengan nilai bobot bungkus

pulveres dengan sisanya.

Uji kadar air Uji keragaman bobot Uji keseragaman kandungan 3x 3x 6 Bungkus 3 Bungkus 9 Bungkus Ran d o m 3x


(41)

3. Uji keseragaman kandungan

a. Verifikasi metode KCKT.

1) Pembuatan fase gerak dan pelarut. Fase gerak dan pelarut yang

digunakan dalam penelitian ini adalah campuran metanol dan air dengan

perbandingan 95:5 v/v. Metanol grade KCKT dan air (aquabidestilata) masing-masing disaring menggunakan organic solvent membrane filter

untuk metanol, dan anorganic solvent membrane filter untuk aquabidestilata dengan bantuan pompa vaccum. Kemudian diletakkan pada wadah fase gerak KCKT, di mana metanol di wadah fase gerak B

sedangkan aquabidestilata di wadah fase gerak A, lalu fase gerak tadi

di-degassing menggunakan ultrasonikator selama 15 menit sebelum digunakan. Fase gerak dan pelarut pada penelitian ini menggunakan

komposisi dan senyawa yang sama, dengan tujuan untuk meminimalisir

gangguan pelarut pada detektor KCKT seperti jika komposisi fase gerak

dan pelarut berbeda.

2) Pembuatan larutan baku hidroklorotiazid.

a) Pembuatan larutan stok baku hidroklorotiazid. Hidroklorotiazid

ditimbang lebih kurang 100 mg secara seksama, dan dimasukkan ke

dalam labu ukur 50 mL kemudian dilarutkan dengan pelarut berupa

campuran metanol dan air (95:5) sampai batas tanda hingga diperoleh

larutan stok hidroklorotiazid dengan konsentrasi 2 mg/mL.

b) Pembuatan larutan intermediet baku hidroklorotiazid. Sebanyak 5 mL


(42)

dalam labu ukur 10 mL. Kemudian diencerkan dengan pelarut sampai

batas tanda hingga diperoleh larutan intermediet hidroklorotiazid

dengan konsentrasi 1 mg/mL.

c) Pembuatan seri kurva baku hidroklorotiazid. Larutan intermediet

hidroklorotiazid diambil sebanyak 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140 dan

160 µl. Masing-masing larutan tersebut kemudian diencerkan dengan

pelarut dalam labu takar 10 mL hingga batas tanda dan didapatkan 8

seri baku yaitu 0,002; 0,004; 0,006; 0,008; 0,01; 0,012; 0,014 dan

0,016 mg/mL. Seri baku hidroklorotiazid disaring dengan milipore

dan di-degassing selama 5 menit.

3) Penentuan panjang gelombang pengamatan hidroklorotiazid. Tiga seri

konsentrasi baku 0,012; 0,014; dan 0,016 mg/mL diambil kemudian

larutan di-scanning pada panjang gelombang 200-400 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Panjang gelombang

pengamatan ditentukan berdasarkan spektra serapan maksimum yang

dihasilkan sehingga diperoleh panjang gelombang maksimum yang akan

diaplikasikan pada pengukuran dengan KCKT.

4) Pembuatan persamaan kurva baku. Larutan 8 seri baku hidroklorotiazid

yaitu 0,002; 0,004; 0,006; 0,008; 0,01; 0,012; 0,014 dan 0,016 mg/mL

disaring dengan milipore dan di-degassing 5 menit, kemudian disuntikkan ke dalam sistem KCKT fase terbalik dengan fase diam

oktadesil silika (C18) dan fase gerak metanol : air (95:5), dengan


(43)

masing-masing konsentrasi seri baku dibuat kurva regresi linier yang

menyatakan hubungan antara konsentrasi seri baku hidroklorotiazid

dengan AUC untuk memperoleh regresi linier dengan persamaan y = bx

+ a dan nilai koefisien korelasinya (r).

5) Preparasi sampel.

a) Pembuatan larutan stok sampel. Satu bungkus pulveres digerus dan

dihomogenkan menggunakan mortir dan steamper. Sampel yang telah dihomogenkan ditimbang seksama lebih kurang 50 mg, kemudian

dilarutkan dengan pelarut. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 25

mL, dan ditambahkan pelarut sampai tanda, sehingga diperoleh

larutan stok sampel.

b) Pembuatan larutan intermediet sampel. Sebanyak 5 mL larutan stok

sampel diambil, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan

diencerkan dengan pelarut hingga tanda.

c) Pembuatan larutan sampel. Sebanyak 500 µL larutan intermediet

sampel diambil, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan

diencerkan dengan pelarut hingga tanda. Larutan tersebut disaring

dengan milipore dan dimasukkan ke dalam vial KCKT, kemudian

di-degassing selama 5 menit. b. Validasi metode analisis.

1) Penentuan resolusi sampel. Larutan sampel dibuat dari 3 bungkus


(44)

dengan konsentrasi 10 µL, kemudian disaring, di-degassing, dan diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik yang telah dioptimasi.

2) Penentuan akurasi dan presisi. Penentuan akurasi dan presisi berdasar

pada persen perolehan kembali (recovery) dan nilai koefisien variasi (KV). Sebanyak 500 µL larutan intermediet sampel diambil sebanyak 4

kali. Masing-masing larutan dimasukkan kedalam labu ukur 10,0 mL dan

diberi label a, b, c, dan d. Larutan a diencerkan dengan pelarut hingga

tanda sehingga diperoleh larutan sampel tanpa adisi. Larutan b, c, dan d

ditambahkan baku hidroklorotiazid masing-masing sebanyak 40µL,

60µL, dan 80 µL. Kemudian masing-masing diencerkan dengan pelarut

hingga tanda, sehingga diperoleh larutan sampel adisi 4 µg/mL, 6 µg/mL,

8 µg/mL. Replikasi dilakukan 3 kali. Kedua macam sampel ini digunakan

untuk memperoleh nilai persen perolehan kembali dan nilai koefisien

variasi.

3) Pembuatan kurva baku dan penentuan linieritas. Sebanyak 8 seri larutan

baku hidroklorotiazid yaitu 0,002 mg/mL; 0,004 mg/mL; 0,006 mg/mL;

0,008 mg/mL; 0,01 mg/mL; 0,012 mg/mL; 0,014 dan 0,016 mg/mL

disaring dengan milipore dan di-degassing 5 menit, kemudian disuntikkan ke dalam sistem KCKT fase terbalik dengan fase diam

oktadesil silika (C18) dan fase gerak metanol : air (95:5), dengan

kecepatan alir 1,0 mL/menit. Hasil yang didapat berupa AUC pada

masing-masing konsentrasi seri baku dibuat kurva regresi linier yang


(45)

dengan AUC untuk memperoleh regresi linier dengan persamaan y = bx

+ a dan nilai koefisien korelasinya (r) yang akan digunakan untuk

menentukan parameter validasi linearitas.

c. Penetapan kadar hidroklorotiazid dalam pulveres. Sebanyak tiga bungkus

pulveres dalam setiap pengambilan sampel ditimbang secara seksama,

masing-masing bungkus direplikasi tiga kali. Setiap replikasi ditimbang

secara seksama sampel sejumlah 50 mg, dimasukkan ke dalam labu ukur

25,0 mL, kemudian dilarutkan dengan pelarut sampai tanda hingga

didapatkan larutan stok sampel. Larutan stok sampel yang sudah dibuat

kemudian disaring menggunakan kertas saring selanjutnya dilakukan

penyaringan menggunakan milipore untuk menghilangkan partikel-partikel kecil yang dapat mengganggu proses elusi di KCKT. Sebanyak 5 mL larutan

stok sampel diambil dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL untuk

selanjutnya diencerkan dengan pelarut sampai tanda sehingga diperoleh

larutan intermediet sampel. Selanjutnya diambil 500 µL larutan intermediet

dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL, diencerkan dengan pelarut

hingga batas tanda dan di-degassing selama 15 menit. Sebanyak 10 µL larutan sampel diinjeksikan ke dalam sistem KCKT dengan kolom oktadesil

silika (C18) (250 x 4,6 mm), menggunakan perbandingan fase gerak metanol

: air (95:5) dan kecepatan alir 1,0 mL/menit.

4. Uji kadar air

Uji kadar air dalam pulveres dilakukan untuk melihat salah satu


(46)

bungkus pulveres untuk setiap waktu pengambilan dengan menggunakan moisture analyzer dan parameter yang diukur adalah % moisture content.

Tiga serbuk pulveres yang baru diambil dari apotek digerus dalam mortir

dan stamper kemudian dimasukkan ke dalam moisture analyzer sebanyak lebih

kurang 100 mg. Suhu alat diatur pada 120˚C dan waktu pengeringan diatur selama

90 detik. Nilai % moisturecontent yang ditampilkan pada alat setelah pengukuran dicatat sebagai kadar air sebelum penyimpanan. Penyimpanan dilakukan selama 9

hari pada suhu ruangan, kemudian dilakukan pengujian yang sama terhadap tiga

bungkus sisa dan dicatat sebagai kadar air setelah penyimpanan.

G. Analisis Hasil 1. Uji keragaman bobot

Keragaman bobot pulveres hasil pengukuran ditentukan dengan

menghitung nilai koefisien variasi (KV). Sediaan racikan pulveres dikatakan

memiliki bobot yang seragam apabila nilai koefisien variasi ≤ 10% dan seluruh sampel pulveres yang diuji memiliki bobot dalam rentang 90% hingga 110%

dari bobot teoritis.

2. Validasi metode analisis

Parameter validasi metode analisis yang digunakan dalam penetapan

kadar hidroklorotiazid pada penelitian ini adalah:

a. Selektivitas. Parameter selektivitas ditentukan dengan menghitung resolusi

antar peak yang berdekatan pada kromatogram larutan sampel pulveres yang dihasilkan. Resolusi adalah derajat pemisahan dari dua puncak analit yang


(47)

berdekatan. Menurut Snyder dkk (2010), syarat resolusi yang baik yaitu ≥ 1,5.

Nilai resolusi dihitung dengan rumus:

Rs = …...….……….…....…...(1)

Keterangan: Rs = Resolusi

tR1 = waktu retensi puncak pertama tR2 = waktu retensi puncak kedua Wb1 = lebar puncak pertama

Wb2 = lebar puncak kedua

b. Linieritas. Linieritas ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r). Nilai

koefisien korelasi diperoleh dari korelasi AUC baku hidroklorotiazid

yang diplotkan terhadap konsentrasi seri baku. Menurut Chan dkk.

(2004), suatu metode memiliki linieritas yang baik apabila nilai r ≥ 0,99. c. Akurasi. Akurasi dinyatakan dengan nilai persen perolehan kembali (%

recovery). Suatu metode dikatakan memiliki akurasi yang baik jika nilai % recovery terletak pada rentang 80-110% untuk kadar analit ≤ 10 ppm (Gonzales dan Herrador, 2007). Nilai % recovery didapat dihitung dengan rumus:

Persen recovery = x 100%...(2) d. Presisi. Presisi dinyatakan dengan nilai koefisien variasi (KV). Suatu

metode dikatakan memiliki presisi yang baik apabila nilai KV ≤ 11,3


(48)

Nilai koefisien variasi dapat dihitung dengan rumus:

KV = × 100%...(3)

Keterangan:

s

= Resolusi =Rata-rata

3. Uji keseragaman kandungan

Hasil yang diperoleh pada uji keseragaman kadar menggunakan KCKT

adalah berupa nilai Area Under Curve (AUC). Kadar hidroklorotiazid dalam sampel pulveres ditentukan dengan memasukkan nilai AUC sampel yang

diperoleh kedalam persamaan kurva baku. Keseragaman kandungan ditentukan

menggunakan aturan yang tertera pada Farmakope Indonesia IV (1995), untuk

senyawa hidroklorotiazid tidak boleh kurang dari 90% dan tidak boleh lebih

dari 110% dari yang tertera pada label klaim (etiket). Apabila terdapat satu

sampel yang berada diluar rentang maka seluruh sampel pulveres yang diuji

dianggap tidak seragam.

4. Uji kadar air

Parameter yang diperoleh dari uji kadar air adalah nilai % moisture content. Nilai % moisture sediaan pulveres diperoleh dari selisih bobot sampel pulveres sebelum dilakukan pemanasan dan setelah pemanasan, bobot yang

hilang selama pemanasan diasumsikan adalah kadar air yang terdapat dalam

pulveres. Waktu penyimpanan dilakukan sesuai yang tertera pada resep, yaitu 9 hari.


(49)

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji kualitas sediaan racikan pulveres mengandung zat aktif

hidroklorotiazid di apotek x dapat dilakukan dengan berbagai parameter

pengujian, yaitu uji keragaman bobot menggunakan neraca analitik, uji

keseragaman kadar dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi

(KCKT) fase terbalik, dan uji kadar air dengan menggunakan moisture analyzer.

A. Uji Keragaman Bobot

Uji keragaman bobot dilakukan pada seluruh bungkus pulveres yang

dijadikan sampel. Tujuan dilakukan uji keragaman bobot adalah untuk melihat

salah satu parameter kualitas pulveres, yaitu seragam dalam bobot. Uji keragaman

bobot juga dapat digunakan sebagai tahap awal identifikasi keseragaman

kandungan dari sampel pulveres. Bobot isi pulveres diperoleh berdasarkan selisih

nilai bobot pulveres total dikurangi bobot bungkusnya.

Keragaman bobot dilakukan dengan cara menghitung nilai koefisien

variasi (KV). Menurut Anief (1990), nilai koefisien variasi atau penyimpangan

bobot pulveres tidak boleh lebih besar dari 10%. Hasil uji keragaman bobot dapat


(50)

Tabel III. Hasil uji keragaman bobot pulveres hidroklorotiazid

Resep 1 Resep 2 Resep 3

Sampel Bobot

(mg) Sampel Bobot (mg) Sampel

Bobot (mg)

1 245,2* 1 230,6* 1 223,4*

2 239,0* 2 240,5* 2 323,0*

3 253,5 3 218,3* 3 320,2*

4 299,1 4 288,3 4 258,6 5 281,1 5 282,0 5 225,6*

6 282,0 6 285,3 6 259,7 7 297,4 7 284,4 7 253,8 8 280,5 8 327,8* 8 284,4

9 240,2* 9 297,1 9 286,2

2418,0 2454,3 2434,9

268,7 272,7 270,5

SD 26, 9506 SD 35,4004 SD 36,1206

KV (%) 10,03 KV (%) 12,98 KV (%) 13,35

Catatan: Bobot teoritis adalah 276,6 mg/pulveres

*Bobot tidak memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia IV karena di luar rentang 90-110% dari bobot teoritis atau 248,94-304,26 mg

Berdasarkan pada tabel III, nilai KV dari pengambilan pulveres hari 1, 2,

dan 3 berturut-turut adalah 10,03%; 12,98%; dan 13,35%. Hasil ini menunjukkan

nilai koefisien variasi pada hari pertama, kedua, dan ke tiga tidak memenuhi nilai

koefisien variasi yang dipersyaratkan, yaitu lebih dari 10%.

Rentang yang dipersyaratkan untuk uji keragaman bobot pada penelitian

ini mengacu pada persyaratan uji keseragaman kandungan untuk zat aktif

hidroklorotiazid pada Farmakope Indonesia IV (1995) yaitu tidak boleh kurang

dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari nilai sebenarnya atau nilai yang dianggap

sebagai nilai sebenarnya dalam hal ini adalah bobot teoritis. Bobot teoritis pada

penelitian ini adalah sebesar 276,6 mg, yang diperoleh dari hasil penimbangan

bobot tablet hidroklorotiazid dan captopril yang digunakan apotek X untuk


(51)

ini bobot yang masuk rentang adalah bobot pengukuran yang berada pada rentang

248,94-304,26 mg.

Berdasarkan hasil pengujian yang dapat dilihat pada tabel III, pada

pengambilan hari ke-1 terdapat tiga bungkus pulveres yang berada di luar tentang

yang dipersyaratkan, hari ke-2 terdapat empat bungkus pulveres yang berada di

luar rentang, dan pada hari ke-3 terdapat empat bungkus pulveres yang berada di

luar rentang yang dipersyaratkan, maka dapat dikatakan bahwa pulveres yang

diracik pada apotek X tidak memenuhi persyaratan uji keragaman bobot.

B. Uji Keseragaman Kandungan

Tujuan dilakukan pengujian keseragaman kandungan adalah untuk

melihat parameter kualitas pulveres yaitu seragam dalam kandungan zat aktif. Uji

keseragaman kandungan dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi

cair kinerja tinggi fase terbalik.

1. Verifikasi metode KCKT

Penelitian ini mengacu pada penelitiaan Yadav dan Rao (2013) mengenai

optimasi penetapan kadar campuran hidroklorotiazid, losartan, dan atenolol

dengan metode KCKT fase terbalik yang memiliki linieritas, akurasi, presisi

dan selektivitas yang baik. Linieritasnya dilihat dari nilai koefisien korelasinya

sebesar 0,9993, parameter akurasi dilihat dari nilai % recovery sebesar 99%,

presisi ditunjukan dengan nilai RSD ≤ 2 dan selektivitas yang ditunjukkan

dengan nilai resolusi sebesar 6,5.

Sistem KCKT fase terbalik tersebut adalah:


(52)

Kolom : Hypersil Gold C18 column (250 mm x 4,6 mm)

Fase gerak : Metanol : air 95:5 (v/v)

Kecepatan alir : 0,8 mL/menit

Detektor : UV/Vis pada 235 nm

Sistem kromatografi ini adalah kromatografi partisi fase terbalik.

Pemilihan sistem ini karena analit yang digunakan dalam penelitian bersifat

polar dan larut dalam pelarut polar seperti metanol dan air. Maka dari itu fase

gerak yang digunakan lebih polar dibandingkan fase diam, sehingga cocok jika

dinalisis menggunakan KCKT fase terbalik. Hal ini juga yang menjadi

pertimbangan peneliti menggunakan fase gerak dengan campuran metanol dan

air dengan komposisi 95 % metanol dan 5 % air. Sedangkan fase diam yang

digunakan lebih nonpolar dibanding fase geraknya, yaitu berupa kolom

oktadesil silika (C18).

Terdapat hasil yang berbeda dengan pustaka acuan yang digunakan oleh

peneliti, misalnya dalam hal penentuan kecepatan alir (flow rate). Penelitian

yang dilakukan Yadav dan Rao (2013), kecepatan alir yang digunakan sebesar

0,8 mL/menit, namun peneliti menggunakan kecepatan alir sebesar 1 mL/menit

karena kecepatan alir tersebut merupakan kondisi optimum yang mampu

menghasilkan waktu retensi lebih pendek dengan adanya tekanan yang besar

pada kolom. Waktu retensi (time retention) yang lebih pendek ini penting dalam efisiensi waktu dan bahan yang digunakan saat analisis.


(53)

a. Penentuan panjang gelombang pengamatan. Penentuan panjang gelombang

pengamatan bertujuan untuk mengetahui panjang gelombang larutan

diltiazem yang dapat memberikan serapan atau absorbansi maksimum. pada

panjang gelombang maksimal kepekaan suatu instrument akan maksimal

karena pada panjang gelombang tersebut perubahan absorbansi pada setiap

satuan konsentrasi adalah yang paling besar. Panjang gelombang maksimal

yang diperoleh kemudian digunakan pada sistem KCKT untuk mengukur

kadar hidroklorotiazid.

Pengukuran panjang gelombang maksimum pada hidroklorotiazid

dilakukan pada tiga konsentrasi yang berbeda yaitu 12, 14, dan 16 µg/mL.

Pengukuran dengan menggunakan tiga konsentrasi yang berbeda bertujuan

untuk melihat apakah dengan adanya perbedaan konsentrasi akan

memberikan hasil panjang gelombang maksimum yang sama atau berbeda.

Pengukuran panjang gelombang maksimal dilakukan dengan menggunakan

spektrofotometer merk Shimadzu® tipe UVmini-1240. Scanning dilakukan menggunakan mode overlay pada daerah panjang gelombang 200-400 nm. Hasil scanning panjang gelombang maksimum dapat dilihat pada gambar 3.


(54)

Gambar 3. Spektra larutan baku hidroklorotiazid

Menurut Ferraro, Castellano, dan Kaufman (2002), panjang

gelombang maksimal teoritis hidroklorotiazid dalam pelarut metanol-air

adalah 225 nm. Menurut Chan dkk. (2004), toleransi yang diperkenankan ±1

nm untuk jangkauan 200-380 nm terhadap panjang gelombang teoritis.

Berdasarkan hasil penelitian, data hasil pengukuran panjang gelombang

maksimal hidroklorotiazid adalah 224 nm. Hasil panjang gelombang


(55)

(225 nm). Bergesernya panjang gelombang maksimum yang didapatkan dari

hasil percobaan dibandingkan dengan panjang gelombang teoritis

disebabkan karena kondisi penelitian, serta spesifikasi dari alat dan bahan

yang digunakan berbeda.

b. Pembuatan kurva baku hidroklorotiazid. Persamaan kurva baku menyatakan

hubungan linier antara konsentrasi larutan seri baku hidroklorotiazid dengan

area under curve (AUC). Persamaan kurva baku yang diperoleh dan memenuhi syarat kemudian digunakan untuk menetapkan kadar sampel.

Kurva baku dibuat dalam 8 seri konsentrasi, yaitu 0,002; 0,004; 0,006;

0,008; 0,01; 0,012; 0,014 dan 0,016 mg/mL. Seri baku tersebut dipilih

berdasarkan rentang di mana konsentrasi hidroklorotiazid dan AUC yang

menunjukkan linieritas yang baik, dinyatakan dalam koefisien relasi (r).

Menurut Chan dkk. (2005), syarat suatu metode memiliki linieritas yang

baik adalah jika nilai koefisien korelasinya

r

≥ 0,99, terutama jika digunakan

untuk menetapkan kadar senyawa utama. Persamaan kurva baku

hidroklorotiazid dapat dilihat pada tabel IV, di mana hasil pengukuran yng

diperoleh adalah y = 74294 x+14010, dengan r = 0,9995 yang menunjukkan

hubungan antara konsentrasi hidroklorotiazid dengan AUC adalah


(56)

Tabel IV. Data kurva baku hidroklorotiazid

Konsentrasi seri baku

(mg/mL)

AUC

0,002 160310 0,004 317439 0,006 466429 0,008 611383 0,010 744524 0,012 889754 0,014 1056133 0,016 1215285

A 14010

B 74294

R 0,999

Persamaan

kurva baku y=74294x + 14010

Kromatogram baku dan sampel hidroklorotiazid dapat dilihat pada

gambar 4 dan gambar 5. Berdasarkan gambar 5 peak sampel

hidroklorotiazid muncul pada menit ke 2,8, karena memiliki waktu retensi

yang sama dengan peak pada baku hidroklorotiazid (gambar 4) dan

menunjukkan bahwa sistem KCKT yang digunakan sudah sangat baik

karena nilai resolusi baku maupun sampel sudah memenuhi persyaratan

yaitu ≥ 1,5 serta memiliki nilai tailing factor 1,3. Menurut Snyder dkk. (2010), nilai tailing factor suatu peak dalam pemisahan secara rutin untuk semua peak adalah < 2.


(57)

Gambar 4. Kromatogram larutan baku hidroklorotiazid (4 µg/mL)


(58)

2. Validasi metode analisis

Validasi metode analisis menurut United States Pharmacopeia (USP) adalah serangkaian proses evaluasi yang dilakukan untuk menjamin bahwa

metode analisis yang digunakan akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada

kisaran analit yang akan dianalisis. Parameter-parameter validasi yang

digunakan pada penelitian ini yaitu selektivitas, linieritas, akurasi, dan presisi.

a. Selektivitas. Selektivitas adalah kemampuan suatu metode analisis untuk

dapat memisahkan senyawa analit yang dituju secara tepat dan spesifik dari

senyawa-senyawa lain pada matrik sampel seperti produk degradasi,

komponen matriks, dan pengotor yang menyebabkan ketidakmurnian.

Parameter yang dapat digunakan untuk selektivitas adalah nilai resolusi.

Menurut Snyder dkk. (2010), suatu metode analisis dikatakan selektif

apabila memiliki resolusi ≥ 1,5. Nilai ini menunjukkan pemisahan antara

puncak kromatogram sudah terjadi secara sempurna. Nilai resolusi sampel

pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel V.

Tabel V. Hasil perhitungan resolusi sampel hidroklorotiazid

Sampel

Resolusi

1 2,702

2 3,206

3 2,694

Nilai resolusi rata-rata 2,867

Tabel V menunjukkan bahwa rata-rata resolusi dari peak

hidroklorotiazid dengan peak lain yang terdekat adalah ≥ 1,5, yaitu 2,867. Hal ini menunjukkan bahwa metode analisis yang digunakan memiliki


(59)

selektivitas yang baik karena dapat memisahkan senyawa analit dari

senyawa-senyawa lain yang ada pada matriks.

b. Akurasi. Akurasi merupakan ketepatan metode analisis, yaitu hasil

pengukuran yang didapatkan mendekati nilai yang diterima baik nilai

sebenarnya, nilai konvensi atau nilai rujukan. Parameter yang digunakan

dalam akurasi adalah persen perolehan kembali (%recovery) yang didapat dengan melakukan metode penambahan baku (standard addition)pada suatu sampel.

Penentuan persen perolehan kembali pada penelitin ini dilakukan

dengan membuat 4 larutan sampel yang konsentrasinya sama, selanjutnya

satu larutan sampel ditambahkan pelarut sampai tanda dan tiga larutan

sampel yang lain masing-masing ditambahkan baku dengan 3 level

konsentrasi yang berbeda yaitu sebesar 4 µg/mL, 6 µg/mL dan 8 µg/mL.

Nilai persen recovery yang diperoleh dapat dilihat pada tabel VI.

Menurut Gonzalez dan Herrador (2007), syarat akurasi yang baik

adalah memenuhi parameter recovery pada rentang 80-110% untuk pengukuran kadar analit ≤ 10 ppm.


(60)

Tabel VI. Hasil persen perolehan kembali (%recovery) baku hidroklorotiazid Sampel Kadar rata-rata (µg/mL) Kadar baku terukur (µg/mL) Kosentrasi baku teoritis (µg/mL)

% recovery

Intraday

Sampel a non adisi 4,2101 - - - Sampel + adisi 0,004

(mg/mL) 7,9996 3,7895 4 94,74 Sampel + adisi 0,006

(mg/mL) 10,2886 6,0785 6 101,31 Sampel + adisi 0,008

(mg/mL) 12,3035 8,0934 8 101,17

Interday

Sampel b non adisi 3,3998 - - - Sampel + adisi 0,004

(mg/mL) 6,7554 3.3556 4 83,89 Sampel + adisi 0,006

(mg/mL) 8,5573 5,1575 6 86,29 Sampel + adisi 0,008

(mg/mL) 10,1133 6,7135 8 83,92

Berdasarkan data tabel VI, persen perolehan kembali yang didapatkan

dari hasil pengukuran berada pada kisaran 83,89% sampai 101,31%, yang

artinya masuk dalam range yang dipersyaratkan. Hal ini menunjukkan bahwa metode analisis yang digunakan memenuhi syarat akurasi yang baik.

c. Presisi. Presisi merupakan ukuran keterulangan suatu metode analisis yang

dilihat dari kedekatan hasil analisis apabila dilakukan secara berulang kali,

dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relatif (RSD) atau

koefisien variasi (KV).

Presisi yang dilakukan pada penelitian ini adalah intraday dan

interday precision. Parameter yang digunakan dalam mengevaluasi presisi adalah koefisien variasi (KV). Penentuan koefisien variasi pada penelitian


(61)

ini dilakukan pada tiga tingkat kadar sampel yang berbeda yaitu 0,004

mg/mL, 0,006mg/mL dan 0,008 mg/mL. Hasil perhitungan nilai koefisien

variasi dapat dilihat pada tabel VII.

Berdasarkan tabel VII dapat dilihat bahwa tiap masing-masing

konsentrasi sampel baik pada presisi intraday maupun interday telah memenuhi persyaratan koefisien variasi yang baik untuk analit dengan

kisaran kadar 10 ppm, yaitu ≤ 11,3 (Herrador dan Gonzalez, 2007). Hasil

koefisien variasi presisi intraday yang diperoleh secara berturut-turut adalah sebesar 2,33%; 1,30%; dan 3,59%. Nilai koefisien variasi presisi interday

yang didapatkan secara berturut-turut adalah sebesar 1,07%, 3,5% dan

4,47%. Hal ini menunjukkan bahwa KV yang diperoleh memiliki nilai lebih

kecil dibandingkan dengan nilai KV yang telah disyaratkan, yaitu ≤ 11,3,

maka dapat disimpulkan bahwa metode analisis yang digunakan memiliki


(62)

Tabel VII. Data presisi intraday dan interday (n=3)

Sampel Konsentrasi

Konsentrasi rata-rata (mg/mL) KV (%) Persyaratan KV menurut Horwitz Presisi Intraday

Sampel tanpa adisi

4,3443

4,2101 5,25

≤ 11,3

3,9550 4,3311 Sampel + adisi

0,004 (mg/mL)

8,1029

7,9996 2,33

8,1113 7,7847

Sampel + adisi 0,006 (mg/mL)

10,4463

10,2886 1,30

10,2258 10,1936 Sampel + adisi

0,008 (mg/mL)

12,5344

12,3035 3,59

12,5816 11,7946

Presisi Interday

Sampel tanpa adisi

3,5460

3,3998 4,13

3,3868 3,2665

Sampel + adisi 0,004 (mg/mL)

6,8191

6,7554 1,07

6,6770 6,7700

Sampel + adisi 0,006 (mg/mL)

8,6406

8,5573 3,50

8,8412 8,2502 Sampel + adisi

0,008 (mg/mL)

9,9730

10,1133 4,47

10,6189 9,7481

d. Linearitas. Linieritas merupakan kemampuan suatu metode analisis untuk

mendapatkan hasil maupun respon yang proporsional terhadap kadar analit

di dalam sampel. Parameter yang digunakan dalam menentukan linieritas

adalah koefisien korelasi (r).

Menurut Chan dkk. (2010), suatu metode analisis dikatakan linear


(63)

Hasil yang diperoleh dari pengukuran diperoleh dari kurva baku dengan

koefisien korelasi sebesar 0,9995, sehingga telah memenuhi persyaratan

yang ditentukan yaitu r ≥ 0,99. Hal ini menunjukkan bahwa metode analisis

yang digunakan memiliki linieritas yang baik sehingga hasil yang

didapatkan proporsional terhadap kadar analit di dalam sampel.

3. Penetapan kadar dan uji keseragaman kandungan hidroklorotiazid

Penetapan kadar hidroklorotiazid dalam pulveres dapat dihitung

berdasarkan kromatogram yang memiliki nilai AUC menggunakan persamaan

kurva baku yang telah diperoleh. Kadar pulveres yang telah dihitung kemudian

diuji keseragamannya.

Penetapan kadar untuk uji keseragaman kandungan hidroklorotiazid

dalam pulveres dilakukan dengan mengambil tiga bungkus pulveres dari

sembilan bungkus pulveres secara acak (random). Setiap bungkus pulveres yang akan ditetapkan kadarnya, dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Kadar tiap

bungkus didapatkan dengan cara menghitung nilai rata-rata kadar dari ketiga

replikasi tersebut. Pengambilan sampel pulveres dilakukan sebanyak tiga kali

dalam waktu (hari) yang berbeda, sehingga jumlah total pulveres yang

digunakan dalam uji keseragaman kandungan selama penelitian adalah

sembilan bungkus. Hasil uji keseragaman kandungan hidroklorotiazid dalam


(64)

Tabel VIII. Uji keseragaman kandungan hidroklorotiazid dalam pulveres

Sampel Kadar

(mg/pulveres)

Kadar dibandingkan resep (%)

1 17,6544 70,62 2 20,0760 80,30 3 18,2520 73,01 4 17,0644 68,26 5 13,9490 55,79 6 14,8444 59,38 7 14,7444 58,98

8 25,1940 100,78*

9 30,0988 120,39 19,0975

SD 5,3568 KV (%) 28,05

( : pulveres yang diambil pada hari 1; :pulveres yang diambil pada hari 2; : pulveres yang diambil pada hari 3). *Kadar memenuhi syarat FI IV karena masuk rentang yang dipersyaratkan

Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV (1995), kandungan zat aktif

hidroklorotiazid dalam matriks sampel berada pada rentang antara 90,0% sampai

dengan 110% dari kadar yang tertera pada etiket. Kadar hidroklorotiazid yang

tertulis pada resep dan etiket tiap bungkus pulveres sebesar 25 mg, yang artinya

kadar teoritis hidroklorotiazid adalah 25 mg dengan rentang 22,5-27,5mg.

Berdasarkan hasil pengukuran yang dibandingkan dengan kadar yang tercantum

pada label klaim (resep dan etiket) hanya terdapat 1 bungkus pulveres saja yang

masuk dalam rentang yang disyaratkan, maka dapat dikatakan bahwa pulveres

yang diracik pada apotek X tidak memenuhi syarat uji keseragaman kandungan.

Berdasarkan tabel uji keseragaman bobot, pulveres yang diambil pada

hari 3 memiliki nilai KV yang lebih besar dibandingkan dengan hari 1 dan hari 2.

Nilai KV bobot pulveres pada hari 1, 2, dan 3 berturut-turut dapat adalah 9,03%;


(65)

keseragaman kandungan pulveres, maka bisa dikatakan bahwa variasi bobot

pulveres dapat menggambarkan keseragaman kandungan zat aktif dalam pulveres,

bahwa semakin besar variasi bobot pulveres maka semakin besar kemungkinan

kandungan zat aktif tidak seragam, dengan syarat sampel yang digunakan

homogen.

C. Uji Kadar Air dalam Sampel Pulveres

Tujuan dilakukan uji kadar air adalah untuk melihat salah satu parameter

kualitas pulveres yaitu kering. Persyaratan kadar air yang diperbolehkan dalam

sediaan mengacu pada persyaratan kadar air yang terkandung dalam tablet karena

tidak ada persyaratan khusus yang mengatur kadar air yang diperbolehkan dalam

serbuk terbagi (pulveres). Nilai kadar air dalam tablet dengan eksipien

mikrokristalin selulosa dan laktosa tidak boleh lebih dari 7% (Lanz, 2006).

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah moisture analyzer dan parameter kadar air yang digunakan dalam penelitian ini adalah % moisture content. Pengukuran nilai kadar air dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat setelah pulveres diambil dari apotek dan setelah dilakukan penyimpanan selama 9

hari pada suhu ruangan. Hasil perolehan % moisture content dapat dilihat pada tabel IX.


(66)

Tabel IX. Nilai % moisture content sebelum dan setelah penyimpanan selama 9 hari

Sampel

Pulveres hari 1 Pulveres hari 2 Pulveres hari 3 Sebelum (%) Setelah (%) Sebelum (%) Setelah (%) Sebelum (%) Setelah (%)

1 3,960 3,960 4,000 4,950 3,960 4,902 2 3,960 4,000 3,960 5,882 4,950 4,950 3 3,960 5,941 4,000 4,902 3,960 4,000 3,960 4,634 3,987 5,245 4,290 4,617

Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan rata-rata % moisture content

sebelum penyimpanan dari 3 waktu pengambilan hari 1, 2, dan 3 berturut-turut

adalah sebesar 3,960%; 3,987%; dan 4,290%. Sedangkan nilai rata-rata %

moisture content setelah dilakukan penyimpanan selama 9 hari berturut-turut adalah sebesar 4,634%; 5,245%; dan 4,617%. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar

air yang terdapat dalam pulveres baik sebelum maupun setelah penyimpanan

masih memenuhi syarat yaitu di bawah 7%. Kadar air yang tinggi ditakutkan akan

mengganggu stabilitas fisik sediaan pulveres seperti serbuk akan berubah warna,

bau serbuk berubah, bentuk serbuk tampak lembek dan basah menyebabkan

serbuk menempel pada bungkus (perkamen atau pengemas lain), dan


(67)

48

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Sediaan racikan pulveres dengan zat aktif hidroklorotiazid yang diracik

di Apotek X memiliki bobot, kandungan zat aktif yang tidak seragam, dan

memiliki kadar air yang telah memenuhi persyaratan.

B.Saran

1. Perlu dilakukan pengamatan dan evaluasi terkait proses pembuatan pulveres di

apotek X.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait efek farmakologi yang

ditimbulkan jika pulveres yang dihasilkan tidak memenuhi syarat pada

parameter kualitas yang telah ditetapkan.

3. Perlu dilakukan evaluasi serupa dengan obat yang berbeda di apotek X dan

perlu dilakukan evaluasi serupa dengan obat yang sama namun di apotek yang


(68)

49

DAFTAR PUSTAKA

Ahuja, S. dan Dong, M.W., 2005, Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC, 1st ed., Elsevier Academic Press, hal. 20-21, 49.

Anief, Moh., 1990, Ilmu Meracik Obat, cetakan kedua, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hal. 31.

Aulton, M.E. dan Taylor, M. G., 2013, Aulton’s Pharmaceutics: The Design and

Manufacture of Medicine, International ed., Churcill Livingstone, United Kingdom, hal. 527.

Banker, G. S. dan Rhodes, C. T., 2002, Modern Pharmaceutics, 4th ed., CRC Press, Iowa, hal. 498.

Chan, C. C. dan Lam, H. and Zhang, X. M., 2004, Analytical Method validation and Instrument Performance Verification, John Wiley & Sons, Inc., New York, hal. 16-17, 105, 156.

Darmawan, M., 2012, Penetapan Kadar Teobromin dan Kafein dalam Ekstrak Serbuk Coklat Merk “X” Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Skripsi, 39, 40, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Dewi, D.A.P.S. dan Wiedyaningtyas, C., 2012, Evaluasi Struktur Pelayanan

Praktek Peracikan Obat di Puskesmas Wilayah Kabupaten Badung, Bali,

Majalah Farmasi, 8 (2) : 158-162.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, Farmakope Indonesia, jilid IV, Departemen Kesehatan Reublik Indonesia, Jakarta, hal. 434-435, 999.

Ermer, J. dan Miller, J.H. McB., 2005, Method Validation in Pharmaceutical Analysis, Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, New York, hal. 21-24.

Ferraro, M. C. F., Castellano, P. M., dan Kaufman, T. S., 2002, Simultaneous Determination of Amiloride Hydrochloride and Hydrochlorothiazide in Synthetic Samples and Pharmaceutical Formulations by Multivariate Analysis of Spectrophotometric Data, Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 30 (2002) : 1121-1131.

Gandjar, I. G. dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 242, 378-417, 456-480.


(69)

Gonzalez, A. G., dan Herrador, M. A., 2007, A Practical Guide to Analytical Method Validation, Including Measurement Uncertainty and Accuracy Profiles, Trends in Analytical Chemistry, 26 (3), 227-238.

Harinaldi., 2005, Prinsip-Prinsip Statistik Untuk Teknik dan Sains, Erlangga, Jakarta, hal. 114.

Huynh-BA, K., 2009, Handbook of Stability Testing in Pharmaceutical Development: Regulation, Methodologies, and Practice, Springer Science and Business Media, New York, hal. 215, 216.

Ismiyati, R., 2008, Uji Keseragaman Kandungan Zat Aktif Pulveres Parasetamol dan Fenobarbital Serta Pulveres Ketotifen Fumarat dan Siproheptadin HCl Rumah Sakit X, Skripsi, 39-67, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Katzung, B.G., Masters, S.B.,dan Trevor, A.J., 2012, Basic and Clinical Pharmacology, 12th Ed., diterjemahkan oleh Pendit, Brahm U., hal 234, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Kazakevich, Y. dan Lobrutto, R., 2007, HPLC for Pharmaceutical Scientists, John Wiley & Sons, Inc., New Jersey, hal. 145-157.

Kupiec, T. C., Vu, N., dan Branscum., 2008, Homogenity of Dosage Form,

International Journal of Pharmaceutical Compounding, 12 (4) : 340-343. Lanz, M., 2006, Pharmaceutical Powder Technology: Towards A Science Based

Understanding of the Behavior of Powder Sistem, Dissertasion, 47 Moffat, A.C., Osselton, M.D. dan Widdop, B., 2011, Clarke’s Analysis of Drugs

and Poisons, 4th ed., Pharmaceutical Press, London, p. 1493.

Mozayani, A., dan Raymon, L., 2012, Handbook of Drug Interaction: A Clinican and Forensic Guide, 2nd Ed, Springer Science Bussines Media LLC, New York, p.340.

Niazi, K. S., 2009, Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations Compressed Solid Product, 2nd ed, Informa Healthcare, New York, hal. 67.

Patramurti, C., dan Ismiyati, R., 2010, Safety Assesment Resep Racikan Pasien Anak yang Mengandung Parasetamol dan Fenobarbital: Tinjauan Keseragaman Kandungan Zat Aktif, Media Farmasi Indonesia.5 (2) : 594-601.


(70)

Sandler, N., Reiche, K., Heinamaki, J., dan Yliruusi, J., 2010, Effect of Moisture on Powder Flow Properties of Theophylline, Pharmaceutics, 2, 275-290. Snyder, L. R., Kirkland, J. J., dan Dolan, J. W., 2010, Introduction Modern Liquid

Chromatography, 3rded., John Wiley & Sons, Inc., New York, hal. 1-5, 54-55, 88-144.

Syamsuni., 2005, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal. 58-59.

Tahaineh, L. M., dan Gharaibeh, S. F., 2012, Tablet Splitting and Weight Uniformity of Half-Tablets of 4 Medications in Pharmacy Practice,

Journal of Pharmacy Practice, 25 (4) : 471-476.

Wiedyaningsih, K., 2013, Faktor Pendorong Peresepan Racikan Untuk Pasien Anak Rawat Jalan, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Yadav, S.S., dan Rao, J. R., 2013, Simultaneous Estimation of Losartan, Hydrochlorothiazid and Atenolol From Solid Dosage Form By RP-HPLC, Int J Pharm Pharm Sci., 6 (1) : 283-288.


(71)

52

LAMPIRAN


(72)

(1)

2. Contoh perhitungan nilai %recovery

Sampel

Kadar rata-rata

(µg/mL)

Kadar baku terukur (µg/mL)

Kadar baku teoritis (µg/mL)

%Recovery (%) Intraday

Sampel tanpa adisi 4,2101 - - -

Sampel adisi 4 µg/mL 7,9996 3,7895 4 94,74

Sampel adisi 6 µg/mL 10,2886 6,0785 6 101,31 Sampel adisi 8 µg/mL 12,3035 8,0934 8 101,17 Interday

Sampel tanpa adisi 3,3998 - - -

Sampel adisi 4 µg/mL 6,7554 3.3556 4 83,89

Sampel adisi 6 µg/mL 8,5573 5,1575 6 86,29

Sampel adisi 8 µg/mL 10,1133 6,7135 8 83,92

% recovery (adisi 8 ppm intraday) = x 100% = x 100%


(2)

Lampiran 9. Data presisi lengkap

Sampel Konsentrasi

Konsentrasi rata-rata (mg/mL) KV (%) Persyaratan menurut KV Horwitz Presisi Intraday Sampel tanpa adisi 4,3443

4,2101 5,25

≤11,3 3,9550

4,3311 Sampel + adisi

0,004 (mg/mL)

8,1029

7,9996 2,33 8,1113

7,7847

Sampel + adisi 0,006 (mg/mL)

10,4463

10,2886 1,30 10,2258

10,1936

Sampel + adisi 0,008 (mg/mL)

12,5344

12,3035 3,59 12,5816 11,7946 Presisi Interday Sampel tanpa adisi 3,5460

3,3998 4,13 3,3868

3,2665


(3)

0,004 (mg/mL) 6,6770 6,7700

Sampel + adisi 0,006 (mg/mL)

8,6406

8,5573 3,50 8,8412

8,2502

Sampel + adisi 0,008 (mg/mL)

9,9730

10,1133 4,47 10,6189


(4)

Lampiran 10. Contoh perhitungan kadar hidroklorotiazid dalam sampel

Bobot pulveres = 253,5 mg

Kadar teoritis hidroklorotiazid dalam pulveres = 25 mg/253,5 mg Bobot pulveres hasil penimbangan = 50,0 mg

Nilai AUC sampel bungkus tiga replikasi 1 = 285745 Nilai AUC lalu dimasukkan dalam persamaan kurva baku: Y = 74294x + 14010

285745 = 55410x + 22277 x = 3,6577 µg/mL

Nilai AUC sampel replikasi 2, AUC= 268603 Y = 74294x + 14010

268603 = 55410x + 22277 x = 3,4268 µg/mL

Nilai AUC sampel replikasi 3, AUC = 298370 Y = 74294x + 14010

298370 = 55410x + 22277 x = 3,8275 µg/mL

Kadar rata-rata sampel =

= 3,6373 µg/mL = 0,0036 mg/mL


(5)

Kadar rata-rata sampel x faktor pengenceran = 0,0036 mg/mL x 40 = 0,144 mg/mL

Kadar dalam 25 mL larutan = 0,144 mg/mL x 25 = 3,6 mg/25 mL

Di dalam 25 mL larutan sampel mengandung 50,0 mg pulveres, sehingga dalam 50,0 mg pulveres terdapat 3,6 mg.

Kadar pulveres dalam 253,5 mg = x 3,6 mg = 18,2520 mg


(6)

68

BIOGRAFI PENULIS

Penulis dengan nama lengkap Satrio Oky Kusuma Nugroho dilahirkan di Nangapinoh pada tanggal 28 Oktober 1993 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Rasum dan Sulyaningsih. Penulis skripsi berjudul “Uji Kualitas Sediaan Racikan Pulveres Dengan Zat Aktif Hidroklorotiazid Pada Apotek X’ menempuh pendidikan formal yang ditempuh penulis adalah TK Dharma Wanita Nangapinoh (199-1999), SD Negeri Karang Pucung 01 Cilacap (1999-2005), SMP Negeri 1 Lumbir Banyumas (2005-2008), SMA Negeri 4 Purwokerto (2008-2011). Pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan di program studi S1 Fakultas Famasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama kuliah penulis pernah menjadi asisten dosen pada praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia (2013), praktikum Komunikasi Farmasi (2013), praktikum Analisis Farmasi (2015) dan praktikum Validasi Metode (2015). Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan kampus antara lain sebagai ketua Farmasi Islam Sanata Dharma periode 2012/2013, ketua panitia acara Donor Darah Fistara (2013). Penulis juga pernah mengikuti beberapa kepanitiaan antara lain: panitia Tiga Hari Temu Akrab Farmasi/Titrasi (2013), panitia Sumpahan Apoteker angkatan XXIII, panitia Donor Darah JMKI (2012), dan pernah mengikuti beberapa seminar.