RESPON TEKANAN DARAH TERHADAP POSTURAL CHANGE PADA MASYARAKAT YANG TERPAJAN BISING PESAWAT DI SEKITAR BANDARA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA

(1)

PADA MASYARAKAT YANG TERPAJAN BISING PESAWAT

DI SEKITAR BANDARA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh NADIA NUR AZIZAH

20120310205

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

PADA MASYARAKAT YANG TERPAJAN BISING PESAWAT

DI SEKITAR BANDARA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh NADIA NUR AZIZAH

20120310205

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

(4)

iv

rahmat dan anugerahNya, sehingga dapat diselesaikan karya tulis dengan judul “Respon Tekanan Darah terhadap Postural Change pada Masyarakat yang Terpajan Bising Pesawat di sekitar Bandara Adisutjipto Yogyakarta” dalam rangka pengajuan Karya Tulis Ilmiah sebagai syarat untuk memperoleh sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. dr. Ikhlas M. Jenie M.Med.Sc yang telah membimbing kami hingga naskah KTI ini dapat diselesaikan.

2. Dr. Tri Pitara Mahanggoro, S.Si, M.kes selaku dosen penguji yang telah memberikan saran yang membangun.

3. Orang tua tercinta, Djoni Suratno dan Eny Yuliwanti, yang senantiasa membantu dalam memberikan motivasi, dorongan serta mendoakan hingga terselesaikannya naskah KTI ini dan adik, Safira Nur Haliza, yang tak pernah putus memberi semangat lewat tawa yang menghibur.

4. Teman-teman seangkatan, Intan, Immas, Nasya, Ratul, Shinta, Yunita, dan Qura, yang sudah membantu melalui sumbangsih pikiran maupun moril secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaikan KTI ini. 5. Teman- teman satu bimbingan KTI, Eky, Rio, dan Maskia yang dengan


(5)

v

pahala berlipat ganda dan ampunan atas segala kesalahan dan naskah KTI ini memberi manfaat untuk kesejahteraan masyarakat.

Yogyakarta, Juni 2016


(6)

vi

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

INTISARI... xi

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 5

E. Keaslian Penelitian... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 8

A. Landasan Teori... 8

B. Kerangka Konsep... 28

C. Hipotesis... 29

BAB III. METODE PENELITIAN... 30

A. Desain Penelitian... 30

B. Populasi dan Sampel... 30

C. Lokasi dan Waktu Penelitian... 33

D. Variabel dan Definisi Operasional... 33

E. Instrumen Penelitian... 34

F. Alur penelitian... 35

G. Analisa Data... 36

H. Etika Penelitian... 37

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 38

A. Hasil Penelitian... 38


(7)

vii


(8)

viii

Peraturan di Bidang Pengendalian Dampak

Lingkungan)………. 11

Tabel 4.1 Lokasi, Radius dari Bandara, dan Intensitas Bising... 38 Tabel 4.2. Perbandingan Intensitas Bising pada Tempat Tinggal

Kelompok Bising Intensitas Tinggi dan Kelompok Bising Intensitas Rendah... 39 Tabel 4.3 Karakteristik Subyek Penelitian... 40 Tabel 4.4 Perbandingan Baseline Tekanan Darah Subyek Pada

Kelompok Bising Intensitas Tinggi dan Kelompok Bising Intensitas Rendah... 41 Tabel 4.5 Perbandingan Respon Tekanan Darah dengan Metode

Postural Change... 43


(9)

ix

Gambar 2.1 Pengaruh bising terhadap sistem kardiovaskuler... 15 Gambar 2.2 Refleks baroreseptor... 26 Gambar 2.3 Kerangka konsep penelitian... 29


(10)

x


(11)

(12)

xi

di sekitar bandara. Pajanan bising dapat mengarah ke perubahan fisiologi tubuh dalam keadaan akut maupun kronis. Bising termasuk ke dalam stres sehingga dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan gangguan pada homeostasis kardiovaskular yang dapat dilihat dengan adanya kenaikan respon vaskular pada

postural change. Postural change dari posisi berbaring ke berdiri merupakan

salah satu cara untuk melihat fungsi dari regulasi sistem saraf otonom.

Metode: observasional dengan pendekatan cross sectional (potong lintang). Penelitian ini mempunyai 2 kelompok subyek yaitu, kelompok bising intensitas tinggi sebagai kelompok yang terpajan bising bandara dan kelompok bising intensitas rendah sebagai kelompok yang tidak terpajan bising bandara dengan jumlah sampel masing-masing 30 orang yang sesuai dengan kriteria inklusi eksklusi. Pengolahan data dilakukan dengan SPSS 15 for Windows evaluation version dengan menilai normalitas menggunakan kolmogorov-smirnov dan uji

independent t test untuk data yang berdistribusi normal.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kelompok

intensitas bising rendah, pada kelompok intensitas bising tinggi mempunyai tekanan darah sistolik yang lebih besar secara bermakna (p < 0,05), pada nilai pretes (p value = 0,004), nilai postes menit 7 (p value = 0,02), dan perbedaan pretes antar 2 kelompok di menit 1 (p value = 0,001). Perbedaan tekanan darah diastolik pada 2 kelompok di menit 1 (p value = 0,05) termasuk borderline.

Tekanan rata-rata arteri (MAP) ditemukan lebih besar secara bermakna (p value <

0,05) pada pretes (p value = 0,004) dan delta menit 1 (p value = 0,001). Tekanan

nadi lebih besar secara bermakna (p value <0,05) pada pretes (p value = 0,001), postes menit 7 (p value = 0,03), dan delta menit 1 (p value = 0,017). Frekuensi nadi ditemukan perbedaan secara borderline (p value = 0,05) pada delta menit 7. Kesimpulan: Terdapat perbedaan respon tekanan darah pada subyek yang tinggal

di daerah dengan intensitas bising tinggi dan subyek yang tinggal di daerah intensitas bising rendah. Bising secara kronik dapat mempengaruhi homeostasis karena adanya disregulasi, adaptasi parsial, atau efek dari adaptasi fisiologis. Penilaian adanya penurunan tekanan darah yang lebih tinggi pada subyek yang mendapat bising intensitas tinggi atau dalam kondisi stress berkaitan dengan ketidakstabilan sympathovagal refleks.


(13)

xii

of the development is the increasement of the noise intensity received by the citizens living around the airport. Noise exposure may head to physiological changes in a severe/chronic circumstance. Noise is considered as a stress, therefore, it may cause the increasement in blood pressure and disturbance in cardiovascular homeostasis. Postural change from supine to standing position is one of the ways to see the function of autonomic system.

Method: ⁠⁠⁠ Observational with cross section. This study had 2 group subjects, the

group receiving high intensity noise as the exposured one and the group receiving low intensity noise as the non-exposured one, with the quantity of 30 suitable subjects according to inclusion and exclusion criteria for each group. Data analysis was done using SPSS 15 for Windows Evaluation Version by testing the normality using kolmogorov smirnov and independent t test for data with normal distribution.

Result: The result has shown that in high intensity noise as compared to low

intensity noise group had significantly greater in systolic blood pressure (p < 0,05) in pretest (p value = 0,004), postest in 7 (p value = 0,02), delta between pretest and postest menit 1 (p value = 0,001). Diastolic blood pressure for the difference between 2 groups was borderline (p value= 0,05). MAP (mean arterial pressure), there were significantly greater in pretest (p value = 0,004) and delta menit 1 ( p value = 0,001). Pulse pressure the significantly greater result could be found in postest minute 7 (p value = 0,03) and delta minute 1 (p value= 0,017). Heart rate had borderline result within 7 minute in standing posisition.

Conclusion: There is a difference in blood pressure response between the subjects

living in a high noise intensity area and the subjects living in a low noise intensity area. Noise exposure chronically may influence homeostasis due to dysregulation, incomplete adaptation, or the effect of physiological adaptation. The consideration of decrease a higher blood pressure on the subjects receiving a high noise intensity or in a stress condition is related to sympathovagal reflex unstability.


(14)

1

A. Latar Belakang

Bandara Adisutjipto Yogyakarta berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan R.I. Nomor KM 90/19991 ditetapkan sebagai bandara internasional. Kegiatan, frekuensi, dan jenis pesawat yang beroperasi mengalami peningkatan sejalan dengan penetapan status Bandara Adisutjipto sebagai bandara internasional. Saat ini terdapat sekitar 140 penerbangan regular dari dan menuju Bandara Adisutjipto Yogyakarta (Tribun Jogja, 2016). Dampak dari peningkatan aktivitas tersebut, intensitas kebisingan yang diterima oleh masyarakat di sekitar bandara meningkat pula (Sutopo et al.,

2007).

Hidup di bawah jalur penerbangan mempunyai dampak bagi kesehatan. Menurut Direktorat Penyehatan Lingkungan Dirjen P2M&PL Depkes R.I dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Yogyakarta pada tanggal 11 Juni 2004 dari jam 07.00 - 23.00 yang berlokasi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kali Ajir Lor Berbah Sleman diperoleh data kebisingan rata-rata sebesar 71,40 dBA padahal nilai ambang batas yang diperbolehkan pada wilayah B (perumahan, tempat pendidikan, rekreasi dan sejenisnya) adalah 45 dB sampai 55 dB (Sutopo et al., 2007). Bising yang ditimbulkan oleh suara pesawat mempunyai efek yang lebih hebat dibandingkan bising yang timbul di lintasan kereta maupun jalan raya (Ising et al., 2004).


(15)

Allah berfirman dalam surat An-Nahl 78:

“Dan Allah mengeluarkan kau dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”.

Pendengaran merupakan salah satu dari indera yang dimiliki manusia. Telinga berfungsi untuk menerima informasi tentang dunia luar serta menerima pengetahuan. Informasi yang diterima telinga dapat berupa suara yang tidak diinginkan atau bahkan mengganggu seperti pajanan bising yang terus menerus.

Pajanan bising dapat mengarah ke perubahan fisiologi tubuh dalam keadaan akut maupun kronis. Perubahan tersebut dapat berakibat ke n euro-vegetative dan proses hormonal sehingga dapat mempengaruhi keseimbangan

fungsi vital tubuh. Kardiovaskular parameter seperti tekanan darah, fungsi kardiak, kolesterol serum level, trigliserida, homeostatik faktor dan mungkin

konsenstrasi gula darah juga akan terpengaruh. Perubahan parameter tersebut dapat menjadi faktor resiko dari penyakit kardiovaskular (Ising et al., 2004). Hubungan antara kebisingan dengan kemungkinan timbulnya gangguan terhadap kesehatan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu intensitas kebisingan, frekuensi kebisingan dan lamanya seseorang berada di tempat atau di dekat bunyi tersebut, baik dari hari ke hari ataupun seumur hidupnya (Rosidah, 2004).


(16)

Stres ringan termasuk bising dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan gangguan pada homeostasis kardiovaskular yang dapat dilihat dengan adanya kenaikan respon vaskular pada orthostatic challenge (Lucini et al., 2002).

Pengukuran aktivitas saraf simpatis merupakan indikator brain arousal yang sensitif (Porges, 2001). Penurunan tekanan darah secara tiba-tiba adalah salah satu indikator adanya gangguan homeostasis. Pengembalian ke keadaan semula direspon tubuh dengan meningkatkan aktivitas simpatis dan juga menurunkan aktivitas saraf parasimpatis sehingga menaikkan tekanan darah (Sofro, 2014).

Gangguan intoleransi ortostatik dengan manifestasi klinis berupa pusing,

syncope, hipotensi ortostatik, jatuh dan penurunan fungsi kognisi merupakan hasil

dari beberapa mekanisme. Satu diantaranya adalah regulasi jangka pendek dari aliran darah yang melibatkan pengaturan otonom dan autoregulasi cerebral.

Postural change dari duduk ke berdiri merupakan salah satu cara untuk melihat

fungsi dari regulasi sistem saraf otonom (Olufsen et al., 2005).

Sistem saraf otonom dapat dibagi menjadi sistem simpatis dan sistem parasimpatis. Salah satu organ penting yang dipersyarafi adalah jantung. Serabut saraf simpatis dan parasimpatis bekerja secara berlawanan. Stimulasi terhadap serabut parasimpatis atau stimulasi vagal yang kuat dapat menurunkan kecepatan denyut jantung. Stimulasi terhadap simpatis atau adrenergik diperantarai oleh reseptor alfa dan beta. Perangsangan pada reseptor alfa menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, sedangkan pada reseptor beta menyebabkan peningkatan denyut jantung, kecepatan hantaran melewati nodus AV dan peningkatan miokardium.


(17)

Stimulasi ini juga dapat menyebabkan releasenya epinefrin dan norefinerfrin dari medulla adrenal. (Price & Wilson, 2005).

Sistem simpatis dan parasimpatis bekerja untuk menstabilkan tekanan darah arteri dan curah jantung (Price & Wilson, 2005). Tekanan darah adalah tanda vital bagi setiap individu. Merupakan gaya yang digunakan oleh darah dalam setiap satuan daerah dinding pembuluh darah (Guyton & Hall, 2007). Tekanan darah dibedakan antara tekanan darah sistolik dan diastolik. Tekanan sistolik adalah tekanan ketika jantung memompa darah ke seluruh tubuh, sedangkan tekanan diastolik ketika jantung menenrima darah dari seluruh tubuh. Komponen dari sistolik dan diastolik adalah cardiac output dan resistensi vascular

perifer. Cardiac output adalah hasil dari volume ejeksi jantung dan denyut nadi. Cardiac output dan peripheral vascular resistance dapat berfluktuasi dalam rangka untuk mengompensasi keadaan lain. (Porth, 2004)

Mengingat peran pendengaran yang aktif menerima informasi dari luar dan pajanan bising yang tidak dapat dihindari terutama pada daerah sekitar Bandara Adisutjipto, maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat pengaruhnya pada respon tekanan darah dengan metode postural change.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh bising intensitas tinggi pada respon kardiovasa dengan metode postural change pada masyarakat di sekitar Bandara


(18)

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui pengaruh pajanan bising terhadap respon kardiovasa dengan metode postural change pada masyarakat di sekitar Bandara Adisutjipto Yogyakarta

2. Tujuan khusus

Mengetahui perbedaan respon pada tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, frekuensi nadi, tekanan arteri rata-rata dan tekanan nadi pada masyarakat yang terpajan bising intensitas tinggi dan terpajan bising intensitas rendah.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Sebagai awal bagi studi lebih lanjut mengenai pajanan bising terhadap respon sistem saraf otonom.

2. Manfaat praktis

a. Dijadikan pertimbangan kepada pemerintah untuk pengelolaan daerah sekitar bandara terutama hubugannya antara batas kawasan kebisingan dan daerah pemukiman warga.

b. Memberikan informasi kepada masyarakat akan bahaya bising lingkungan bagi sistem kardiovaskular dan meningkatkan kesadaran masyarakat sekitar bandara untuk menggunakan alat peredam bising.


(19)

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Nomer Judul Nama

peneliti, tahun

Persamaan Perbedaan Hasil

1 Hubungan

Kebisingan Terhadap Tekanan Darah Pada Pekerja Lapangan PT. Gapura Angkasa Di Bandar Udara Sam Ratulangi, Manado Montolalu, 2014 Tekanan darah, intensitas bising Sampel pekerja lapangan bandara sam ratulangi Terdapat peningkatan TDS dan TDD (p < 0.05) pada daerah dengan intensitas kebisingan 85 dB

2 Pengaruh

Paparan Bising Menahun dari Aktivitas Penerbangan terhadap Tekanan Darah (Studi Kasus: Kawasan Sekitar Bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang)

Afnita & Muhtarom, 2013 Tekanan darah, intensitas bising Pengukuran tekanan darah dilakukan sebelum dan sesudah penerbangan Kenaikan

TDS dan

TDD pada

daerah dengan intensitas >NAB

3 Noise Induce Hypertension and Prehypertension in Pakistan Nawaz, 2010 Metode cross analitik, intensitas bising, tekanan darah

Bising lalu lintas

Intensitas suara > 81dB meningkatkan resiko

hipertensi dan prehipertensi


(20)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Organ pendengaran

a. Anatomi dan fisiologi organ pendengaran

Telinga adalah organ sensori yang peka terhadap rangsangan gelombang suara dan berfungsi menjaga keseimbangan tubuh. Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

1) Telinga luar

Telinga luar terdiri atas aurikula, kanalis, dan membrana timpani. Daun telinga dibentuk oleh tulang rawan elastis, otot serta ditutupi oleh kulit dan berfungsi untuk mengumpulkan getaran suara. Kanal telinga berbentuk corong dengan panjang 2,5 cm akan menghantarkan getaran suara menuju membran timpani yang selanjutnya akan dihantarkan ke telinga tengah (Boies et al., 1997).

2) Telinga tengah

Terdiri dari tuba Eustachia dan tiga tulang pendengaran yakni tulang malleus, stapes, dan incus. Getaran dari


(21)

pendengaran. Suara yang masuk akan mengalami pemantulan sebanyak 99.9% dan hanya 0,1% suara yang akan diteruskan (Boies et al., 1997).

3) Telinga dalam

Telinga dalam terdiri atas cochlea (rumah siput) dan

oval window. Terletak di belakang tulang tengkorak. Cochlea berbentuk seperti rumah siput dengan isi cairan elektrolik. Pergerakan dari tulang pendengaran akan menggetarkan cairan di dalam cochlea. Cairan di dalam

cochlea akan menggerakkan sel-sel rambut halus

sehingga akan terjadi perubahan getaran suara menjadi potensial listrik. Impuls listrik dari cochlea ini akan dihantarkan menuju syaraf pendengaran (Boies et al.,

1997).

b. Mekanisme pendengaran

Pendengaran adalah satu dari lima fungsi sensori dan penting untuk komunikasi. Fungsi dari telinga adalah mengubah getaran fisika berupa suara menjadi sebuah impuls syaraf menuju otak (WHO, 2015). Proses mendengar diawali dengan adanya getaran yang ditangkap oleh telinga luar, menggetarkan membran timpani dan kemudian diteruskan ke telinga tengah yang terdiri dari tulang pendengaran. Getaran suara akan diteruskan ke


(22)

telinga dalam. Proses ini menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius. Impuls kemudian dilanjutkan ke nucleus auditorius dan korteks pendengaran (Boies et al., 1997).

2. Bunyi

a. Definisi bunyi

Bunyi didefinisikan sebagai variasi tekanan yang merambat melalui udara dapat diterima oleh telinga karena getaran pada media elastic (Suma’mur, 2011). Bunyi atau suara mempunyai karakteristik antara lain:

1) Frekuensi

Frekuensi adalah banyaknya getaran setiap detiknya yang diukur dalam satuan cycle per second (cps) atau

hertz. Dibagi menjadi infrasonic ( < 16 Hz), sonic (

16-20.000 Hz), dan ultrasonic ( > 20.000Hz). Frekuensi yang dapat didengar oleh manusia adalah sonic, yakni

16-20.000 Hz (Babba, 2007). 2) Amplitudo

Amplitudo adalah simpangan terjauh dari gelombang bunyi. Semakin besar amplitudo sebuah bunyi, maka semakin kuat gelombang bunyi tersebut


(23)

menabrak dinding telinga dan suara yang terdengar semakin kuat (Wardhana, 2001).

3) Panjang gelombang 4) Kualitas suara

Kualitas bunyi/suara tergantung pada frekuensi bunyi dan intensitas bunyi frekuensi adalah banyaknya getaran setiap detiknya, sedangkan intensitas adalah perbandingan tegangan suara yang datang dengan tegangan suara standar dalam satuan desibel (dB) (Wardhana, 2001).

3. Bising

a. Definisi bising

Menurut peraturan menteri lingkungan hidup nomor Kep.MenLH No. 48 1996, Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Sementara keputusan menteri tenaga kerja nomor Kep.MenNaker. No. 51 Tahun 1999, mengungkapkan bahwa kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat- alat proses gangguan pendengaran.


(24)

J e n i s

b i s B

Berdasarkan sifat dan spektrumnya, bising dapat dikelompokkan menjadi:

1) Bising yang kontinyu dengan frekuensi berspektrum luas, misal: kompresor, kipas angin, dapur pijar.

2) Bising kontinyu dengan spektrum yang berfrekuensi sempit, yaitu: suara gergaji sirkuler, katup gas.

3) Bising terputus-putus misal, suara lalu lintas, suara pesawat yang tinggal landas.

4) Bising impulsif (impact or impulsive noise) seperti pukulan martil, tembakan senapan, ledakan meriam, dan lain-lain.

Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kegiatan Tingkat Kebisingan db (A) a. Peruntukan Kawasan

1. Perumahan dan pemukiman 55

2. Perdagangan dan jasa 60

3. Perkantoran dan perdagangan 75

4. Ruang terbuka hijau 50

5. Industri 70

6. Pemerintah dan fasilitas umum 60

7. Rekreasi 70

8. Khusus

a. Bandar udara* b. Stasiun kereta api*

c. Pelabuhan laut 70

d. Cagar budaya 60

b. Lingkungan kegiatan

1. Rumah Sakit 55

2. Sekolah atau sejenisnya 55

3. Tempat ibadah 55

Tabel 2.1 Nilai Baku Tingkat Kebisingan Lingkungan (Himpunan Peraturan di Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan)


(25)

5) Bising impulsif berulang, sama dengan bising impulsif,

hanya saja disini terjadi secara berulang-ulang, contohnya: mesin tempa (Buchari, 2007)

Jenis kebisingan dibedakan berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia menjadi:

1) Irritating noise (bising yang mengganggu) adalah bising

yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras, misal mendengkur.

2) Masking noise (bising yang menutupi) adalah bising yang menutupi pendengaran dengan jelas. Secara tidak langsung akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya dalam bising dari sumber lain menjadi tidak terdengar.

3) Damaging/ injurious noise (bising yang merusak)

adalah bunyi yang intensitasnya melampui nilai ambang batas. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran (Soeripto, 2008)

b. Sumber bising

Sumber bising pada pemukiman sering terjadi karena lokasi pemukiman desainnya tidak tepat maupun tidak terdapat alat peredam. Berdasarkan Peraturan Menteri


(26)

Negara Lingkungan Hidup no. 46 tahun 1996, macam bising di pemukiman dapat diklasifikasikan sebagai berikut 1) Bising pemukiman yang disebabkan lokasi yang

berdekatan industry

2) Bising pemukiman yang disebabkan oleh jalan raya 3) Bising pemukiman yang disebabkan oleh fasilitas umum

terminal, stasiun, bandara, pelabuhan, dan sekolah 4) Bising pemukiman yang disebabkan oleh kawasan

perkantoran dan perdagangan c. Pengaruh bising

Efek bising terhadap kesehatan dapat mempengaruhi fungsi auditory maupun non-auditory. Efek yang mempengaruhi pendengaran adalah noise-induce hearing loss yang dapat disebabkan karena paparan terhadap intensitas tinggi di atas 75-85 dB maupun dalam waktu yang lama. Hilangnya pendengaran disebabkan karena hilangnya sel rambut di cochlea sedangkan sel rambut sendiri tidak dapat beregenerasi (Basner et al.,

2014).

Efek pada non-auditory adalah adanya perubahan

dari fungsi beberapa organ dan sistem. Studi observasional dan eksperimental menunjukkan bahwa paparan bising dapat menimbulkan perasaan terganggu, gangguan tidur,


(27)

berpengaruh kepada pasien maupun performa staff di rumah sakit, menaikkan angka hipertensi dan penyakit kardiovaskular dan fungsi kognitif siswa sekolah (Munzel

et al., 2014).

Paparan akut dari bising dapat meningkatkan tekanan darah, denyut jantung dan cardiac output.

Perubahan ini terjadi karena releasenya stres hormon seperti katekolamin yang akan memacu aktivasi dari dua neurohormonal sistem yang akan menghadapi stressor. Aktivasi meliputi aktivasi dari respon simpatik maupun releasenya kortikosteroid. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dampak dari paparan bising terhadap kesehatan. Faktor tersebut antara lain lokasi ruangan dan kualitas dari pajanan bising, kebiasaan tidur dengan jendela terbuka atau tertutup, serta beberapa faktor resiko lain (Munzel et al., 2014)


(28)

Gambar 2.1 Pengaruh bising terhadap sistem kardiovaskular (Basner et al., 2014)

d. Pengukuran bising

Pengukuran dapat didasari pada “tingkat daya

bunyi” atau “tingkat tekanan bunyi”. Tingkat daya bunyi

adalah total daya bunyi yang dipancarkaan dari suatu benda dan digunakan dalam pengukuran kebisingan komunitas, sedangkan tingkat tekanan bunyi adalah tingkat kebisingan pada titik pengukuran dana merupakan pengukuran tingkat kebisingan yang lebih umum (Ridley, 2006).


(29)

Menurut WHO, nilai ambang batas (NAB) intensitas bising adalah 85 dB dan waktu bekerja maksimum adalah 8 jam perhari. Intensitas bising di lingkungan kerja dapat diukur dengan sound level meter. Alat ini mengukur kebisingan diantara 40-139 dB dan dari frekuensi 20-20.000 Hz (Tarwaka, 2004). Sedangkan satuannya menggunakan desibel dengan skala A atau disingkat dBA karena skala tersebut yang paling sesuai dengan fungsi pendengaran manusia dalam hal kepekaannya terhadap suara pada berbagai frekuensi (Soeripto, 2008).

Cara kerja alat tersebut adalah sebagai berikut: 1) Memasang baterai pada tempatnya.

2) Menekan tombol power.

3) Mengecek garis tanda pada monitor untuk mengetahui baterai dalam keadaan baik atau tidak.

4) Melakukan kalibrasi alat dengan kalibrator sehingga angka pada monitor sesuai dengan angka kalibrator. 5) Memilih selektor pada posisi:

fast: untuk kebisingan kontinu.

slow: untuk kebisingan impulsif atau terputus-putus.


(30)

7) Menentukan lokasi pengukuran, arahkan microphone

pada sumber kebisingan.

8) Tinggi alat ukur dari lantai adalah setinggi telinga. Hasil pengukuran adalah angka yang ditunjukkan pada monitor (angka stabil).

9) Mencatat hasil pengukuran dan menghitung rata-rata kebisingan saat (leq) (Koesyanto & Pawenang, 2006). e. Pengendalian bising

Pertimbangan untuk pengendalian pertama adalah menghilangkan sumber kebisingan dan melindungi seluruh masyarakat di sekitar. Menghilangkan sumber kebisingan tidak selalu dapat dilakukan sehingga dibutuhkan tindakan lain untuk mengurangi paparan bising. Pendekatan yang dapat dilakukan menurut Ridley (2006) antara lain:

1) Pendekatan principles-led

Pendekatan ini berupa mencari metode alternatif, memindahkan pekerja ke area dengan kebisingan rendah, mengurung kebisingan di ruang kedap bunyi, ataupun usaha usaha untuk meredam bunyi.

2) Pendekatan pragmatis

Pendekatan dapat berupa penggantian peralatan dengan komponen lain serta penyerapan bising menggunakan pelapis dinding.


(31)

4. Tekanan darah

a. Definisi tekanan darah

Jantung berkontraksi-relaksasi secara bergantian untuk memompa darah dari ventrikel menuju arteri dan menerima darah dari vena untuk diisi ke ventrikel (Sherwood, 2011). Jantung dan sirkulasi selanjutnya dikendalikan untuk memenuhi curah jantung dan tekanan arteri agar aliran darah yang mengalir sesuai dengan jumlah darah yang dibutuhkan. Arteri akan mentranspor darah ke jaringan di bawah tekanan yang tinggi (Guyton & Hall,2007).

Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh darah, bergantung kepada volume di dalam pembuluh darah dan compliance, atau kemampuan pembuluh darah untuk meregang. Tekanan maksimal pada arteri ketika darah dipompa masuk ke dalam pembuluh darah disebut tekanan sistolik, rerata 120 mmHg. Tekanan minimum di dalam arteri ketika darah mengalir keluar dari pembuluh darah disebut tekanan diastolik, rerata 80 mmHg (Sherwood, 2011).

b. Mekanisme pengaturan tekanan darah

Jantung, tonus pembuluh darah, ginjal dan hormon merupakan sistem yang berperan dalam pengaturan tekanan darah. Tekanan darah memiliki mekanisme umpan balik salah satunya adalah refleks baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotid. Baroreseptor dapat mengirim umpan balik positif maupun negatif ke sistem saraf


(32)

pusat dengan cara mendeteksi perubahan tekanan pada arteri menggunakan baroreseptor (Lilly, 2011).

Dua buah kelompok sensor yang utama adalah kemoreseptor dan baroreseptor. Jantung, tonus pembuluh darah, ginjal dan hormon merupakan sistem yang berperan dalam pengaturan tekanan darah. Tekanan darah memiliki mekanisme umpan balik salah satunya adalah kemoreseptor yang berada di badan karotis dan aorta yang akan terangsang melalui penuruan oksigen, peningkatan tekanan karbondioksida dan penurunan pH darah (Price &Wilson, 2005).

c. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah

Tekanan darah ditentukan oleh dua faktor, yaitu aliran darah yang melalui pembuluh darah dan resistensi pembuluh darah. Kecepatan aliran darah adalah banyaknya darah yang melewati pembuluh darah dalam suatu periode waktu. Resistensi adalah kecenderungan untuk melawan aliran atau ukuran hambatan aliran darah. Bergantung atas tiga faktor, yaitu (1) viskositas, (2) Panjang pembuluh darah dan (3) jari-jari pembuluh. Hubungan antara tekanan darah, aliran, dan resistensi dapat digambarkan sebagai berikut:

Faktor lain yang mempengaruhi tekanan darah antara lain asupan garam berlebih. Hal ini dapat menyebabkan retensi


(33)

sehingga mengakibatkan peningkatan volume cairan (Sherwood, 2011).

d. Cara mengukur tekanan darah

Tekanan darah dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung dapat menggunakan manometer, yaitu memasukkan jarum dan kanul ke dalam arteri. Cara pengukuran ini termasuk invasive dan kurang nyaman (Guyton & Hall, 2007). Pengukuran dapat dilakukan secara lebih nyaman dan cukup akurat dengan cara tidak langsung menggunakan sphygmomanometer.

Penggunaan sphygmomanometer untuk menentukan

tekanan darah dilakukan dengan memasang manset dengan rubber tubes di inferior. Bagian bawah manset berada 2-3 cm di atas

pulsasi arteri brachialis. Kemudian letakkan stetoskop di tempat pulsasi a. brachialis maksimal. Stetoskop dipasang tanpa tekanan

berlebih dan tidak menyentuh baju, manset, maupun rubber tubes

untuk menghindari suara gesekan.

Ketika manset dipompa sehingga tekanan melebihi tekanan di arteri, maka tidak akan terdengar bunyi pada stetoskop karena oklusi yang terjadi di arteri. Kemudian tekanan di manset akan diturunkan perlahan sehingga ketika tekanan di manset sedikit lebih besar dari arteri akan terdengar bunyi Korotkoff pertama, skala yang terbaca pada sphygmomanometer menunjukkan tekanan


(34)

sistolik. Tekanan pada manset terus diturunkan sampai suara menghilang. Saat bunyi Korotkoff menghilang, skala yang terbaca merupakan tekanan diastolik (Beevers et al., 2015).

5. Sistem saraf autonom

Sistem autonom dibagi menjadi sistem saraf autonom parasimpatis (PANS) dan sistem saraf autonom simpatis (SANS). Bagian simpatis keluar meninggalkan ssp dari daerah torakolumbal medula spinalis. Bagian parasimpatis keluar dari otak dan dari bagian kraniosakral. Tujuan utama sistem saraf simpatis adalah mempersiapkan tubuh agar siap menghadapi stres. Sebaliknya, respon parasimpatis menurunkan kecepatan denyut jantung dan pernapasan (Price & Wilson, 2002).

Serabut saraf simpatis dan parasimpatis bekerja secara berlawanan. Stimulasi terhadap serabut parasimpatis atau stimulasi vagal yang kuat dapat menurunkan kecepatan denyut jantung. Stimulasi terhadap simpatis atau adrenergik diperantarai oleh reseptor alfa dan beta. Perangsangan pada reseptor alfa menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, sedangkan pada reseptor beta menyebabkan peningkatan denyut jantung, kecepatan hantaran melewati nodus AV dan peningkatan miokardium. Stimulasi ini juga dapat menyebabkan releasenya epinefrin dan norefinerfrin dari medulla adrenal (Price & Wilson, 2002).


(35)

Stimulasi simpatis pada jantung meningkatkan denyut, kecepatan konduksi, dan kekuatan denyut, sedangkan pada pembuluh darah adalah vasokonstriksi (Price & Wilson, 2002). Stimulasi simpatis terjadi saat tubuh berusaha untuk melawan dari ancaman. Stimulasi ini pada medula adrenal menyebabkan keluarnya hormon epinefrin dan norepinefrin. Hormon epinefrin yang dikeluarkan akan berikatan dengan reseptor beta, sedangkan norepinefrin medula adrenal berkaitan dengan reseptor alfa yang dapat menimbulkan vasokontriksi generalisata. Respon simpatis ini ditujukan untuk meningkatkan aliran darah kaya nutrien dan beroksigen ke otot rangka sebagai antisipasi terhadap aktivitas berat (Sherwood, 2011).

Kedua sistem saraf dikontrol secara timbal balik, peningkatan aktivitas di salah satu divisi disertai penurunan di divisi lain. Terdapat beberapa pengecualian yaitu pada pembuluh darah hanya memiliki saraf simpatis (Sherwood, 2011). Sistem saraf simpatis mengatur kardiovasa baik dalam keadaan sehat maupun sakit (Sinski et al., 2006). Efek buruk meningkatnya

aktivitas saraf simpatis (fight or flight) yang menahun merupakan faktor resiko terhadap penyakit kardiovasa (Curtis, 2002).


(36)

6. Postural change i. Definisi

Gaya gravitasi mempengaruhi berbagai aspek biologi, gaya ini membuat makhluk hidup mengikuti hukum fisika. Gaya gravitasi berpengaruh ke sistem fisiologis seperti ke kardiovaskular dan sistem sirkuler. Semua bagian berkolom yang berisi cairan seperti pembuluh darah, akan dikenakan tekanan vertikal yang besar sesuai arah gravitasi dikarenakan perubahan mendadak dari postur tubuh, terutama pada manusia yang dirancang untuk posisi tegak (Klabunde, 2011)

Adaptasi fisiologis di kardiovaskular manusia dirancang untuk mengatasi gaya gravitasi di sistem sirkuler dibawah pengaruh berbagai macam perubahan postural seperti ketika berdiri, duduk, atau supinasi. Beberapa perubahan yang terjadi di dalam tubuh sebagai respon dari perubahan postur adalah pada frekuensi nadi (banyaknya nadi per menit) dan tekanan darah. Dalam posisi supinasi, jantung mendapat gaya gravitasi yang sama dengan gaya pada pembuluh darah di kepala dan di kaki. Tekanan darah pada posisi ini cenderung sama seluruh tubuh dan darah yang kembali ke jantung tidak terpengaruh oleh tarikan gravitasi (Klabunde, 2011).

Perubahan postur menjadi berdiri secara tiba-tiba, dapat memberikan sensasi headlightness atau perasaan pusing. Sensasi


(37)

ini disebabkan oleh gaya gravitasi yang bekerja pada sistem kardiovaskular. Perubahan tubuh secara mendadak dari supinasi ke posisi berdiri menghasilkan tarikan gravitasi yang kuat terhadap darah dari sirkulasi. Jantung sekarang berada di bawah kepala dan leher dan sekitar 2-4 ft di atas ekstremitas bawah. Tekanan darah akan turun di kepala dan membuat tekanan naik di ekstremitas bawah. Kenaikkan darah di ekstremitas bawah membuat darah mengumpul di vena karena sifatnya yang elastis, tidak seperti pembuluh arteri yang dindingnya kaku (Klabunde, 2011).

Perubahan posisi dari supinasi ke berdiri secara cepat membuat beberapa perubahan antara lain: 1) penurunan jumlah darah vena yang kembali ke jantung 2) penurunan volume darah di jantung (end diastolic volume) 3) penurunan volume darah arteri

dan tekanan darah pada kepala dan leher. Perubahan tersebut diimbangi oleh beberapa kompensasi seperti 1) naiknya denyut jantung dan curah jantung meningkat, 2) katup pada vena menjaga darah mengalir satu arah menuju jantung yang membantu darah kembali ke jantung, 3) otot skelet berkontraksi dan membantu menekan vena, 4) sistem syaraf memunculkan kompensasi dan respon otonoom untuk mengembalikan tekanan darah secara normal (Klabunde, 2011).

Medula oblongata mempunyai 2 pusat pengaturan otonom jantung dan vasomotor. Pusat jantung akan merespon dengan


(38)

meningkatkan stimulasi simpatetis, dikeluarkannya epinefrin dan norepinefrin, menaikkan frekuensi nadi dengan meningkatkan

pacemaker cell depolarization rate. Medula juga stimulasi

vasokonstriksi pada otot polos arteri, terutama yang menuju ke otak, untuk meningkatkan tekanan darah melawan gravitasi (Guyton & Hall, 2007).

Gambar 2.2 Refleks Baroreseptor (diambil dari intranet.tdmu.edu.ua) ii. Operasional

1. Alat dan Bahan

 Spyghmomanometer digital merk Omron Tipe HEM-7203, Jepang


(39)

2. Prosedur pelaksanaan

 Subyek sebelumnya diminta istirahat selama 5 menit kemudian diukur tekanan darah istirahatnya dengan menggunakan sphygmomanometer digital sebagai tekanan darah baseline

 Subyek berbaring/ posisi supinasi selama 5 menit lalu diukur tekanan darah posisi supinasi dengan menggunakan sphygmomanometer digital sebagai tekanan darah pretes

 Selanjutnya subyek mengubah posisi dari supinasi ke posisi berdiri dan diukur tekanan darahnya sebagai tekanan darah postes 1

 Subjek berdiri selama 7 menit dan diukur tekanan darahnya sebagai tekanan darah postes 2

 Perubahan tekanan darah yang tercatat pada perubahan posisi akan dibandingkan dengan tekanan darah


(40)

B. Kerangka Konsep

Gambar 2.3 Kerangka konsep penelitian Aktivitas bandara

- Jarak

- Lama pajanan - Usia

- Intensitas

Peningkatan intensitas bising lingkungan

Dampak

Pendengaran Non- Pendengaran

Efek pada sistem saraf otonom

Pemeriksaan Postural change

Hasil:

- Respon simpatis

meningkat


(41)

C. Hipotesis

Pajanan bising intensitas tinggi pada masyarakat sekitar Bandara Adisutjipto meningkatkan respon kardiovasa terhadap metode postural change.


(42)

30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross sectional (potong lintang). Penelitian ini membagi sampel penelitian menjadi dua kelompok yaitu kelompok bising intensitas tinggi (terpajan bising akibat aktivitas Bandara Adisutjipto, Yogyakarta) dan kelompok bising intensitas rendah (tidak terpajan bising bandara).

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah perempuan yang terpajan bising akibat aktivitas Bandara Adisucipto dan perempuan yang tidak terpajan bising bandara.

2. Sampel

Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu

berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2002). Sedangkan untuk mengendalikan variabel perancunya dengan menggunakan metode restriksi. Restriksi merupakan suatu metode untuk membatasi subyek penelitian menurut


(43)

kriteria tertentu yang disebut kriteria eligibilitas. Dua jenis kriteria eligibilitas tersebut yaitu kriteria inklusi dan eksklusi (Murti, 2010).

Teknik sampling pada penelitian ini adalah

a. Kriteria Inklusi

1) Perempuan usia 20 – 40 tahun 2) Ibu rumah tangga

3) Bertempat tinggal > 1 tahun di sekitar Bandar Udara Adisucipto (kelompok bising intensitas tinggi) dan >1 tahun tinggal jauh dari bandara (kelompok bising intensitas rendah)

4) Tidak ada riwayat hipertensi dan penyakit jantung yang diketahui melalui anamnesis/ pengisian kuisioner

b. Kriteria Eksklusi 1) Merokok

2) Minum minuman beralkohol (alkoholik) 3) Obesitas dengan kriteria IMT ≥ 30 4) Mempunyai gangguan pendengaran

5) Riwayat penyakit dan pengobatan: tidak terdapat riwayat hipertensi, penyakit jantung, tidak konsumsi obat antihipertensi, serta tidak mengonsumsi kopi dalam 12 jam terakhir.

Subyek yang masuk dalam kriteria inklusi adalah perempuan yang beraktivitas sebagai ibu rumah tangga, berusia 20-45 tahun, dan


(44)

sudah bertempat tinggal di daerah tersebut selama > 1 tahun. Alasan pemilihan kriteria subyek tersebut dikarenakan perempuan yang beraktivitas sebagai ibu rumah tangga lebih sering berada di rumah sehingga lebih lama terpajan oleh bising pesawat. Usia 20-45 tahun termasuk usia produktif dan belum termasuk ke dalam kategori lansia, sehingga belum banyak penurunan fungsi fisiologis tubuh khususnya penurunan fungsi kardiovaskuler.

3. Besar Sampel

Besar sampel pada penelitian ini sebanyak 30 orang dari masing-masing populasi sehingga total sampel dari seluruh populasi yaitu sebesar 60 orang (Roscoe, 1975 cit. Notoadmojo, 2002), yaitu :

a. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan penelitian.

b. Jika sampel dipecah ke dalam sub-sampel (pria/ wanita, junior/ senior dan sebagainya) ukuran sampel minimum 30 untuk setiap kategori adalah tepat.

c. Penelitian multivariate (termasuk analisi regresi berganda ) ukuran sampel sebaiknya 10 kali lebih besar dari jumlah variabel dalam penelitian.

d. Penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol eksperimen yang ketat, penelitian yang sukses adalah mungkin dengan ukuran sampel kecil antara 10-20.


(45)

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

a. RT. 04 dan RT.05 RW.02 Kelurahan Tegaltirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta dengan radius ± 2 km dari bandara (kelompok bising intensitas tinggi)

b. RT. 04 dan RT 05, RW.03, Dukuh Jadan, Kelurahan Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta dengan radius ± 19 km dari bandara (kelompok bising intensitas rendah) 2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan bulan 20 Juli- 15 November 2015

D. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas (Independent) : Pajanan Bising

b. Variabel tergantung (dependent) : Respon kardiovasa

2. Definisi Operasional

a. Pajanan bising adalah bising yang berasal dari mesin pesawat dari bandara dengan radius 2 km dengan intensitas bising 72,96-94,16 dB berdasarkan pengukuran oleh Sound Level Meter (SLM) merk

Krisbow (KW-06-290, China). Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 718/Menkes/Per/XI/19873, tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan, persyaratan untuk wilayah B (wilayah yang diperuntukkan bagi perumahan, tempat pendidikan, rekreasi dan sejenisnya) ditetapkan


(46)

sebesar 45 dBA (maksimum yang dianjurkan) sampai 55 dBA (maksimum yang diperbolehkan).

b. Respon kardiovasa

Respon kardiovasa merupakan selisih tekanan darah, frekuensi nadi, tekanan nadi dan tekanan rata-rata nadi antara baseline dan ketika terdapat perubahan posisi dari posisi berbaring ke posisi berdiri.

c. Postural change

Postural change merupakan tes yang dapat digunakan untuk melihat aktivitas sistem otonom. Tes ini dilakukan dengan perubahan posisi pada subyek dari berbaring ke posisi berdiri, perubahan ini diatur oleh baroreseptor yang berada pada aorta dan arteri karotis.

E. Instrumen Penelitian

1. Sound Level Meter ( SLM ) untuk mengukur intensitas kebisingan

merk Krisbow (KW-06-290, China) 2. Tripod sebagai penyangga SLM

3. Informed consent untuk bukti kesediaan menjadi responden

4. Form kuesioner kriteria inklusi dan eksklusi

5. Sphygmomanometer digital merk Omron (HEM-7290, Jepang)

untuk mengukur tekanan darah responden 6. Stopwatch


(47)

F. Alur penelitian

1. Tahap pra penelitian

a. Studi pendahuluan dan teori untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian.

b. Persiapan materi dan konsep untuk mendukung jalannya penelitian. c. Penyusunan proposal.

2. Tahap persiapan penelitian

a. Penyusunan instrumen penelitian yang akan digunakan.

b. Pengurusan izin penelitian dari pihak Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY.

c. Permohonan izin kepada responden. 3. Tahap pelaksanaan

a. Pelaksanaan penelitian diawali dengan mengukur intensitas kebisingan di beberapa titik lokasi yang telah ditentukan.

b. Subjek penelitian terdiri dari 2 kelompok yang telah mengisi kuesioner kriteria inklusi dan ekslusi, yaitu kelompok intensitas bising tinggi dan kelompok intensitas bising rendah.

c. Peneliti kemudian menjelaskan kepada subjek tentang maksud dan tujuan penelitian serta penjelasan singkat mengenai perlakuan yang akan diberikan.

d. Penelitian dilanjutkan dengan pengisian form informed consent.

e. Pelaksanaan penelitian dilanjutkan dengan melakukan uji postural change selama 12 menit, 5 menit dalam posisi supinasi dan 7


(48)

menit dalam posisi berdiri, pemeriksaan dilakukan secara bergantian.

4. Cara Penelitian

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, tekanan arteri rata-rata dan tekanan nadi. Pengambilan respon kardiovasa pada subjek dilakukan dengan cara:

1. Subyek diminta untuk istirahat selama 5 menit, kemudian diukur tekanan darahnya sebagai tekanan darah baseline.

2. Pengukuran tekanan darah digunakan sphygmomanometer digital merk Omron, HEM-7203 (Jepang)

3. Subyek berada pada posisi supinasi selama 5 menit, kemudian diukur tekanan darahnya

4. Setelah berbaring 5 menit, subyek berdiri selama 7 menit. Dalam posisi berdiri ini dilakukan 2 kali pengukuran, yaitu pada menit awal ketika subyek mengubah posisinya dan menit 7.

G. Analisa Data

Data yang didapatkan dicatat pada Microsoft Excel 2010. Analisis

data menggunakan paket program pengolah data SPSS. Diawali dengan melakukan uji normalitas Kolmogorov Smirnov karena jumlah data yang

didapatkan > 50 data. Data yang telah diuji normalitasnya digunakan perhitungan independen-t-test (untuk data yang persebarannya normal). Tes tersebut digunakan untuk menentukan nilai kebermaknaan suatu data. Selain


(49)

itu, untuk menentukan kondisi hipotensi ortostatik, digunakan metode Chi-Square.

H. Etika Penelitian

Penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan etik dari Komite Etik FKIK UMY dengan nomor surat etik: 495/EP-FKIK-UMY/XII/2015 dengan

judul penelitian “Pengaruh Pajanan Bising Terhadap Respon Tekanan Darah

pada Masyarakat di Sekitar Bandara Adisutjipto Yogyakarta dengan Metode

Postural Change

Penelitian ini memperhatikan beberapa hal yang menyangkut etika penelitian sebagai berikut:

1. Informed consent, yaitu peneliti memberikan lembar permohonan

menjadi subyek dan persetujuan menjadi subyek pada calon subyek penelitian. Jika subyek menolak, maka peneliti tidak akan memaksa dan menghormati hak subyek.

2. Anonimity, maksudnya nama subyek penelitian hanya diketahui oleh

peneliti. Publikasi tidak dicantumkan nama subyek melainkan menggunakan kode angka.

3. Confidentiality, yaitu data atau informasi yang didapat selama

penelitian akan dijaga kerahasiaannya.

4. Do not harm, yaitu meminimalkan kerugian dan memaksimalkan

manfaat penelitian yang timbul pada penelitian ini.

5. Fair treatment, yaitu melakukan perlakuan yang adil dan


(50)

38

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Oktober 2015. Data yang diambil pada penelitian ini merupakan data primer dengan metode penelitian observasional analitik. Sampel diambil dengan metode purposive sampling dengan subjek

penelitian perempuan yang tinggal di rumah minimal 8 jam.

A.1. Karakteristik pada subyek

Selama penelitian didapatkan jumlah subyek penelitian sebanyak 60 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang masing-masing terdiri dari 30 subyek penelitian sebagai kelompok yang tinggal di daerah dengan intensitas bising tinggi (terpajan bising bandara) dan 30 subyek penelitian sebagai kelompok yang tinggal di daerah intensitas bising rendah (tidak terpajan bising bandara). Perbandingan karakteristik 2 kelompok terdapat dalam tabel 4.1


(51)

Tabel 4.1 Lokasi, Radius dari Bandara, dan Intensitas Bising

Kelompok Bising

Intensitas Tinggi

Kelompok Bising

Intensitas Rendah Lokasi

Radius dari Bandara Adisucipto

Intensitas bising

RT. 04 dan RT. 05 RW. 02, Dukuh Jagalan, Kelurahan Tegaltirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta

2 km

72,96 dB- 94,16 dB

RT. 04 dan RT. 05 RW. 03, Dukuh Jadan, Kelurahan Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta

19 km 42,8 dB

Berdasarkan tabel 4.1, terdapat perbedaan radius tempat tinggal dua kelompok dan intensitas bisingnya. Pada kelompok bising intensitas tinggi, radius tempat tinggalnya lebih dekat dengan bandara sehingga didapatkan intensitas bisingnya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok intensitas bising rendah.

Standard kebisingan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.718/Men/Kes/Per/XI/1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan, intensitas bising yang ditetapkan adalah 45 dB (maksimum yang dianjurkan) sampai dengan 55 dB (maksimum yang diperbolehkan) untuk wilayah B termasuk daerah perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi, sehingga intensitas bising pada kelompok intensitas bising tinggi dengan radius yang lebih kecil dari bandara sudah melewati nilai ambang batas yang diizinkan untuk daerah perumahan.

Pengukuran tingkat bising pada RT. 04 dan RT. 05 RW. 02, Dukuh Jagalan, Kelurahan Tegaltirto , Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, D.I.


(52)

Yogyakarta dan RT. 04 dan RT. 05 RW. 03, Dukuh Jadan, Kelurahan Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta digunakan alat sound level meter merkKrisbow KW-06-290 (Cina) yang telah

dikalibrasi oleh Laboratorium Teknik Mesin UMY. Hasil pengukuran intensitas bising yang dilakukan pada 6 titik dapat dilihat dari tabel 4.2

Tabel 4.2. Perbandingan Intensitas Bising pada Tempat Tinggal Kelompok Bising Intensitas Tinggi dan Kelompok Bising Intensitas Rendah

Pengukuran

Intensitas bising (dB) Kelompok Bising

intensitas tinggi

Kelompok Bising intensitas rendah I

II III IV V VI

71,7 72,9 74,3 94 95,5

93

32,6 43,2 45,1 45,4 45,3 45,2

Rata-rata 83,56 42,8

Berdasarkan tabel 4.2, pada saat dilakukan pengukuran terdapat 2 jenis pesawat yang melintas di atas wilayah RT. 04 dan RT.05 RW.02, Dukuh Jagalan, Kelurahan Tegaltirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta, yaitu pesawat tempur dan pesawat komersil. Hasil pengukuran I, II, dan III pada kelompok bising intensitas tinggi didapatkan dari bising pesawat tempur dan hasil pengukuran IV, V, dan VI merupakan intensitas bising yang didapatkan dari pesawat komersil. Perbedaan mesin pesawat menghasilkan intensitas bising yang


(53)

lebih tinggi pada pesawat komersil. Rata-rata bising yang didapat adalah 72,96 dB - 94,16 dB.

Rata-rata intensitas bising pada daerah RT. 04 dan RT. 05 RW. 03, Dukuh Jadan, Kelurahan Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta lebih rendah 42,8 dB. Angka tersebut sesuai dengan nilai ambang batas bising yang diizinkan untuk tempat tinggal.

Tabel 4.3 Karakteristik Subyek Penelitian Bising Intensitas

Tinggi

Bising Intensitas

Rendah P value

(N= 30) (N= 30)

20-25 2 9

Usia 26-30 2 10

(tahun) 31-35 3 5

36-40 8 6

41-45 15 0

Rata-rata 38,63 ± 6,12 30,03 ± 5,64 0,001**

IMT

≤18,5

(underweight)

18,5-24,9 (normal)

≥25.,0

(overweight)

2 13 15

3 16 11

Mean 25,89 ± 4.99 23,3 ± 3,61 0,26

Ket.: p value < 0,001**

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa dari 2 kelompok, terdapat perbedaan rata-rata usia subyek dengan p value = 0,001 secara bermakna (p <

0,05) pada kelompok bising intensitas tinggi yakni dewasa akhir (38,63 ± 6,12 tahun) dibandingkan dengan rata-rata usia subyek pada kelompok kontrol yang termasuk dewasa awal (30,03 ± 5,64 tahun). Indeks masa tubuh yang tercantum dalam tabel 4.3 berdasarkan kategori WHO untuk Asia Pasifik, menunjukkan


(54)

bahwa kategori terbanyak pada kelompok bising intensitas tinggi adalah

overweight pada 15 subyek (50%) sedangkan pada kelompok bising intensitas rendah adalah normal 16 subyek (53,3%).

Perbandingan karakteristik lainnya, yaitu baseline tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, dan frekuensi nadi dari kelompok bising intensitas tinggi dan kelompok bising intensitas rendah yang dapat dilihat dalam tabel 4.4.

Tabel 4.4 Perbandingan Baseline Tekanan Darah Subyek pada Kelompok Bising

Intensitas Tinggi dan Kelompok Bising Intensitas Rendah Kelompok Bising

Intensitas Tinggi

Kelompok Bising

Intensitas Rendah P value T. D. Sistolik (mmHg)

T. D. Diastolic (mmHg) Frekuensi nadi (kali/min)

127,71 ± 15,98 75,5 ± 13,04 76,21 ± 11,57

115,62 ± 10,63 72,93 ± 8,76 80,56 ± 10,45

0,016 * 0,37 0,132 Ket.: * p < 0,05, ** p < 0,01, *** p< 0,001

Berdasarkan tabel 4.4, terdapat perbedaan dengan p value = 0,016 dari baseline tekanan darah sistolik subyek pada kelompok bising intensitas tinggi

(127,71 ± 15,98 mmHg) yang lebih tinggi secara bermakna (p < 0,05) dibanding kelompok bising intensitas rendah (115,62 ± 10,63 mmHg). Tidak ditemukan perbedaan dengan p value = 0,37 diantara tekanan darah diastolik dan frekuensi nadi pada 2 kelompok secara bermakna (p > 0,05). Berdasarkan klasifikasi Joint National Comittee (JNC VIII), tekanan darah sistolik pada kelompok bising termasuk keadaan pre-hipertensi (120-139 mmHg), sedangkan pada kontrol termasuk keadaan normal (< 120 mmHg). Tekanan darah diastolik pada dua


(55)

kelompok masuk keadaan normal ( < 80 mmHg). Frekuensi nadi pada dua kelompok termasuk normal (60-100x/menit).

A.2. Respon kardiovasa dengan metode postural change

Respon pada kelompok bising intensitas tinggi dan kelompok bising intensitas rendah mencakup perbandingan nilai respon subyek terhadap postural change pada tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan arteri

rata-rata, tekanan nadi, dan frekuensi nadi. Postural change adalah adalah perubahan posisi tubuh dari posisi supinasi ke posisi berdiri yang digunakan untuk menilai fungsi dari sistem saraf otonom melalui reaktivitas tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok bising intensitas tinggi dan bising intensitas rendah. Nilai pretes didapatkan dari subyek ketika posisi supinasi/ berbaring selama 5 menit. Postes 1 diambil pada saat subyek mengubah posisi dari supinasi menjadi berdiri dan postes 7 diambil pada saat subyek berdiri 7 menit. Delta adalah selisih antara postes dengan pretes. Respon pada 2 kelompok dapat dilihat dari tabel 4.5


(56)

Tabel 4.5 Perbandingan Respon Tekanan Darah dengan Metode Postural Change

Bising Intensitas Tinggi (mmHg) (Rata-rata ± SD)

Bising Intensitas Rendah (mmHg) (Rata-rata ± SD)

P value

Sistolik

Pretes 127,71 ± 15,98 115,62±10,63 0,004**

Postes menit 1 114,50 ± 15,55 113,03±12,39 0,47 Postes menit 7 124,06 ± 14,22 115,8±12,53 0,02*

Δ Delta pretes

dengan menit 1 -13,7 ± 12,21 -1,93±10,49 0,001*

Δ Delta pretes

dengan menit 7 -3,23 ± 12,23 1,10±9,53 0,135

Diastolik

Pretes 75,5 ± 13,04 72,93±8,76 0,37

Postes menit 1 77,53 ± 14,35 79,66±9,43 0,49

Postes menit 7 81,5 ± 12,79 79,56±9,60 0,51

Δ Delta pretes

dengan menit 1 1,2 ± 9,09 5,66±8,22 0,05*

Δ Delta pretes dengan menit 7

6,53 ± 7,28 7,46±7,24 0,62

Tekanan rata-rata arteri (MAP)

Pretes 92,9 ± 10,21 87,16 ± 8,77 0,004**

Postes menit 1 89,85 ± 13,39 91,78 ± 9,78 0,52 Postes menit 7 95,68 ± 11,57 91,64 ± 10,11 0,15

Δ Delta pretes

dengan menit 1 -3,76 ± 7,65 3,35 ± 8,13 0,001*

Δ Delta pretes

dengan menit 7 3,27 ± 7,47 5,4 ± 7,11 0,26

Tekanan nadi

Pretes 52,21 ± 13,31 42,68 ± 7,3 0,001*

Postes menit 1 36,96 ± 13,19 36,36 ± 8,16 0,83 Postes menit 7 42,56 ± 13,85 36,23 ± 7,20 0,03*

Δ Delta pretes

dengan menit 1 -14,9 ± 14,43 -7,3 ± 8,74 0,017*

Δ Delta pretes

dengan menit 7 -9,76 ± 11,5 -6,2 ± 7,91 0,16

Frekuensi nadi

Pretes 76,21 ± 11,57 80,56 ± 10,45 0,132

Postes menit 1 91,56 ±12,65 92,73 ± 11,64 0,71 Postes menit 7 90,43 ± 10,13 91,1 ± 10,08 0,79

Δ Delta pretes

dengan menit 1 15,16 ± 9,01 12,3 ± 8,35 0,2

Δ Delta pretes

dengan menit 7 14,16 ± 9,48 10,1 ± 6,53 0,05*


(57)

A.2.1. Respon tekanan darah sistolik. Terdapat perbedaan secara bermakna antara 2 kelompok pada nilai pretes (p value = 0,004), nilai postes menit 7 (p value = 0,02), dan delta pretes menit 1 (pvalue = 0,001). Tidak didapatkan

perbedaan secara bermakna antara 2 kelompok (pvalue > 0,05) pada postes menit 1 (pvalue = 0,47) dan delta pretes menit 7 (pvalue = 0,135). Didapatkan pada kelompok bising intensitas rendah memiliki nilai postes pada menit 1 lebih tinggi secara bermakna (116,03 ± 12,39 mmHg) dibandingkan kelompok bising intensitas tinggi (114,5 ± 15,55 mmHg). Tekanan darah sistolik pada menit 7 mulai kembali ke kondisi mendekati baseline pada kelompok bising intensitas tinggi (124,06 ± 14,22 mmHg) dan kelompok bising intensitas rendah (115,8 ± 12,53 mmHg). Delta sistol dari pretes dengan postes di menit 1 pada kelompok bising intensitas tinggi lebih secara bermakna (p value = 0,001) yaitu (-13,7 ± 12,21 mmHg) dibandingkan kelompok bising intensitas rendah (-1,93 ± 10,49 mmHg). Delta sistol di menit 7 pada kelompok bising intensitas tinggi (-3,23 ± 12,23 mmHg) dan kelompok bising intensitas rendah (1,10 ± 9,53 mmHg).

A.2.2. Respon tekanan darah diastolik. Terdapat perbedaan borderline

pada saat delta menit 1 (p value = 0,05), sedangkan perbedaan tidak bermakna (p value > 0,05) ditemukan pada pretes (p value = 0,37), postes menit 1 (p value =

0,49), postes menit 7 (p value = 0,51) dan delta menit 7 (p value = 0,62). Antara 2 kelompok didapatkan pada kelompok bising intensitas tinggi memiliki rata rata postes menit 1 yang lebih rendah secara tidak bermakna (p value = 0,37) yaitu

(77,53 ± 14,35 mmHg) dibanding kelompok bising intensitas rendah (79,66 ± 9,43 mmHg). Postes menit 7 kelompok bising intensitas tinggi memiliki rata rata yang


(58)

lebih tinggi secara tidak bermakna (81,5 ± 12,79 mmHg) dibanding kelompok bising intensitas rendah (79,56 ± 9,60 mmHg). Selisih antara rata-rata pretes dengan postes menit 1 atau delta menit 1 pada kelompok bising intensitas tinggi lebih rendah secara bermakna (1,2 ± 9,09 mmHg) dibanding kelompok bising intensitas rendah (5,66 ± 8,22 mmHg). Delta pada menit 7 di kelompok bising intensitas tinggi mempunyai rata rata yang lebih rendah (6,53 ± 7,28) mmHg dibanding kelompok bising intensitas rendah (7,46 ± 7,24) mmHg.

A.2.3. Respon tekanan rata-rata arteri (MAP). Pada tekanan rata-rata arteri (MAP) ditemukan perbedaan bermakna (p value < 0,05) pada pretes (p value =

0,004) dan delta menit 1 (p value = 0,001). Sedangkan tidak ditemukan perbedaan bermakna (p value > 0,05) pada postes menit 1 (p value = 0,52), postes menit 7 (p value = 0,15), dan delta menit 7 (p value = 0,26). Nilai rerata postes didapatkan pada menit 1 pada kelompok bising intensitas tinggi (89,85 ± 13,39 mmHg) lebih rendah secara bermakna dibanding kelompok bising intensitas rendah (91,78 ± 9,78 mmHg). Nilai rata rata postes menit 7 pada kelompok bising intensitas tinggi (95,68 ± 11,57 mmHg) lebih tinggi dibanding kelompok bising intensitas rendah (91,64 ± 10,11 mmHg). Delta antara rata rata pretes menit 1 dengan postes menit 1 pada kelompok bising lebih rendah (-3,7667 ± 7,65 mmHg) dibandingkan dengan kelompok bising intensitas rendah (3,35 ± 8,13 mmHg) dan delta pada menit 7 lebih rendah (3,27 ± 7,47 mmHg) dibandingkan kelompok bising intensitas tinggi dibandingkan kelompok bising intensitas rendah (5,4 ± 7,11 mmHg).


(59)

A.2.4. Respon tekanan nadi. Ditemukan perbedaan yang bermakna (p

value < 0,05) pada pretes (p value = 0,001), postes menit 7 (p value = 0,03), dan delta menit 1 (p value = 0,017). Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna (p value > 0,05) pada postes menit 1 (p value = 0,83) dan delta menit 7 (p value =

0,16). Rerata postes menit 1 pada kelompok bising intensitas tinggi lebih tinggi (36,96 ± 13,19 mmHg) dibanding kelompok bising intensitas rendah (36,36 ± 8,16 mmHg). Postes menit 7, di kelompok bising intensitas tinggi lebih tinggi secara bermakna (p value = 0,03) (42,56 ± 13,85 mmHg) dibanding kelompok bising

intensitas rendah (36,23 ± 7,20 mmHg). Delta antara menit 1 di kelompok bising lebih tinggi secara bermakna (p value = 0,017) yaitu (-14,9 ± 14,43 mmHg)

dibanding kelompok bising intensitas rendah (-7,3 ± 8,74 mmHg) dan delta pada menit 7 lebih tinggi secara tidak bermakna ( p value = 0,16) di kelompok bising (-9,76 ± 11,5 mmHg) dibanding kelompok bising intensitas rendah (-6,2 ± 7,91 mmHg).

A.2.5. Respon frekuensi nadi. Ditemukan perbedaan yang borderline pada

delta menit 7 (p value = 0,05), sedangkan tidak ditemukan perbedaan bermakna (p

> 0,05) pada pretes (p value = 0,132), postes menit 1 (p value = 0,71), postes menit 7 (p value = 0,79), dan delta menit 1 (p value = 0,2). Rerata postes

frekuensi nadi menit 1 pada kelompok bising intensitas tinggi (91,56 ± 12,65 kali/menit) lebih rendah secara tidak bermakna (p value = 0,71) dibanding

kelompok bising intensitas rendah (92,73 ± 11,64 kali/menit). Postes menit 7 nilai rata rata kelompok bising intensitas tinggi lebih rendah (90,43 ± 10,13 kali/menit) secara tidak bermakna (p value = 0,79) dibanding kelompok bising intensitas


(60)

rendah (91,1 ± 10,08 kali/menit). Pada delta menit 1 nilai rata rata kelompok bising (15,16 ± 9,01 kali/menit) lebih tinggi secara tidak bermakna ((p value =

0,2) dibanding kelompok bising intensitas rendah (12,3 ± 8,35 kali/menit) dan

pada delta menit 7 rata rata pada kelompok bising intensitas tinggi (14,16 ± 9,48 kali/menit) borderline (p value = 0,05) dibanding kelompok bising intensitas rendah (10,1 ± 6,53 kali/menit).

A.3. Keadaan Hipotensi Ortostatik

Keadaan ini terjadi jika terdapat penurunan tekanan darah sistolik >20 mmHg atau diastolik > 10 mmHg pada posisi berdiri saat dilakukan pengukuran ortostatik. Gejala yang dianggap tidak normal adalah perasaan seperti

lightheadedness atau pusing. Penilaian ini berdasarkan pengukuran tekanan darah dan anamnesis tentang gejala lightheadedness atau pusing. Keadaan hipotensi

ortostatik pada 2 kelompok dapat dilihat dari tabel 4.6

Tabel 4.6 Keadaan Hipotensi Ortostatik dan Gejala Kelompok Bising

Intensitas Tinggi

Kelompok Bising Intensitas

Rendah

P value

Hipotensi Ortostatik

Ya Tidak

17 (56,67%) 13 (43,33%)

1 (3,33%)

29 (96,67%) 0,001**

Gejala

Ya Tidak

19 (63,33%) 11 (26,67%)

5 (16,67%)

25 (83,33%) 0,001**

Ket.: * p < 0,05, ** p < 0,01, *** p< 0,001

Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan perbedaan bermakna (p value < 0,05)


(61)

diantara 2 kelompok. Kondisi hipotensi ortostatik lebih banyak dialami subyek pada kelompok bising intensitas tinggi sebanyak 17 orang (56,67%) dibandingkan kelompok bising intensitas rendah 1 orang (3,33%). Pada subyek kelompok bising intensitas tinggi sebanyak 19 orang (63,3%) mengalami gejala berupa

lightheadedness atau pusing lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bising intensitas rendah yaitu 5 orang (16,67%). Kedua kelompok subyek yang mengalami gejala berupa lightheadedness atau pusing tidak semuanya mengalami kondisi hipotensi ortostatik.

B. PEMBAHASAN

1. Perbedaan respon tekanan darah terhadap postural change antara

kelompok bising intensitas tinggi dan bising intensitas rendah

Pembahasan ini akan membandingkan respon tekanan darah pada bising intensitas tinggi sebagai kelompok yang memiliki fungsi sistem otonom yang mengalami perubahan dan bising intensitas rendah sebagai kelompok yang memiliki fungsi fisiologis normal sehingga dapat dijadikan parameter untuk menentukan ada tidaknya perbedaan respon tekanan darah terhadap postural change.

Terdapat perbedaan respon tekanan darah sistolik pada subyek yang tinggal di daerah dengan intensitas bising tinggi dan subyek yang tinggal di daerah intensitas bising rendah. Perbedaan secara bermakna pada respon tersebut didapatkan pada tekanan darah sistolik pretes, postes menit 7, dan delta pretes menit 1. Delta pretes menit 1, kelompok


(62)

intensitas bising tinggi mengalami penurunan sebanyak (-13,7 ± 12,21 mmHg) dibandingkan dengan kelompok intensitas bising rendah yang mengalami penurunan sebanyak (-1,93 ± 10,49 mmHg). Penurunan tekanan darah yang lebih tinggi pada subyek yang mendapat bising intensitas tinggi atau dalam kondisi stres disebabkan oleh ketidakstabilan refleks simpatovagal menurut penelitian Japundžić-Žigon (2010).

Terdapat penurunan pada tekanan darah sistolik tekanan darah sistolik secara bermakna dengan metode postural change dan kembalinya

tekanan darah ke baseline setelah menit ke 3. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Pujitha et. al., (2014) tentang postural change terhadap tekanan

darah dan frekuensi nadi dan penelitian Eser et. al. (2007) tentang

perbedaan posisi tubuh terhadap tekanan darah. Penelitian ini tidak dilakukan pengukuran pada menit ke 3. Pengukuran dilakukan pada menit awal ketika berdiri dan setelah 7 menit berdiri. Setelah 7 menit berdiri, tekanan darah sistol kembali ke baseline pada dua kelompok karena venous return sudah kembali normal.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Goyal, Gupta, dan Walia, (2010) tentang efek dari bising dengan fungsi tes otonom juga mendapat hasil bahwa rata-rata penurunan sistolik berbeda bermakna diantara 2 kelompok yang mengalami bising. Berdasarkan penelitian ini, pengukuran tekanan darah dari posisi supinasi ke posisi berdiri akan melihat aktivitas dari sistem saraf simpatis. Tekanan darah pada perubahan posisi ini diatur oleh baroreseptor refleks. Perbedaan rata-rata penurunan tekanan darah


(63)

secara sistolik pada 2 kelompok dapat disebabkan karena penurunan sensitifitas baroreceptor indeks pada kelompok intensitas bising tinggi.

Penelitian ini didapatkan hasil penurunan tekanan darah sistolik pada perubahan postural dari posisi supinasi/ berbaring ke posisi berdiri, hal ini diakibatkan oleh darah yang terkumpul di ektremitas bawah karena efek gravitasi bumi, sehingga dapat mengurangi venous return dan stroke volume yang ditandai dengan turunnya tekanan darah sistolik. Baroreseptor refleks kemudian berfungsi menjaga tekanan darah normal.

Arterial barorefleks yang berada pada sinus carotid dan sepanjang lengkung aorta ini mengatur regulasi otonom tekanan darah secara jangka pendek (Wilker et. al., 2009). Pengurangan dari venous return akan

berakibat turunnya cardiac output sehingga akan menurunkan stimulasi di baroreseptor aorta dan arteri carotid. Pengurangan dari stimulasi baroreseptor ini dalam keadaan normal akan menurunkan aktivitas sistem parasimpatetis dan meningkatkan aktivitas simpatis. Aksi ini berpengaruh pada pusat kardiovaskular di medulla oblongata sehingga akan meningkatkan denyut jantung, tonus arteri dan vena, dan kontraksi jantung untuk mengompensasi penurunan stroke volume dan memprovide cardiac

output untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Klabunde, 2011).

Penelitian ini didapatkan perbedaan bermakna pada rata-rata tekanan darah diastolik di menit awal berdiri. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Goyal, Gupta, dan Walia (2010) tentang efek dari bising pada tes fungsi otonom, didapatkan hasil berupa penurunan signifikan pada


(64)

perubahan tekanan darah diastolik. Mekanisme dari perubahan diastolik tersebut karena mungkin terdapat perubahan vaskular sehingga terdapat peningkatan resistensi perifer.

Hasil frekuensi nadi pada penelitian ini tidak didapatkan perbedaan bermakna pada rata-rata kenaikan antara kelompok bising intensitas rendah dan kelompok bising intensitas tinggi. Hasil yang sama juga terdapat dalam penelitian Goyal, Gupta, dan Walia (2010). Hal ini dikarenakan telah terjadi penurunan tonus vagal pada kelompok bising intensitas tinggi sehingga perubahan relatif pada frekuensi nadi sama seperti kelompok bising intensitas rendah. Pengukuran nadi sendiri digunakan untuk melihat aktivitas parasimpatetis. Pada penelitian ini, frekuensi nadi pada posisi berdiri 7 menit belum kembali ke baseline pada 2 kelompok, hal ini dapat juga dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Hasil yang sesuai juga didapatkan pada penelitian Pujitha et. al., 2014 tentang berbagai variasi frekuensi nadi terhadap postur tubuh, didapatkan hasil frekuensi nadi yang lebih tinggi dibanding baseline pada menit ke 3.

Penelitian ini, frekuensi nadi hanya diukur pada menit 1 dan menit 7. Kenaikan frekuensi nadi pada posisi berdiri akan mengikuti penurunan

venous return karena terdapat venous pooling di ekstremitas bawah. Penurunan ini akan menstimulasi baroreceptor refleks sehingga terdapat penurunan parasimpatis dan kenaikan simpatis. Pusat kardiovaskular di medula oblongata akan merespon dengan meningkatkan frekuensi nadi sebagai kompensasi atas berkurangnya stroke volume.


(1)

frekuensi nadi pada kelompok bising intensitas tinggi dan bising intensitas rendah dikarenakan telah terjadi penurunan vagal tone pada kelompok bising intensitas tinggi sehingga perubahan relative pada frekuensi nadi sama seperti kelompok bising intensitas rendah. Pada penelitian ini, frekuensi nadi pada posisi berdiri 7 menit belum kembali ke baseline pada 2 kelompok, hal ini dapat juga dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Menurut penelitian Pujitha, K. et. al., 20114 tentang berbagai variasi frekuensi nadi terhadap postur tubuh, didapatkan hasil frekuensi nadi yang lebih tinggi dibanding baseline pada menit ke 3. Namun pada penelitian ini, frekuensi nadi hanya diukur pada menit 1 dan menit 7. Kenaikan frekuensi nadi pada posisi berdiri akan mengikuti penurunan venous return karena terdapat venous pooling di ekstremitas bawah. Penurunan ini akan menstimulasi baroreceptor refleks sehingga terdapat penurunan parasimpatis dan kenaikan simpatis. Pusat kardiovaskular di medulla oblongata akan

merespon dengan meningkatkan frekuensi nadi sebagai kompensasi atas berkurangnya stroke volume.

Pada penelitian ini didapatkan rata-rata perubahan tekanan arteri rata-rata-rata-rata (MAP) signifikan pada menit pertama berdiri diantara 2 kelompok. Menurut penelitian Rosada et. Al, (2012) peningkatan MAP terjadi karena subjek pada kelompok bising intensitas tinggi memiliki aktivitas tonus simpatis yang meningkat sehingga dapat berpengaruh terhadap resistensi perifer maupun cardiac output.

MAP merupakan hasil dari rerata tekanan darah sistolik dan diastolic yang merupakan tekanan darah sistemik menggambarkan curah jantung dan resistensi perifer12. Pada posisi berdiri setelah supinasi, baroreceptor refleks akan aktif menjaga tekanan darah arteri, sehingga mean arterial pressure dalam keadaan normal tidak berkurang lebih dari beberapa mmHg ketika seseorang berdiri dibandingkan dengan posisi supinasi.


(2)

Mekanisme yang terjadi ketika tubuh berusaha menjaga mean arterial pressure dalam kondisi normal antara lain dengan meningkatkan resistensi vascular oleh simpatis, penurunan compliance dari vena, menurunnya stroke volume, dan naiknya frekuensi nadi11

Hasil penelitian didapatkan perbedaan signifikan pada delta tekanan nadi posisi supinasi dan posisi berdiri antara kelompok bising intensitas tinggi dan kelompok bising intensitas rendah setelah dilakukan postural change . Tekanan nadi merupakan selisih antara tekanan sistolik dengan diastolik. Tekanan nadi dipengaruhi oleh cardiac output dan kemampuan pembuluh darah arteri untuk meregang12 (Guyton, 2006). Tidak ditemukan literature atau penelitian yang menyatakan alasan adanya perbedaan perubahan signifikan diantara delta tekanan nadi posisi supinasi dan berdiri dari 2 kelompok setelah dilakukan postural change, namun hal tersebut dapat dikarenakan cardiac output antara dua

kelompok yang beda karena stressor lingkungan yang berbeda antara 2 kelompok.

Pada penelitian ini didapatkan usia pada kelompok bising intensitas tinggi lebih tua (38,63±6,12) dibandingkan usia pada kelompok bising intensitas rendah (30,03±5,64) dengan perbedaan yang bermakna secara statistic. Rerata usia kelompok bising intensitas tinggi yang lebih tua dibanding kelompok bising intensitas rendah dapat mempengaruhi pengaturan tekanan darah. Hemodinamik dan homeostasis menjadi kurang efektif seiring bertambahnya usia dan hal ini berhubungan dengan kemampuan untuk mengatur tekanan darah. Berhubungan dengan berubahnya respon fisiologis karena usia, orang yang lebih tua menjadi lebih terpengaruh terhadap ortostatik tes dibanding yang berusia lebih muda11.

Aktifnya pusat vasomotor dan simpatetik sistem akan meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung, tetapi semakin tinggi usianya, sensitivitas


(3)

baroreseptor akan berkurang dan menyebabkan tekanan darah sistolik pada kelompok yang lebih tua akan berkurang lebih banyak. Hal ini diakibatkan berkurangnya elastisitas dari pembuluh darah, sehingga tekanan darah diastolic pada kelompok yang lebih tua tetap lebih tinggi dibanding kelompok yang lebih muda13. Stressor bising akan mempengaruhi sistem saraf otonom dan sistem endokrin, sehingga pajanan bising yang kronik dapat juga mempengaruhi sistem kardiovaskular. Teori tentang stress yang mempengaruhi non-auditory fisiologis efek secara umum mengacu kepada dua teori, yaitu simpatetik-adrenal-medular sistem (SAM Axis) dan pituitary-adrenal-cortical sistem (HPA Axis)14. Paparan bising secara kronik dapat mempengaruhi homeostasis karena adanya dysregulation, inkomplit adaptasi, atau efek dari adaptasi fisiologis15.

Paparan bising yang kronis mengaktivasi Simpatetik-Adreno-Medullar sistem sebagai mekanisme pertahanan

dengan sekresi katekolamin epinefrin

(adrenaline) dan

norepinefrin(noradrenaline). Jika individu tersebut sukses dalam coping dan mampu mengontrol stressor, ia dapat merespon dengan kembali ke normal. Akan tetapi, jika individu tersebut harus tetap melawan stressor atau paparan terhadap stress kronik, gangguan secara fisiologis akan terus terjadi. SAM axis teraktivasi ketika seorang individu merasa dalam kondisi tertantang oleh lingkungan. Melalui hipotalamus dan simpatetik sistem, stress akan menstimulasi medulla adrenal untuk melepas dua katekolamin berupa epinephrine dan norepinefrine. Output epinephrine terutama dipengaruhi oleh stressor mental dan norepinefrine yang diproduksi oleh akhiran syaraf simpatis lebih sensitive ke aktivitas fisik dan posture tubuh 16.

Sistem auditori bekerja 24 jam termasuk selama keadaan tidur menganalisa informasi yang masuk untuk kemudian difilter dan diintrepretasi oleh


(4)

bagian kortikal dan sub-kortikal dari otak. Eksitasi cepat dan overshooting yang disebabkan oleh bising intensitas tinggi akan dihubungkan secara subcortical melewati amygdala ke HPA Axis. Percobaan pada tikus menunjukkan bahwa bising akan menyebabkan releasenya berbagai hormone stress seperti CRH, ACTH, dan kortisol. Selain itu, paparan bising selama 1 sampai 12 jam juga dapat mengubah sensitivitas dari reseptor kortisol dan perubahan struktural pada kelenjar adrenal dan jaringan jantung. Kenaikan jumlah cortisol juga ditemukan pada manusia ketika terpapar bising17. Kenaikan level dari cortisol juga dilaporkan dari subjek yang terpapar bising pesawat dengan level 55-65dB18

Penilaian adanya penurunan tekanan darah yang lebih tinggi pada subjek yang mendapat bising intensitas tinggi atau dalam kondisi stress berkaitan dengan ketidakstabilan sympathovagal reflex19. Perubahan posisi tubuh dari supine atau duduk ke posisi berdiri diatur

oleh baroreceptor reflex. Apabila pengaturan baroreseptor refleks tidak stabil, hal ini dapat menyebabkan hipotensi ortostatik yang merupakan kondisi terjadinya penurunan tekanan darah >20/10mmHg pada posisi berdiri saat dilakukan pengukuran ortostatik. Gejala yang dapat mengikuti adalah perasaan seperti lightheadedness atau pusing, yang diakibatkan oleh menurunya suplai darah ke otak. Pada penelitian ini, keadaan hipotensi ortostatik didapatkan pada 56,67% subjek dan gejala didapatkan pada 63,3% subjek kelompok bising intensitas tinggi. Hipotensi ortostatik dapat terjadi pada postural change ketika sistem saraf otonom tidak mampu mengatasi beban ortostatik. Beberapa factor yang mempengaruhi homeostasis dan kejadian hipotensi ortostatik aadalah pengaturan fungsi otonom, volume intravascular, durasi berdiri, waktu harian, keadaan postprandial, dan temperature lingkungan20.


(5)

Kesimpulan

Terdapat perbedaan respon tekanan darah terhadap postural change pada

kelompok daerah intesitas tinggi dan kelompok intensitas rendah.

Saran

1. Penelitian selanjutnya dapat lebih memperhatikan stressor selain bising yang diterima masing masing individu seperti stressor psikologis sehingga bias dapat diminimalisir.

2. Perlunya pengukuran kadar hormonal pada subjek selain pengukuran tekanan darah

3. Perlunya keseriusan untuk penataan ulang lingkungan sekitar Bandara sebagai tempat tinggal yang disesuaikan dengan peraturan daerah supaya masyarakat yang tinggal dibawah lingkungan dengan bising intensitas tinggi tidak dirugikan

Daftar Pustaka

1. PT Angkasa Pura, 2010

2. Sutopo, M. N., Rianto B. U. D., Ng, N.,. (2007). Hubungan antara intensitas kebisingan aktivitas penerbangan di bandara adi sucipto dengan nilai ambang pendengaran ada anak. Berita kedokteran masyarakat, 23 (1): 12-20.

4. Ising, H., Kruppa, B. (2004). Health effects caused by noise : Evidence in

the literature from the past 25 years.Noise and Health, 6, 5-13. 7. 7. Sofro, Z. M., (2014).

PENGEMBANGAN PENGGUNAAN UJI SCHELLONG, PEMETAAN DAN PENGELOLAAN TONUS SIMPATIS: Hubungan antara Hasil Uji Schellong dengan Faktor Kepribadian,Pajanan Surat Al-Hujurat dan Status Saraf Otonom. Disertasi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

8. Goyal, S., gupta, V., & Walia, l. (2010). Effect Of Noise Sress on Autonomic Function tests. A Bimonthly Inter-Disciplinary International Journal , 182-186.

9. Elissa Wilker, Murray A Mittleman, Augusto A. Litonjuo, Audrey Poon, Andrea Baccarelli, Helen Suh, Robert O, Wright, David Sparrow, Pantel Vokonas, and Joel Schwartz. Postural Changes in Blood Pressure Associated with Interactions between Candidate Genes for Chronic Respiratory diseases and


(6)

Exposure to Particulate matter. EnvirHealthPersp. 2009; 17: 935-940

11. Klabunde, Richard. 2011. Cardiovascular Physiology Concept Second Edition.---:Liippincott Williams and Wilkins

13. K.Pujitha *1, G.Parvathi 2, K. Muni Sekhar 3. POSTURAL CHANGES IN

HEART RATE AND BLOOD

PRESSURE. International Journal of Physiotherapy and Research, Int J Physiother Res 2014, Vol 2(6):751-56.

ISSN 2321-1822

DOI:10.16965/ijpr.2014.678

14. Gupta V, Lipsitz LA. Orthostatic hypotension in the elderly: diagnosis and treatment. AM J Med 2007: 841-847

15. Wolfgang Babisch Rokho Kim ENVIRONMENTALNOISEANDCARDI OVASCULAR DISEASE, WHO, burden of disease)

16. (Lundberg, U., Coping with stress: neuroendocrine reactions and implications for health Year : 1999 | Volume : 1 | Issue : 4 | Page : 67-74)

17. Spreng, M., 2000: Possible health effects of noise induced cortisol increase, Volume : 2 | Issue : 7 | Page : 59-63

18. Eşer, İ., Khorshid, L., Yapucu Güneş,

Ü. and Demir, Y. (2007), The effect of different body positions on blood pressure. Journal of Clinical Nursing, 16: 137–140. doi: 10.1111/j.1365-2702.2005.01494.x