Keragaman Morfologi Daun Dan Genetik Mangrove Jenis Avicennia Marina (Forsk.) Pada Estuari Tercemar Logam Berat Di Kawasan Industri Cilegon.

KERAGAMAN MORFOLOGI DAUN DAN GENETIK MANGROVE
JENIS Avicennia marina (Forsk.) PADA ESTUARI TERCEMAR LOGAM
BERAT DI KAWASAN INDUSTRI CILEGON

JEPRIANTO MANURUNG

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Keragaman Morfologi
Daun dan Genetik Mangrove Jenis Avicennia Marina (Forsk.) pada Estuari
Tercemar Logam Berat di Kawasan Industri Cilegon” adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Jeprianto Manurung
NIM. E451130081

RINGKASAN
JEPRIANTO MANURUNG. Keragaman Morfologi Daun dan Genetik Mangrove
Jenis Avicennia Marina (Forsk.) pada Estuari Tercemar Logam Berat di Kawasan
Industri Cilegon. Dibimbing oleh ISKANDAR Z. SIREGAR dan CECEP
KUSMANA.
Mangrove merupakan ekosistem yang rentan dan sering mengahadapi
dampak negatif terutama akibat aktivitas manusia. Fokus utama dari penelitian ini
adalah dampak pencemaran logam berat dari aktivitas perindustrian terhadap
keragaman morfologi daun dan genetik populasi Avicennia marina. Tujuan dari
penelitian ini adalah: 1) untuk mengklasifikasi tingkat pencemaran berbagai logam
berat pada sedimen hutan mangrove di kawasan industri Cilegon dan 2) untuk
menduga keragaman morfologi daun dan genetik populasi mangrove jenis A.
marina pada sedimen tercemar logam berat di kawasan industri Cilegon
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi yang paling tercemar oleh logam
berat adalah Krakatau dibandingkan dengan lokasi Pelabuhan Warna Sari dan Pulau

Sangiang berdasarkan evaluasi Sediment Quality Guidelines (SQGs) dari United
States Environment Protection Agency (USEPA). Pengujian sampel tanah dari
lokasi penelitian dilakukan dengan menguji karakter dan kesuburan sedimen.
Tekstur sedimen di semua lokasi penelitian didominasi oleh debu. Pulau Sangiang,
Pelabuhan Warna Sari (Pelabuhan WS) dan Krakatau secara berturut-turut memiliki
tekstur lempung berdebu (silt loam), liat berdebu (silty clay) dan lempung liat
berdebu (silty clay loam), kandungan bahan organik secara berturut-turut 4.32%,
3.92% dan 4.44%. Konsentrasi garam (salinitas) dalam sedimen yang paling tinggi
berada pada sedimen di Pulau Sangiang (35.43±5.22 ppm). Pelabuhan WS memiliki
kandungan salinitas sebesar 28.86±3.98 ppm dan Krakatau sebesar 1.37±1.62 ppm.
Karakteristik morfologi daun yang menunjukkan perbedaan signifikan pada
tiap lokasi adalah PT, Ld, JT, LS, KR, AL, FF, dan PR. Pulau Sangiang sebagai
lokasi yang masih alami memiliki nilai karakter paling tinggi untuk karakter LS,
LD dan LP. Keragaman genetik intra dan inter populasi telah berhasil diperoleh
dengan menggunakan empat primer mikrosatelite (M3,M64,M81 dan M98). Lokasi
yang tercemar paling berat oleh limbah logam-logam berat memiliki keragaman
genetik yang lebih rendah (He= 0.54) dibandingan dengan lokasi tercemar sedang
yaitu Pelabuhan Warna Sari (He = 0.56) dan lokasi yang masih alami (Pulau
Sangiang) memiliki keragaman genetik He= 0.60. Analisis pola struktur genetik
seluruh individu dalam tiga lokasi berasal dari sumber gen (gene pool) yang sama,

dimana jumlah dataset terbaik populasi adalah K=6 (Delta K = 1.96).
Kata kunci: Avicennia marina, Cilegon, logam berat, morfologi daun, variasi
genetik,

SUMMARY
JEPRIANTO MANURUNG. Variation of Leaf Morphology and Genetic of
Avicennia marina (Forsk.) Mangrove Species in Polluted Estuary by Heavy Metal
in Cilegon Industrial Area. Supervised by ISKANDAR Z. SIREGAR and CECEP
KUSMANA.
Mangrove is vulnerable ecosystem that often faces adverse degradation due
mainly to human activities. The focus of this study was industrial heavy metals
pollution that may impact on leaf morphology and genetic variation of Avicennia
marina. The aims of this study were: 1) to investigate the status of heavy metal
pollution in estuary of Cilegon industial area and 2) to assess its effect to leaves’
morphology and genetic variation of A. marina.
The results showed that the most heavily polluted locations is Krakatau in
comparison to the Pelabuhan Warna Sari and Pulau Sangiang based on evaluation
of Sediment Quality Guidelines (SQGs) of the United States Environment
Protection Agency (USEPA). Testing of soil samples from the site of research
conducted by examining the character and fertility of sediment. Texture sediment

at all sites are dominated by silty. Sangiang, Pelabuhan Warna Sari (Pelabuhan
WS) and Krakatau, were silt loam, silty clay and silty clay loam respectively, and
the content of organic matter were 4.32%, 3.92% and 4.44% respectively. The
salinity in sediments was highest at the sediment in Sangiang (35.43 ± 5:22 ppm).
The salinity of Pelabuhan WS and Krakatau was 28.86 ± 3.98, 1.37 ± 1.62 ppm,
respectively.
Morphological characteristics of leaves showed significant differences in
each location (PT, Ld, JT, LS, KR, AL, FF, and PR) Pulau Sangiang as the pristine
location has the highest value of character for LS, LD and LP. Intra and inter
population genetic variation were succesfully revealed by screening through four
SSR primers (M3, M64, M81 and M98). The most polluted estuary had lower
genetic variation (He= 0.54) than moderately polluted (Pelabuhan Warna Sari He=
0.56) and natural estuary (Pulau Sangiang He= 0.60). Analysis of genetic structure
of the pattern of the entire population in three locations derived from the same gene
pool, in which K=6 (Delta K= 1.96) described the best dataset.
Key words: Avicennia marina, Cilegon, genetic variation, heavy metal, leaf
morphology.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KERAGAMAN MORFOLOGI DAUN DAN GENETIK MANGROVE
JENIS Avicennia marina (Forsk.) PADA ESTUARI TERCEMAR LOGAM
BERAT DI KAWASAN INDUSTRI CILEGON

JEPRIANTO MANURUNG

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji pada Ujian Tesis: Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah, Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
anugerahNya hingga tesis yang berjudul “Keragaman Morfologi Daun dan Genetik
Mangrove Jenis Avicennia Marina (Forsk.) pada Estuari Tercemar Logam Berat di
Kawasan Industri Cilegon” dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih yang
terdalam kepada ibu dan ayah penulis untuk kasih sayang, kepercayaan dan setiap
doa yang selalu ada kepada penulis.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
kepada Prof Dr Ir Iskandar Z. Siegar, MforSc dan Prof Dr Cecep Kusmana, MS
sebagai komisi pembimbing atas arahan, bimbingan dan motivasinya yang sangat
berharga. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan Beasiswa
Pascasarjana Dalam Negeri Tahun 2013.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Pak Ramli yang dengan ramah

menyediakan akomodasi, konsumsi dan transportasi secara gratis selama penelitian
di Cilegon. Kepada PT. Green Garden resort yang memfasilitasi semua kebutuhan
selama penelitian di Pulau Sangiang. Kepada Laswi Irmayanti, S.Hut. M.Si. yang
telah menyumbangkan ide dan masukan-masukan selama penelitian, buat sahabat
penulis Faujiah N. Ritonga, S.Hut dan rekan-rekan di Laboratorium Genetika Hutan
dan Kehutanan Molekuler, Departemen Silvikultur (Asep Mulyadiana, S.Hut.
MSi.; Arniana Anwar, S.Hut MSi, Lily Novianty, S.Pd, Laura Florensia S.Hut.;
Rajjitha Handayani, SP. dan Arina Nur Faidah S.Hut) terima kasih untuk
kebersamaan dan dukungan semangatnya. Kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi baik langsung maupun tidak langsung dalam memulai dan
menyelesaikan hingga penulisan tesis ini penulis ucapkan terima kasih banyak.
Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2015
Jeprianto Manurung

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
DAFTAR TEBEL

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Prosedur
Analisis Data
3 HASIL
Sifat Fisik dan Kimia Sedimen
Kandungan Logam Berat Sedimen
Karakteristik Morfologi
Keragaman Genetik Populasi A. marina
Struktur Genetik Populasi A. marina
4 PEMBAHASAN
Kesuburan Sedimen di Lokasi Penelitian
Kandungan Logam Berat Sedimen di Lokasi Penelitian

Karakteristik Morfologi Daun A. marina di lokasi penelitian
Keragaman Genetik Populasi (Intra dan Interpopulasi) A. marina
Struktur Genetik Seluruh Populasi A. marina di lokasi penelitian
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vii
vii
vii
1
2
2
2
2
2

3
4
6
7
7
8
8
10
12
13
13
14
15
16
17
17
17
17
18
22

27

DAFTAR TABEL

2.1 Alat dan bahan penelitian
2.2 Formulasi variabel morfologi daun
2.3 Primer sequense mikrosatelit A. marina
3.1 Karakteristik dan kesuburan sedimen
3.2 Kandungan logam berat di lokasi penelitian
3.3 Karakteristik morfologi daun yang diamati di lokasi penelitian
3.4 Nilai parameter keragaman genetik dalam populasi A. marina
3.5 Nilai pengujian struktur Hardy-Weinberg (HWE) menggunakan uji G
3.6 Nilai F-Statistik untuk seluruh populasi
3.7 Jarak genetik dan geografis Mangrove A. marina di lokasi penelitian

3
5
6
7
8
9
10
10
11
12

DAFTAR GAMBAR
2.1 Peta lokasi pengambilan sampel penelitian
2.2 Pengukuran karakteristik morfologi daun
3.1 Klaster karakteristik morfologi daun di lokasi penelitian
3.2 Dendogram A. marina di kawasan industri Cilegon
3.3 PCoA populasi A. marina di kawasan industri Cilegon
3.4 Struktur populasi A. marina di lokasi penelitian

3
5
9
11
12
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data hasil analisis sedimen
2 Skoring alel pada tiap primer
3 Gambaran lokasi Penelitian
4 Dokumentasi pengambilan sampel daun

22
23
25
26

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Polusi logam berat merupakan salah satu masalah lingkungan di seluruh dunia
yang menimbulkan keracunan terhadap organisme pada berbagai tingkat tropis
(Wang et al. 2010). Limbah perindustrian setiap hari dibuang melalui sungai yang
akhirnya mencapai hutan mangrove dan berdampak negatif terhadap lingkungan
serta keberadaan organisme yang ada di dalamnya (Oliveira et al. 2014). Studi
tentang pencemaran limbah berbagai logam berat yang terakumulasi pada sedimen
hutan mangrove di berbagai negara telah banyak diinvestigasi (Xu et al. 2011; Ergul
et al. 2013; Huang et al. 2013; Naser 2013; Cadena et al. 2014; Yuan et al. 2014).
Tumbuhan hijau melalui mekanismenya memiliki kemampuan dalam
menyerap polutan pencemar lingkungan (Ali et al. 2013) melalui mekanisme yang
kompleks dengan melibatkan sistem pengaturan gen dalam mengatasi cekaman
(Grativol et al. 2012). Ekosistem mangrove memiliki peranan yang vital dalam
ekosistem laut dalam kaitannya dengan siklus nutrisi, penyerapan pencemaran,
perlindungan zona pantai dari bencana alam serta peningkatkan produktivitas dan
keragaman organisme (Alongi 2008; Sandilyan dan Kathiresan 2012). Tumbuhan
mangrove secara alami diketahui dapat dimanfaatkan dalam upaya fitoremediasi.
Sebagian besar penelitian terkait kemampuan berbagai jenis mangrove dalam
proses bioakumulasi menemukan bahwa Avicennia sp. merupakan spesies yang
paling toleran terhadap logam berat (Maiti dan Chowdhury 2013). Avicennia
marina merupakan mangrove jenis pionir yang tersebar luas pada berbagai tipe
pasang-surut, dan salinitas yang tinggi di wilayah tropis dan subtropis serta terdapat
secara terbatas pada wilayah temprate (Duke 1991), serta memiliki akar dengan
kemampuan baik dalam mengikat sedimen (Noor et al. 2006).
Penelitian terhadap A. marina dalam kaitannya dengan lingkungan (sedimen)
tercemar logam berat dan kemampuannya dalam mengakumulasi berbagai logam
berat telah dikerjakan oleh Usman et al. (2013). Akumulasi logam berat seperti (Cu),
Timbal (Pb) dan Seng (Zn) pada jaringan daun dengan aplikasi biomarker telah
diteliti oleh Macfarlance (2002). Logam berat tersebut berpengaruh terhadap
perkecambahan dan pertumbuhan A. marina (MacFlane dan Burchett 2002).
Distribusi dan akumulasinya pada jaringan akar dan daun (MacFlane et al. 2003),
serta toleransinya terhadap salinitas (Patel et al. 2010). Konsentrasi logam berat
secara bioavalaibility lebih tinggi pada daun dibandingkan pada sedimen (Parvares
et al, 2011) dan jaringan (Qiu et al. 2011) untuk logam Hg. Kriteria kualitas
sedimen dievaluasi menggunakan metode USEPA (United State Environmental
Protection Agency) yang telah digunakan di seluruh dunia (Burton 2000). Sediment
Quality Guidelines (SQGs) menjadi acuan dalam menentukan tingkat pencemaran
pada lokasi penelitian yang telah diaplikasikan sebelumnya oleh MacDonald, et al.
(2000); Luo et al. (2010).
Keragaman genetik yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan oleh
logam berat telah diteliti pada tumbuhan non-mangrove (Viola tricolor) (Slomka et
al. 2011) dan pada ikan (Solea sole L.) (Guinand et al. 2013), pada mangrove A.
marina dengan marka Isozyme/allozyme di Australia (Melville dan Burchett 2002),
genetik dan morfologi Melville et al. (2004). Keragaman di dalam dan antar
populasi di Semenanjung kepulauan Sunda jenis Rhizophora (Yahya et al. 2014)

2
dan perbedaan genetik dan filogeografi R. mucronata dan R. stylosa (Wee et al.
2015).
Informasi yang cukup mengenai respon morfologi dan keragaman genetik
terhadap sedimen yang tercemar oleh logam berat perlu diketahui (Grativol et al.
2012). Penelitian tentang pengaruh pencemaran limbah perindustrian terhadap
keragaman genetik dan morfologi mangrove belum dilakukan di Indonesia,
khususnya di kawasan perindustrian Cilegon. Penelitian ini sangat penting untuk
tujuan dalam memformulasikan kebijakan konservasi jenis dan rehabilitasi
lingkungan yang berhasil.

Perumusan Masalah
Tumbuhan mangrove khususnya A. marina diketahui sebagai tumbuhan yang
memiliki kemampuan dalam mengakumulasi berbagai logam berat yang terdapat di
sedimen dan air laut namun belum terdapat informasi yang cukup mengenai respon
morfologi dan keragaman genetiknya terhadap sedimen tercemar logam berat
tersebut (Grativol et al. 2012). Penelitian ini dilaksanakan untuk menemukan
jawaban terhadap dua pertanyaan berikut ini:
1. Bagaimana tingkat pencemaran logam berat pada sedimen hutan mangrove di
kawasan Industri Cilegon?
2. Bagaimana keragaman morfologi dan keragaman genetik populasi mangrove
A .marina pada lingkungan tercemar logam berat?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengklasifikasi tingkat pencemaran berbagai logam berat pada sedimen hutan
mangrove di kawasan industri Cilegon
2. Menduga keragaman morfologi daun dan genetik populasi mangrove jenis A.
marina pada sedimen tercemar logam berat di kawasan industri Cilegon

2 METODE
Waktu Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai Oktober 2014 hingga April 2015.
Dilaksanakan di sekitar kawasan industri di Kabupaten Cilegon dengan memilih
tiga lokasi yang dibagi pada tiga level pencemaran oleh logam berat yaitu tercemar
berat di Krakatau (S 5°59’48.4” - E 105°59’0.4”) sedang di Pelabuhan Warna Sari
(Pelabuhan WS) (S5°59’4.9”- E 105°59’25”) dan tidak tercemar di Pulau Sangiang
Kabupaten Serang (S5°57’40.9”S - E 105°51’11.2”). Secara detail, lokasi
penelitian disajikan pada Lampiran 3 dan pada Gambar 2.1 Penelitian analisis
keragaman genetik dan morfologi dilaksanakan di Laboratorium Genetik dan
Kehutanan Molekuler Departemen Silvikultur IPB. Adapun analisis kandungan
logam berat sedimen dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah
Cimanggu Bogor.

Gambar 2.1 Lokasi penelitian estuari di perairan Cilegon Provinsi Banten
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian disajikan secara lengkap
dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Alat dan bahan penelitian
No
1

Jenis Kegiatan
Analisis
Sedimen

Alat
Kantong plastik, botol polietilen, neraca
analitik, tabung kimia vol. 20 ml, vortex,
spektrofotometer serapan atom (SSA),
dilutor skala 10 ml, dispenser skala 10 ml.
Tube ukuran 1.5 ml, mortar, pestel,
mikropipet, tips, rak tube, vortex, mesin
sentrifugasi, waterbath, dan desikator.

2

Ekstraksi
DNA

3

Uji Kualitas
DNA

Cetakan gel agarose, erlenmeyer.
elektroforesis horisontal mupid-exu, UV
transilluminator, dan kamera

4

PCR
(Polymerase
Chain
Reaction)
Elektroforesis
mikrosatelit

mesin PCR Veriti 96 well thermal cycler,
mikropipet, tube ukuran 0.2 ml, tips, rak
tips, dan spin down.

6

Pewarnaan gel

Timbangan analitik, sudip, shaker, nampan,
gelas ukur, mikropipet, tatakan kaca gel
poliakrilamide, dan kamera

7

Herbarium/
pengukuran
morfologi

Kertas koran, penggaris, gunting, busur,
alat tulis, perangkat komputer (microsoft
office 2007)

5

Mesin elektroforesis vertikal EC3000P
series 90 programmable, kaca cetakan gel,
sisir gel, stirrer, mikropipet, jepitan,
erlenmeyer, timbangan digital, sudip, gelas
ukur,

Bahan
Sedimen dengan kondisi
kering udara1 kg/lokasi,
HNO3 pekat (65%),
HClO4, (60%)
Daun anakan A. marina,
kit DNA, buffer ekstract,
PVP 2% chloroform,
isopropanol, NaCl,
etanol 95%, buffer TAE
EtBr murni, blue juice.
Agarose, synergel, buffer
TBE 10x, buffer TAE 1x,
blue juice 10x, gel
agarose 1%, DNA, EtBr.
DNA, primer F&R,
green go taq master mix,
nuclease- free water
Akrilamide,
bisakrilamide, APS,
bindsilane,temed,
sigmacote, etanol 95%,
tissue, buffer TBE,
aquades
DNA mikrosatelit,
aquades, acetic acid,
Etanol 96%, silbernitrate,
Formaldehyde, NaOH
Daun , alkohol 70%

4
Prosedur
Analisis Logam Berat Sedimen
Analisis logam berat dilakukan dengan mengacu pada Usman et al. (2013).
Sampel sedimen dikumpulkan dari tiap lokasi pada kedalaman 0-15 cm dengan
pengambilan secara acak (ditandai dengan GPS) dan selanjutnya dikomposit
sebanyak 1 kg lalu disimpan pada kantong plastik yang bersih. Uji salinitas sedimen
langsung dilakukan di lapangan menggunakan hand refractometer, selanjutnya
analisis sifat fisik kimia atau unsur hara makro seperti Pospat (P), Kalium (K),
Calsium (Ca), Magnesium (Mg), Natrium (Na) dan Sulfur (S). Kandungan logam
berat yang dianalisis seperti: Timbal (Pb), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Kadmiun (Cd),
Krom (Cr), Nikel (Ni), Arsen (As), Timah (Sn), (Mo), Besi (Fe), Aluminium (Al),
Mangan (Mn), Boron (B), Kobalt (Co), Molibden (Mo), Perak (Ag), Selen (Se)
menggunakan spektrometer serapan atom (SSA) dengan ekstraksi HNO3 dan
HClO4, selanjutnya dilakukan analisis pH, kandungan organik dengan mengacu
pada Eviati dan Sulaeman (2009).
Pengukuran unsur logam berat dengan mengukur hasil ekstraksi
menggunakan metode SSA dengan deret standard sebagai pembanding yang
menggunakan perhitungan berikut:
Kadar unsur logam berat (ppm) = ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml -1 x 1000 g g contoh-1 x fp x fk

Keterangan:
ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva regresi hubungan antara kadar
deret standar dengan pembacaannya setelah dikurangi blanko.
Fp
= faktor pengenceran (bila ada)
Fk
= faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)
Karakteristik Morfologi Daun
Pengumpulan sampel daun anakan A. marina yang dianggap mewakili setiap
lokasi (Pulau Sangiang, Pelabuhan WS dan Krakatau) diambil sebanyak 24 tangkai
dari 24 individu. Tiap tangkai daun diukur sebanyak 6 helai daun yang telah
berkembang (Gambar 2.2a), sehingga total helai daun keseluruhan adalah sebanyak
432 helai. Identifikasi morfologi daun dan pengukuran karakter dimensi dan
variabel yang dikalkulasi dilakukan dengan mengacu pada Duke (1990); Wu et al.
(2007); Kremer et al. (2009) dan Anwar (2015) yang telah dimodifikasi. Adapun
variabel daun yang diukur dan diamati yaitu:
1) Variabel yang dihitung yaitu jumlah tulang daun sekunder (JT)
2) Karakter dimensi yang diukur meliputi daun panjang lamina (PL),
panjang tangkai daun (PT), lebar daun terlebar (LD), panjang lebar daun
terlebar ke pangkal daun (LP) dan sudut antar tulang daun primer ke
sekunder (SD). Karakter dimensi dan variabel yang dihitung secara
lengkap ditampilkan pada gambar 2.2b berikut:

a

b

L

D

PL

D
P

T

L
D
SD

L
P

PT

Gambar 2.2 Pengukuran karakteristik morfologi daun A. marina
3) Variabel yang dikalkulasi mengacu pada Wu et al. (2007), dan Anwar et
al. (2015) yang telah dimodifikasi. Secara detail formulasi variabel yang
dikalkulasi disajikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Formulasi variabel morfologi daun A. marina
No
1

Nilai Variabel
Luas daun (LS) dihitung dengan menggunakan rumus
elips

2

Keliling daun (KL) dihitung dengan menggunakan
rumus elips

3

Aspect ratio (AR) yang merupakan rasio panjang dan
lebar daun digunakan untuk memperkirakan bentuk
helai daun
Form factor (FF) untuk mendiskripsikan bentuk dan
kebundaran helai daun
Perimeter ratio of diameter (PR) untuk mengukur
kelonjongan daun

4
5

Formulasi
+ (3.14) x (LD x
PL)
+ (3.14) x (LD +
PL)
PL
LD
4π x LS
KL
KL
LD

Analisis Keragaman Genetik Permudaan A. marina
Analisis keragaman genetik mangrove A. marina dilakukan menggunakan
sampel daun anakan (Lampiran 4) yang dikumpulkan secara acak yaitu daun dari
tiga lokasi, sehingga total daun sebanyak 24 daun per estuary atau sebanyak 72 total
keseluruhan yang merujuk pada Melvile and Burchett (2002). Adapun langkahlangkah yang dilakukan adalah: 1). ekstraksi DNA dari daun dilakukan dengan
metode CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) (Weising et al. 2005 dan
Aritonang et al. 2007) yang telah dimodifikasi, dan metode kit (protokol DNA
Plan Mini Kit) dari Qiagen (http://www.qiagen.com) dengan nomor katalog 6235;
2). uji kualitas DNA yaitu dengan menyiapkan agarose 1% (0.33 gram agarose

6
dalam 33 ml buffer TAE). Untuk proses elektroforesis, ditambahkan buffer TE 50
μl pada pellet DNA lalu disentrifugasi, dan diambil 3 μl DNA ditambahkan 2 μl BJ
(Blue Juice) dan dielektroforesis selama 45 menit. Hasil elektroforesis direndam
dalam larutan EtBr (Ethidium Bromida) selama 15 menit dan difoto pada UV
transiluminator model TFX-20.LM (Aritonang et al. 2007); 3) Analisis mikrosatelit
yaitu tahap dimana DNA hasil ekstraksi diencerkan 100 kali. Perbandingan antara
DNA dan aquabides adalah 99 μl aquabides dan 1 μl DNA. Primer mikrosatelit
yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.3 Reaksi PCR
mikrosatelit dilakukan dengan PCR AB Applied Biosystem Veriti TM Thermal
Cycler (http://www.appliedbiosystem.com).
Elektroforesis mikrosatelit menggunakan gel vertikal poliakrilamid (Wang
et al. 2009). Akrilamid, bisakrilamid, TBE (1x), dan aquades dicampur dalam
tabung erlemeyer dan dikocok selama 15 menit, kemudian pada menit ke 10
dimasukkan temed. Pada menit ke 14 dimasukkan APS. Pada menit ke 15, larutan
dalam tabung erlenmeyer dimasukkan dalam pasangan kaca polikrimaid, kemudian
ditunggu sampai larutan memadat menjadi gel. Kegiatan elektroforesis dilakukan
pada tegangan listrik 350 V, arus 40 mA, dan daya 80 W selama 1.5 - 2 jam dengan
buffer running TBE 1x. Pewarnaan gel dilakukan dengan pewarnaan silver nitrate
(Benbouza et al. 2006; Creste et al. 2001) pada empat bak perendaman, setelah
pewarnaan selesai, dilakukan dokumentasi.
Tabel 2.3 Primer mikrosatelit A. marina (Maguire et al. 2000a)
No

Locus

Urutan basa DNA (5’-3’)

1

M3

2

M64

3

M81

4

M98

GGTTCCTGCAAGTATGTCAACACCCTC
ACCTCGATTCCTCCCCGAATGC
CAAACCCTACCAATCAGAACACTTCAAGC
CGATATTTGGCTAATCCACTCTGCTGACTG
GAATGATGATCGGATGTTGCTACTCCTG
CAATCCCAAAGCCCCAAAAATAATCC
CCCAAACTCGTTACGATGGATGACTTC
CTTACAGTTGCGGTAAAATGAGACGTGC

Tipe
Ulangan
(TG)15

Tm
(0C)
60

(CAG)8

60

156

(CA)9
(CT)16
(CGG)8

60

164

60

228

Expected
size (bp)
182

Analisis Data
Analisis keragam genetik anakan populasi mangrove dilakukan dengan
interpretasi foto DNA mikrosatelit, data hasil interpretasi dianalisis menggunakan
software POPGENE 32 versi 1.31 (Yeh & Yang 1999) dan NTSys versi 2.0 (Rohlf
2008) untuk menduga keragaman genetik intra populasi. Keragaman inter populasi
data jarak genetik yang dihasilkan dari POPGENE tersebut digunakan untuk
analisis gerombol dengan metode UPGMA dalam NTsys versi 2.0 yang
menghasilkan dendogram hubungan kekerabatan (Hartati et al. 2007) dan
mengguakan software GenAlex Ver 6.5 (Blyton & Nicola 2006) untuk memperoleh
nilai Fst dan Principle Coordinates Analysis (PCoA). Jarak geografi diperoleh
dengan mengolah data koordinat lapang yang diambil menggunakan GPS dan
diolah menggunakan ArcGIS 10. Analisis Struktur populasi diperoleh dengan
software struktur versi 2.3.3 (Evanno et al. 2005; Pitchard et al. 2010; Purba et al.
2012; Dillon et al. 2013). Output struktur serta nilai Delta dianalisis dengan
menggunakan structure harvester yang selanjutnya diolah secara online pada

website: http://taylor0.biology.ucla.edu/structureHarvester/. Analisis statistik
morfologi daun menggunakan Anova General Linear Model (GLM) dengan uji
lanjut Uji Tukey pada taraf kepercayaan 95.0% untuk melihat perbedaan secara
signifikan pada variabel.

3 HASIL
Sifat Fisik dan Kimia Sedimen
Sifat fisik dan kesuburan sedimen pada tiga lokasi diketahui dengan
menganalisis tekstur, pH, persentase bahan organik dan unsur hara makro yang
terkandung di dalam sedimen. Kesuburan sedimen tersebut akan menentukan
kualitas pertumbuhan dan perkembangan vegetasi mangrove yang tumbuh
berkaitan dengan ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan vegetasi tersebut.
Tabel 3.1 Karakteristik dan kesuburan sedimen di lokasi penelitian
Sifat fisik dan kesuburan sedimen
Tekstur (%)
pH
Bahan Organik (%)

Pasir
Debu
Liat
H2O
KCl
Walkey&Black C
Kjeldahl N
C/N

Salinitas (%)
Olsen P2O5 (ppm)
Morgan K2O (ppm)

Unsur hara makro
(%)

P
K
Ca
Mg
Na
S

Pulau Sangiang
24
52
24
7.9
7.3
4.32
0.39
11
35.43±5.22
47
2491
0.27
0.27
13.23
0.57
1.79
0.42

Lokasi
Pelabuhan WS
8
43
49
7.3
7.1
3.92
0.38
10
28.86±3.98
34
3418
0.19
0.54
6.34
1.12
2.11
1.33

Krakatau
13
53
34
7.2
6.7
4.44
0.48
9
1.37±1.62
65
1957
0.67
0.29
1.91
0.71
0.42
1.11

Tabel 3.1 Menunjukkan bahwa nilai pH pada tiga lokasi relatif sama
(berturut-turut 7.9, 7.3, dan 7.2) persentasi bahan organik tertinggi berada pada
lokasi Krakatau tetapi memiliki nilai CN rasio yang paling rendah. Unsur hara
makro secara umum paling tinggi terdapat pada lokasi Pelabuhan WS. Salinitias
tertinggi terdapat pada lokasi Pulau Sangiang yaitu sebesar 35.43±5.22 hal ini
diduga karena terdapat areal mangrove yang terisolir dari akses sungai pada lokasi
tersebut. Berbeda dengan lokasi Krakatau dimana terdapat salinitas 0% karena
terdapat akses dan masukan air sungai. Unsur hara makro tertinggi adalah unsur
hara Ca pada semua lokasi secara berturut-turut 13.23, 6.34 dan 1.91 %.

8
Kandungan Logam Berat Sedimen
Berdasarkan hasil pengujian keberadaan logam berat pada sedimen di tiga
lokasi penelitian, ditemukan jenis-jenis logam berat hasil limbah perindustrian
yaitu: Cu, Zn, Cd, Cr, Ni, As, Sn, Mo, Fe, Al, Mn, B, Co, Mo, Ag, dan Se. Dari
seluruh logam berat terebut jenis Pb, Cu, Zn, Cr, Mo, Fe, Al, Mn, B, dan Mo
ditemukan pada tiga lokasi penelitian. Ni, As, Ag dan Se tidak terdeteksi (limit
deteksi berturut-turut 0.03, 0.8, 0.0003, dan 0.3 ppm) di semua lokasi penelitian. Sn
hanya terdapat di Krakatau dan tidak terdeteksi (limit deteksi 0.11 ppm) di dua
lokasi lainnya, Co terdapat di Pulau Sangiang dan Pelabuhan WS dan tidak
terdeteksi (limit deteksi 0.02 ppm) di Krakatau. Logam berat As tidak terdeteksi
pada limit deteksi 0.8 ppm di tiga lokasi. Konsentrasi dan jenis-jenis logam berat
yang terdeteksi pada lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Kandungan logam berat di lokasi penelitian
Logam berat (mg kg-1)

Lokasi
Pulau Sangiang
Pelabuhan WS
Krakatau

Pb

Cu

Zn

Cd

Cr

Ni

AS

Sn

Mo

4
18
59

46
60
105

63
90
791

td
td
td

6
14
69

td
td
td

td
td
td

td
td
108

45
40
35

50

>8

Standard Quality Guidelines (SQGs)
- SQG non-polluted
60

Mn

B

Co Ag

1.94 4.13 0.02
3.8 8.79 0.05
7.38 8.4 0.09

Fe

Al

15
26
20

2
5
td

td
td
td

td: tidak terdeteksi
Tabel 3.2 menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat pada lokasi industri
(Krakatau) secara umum memiliki kandungan paling tinggi. Berdasarkan nilai
standar pedoman kualitas sedimen yang telah ditetapkan oleh USEPA Sediment
Quality Guidelines (SQGs) yang banyak digunakan dalam mengevaluasi nilai
sedimen terkait pencemaran logam berat, kandungan logam berat pada sedimen
mangrove di lokasi penelitian yaitu Krakatau tercemar berat oleh logam Cu dan Zn,
tercemar dengan kategori pencemaran sedang oleh Pb dan Cr, serta Sn hanya
ditemukan di lokasi tersebut; Pelabuhan Warna Sari tercemar kategori berat oleh
logam Cu dan tercemar kategori sedang oleh Zn; dan Pulau Sangiang tercemar
sedang oleh logam Cu.
Karakteristik Morfologi Daun
Karakteristik morfologi daun yang diukur dan dikalkulasi secara detail
disajikan pada Tabel 3.3 Sebanyak 24 tangkai daun A. marina yang dianggap cukup
mewakili tiap lokasi diamati dan dianalisis untuk mengetahui perbedaan
karakteristik morfologi daun berdasarkan lokasi pengamatan yaitu pada lokasi yang
tercemar logam berat (Krakatau dan Pelabuhan WS) serta lokasi yang masih alami
(Pulau Sangiang). Terdapat perbedaan beberapa karakter daun yang signifikan
berdasarkan lokasi yang dapat dianggap sebagai hasil interaksi A. marina dengan
kondisi lingkungan (sedimen) tempat tumbuhnya.

Tabel 3.3 Karakteristik morfologi daun yang diamati di lokasi penelitian
Karakteristik
morfologi daun

P. Sangiang

Lokasi
Pelabuhan WS

Krakatau

PL
PT
LD
LP
SD (0)
JT
LS
KL
AR
FF
PR

5.50±1.07a
0.46 ± 0.16a
3.24 ± 0.55a
2.83 ± 0.63a
31.50 ± 5.98b
14.88 ±3.68c
28.72±9.66a
13.73±2.41a
1.70±0.24c
1.86±0.07a
4.25±0.37c

5.22 ±0.84a
0.39±0.12b
2.95±0.46b
2.57±0.45b
31.84 ±6.71b
19.10±3.03a
24.60±7.28b
12.83±1.89b
1.78±0.23b
1.84±0.06b
4.37±0.36b

4.87±1.12b
0.35±0.17c
2.41±0.55c
2.67±0.66ab
37.99±7.46a
16.85±3.45b
19.28±8.32c
11.44±2.53c
2.04±0.31a
1.77±0.09c
4.78±0.49a

Informasi pengelompokan berdasarkan metode uji Tukey pada taraf kepercayaan 95%
dimana perbedaan huruf menunjukkan perbedaan secara signifikan.

Nilai rata-rata karakteristik daun yang paling luas terdapat pada lokasi Pulau
Sangiang diikuti oleh Pelabuhan dan nilai terkecil pada lokasi Krakatau.
Karakteristik morfologi daun seperti: PL, SD, JT, LS, KL yang lebih besar secara
berturut berada pada lokasi Pulau Sangiang, Pelabuhan Warna Sari dan Krakatau.
SD terbesar dimiliki oleh lokasi Krakatau dan JT terbanyak dimiliki oleh daun di
lokasi Pelabuhan WS.
Analisis Gerombol (Cluster analysis)

Analisis gerombol (cluster analysis) (Gambar 3.1) menunjukkan bahwa
pengelompokan nilai variabel berbeda-beda berdasarkan jenis variabel yang diukur
pada masing-masing lokasi. Pengelompokan nilai seluruh karakter morfologi pada
ke tiga lokasi yang diukur membentuk dua klaster, di mana Pulau Sangiang dan
Krakatau berada pada kluster yang sama dan keduanya berbeda dengan lokasi
Pelabuhan WS (Gambar 3.1a). Konfirmasi keragaman karakter morfologi daun pada
tiga lokasi yang mengikuti pola yang sama dengan pengelompokan genetik adalah
nilai (PT) dan (LP) seperti disajikan pada Gambar 3.1b.

a

b

Gambar 3.1 Klaster karakteristik morfologi daun di lokasi penelitian (a: seluruh
karakter; b: karakter PT dan LP)

10
Keragaman Genetik Populasi Avicennia marina
Keragaman genetik intrapopulasi
Sebanyak 24 individu mangrove A. marina mewakili tiap lokasi berdasarkan
tingkat pencemaran logam berat yakni Krakatau sebagai lokasi dengan tingkat
pencemaran yang paling berat, Pelabuhan WS dengan tingkat sedang dan Pulau
Sangiang sebagai lokasi tanpa pencemaran. Hasil pengujian menunjukkan adanya
perbedaan keragaman genetik pada ketiga lokasi penelitian. Dimana Pulau
Sangiang Pelabuhan WS dan Krakatau memiliki nilai He sebasar 0.60, 0.56, dan
0.54 secara berturut-turut. Hasil ini menunjukkan bahwa lokasi yang alami atau
tidak tercemar logam berat (Pulau Sangiang) memiliki nilai He yang paling tinggi
(0.5903) dibandingkan dengan dua lokasi lain yang tercemar (Tabel 3.4).
Tabel 3.4 Nilai parameter keragaman genetik dalam populasi A. marina di
kawasan Industri Cilegon
No
1
2
3

Populasi
N
Na
Pulau Sangiang
24
3.25
Pelabuhan WS
24
3.00
Krakatau
24
2.50
Rata-rata
2.92
Na: Observed number of alleles, Ne: Effective number
Polymorphic, He: Expected Heterogozity

Ne
PLP (%)
He
2.73
100
0.60
2.31
100
0.56
2.18
100
0.54
2.41
100
0.56
of alleles, PLP: Percentage Locus

Keragaman genetik interpopulasi
Single-population descriptive statistics menunjukkan bahwa nilai pengujian
keseimbangan Hardy-Weinberg (HW) menggunakan uji G sebagian besar populasi
di setiap lokus mengindikasikan penyimpangan yang sangat significant dari hukum
kesetimbangan HW. Penyimpangan yang signifikan (P>0.001) secara menyeluruh
terdapat pada lokasi Pelabuhan WS dan Krakatau. Sementara pada lokasi Pulau
Sangiang lokus M3 dan M81 menyimpang pada taraf 0.01 serta M64 dan M98
menyimpang pada taraf 0.001. (Tabel 3.5). Penyimpangan yang terjadi dapat
disebabkan oleh perkawinan kerabat yang terjadi di dalam populasi.
Tabel 3.5 Nilai pengujian struktur Hardy-Weinberg (HWE) menggunakan uji G
Lokus
Pulau Sangiang
Pelabuhan WS
M3
19.031696**
32.260501***
M64
12.880691***
21.088125***
M81
28.322281**
22.593580***
M98
25.331232***
32.260501***
Taraf signifikan: α= 0.05(*), 0.01(**), 0001(***)

Krakatau
32.260501***
18.662612***
21.410797***
32.260501***

Single-population descriptive statistics menunjukkan bahwa nilai pengujian
pengujian struktur Hardy-Weinberg (HW) dengan menggunakan long-ratio
probabilitas uji G menunjukkan sebagian besar populasi di setiap lokus
mengindikasikan penyimpangan yang sangat signifikan dari hukum HW.
Keragaman genetik antar populasi diperoleh dari nilai Fst. Tabel 3.6
menyajikan nilai Fst pada keseluruhan populasi berdasarkan lokus dalam setiap
lokasi. Formula ini memungkinkan juga untuk menganalisis struktur subpopulasi
serta jarak genetik antar subpopulasi.

Tabel 3.6 Nilai analisis F-Statistik untuk seluruh populasi
Fis
Fit
Fst

M3
-0.677
-0.516
0.096

M64
-0.780
-0.767
0.007

M81
-0.157
-0.031
0.109

M98
-0.924
-0.920
0.002

Mean
-0.635
-0.558
0.054

SE
0.167
0.195
0.028

Fis = defisiensi atau kelebihan rata-rata heterozigositas dalam setiap populasi; Fit =
defisiensi atau kelebihan rata-rata heterozigositas dalam satu kelompok populasi; Fst
=derajat perbedaan gen antar populasi berdasarkan frekuensi alel.

Untuk mengukur jarak genetik interpopulasi biasa digunakan nilai Fst. Hasil
estimasi nilai Fst seluruh populasi untuk masing-masing lokus diperoleh bahwa
lokus M3, M64, M81, dan M98 berturut-turut adalah 0.096, 0.007, 0.109 dan 0.002.
Lokus M81 mendeteksi lebih banyak jumlah alel (5 alel) dibandingkan lokus lain
dan memiliki nilai Fst paling besar (Fst = 0.109) dimana nilai Fst tersebut termasuk
dalam kategori sedang. Sementara nilai rata-rata Fst keseluruhan populasi adalah
sebesar 0.054 yang berarti perbedaan genetik keseluruhan populasi termasuk
sedang.
Clustering atau pengelompokan populasi memiliki dua kelompok dari
seluruh lokasi (Gambar 3.2). Pulau Sangiang memiliki kelompok tersendiri
sementara Pelabuhan WS dan Krakatau memiliki klastering yang sama atau
memiliki kedekatan jarak genetik yang lebih dekat dibandingkan dengan lokasi
Pulau Sangiang. Secara geografi sebagaimana disajikan pada Tabel 3.6 bahwa jarak
antara Krakatau dan Pelabuhan WS paling dekat (1.5 km) hal ini memungkinkan
masih adanya aliran gen (gene flow) antara kedua lokasi oleh air laut atau polinator.

Gambar 3.2 Dendogram A. marina di kawasan industri Cilegon
Principal coordinates analysis (PCoA) berusaha untuk mengetahui jarak
genetik antar sampel penelitian yang diteliti dan menunjukkan kemiripan dan
persebaran alel-alel yang ada. Pengelompokkan data hasil penelitian juga
menunjukkan dua kelompok (Gambar 3.3). beberapa alel terlihat berada pada
semua kuadran (semua lokasi penelitian) dan tidak memiliki kelompok yang
menunjukkan bahwa semua lokasi memiliki semua alel yang sama.

12

Gambar 3.3 PCoA populasi A. marina di kawasan industri Cilegon:
Sangiang,
Pelabuhan WS, dan
Krakatau.

Pulau

Jarak Genetik dan Jarak Geografi
Jarak geografi terjauh adalah jarak antara Pulau Sangiang dengan Pelabuhan
WS (15.4 km) dan dengan Krakatau (14.9 km) sementara jarak terdekat adalah jarak
antara Pelabuhan WS dengan Krakatau (1.5 km) yang berada dekat dengan lokasi
perindustrian Cilegon yang secara detail disajikan pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7 Jarak genetik dan geografis populasi Mangrove A. marina di lokasi
penelitian
Geografi
Genetik
Pulau Sangiang
Pelabuhan WS
Krakatau

Pulau Sangiang

Pelabuhan WS

Krakatau

15.4
0.16
0.12

14.9
1.5

0.12

) merupakan angka untuk jarak genetik (km) dan ) merupakan angka untuk jarak geografi (km)

Struktur Genetik Populasi A. marina
Hasil structure harvester menemuka bahwa bahwa mangrove A. marina yang
terdapat di Pulau Sangiang, Pelabuhan WS dan Krakatau memiliki struktur genetik
yang sama (Gambar 3.4). Hal ini terlihat dari pola struktur yang sangat identik antar
populasi. Analisis pola genetik menunjukkan bahwa jumlah dataset terbaik populasi
adalah K= 6 (Delta K=1.96).

Gambar 3.4 Tampilan struktur populasi A. marina di lokasi penelitian

4 PEMBAHASAN

Sifat Fisik dan Kimia Sedimen di Lokasi Penelitian
Studi sifat fisik kimia sedimen yang berhubungan dengan kesuburan
sedimen mendiskripsikan kondisi kemampuan substrat dalam menopang
pertumbuhan vegetasi mangrove yang terdapat di sana. Hal ini berkaitan dengan
hubungan pengaruh pertumbuhan mangrove dengan kondisi substrat tempat
tumbuhnya. Tabel 3.1 menunjukkan bahwa lokasi Pulau Sangiang, Pelabuhan dan
Krakatau memiliki tekstur atau persentasi pasir, liat dan debu yang bereda. Secara
berturut-turut memiliki tekstur lempung berdebu (silt loam), liat berdebu (silty clay)
dan lempung liat berdebu (silty clay loam) berdasarkan klasifikasi tekstur tanah
menggunakan analisis USDA (1987). Persentase liat dan debu cukup tinggi pada
ketiga lokasi. Informasi karakteristik sedimen perlu diketahui karena pola zonasi
mangrove biasanya bertepatan dengan nutrisi yang ada dalam sedimen (McKee
1995).
Kandungan bahan organik pada sedimen mangrove seperti disajikan pada
Tabel 3.1 secara tersedia lebih banyak di Krakatau (4.44%) dibanding Pulau
Sangiang (4.32%) dan Pelabuhan WS (3.92%). Pengaruh masukan air sungai yang
membawa bahan-bahan organik (polutan atau non-polutan) dari daratan ke lokasi
Krakatau mungkin menyebabkan ketersediaan bahan organik tersebut. Kandungan
C/N rasio lebih tinggi pada lokasi alami (Pulau Sangiang) sebesar 11%, Pelabuhan
WS (10%) dan Krakatau (9%). Fungi yang terdapat pada ekosistem mangrove
dilaporkan memainkankan peranan penting dalam tahapan dekomposisi bahan
organik (Arfi et al. 2012).
Nilai pH pada ketiga lokasi relatif sama yaitu pada Pulau Sangiang,
Pelabuhan WS dan Krakatau memiliki nilai pH sebesar 7.9, 7.3 dan 6.7 secara
berturut-turut. Konsentrasi garam (salinitas) tertinggi berada di lokasi Pulau
Sangiang (35.43±5.22), Pelabuhan WS (28.86±3.98) dan Krakatau (1.37±1.62).
lokasi Sangiang dengan nilai salinitas tertinggi disebabkan mungkin oleh adanya
hutan mangrove di tengah pulau yang terisolasi dari akses pasang-surut air laut
sementara nilai yang terendah pada Krakatau berkaitan dengan adanya akses sungai
dari daratan yang memiliki pH netral. Terdapatnya jenis A. marina pada tingkat
salinitas tersebut diketahui sesuai dengan sifatnya yang sangat toleran terhadap
salinitas tinggi dibandingkan Rhizopora spp. (Ranjan et al. 2005).
Persentase unsur hara makro seperti: P, K, Ca, Mg, Na dan S diamati pada
seluruh lokasi penelitian. Kandungan unsur hara makro tertinggi utuk Ca sebesar
13.23 % terdapat di Pulau Sangiang diikuti Pelabuhan WS (6.34%) dan Krakatau
(1.91%). Khusus pada lokasi Pelabuhan WS dan Krakatau kemungkinan
konsentrasi unsur hara makro yang disebutkan berasal dari limbah aktivitas
perundistrian yang ada di lokasi tersebut. Berbeda dengan Pulau Sangiang dengan
jarak geografi sekitar 15 km dari lokasi perundistrian krakatau Cilegon dapat
dipastikan bahwa keberadaan unsur hara makro yang terkandung dalam sedimen di
Pulau Sangiang bersal dari batuan alam yang terdapat di lokasi tersebut. Dalam hal
ini, hubungan antara keberadaan mangrove khususnya A. marina mungkin perlu
dikaji lagi, seperti dilaporkan bahwa Trichoderma pada akar A. marina diketahui
memiliki kemampuan dalam menyerap Posfat dan meningkatkan biomassa secara

14
signifikan hingga 48% (Saravanakumar 2013). Siklus nutrisi serta faktor-faktor
yang mempengaruhi tahapan pengelolaan nutrisi penting dipelajari untuk
menentukan daya dukung ekosistem pantai tropis dalam jangka panjang (Kristensen
et al. 2008).
Kandungan Logam Berat Sedimen di Lokasi Penelitian
Hasil pengujian kandungan logam berat dalam sedimen seperti disajikan
dalam Tabel 3.2 menunjukkan nilai standar pedoman kualitas sedimen yang telah
ditetapkan oleh USEPA SQGs yang banyak digunakan dalam mengevaluasi nilai
sedimen terkain pencemaran logam berat (Luo 2010; Usman 2013) kandungan
logam berat pada sedimen mangrove pada lokasi penelitian adalah Krakatau
tercemar berat untuk Pb, Cu, Zn dan Cr. Pelabuhan WS tercemar berat oleh logam
Cu dan tercemar kategori sedang oleh Zn. Pulau Sangiang tercemar kategori sedang
oleh logam Cu. SQGs digunakan dalam aplikasi numerik termasuk dalam
mengevaluasi kebutuhan penilaian kualitas sedimen secara detail untuk
pengembangan remediasi kualitas sedimen yang berkaitan lingkungan. Hasil SQGs
untuk setiap bahan kimia dievaluasi untuk penyesuaian reliabilitas pemakaian
kandungan kimia pada sedimen dan data toxisitas dari studi lapangan (MacDonal
2000).
Hutan mangrove berperan sebagai sebuah filter alam dari limbah air daratan
yang berasal dari kegiatan industri di daerah tropis dan subtropis dan membantu
dalam mengelola sebuah kondisi kehidupan yang sehat pada ekosistem laut (Nath
et al. 2014 ) seperti melindungi organisme dari akumulasi logam berat seperti
molluska Littoraria scabra pencemaran (Wolf et al. 2001). Reforestrasi mangrove
memungkinkan akumulasi Pb Zn Cu, Cr dan Ni pada permukaan di atas 20 cm
sedimen. Akumulasi ini terutama disebabkan oleh peningkatan partikel halus dan
kandungan bahan organik. Pada lapisan paling atas sedimen, reforestrasi mangrove
mengurangi konsentrasi logam dalam fraksi asam terlarut dan meningkatkan
konsentrasi logam dalam fraksi teroksidasi. Peningkatan konsentrasi Pb, Zn dan Cu
dan pengurangan konsentrasi Ni dan Cr diobservasi dalam fraksi tereduksi. Zhou et
al. (2010) juga menemukan bahwa reforesrtasi mangrove memfasilitasi akumulasi
logam berat pada permukaan sedimen serta mengurangi bobilitas dan
bioavailibilitas logam-logam berat tersebut.
A. marina memiliki karakteristik yang sangat khas untuk dapat beradaptasi
dengan berbagai kondisi lingkungan yang merugikan. Secara morfologi akar A.
marina berperan dalam adaptasi terhadap penuutupan oleh sedimen (Ellison 1998)
dan genangan air yang berkepanjangan (Xiao 2009). Kemampuan A.marina dalam
mengakumulasi logam berat telah diteliti sebelumnya oleh Nath et al. (2014)
menemukan bahwa A. marina mampu mengakumulasi logam berat (khususnya Pb,
Zn dan Cu) memiliki nilai yang lebih tinggi dari SQGs. Hasil temuan pada
penelitian ini nahwa Cu dan Zn berada sangat jauh diatas SQGs yaitu sebesar 105
mg kg-1 dan 791 mg kg-1 secara berturut-turut. Namun ditemukan logam Cr sebesar
69 mg kg-1 yang termasuk dalam kategori sedang. Hal ini juga mendukung temuan
MacFarlane dan Burchett (2000). Logam berat Cu yang terdapat pada semua lokasi
pengamatan diduga berasal dari hasil pelapukan bebatuan induk alam di lokasi
tersebut, tingginya Cu di lokasi Krakatau dipastikan berasal dari industri logam
yang ada di sana.

Konsentrasi Zn ditemukan paling tinggi dari semua polutan yang diuji, serta
ditemukan paling banyak disetiap lokasi (Tabel 3.2). Hal ini mungkin disebabkan
Zn merupakan mikronutrisi yang esensial yang bersifat mobile dan cenderung
terakumulasi dalam jaringan mangrove. Anakan mangrove A. marina
mengakumulasi secara signifikan jumlah Zn yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman kontrol selama 7 bulan pertumbuhan dengan perlakuan 500 µg.g-1 Zn
media tanah. Mekanisme dalam Jaringan daun berperan penting terhadap
pengaturan nutrisi yang berlebih, Zn dieksresikan melalui kelenjar trikoma yang
ada pada epidermis jaringan daun (MacFarlane dan Burchett 1999).
Konsentrasi pencemaran logam berat dalam sedimen dan kandungan bahan
organik diperankan oleh rhizosper (Chaudhuri et al. 2014). Akar A. marina
mungkin berperan sebagai indikator biologis dari keberadaan Cu, Pb dan Zn di
lingkungan dan daun untuk Zn dengan monitoring sementara.Peningkatan
konsentrasi Pb dan Zn dalam sedimen menyebabkan peningkatan akumulasi Pb
baik di akar dan di jaringan daun (MacFarlane et al. 2002). Namun sebagai
konsekuensinya, terjadi penurunan total biomassa kering A. marina yang sangat
signifikan dengan peningkatan pencemaran logam berat Cu, Zn Pb Hg yaitu 43%,
37%, 42%, dan 40% berturut-turut diikuti dengan penurunan tinggi tanaman dan
jumlah daun yaitu 37% dan 60% dibandingkan dengan kontrol. Proses pertumbuhan
sensitif terhadap pencemaraan logam dan oleh karena itu dapat dianggap sebagai
sebuah dampak dari akibat toleransinya terhadap logam berat, namun kelenjar
garam dari spesies mangrove ini berkontribusi mengurangi setidaknya merupakan
bagian esensial secara fisiologis dari pengambilan cemaran logam yang terambil
secara berlebihan (Naidoo et al. 2014).
Satu famili dengan A. marina mangrove Avicennia schaueriana juga
memberikan respon terhadap kondisi cekaman akibat kontaminasi logam berat pada
sedimend an air dengan memodifikasi anatominya. Akar mengurangi penyerapan
logam pada kondisi logam berat berada pada tingkat paling tinggi di lingkungan,
secara alternatif tanaman meningkatkan translokasi untuk mengurangi logam
beracun dalam akar. Akar mencegah penyerapan yang berlebihan terhadap logam
yang berpotensi sebagai racun (Souza et al. 2015).
Karakteristik Morfologi Daun A. marina di lokasi penelitian
Tabel 3.3 menunjukkan bahwa dari 11 karakter daun yang diamati, terdapat
empat karakter (PT, LD, JT, LS, KR, AL,FF, dan PR ) memiliki perbedaan yang
signifikan dengan karakter yang lain pada tiap lokasi penelitian. Hal ini
menunjukkan bahwa empat karakter tersebut memiliki perbedaan yang dapat
diamati berbeda-beda pada tiap lokasi, sementara 2 karakter lainnya (PL dan LP)
dapat dikatakan memiliki karakter yang sama pada semua lokasi. Pulau Sangiang
sebagai lokasi alami hutan mangrove memiliki nilai karakter pengukuran yang lebih
tinggi untuk karakter LS, LD dan LP tetapi paling kecil untuk nilai JT dan SD. Duke
(1990) menemukan bahwa banyak karakteristik morfologi tumbuhan avicennia
khususnya daun dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan tempat dimana mereka
tumbuh.
Clustering atau pengelompokkan karakter daun secara keseluruhan
memiliki pola pengelompokan ke dalam dua kelompok. Pulau Sangiang dengan
Krakatau menjadi satu kelompok sementara Pelabuhan WS memiliki kelom pok
tersendiri. Gambar menunjukkan pola pengelompokan variabel yang mengikuti

16
pola dendogram genetik adalaha karakter PT dan LP. Hasil ini mungkin dapat
digunakan dalam identifikasi dan pengelompokan jenis A. marina, mengingat
spesies tersebut tersebar paling luas diberbagai iklim dan kondisi subtrat wilayah
pantai dan laguna di dunia (Duke 1991).
Keragaman Genetik Populasi (intra dan interpopulasi) A. marina
Analisis keragaman genetik menggunakan penanda mikrosatelit dengan
primer spesifik yang telah dirancang oleh Maguire et al. (2000a). Berdasarkan
pengujian terhadap semua primer (M3, M64, M81 dan M98). Hasil representasi
skoring pita DNA yang dapat diskoring menunjukkan bahwa lokasi dengan
populasi alami (Pulau Sangiang) memiliki keragaman genetik yang lebih tinggi
dibandingkan lokasi yang berada dekat dengan kawasan perindustrian (Krakatau
dan Pelabuhan WS) seperti disajikan pada Tabel 3.4. Secara tidak langsung hal ini
mungkin akibat polusi logam berat menyebabkan terjadinya seleksi alam pada
hutan mangrove khususnya untuk jenis A. marina yang ada di sana.
Keragaman genetik interpopulasi diketahui dengan nilai Fstatistik (Fst)
seperti disajikan pada Tabel 3.6 nilai Fst tersebut secara keseluruhan dengan nilai
Fst rata-rata sebesar 0.054 menunjukkan secara keseluruhan setiap populasi jarak
geneti yang sedang. Diketahui bahwa nilai Ho lebih besar dibandingkan dengan He
dan tidak terjadinya inbreeding karena memungkinkan adanya perkawinan acak
(random mating) setiap individu dalam populasi (Rossetto 2006). Semua lokus
menunjukkan terjadinya penyimpangan dari hukum keseimbangan HW (Tabel 3.5)
di semua lokasi. Kondisi tersebut mengindikasikan adanya migrasi propagul yang
mungkin oleh arus air laut yang memungkin terjadinya perkawinan acak antar
lokasi.
Analysis of molecular variance (AMOVA) dalam total keseluruhan
populasi menunjukkan bahwa variasi yang paling tinggi adalah variasi dalam
individu (95%), antar populasi yang rendah (5%) dan tidak terdapat perbedaan
genetik antar individu (0%). Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Maguire et
al (2000b) dengan menggunakan sampel jenis yang sama dari seluruh dunia
menemukan bahwa variasi yang paling tinggi adalah antar populasi (41-71%) dan
dalam individu dari total populasi (31-49%) dan variasi yang rendah antar individu
dalam populasi (0-10%). Tingginya tingkat perbedaan genetik yang diamati antar
populasi mungkin disebabkan oleh faktor ekologis seperti tingkat pasang s