Analisis faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga umk di kabupaten bogor

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA UMK DI
KABUPATEN BOGOR

EMA ULFATUL HAZANAH

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor
Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK di Kabupaten Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Ema Ulfatul Hazanah
NIM H14100054

ABSTRAK
EMA ULFATUL HAZANAH. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi
Kesejahteraan Rumah Tangga UMK di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh YETI
LIS PURNAMADEWI
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) memiliki peranan penting terhadap
perekonomian Indonesia baik ditinjau dari penyerapan tenaga kerja maupun
sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Di Kabupaten Bogor
sebagai salah satu sentra UMK, tingkat kemiskinan masih relatif besar. Dengan
demikian, tujuan utama dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor dengan
menggunakan metode Ordinary Least Square. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar UMK di Kabupaten Bogor tidak tergolong miskin, namun
tingkat kemiskinan UMK masih relatif besar, lebih besar daripada tingkat
kemiskinan nasional. Semua variabel independent/bebas (lama pendidikan, jumlah
anggota keluarga, omset usaha/tahun, usia, dan lama jam kerja/tahun)

berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan rumah tangga pengusaha UMK di
Kabupaten Bogor dan semua variabel tersebut sesuai harapan berpengaruh
positif.
Kata kunci: Usaha mikro dan kecil, kesejahteraan rumah tangga, Ordinary Least
Square
Micro and Small Enterprises (MSEs) have an important role in Indonesian
economy, both in terms of the employment and its contribution to Gross Domestic
Product (GDP). Bogor, as one of MSEs centers, still has relatively large poverty
rate. Thus, the main objective of this study was to analyze the factors that affect
household welfare of MSEs in Bogor by using Ordinary Least Square method.
The result showed that the majority of MSEs in Bogor was not classified as poor,
but MSEs’ poverty rate was still relatively large more than the national poverty
level. All independent variables (length of education, number of family member,
business turnover per year, age, and working hours per year) were significantly
affected MSEs entrepreneurs’ household welfare in Bogor and as expectation, all
variables positively affected.
Keywords: Micro and small enterprises (MSEs), household welfare, Ordinary
Least Square

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA UMK DI
KABUPATEN BOGOR

EMA ULFATUL HAZANAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Judul skripsi ini adalah Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan
Rumah Tangga UMK di Kabupaten Bogor. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu
Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji
struktur perekonomian rumah tangga pengusaha UMK di Kabupaten Bogor dan
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK
di Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari Hibah Penelitian
Desentraliasasi yang berjudul “Strategi Penguatan UMK dalam Pengentasan
Kemiskinan di Kabupaten Bogor” yang dilakukan oleh Tim Peneliti (Dr. Yeti Lis
Purnamadewi, M.Sc.Agr dan Tim) Departemen Ilmu Ekonomi, FEM, IPB
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang
tua dan keluarga penulis, yaitu Kakek Baskoro, Ibu Ani Sri Murtini, Ayah Abdul
Hadi, Adik Irsyad Maulana Khaironi, serta Nenek Sutik. Selain itu, penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada :
1
Ibu Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, saran, waktu dan
motivasi dengan sabar sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
2
Bapak Dr. Alla Asmara, SPtMSi selaku dosen penguji utama dan Ibu Dr.

Eka Puspitawati selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik
dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3
Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan untuk penulis.
4
Saudara satu bimbingan, Cynthia Prameswari, Shintia Aryani, Muhammad
Fakhri, Ria Brilian, Intania, Vina Oktrina yang telah banyak memberikan
bantuan, kritik, saran, dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini
5
Para sahabat penulis Irgandhini Agra Kanaya, Riana Nur Qinthara,
Maryam Nabila, Wijdanul Latifah, Nindya Ulfilianjani, Desty Chaerunnisa,
Iin Zahratain, Bella Ananda, Addin Rayinda, Raissa Bunga Surya, Ridhati
Utria, Mirma Prameswari, Andrielina Firdausih, Arisal Bagus, Bagus
Prakoso, Kenys Mya Fridiana, Izmy Mawardi, Pangrio Nurjaya, serta
segenap sahabat yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Akhirya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Walaupun demikian, semoga hasil-hasil yang dituangkan dalam skripsi ini
bermanfaat bagi penulis dan mereka yang memerlukannya.


Bogor, November 2014

Ema Ulfatul Hazanah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

vi
vi
vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Usaha Mikro dan Kecil
Karakteristik Usaha Mikro dan Kecil
Permasalahan Usaha Mikro dan Kecil
Definisi Kesejahteraan Rumah Tangga
Teori Labor/Leisure Choice
Tingkat Utility dan Perubahan Pendapatan
Perubahan Tingkat Pendapatan dan Jam Kerja
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumahtagga
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pikir
Hipotesis Penelitian
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengujian Model

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kesejahteraan Rumah Tangga di Kabupaten Bogor
Kesejahteraan Rumah Tangga UMK Sampel di Kabupaten Bogor
Analisis Faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
4
6
6
6
7
7
8
10

11
14
15
15
16
17
20
21
21
21
21
21
23
24
27
30
38
39
39
40

40
43
61

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

16
17
18
19

Perkembangan Jumlah, Tenaga Kerja dan Kontribusi UMK Terhadap
PDB Indonesia Tahun 2010-2012
Perkembangan Jumlah Unit dan Tenaga Kerja UMK Menurut Lokasi
Provinsi di Indonesia Tahun 2013
Jumlah Unit dan Tenaga Kerja di Jawa Barat Tahun 2013
Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja UMK di Kabupaten Bogor Pada
Tahun 2010-2012
Perkembangan Jumlah UMK di Kabupaten Bogor Tahun 2010-2013
Karakteristik Usaha Mikro dan Kecil
Jenis Data Sekunder Penelitian
Jumlah Sampel UMK di Kabupaten Bogor
Tahapan Keluarga Sejahtera di Kabupaten Bogor Tahun 2012
Kesejahteraan Rumah Tangga di Kabupaten Bogor Tahun 2009-2012
Persentase Jenis Kelamin Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor
Pengalaman Kerja Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor
Lama Pendidikan Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor
Jumlah Anggota Keluarga Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor
Umur Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor
Nilai Omset/Tahun Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor
Lama Jam Kerja/Tahun Pengusaha UMK di Kabupaten Bogor
Penggolongan Kesejahteraan Rumah Tangga Pengusaha UMK
Berdasarkan Pendapatan Perkapita/Hari
Hasil Regresi Berganda

1
2
3
4
5
9
22
22
27
30
31
31
32
33
34
35
36
37
38

DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan Jumlah UMK di Kabupaten Bogor Tahun 2010-2013
2 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja UMK di Kabupaten Bogor Pada
Tahun 2010-2013
3 Kurva Indiferen
4 Kurva Pertambahan Pendapatan dan Utility
5 Kurva Perubahan Tingkat Pendapatan
6 Kerangka Pikir

3
5
14
15
16
20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2009

43

2 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2010
3 Tahapan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor Tahun 2011
4 Kuisioner Penelitian
5 Hasil Uji Normalitas
6 Hasil Uji Autokorelasi
7 Hasil Uji Heteroskedastisitas
8 Hasil Uji Multikolonearitas
9 Hasil Uji-F
10 Hasil Uji-t

45
47
49
58
59
59
59
60
60

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) memiliki peranan penting dalam
perekonomian Indonesia, salah satunya berperan dalam menciptakan lapangan
pekerjaan, menyediakan barang dan jasa dengan harga murah, mengatasi masalah
kemiskinan. UMK juga merupakan salah satu komponen utama dalam
pengembangan ekonomi lokal serta indikator untuk menciptakan kesejahteraan
sosial di Indonesia (Tambunan 2009).
Usaha Mikro dan Kecil telah menjadi fokus pemerintah dalam
mengembangkan sektor riil pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia
dengan dikeluarkannya Undang Undang No 6 tahun 2007 yang berisi tentang
kebijakan pembangunan sektor riil dan melaksanakan program percepatan
pembangunan infrastruktur serta pemberdayaan UMK. Hal ini didukung dengan
adanya fakta bahwa UMK merupakan sektor usaha yang mempunyai daya tahan
tangguh menghadapi goncangan ekonomi dan penyedia lapangan kerja.
Tabel 1 Perkembangan jumlah, tenaga kerja dan kontribusi UMK terhadap PDB
Indonesia Tahun 2010-2012

No

Indikator

2010
Jumlah
%
1
54 397 324
100
Unit Usaha (A+B)
A. Usaha Mikro
53 823 723 98.95
B. Usaha Kecil
573 601
1.05
2
96 641 917
100
Tenaga Kerja (A+B)
A. Usaha Mikro
93 014 753 96.25
B. Usaha Kecil
3 627 164
3.75
3
2 608 428
100
PDB (A+B)
A. Usaha Mikro
2 011 544 77.12
B. Usaha Kecil
596 884 22.88
Sumber : Kementrian Koperasi dan UKM 2013

Tahun
2011
Jumlah
%
55 162 164
100
54 559 969 98.91
602 195
1.09
98 877 789
100
94 957 797 96.04
3 919 992
3.96
3 319 659
100
2 579 388 77.70
740 271 22.30

2012
Jumlah
56 485 594
55 856 176
629 418
104 395 487
99 859 517
4 535 970
3 749 242
2 951 120
798 122

%
100
98.89
1.11
100
95.65
4.35
100
78.71
21.29

Jumlah usaha mikro mencapai 55 856 176 unit pada 2012 dan dapat
menyerap tenaga kerja pada sektor usaha mikro sebesar 99 859 517 atau 95.65
persen dari keseluruhan total angkatan kerja yang mampu diserap oleh UMK,
kontribusi usaha mikro terhadap total PDB di Indonesia adalah sebesar 2 951 120
atau 78.71 persen. Jumlah usaha kecil mencapai 629 418 unit pada tahun 2012 dan
dapat menyerap tenaga kerja pada sektor usaha kecil sebesar 4 535 970 atau 4.34
persen serta kontribusi usaha kecil terhadap total Produk Domestik Bruto di
Indonesia sebesar 798 122 atau 21.29 persen (Tabel 1). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa UMK sangat berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja
Indonesia (Kementrian Koperasi dan UKM 2013). Oleh karena itu, pemerintah

2
perlu meningkatkan pengembangan usaha mikro dan kecil agar dapat mengurangi
pengangguran dan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Tabel 2 Perkembangan jumlah unit dan tenaga kerja UMK Menurut Lokasi
Provinsi di Indonesia Tahun 2013
Provinsi
Jumlah
Tenaga
UMK
Kerja
Nanggroe Aceh Darussalam
78 568
156 844
Sumatera Utara
82 888
275 291
Sumatera Barat
65 994
170 355
Riau
17 049
41 510
Jambi
25 100
61 223
Sumatera Selatan
71 347
214 543
Bengkulu
11 706
30 598
Lampung
101 619
276 373
Kep. Bangka Belitung
11 415
32 007
Kep. Riau
16 221
39 784
DKI Jakarta
39 910
223 697
Jawa Barat
489 760
1 678 359
Jawa Tengah
810 263
2 484 215
DI Yogyakarta
80 760
236 017
Jawa Timur
629 106
1 795 305
Banten
79 160
184 988
Bali
105 482
311 739
Nusa Tenggara Barat
101 178
218 145
Nusa Tenggara Timur
104 606
197 516
Kalimantan Barat
37 677
84 959
Kalimantan Tengah
18 741
40 656
Kalimantan Selatan
68 390
132 418
Kalimantan Timur
24 383
71 238
Sulawesi Utara
39 685
85 357
Sulawesi Tengah
33 190
79 774
Sulawesi Selatan
102 486
242 984
Sulawesi Tenggara
65 044
165 152
Gorontalo
22 436
49 195
Sulawesi Barat
27 120
47 784
Maluku
35 872
61 487
Maluku Utara
8 433
14 400
Papua Barat
2 822
5 823
Papua
9 955
24 375
Sumber : BPS Indonesia 2013

Usaha mikro dan kecil terbanyak yang ada di Indonesia berada di wilayah
Jawa Tengah dengan jumlah UMK 810 263 unit dan penyerapan tenaga kerja
sebesar 2 484 215 orang, sedangkan untuk peringkat kedua diduduki oleh Jawa
Timur dengan jumlah UMK 629 106 unit dan penyerapan tenaga kerja adalah
sebanyak 1 795 305 orang. Peringkat ketiga berada di wilayah Jawa Barat dengan
jumlah UMK sebanyak 489 760 unit serta penyerapan tenaga kerja sebesar 1 678
359 orang . Sedangkan, jumlah UMK paling sedikit berada di Papua yaitu 24 374

3
unit dengan penerapan tenaga kerja sebanyak 9 955. Namun penyerapan tenaga
kerja ini tidak yang paling sedikit di Indonesia. Penyerapan tenaga kerja yang
paling sedikit berada di wilayah Papua Barat yaitu 2 822(Tabel 2).
Tabel 3 Jumlah unit dan tenaga kerja UMK di Jawa Barat Tahun 2013
Kabupaten
Unit Usaha
Tenaga Kerja
Sukabumi
1547
21 427
Bogor
1157
21 172
Bandung
1048
18 985
Garut
981
16 818
Majalengka
736
14 368
Sumedang
513
15 947
Subang
341
14 069
Kuningan
243
19 176
Indramayu
237
12 339
Tasikmalaya
148
17 189
Ciamis
140
18 991
Cianjur
124
1592
Cirebon
106
8897
Sumber : BPS 2013 (diolah)

Tabel 3 menjelaskan bahwa Kabupaten Bogor memiliki jumlah UMK
terbesar kedua di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah mencapai 1 157 unit atau
7.71 persen dari jumlah UMK di Provinsi Jawa Barat. Selain itu, UMK di
Kabupaten Bogor mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 21 172 orang atau 6.25
persen dari total tenaga kerja yang berada di Provinsi Jawa Barat dan jumlah
tenaga kerja ini merupakan jumlah tenaga kerja terbesar yang diserap UMK di
Provinsi Jawa Barat (BPS Provinsi Jawa Barat 2013).

v
Sumber : BPS Kabupaten Bogor 2013.

Gambar 1 Perkembangan jumlah UMK di Kabupaten Bogor 2010-2013

4
Jumlah UMK di Kabupaten Bogor pada tahun 2010 adalah 1 115 unit,
jumlah UMK mengalami peningkatan pada tahun 2011, yaitu sebanyak 1 138
unit. Jumlah UMK semakin bertambah pada tahun 2012 sebanyak 1239 unit. Pada
tahun 2013, jumlah UMK di Kabupaten Bogor mengalami sedikit penurunan yaitu
sebanyak 1 157 unit (BPS Kabupaten Bogor 2013).
Perkembangan jumlah UMK di Kabupaten Bogor mempengaruhi
penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010 tenaga kerja yang
bekerja dalam bidang UMK sebanyak 19 789 orang, kemudian pada tahun 2011
jumlahnya mengalami peningkatan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 20 721
orang. Pada tahun 2012 jumlah tenaga kerja dibidang UMK sebanyak 21 172
orang (BPS Kabupaten Bogor 2013).
Tabel 4 Perkembangan jumlah tenaga kerja UMK di Kabupaten Bogor Tahun
2010-2012
Tahun
Jumlah Tenaga Kerja
2010
19 789
2011
20 179
2012
21 850
2013
21 172
Sumber : BPS Kabupaten Bogor 2012

Perkembangan tenaga kerja UMK yang selalu meningkat akan berdampak
secara langsung terhadap penurunan tingkat pengangguran di Kabupaten Bogor,
jika pengangguran menurun maka tingkat kemiskinan akan menurun dan hal ini
dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga UMK yang berada di Kabupaten
Bogor. Oleh karena itu, penting melihat bagaimana profil rumah tangga UMK
yang berada di Kabupaten Bogor dan faktor-faktor apa saja yang dapat
memengaruhi kesejahteraan rumah tangga UMK yang berada di Kabupaten
Bogor.

Perumusan Masalah
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) merupakan suatu usaha yang memiliki
peran penting dan sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi,
yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaan untuk mengurangi pengangguran dan
sebagai sumber pendapatan bagi kelompok miskin. Selain itu, UMK berperan
dalam distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan serta pembangunan
ekonomi pedesaan. Pertumbuhan UMK dapat dimasukkan sebagai suatu elemen
penting dari kebijakan-kebijakan pemerintah agar dapat mengatasi masalah
perekonomian di suatu daerah.
Pada tahun 2013 Kabupaten Bogor merupakan kota yang memiliki
penduduk miskin tertinggi di Jawa Barat yaitu sebanyak 9.19 persen atau
sebanyak 44 604 ribu jiwa (BPS Kabupaten Bogor, 2013). Angka kemiskinan di
Kabupaten Bogor terus berkurang dari tahun ke tahun namun tingkat kemiskinan
ini masih tertinggi di Provinsi Jawa Barat.

5
Tabel 5 Perkembangan jumlah UMK di Kabupaten Bogor Tahun 2010-2013
Tahun
Jumlah UMK
2010
1 115
2011
1 138
2012
1 239
2013
1 157
Sumber : BPS Kabupaten Bogor 2013

UMK banyak berkembang di Kabupaten Bogor. Hal ini dapat dilihat dari
peningkatan jumlah UMK yang berada di Kabupaten Bogor. Jumlah UMK pada
tahun 2010 sebanyak 1 115 unit, pada tahun 2011 sebanyak 1 138 unit, kemudian
pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang cukup pesat dengan jumlah UMK
yaitu sebanyak 1 239, dan terakhir pada tahun 2013 jumlah UMK mengalami
penurunan yaitu sebanyak 1 157 unit (Tabel 4).
Perkembangan jumlah UMK di Kabupaten Bogor sangat berpengaruh
terhadap penyerapan tenaga kerja. Ini terbukti dengan terjadinya peningkatan
penyerapan tenaga kerja oleh UMK di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010 tenaga
kerja di bidang UMK mencapai 19 789 orang, tahun 2011 naik menjadi 20 179
orang (mengalami peningkatan sekitar 4.70 persen dari tahun lalu). Pada tahun
2012 kembali mengalami peningkatan dengan jumlah tenaga kerja yang diserap
sebanyak 21 850 orang, dan pada tahun 2013 jumlah tenaga kerja yang diserap
oleh UMK sebanyak 21 172 orang (gambar 2).

Sumber : BPS Kabupaten Bogor 2013

Gambar 2 Perkembangan jumlah tenaga kerja UMK di Kabupaten Bogor 20102013
Perkembangan UMK yang pesat dan penyerapan tenaga kerja yang berada
di Kabupaten Bogor oleh UMK dapat mengurangi jumlah pengangguran yang
ada, harusnya dengan keadaan yang seperti ini dapat mengatasi masalah
kemiskinan, namun Kabupaten Bogor masih memiliki angka kemiskinan tertinggi
di Provinsi Jawa Barat.
Peranan UMK sebagai sektor informal sangat besar, sehingga angka
pengangguran tidak lagi sebagai indikator untuk melihat dinamika pasar tenaga

6
kerja. Diperlukan sebuah pemahaman baru terhadap situasi ketenagakerjaan,
bahwa masalahnya bukanlah orang bekerja atau tidak bekerja, melainkan
kesejahteraan rumah tangga pengusaha UMK tersebut yang nantinya akan
berpengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan yang berada di Kabupaten
Bogor.
Dari uraian tersebut, pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat kesejahteraan rumah tangga berdasarkan tahapan
kesejahteraan di Kabupaten Bogor ?
2. Bagaimana struktur perekonomian rumah tangga UMK di Kabupaten
Bogor ?
3. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga
UMK di Kabupaten Bogor ?

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang
Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK di Kabupaten Bogor adalah :
1. Mengidentifikasi tingkat kesejahteraan rumah tangga berdasarkan tahapan
kesejahteraan di Kabupaten Bogor
2. Mengkaji tingkat kesejahteraan rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan rumah tangga
UMK di Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, serta tujuan penelitian
maka diharapakan penelitian ini memiliki manfaat antara lain :
1. Bagi pemerintah pusat dan daerah dapat menjadi rujukan dan masukan
serta bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan
dengan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan dapat memahami kondisi
UMK serta mengetahui tingkat kesejahteraan rumah tangga pengusaha
UMK yang terdapat di Kabupaten Bogor.
2. Bagi kalangan akademis seperti mahasiswa, dosen dan peneliti merupakan
bahan referensi maupun informasi bagi penelitian lanjut secara lebih
mendalam mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan rumah
tangga UMK di Kabupaten Bogor.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor. Kajian di fokuskan pada
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga UMK di
Kabupaten Bogor . Adapun yang menjadi batasan kajian ini adalah sebagai
berikut :
1. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor.

7
2,

Penelitian ini membagi Usaha Mikro dan Kecil menjadi dua kategori,
yaitu kategori pengolahan dan kategori perdagangan yang ada di
Kabupaten Bogor.
3. Pembahasan ini meliputi faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan
rumah tangga UMK di Kabupaten Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Usaha Mikro dan Kecil (UMK)
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008
dijelaskan tentang pengertian Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Usaha mikro adalah
usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak sebesar Rp 50
juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat berusaha, serta memiliki hasil
penjualan paling banyak Rp 300 Juta setiap tahunnya. Sedangkan yang dimaksud
dengan usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dan
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan anak perusahaan
atau anak cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang
memiliki total kekayaan lebih dari Rp 50 juta sampai Rp 500 juta tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha serta memiliki hasil penjualan lebih dari Rp 300
juta sampai dengan Rp 2.5 milyar setiap tahunnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) 2013 juga menjelaskan karakteristik Usaha
Mikro dalam suatu laporan, yaitu :
1 Bedasarkan latar belakang atau motivasi pengusaha Mikro, sebagian
besar pengusaha Mikro memiliki alasan utama melakukan kegiatan
tersebut adalah ingin memperoleh perbaikan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, disebabkan oleh
faktor keturunan, karena merasa telah dibekali keahlian dan tidak ada
kesempatan untuk mampu berkarir dibidang lain.
2 Berdasarkan kepemilikan status badan hukum, usaha Mikro lebih
banyak memiliki status tidak berbadan hukum, cenderung lebih sulit
untuk mengakses ke lembaga keuangan perkreditan formal dalam
memperoleh modal usaha.
3 Berdasarkan jenis kelamin pengusaha, Usaha Mikro lebih banyak
dilakukan oleh kaum wanita. Struktur ini menunjukkan ada korelasi
positif antara tingkat partisipasi wanita sebagai pengusaha dan skala
usaha yang berarti semakin besar skala usaha maka semakin sedikit
wanita pengusaha.
4 Berdasarkan struktur umur pengusaha, jumlah pengusaha Mikro
tersebar disetiap kelompok umur karena kemudahan untuk mendirikan
usaha.
5 Berdasarkan tingkatan rata-rata pendidikan formal pengusaha,
pengusaha Mikro lebih banyak berpendidikan sekolah dasar.

8
Menurut World Bank, kriteria usaha mikro dapat dilihat dari tenaga
kerjanya dimana berjumlah kurang dari 10 orang dan tidak lebih. Dari sisi
pendapatannya kurang dari Rp 1.2 milyar dan memiliki aset bersih paling banyak
adalah sebesar Rp 1.2 milyar.
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah, dijelaskan definisi Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari
Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha kecil.
Sedangkan menurut Undang-undang No 9 Tahun 1995, definisi usaha kecil adalah
kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan
bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan aset yang dimiliki oleh
pengusaha.
Usaha kecil merupakan bagian integral dari dunia usaha nasional yang
mempunyai kedudukan, potensi, dan peranan yang sangat penting dan strategis
dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan
pembangunan ekonomi pada khususnya. Usaha kecil merupakan kegiatan usaha
yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi
yang luas pada masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan
dalam mewujudkan stabilitas ekonomi.
Pada dasarnya tujuan utama menjalankan usaha kecil sama dengan tujuan
perusahaan besar untuk memperoleh laba dan dan menjaga kelangsungan
pertumbuhan usaha dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Tujuan utama usaha
kecil dicapai dengan cara melakukan kegiatan penyediaan barang atau jasa yang
dibutuhkan masyarakat.
Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang-undang No 9 Tahun 1995
adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan
bersih paling banyak Rp 200 000 000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1 000 000 000 per tahun
serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp 50 000 000 sampai
dengan Rp 500 000 000. Menurut Undang-undang No 20 Tahun 2008 yang
dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai.

Karakteristik Usaha Mikro dan Kecil (UMK)
UMK merupakan suatu kegiatan yang mampu memperluas lapangan kerja
dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dapat
berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat,
mendorong pertumbuhan ekonomi, juga berperan dalam mewujudkan stabilitas
nasional (Tambunan 2009).

9
Tabel 6 Karakteristik Usaha Mikro dan Kecil
Aspek
Formalitas

Usaha Kecil
Beberapa beroperasi
di sektor formal, dan
hanya sedikit yang
membayar pajak
Organisasi dan
Dijalankan
oleh
manajemen
pemilik,
tidak
menerapkan
pembagian
tenaga
kerja internal (ILD) ,
manajemen
dan
struktur
organisasi
formal (MOF), sistem
pembukuan formal.
Sifat dari
Kebanyakan
Beberapa
memakai
kesempatan kerja menggunakan
anggota- tenaga kerja (TK)
anggota keluarga dan yang di gaji
tidak dibayar
Pola/sifat dari
Derajat mekanisasi sangat Beberapa
memakai
proses produksi
rendah/umumnya manual mesin-mesin terbaru
dengan teknologi yang
bagus
Orientasi pasar
Umumnya menjual ke Banyak yang menjual
pasar
lokal
untuk ke pasar domestik dan
kelompok berpendapatan ekspor, serta melayani
rendah
kelas menengah ke
atas
Profil ekonomi
Pendidikan rendah dan Banyak yang memiliki
dari pemilik
berasal dari rumah tangga pendidikan baik dan
usaha
miskin
berasal dari rumah
tangga non miskin
Sumber dari
Kebanyakan
Beberapa
memakai
bahan baku dan
menggunakan bahan baku bahan baju impor dan
modal
lokal dan uang sendiri
memiliki akses kredit
formal
HubunganKebanyakan
tidak Kebanyakan memiliki
hubungan
memiliki akses terhadap akses
terhadap
eksternal
program-program
program-program
pemerintah dan tidak pemeritah
dan
mempunyai
hubungan mempunyai hubungan
bisnis dengan usaha besar bisnis dengan usaha
besar (termasuk PMA)
Wanita pengusaha Rasio dari wanita terhadap Rasio dari wanita
pria sebagai pengusaha terhadap pria sebagai
sangat tinggi
pengusaha
cukup
tinggi
Sumber : Tambunan 2009

Usaha Mikro
Beroperasi
di
sektor
informal, usaha tidak
terdaftar dan tergolong
jarang membayar pajak
Dijalankan oleh pemilik,
tidak
menerapkan
pembagian tenaga kerja
internal (ILD), manajemen
dan struktur organisasi
formal (MOF), sistem
pembukuan formal.

10
Permasalahan Bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK)
Pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Mikro dan
Kecil, antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal (Tambunan 2009).
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam UMK, sedangkan faktor
eksternal adalah faktor yang berasal dari luar UMK.
Faktor Internal
1. Kurangnya Permodalan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan dikarenakan UMK
merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang memiliki sifat tertutup yang
hanya mengandalkan modal usaha dari pemilik yang jumlahnya sangat terbatas,
sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit
diperoleh karena persyaratan secara administratif yang diminta oleh bank tidak
dapat dipenuhi.
2. Sumberdaya Manusia (SDM) Yang Terbatas
Sebagian besar usaha mikro dan kecil tumbuh secara tradisional dan
merupakan usaha keluarga yang turun-temurun. Keterbatasan SDM yang dimiliki
oleh usaha mikro kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan
keterampilan sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelola usaha, sehingga
usaha tersebut jarang dapat berkembang secara optimal. Selain itu, dengan
keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh UMK
menyebabkan UMK sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk
meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan.
3. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
UMK yang pada umumnya merupakan usaha keluarga, mempunyai
jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang sangat
rendah. Hal ini disebabkan karena penduduk yang dihasilkan memiliki jumlah
terbatas dan memiliki kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha
yang memiliki jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang
dapat menjangkau dunia internasional dan promosi yang baik.
Faktor Eksternal
1. Iklim Usaha Yang Belum Sepenuhnya Kondusif
Kebijakan pemerintah untuk menumbuh kembangkan usaha mikro dan
kecil, meskipun dari tahun ke tahun terus-menerus disempurnakan, namun belum
sepenuhnya kondusif. Hal ini dapat dilihat dengan terjadinya persaingan yang
kurang sehat antara pengusaha-pengusaha besar dan pengusaha kecil.
2. Keterbatasan Sarana dan Prasarana
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
UMK tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usaha seperti apa
yang diharapkan.
3. Implikasi Otonomi Daerah

11
Dengan berlakunya Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi
Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus
masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami implikasi terhadap
pelaku bisnis mikro dan kecil berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan
pada Usaha Mikro dan Kecil. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka
menurunkan daya saing UMK. Disamping itu, semangat kedaerahan yang
berlebihan dapat berakibat pada kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar
daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
4. Implikasi Perdagangan Bebas
AFTA yang mulai berlaku pada tahun 2003 dan APEC pada tahun 2020
yang berimplikasi luas terhadap Usaha Mikro dan Kecil untuk bersaing dalam
perdagangan bebas. Dalam hal ini, UMK dituntut untuk melakukan proses
produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang
sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas.
5. Sifat Produk dengan Lifetime Pendek
Sebagian besar produk Industri kecil memiliki karakteristik sebagai
produk-produk kerajinan dengan lifetime pendek.
6. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak
dapat dipasarkan secara kompetitif baik dipasar nasional dan internasional.

Definisi Kesejahteraan Rumah Tangga
Rumah tangga merupakan bagian dari sistem dan berinteraksi dengan
beragam lingkungan, artinya keluarga akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungan. Peristiwa-peristiwa yang terjadi akan berpengaruh pada kualitas
kehidupan Rumah Tangga, atau dikenal dengan istilah kesejahteraan rumah
tangga. Kesejahteraan rumah tangga adalah terciptanya suatu keadaan yang
harmonis dan terpenuhinya kebutuhan jasmani serta sosial bagi anggota keluarga,
tanpa mengalami hambatan-hambatan yang serius di dalam lingkungan keluarga,
dan dalam menghadapi masalah-masalah rumah tangga akan mudah untuk diatasi
secara bersama oleh anggota keluarga, sehingga standar kehidupan rumah tangga
dapat terwujud. Kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh
seseorang dari mengkonsumsi pendapatan, namun tingkatan dari kesejahteraan itu
sendiri merupakan suatu yang bersifat relatif dan dibentuk masyarakat melalui
interaksi sosial.
Setiap orang memiliki penilaian terhadap tingkat kesejahteraan dimana
antara satu dan yang lainnya tidak sama. Sejahtera bagi seseorang belum tentu
sama dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki pengalaman
dan tingkat kepuasan yang sangat berbeda dan bergantung pada kepribadian
masing-masing individu terhadap tingkat kepuasan dan persepsi yang dimilikinya
karena pengalaman yang pernah terjadi sebelumnya.
Kesejahteraan dalam rumah tangga dapat dibedakan menjadi kesejahteraan
ekonomi yang dapat diukur dari terpenuhinya kebutuhan dari pemasukan
keluarga, dan kesejahteraan material yang diukur dari berbagai bentuk barang dan
jasa yang digunakan keluarga. Umumnya pengukuran kesejahteraan material

12
dapat dilihat dari tingkat pendapatan. Tingkat kesejahteraan dapat diukur melalui
dua cara, yaitu kesejahteraan subjektif dan kesejahteraan objektif (Sunarti 2008).
Kesejahteraan subjektif merupakan pengukuran tingkat kepuasan dan
kebahagiaan seseorang secara subjektif terhadap keadaannya dalam waktu
tertentu. Tingkat kesejahteraan subjektif secara langsung menggambarkan
perasaan seseorang dalam konteks standar yang telah ditetapkannya. Semakin
tinggi tingkat kepuasan dibandingkan standar hidup yang berlaku, maka semakin
tinggi kepuasan terhadap kualitas hidupnya. Kesejahteraan objektif diperoleh
melalui hasil pengamatan atau observasi dari suatu objek. Kesejahteraan objektif
dapat diukur menggunakan dua indikator yaitu indikator utama dan indikator
tambahan. Indikator utama merupakan tingkat pendapatan per kapita per bulan
dengan mengacu standar garis kemiskinan daerah, sedangkan tambahan meliputi
indikator pemenuhan kebutuhan pangan, pakaian, perumahan, pendidikan anak
dan perawatan kesehatan. Salah satu indikator yang sering digunakan untuk
mengukur kesejahteraan objektif yaitu menggunakan batas garis kemiskinan BPS
yang didasarkan pada data konsumsi dan pengeluaran pangan dan non pangan.
Badan Pusat Statistik (BPS) membagi tahapan kesejahteraan rumah tangga
menjadi 5 kategori, yaitu tahapan keluarga pra sejahtera, tahapan keluarga
sejahtera I, tahapan keluarga sejahtera II, tahapan sejahtera III, dan tahapan
keluarga sejahtera III+. Keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I dinilai
sebagai keluarga yang tertinggal. Sementara keluarga sejahtera II, III, dan III+
merupakan keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan anggota keluarganya
dengan baik dan hidup berkecukupan atau lebih.
Badan Pusat Statistik menetapkan beberapa tahapan keluarga sejahtera,
antara lain : keluarga prasejahtera, keluarga sejahtera I, keluarga sejahtera II,
keluarga sejahtera III, dan keluarga sejahtera III+.
Keluarga Pra Sejahtera
Keluarga prasejahtera merupakan keluarga yang belum dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya, belum mampu melaksanakan ibadah berdasarkan agamanya
masing-masing, memenuhi kebutuhan makan minimal dua kali sehari, pakaian
yang berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian, memiliki rumah
yang bagian lantainya bukan dari tanah, dan belum mampu untuk berobat di
sarana kesehatan modern. Keluarga pra sejahtera bisa disebut juga sebagai
keluarga tertinggal.
Keluarga Sejahtera I
Keluarga sejahtera I merupakan keluarga yang dapat memenuhi
kebutuhannya secara minimal, yaitu :
1. Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota
keluarga
2. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih
3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda antara di rumah,
di sekolah atau bekerja, dan bepergian
4. Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan berasal dari tanah
5. Apabila anak sakit atau pasangan usia subur ingin melakukan KB akan
dibawa ke rumah sakit

13
Keluarga Sejahtera II
Keluarga sejahtera II merupakan keluarga yang sudah dapat memenuhi
kriteria keluarga sejahtera I dan memenuhi syarat sosial psikologis, antara lain :
1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur
2. Paling tidak, sekali dalam seminggu keluarga menyediakan daging, atau
telur, dan ikan sebagai lauk pauk
3. Seluruh anggota keluarga memiliki 1 pakaian baru dalam setahun
4. Memiliki luas lantai rumah 8m2 tiap penghuni rumah
5. Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat
6. Paling tidak 1 orang anggota keluarga berumur 15 tahun ke atas memiliki
penghasilan tetap
7. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan
latin
8. Seluruh anak yang memiliki usia 5-15 tahun bersekolah pada saat itu
9. Bila memiliki 2 anak atau lebih, keluarga yang masih dalam usia pasangan
subur dan produktif memakai kontrasepsi kecuali pasangan tersebut dalam
keadaan hamil.
Keluarga Sejahtera III
Keluarga sejahtera III merupakan keluarga yang sudah memenuhi syarat
keluarga sejahtera I dan II, selain itu dapat memenuhi syarat pengembangan
keluarga, antara lain :
1. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama
2. Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan
keluarga
3. Biasanya memiliki jadwal makan bersama paling tidak sehari sekali dan
kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar keluarga
4. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya
5. Rutin mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling tidak 1 kali
dalam 6 bulan
6. Dapat memperoleh berita dari surat kabar, atau televise, atau majalah
7. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai
dengan kondisi daerah setempat
Keluarga Sejahtera III+
Keluarga sejahtera III+ merupakan keluarga yang dapat memenuhi kriteria
keluarga sejahtera I,II, dan III, serta dapat memenuhi kriteria pengembangan
keluarga, yaitu :
1. Secara teratur atau dalam jangka waktu tertentu dengan sukarela
memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk
materi
2. Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus
perkumpulan, atau yayasan, atau institusi masyarakat

14
Teori Labor/Leisure Choice
Setiap individu memiliki pilihan untuk menggunakan waktunya selama
168 jam per minggu dengan variasi pilihan yang berbeda, apakah untuk bekerja
atau untuk beristirahat, karena pada dasarnya setiap individu membutuhkan waktu
biologis yang tetap untuk tidur, makan dan lain sebagainya. Dengan asumsi
bahwa untuk kebutuhan yang tetap tesebut adalah 68 jam per minggu (atau paling
sedikit 10 jam per hari), maka waktu yang tersisa sebanyak 100 jam per minggu
dapat dilakukan pilihan yang berbeda. Pada intinya seseorang tersebut
membutuhkan waktu untuk kegiatan pokok, seperti bekerja, makan, istirahat dan
kebutuhan hidup lainnya. Ada dua hal yang mungkin dilakukan yaitu bekerja dan
leisure (beristirahat). (Kaufman & Hotchkiss 1999: 45).
Preferensi individu terhadap pilihan bekerja atau leisure untuk
menghasilkan pendapatan ditunjukkan oleh kurva indiferen yang menggambarkan
hubungan anatara income dan leisure untuk menghasilkan tingkat kepuasaan yang
tidak sama. Kurva indiferen memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dan
yang lainnya. Pertama, kurva indiferen yang mempunyai slope negatif. Kedua,
kurva indiferen yang berbentuk cembung. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan
Diminishing Marginal Rate of Substitution (MRS) atau income dan leisure.
Ketiga, kuva indeferen menunjukkan tingkat kepuasan yang berbeda-beda,
semakin ke kanan maka tingkat kepuasaan semakin tinggi. Semakin tinggi tingkat
kepuasan maka akan semakin banyak pendapatan dan leisure yang diperoleh.
Keempat, kurva indiferen tidak pernah berpotongan. Jika terjadi perpotongan
berarti terjadi ketidakkonsistenan prefendi individu.

Gambar 3 Kurva Indiferen

15
Tingkat Utility dan Perubahan Pendapatan
Kurva indiferen digunakan untuk menggambarkan tingkat kepuasan yang
diperoleh oleh pekerja dalam mengambil keputusan antara pilihan untuk bekerja
atau leisure. Tingkat kepuasan individu yang satu dan yang lainnya berbeda-beda.
Menurut Payaman, pertambahan pendapatan meningkatkan tingkat kepuasan baik
melalui pertambahan konsumsi maupun melalui penambahan waktu senggang.
Menambah waktu senggang berarti mengurangi jam kerja.

Gambar 4 Kurva Pertambahan Pendapatan dan Utility
Pertambahan pendapatan dapat dilukiskan dengan garis sejajar yang lebih
tinggi seperti B2C2 dan B3C3 yang sejajar dengan B1C1 (ganbar 4). Pertambahan
pendapatan seperti dilukiskan oleh D2E2 mengakibatkan :
1. Peningkatan Utility dari U1 menjadi U2
2. Penambahan waktu senggang sebesar D1D2 (OD1 menjadi OD2)
3. Pengurangan waktu yang disediakan untuk bekerja sebesar D2D1
(dari HD1 menjadi HD2)
Perubahan Tingkat Pendapatan dan Jam Kerja
Peningkatan status ekonomi seseorang akan mengakibatkan seseorang
akan cenderung meningkatkan konsumsi dan menikmati waktu senggang lebih
banyak, yang berarti mengurangi jam kerja (income effect). Disisi lain kenaikan
tingkat pendapatan berarti mengakibatkan harga waktu menjadi lebih mahal. Nilai
waktu yang lebih tinggi mendorong keluarga mensubstitusikan waktu
senggangnya untuk lebih banyak bekerja menambah konsumsi barang.
Penambahan waktu tersebut dinamakan substitution effect dari kenaikan tingkat
pendapatan (Payaman 1985)
Misalkan tingkat upah naik sedemikian sehingga budget line berubah dari
BC1 menjadi BC2. Dalam gambar 5 di tunjukkan bahwa perubahan tingkat upah
menghasilkan pertambahan pendapatan seperti dilukiskan dengan garis B’C’ yang
sejajar dengan BC1. Pertambahan pendapatan tersebut mendorong keluarga untuk
mengurangi jumlah jam kerja dari HD1 menjadi HD2 (income effect).

16
Selanjutnya perubahan harga waktu menimbulkan substitution effect yaitu
menggantikan waktu senggang untuk pertambahan barang-barang konsumsi
(melalui waktu kerja yang lebih banyak). Substitution effect tersebut diperlihatkan
dengan pertambahan jam kerja dari HD2 menjadi HD3 atau dari titik E2 menjadi
E3. Total effect dari perubahan tingkat upah tersebut adalah selisih dari income
effect dan substitution effect. Pertambahan tingkat upah akan mengakibatkan
pertambahan jam kerja bila substitution effect lebih dari income effect (Payaman
1995).

Gambar 5 Kurva Perubahan Tingkat Pendapatan

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga
Berikut ini akan dijelaskan bagaimana hubungan antara variabel
kesejahteraan rumhatangga sebagai variabel dependen dengan variabel
independen (lama pendidikan, jumlah naggota keluarga, usia, jam kerja dan omset
usaha) yang diakomodasi dari teori yang relevan dan serta beberapa penelitian
sebelumnya.
Hubungan antara Pendapatan dengan Lama Pendidikan
Menurut hasil dan penelitian Sihol Situngkir (2007) lama pendidikan
mempunyai hubungan terhadap responbilitas seseorang akan penawaran tenaga
kerjanya. Semakin meningkat pendidikan seseorang maka akan semakin besar
pula jabatan yang akan ditawarkan oleh perusahaan atau instansi-instansi yang
ada. semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pengetahuan akan
semakin luas dan berakibat pada peningkatan pendapatan yang dihasilkan setiap
bulannya.

17
Hubungan antara Pendapatan dengan Jumlah Anggota Keluarga
Tanggungan keluarga merupakan salah satu alasan bagi kepala rumah
tangga untuk meningkatkan pendapatan yang ada. Besarnya jumlah tanggungan
keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi kemauan untuk melakukan
pekerjaan dan meningkatkan pendapatan keluarga. Karena semakin banyak
tanggungan dalam keluarga, maka waktu yang disediakan untuk bekerja akan
semakin efektif. Dengan semakin efektifnya waktu, maka akan berakibat pada
pendapatan rumah tangga yang akan bertambah (Sihol Sutangkir 2007).
Hubungan antara Pendapatan dengan Usia
Usia memiliki hubungan terhadap responsibilitas seseorang akan
penawaran tenaga kerjanya. Semakin meningkat usia seseorang maka akan
semakin meningkat pula penawaran kerjanya. Selama masih dalam usia produktif,
karena semakin tinggi usia seseorang maka semakin besar tanggung jawab yang
harus ditanggung. Meskipun pada titik tertentu penawaran akan menurung seiring
dengan bertambahnya usia (Payaman 1985).
Pendapat yang sama disampaikan oleh Gusti Bagus Wirya Gupta, umur
bagi seseorang berperan penting dalam menghadapi kehidupan rumah tangga,
karena umur berkaitan dengan kegiatan-kegiatan dalam siklus hidupnya. Salah
satu bagian dari siklus hidup tersebut dapat mempengaruhi kesempatan kerjanya.
Semakin tua usia maka akan semakin banyak pengalaman kita sebagai pengusaha
sehingga mengetahui dengan baik cara untuk mengelola suatu usaha.
Hubungan antara Pendapatan dengan Jam Kerja
Menurut hasil penelitian Sihol Situngkir (2007) jam keja merupakan
alasan utama seseorang sebagai bentuk usaha meningkatkan pendapatan. Semakin
tinggi jam kerja diharapkan akan semakin meningkat pula pendapatan. Lama jam
kerja berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Oleh karena itu, jika jam kerja
seseorang meningkat maka pendapatan juga akan meningkat.
Hubungan antara Pendapatan dan Omset Usaha
Menurut hasil penelitian Novita Elina dan Rita Ratina (2010) omset usaha
juga merupakan alasan utama seseorang sebagai bentuk usaha meningkatkan
pendapatan. Semakin tinggi pendapatan maka akan semakin tinggi pula omset
usaha yang akan didapatkan oleh pengusaha usaha mikro dan kecil yang berada di
Kabupaten Bogor.

Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dilakukan oleh Sihol Situngkir (2007), dengan
penelitian berjudul Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pendapatan Rumah Tangga
Pedagang Sayur di Kotamadya Jambi. Penelitian ini menggunakan data primer
yang diperoleh dari 25 responden pedagang sayur sebagai sampel dengan teknik

18
simple random sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis regresi linier berganda. Pendapatan adalah variable dependen, dan lama
pendidikan, umur, jumlah tanggungan, jarak tempuh, serta dummy usaha
merupakan variabel independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama
pendidikan, umur, jumlah tanggungan serta dummy usaha berpengaruh signifikan
terhadap pendapatan rumah tangga, sedangkan jarak tempuh tidak berpengaruh
signifikan terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga pedagang sayur di
Kotamadya Jambi.
Penelitian oleh Novita Elina dan Rita Ratina (2007) mengenai FaktorFaktor Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga Pengusaha Olahan
Kayu di Kelurahan Bentuas Kecamatan Palaran Kota Samarinda. Penelitian ini
menggunakan data primer yang diperoleh dari 21 responden pengusaha olahan
kayu sebagai sampel dengan teknik simple random sampling. Metode yang
digunakan dalam penelitian adalah analisis regresi linier berganda. Variabel
dependen adalah pendapatan, sedangkan variabel independennya adalah umur,
jumlah tanggungan, jarak dari tempat tinggal ke tempat kerja, tingkat pendidikan
dan pengeluaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur, jumlah tanggungan,
jarak dari tempat tinggal ke tempat kerja, tingkat pendidikan,serta pengeluaran
berpengaruh nyata terhadap pendapatan rumah tangga pengusaha olahan kayu
yang berada di Kelurahan Bentuas Kecamatan Palaran Kota Samarinda.
Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Gusti Ngurah Marheini (2008)
mengenai Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Tingkat Pendapatan Rumah
Tangga Nelayan di Daerah Sanur Kecamatan Denpasar Selatan. Penelitian ini
menggunakan data primer yang diperoleh dari 200 responden nelayan sebagai
sampel dengan teknik simple random sampling. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Variabel dependen adalah
pendapatan, sedangkan variabel independen adalah umur, umur anak terakhir,
lama jam kerja, jumlah tanggungan, dan tingkat pendidikan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa lama jam kerja, jumlah tanggungan dan tingkat pendidikan
berpengaruh positif signifikan, sedangkan umur dan umur anak terakhir
berpengaruh negatif signifikan terhadap pendapatan rumah tangga nelayan di
Daerah Sanur Kecamatan Denpasar Selatan.
Penelitian oleh Istatuk Budi Yustanto (2008) mengenai Faktor-Faktor
Yang Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga Pedagang Kaki Lima di
Kabupaten Jember. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari
60 responden pedagang kaki lima sebagai sampel dengan teknik simple random
sampling. Metode yang digunakan adalah metode regresi linier berganda dan uji –
t beda rata-rata. Variabel dependen adalah pendapatan, dan variabel
independennya adalah lama pendidikan, jumlah tanggungan, jarak tempuh dari
tempat tinggal ke tempat kerja, lama jam kerja, dan umur. Hasil menunjukkan
bahwa semua variabel independen, yaitu : lama pendidikan, jumlah tanggungan,
jarak tempuh tempat tinggal ke tempat kerja, lama jam kerja, dan umur memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan pedagang kaki lima
sehingga berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan pedagang kaki lima yang
berada di Kabupaten Jember.
Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Gusti Bagus Wirya Gupta (2008)
dengan penelitian berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi
Pendapatan Rumah Tangga Pengusaha Industri Pengolahan di Desa Pandak Gede

19
Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Penelitian ini menggunakan data primer
yang diperoleh dari 169 responden yang berada di Kabupaten Tabanan. Metode
yang digunakan adalah analisis regresi logistik. Pendapatan sebagai variabel
dependen, sedangkan lama pendidikan, jumlah tanggungan, lama jam kerja,
konsumsi, dan umur sebagai variabel independen. Hasil menunjukkan bahwa
semua variabel independen, yaitu : lama pendidikan, jumlah tanggungan, lama
jam kerja, konsumsi, dan umur memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan
rumah tangga pengusaha industry pengolahan di Desa Pandak Gede Kecamatan
Kediri Kabupaten Tabanan.
Penelitian oleh Sugeng Haryanto (2011) mengenai Faktor-Faktor Yang
Memengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga Pedagang Kaki Lima di Pucanganak
Kecamatan Tugu Trenggalek. Penelitian ini menggunakan data primer yang
diperoleh dari 60 pedagang kaki lima yang berada di Pucanganak Kecamatan
Tugu Trenggalek. Metode yang digunakan adalah analisis regresi logistik.
Pendapatan sebagai variabel dependen, sedangkan lama pendidikan, jumlah
tanggungan, konsumsi, umur, lama jam kerja, dan jarak tempuh dari tempat
tinggal ke tempat bekerja. Hasil menunjukkan bahwa semua variabel independen,
yaitu : lama pendidikan, jumlah tanggungan,