Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Alokasi Infak Rumah Tangga: Studi Kasus Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
ALOKASI INFAK RUMAH TANGGA: STUDI KASUS
DESA PASIR EURIH KECAMATAN TAMANSARI
KABUPATEN BOGOR

MYRELLA VELIKA AMANTA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAGEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Alokasi Infak Rumah Tangga: Studi Kasus Desa Pasir Eurih
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2011
Myrella Velika Amanta
NIM H54100014

ABSTRAK
MYRELLA VELIKA AMANTA. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Alokasi Infak Rumah Tangga: Studi Kasus Desa Pasir Eurih Kecamatan
Tamansari Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI dan
LAILY DWI ARSYIANTI.
Kemiskinan yang melanda umat Islam adalah suatu ironi mengingat agama
Islam merupakan satu-satunya agama samawi yang dengan tegas mewajibkan
umatnya untuk mengeluarkan zakat. Zakat Infak Sedekah (ZIS) di Indonesia
memiliki potensi yang besar mengingat bahwa mayoritas penduduk Indonesia
adalah muslim. Infak dapat dijadikan alternatif yang tepat sebagai sarana untuk
memeratakan pendapatan sehingga dapat mengentaskan kemiskinan. Penelitian ini
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi alokasi infak rumah tangga dengan
menggunakan metode regresi linier berganda serta perilaku pengalokasian infak

pada rumah tangga dengan menggunakan analisis deskriptif. Hasil analisis
menunjukkan faktor-faktor yang memengaruhi alokasi infak rumah tangga adalah
kepekaan sosial (altruisme), pendapatan serta lamanya mendapatkan pendidikan
formal. Ketiga faktor tersebut memiliki pengaruh positif terhadap besarnya
alokasi infak rumah tangga. Sedangkan untuk perilaku pengalokasian infak pada
rumah tangga dapat disimpulkan sudah cukup baik walaupun infak belum menjadi
prioritas yang utama.
Kata kunci: Infak, Kemiskinan, Regresi Linier Berganda, Rumah Tangga

ABSTRACT
MYRELLA VELIKA AMANTA. Analysis of Factors that Affect the Allocation
of Household‟s Charity: Case Study in Pasir Eurih Village, Tamansari District,
Bogor Regency. Supervised by WIWIEK RINDAYATI and LAILY DWI
ARSYIANTI.
Indonesia is one of countries with the most populous Muslim in the world.
Poverty that strikes Muslims is an irony considering Islam is the only divine
religion which explicitly requires his people to dispense zakah. Therefore, Zakah,
Infaq, and Sadaqah (ZIS) is the potential solution to eradicate poverty in
Indonesia. Infaq can be an alternative solution to alleviate poverty through income
equalization. This study analyses factors that affect the household‟s charity

allocation using Ordinary Least Square (OLS) method and behavior of charity
allocations on household using descriptive analysis. Result shows that altruism,
income and formal education affect household‟s charity allocation. These three
factors positively influence the amount of household‟s charity. On the other hand,
behavior on charity allocation shows a good respond even though it is not yet a
priority.
Keywords: Infaq, Poverty, Ordinary Least Square (OLS), Households

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
ALOKASI INFAK RUMAH TANGGA: STUDI KASUS
DESA PASIR EURIH KECAMATAN TAMANSARI
KABUPATEN BOGOR

MYRELLA VELIKA AMANTA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi


DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Alokasi Infak Rumah
Tangga: Studi Kasus Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor
Nama
: Myrella Velika Amanta
NIM
: H54100014

Disetujui oleh

Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si.
Pembimbing I


Laily Dwi Arsyianti, M.Sc.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta‟ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Alokasi Infak Rumah Tangga: Studi
Kasus Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor”. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang
tua, yaitu Papa Tri Djoko Suseno dan Mama Hesti Setiari serta kakak dari penulis
yaitu Mas Arnando Avianto Wicaksono atas segala doa dan dukungannya yang

selalu diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si dan Ibu Laily Dwi Arsyianti, M.Sc
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan,
bimbingan, saran, waktu, dan motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Dosen penguji utama yaitu Ibu Dr. Yeti Lis Purnamadewi serta Bapak
Salahuddin El Ayyubi, MA selaku dosen penguji dari komisi pendidikan
atas saran dan kritik yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan untuk penulis.
4. Sahabat-sahabat penulis Girindra Abhilasa, Fithri Tyas, Wulandari Sangidi,
Faqih Aulia, Rahmah Syafira, Ghina Zahra, Muhammad Haris, Febrina
Mirazdianti, Puspa Trijayanti, Shella Dwiyuni yang selalu memberi
dukungan dan semangat kepada penulis.
5. Seluruh keluarga Ilmu ekonomi, terutama rekan-rekan Ilmu Ekonomi
Syariah 47,48, dan 49 terima kasih atas doa dan dukungannya
6. Seluruh pihak Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor
yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Myrella Velika Amanta

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

5

Manfaat Penelitian

5

Ruang Lingkup Penelitian


5

TINJAUAN PUSTAKA

5

Sistem Ekonomi Islam dan Pengentasan Kemiskinan

5

Teori Konsumsi

6

Alokasi Sumberdaya Keuangan

8

Zakat


9

Pengertian Infak

10

Hikmah Zakat dan Infak

10

Perbedaan Zakat, Infak, dan Sedekah

11

Penelitian Terdahulu

12

Kerangka Pemikiran


14

METODE PENELITIAN

15

Lokasi dan Waktu Penelitian

15

Jenis dan Sumber Data

16

Metode Pengambilan Sampel

16

Metode Pengolahan dan Analisis Data

16

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

19

Gambaran Umum Desa Pasir Eurih

19

Kondisi Geografi Desa Pasir Eurih

19

Kondisi Demografi Desa Pasir Eurih

20

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden dan Kepala Keluarga

21
21

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Alokasi Infak Rumah Tangga

26

Perilaku Pengalokasian Infak Rumah Tangga

28

SIMPULAN DAN SARAN

32

Simpulan

32

Saran

32

DAFTAR PUSTAKA

33

LAMPIRAN

35

RIWAYAT HIDUP

44

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Data Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2007-2013
Data Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Barat 2007-2013
Penyebaran Penduduk Berdasarkan Usia
Demografi Kepala Keluarga Penelitian
Kepemilikan Aset Responden Penelitian
Faktor-Faktor Alokasi Infak
Sasaran Infak Responden Penelitian
Data Infak Responden Penelitian
Jumlah Rata-Rata Pengalokasian Infak Responden Penelitian
Prioritas Pengeluaran Rumah Tangga Responden Penelitian

1
2
20
23
24
26
28
29
30
31

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Gini Ratio Provinsi Jawa Barat periode 1996-2013
Pengaruh Peningkatan Pendapatan terhadap Jumlah X dan Y
Kerangka Pemikiran
Peta Penutupan Lahan Desa Pasir Eurih
Jenis Kelamin Responden Penelitian
Sarana Menabung Responden Penelitian
Kepemilikan Rekening Responden Penelitian

2
7
15
19
22
25
25

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Laporan Keuangan Kotak Amal di Lokasi Penelitian
Kuesioner Penelitian
Hasil Olahan Data
Dokumentasi Kegiatan

35
38
41
43

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia masih sangat lekat dengan kemiskinan padahal Indonesia
memiliki lahan yang sangat luas dengan berbagai potensi sumber daya alam yang
melimpah. Tidak dapat dipungkiri, faktor geografis tersebut dijadikan sebagai
sumber mata pencaharian dari sekitar 60% rakyat Indonesia yang kemudian
menjadi salah satu sektor rill yang dominan. Namun jumlah penduduk miskin
(penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan)
mengalami peningkatan dalam kurun waktu satu tahun yaitu pada tahun 2013
meskipun pada tahun sebelumnya jumlah penduduk miskin telah berkurang,
seperti data pada Tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1 Data Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2007-2013
Periode
Maret 2007
Maret 2008
Maret 2009
2010
2011
Maret 2012
September 2012
Maret 2013
September 2013

Jumlah penduduk miskin
(juta jiwa)
37.17
34.96
32.53
31.02
30.02
29.13
28.59
28.07
28.55

Persentase penduduk
miskin (%)
16.58
15.42
14.15
13.33
12.49
11.96
11.66
11.37
11.47

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) 2013

Secara umum angka kemiskinan di Indonesia dalam kurun waktu antara
tahun 2007 hingga 2012 hanya turun sekitar 5%. Kemudian pada tahun 2013
jumlah penduduk miskin justru meningkat. Menurut Bappenas (2012), target
tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2014 sebesar 8-10%. Namun apabila
dilihat data yang tersedia saat ini, target tersebut sulit untuk dicapai. Rudhiyoko
dalam Mukhlis (2011) menyatakan, kemiskinan yang terjadi di negara Indonesia
sudah berlangsung sejak lama. Krisis ekonomi yang terjadi di dalam negeri
maupun di luar negeri ikut memengaruhi lamanya bencana kemiskinan yang
menimpa Indonesia. Pemerintah sebetulnya memiliki program-program yang telah
digulirkan dalam rangka menanggulangi bencana kemiskinan ini, seperti PNPM
Mandiri, pemberian subsidi (misal BBM dan Listrik), BLT (Bantuan Langsung
Tunai), raskin (beras miskin), dan program-program lainnya. Program-program
tersebut memberikan dampak yang positif dalam upaya menanggulangi
kemiskinan, namun masih dirasa kurang optimal, hal ini disebabkan karena
terbatasnya APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
Kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat

2
ketiga dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Indonesia. Data jumlah
penduduk miskin di Jawa Barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2 Data Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2013
Periode
Maret 2007
Maret 2008
Maret 2009
2010
2011
Maret 2012
September 2012
Maret 2013
September 2013

Jumlah Penduduk Miskin
(juta jiwa)
5.46
5.32
4.98
4.77
4.65
4.48
4.42
4.30
4.38

Persentase Penduduk
Miskin (%)
13.55
13.01
11.96
11.27
10.65
10.09
9.89
9.52
9.61

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) 2013

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah penduduk miskin
di Jawa Barat meningkat sekitar 85.61 ribu jiwa dalam kurun waktu 6 bulan
terakhir yaitu pada bulan Maret sampai September 2013. Selain kemiskinan, gini
ratio (rasio dari suatu kemerataan untuk mengukur ketimpangan pendapatan
rakyat suatu negara atau daerah) di Provinsi Jawa Barat juga meningkat sehingga
pada tahun 2013 sebesar 0.411 seperti Gambar 1 di bawah ini:

Gini Ratio Jawa Barat
0.5
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25

Gini Ratio

0.2
0.15
0.1
0.05
0
1996 1999 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

Gambar 1 Gini Ratio Provinsi Jawa Barat Periode 1996-2013
Berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, penduduk
Indonesia yang memeluk agama Islam sebanyak 87.20 % dari total populasi
sebesar 208 juta jiwa atau bertambah sekitar 36 juta jiwa dalam kurun waktu 10

3
tahun. Kemiskinan yang melanda umat Islam adalah suatu ironi mengingat agama
Islam merupakan satu-satunya agama samawi yang dengan tegas mewajibkan
umatnya untuk mengeluarkan zakat (Mas‟udi et al. 2004). Di antara ajaran agama
Islam yang dapat mengatasi problema sosial dalam masyarakat adalah zakat dan
infak. Zakat merupakan ibadah yang memiliki tiga dimensi pokok, yaitu dimensi
spiritual personal, dimensi sosial dan dimensi ekonomi. Apalagi secara teroritis,
aplikasi zakat dalam kehidupan perekonomian akan memberikan sejumlah
implikasi penting (Beik et al. 2011). Berdasarkan QS. Al-Baqarah ayat 275-281,
ada tiga sektor penting dalam perekonomian menurut Alquran, yang pertama
adalah sektor riil yaitu bisnis dan perdagangan, yang kedua adalah sektor
keuangan atau moneter (diindikasikan oleh larangan riba), dan yang ketiga adalah
zakat infak dan sedekah (ZIS). ZIS di Indonesia memiliki potensi yang besar
mengingat kembali bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim
(meskipun instrumen tersebut, terutama infak dan sedekah, tidak hanya secara
spesifik dikhususkan pada umat Islam). Oleh karena itu Zakat, Infak dan Sedekah
(ZIS) dapat dijadikan alternatif sebagai sarana untuk memeratakan pendapatan
sehingga dapat mengentaskan kemiskinan. Potensi zakat rumah tangga nasional
(dengan nishab beras) wilayah Jawa Barat memiliki potensi zakat terbesar yaitu
sekitar 17,668 Milyar. Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk
muslim pada suatu daerah ikut memengaruhi tingkat potensi zakat di daerah
tersebut (Mukhlis dan Beik 2013).
Zakat merupakan salah satu bentuk berinfak. Namun zakat memiliki sifatsifat khusus. Sedangkan infak memiliki arti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk
kepentingan sesuatu. Termasuk ke dalam pengertian ini, infak yang dikeluarkan
orang kafir untuk kepentingan agamanya seperti pada QS. Al-Anfal ayat
36:“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk
menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu,
kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke
dalam neraka Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan”.
Menurut terminologi syariah infak berarti mengeluarkan sebagian dari harta
atau pendapatan (penghasilan) untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran
Islam. Jika zakat memiliki nishab, infak tidak memiliki nishab. Infak dikeluarkan
oleh setiap orang yang beriman, baik yang memiliki penghasilan tinggi maupun
rendah, apakah saat ia lapang maupun sempit seperti pada QS. Ali Imran ayat 134:
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
Infak dapat diberikan kepada siapa pun misalnya untuk kedua orang tua,
kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin atau sebagainya sesuai
dengan QS. Al-Baqarah: 215. Berinfak adalah ciri mukmin yang memiliki iman
dengan sungguh-sungguh seperti pada QS. Al-Anfal ayat 3-4: “(yaitu) orangorang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang
Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenarbenarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi
Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia."
Zakat memiliki aturan-aturan atau batasan-batasan yang ketat dan wajib
dikeluarkan untuk membersikan harta, sedangkan infak dapat dikeluarkan oleh
siapa pun, untuk siapa pun, kapan pun dan berapa pun. Infak memiliki lingkup

4
yang lebih luas apabila dibandingkan dengan zakat, buktinya jika seseorang telah
berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta sangat dianjurkan untuk berinfak.
Dilatarbelakangi oleh hal-hal di atas, maka peneliti akan melakukan kajian untuk
mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi alokasi infak pada rumah tangga
dengan memperhatikan karakteristik sosial demografi ekonomi pada masyarakat
sekitar.
Perumusan Masalah
Manajemen perencanaan keuangan Islami menyatakan bahwa sumberdaya
keuangan yang diperoleh sebaiknya dialokasikan untuk empat komponen utama
dengan prioritas sebagai berikut Charity (donasi), Debt (utang dan tagihan),
Investment (investasi), dan Consumption (konsumsi) termasuk di dalamnya
lifestlye (gaya hidup) (Arsyianti 2013). Harta yang diperoleh sebaiknya
dialokasikan pertama kali untuk donasi. Donasi terdiri dari dua, yaitu wajib dan
sukarela. Donasi sukarela dapat ditujukan untuk siapa saja, tidak terbatas pada
golongan tertentu maka infak memiliki ruang lingkup yang luas karena tidak
memiliki batasan apapun. Alasan komponen donasi diprioritaskan karena harta
yang diperoleh merupakan amanah dan titipan dari Allah bahkan sebagiannya
merupakan hak dari golongan-golongan tertentu sehingga seorang muslim perlu
memprioritaskan hartanya untuk kepentingan umum dan memanfaatkannya untuk
kesejahteraan bersama bukan semata kesejahteraan pribadi serta berbagai
penelitian menunjukkan bahwa kegiatan berbagi akan menambah kebahagian dan
mengurangi ketegangan (stress) pada seseorang. Jika dihitung, potensi infak yang
akan dikumpulkan dari GINA (Gerakan Infak nasional, yaitu infak kolektif yang
dipotong dari gaji pegawai pemerintah seluruh Indonesia) adalah sebesar Rp178.9
miliar pertahun. Dengan asumsi jumlah PNS, TNI/ABRI dan karyawan BUMN
seluruh Indonesia sebanyak 9,350,455 orang, yang apabila berinfak antara 1 000
s.d 10 000 rupiah per bulan akan terkumpul Rp14 908 599 000. Namun Basri
dalam Suktino menyatakan pola konsumsi masyarakat pada masa kini lebih
menekankan pada aspek pemenuhan keinginan material daripada aspek kebutuhan
yang lain. Amat sedikit sekali perhatian yang diberikan untuk memenuhi
kebutuhan kemanusiaan dan bagaimana hal itu dapat didistribusikan secara lebih
adil kepada semua anggota masyarakat. Hal ini tentu saja menjadikan seluruh
mesin produksi diarahkan secara langsung maupun tidak langsung untuk
memenuhi tujuan ini dengan mengabaikan apakah pemenuhan keinginan ini pada
hakekatnya akan meningkatkan kesejahteraan manusia secara hakiki atau tidak.
Berdasarkan uraian di atas maka dalam hal ini ada beberapa permasalahan yang
harus dijawab dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana karakteristik sosial demografi ekonomi (besar keluarga, usia,
tingkat pendidikan, dan pendapatan) rumah tangga di Desa Pasir Eurih,
Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor ?
2. Bagaimana pengaruh faktor keimanan, penghargaan, altruisme (kepekaan
sosial), kepuasan diri, pekerjaan, pendidikan, besar keluarga, dan
pendapatan rumah tangga terhadap alokasi infak rumah tangga di Desa
Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor ?
3. Bagaimana perilaku berinfak pada rumah tangga di Desa Pasir Eurih,
Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor ?

5

Tujuan Penelitian
Berdasarkan pendahuluan dan perumusan masalah diatas, penelitian ini
bertujuan:
1. Mempelajari karakteristik sosial demografi ekonomi (besar keluarga, usia,
tingkat pendidikan, dan pendapatan) rumah tangga di Desa Pasir Eurih,
Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis pengaruh faktor keimanan, penghargaan, altruisme
(kepekaan sosial), kepuasan diri, pekerjaan, pendidikan, besar keluarga,
dan pendapatan rumah tangga terhadap alokasi infak rumah tangga di Desa
Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.
3. Mempelajari perilaku berinfak pada rumah tangga di Desa Pasir Eurih,
Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor
yang memengaruhi alokasi infak rumah tangga maupun perilaku berinfak di Desa
Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor sehingga dapat
meningkatkan alokasi infak masyarakat. Selain itu, memberikan informasi
mengenai karakteristik sosial demografi ekonomi di Desa Pasir Eurih, Kecamatan
Tamansari, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
rujukan bagi para pembuat kebijakan dalam merancang program upaya
peningkatan pembangunan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat
khususnya di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.
Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, maka ruang lingkup
dalam penelitian ini adalah melakukan analisis faktor-faktor yang memengaruhi
alokasi infak rumah tangga serta perilaku rumah tangga dalam berinfak dengan
memperhatikan karakteristik sosial demografi. Penelitian ini dilakukan di wilayah
Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor dengan jumlah
responden sebanyak 60 orang. Desa dengan rata-rata pendapatan masyarakat di
bawah batas nishab sehingga mayoritas masyarakat tidak wajib zakat.

TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Ekonomi Islam dan Pengentasan Kemiskinan
Mas‟udi et al. (2004) menyatakan Alquran sudah sejak awal menawarkan
solusi untuk mengatasi masalah kemiskinan dan ketimpangan pembagian
pendapatan dengan cara memasukkan kegiatan zakat sebagai salah satu rukun
Islam. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran zakat dalam kehidupan
seorang Muslim. Ditinjau dari sudut syariah Islam, maka tujuan berzakat adalah
untuk membersihkan harta dan jiwa. Pengeluaran zakat harta untuk membersihkan

6
harta kita, karena dalam harta tersebut sebagian merupakan hak orang miskin.
Dengan demikian, untuk mengatasi kemiskinan, Islam dengan tegas mewajibkan
untuk berpartisipasi langsung dalam kegiatan tersebut. Ditinjau dari sudut
ekonomi, zakat merupakan salah satu variabel inti di dalam sistem ekonomi Islam
di samping penghapusan kegiatan ribawi1. Sistem ini dibangun atas dua doktrin
utama yaitu yang pertama, mengharamkan riba dari segala kegiatan ekonomi dan
yang kedua adalah kewajiban mengeluarkan zakat. Tidak seperti sistem ekonomi
pasar yang melihat masalah kemiskinan sebagai bagian dari rendahnya
produktivitas faktor produksi, namun Islam memandang kemiskinan merupakan
akibat kekurangan aset yang dimiliki seseorang dalam kehidupan. Untuk itu, guna
mengatasi kemiskinan, Islam memandang perlu untuk memberikan aset tersebut
kepada orang miskin. Dengan demikian masalah kemiskinan akan dapat diatasi
jika orang-orang miskin dijamin untuk memperoleh aset tersebut. Apabila
melaksanakan sistem ekonomi Islam sesuai ketentuan syariah, insya Allah tidak
akan ada kemiskinan di muka bumi ini dan akan terjadi pertumbuhan ekonomi
yang pesat dalam kegiatan perekonomiannya sehingga terjadi kemakmuran. Hal
ini pernah dibuktikan dalam catatan sejarah, yaitu pelaksanaan zakat pada masa
Rasullah dan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Azis (99-102 H / 717-720 M).
Zakat terbukti paling berhasil pada zaman Rasulullah Saw. Pada saat itu orang
berlomba lomba untuk menzakatkan hartanya di samping infak, sedekah, dan
wakaf. Sementara pada zaman Umar bin Abdul Azis, sejarah menunjukkan bahwa
khalifah tersebut menghadapi „kesulitan‟ dalam menyalurkan dana zakatnya
karena di negeri tersebut sudah tidak ada lagi orang miskin.
Teori Konsumsi
Dalam ekonomi konvensional, konsumen diasumsikan selalu bertujuan
untuk memperoleh kepuasan (utility) dalam kegiatan konsumsinya. Utilitas sering
kali dimaknai sebagai rasa puas atau kepuasan yang dirasakan oleh seorang
konsumen dalam mengonsumsi sebuah barang. Kepuasaan dan utilitas dianggap
sama, meskipun sebenarnya kepuasaan adalah akibat yang ditimbulkan oleh
utilitas. Apabila menggunakan teori konvensional, konsumen diasumsikan selalu
menginginkan tingkat kepuasaan yang tertinggi. Namun konsumen akan melihat
dana atau anggaran yang dimiliki, dan anggaran tersebut akan menjadi kendala.
Apabila dana yang dimiliki memadai untuk membelinya, maka konsumen akan
membeli barang tersebut, jika tidak maka konsumen tidak akan membelinya,
namun kemungkinan akan mengalokasikan anggarannya untuk membeli barang
lain yang kepuasannya maksimal tetapi terjangkau oleh anggarannya. Batasan
konsumsi hanyalah kemampuan anggaran, sepanjang terdapat anggaran untuk
membeli barang atau jasa maka akan dikonsumsi barang tersebut. Tujuan
konsumen adalah mencari kepuasaan tertinggi. Dengan kata lain, sepanjang
memiliki pendapatan, maka tidak ada yang bisa menghalangi untuk mengonsumsi
barang yang diinginkan. Kurva di bawah ini menunjukkan pendapatan meningkat
dari I1 ke I2 ke I3, pilihan yang optimal (memaksimumkan utilitas) untuk X dan Y
diperlihatkan secara berturut-turut dengan titik singgung yang lebih tinggi.
1

Kegiatan lembaga zakat merupakan sendi utama dari sistem ekonomi tersebut di samping
penghapusan kegiatan riba plus pentingnya peranan moral dari para pelaku ekonomi yang harus
berlandaskan Quran dan Hadis.

7
Batasan anggaran bergeser secara sejajar, karena kemiringannya tidak berubah
seperti Gambar 2 di bawah ini :

Sumber : Nicholson (1995)

Gambar 2 Pengaruh Peningkatan Pendapatan terhadap Jumlah X dan Y
yang Dipilih
Sikap seperti ini jelas tidak akan pertimbangkan kepentingan orang lain atau
pertimbangan aspek lain seperti kehalalan. Konsumsi yang Islami selalu
berpedoman pada ajaran Islam mislnya perlu memerhatikan orang lain. Tujuan
konsumsi itu sendiri, seorang muslim akan lebih mempertimbangkan mashlahah
daripada utilitas. Pencapaian mashlahah merupakan tujuan dari syariat Islam
(maqashid syariah), yang tentu saja menjadi tujuan dari kegiatan konsumsi.
Diasumsikan bahwa konsumen cenderung untuk memilih barang dan jasa yang
memberikan mashlahah maksimum. Kandungan maslahah terdiri dari manfaat
dan berkah. Besarnya berkah yang diperoleh berkaitan langsung dengan frekuensi
kegiatan konsumsi yang dilakukan. Dalam Alquran, Allah menjelaskan bahwa
setiap amal perbuatan (kebaikan maupun keburukan) akan dibalas dengan imbalan
(pahala maupun siksa) yang setimpal meskipun amal perbuatan itu sangatlah kecil
bahkan sebesar biji sawi. Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa dalam
maslahah terkandung unsur manfaat dan berkah. Hal ini bisa dituliskan sebagai
berikut :
M ≡ F(1+βi ρ)...............................................................................................(1)
Keterangan :
M
=
Maslahah
F
=
Manfaat
βi
=
Frekuensi Kegiatan
ρ
=
Pahala Per Unit Kegiatan
Dari formulasi di atas dapat ditunjukkan bahwa ketika pahal suatu kegiatan
tidak ada (misalnya seperti mengonsumsi barang yang haram atau barang halal
namun dalam jumlah berlebihan), maka mashlahah yang akan diperoleh

8
konsumen hanya sebatas manfaat yang dirasakan di dunia (F). Jika dilihat maka
seolah-olah tampak bahwa manfaat dan kepuasaan identik. Namun kepuasaan
merupakan suatu akibat dari terpenuhinya suatu keinginan, sedangkan mashlahah
merupakan sutau akibat dari terpenuhinya suatu kebutuhan atau fitrah. Keyakinan
bahwa ada kehidupan dan pembalasan yang adil di akhirat serta informasi yang
berasal dari Allah adalah sempurna akan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kegiatan komsumsi (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi
Islam 2008).
Alokasi Sumberdaya Keuangan
Sumberdaya keuangan yang diperoleh sebaiknya dialokasikan untuk empat
komponen utama dengan prioritas sebagai berikut Charity (donasi), Debt (utang
dan tagihan), Investment (investasi), dan Consumption (konsumsi) yang disingkat
dengan CDIC. Harta yang diperoleh sebaiknya dialokasikan pertama kali untuk
donasi. Donasi terdiri dari dua, yaitu wajib dan sukarela. Donasi wajib
mengharuskan pengalokasian dana untuk dimanfaatkan oleh delapan golongan
yang telah disebutkan dalam Alquran pada Surat at-Taubah ayat 60. Sementara
donasi sukarela boleh ditujukan untuk siapa saja, tidak terbatas golongan tertentu.
Hanya saja dalam surat al-Baqarah ayau 215 disebutkan prioritas donasi ditujukan
terhadap golongan tersebut. Termasuk kategori donasi sukarela adalah sedekah
sukarela. Apabila semakin lanjut usia seseorang sebaiknya komponen charity
semakin diperbesar atau semakin bertambah, paling tidak setiap tahun atau
periode menujukkan peningkatan. Prioritas kedua adalah utang, utang termasuk
tagihan-tagihan bulanan. Utang yang dimaksud adalah segala sesuatu yang harus
atau menjadi kewajiban yang dibayarkan dan sudah jatuh tempo. Artinya
seseorang atau sebuah rumah tangga akan mengalami kesulitan menjalankan
hidup apabila tidak didukung oleh listrik, air, gas maupun telepon untuk
berkomunikasi. Utang menjadi komponen prioritas karena termasuk ke dalam
kategori krusial, bahkan seorang syahid akan terhalang langkahnya memasuki
surga jika utangnya belum dilunasi. Prioritas selanjutnya adalah investasi,
investasi yang abadi atau tujuan investasi dalam Islam sebenarnya ada tiga, yaitu
investasi jariyah, investasi ilmu yang bermanfaat, dan investasi anak shaleh yang
mendoakan sedangkan saham, obligasi, reksadana, tabungan, dan deposito
merupakan alat investasi. Konsumsi merupakan komponen prioritas yang terakhir,
karena konsumsi dapat menjadi godaan atau ujian. Konsumsi hendaknya
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan seperti yang dikemukan oleh asy-Syatibi
dalam Arsyianti (2013) yaitu untuk kebutuhan rohani berupa konsumsi yang
mampu memuaskan hati dan agama seseorang misalnya seperti berangkat haji,
kebutuhan jasmani karena Allah lebih menyukai orang dengan fisik kuat yang
bersumber dari makanan dengan gizi baik selain halal dan olahraga, kebutuhan
intelektual berupa mengikuti pendidikan formal maupun informal sehingga
pikiran dapat ditanamin informasi-informasi aktual agar pemikiran mampu
mengikuti perkembangan, kebutuhan keturunan berupa pemenuhan kebutuhan
agar anak didik menjadi anak yang shaleh dan mendoakan sehingga sangat
diperlukan persiapan seperti tabungan pendidikan sebagai upaya preventif jika
terjadi hal yang tidak diingingkan di masa yang akan datang, serta kebutuhan
harta untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang sebelumnya sehingga
dibutuhkan materi penunjang. Dalam hal ini, seseorang diwajibkan mencari harta

9
yang berkah dan bermanfaat. Artinya harta tersebut harus diperoleh secara halal,
menenangkan hati, dan memberi manfaat bagi kesejahteraan bersama.
Zakat
Peranan Zakat
Zakat merupakan salah satu bentuk dalam infak, namun zakat memiliki
sifat khusus. Menurut Sariningrum (2011), zakat perlu dikaitkan dengan ayat-ayat
Alquran yang paling relevan, misalnya tentang doktrin yang menghendaki jangan
sampai terjadi konsentrasi kekayaan dan peredaran yang melingkar di sekitar
golongan elite, juga hadis Nabi Saw. yang menjelaskan fungsi zakat, yaitu
mengalihkan kekayaan dari kelompok kaya ke golongan miskin. Ini berkaitan juga
dengan ayat yang memerintahkan ta'awun (kerja sama dalam kebaikan),
fakkuraqabah (membebaskan orang dari perbudakan), birr (berbuat kebajikan
umum), ihsan (memperbaiki dan membaikan sesuatu), ta'amul miskin (memberi
kesempatan kepada orang-orang miskin untuk melakukan konsumsi terhadap
kebutuhan yang paling dasar), dan sebagainya. Zakat bertujuan untuk menjaga
harta di dalam masyarakat tetap dalam sirkulasi dan tidak terkonsentrasi di tangan
segelintir orang saja. Zakat menjadikan masyarakat tumbuh dengan baik (sehat).
Zakat mencegah segala pengaruh yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
ekonomi, sebaliknya mendorong tercapainya kemajuan ekonomi. Dengan
menjadikan zakat sebagai suatu kewajiban bagi setiap muslim yang berharta untuk
membayar zakat atas harta kekayaannya, harta miliknya, barang perdagangan, dan
sebagainya akan memberi dorongan yang sangat kuat kepada banyak orang untuk
melakukan investasi modalnya sehingga mampu menumbuhkan dan
meningkatkan kekayaan total seluruh masyarakat. Zakat bukanlah pajak dalam
pengertian biasa, tetapi merupakan pajak khusus yang hanya diwajibkan kepada
umat Islam di suatu negara dan mereka bayarkan sebagai suatu kewajiban agama.
Pendapatan yang diperoleh dari pengumpulan zakat merupakan pendapatan
khusus pemerintah yang harus dibelanjakan untuk kepentingan-kepentingan
khusus, seperti untuk membantu pengangguran, fakir, miskin, yatim piatu, jandajanda, orang-orang sakit, dan sebagainya. Zakat membentuk masyarakat untuk
bekerja sama, bertindak sebagai lembaga penjamin, dan penyedia dana cadangan
bagi masyarakat Islam. Zakat pernah terbukti menjadi faktor penting dalam
mengatasi kemiskinan. Sebagaimana pernah terjadi pada masa Khalifah Umar Bin
Abdul Azis, sehingga dalam waktu singkat telah mampu memberantas kemiskinan.
Saat itu nyaris tidak ditemukan lagi orang miskin yang berhak menerima zakat.
Keberhasilan pengelolaan ekonomi dan pengurusan zakat, sehingga zakat
mengalami kesulitan untuk didistribusikan, karena semua orang merasa tidak
layak lagi menerima zakat (Qadir 2001). Dana zakat untuk masyarakat ekonomi
lemah hendaknya dikelola dengan sistem Mudharabah, Murabahah, dan Qardh
al-Hasan Perbankan Islam. Bank zakat perlu dibentuk dengan tujuan: 1.
Penyaluran bantuan kepada golongan ekonomi lemah dapat diadministrasikan
secara akurat, modern, dan transparan, 2. Membuka kesempatan kerja baru bagi
pencari kerja, dan lain-lain, multiple effect (Djamal 2005). Departemen Agama RI
dalam (Sariningrum 2011) menyebutkan bahwa tujuan dan sasaran zakat
hendaknya digunakan untuk hal-hal seperti memperbaiki taraf hidup, pendidikan

10
dan beasiswa, mengatasi masalah ketenagakerjaan atau pengangguran, program
pelayanan kesehatan, panti asuhan serta sarana peribadatan.
Zakat Profesi
Yusuf al-Qaradhawi 2 dalam (Hafidhuddin 2002) menyatakan bahwa di
antara hal yang sangat penting untuk mendapatkan perhatian kaum muslimin saat
ini adalah penghasilan atau pendapatan yang diusahakan melalui keahliannya,
baik keahlian yang dilakukan secara sendiri maupun secara bersama-sama.
Sehingga menurut Hafidhuddin (2002), semua penghasilan melalui kegiatan
profesional yang halal tersebut, apabila telah mencapai nishab, maka wajib
dikeluarkan zakatnya. Zakat profesi bisa dianalogikan pada dua hal secara
sekaligus, yaitu pada zakat pertanian dan pada zakat emas dan perak. Dari sudut
nishab dianalogikan pada zakat pertanian, yaitu sebesar lima ausaq atau senilai
653 kg padi/gandum atau 524 kg beras dan dikeluarkan pada saat menerimanya.
Karena dianalogikan pada zakat pertanian, maka zakat profesi tidak ada ketentuan
haul, dapat didasarkan pada „urf (tradisi) di sebuah negara. Penganalogian zakat
profesi dengan zakat pertanian dilakukan karena ada kemiripan antara keduanya.
Dari sudut kadar, dianalogikan pada zakat uang karena berupa gaji atau upah
sehingga kadar zakatnya adalah sebesar 2.5%.
Pengertian Infak
Infak berasal dari kata anfaqa yang berarti „mengeluarkan sesuatu (harta)
untuk kepentingan sesuatu‟. Termasuk ke dalam pengertian ini, infak yang
dikeluarkan orang-orang kafir untuk kepentingan agamanya seperti pada QS. AlAnfal: 36. Sedangkan menurut terminologi syariah, infak berarti mengeluarkan
sebagian harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang
diperintahkan ajaran Islam. Berinfak adalah ciri utama orang yang bertakwa
seperti pada QS. Al-Baqarah; 3 dan Ali Imran: 134, ciri mukmin yang
bersungguh-sungguh imannya seperti pada QS. Al-Anfal: 3-4, ciri mukmin yang
mengharapkan keuntungan abadi seperti pada QS. Al-Faathir: 29. Berinfak akan
melipatgandakan pahala di sisi Allah seperti pada QS. Al-Baqarah 262.
Sebaliknya, apabila tidak mau berinfak sama dengan menjatuhkan diri pada
kebinasaan seperti pada QS. Al-Baqarah: 195. Namun zakat disebut dengan infak
pada QS. At-Taubah ayat 34 : “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya
banyak dari orang-orang alin dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan
harta orang dengan jalan yang bathil, dan (mereka) mengahalang-halangi
(manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak
dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira
kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih” (Hafidhuddin,
1998).
Hikmah Zakat dan Infak
Menurut Hasan (2008), kesenjangan perlu didekatkan, dan salah satu
caranya adalah dengan zakat dan infak. Orang kaya akan harta berkewajiban
mendekatkan kesenjangan itu, karena memang ada hak fakir miskin dalam harta
orang kaya itu, sebagaimana firman Allah pada QS. Adz-Dzaariyaat ayat 19, yang
2

Yusuf al-Qaradhawi, Fiqh Zakat, (Beirut: Muassasah Risalah, 1991), hlm.487

11
artinya: “Dan pada harta mereka ada hak orang miskin yang meminta dan orang
yang hidup kekurangan.” Adapun hikmah zakat dan infak diantaranya: a)
Menyucikan harta, berzakat itu tujuannya untuk membersikan harta dari
kemungkinan masuk harta orang lain ke dalam harta yang dimiliki. Tanpa sengaja,
barangkali ada harta orang lain yang bercampur dengan harta kita. Di samping itu,
hak orang lain pun memang ada dalam harta yang dimiliki. Harta apa pun yang
diperoleh, tidak boleh dianggap sebagai milik mutlak bagi yang
mengusahakannya dan yang mengumpulkannya. Bahkan infak dan sedekah (jariah,
wakaf) itulah sebenarnya milik mutlak bagi kita dan sebagai tabungan untuk
akhirat kelak. b) Menyucikan jiwa pemberi zakat dari sifat kikir (bakhtil). Sifat
kikir bersaudara dengan sifat tamak, karena orang yang kikir berusaha agar
hartanya tidak berkurang karena zakat, infak, dan sedekah. Apabila sudah
tertanam kesadaran berzakat, berarti sifat kikir sudah mulai menjauh berkat iman
dan takwa kepada Allah. Apabila sudah terbiasa menunaikan kewajiban (zakat),
pada suatu saat akan terbiasa menginfakkan hartanya untuk kepentingan
kemanusiaan dan fisabilillah. c) Membersihkan jiwa penerima zakat dari sifat
dengki. Apabila terjadi kesenjangan yang terlalu besar dalam masyarakat, maka
akan terjadi kecemburuan sosial. Agama Islam menyodorkan salah satu terapi
untuk mengubah pikiran yang tidak benar tersebut, yaitu dengan jalan
menyalurkan sebagian harta kekayaan orang kaya kepada orang miskin. Sehingga
kecemburuan sosial, sifat dengki terhadap orang kaya akan hilang dari hati orang
yang tidak punya. d) Membangun masyarakat yang lemah. Melihat kenyataan saat
ini, kita masih merasa prihatin, sebagai contoh untuk membangun mesjid, terdapat
masyarakat yang meminta sumbangan di pinggir jalan. Hal ini dapat dijadikan
sebagai suatu pertanda, bahwa ekonomi masyarakat pada daerah tersebut masih
lemah. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah melalui zakat (ibadah wajib),
infak, dan sedekah.
Perbedaan Zakat, Infak, dan Sedekah
Secara harfiah antara zakat, infak, dan sedekah dapat dibedakan, tetapi
hikmah dan tujuannya relatif sama. Zakat adalah pemberian harta yang dilakukan
oleh seorang muslim dengan ketentuan tertentu, baik waktu maupun jumlahnya
dan diberikan kepada golongan tertentu. Barang siapa yang melakukannya, Allah
akan memberi pahala berlipatganda. Sebaliknya, jika meninggalkannya, maka
siksa Allah akan menanti. Sedekah dan infak mempunyai arti yang sama, yaitu
ibadah dengan cara memberikan sesuatu yang dimilikinya di jalan Allah. Sedekah
dan infak tidak memiliki ketentuan jumlah, waktu, maupun penerimanya. Sedekah
dan infak memiliki nilai yang sangat tinggi dihadapan Allah Swt. sehingga sudah
sepantasnya apabila dilakukan oleh orang-orang yang beriman. Beda antara
sedekah dan infak adalah sedekah lebih bersifat umum, sedangkan infak biasanya
khusus menyangkut masalah uang atau materi. Untuk istilah kebaikannya,
misalnya dengan senyum kepada saudaranya disebut sedekah sehingga ada
ungkapan Nabi Saw. bahwa senyum terhadap saudara adalah sedekah. Kurang
tepat jika dikatakan senyum kepada saudara adalah infak (Hafidhuddin dan
Pramulya 2008).
Menurut Prihatna (2005), dalam ajaran Islam, zakat infak dan sedekah (ZIS)
mengandung pengertian yang sama dan acap kali digunakan secara bergantian

12
untuk maksud yang sama, yaitu berderma. Dalam ayat 60, QS. Al-Maidah, yang
sering dirujuk sebagai ayat tentang kedermawaan, misalnya tidak menyebutkan
istilah zakat melainkan sadaqa (sedekah). Namun penggunaan istilah dari zakat,
infak dan sedekah mengandung makna yang khusus, dan juga digunakan secara
berbeda zakat sering diartikan sebagai membelanjakan (mengeluarkan) harta yang
sifatnya wajib dan salah satu rukun Islam serta berdasarkan perhitungan yang
tertentu. Infak merujuk kepada pemberian yang bukan zakat, yang kadang kala
jumlahnya lebih besar dari zakat. Biasanya dimaksudkan untuk kepentingan
sabilillah, dalam arti peningkatan kapasitas sarana, misalnya, bantuan untuk
masjid, madrasah, pondok pesantren, rumah sakit. Bantuan yang dikeluarkan
untuk lembaga keumatan tersebut dikategorikan sebagai infak. Sedangkan
sedekah biasanya derma dalam jumlah kecil. Menurut Al-Syaikh (2006) sedekah
merupakan ungkapan cinta seseorang kepada Allah Swt. Sedekah tidak hanya
terbatas pada harta saja. Segala perbuatan baik juga termasuk sedekah. Beberapa
hadits yang menggambarkan macam-macam sedekah: “Mendamaikan diantara
dua orang (yang bertikai) juga merupakan sedekah”.3 “Mengerjakan perbuatan
baik dan menghindari perbuatan jahat adalah sedekah”. 4 “Engkau menemui
saudaramu dengan wajah berseri dan menuangkan air dari timbamu untuk
mengisi embernya adalah sedekah”.5
Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang variabel-variabel yang memengaruhi kepatuhan
menunaikan zakat: pendekatan kontinjensi oleh Aditya Rangga Yogatama dengan
mengambil studi kasus di Daerah Istimewa Yogyakarta, memiliki variabel
dependen adalah kepatuhan seorang muzakki dalam menunaikan kewajiban zakat.
Zakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah zakat maal, yaitu zakat atas
bagian kekayaan seseorang yang wajib dikeluarkan (Ali dalam Yogatama, 2009).
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini diperkirakan
memengaruhi kepatuhan seorang muzakki dalam menunaikan kewajiban zakat,
antara lain: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, komitmen
moral, orientasi nilai, kecenderungan risiko, pengetahuan zakat, keadilan zakat,
kepatuhan orang lain, transparansi organisasi amil zakat, dan profesionalitas
organisasi amil zakat. Menggunakan pendekatan tradisional dengan analisis logit,
hanya terdapat dua variabel yang berpengaruh signifikan secara statistik terhadap
kepatuhan menunaikan zakat, yaitu tingkat pendapatan seseorang dan orientasinya
terhadap nilai atau kehidupan yang lebih baik. Hasil estimasi dengan pendekatan
kontinjensi tidak banyak menunjukkan perbedaan dengan pendekatan tradisional
yang dijabarkan sebelumnya. Hanya terdapat dua variabel yang berpengaruh
signifikan terhadap kepatuhan menunaikan zakat, yaitu tingkat pendapatan
seseorang dan orientasinya terhadap nilai atau kehidupan yang lebih baik.
Saesahet (2009) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang
memengaruhi pembayaran zakat masyarakat Provinsi Pattani Thailand Selatan
dengan studi kasus di daerah Prigi. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi pembayaran zakat oleh masyarakat Prigi dengan menurunkan
3

Diriwayatkan Imam Muslim
Diriwayatkan Imam Bukhari
5
Diriwayatkan Ahmad dan Al-Tirmidzi
4

13
variabel-variabel bebas berupa tingkat pendapatan, tingkat keagamaan, tingkat
peran pesantren, manajemen pengelolaan zakat dan regulasi. Hasil analisis
menunjukkan bahwa kelima variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini
berkontribusi dalam menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi pembayaran
zakat sebesar 17.6%. Pengaruh tinggi diberikan oleh variabel tingkat pendapatan
disusul kemudian oleh variabel keagamaan, variabel peran pesantren, variabel
regulasi. Kontribusi terkecil diberikan oleh variabel tingkat manajemen.
Penelitian tentang analisis faktor-faktor yang memengaruhi pembayaran
zakat di Kota Palembang oleh Siti Zahrah Sariningrum pada tahun 2011
menyatakan bahwa dari hasil analisis faktor, diperoleh ada empat faktor yang
melatarbelakangi seseorang dalam berzakat, yaitu keimanan, sosial, pemahaman
agama, dan penghargaan. Faktor utamanya adalah faktor keimanan. Hasil analisis
regresi logistik terhadap faktor-faktor yang memengaruhi pilihan organisasi zakat,
diperoleh empat variabel yang berpengaruh nyata. Dari sisi karakteristik individu
yaitu zakat sebagai upaya bersyukur dan kesadaran akan adanya hak orang lain.
Sedangkan dari sisi karakteristik organisasi yang memengaruhi pilihan organisasi
adalah sosialisasi melalui media massa dan media elektronik serta adanya
pemotongan gaji langsung.
Penelitian Mukhlis (2011) tentang analisis faktor-faktor yang memengaruhi
tingkat kepatuhan membayar zakat: studi kasus Kabupaten Bogor. Dari hasil
penelitian ini, diketahui sejumlah faktor yang membuat seseorang mau untuk
membayar zakat, faktor-faktor tersebut adalah faktor keagamaan seperti iman,
pemahaman agama, dan balasan, lalu ada juga faktor-faktor lainnya seperti
kepedulian sosial, kepuasan diri, dan organisasi. Hal ini sekaligus memberikan
arahan bahwa untuk meningkatkan penerimaan zakat, tidak hanya menekankan
aspek keagamaan, tetapi ikut memerhatikan aspek sosial, kepuasan diri, dan
organisasi. Jika faktor-faktor tersebut diurutkan dengan menggunakan composite
index, maka hasilnya adalah sebagai berikut: (1) faktor keimanan, (2) faktor sosial,
(3) faktor balasan, (4) faktor kepuasan diri, (5) faktor pemahaman agama, (6)
faktor organisasi zakat, dan (7) faktor pujian. Dari hal ini didapatkan bahwa
composite index terkecil ada pada faktor pujian, hal ini menunjukkan bahwa
faktor pujian tidak memengaruhi individu secara dominan untuk membayar zakat.
Seseorang yang membayar zakat menyadari bahwa tujuan mereka membayar
zakat adalah untuk mencari ridho Allah bukan untuk mencari pujian dari manusia,
atau agar disebut sebagai orang yang dermawan.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Izzatul Mabniyyah Alhasanah (2011)
tentang analisis diskriminan faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi berzakat
berinfak dan pemilihan tempat membayar zakat (studi kasus: Kabupaten Brebes).
Faktor yang memengaruhi partisipasi berzakat adalah faktor keimanan, faktor
altruisme (kepekaan sosial), faktor penghargaan, faktor organisasi dan faktor
pendapatan. Dari analisis diskriminan yang digunakan, faktor yang memengaruhi
partisipasi rutin berinfak adalah faktor keimanan, faktor altruisme, faktor
kepuasan, faktor pendidikan, frekuensi infak. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa faktor yang memengaruhi pemilihan tempat membayar zakat pada taraf
nyata 10 % adalah faktor pendidikan dan keberadaan Organisasi Pengelola Zakat
(OPZ).
Penelitian Sutikno et al. tentang memaknai perilaku bersedekah (studi
enomenologi pengalaman muzakki LAGZIS sabilit taqwa bululawang)

14
menggunakan pendekatan logika induktif, dimana sologisme dibangun berdasarkan
pada hal-hal khusus atau data di lapangan dan bermuara pada kesimpulan-kesimpulan
umum serta menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menyatakan bahwa
fenomena kebiasan sedekah yang dilakukan informan yang berusaha untuk
melakukannya secara terus menerus dan mengeluarkannya lebih banyak terhadap
orang lain memberikan pembuktian bahwa tidak semua aktivitas mengkonsumsi
barang/jasa yang dilakukan oleh seseorang bertujuan untuk dinikmati sendiri.
Informan yang diteliti, melakukan aktivitas konsumsi selain bertujuan untuk
memuaskan diri sendiri, juga bertujuan untuk memuaskan kepentingan orang lain,
yaitu dengan cara bersedekah. Berdasarkan sintesa yang dibanguan oleh fenomena
kebiasaan sedekah informan dan teori konsumsi yang menyatakan hukum
penurunan utilitas marginal (law of diminising marginal utility), maka penulis
merumuskan proposisi pertama dari kebiasaan sedekah informan dapat
dirumuskan sebagai berikut: “Aktivitas konsumsi yang bertujuan untuk
memuaskan diri sendiri dan untuk memuaskan orang lain, yaitu dengan cara
bersedekah akan menyebabkan tidak berlakukanya law of diminishing marginal
utility”. Hal ini disebabkan karena berbeda dengan kepuasaan yang bersifat
individualis, mashlahah dari sedekah tidak hanya bisa dirasakan oleh individu
namun bisa jadi dirasakan oleh konsumen yang lain. Dengan demikian selama
orang miskin masih ada, maka para dermawan tidak akan pernah puas yang dia
lakukan. Berdasarkan teori ekonomi konvensional hanya ada tiga faktor, yaitu
ekonomi, sosial, dan budaya, penelitian ini memberikan kontribusi tambahan
faktor agama yang berpengaruh pula pada pola konsusmi masyarakat. Sedekah
yang bisa menjadi instrumen untuk distribusi pendapatan, sehingga tercipta
kesejahteraan dan keharmonisan dalam masyarakat terjadi bukan karena faktor
alamiah, tetapi terjadi karena faktor perintah agama. Rasanya tidak berlebihan jika
penelitian ini mengajukan proposisi bahwa “sedekah sebagai konsep alternatif
asuransi kesehatan dan musibah”.

Kerangka Pemikiran
Kemiskinan merupakan masalah yang sudah mengakar di Indonesia, namun
kemiskinan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja melainkan
menjadi tanggung jawab seluruh masyakarat. Agama Islam sebagai agama
mayoritas yang dianut di Indonesia menawarkan solusi untuk mengatasi
permasalahan ini. Kemiskinan disebabkan karena ketimpangan distribusi yang
merupakan ketidakmerataan pendapatan yang diterima. Sejak awal solusi yang
ditawarkan oleh Islam untuk mengatasi masalah kemiskinan dan ketimpangan
pembagian pendapatan yaitu dengan cara ZIS (zakat, infak, dan sedekah). Karena
ZIS sesungguhnya merupakan bentuk transfer ekonomi dari kelompok the have
(muzakki) kepada kelompok the have not (mustahik). Infak dapat mencegah
terjadinya penumpukkan kekayaan pada suatu kelompok. Selain itu, infak
(charity) menempati pos paling utama sehingga alokasi ini harus dikeluarkan
paling awal apabila dibandingkan dengan debt, investment, pengeluaran rutin
maupun lifestyle. Namun ternyata dana zakat maupun infak yang terkumpul belum
sesuai dengan potensinya yang ada di Indonesia sehingga belum dapat mengatasi
masalah kemiskinan, maka perlu diketahui apa saja faktor-faktor yang
memengaruhi alokasi infak pada rumah tangga. Sehingga penelitian ini bertujuan
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi alokasi rumah tangga.

15
Kemiskinan yang telah
mengakar di Indonesia

Infak merupakan solusi yang
sejak awal ditawarkan sesuai dengan
ajaran agama Islam namun hingga saat
ini tidak dapat memecahkan problema
tersebut

Karakteristik sosial
demografi ekonomi

Faktor-Faktor yang
memengaruhi alokasi infak
rumah tangga :
1. Pekerjaan
2. Pendidikan
3. Pendapatan
4. Besar keluarga
5. Keimanan
6. Penghargaan
7. Altruisme
8. Kepuasan diri

P