Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Alokasi Infak Rumah Tangga Di Kota Bogor

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ALOKASI
INFAK RUMAH TANGGA DI KOTA BOGOR

VITA NAYUNDA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-faktor
yang Memengaruhi Alokasi Infak Rumah Tangga di Kota Bogor adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Vita Nayunda
NIM H54110012

ABSTRAK
VITA NAYUNDA. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Alokasi
Infak Rumah Tangga di Kota Bogor. Dibimbing oleh SAHARA dan IRFAN
SYAUQI BEIK.
Kemiskinan merupakan masalah yang sangat besar bagi bangsa Indonesia
sehingga untuk menanggulangi masalah yang sangat serius ini diperlukan
langkah-langkah yang tepat. Zakat Infak Sedekah (ZIS) memiliki potensi yang
besar di Indonesia mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama
Islam. Infak dapat dijadikan alternatif sebagai sarana untuk memeratakan
pendapatan masyarakat sehingga dapat mengentaskan kemiskinan. Penelitian ini
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi alokasi infak rumah tangga di Kota
Bogor dengan menggunakan metode regresi logistik ordinal dan analisis faktor
serta perilaku pengalokasian infak pada rumah tangga dengan menggunakan
analisis deskriptif. Hasil analisis menunjukkan faktor-faktor yang memengaruhi
alokasi infak rumah tangga adalah keimanan, pendapatan dan umur. Ketiga faktor

tersebut memiliki pengaruh yang positif terhadap besarnya persentase infak per
pendapatan sedangkan untuk perilaku pengalokasian infak pada rumah tangga
disimpulkan sudah cukup baik walaupun infak belum menjadi prioritas yang
utama.
Kata Kunci : Analisis Faktor, Infak, Kemiskinan, Metode Regresi Logistik

ABSTRACT
VITA NAYUNDA. Analysis of Factors that Affect the Allocation of
Household’s Charity in Bogor City. Supervised by SAHARA dan IRFAN
SYAUQI BEIK.
Poverty is a severe problem in Indonesian. Right step is needed to alleviate
poverty. Infak Zakat Shadaqah (ZIS) have a great potential because Indonesia has
a big number of muslim. Infak can be used as an alternative to alleviate poverty.
This research aims to analyzes the factors affecting the allocation of household's
infak in the city of Bogor by using ordinal logistic regression method, analysis of
factors and behavior assignment infak on households using descriptive analysis.
The results of the analysis indicate the factors which affect the allocation of
household are faith, income and age. These factors have a positive influence to
percentage of infak divided by income. Therefore, infak assignment behavior on
households already summed up pretty well even though infak is not yet a major

priority.

Keywords: Factor Analysis, Infaq, Poverty, Ordinal Logistic Regression Method

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ALOKASI
INFAK RUMAH TANGGA DI KOTA BOGOR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

VITA NAYUNDA


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Alokasi Infak Rumah Tangga di Kota
Bogor”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor.
Penulis ingin mengucapkan termakasih kepada orang tua dan keluarga
penulis, yaitu Ayah Dwi Sudharto dan Ibu Rika Hikmawati serta kakak dari
penulis yaitu Galih Andhika dan adik dari penulis yaitu Wira Nastainul Hakim
atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Selain itu, penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Dr. Sahara, S.P., M.Si. dan nDr. Irfan Syauqi Beik, S.P., M.Sc.Ec.
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan
arahan, bimbingan, saran, waktu, dan motivasi dengan sabar sehingga
penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. selaku dosen penguji
utama dan Bapak Deni Lubis, S. Ag., M.A. selaku dosen penguji dari
komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk
perbaikan skripsi ini.

3. Ibu Laily Dwi Arsyianti, S.E, M.Sc., para dosen lainnya, staf dan seluruh
civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah
memberikan ilmu dan bantuan untuk penulis.
4. Sahabat-sahabat penulis yaitu Muhammad Zikhri, Mahasuka Sudharmo,
Vyatra Pratiwi, Sarah Nabilah, Salma Siti Salamah, Ghina Khalida, Zara
Fathia, Dhia Adiati, Siti Karimah, Dessy Nur Hasanah, Diniyah Ginung
Pratina, Aulia Novita, Rosy Noviza, Neva Sunba Dena dan Widya
Paramawidhita yang telah banyak memberikan bantuan, kritik, saran,
dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh keluarga Ilmu Ekonomi Syariah 48 atas kebersamaannya dan
telah saling mengingatkan, mendukung, dan mendoakan dalam semua
kegiatan.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan
skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Vita Nayunda

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

5


Pengertian Kemiskinan Dalam Sudut Pandang Islam

5

Solusi Islam Untuk Pengentasan Kemiskinan

7

Pengertian Infak

8

Dampak Ekonomi Dari Berinfak

9

Penelitian Terdahulu

10


Hipotesis

11

Kerangka Pemikiran

11

METODE PENELITIAN

13

Jenis dan Sumber Data

13

Lokasi dan Waktu Penelitian

13


Metode Pengumpulan Data

13

Metode Pengolahan dan Analisis Data

14

Definisi Operasional Variabel

16

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

17

Gambaran Umum Kota Bogor

17


Kondisi Geografi Kota Bogor

18

Kondisi Demografi Kota Bogor

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

19

Karakteristik Responden dan Kepala Keluarga

19

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Alokasi Infak Rumah Tangga

22

Perilaku Pengalokasian Infak Rumah Tangga
SIMPULAN DAN SARAN

24
26

Simpulan

26

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR TABEL
1 Perbandingan Data Jumlah Penduduk Miskin dengan PDRB di Kota Bogor

Tahun 2009-2013

2

2 Penerimaan Zakat Maal dan Infak/Shodaqoh Tahun 2009-2013 (rupiah) 3
3 Penerimaan Masjid per Kecamatan di Kota Bogor pada September 20124
5
6
7
8
9
10

Agustus 2013 (rupiah)
3
Penyebaran Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kota Bogor
18
Jumlah Pemeluk Agama di Kota Bogor Tahun 2013
19
Demografi Kepala Keluarga di Kota Bogor
20
Factor loading dan alpha cronchbach variabel
22
Faktor-faktor yang memengaruhi alokasi infak rumah tangga di Kota
Bogor
23
Sasaran Infak Responden Penelitian di Kota Bogor
24
Prioritas Pengeluaran Rumah Tangga Responden di Kota Bogor
25

DAFTAR GAMBAR
1 Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia
2 Kerangka Pemikiran
3 Peta Pembagian Wilayah Kelurahan Kota Bogor
4 Jenis Kelamin Responden Penelitian di Kota Bogor
5 Kepemilikan Rekening Responden Penelitian di Kota Bogor
6 Periode Berinfak Rumah Tangga di Kota Bogor

1
12
17
20
21
25

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner Penelitian
2 Factor Loading dan Alpha Cronchbach Variabel
3 Hasil Estimasi Logit Ordinal

29
34
35

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah ekonomi merupakan salah satu permasalahan yang sering dihadapi
oleh berbagai negara dan dapat memberikan dampak negatif terhadap kehidupan
masyarakatnya seperti kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Pada umumnya di
negara berkembang seperti Indonesia permasalahan pendapatan yang rendah
dengan masalah kemiskinan merupakan permasalahan yang utama. Kemiskinan
merupakan masalah besar bagi bangsa Indonesia. Kemiskinan di Indonesia kian
bertambah sejak krisis ekonomi yang berkepanjangan pada tahun 1997 dan telah
melipatgandakan jumlah penduduk miskin yang ada di Indonesia. Indonesia tidak
dapat terhindar dari masalah tersebut padahal Indonesia adalah negara berkembang
yang memiliki jumlah penduduk yang besar serta sumber daya alam yang
melimpah. Hal ini dibuktikan dengan jumlah penduduk miskin yang cukup besar
yang mayoritas tinggal di daerah pedesaan yang cukup sulit untuk diakses.
40

Jumlah

30

32.53

31.02

30.12

29.25

28.17

28.28

20

Penduduk Miskin (juta
orang)

10
0
2009

2010

2011

2012

2013

2014

Tahun

Sumber: Badan Pusat Statistik (2014)

Gambar 1 Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia
Jumlah penduduk miskin di Indonesia relatif masih sangat besar. Badan
Pusat Statistik (BPS) menyatakan pada bulan Maret 2014 jumlah penduduk miskin
(penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)
di Indonesia mencapai 28.28 juta orang yaitu sekitar 11.36 % dari total populasi
masyarakat di Indonesia. Itu artinya, jumlah penduduk miskin di Indonesia
bertambah sebesar 0.11 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada
tahun 2013 yang sebesar 28.17 juta orang (11.25 %). Bertambahnya penduduk
miskin itu juga seiring dengan naiknya garis kemiskinan pada periode Maret 2013
hingga Maret 2014 sebesar 11.45 %, dari Rp 271 626 per kapita per bulan menjadi
Rp 302 735 per kapita per bulan.
Kepala BPS Suryamin mengatakan indeks kedalaman kemiskinan naik dari
1.75 % pada bulan Maret 2013 menjadi 1.89 % dan indeks keparahan kemiskinan
naik dari 0.43 % menjadi 0.48 %. Artinya, tingkat kemiskinan yang ada di Indonesia
semakin parah. Kemiskinan merupakan masalah yang sangat besar bagi bangsa
Indonesia sehingga untuk menanggulangi masalah yang sangat serius ini diperlukan
langkah-langkah yang tepat. Dari sisi pemerintah pun masih terlihat belum siap
dalam upaya mengentaskan kemiskinan walaupun berbagai upaya telah ditempuh.

2
Di satu sisi, pemerintah belum siap melepaskan diri dari utang luar negeri berbasis
bunga sehingga utang menjadi salah satu sumber utama pembiayaan APBN dan
hanya mengandalkan APBN saja tidak akan pernah bisa mengentaskan kemiskinan
yang ada, untuk itu perlu ada suatu upaya dalam bentuk penggalangan dana yang
bersumber dari dalam negeri melalui bentuk-bentuk instrumen seperti zakat, infak
dan sedekah.
Zakat, infak dan sedekah merupakan suatu ketetapan Allah yang
menyangkut harta karena Allah menjadikan harta benda sebagai sarana kehidupan
untuk umat manusia sehingga ketiganya harus diarahkan untuk kepentingan
bersama. Infak adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang dengan
kebebasan pemiliknya untuk menentukan jenis harta dan berapa jumlah yang ingin
diserahkan. Infak berbeda dengan zakat karena infak tidak mengenal nisab atau
jumlah harta yang ditentukan secara hukum. Infak tidak harus diberikan kepada
delapan golongan mustahik yang sudah ditentukan dalam penyaluran zakat,
melainkan kepada siapapun yang membutuhkan misalnya orang tua, kerabat, anak
yatim, atau orang miskin. Islam memerintahkan manusia untuk menginfakkan
sebagian harta karena harta yang ada di tangan manusia merupakan sarana untuk
mendapatkan ridha Allah dan bukan merupakan tujuan hidup seorang manusia.
Seperti yang dianjurkan dalam (QS 2:267): "Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang keluarkan dari bumi untuk kalian, dan janganlah kalian
memilih yang buruk-buruk lalu kalian nafkahkan daripadanya, padahal kalian
sendiri tidak mau mengambilnya kecuali dengan memicingkan mata terhadapnya.
Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya, Maha terpuji."
Perumusan Masalah
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar
yaitu sebesar 42.332.370 jiwa, tetapi juga menduduki peringkat ketiga dengan
jumlah penduduk miskin terbanyak di Indonesia yaitu sebesar 4.327.065 orang
(9,44%) pada bulan Maret 2014 menurut BPS. Letak yang strategis menjadi
keuntungan bagi perkembangan perekonomian di Jawa Barat, akan tetapi masalah
kemiskinan menjadi masalah yang tak kunjung habis dalam kehidupan masyarakat
karena sebagian besar penduduk miskin berada di Pulau Jawa dan salah satu kota
di Jawa Barat yang jumlah penduduk miskinnya tergolong cukup banyak adalah
Kota Bogor.
Tabel 1 Perbandingan Data Jumlah Penduduk Miskin dengan PDRB di Kota
Bogor Tahun 2009-2013
Periode
Jumlah
Pertumbuhan
PDRB
Pertumbuhan
penduduk
Penduduk
Perkapita/tahun
PDRB
miskin (000)
miskin
(miliar)
Perkapita
2009
91,71
-0.061
12,788
0.1532
2010
90,20
-0.016
14,635
0.1444
2011
88,94
-0.013
16,000
0.0938
2012
88,00
-0.010
17,323
0.0820
2013
86,48
-0.017
19,535
0.1276
Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Barat (2013)

3
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Kota Bogor terus
menurun dari tahun ke tahun tetapi jumlah penurunannya tidak signifikan
sedangkan untuk PDRB perkapita Kota Bogor terus meningkat dengan cukup pesat
dan peningkatan PDRB perkapita ini dapat menggambarkan secara riil tingkat
kesejahteraan masyarakat. Jumlah penduduk miskin di Kota Bogor terus
mengalami penurunan tetapi angka tersebut masih dikatakan cukup tinggi
mengingat Kota Bogor memiliki wilayah yang tergolong tidak terlalu luas sehingga
dengan luas sebesar 118.50 km2 saja, angka kemiskinan di Kota Bogor dapat
dikatakan cukup tinggi.
Tabel 2 Penerimaan Zakat Maal dan Infak/Shodaqoh Tahun 2009-2013 (Rupiah)
Tahun
Zakat Maal
Infak/
Jumlah
Shodaqoh
2009
2 126 423 260
440 063 666
2 566 486 926
2010
2 145 743 043
585 923 550
2 731 656 593
2011
2 119 643 462
558 801 060
2 678 444 522
2012
2 218 350 432
595 364 093
2 813 714 525
2013
2 649 442 252
669 130 568
3 318 572 820
Sumber : BAZNAS Kota Bogor (2013)

Tabel 2 memperlihatkan bahwa penerimaan BAZNAS di Kota Bogor baik
dari zakat maal maupun infak terus mengalami peningkatan yang cukup baik.
Walaupun demikian dengan jumlah penduduk di Kota Bogor pada tahun 2013 yang
beragama Islam sebesar 932 002 dari 1 013 019 orang se Kota Bogor, potensi infak
di Kota Bogor masih sangat jauh dengan pengumpulan yang sudah diterima oleh
BAZNAS. Jika diasumsikan, apabila penduduk Kota Bogor berinfak 1 000 rupiah
selama satu bulan dan selama satu tahun mengeluarkan infak Rp12 000 untuk satu
orang maka pengumpulan infak yang di dapat adalah sebesar Rp11 184 024 000 per
tahun.
Tabel 3 Penerimaan Masjid per Kecamatan di Kota Bogor pada September 2012Agustus 2013 (rupiah)
Kecamatan
Zakat Fitrah
Zakat Maal
Infak
Bogor Selatan
102 502 000
114 195 000
157 756 000
Bogor Timur
115 841 700
824 076 700
1 086 779 300
Bogor Utara
278 219 000
496 384 075
317 962 770
Bogor Tengah
144 023 227
56 285 500
134 715 900
Bogor Barat
237 863 750
336 906 000
166 519 950
Tanah Sareal
442 662 750
697 019 250
2 062 598 411
Total
1 321 112 427
2 524 866 525
3 926 332 331
Sumber : BAZNAS Kota Bogor (2013)

Tabel 3 menunjukkan bahwa penerimaan masjid per kecamatan di Kota
Bogor pada Bulan September 2012 hingga Agustus 2013 dimana Kecamatan Bogor
Timur memperoleh infak terbanyak dibandingkan dengan kecamatan lain. Bogor
Timur merupakan kecamatan dengan angka kemiskinan paling sedikit yaitu 22 005
orang pada tahun 2012 sedangkan penerimaan infak paling sedikit adalah
Kecamatan Bogor Tengah dengan jumlah penerimaan Rp 134 715 900. Jika
penerimaan infak di masjid dengan penerimaan infak di BAZNAS Kota Bogor

4
digabungkan, jumlah yang di dapat hanya sebesar Rp 7 244 905 151. Jumlah yang
didapat masih jauh dari jumlah yang diperkirakan sebelumnya yaitu sebesar Rp 11
184 024 000. Jumlah tersebut hanya 64 % dari total potensi yang dapat diperoleh
dari hasil infak yang ada di Kota Bogor padahal perekonomian Kota Bogor berada
dalam kondisi yang terus menunjukan peningkatan positif.
BPS mencatat PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Berlaku pada Tahun
2012 telah mencapai Rp 17 323 335 990 000 atau meningkat 11.86 % dibanding
Tahun 2011 dan terus meningkat hingga tahun 2013 sebesar Rp 19 283 951 000
000 atau terjadi perubahan positif sebesar 9.92 % dibandingkan tahun sebelumnya.
Peningkatan PDRB ini dapat menggambarkan secara riil tingkat kesejahteraan
masyarakat sehingga dengan adanya peningkatan pada PDRB maka kemauan
masyarakat untuk berinfak juga seharusnya cukup tinggi mengingat 92 %
masyarakat Kota Bogor adalah beragama Islam. Tingkat kemiskinan di Bogor
memang tergolong cukup tinggi namun penanggulangan kemiskinan ini bukan
hanya tugas pemerintah saja tetapi juga perlu bantuan dan dukungan dari
masyarakat. Salah satunya adalah dengan cara mengeluarkan sebagian hartanya
untuk diberikan kepada yang lebih membutuhkan yang dapat dikeluarkan melalui
zakat, infak, ataupun sedekah. Berdasarkan uraian diatas maka pertanyaan yang
dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi alokasi infak rumah
tangga masyarakat di Kota Bogor?
2. Bagaimana perilaku berinfak pada rumah tangga di Kota Bogor?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dipaparkan, maka
tujuan dari penelitian ini:
1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi alokasi infak rumah
tangga masyarakat di Kota Bogor.
2. Menganalisis perilaku berinfak pada rumah tangga di Kota Bogor.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Bagi penulis, dapat menjadi sarana pembelajaran untuk memperoleh
wawasan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi alokasi infak
rumah tangga di Kota Bogor.
2. Bagi pembaca, dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi masyarakat, dapat menambah informasi mengenai faktor-faktor
yang memengaruhi alokasi infak rumah tangga sehingga dapat
meningkatkan alokasi infak masyarakat.
Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, maka ruang lingkup
dalam penelitian ini adalah melakukan analisis faktor-faktor yang memengaruhi
alokasi infak rumah tangga serta perilaku berinfak pada rumah tangga. Penelitian
ini dilakukan di daerah Kota Bogor dengan jumlah responden sebanyak 180 orang.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Kemiskinan Dalam Sudut Pandang Islam
Tujuan utama pembangunan ekonomi adalah pengentasan kemiskinan dan
meminimalisir kesenjangan antara kelompok kaya dengan kelompok miskin.
Kemiskinan adalah sebuah konsep yang sulit untuk didefinisikan dalam definisi
yang bersifat tunggal. Dalam perspektif syariah, terjadinya perbedaan pendapatan
yang menjadi penyebab kemiskinan sesungguhnya merupakan sunnatullah fil
hayah. Karena itu, Islam tidak pernah berbicara mengenai bagaimana upaya untuk
“menghilangkan” kemiskinan, akan tetapi berbicara bagaimana mereduksi dan
meminimalisir kemiskinan ini agar kehidupan yang lebih sejahtera dapat diraih.
Salah satunya adalah dengan mengembangkan sikap saling menolong, saling
membantu, saling bersilaturahim, saling mengisi dan saling bersinergi. Islam
menjadikan orang fakir yang memiliki akhlak yang baik sebagai salah satu pilar
penting dalam pembangunan suatu masyarakat seperti pendapat yang dikemukakan
oleh Ali bin Abi Thalib: “Tegaknya urusan dunia dan masyarakat karena lima
faktor: ilmu para ulama, adilnya pemerintah, kepemurahan orang kaya, doanya
prang fakir, dan jujurnya para pegawai.”
Terkait dengan definisi fakir miskin, ada perbedaan antara mazhab Syafii
dan Hambali dengan mazhab Hanafi dan Maliki. Menurut mazhab Syafii dan
Hambali, orang miskin adalah orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup
diri dan keluarganya meskipun ia memiliki pekerjaan dan penghasilan. Hal ini
didasarkan pada QS 18:79 sementara orang fakir didefinisikan sebagai orang yang
tidak memiliki penghasilan sama sekali karena ada sebab khusus yang syar’i seperti
usia tua dan sakit-sakitan, serta sibuk dalam dakwah sehingga tidak sempat mencari
nafkah (QS 2:273). Adapun definisi fakir menurut mazhab Hanafi dan Maliki
adalah kebalikan dari definisi mazhab Syafii dan Hambali. Meskipun demikian,
pebedaannya tidak signifikan karena kedua-duanya adalah kelompok yang harus
dibantu, baik melalui dana zakat, infak, shadaqah.
Dalam islam, definisi kebutuhan pokok bukan hanya terkait dengan aspek
kebutuhan material saja tetapi juga dengan kebutuhan spiritual dan beribadah
kepada Allah sehingga dalam QS 20:118-119 dan QS 106:3-4 dijelaskan bahwa
kebutuhan pokok itu antara lain: (1) dapat melaksanakan ibadah, (2) terpenuhinya
kebutuhan sandang, pangan dan papan, dan (3) hilangnya rasa takut. Dengan
demikian, dimensi kebutuhan pokok ini bersifat multidimensi, tidak hanya material
namun juga spiritual dan tidak hanya bersifat duniawi, namun juga ukhrawi.
Kemiskinan material didasarkan pada ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan material sepenuhnya seperti sandang, pangan, papan sedangkan
kemiskinan spiritual didasarkan pada ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan
spiritual minimal melalui pelaksanaan ibadah yang diwajibkan maupun dianjurkan
dalam Islam.
Ketidakmampuan pemenuhan kebutuhan material dan spiritual ini berbeda
penyebabnya. Pada kemiskinan material, penyebabnya lebih kepada alasan yang
bersifat ekonomis yaitu ketidakcukupan pendapatan dalam membiayai kebutuhan
pokok diri dan keluarga. Kemiskinan spiritual lebih disebabkan pada pengetahuan
dan pemahaman terhadap ajaran agama yang kurang tepat atau ada unsur
kesengajaan untuk tidak mau melaksanakan ajaran agama karena pengaruh hawa

6
nafsu maupun pengaruh aliran pemahaman yang tidak tepat. Dari definisi diatas,
maka dibentuk suatu kuadran yang disebut dengan kuadran CIBEST (Center of
Islamic Business and Economic Studies-IPB). Kuadran CIBEST terdiri dari empat
kuadran sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.

Sumber: Beik dan Arsyianti (2015)

Gambar 2 Kuadran CIBEST
Pada gambar diatas, pembagian kuadran didasarkan pada kemampuan
rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan material dan spiritual. Kuadran CIBEST
membagi kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan material dan
spiritual ke dalam dua tanda, yaitu tanda positif (+) dan negatif (-). Tanda (+) artinya
rumah tangga tersebut mampu memenuhi kebutuhannya dengan baik sementara
tanda (-) berarti rumah tangga tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah
tangganya dengan baik. Empat pembagian kuadran CIBEST adalah rumah tangga
sejahtera, rumah tangga yang mengalami kemiskinan material, rumah tangga yang
mengalami kemiskinan spiritual, dan rumah tangga yang mengalami kemiskinan
absolut.
Pada kuadran pertama, rumah tangga mampu memenuhi kebutuhan material
dan spiritual sehingga tanda keduanya adalah (+) dan kuadran ini menggambarkan
kesejahteraan. Sejahtera itu adalah rumah tangga atau keluarga dianggap mampu
baik secara material maupun spiritual secara ekonomi produktif dan secara ibadah
produktif. Kuadran II adalah rumah tangga mampu memenuhi kebutuhan spiritual
(+) akan tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan materialnya (-) dengan baik yang
mencerminkan kondisi rumah tangga yang berada pada kategori kemiskinan
material. Pada rumah tangga pada kuadran II, program pengentasan kemiskinan
melalui peningkatan skill dan kemampuan rumah tangga serta pemberian akses
permodalan dan pendampingan usaha secara efektif. Pada kuadran III, kondisi yang
terjadi adalah rumah tangga tergolong mampu secara material (+) namun tergolong
tidak mampu secara spiritual (-) sehingga mereka berada pada kategori kemiskinan
spiritual. Program yang perlu dikembangkan adalah bagaimana mengajak mereka
untuk melaksanakan ajaran agama dengan lebih baik. Yang terburuk adalah posisi
kuadran IV karena posisi tersebut mencerminkan rumah tangga tidak mampu
memenuhi kebutuhan material dan spiritualnya secara sekaligus sehingga tanda

7
keduanya adalah (-). Inilah kelompok yang berada pada kategori kemiskinan
absolut yaitu miskin secara materi dan ruhani. Program yang harus dilakukan
adalah memperbaiki sisi ruhiyah dan mentalnya terlebih dahulu, lalu kemudian
memperbaiki kondisi kehidupan ekonominya.
Solusi Islam Untuk Pengentasan Kemiskinan
Allah SWT. telah menciptakan makhluk hidup sekaligus menyediakan
sarana untuk memenuhi kebutuhannya. Allah SWT. tidak mungkin menciptakan
berbagai makhluk dan membiarkannya tanpa menyediakan rezeki bagi mereka
seperti dalam firman Allah SWT. dalam (QS 30: 40):“Allah lah yang menciptakan
kamu, kemudian memberikan rezeki”. Walaupun selalu ada rezeki untuk setiap
makhluk ciptaan Allah, tetapi kemiskinan masih saja terjadi hingga sekarang.
Seolah-olah kekayaan alam yang telah disediakan oleh Allah SWT. tidak mampu
mencukupi kebutuhan manusia yang populasinya terus bertambah dari tahun ke
tahun padahal jumlah kekayaan alam yang disediakan oleh Allah SWT. untuk
makhluk-Nya pasti mencukupi. Namun, jika kekayaan alam yang sudah disediakan
ini tidak dikelola dengan benar, tentu akan terjadi ketimpangan dalam distribusinya.
Islam telah memberikan izin kepada individu untuk mengelola harta yang menjadi
miliknya dan menentukan bagaimana cara mengelolanya dan Islam mewajibkan
kepada manusia bahwa di dalam harta orang-orang kaya terdapat hak bagi para fakir
miskin. Sirkulasi kekayaan harus terjadi pada semua anggota masyarakat dan tidak
ada sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang saja seperti pada (QS 59:7):
“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kalian”. Jika masyarakat mengalami kesenjangan yang lebar antarindividu dalam
memenuhi kebutuhan pokok, maka negara harus menyelesaikannya dengan cara
mewujudkan keseimbangan dalam masyarakat dengan cara memberikan harta
negara yang menjadi hak miliknya kepada orang-orang yang memiliki keterbatasan
dalam memenuhi kewajibannya.
Yusuf Qardhawi dalam bukunya Musykilatul Fakri Wa Kaifa ‘Aalajahal
Islam menyebutkan enam kiat Islam dalam mengatasi kemiskinan, yang pertama
adalah bekerja yang merupakan keharusan mutlak yang harus dilakukan oleh
seorang muslim guna memperoleh rizki yang telah disediakan Allah SWT seperti
dalam firman-Nya “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya” (QS
67:15). Selain itu adalah dengan mencukupi keluarga yang lemah karena begitu
banyak orang yang tidak bisa bekerja, bukan karena mereka malas bekerja dan
berusaha, tapi karena mereka adalah orang-orang yang kebutuhannya harus
dipenuhi oleh anggota keluarganya yang lain dan masyarakat muslim seperti janda
yang ditinggal mati suaminya tanpa ditinggalkan harta yang cukup, anak-anak kecil
yang yatim sehingga mereka belum bisa mandiri, orang-orang yang sudah lanjut
usia, orang yang berpenyakit, orang yang cacat sebagaimana firman Allah yang
artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya...“
(QS 94:27).
Selain itu adalah zakat yang merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh
kaum muslimin. Kewajiban zakat sama kedudukannya dengan kewajiban shalat,
karenanya dalam banyak ayat dan hadits perintah shalat dirangkai dengan perintah
zakat yang berarti seorang muslim tidak sempurna keislamannya tanpa menunaikan

8
keduanya, diantara ayat tersebut adalah firman Allah yang artinya: “Dan dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku” (QS 2:43).
Yusuf Qardhawi juga menjelaskan bahwa mengatasi kemiskinan dengan dana
bantuan Islam yang berasal dari berbagai sumber yang diperoleh baitul maal.
Kekayaan-kekayaan umum pada suatu negara harus diarahkan untuk mengatasi
kemiskinan dan karenanya dia tidak boleh dikuasai oleh satu atau sekelompok
orang untuk kepentingan mereka. Disamping zakat, masih ada pengeluaran seorang
muslim yang harus dilakukan dalam upaya mengatasi kemiskinan misalnya
hubungan bertetangga yang apabila mereka miskin maka kita wajib membantunya
seperti sabda Rasulullah “Tidak patut dinamakan beriman, orang yang tidur malam
dalam keadaan kenyang sedang tetangga yang berada di sampingnya dalam
keadaan lapar, padahal ia mengetahuinya (HR. Thabrani dan Baihaqi). Disamping
kewajiban-kewajiban dalam kaitan harta yang harus ditunaikan oleh seorang
muslim, untuk mengatasi kemiskinan, Islam juga menyeru manusia untuk memiliki
akhlak yang agung yang dalam hal ini adalah dermawan dan murah hati dalam
mengeluarkan hartanya lebih dari yang diwajibkan kepadanya dalam konteks
shadaqah yang sifatnya suka rela sebagai kebajikan dirinya di jalan Allah Swt.
Pengertian Infak
Infak adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang ketika
memperoleh penghasilan atau rezeki. Berinfak adalah ciri orang yang bertaqwa
seperti pada (QS 2: 1-3) “Alif laam miim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman
kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki
yang Kami anugerahkan kepada mereka”. Infak berbeda dengan zakat karena infak
tidak mengenal nisab atau jumlah harta yang ditentukan secara hukum dan tidak
harus diberikan kepada mustahik tertentu, melainkan kepada siapapun yang
membutuhkan misalnya orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, atau orangorang yang sedang dalam perjalanan. Namun zakat disebut dengan infak pada QS
9: 34): “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orangorang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan
jalan yang bathil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di
jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan
mendapat) azab yang pedih”.
Sedekah dan infak memiliki arti yang sama dan tidak memiliki ketentuan
jumlah, waktu maupun penerimanya tetapi infak dan sedekah juga berbeda karena
infak lebih bersifat materi sedangkan sedekah sifatnya lebih umum yaitu mencakup
materi dan non materi seperti senyum, mendamaikan dua orang yang sedang
berkelahi, dan mengerjakan perbuatan baik. Infak juga dapat diartikan sebagai
sesuatu yang diberikan kepada seseorang untuk menutupi kekurangannya. Infak
harus dilakukan semata-mata mengharapkan keridhaan Allah SWT dan
kecintaannya untuk memperoleh pahala dan ridha dari Allah SWT seperti dalam
(QS 2:272): “dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena
mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan,
niscaya kamu akan diberi pahala dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan
dianiaya (dirugikan).” Infak dikeluarkan agar manusia mernyadari tanggung

9
jawabnya, baik terhadap dirinya sendiri, keluarganya, dan memperhatikan
kesejahteraan sosial. Perintah dalam berinfak juga tercantum dalam (QS 2:273):
“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah;
mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka
mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka
dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara
mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah),
maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui”
Dampak Ekonomi Dari Berinfak
Infak sangat memberi pengaruh dan keberuntungan dalam kehidupan
manusia di dunia dan akhirat, oleh karena itu Islam melatih umat manusia agar rajin
berinfak. Dengan berinfak, pahala dapat bertambah dan keimanan pun terasa
semakin kuat. Bahkan di dalam hadis banyak disebutkan bahwa jika seseorang
mempunyai harapan untuk mencapai tujuan tertentu, kita diperintahkan
memulainya dengan sedekah seperti “Barangsiapa ingin doanya terkabul dan
dibebaskan dari kesulitannya hendaklah dia mengatasi (menyelesaikan) kesulitan
orang lain.” (HR. Ahmad). Infak sangat bermanfaat bagi yang menerima maupun
yang memberi seperti yang tercantum dalam (QS 2:261): “Perumpamaan (nafkah
yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah
adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir; pada setiap
bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia
kehendaki..”. Sehingga seseorang yang memberikan hartanya di jalan Allah atau
berinfak akan mendapatkan imbalan 700 kali dari apa yang dia berikan kepada
orang lain. Hal ini membuktikan bahwa berinfak tidak hanya memberikan
keuntungan bagi yang menerima, namun juga dapat memberi keuntungan kepada
pemberi infak. Selain itu dalam (QS 57:7) juga dijelaskan “Siapakah yang mau
memberikan pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik? Allah akan melipatkan
gandakan pahala baginya yang mulia.”
Infak tidak hanya memberi dampak positif bagi akhirat saja, tetapi juga
memberi dampak positif bagi dunia, salah satunya adalah dampak dari segi
ekonomi. Seorang muslim harus menyadari bahwa sebaik-baiknya manusia adalah
manusia yang bermanfaat untuk orang lain. Jika seseorang menginginkan rezekinya
dilipatgandakan, maka infak adalah salah satu solusinya. Sebagai seorang muslim
hendaknya tidak merasa takut hartanya akan berkurang atau habis jika dikeluarkan
untuk berinfak demi kemaslahatan umat Islam karena Allah SWT sudah berfirman
akan melipatgandakan rezeki hamba-Nya yang rutin berinfak. Orang yang memiliki
harta lebih dengan sukarela membantu yang kekurangan dan orang yang membantu
dijamin tidak akan berkurang hartanya tetapi justru akan terus bertambah.
Sementara orang yang hidup dalam kekurangan akan mampu bangkit untuk
memperbaiki kondisi ekonominya. Selain berdampak dalam segi ekonomi secara
langsung, juga memiliki dampak sosial yang luas. Adanya semangat saling
membantu, maka akan timbul rasa kedekatan dan persaudaraan yang kuat. Hal ini
merupakan modal utama bagi terciptanya kerukunan hidup di masyarakat yang
sangat menunjang suksesnya pembangunan.

10
Penelitian Terdahulu
Penelitian Myrella (2014) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
alokasi infak rumah tangga yang terletak di Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor. Infak dapat dijadikan alternatif yang tepat sebagai sarana untuk
memeratakan pendapatan sehingga dapat mengentaskan kemiskinan. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi linier berganda dan analisis
deskriptif. Hasil analisis menunjukkan faktor-faktor yang memengaruhi alokasi
infak rumah tangga adalah kepekaan sosial (altruisme), pendapatan serta lamanya
mendapatkan pendidikan formal. Ketiga faktor tersebut memiliki pengaruh positif
terhadap besarnya alokasi infak rumah tangga.
Penelitian Siti (2011) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
pembayaran zakat di Kota Palembang. Zakat dapat menciptakan lapangan kerja
sehingga dapat membantu mengentaskan masalah ketenagakerjaan dan
pengangguran. Hasil yang didapat dari penelitian ini diperoleh ada empat faktor
yang melatarbelakangi seseorang dalam berzakat, yaitu keimanan, sosial,
pemahaman agama, dan penghargaan. Faktor utamanya adalah faktor keimanan.
Hasil analisis regresi logistik terhadap faktor-faktor yang memengaruhi pilihan
organisasi zakat, diperoleh empat variabel yang berpengaruh nyata.
Riani (2012) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku
muzakki dalam membayar zakat dengan studi kasus pada BAZNAS Kota
Yogyakarta. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
pengetahuan, regulasi, kredibilitas dan akuntabilitas lembaga. Hasil pengujian
model (Uji f) menunjukkan model signifikan, artinya faktor pengetahuan, regulasi,
kredibilitas dan akuntabilitas secara simultan berpengaruh terhadap perilaku
muzaki dalam membayar zakat. Sedangkan hasil uji parsial (Uji t) menunjukkan
bahwa variabel pengetahuan dan regulasi memberikan pengaruh tidak signifikan
sedangkan variabel kredibilitas dan akuntabilitas lembaga memberikan pengaruh
yang signifikan.
Penelitian Mukhlis (2011) tentang analisis faktor-faktor yang memengaruhi
tingkat kepatuhan membayar zakat dengan studi kasus di Kabupaten Bogor. Dari
hasil penelitian ini, diketahui sejumlah faktor yang membuat seseorang mau untuk
membayar zakat yaitu faktor keagamaan seperti iman, pemahaman agama, dan
balasan, dan ada juga faktor-faktor lainnya seperti kepedulian sosial, kepuasan diri,
dan organisasi. Jika faktor-faktor tersebut diurutkan dengan menggunakan
composite index, maka hasilnya adalah sebagai berikut: (1) faktor keimanan, (2)
faktor sosial, (3) faktor balasan, (4) faktor kepuasan diri, (5) faktor pemahaman
agama, (6) faktor organisasi zakat, dan (7) faktor pujian. Dari hal ini didapatkan
bahwa composite index terkecil ada pada faktor pujian, hal ini menunjukkan bahwa
faktor pujian tidak memengaruhi individu secara dominan untuk membayar zakat.
Penelitian Izzatul (2011) tentang Analisis Diskriminan Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Partisipasi Berzakat Berinfak dan Tempat Pemilihan Membayar
Zakat dengan Studi Kasus di Kabupaten Brebes. Metode yang digunakan dalam
analisis ini adalah analisis diskriminan. Hasil penelitian menunjukkan dalam taraf
nyata 10 persen, faktor yang memengaruhi partisipasi berzakat adalah faktor
keimanan, faktor althurism (kepekaan sosial), faktor penghargaan, faktor organisasi
dan faktor pendapatan. Dari analisis diskriminan yang digunakan, faktor yang
memengaruhi partisipasi rutin berinfak adalah faktor keimanan, faktor althurism,

11
faktor kepuasan, faktor pendidikan, frekuensi infak. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa faktor yang memengaruhi pemilihan tempat membayar zakat
pada taraf nyata 10 persen adalah faktor pendidikan dan keberadaan Organisasi
Pengelola Zakat (OPZ).
Hipotesis
Berdasarkan beberapa teori dan penelitian terdahulu maka dapat
dirumuskan beberapa hipotesis dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Keimanan berpengaruh positif terhadap alokasi infak rumah tangga. Semakin
tinggi tingkat keimanan seseorang maka semakin besar peluang alokasi infak
rumah tangga.
2. Penghargaan berpengaruh positif terhadap alokasi infak rumah tangga. Semakin
tinggi tingkat penghargaan seseorang maka semakin besar peluang alokasi infak
rumah tangga.
3. Altruisme berpengaruh positif terhadap alokasi infak rumah tangga. Semakin
tinggi tingkat altruisme seseorang maka semakin besar peluang alokasi infak
rumah tangga.
4. Kepuasan diri berpengaruh positif terhadap alokasi infak rumah tangga. Semakin
tinggi tingkat kepuasan diri seseorang maka semakin besar peluang alokasi infak
rumah tangga.
5. Lama mendapatkan pendidikan berpengaruh positif terhadap alokasi infak
rumah tangga. Semakin lama seseorang mendapatkan pendidikan maka semakin
besar peluang alokasi infak rumah tangga.
6. Total pendapatan rumah tangga berpengaruh positif terhadap alokasi infak
rumah tangga. Semakin tinggi total pendapatan rumah tangga seseorang maka
semakin besar peluang alokasi infak rumah tangga.
7. Besar keluarga berpengaruh terhadap alokasi infak rumah tangga. Semakin
tinggi besar keluarga seseorang maka semakin kecil peluang alokasi infak rumah
tangga.
8. Jenis pekerjaan utama berpengaruh terhadap alokasi infak rumah tangga.
Seseorang dengan pekerjaan tertentu akan membayar infak lebih besar
dibandingkan dengan seseorang yang bekerja sebagai pensiunan.
9. Umur berpengaruh positif terhadap alokasi infak rumah tangga. Semakin tua
umur seseorang maka semakin besar peluang alokasi infak rumah tangga.
Kerangka Pemikiran
Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dihadapi oleh seluruh
pemerintahan yang ada di dunia dan masih menjadi masalah yang sangat besar bagi
bangsa Indonesia sehingga untuk menanggulangi masalah yang sangat serius ini
diperlukan langkah-langkah yang tepat. Berbagai upaya sudah dilakukan
pemerintah untuk menanggulangi angka kemiskinan di Indonesia namun bukan
hanya pemerintah saja yang harus bertugas dalam mengentaskan kemiskinan, tetapi
masyarakat Indonesia pun harus ikut andil dalam mengurangi tingkat kemiskinan
yang ada di Indonesia. Di Indonesia, islam adalah agama mayoritas dan dalam islam
ajaran untuk mengeluarkan zakat, infak, dan sedekah diperkenalkan sebagai media
untuk menumbuhkan pemerataan kesejahteraan di antara masyarakat dan
mengurangi kesenjangan antara kaya dan miskin. Pengurus Forum Zakat Indonesia

12
(Sri Adi Bramasetia) mengatakan meski jumlah ZIS yang terhimpun di Indonesia
naik tiap tahun namun tidak pernah mencapai potensi yang sesungguhnya. Potensi
ZIS di Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia bisa mencapai
Rp 300 triliun per tahun dan jika ZIS di Indonesia bisa dikelola dengan baik akan
menjadi potensi besar bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat. Namun dari
potensi yang besar itu, baru tercapai sekitar Rp 1.8 triliun per tahun sehingga
masalah kemiskinan di Indonesia belum dapat teratasi dengan baik maka perlu
diketahui apa saja faktor-faktor yang memengaruhi alokasi infak pada rumah
tangga dan bagaimana perilaku berinfak di Kota Bogor sehingga penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi alokasi infak rumah
tangga dan mengetahui bagaimana perilaku berinfak di Kota Bogor.
Tingginya angka kemiskinan di Indonesia

Sebagian besar masyarakat Indonesia
beragama Islam

Infak merupakan salah satu solusi
yang ditawarkan oleh Islam untuk
mengurangi angka kemiskinan di Indonesia

Faktor-faktor yang memengaruhi
alokasi infak rumah tangga :
1. Pekerjaan
2. Pendidikan
3. Pendapatan
4. Besar Keluarga
5. Keimanan
6. Penghargaan
7. Altruisme
8. Kepuasan diri
9. Umur

Perilaku Pengalokasian Infak
Rumah Tangga
Gambar 3 Kerangka Pemikiran

13

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
Data primer merupakan data utama yang dipakai dalam penelitian ini, diambil
dengan menggunakan metode wawancara dan kuesioner yang ditujukan kepada
masyarakat Kota Bogor. Data sekunder diperlukan untuk melengkapi dan
mendukung data primer. Data sekunder didapat melalui pemerintahan kota, literatur
atau dokumen-dokumen baik yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di seluruh kecamatan di Kota Bogor yaitu
Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Selatan,
Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Tanah Sareal.
Penentuan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan tertentu yaitu mengingat
jumlah penduduk muslim di Kota Bogor yang berjumlah 932 002 dari 1 013 019
orang sehingga memiliki potensi yang baik dalam peningkatan jumlah infak di Kota
Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2015.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan
metode studi kasus melalui wawancara kepada masyarakat yang ada di Kota Bogor
melalui kuesioner. Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat yang berada di
Kota Bogor dengan jumlah responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini
berjumlah 180 orang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan melalui
dua tahap yaitu tahap stratified random sampling dan system random sampling.
Tahapan dalam pengambilan sampel dapat dijelaskan pada Gambar 4.
Kota Bogor

Kecamatan

Kecamatan

Kecamatan

Kecamatan

Kecamatan

Kecamatan

Kelurahan

Kelurahan

Kelurahan

Kelurahan

Kelurahan

Kelurahan

3 RW

3 RW

3 RW

3 RW

3 RW

3 RW

10 warga

10 warga

10 warga

10 warga

10 warga

10 warga

Gambar 4 Tahapan Pengambilan Sampel

14
Tahap yang pertama menggunakan stratified random sampling saat memilih
6 dari 68 kelurahan yang ada di Kota Bogor. Dari tiap kecamatan di Kota Bogor
diambil satu kelurahan berdasarkan kelurahan yang memiliki tingkat pendapatan
yang paling tinggi dibandingkan dengan kelurahan lainnya dalam satu kecamatan.
Setelah diperoleh enam kelurahan, tahap selanjutnya adalah mengambil tiga RW
dari tiap kelurahan yang sudah dipilih dengan menentukan proporsi jumlah
penduduk terbanyak dalam satu RW sehingga didapatkan 18 RW yang terpilih. Dari
setiap RW, diambil 10 responden dengan menggunakan system random sampling
yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak tanpa harus
memperhatikan strata yang ada pada populasi tersebut.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu
analisis deskriptif dan regresi logistik ordinal.
Metode Deskriptif
Menurut Sugiyono (2009), analisis deskriptif digunakan untuk
mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data
sampel atau populasi sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum. Dalam penelitian ini analisis deskriptif
digunakan untuk menjelaskan bagaimana perilaku berinfak rumah tangga di Kota
Bogor. Analisis deskriptif juga digunakan untuk menjelaskan hasil kuesioner. Data
dari kuesioner yang telah disebar kepada responden akan disajikan dalam bentuk
tabel-tabel sederhana yang akan dikelompokkan.
Analisis Regresi Logistik Ordinal
Model logit dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis faktorfaktor yang memengaruhi alokasi infak rumah tangga di Kota Bogor. Regresi
logistik merupakan model regresi untuk menganalisis pengaruh variabel penjelas baik
kualitatif maupun kuantitatif terhadap variabel respon yang bersifat kualitatif. Peubah
respon dapat berupa data biner dan dapat juga berupa data multinom (lebih dari dua
kemungkinan pilihan). Pada data yang multinom, skala pengukuranya dapat berskala
nominal (tidak memiliki peringkat, hanya penggolongan saja) atau berskala ordinal
(memiliki peringkat tertentu). Jika kategori dari peubah respon berskala ordinal, maka
analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi logistik ordinal (Hosmer &
Lemeshow, 1989). Dalam regresi logistik ordinal, variabel responnya berskala
ordinal dan setiap kategori dapat diperingkat. Tujuan dari model logit adalah
menentukan peluang bahwa individu dengan karakteristik-karakteristik tertentu
akan memilih suatu pilihan tertentu dari alternatif yang tersedia.
Jika diasumsikan terdapat peubah respon Y berskala ordinal dengan J
kategori dan peubah penjelas sebanyak p maka peluang dari peubah respon kategori
ke-j pada peubah penjelas X tertentu dinyatakan dengan P[(Y=j|x)]= πj(x) dan
peluang kumulatifnya adalah P[(Y≤j|x)]= π1(x)+....+ πj(x). Model logit kumulatif
didefinisikan sebagai (Agresti 2002):
� [ ≤ � |� ]
� � = ��� −� [ ≤ � |�]
+
+
+
+
+
+
+
+
� � =
+ � + �

15

Dengan nilai j:
1= persentase infak per pendapatan 0-5%
2= persentase infak per pendapatan >5%
Keterangan :

= Alokasi infak rumah tangga untuk Y≤ j dengan j = 1, 2.
α
= Treshold model
β
= Koefisien regresi
X1
= Keimanan adalah variabel laten yang terdiri atas sembilan manifes
variabel yaitu (1) menjalankan shalat wajib setiap hari, (2) menjalankan
shalat pada awal waktu, (3) menjalankan shalat fardhu berjamaah, (4)
melaksanakan shalat sunnah, (5) kewajiban dan pentingnya berzakat, (6)
melaksanakan puasa Ramadhan, (7) kebiasaan membaca Al-Qur’an, (8)
menyukuri kondisi yang dialami, (9) ketakutan dalam melakukan
pelanggaran agama dengan menggunakan skala likert 1-5 (1 = sangat
tidak setuju; 2 = tidak setuju; 3 = ragu-ragu; 4 = setuju; 5 = sangat setuju).
X2
= Penghargaan adalah variabel laten yang terdiri atas tiga manifes variabel
yaitu (1) mendapatkan kemudahan rezeki, (2) merasa bangga setelah
berinfak, (3) merasa mengurangi kesulitan orang yang di infakkan
dengan menggunakan skala likert 1-5 (1 = sangat tidak setuju; 2 = tidak
setuju; 3 = ragu-ragu; 4 = setuju; 5 = sangat setuju).
X3
= Altruisme (skor) adalah variabel laten yang terdiri atas lima manifes
variabel yaitu (1) sering tolong menolong, (2) upaya bersyukur kepada
Allah melalui infak, (3) merasa iba ketika melihat fakir/miskin, (4)
senang membantu fakir/miskin, (5) merasa salah ketika tidak berinfak
dengan menggunakan skala likert 1-5 (1 = sangat tidak setuju; 2 = tidak
setuju; 3 = ragu-ragu; 4 = setuju; 5 = sangat setuju).
X4
= Kepuasan diri (skor) adalah variabel laten yang terdiri atas empat manifes
variabel yaitu (1) merasa senang meningkatkan kondisi ekonomi
fakir/miskin, (2) menyadari bahwa ada hak orang lain dalam hartanya,
(3) merasa harta menjadi bersih setelah berinfak, (4) menjadi panutan
masyarakat setelah berinfak dengan menggunakan skala likert 1-5 (1 =
sangat tidak setuju; 2 = tidak setuju; 3 = ragu-ragu; 4 = setuju; 5 = sangat
setuju).
X5
= Lama mendapatkan pendidikan (tahun)
X6
= Total pendapatan rumah tangga (nominal rupiah per bulan)
X7
= Besar keluarga (orang)
X8
= Umur (tahun)
D1
= Dummy jenis pekerjaan 1 dengan nilai 1 untuk PNS dan 0 untuk lainnya.
D2
= Dummy jenis pekerjaan 2 dengan nilai 1 untuk Swasta dan 0 untuk lainnya.
Skala Likert
Menurut Sugiyono (2009), skala ini digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian atau
gejala sosial. Dalam pemberian skoring, setiap jawaban yang diberikan oleh
responden diberi skor dengan menggunakan skala likert dengan bobot sesuai nilai
dari 1 hingga 5, yaitu sangat setuju (5), setuju (4), ragu-ragu (3), tidak setuju (2),
sangat tidak setuju (1).

16

Uji Validitas dan Reabilitas
Validitas sebagai alat pengumpul data menurut Sugiyono (2008). Validitas
konstruk merupakan metode yang digunakan untuk memberikan penilaian terhadap
kuesioner, yaitu melalui korelasi produk momen, antara skor setiap butir pertanyaan
dengan skor total. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
�∑
− ∑

r=
2
2
2
2
√[�∑

− ∑

].�∑

− ∑

Dengan:
N
= banyaknya responden dalam validitas instrumen
Xi
= skor instrumen ke-i (i=1,2,.....,N)
Yi
= skor total instrumen responden ke-i (1,2,.....,N)

Reabilitas dapat diukur dengan menggunakan teknik dari Spearman Brown
dengan rumus (Sugiyono, 2008) sebagai berikut:

r= �
+��

Dengan:
r = reabilitas internal seluruh instrumen
rb= korelasi momen produk antara belahan pertama dengan kedua

Analisis Faktor
Penelitian ini menggunakan analisis faktor untuk memperoleh data yang
berasal dari variabel bebas atau variabel laten yang artinya variabel yang tidak bisa
diukur langsung. Variabel laten dapat diukur dengan manifes variabel. Manifes
variabel adalah variabel yang digunakan untuk mengoperasio