Peranan L-Selectin Dalam Marker Dan Patogenesis Endometriosis
PERANAN L-SELECTIN DALAM MARKER DAN PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS
Henry Salim Siregar, M. Fidel Ganis Siregar, Herbet Sihite, Binarwan Halim, Sarah Dina, Kiko M.
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran – Universitas Sumatera Utara
Medan, Indonesia, 2013
Abstrak
Tujuan : Untuk membandingkan kadar L-selectin pada penderita endometriosis dibandingkan wanita normal dan membandingkan kadar serum L-selectin berdasarkan stadium endometriosis. Metode : Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan cross-sectional study. Didapatkan 72 sampel endometriosis berdasarkan pemeriksaan histopatologi dari jaringan peritoneum atau ovarium yang datang ke poliklinik ginekologi di RSUP. H. Adam Malik, RS Dr. Pirngadi Medan, RS. Permata Bunda, RS. Stella Maris, dan Klinik Mantap di Medan. Untuk kontrol adalah wanita yang merencanakan kontap dengan laparoskopi. Hasil Penelitian : Perbandingan kadar sL-selectin pada wanita penderita endometriosis dan non endometriosis ditampilkan pada tabel 4.3. Pada penelitian ini diperoleh kadar sL-selectin yang secara klinis lebih tinggi pada kelompok wanita penderita endometriosis namun tidak bermakna pada uji statistik. L-selectin dalam bentuk terikat sel dan terlarut (sL-selectin) telah dihubungkan dengan sejumlah penyakit seperti HIV, DM, sindroma Kawasaki, leukemia, limfoma, sklerosis multipel, neonatal bakterial infection, sepsis dan stroke. Bila sL-selectin dibandingkan berdasarkan stadium endometriosis pada kelompok kasus maka diperoleh hasil bahwa semakin tinggi stadium penyakit maka kadar sL-selectin akan semakin tinggi, dan bermakna. Hal ini mungkin terjadi karena proses inflamasi yang terjadi pada endometriosis semakin luas seiring dengan semakin tingginya stadium penyakit. Kesimpulan : Kadar sL-selectin pada wanita penderita endometriosis secara klinis lebih tinggi dibandingkan wanita non endometriosis namun tidak bermakna pada uji statistik dan semakin tinggi stadium endometriosis maka semakin tinggi kadar sL-selectin dan bermakna secara statistik. Kata Kunci : sL-selectin, endometriosis laparaskopi
Universitas Sumatera Utara
THE ROLE OF L-SELECTIN IN MARKER AND PATHOGENESIS ENDOMETRIOSIS
Henry Salim Siregar, M. Fidel Ganis Siregar, Herbet Sihite, Binarwan Halim, Sarah Dina, Kiko M.
Departement of Obstetric and Gynecology Medical Faculty – Universitas Sumatera Utara
Medan, Indonesia, 2013 Abstract
Objective: To compare the levels of L-selectin in patients with endometriosis compared to normal women and compare the serum levels of L-selectin based on the stage of endometriosis. Methods: This study is a descriptive analytical study using cross-sectional design. Obtained 72 samples of endometriosis based on histopathological examination of peritoneal or ovarian tissue that come to the clinic in the department of gynecology. Adam Malik, RS Dr. Pirngadi Medan, RS. Jewel Mother, RS. Stella Maris, and Steady Clinic in Medan. For women planning control is kontap with laparoscopy. Results: Comparison of sL-selectin levels in women with endometriosis and non endometriosis shown in Table 4.3. In this research, the sL-selectin levels were clinically higher in the group of women with endometriosis but not significant in statistical tests. L-selectin in cell bound and soluble forms (sL-selectin) have been associated with a number of diseases such as HIV, diabetes, Kawasaki syndrome, leukemia, lymphoma, multiple sclerosis, neonatal bacterial infection, sepsis and stroke. When sL-selectin compared based on the stage of endometriosis in the cases of the obtained results that the higher stage of disease then sL-selectin levels will be higher, and meaningful. This may occur because the inflammatory process that occurs in the more extensive endometriosis along with the high-stage disease. Conclusion: sL-selectin levels in women with endometriosis clinically higher than female non endometriosis but not significant in statistical tests and the higher stages of endometriosis, the higher levels of sL-selectin and statistically significant. Keywords: sL-selectin, endometriosis laparascopy
Universitas Sumatera Utara
LATAR BELAKANG
Endometriosis adalah kelainan ginekologi
jinak yang didefinisikan sebagai jaringan dan
kelenjar endometrium yang terdapat di luar
lokasi yang normal. Pertama kali diidentifikasi
pada pertengahan abad kesembilanbelas (Von
Rokitansky, 1860), endometriosis umumnya
ditemukan pada peritoneum pelvis namun
dapat juga ditemukan pada ovarium, septum
rektovagina, ureter, kandung pericardium, dan pleura.1
kemih,
Endometriosis paling sering terjadi pada usia
reproduksi. Prevalensi endometriosis pada
populasi umum diperkirakan 10%. Prevalensi
endometriosis mencapai 82% pada wanita
dengan nyeri panggul, dan 21% pada wanita
yang menjalani pemeriksaan infertilitas.2,3
Pada kelompok wanita dengan infertilitas yang
belum diketahui sebabnya ditemukan
endometriosis sebanyak 70-80%, sedangkan
pada kelompok wanita dengan infertilitas
primer ditemukan endometriosis sebanyak 25%.4 Meskipun endometriosis dikatakan
penyakit pada usia reproduksi, namun telah
ditemukan pula endometriosis pada usia remaja dan pascamenopause.5
Oleh karena itu, untuk setiap nyeri haid baik
pada masa usia remaja, maupun pada usia
menopause perlu dipikirkan adanya
endometriosis.
Penyebab endometriosis belum diketahui
secara pasti. Penyakit ini sering disebut juga
“the disease of theories”, karena banyaknya
postulasi teori yang mencoba menjelaskan
patogenesa penyakit ini. Teori-teori yang
paling banyak dianut adalah metaplasia epitel
coelomic atau implantasi fragmen endometrial
yang sampai ke kavum pelvis dengan cara regurgitasi menstruasi.4 L-selectin memainkan peran dalam langkah awal rekrutmen leukosit dari sirkulasi ke tempat inflamasi perifer yaitu rolling leukocytes yang diikuti oleh aktivasi leukosit, adesi yang kuat, dan transmigrasi leukosit ke dalam jaringan interstisial.8 Sebuah penelitian yang membandingkan profile ekspresi gen L-selectin dengan analisa cDNA microarray, quantitative real time RTPCR antara jaringan endometriosis model tikus dan jaringan endometrium eutopik manusia sehat. Mereka menemukan bahwa kadar transkrip L-selectin pada jaringan endometriosis lebih tinggi 46 kali lipat dibandingkan dengan jaringan endometrium eutopik manusia sehat. Sehingga mereka menyimpulkan bahwa L-selectin memainkan peran penting dalam patogenesis endometriosis9 dan dapat dijadikan penanda untuk endometriosis.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan cross-sectional study. Penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP. H. Adam Malik, RS Dr. Pirngadi Medan, RS. Permata Bunda, RS. Stella Maris dan Kinik Mantap Medan mulai bulan Januari 2013 - November 2013. Seluruh kasus endometriosis berdasarkan pemeriksaan histopatologi dari jaringan peritoneum atau ovarium yang datang ke poliklinik ginekologi di RSUP. H. Adam Malik, RS Dr. Pirngadi Medan, RS. Permata Bunda, RS. Stella Maris,
Universitas Sumatera Utara
dan Klinik Mantap di Medan. Untuk kontrol adalah wanita yang merencanakan kontap dengan laparoskopi. Sampel untuk kasus adalah wanita penderita endometriosis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel untuk kontrol adalah wanita nonendometriosis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Baik sampel untuk kasus maupun kontrol diperoleh dari sampel penelitian dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K. Kriteria Inklusi adalah wanita usia antara 1850 tahun, wanita dengan diagnosa endometriosis berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi, memiliki riwayat menstruasi reguler, bersedia mengikuti penelitian dan mensetujui informed consent tertulis, tidak memiliki kelainan ginekologi seperti kista ovarium yang bukan endometriosis, tumor ovarium, dan mioma, tidak memiliki riwayat HIV, DM, leukemia, limfoma, stroke, spinal muscular atrofi, celiac disease, dan sedang sepsis, tidak sedang menggunakan medikasi hormonal sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum rekrutmen, tidak mempunyai riwayat operasi bedah pelvik sebelumnya. Kriteria kontrol adalah wanita usia antara 18-50 tahun, pasien yang dilakukan laparoskopi kontap dan secara visualisasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi non-endometriosis, memiliki riwayat menstruasi reguler, dan bersedia mengikuti penelitian dan mensetujui informed consent tertulis. Kriteria ekslusi adalah subjek mengundurkan diri.
CARA KERJA Sampel darah diperiksakan pada laboratorium. Sampel darah baik pada kasus endometriosis
dan tidak endometriosis sebelum dilakukan
operasi diambil pada vena kemudian
dipisahkan untuk memperoleh serum.
Selanjutnya kadar sL-selectin serum diukur
menggunakan metode enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA).
1. Pasien yang datang ke poliklinik ginekologi
dilakukan anamnese, pemeriksaan
fisik/ginekologi dan ultrasonografi
transvaginal untuk mencari apakah terdapat
indikasi
untuk
dilakukan
laparoskopi/laparatomi.
2. Bila terdapat indikasi untuk dilakukan
laparoskopi/laparatomi seperti riwayat
infertilitas, dismenore, ingin tubektomi,
kista endometriosis dan lain-lain pasien
dijadwalkan laparoskopi pada saat fase
proliferasi dari siklus haid.
3. Sebelum operasi dilakukan pengambilan
sampel darah vena.
4. Pada waktu laparoskopi/laparatomi
dilakukan penilaian apakah terdapat
endometriosis atau tidak yang dibuktikan
dengan hasil histopatologi jaringan
peritoneum. Pasien dengan endometriosis
dimasukkan sebagai kelompok kasus,
dimana dilakukan penderajatan berat
ringannya berdasarkan ASRM 1997. Pasien
laparoskopi kontap tanpa endometriosis
berdasarkan visualisasi dan histopatologi
jaringan tuba dimasukkan sebagai
kelompok kontrol berdasarkan kriteria
inklusi dan eksklusi.
HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini diperoleh masing-masing sebanyak 36 orang untuk kelompok kasus
Universitas Sumatera Utara
yaitu wanita yang menderita endometriosis berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis dan kelompok kontrol yaitu wanita yang tidak
menderita endometriosis berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis.
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia.
Umur
Endometriosis
Non Endometriosis
N %N
%
18-35 tahun
21
55,3 17
44,7
>35 tahun 15 44,1 19
55,9
Total
36 50 36
50
Total N% 38 100 34 100 72 100
Distribusi responden penelitian berdasarkan usia ditampilkan pada tabel 1. Usia dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok 18-35 tahun dan kelompok di atas 35 tahun untuk masing-masing kelompok kasus dan kontrol. Berdasarkan literatur, endometriosis mengenai kira-kira 10% wanita
usia reproduksi.15 Umur rata-rata pasien pada waktu diagnosis endometriosis ditegakan adalah antara umur 25 dan 30 tahun.12 Namun pada penelitian ini diperoleh persentase kelompok usia di atas 35 tahun (44,1%) yang tidak jauh berbeda dengan kelompok usia 1835 tahun (55,3%).
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Stadium Endometriosis.
Stadium
Endometriosis
N%
2 (ringan)
5
13,89
3 (sedang)
13
36,11
4 (berat)
18
Distribusi responden berdasarkan stadium endometriosis pada kelompok kasus ditampilkan pada tabel 2 Stadium endometriosis berdasarkan American Society for Reproductive Medicine 1997. Sistim klasifikasi ini menggunakan poin berdasarkan
50
ukuran dan jumlah lesi dan apakah lesi bilateral, dan juga perlengketan yang ditemukan saat operasi dan sistim ini merupakan metode yang cukup akurat dalam merekam temuan pada saat operasi.16 Dari 36 kasus pada penelitian ini diperoleh stadium 4
Universitas Sumatera Utara
dengan jumlah terbanyak yaitu 18 orang
(50%).
Tabel 3. Perbandingan Kadar sL-selectin Pada Endometriosis dan Non Endometriosis
Subyek
sL-selectin (ng/ml)
P value
N Mean SD
Endometriosis
36 1018,125 191,74 0.478
Non Endometriosis
36
985,608
195,219
Perbandingan kadar sL-selectin pada wanita penderita endometriosis dan non endometriosis ditampilkan pada tabel 3. Pada penelitian ini diperoleh kadar sL-selectin yang secara klinis lebih tinggi pada kelompok wanita penderita endometriosis namun tidak bermakna pada uji statistik. L-selectin dalam bentuk terikat sel dan terlarut (sL-selectin) telah dihubungkan dengan sejumlah penyakit seperti HIV, DM, sindroma Kawasaki, leukemia, limfoma, sklerosis multipel, neonatal bakterial infection, sepsis dan stroke.50 Barrier dan Sharpe-Timms telah melakukan penelitian yang membandingkan kadar sE-selectin, suatu
subfamili lain dari selectin, pada wanita
penderita endometriosis stadium 3 dan 4 yang
dibandingkan dengan wanita non-
endometriosis dan mereka memperoleh kadar sE-selectin yang tidak berbeda.53 Daniel dkk
(2000) juga melakukan penelitian untuk
membandingkan kadar sE-selectin dan sP-
selectin pada wanita penderita endometriosis
dengan
non-endometriosis,
mereka
memperoleh kadar sE-selectin dan sP-selectin
lebih tinggi pada penderita endometriosis namun tidak bermakna secara statistik.54 Hal
mungkin terjadi karena jumlah sampel
penelitian kurang banyak.
Tabel 4. Perbandingan Kadar sL-selectin Berdasarkan Stadium Endometriosis
Stadium Endometriosis
sL-selectin(ng/ml)
Mean
SD
P value
1 (sangat ringan)
0
0
2 (ringan)
771,86
78,87
Henry Salim Siregar, M. Fidel Ganis Siregar, Herbet Sihite, Binarwan Halim, Sarah Dina, Kiko M.
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran – Universitas Sumatera Utara
Medan, Indonesia, 2013
Abstrak
Tujuan : Untuk membandingkan kadar L-selectin pada penderita endometriosis dibandingkan wanita normal dan membandingkan kadar serum L-selectin berdasarkan stadium endometriosis. Metode : Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan cross-sectional study. Didapatkan 72 sampel endometriosis berdasarkan pemeriksaan histopatologi dari jaringan peritoneum atau ovarium yang datang ke poliklinik ginekologi di RSUP. H. Adam Malik, RS Dr. Pirngadi Medan, RS. Permata Bunda, RS. Stella Maris, dan Klinik Mantap di Medan. Untuk kontrol adalah wanita yang merencanakan kontap dengan laparoskopi. Hasil Penelitian : Perbandingan kadar sL-selectin pada wanita penderita endometriosis dan non endometriosis ditampilkan pada tabel 4.3. Pada penelitian ini diperoleh kadar sL-selectin yang secara klinis lebih tinggi pada kelompok wanita penderita endometriosis namun tidak bermakna pada uji statistik. L-selectin dalam bentuk terikat sel dan terlarut (sL-selectin) telah dihubungkan dengan sejumlah penyakit seperti HIV, DM, sindroma Kawasaki, leukemia, limfoma, sklerosis multipel, neonatal bakterial infection, sepsis dan stroke. Bila sL-selectin dibandingkan berdasarkan stadium endometriosis pada kelompok kasus maka diperoleh hasil bahwa semakin tinggi stadium penyakit maka kadar sL-selectin akan semakin tinggi, dan bermakna. Hal ini mungkin terjadi karena proses inflamasi yang terjadi pada endometriosis semakin luas seiring dengan semakin tingginya stadium penyakit. Kesimpulan : Kadar sL-selectin pada wanita penderita endometriosis secara klinis lebih tinggi dibandingkan wanita non endometriosis namun tidak bermakna pada uji statistik dan semakin tinggi stadium endometriosis maka semakin tinggi kadar sL-selectin dan bermakna secara statistik. Kata Kunci : sL-selectin, endometriosis laparaskopi
Universitas Sumatera Utara
THE ROLE OF L-SELECTIN IN MARKER AND PATHOGENESIS ENDOMETRIOSIS
Henry Salim Siregar, M. Fidel Ganis Siregar, Herbet Sihite, Binarwan Halim, Sarah Dina, Kiko M.
Departement of Obstetric and Gynecology Medical Faculty – Universitas Sumatera Utara
Medan, Indonesia, 2013 Abstract
Objective: To compare the levels of L-selectin in patients with endometriosis compared to normal women and compare the serum levels of L-selectin based on the stage of endometriosis. Methods: This study is a descriptive analytical study using cross-sectional design. Obtained 72 samples of endometriosis based on histopathological examination of peritoneal or ovarian tissue that come to the clinic in the department of gynecology. Adam Malik, RS Dr. Pirngadi Medan, RS. Jewel Mother, RS. Stella Maris, and Steady Clinic in Medan. For women planning control is kontap with laparoscopy. Results: Comparison of sL-selectin levels in women with endometriosis and non endometriosis shown in Table 4.3. In this research, the sL-selectin levels were clinically higher in the group of women with endometriosis but not significant in statistical tests. L-selectin in cell bound and soluble forms (sL-selectin) have been associated with a number of diseases such as HIV, diabetes, Kawasaki syndrome, leukemia, lymphoma, multiple sclerosis, neonatal bacterial infection, sepsis and stroke. When sL-selectin compared based on the stage of endometriosis in the cases of the obtained results that the higher stage of disease then sL-selectin levels will be higher, and meaningful. This may occur because the inflammatory process that occurs in the more extensive endometriosis along with the high-stage disease. Conclusion: sL-selectin levels in women with endometriosis clinically higher than female non endometriosis but not significant in statistical tests and the higher stages of endometriosis, the higher levels of sL-selectin and statistically significant. Keywords: sL-selectin, endometriosis laparascopy
Universitas Sumatera Utara
LATAR BELAKANG
Endometriosis adalah kelainan ginekologi
jinak yang didefinisikan sebagai jaringan dan
kelenjar endometrium yang terdapat di luar
lokasi yang normal. Pertama kali diidentifikasi
pada pertengahan abad kesembilanbelas (Von
Rokitansky, 1860), endometriosis umumnya
ditemukan pada peritoneum pelvis namun
dapat juga ditemukan pada ovarium, septum
rektovagina, ureter, kandung pericardium, dan pleura.1
kemih,
Endometriosis paling sering terjadi pada usia
reproduksi. Prevalensi endometriosis pada
populasi umum diperkirakan 10%. Prevalensi
endometriosis mencapai 82% pada wanita
dengan nyeri panggul, dan 21% pada wanita
yang menjalani pemeriksaan infertilitas.2,3
Pada kelompok wanita dengan infertilitas yang
belum diketahui sebabnya ditemukan
endometriosis sebanyak 70-80%, sedangkan
pada kelompok wanita dengan infertilitas
primer ditemukan endometriosis sebanyak 25%.4 Meskipun endometriosis dikatakan
penyakit pada usia reproduksi, namun telah
ditemukan pula endometriosis pada usia remaja dan pascamenopause.5
Oleh karena itu, untuk setiap nyeri haid baik
pada masa usia remaja, maupun pada usia
menopause perlu dipikirkan adanya
endometriosis.
Penyebab endometriosis belum diketahui
secara pasti. Penyakit ini sering disebut juga
“the disease of theories”, karena banyaknya
postulasi teori yang mencoba menjelaskan
patogenesa penyakit ini. Teori-teori yang
paling banyak dianut adalah metaplasia epitel
coelomic atau implantasi fragmen endometrial
yang sampai ke kavum pelvis dengan cara regurgitasi menstruasi.4 L-selectin memainkan peran dalam langkah awal rekrutmen leukosit dari sirkulasi ke tempat inflamasi perifer yaitu rolling leukocytes yang diikuti oleh aktivasi leukosit, adesi yang kuat, dan transmigrasi leukosit ke dalam jaringan interstisial.8 Sebuah penelitian yang membandingkan profile ekspresi gen L-selectin dengan analisa cDNA microarray, quantitative real time RTPCR antara jaringan endometriosis model tikus dan jaringan endometrium eutopik manusia sehat. Mereka menemukan bahwa kadar transkrip L-selectin pada jaringan endometriosis lebih tinggi 46 kali lipat dibandingkan dengan jaringan endometrium eutopik manusia sehat. Sehingga mereka menyimpulkan bahwa L-selectin memainkan peran penting dalam patogenesis endometriosis9 dan dapat dijadikan penanda untuk endometriosis.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan cross-sectional study. Penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP. H. Adam Malik, RS Dr. Pirngadi Medan, RS. Permata Bunda, RS. Stella Maris dan Kinik Mantap Medan mulai bulan Januari 2013 - November 2013. Seluruh kasus endometriosis berdasarkan pemeriksaan histopatologi dari jaringan peritoneum atau ovarium yang datang ke poliklinik ginekologi di RSUP. H. Adam Malik, RS Dr. Pirngadi Medan, RS. Permata Bunda, RS. Stella Maris,
Universitas Sumatera Utara
dan Klinik Mantap di Medan. Untuk kontrol adalah wanita yang merencanakan kontap dengan laparoskopi. Sampel untuk kasus adalah wanita penderita endometriosis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel untuk kontrol adalah wanita nonendometriosis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Baik sampel untuk kasus maupun kontrol diperoleh dari sampel penelitian dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K. Kriteria Inklusi adalah wanita usia antara 1850 tahun, wanita dengan diagnosa endometriosis berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi, memiliki riwayat menstruasi reguler, bersedia mengikuti penelitian dan mensetujui informed consent tertulis, tidak memiliki kelainan ginekologi seperti kista ovarium yang bukan endometriosis, tumor ovarium, dan mioma, tidak memiliki riwayat HIV, DM, leukemia, limfoma, stroke, spinal muscular atrofi, celiac disease, dan sedang sepsis, tidak sedang menggunakan medikasi hormonal sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum rekrutmen, tidak mempunyai riwayat operasi bedah pelvik sebelumnya. Kriteria kontrol adalah wanita usia antara 18-50 tahun, pasien yang dilakukan laparoskopi kontap dan secara visualisasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi non-endometriosis, memiliki riwayat menstruasi reguler, dan bersedia mengikuti penelitian dan mensetujui informed consent tertulis. Kriteria ekslusi adalah subjek mengundurkan diri.
CARA KERJA Sampel darah diperiksakan pada laboratorium. Sampel darah baik pada kasus endometriosis
dan tidak endometriosis sebelum dilakukan
operasi diambil pada vena kemudian
dipisahkan untuk memperoleh serum.
Selanjutnya kadar sL-selectin serum diukur
menggunakan metode enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA).
1. Pasien yang datang ke poliklinik ginekologi
dilakukan anamnese, pemeriksaan
fisik/ginekologi dan ultrasonografi
transvaginal untuk mencari apakah terdapat
indikasi
untuk
dilakukan
laparoskopi/laparatomi.
2. Bila terdapat indikasi untuk dilakukan
laparoskopi/laparatomi seperti riwayat
infertilitas, dismenore, ingin tubektomi,
kista endometriosis dan lain-lain pasien
dijadwalkan laparoskopi pada saat fase
proliferasi dari siklus haid.
3. Sebelum operasi dilakukan pengambilan
sampel darah vena.
4. Pada waktu laparoskopi/laparatomi
dilakukan penilaian apakah terdapat
endometriosis atau tidak yang dibuktikan
dengan hasil histopatologi jaringan
peritoneum. Pasien dengan endometriosis
dimasukkan sebagai kelompok kasus,
dimana dilakukan penderajatan berat
ringannya berdasarkan ASRM 1997. Pasien
laparoskopi kontap tanpa endometriosis
berdasarkan visualisasi dan histopatologi
jaringan tuba dimasukkan sebagai
kelompok kontrol berdasarkan kriteria
inklusi dan eksklusi.
HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini diperoleh masing-masing sebanyak 36 orang untuk kelompok kasus
Universitas Sumatera Utara
yaitu wanita yang menderita endometriosis berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis dan kelompok kontrol yaitu wanita yang tidak
menderita endometriosis berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis.
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia.
Umur
Endometriosis
Non Endometriosis
N %N
%
18-35 tahun
21
55,3 17
44,7
>35 tahun 15 44,1 19
55,9
Total
36 50 36
50
Total N% 38 100 34 100 72 100
Distribusi responden penelitian berdasarkan usia ditampilkan pada tabel 1. Usia dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok 18-35 tahun dan kelompok di atas 35 tahun untuk masing-masing kelompok kasus dan kontrol. Berdasarkan literatur, endometriosis mengenai kira-kira 10% wanita
usia reproduksi.15 Umur rata-rata pasien pada waktu diagnosis endometriosis ditegakan adalah antara umur 25 dan 30 tahun.12 Namun pada penelitian ini diperoleh persentase kelompok usia di atas 35 tahun (44,1%) yang tidak jauh berbeda dengan kelompok usia 1835 tahun (55,3%).
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Stadium Endometriosis.
Stadium
Endometriosis
N%
2 (ringan)
5
13,89
3 (sedang)
13
36,11
4 (berat)
18
Distribusi responden berdasarkan stadium endometriosis pada kelompok kasus ditampilkan pada tabel 2 Stadium endometriosis berdasarkan American Society for Reproductive Medicine 1997. Sistim klasifikasi ini menggunakan poin berdasarkan
50
ukuran dan jumlah lesi dan apakah lesi bilateral, dan juga perlengketan yang ditemukan saat operasi dan sistim ini merupakan metode yang cukup akurat dalam merekam temuan pada saat operasi.16 Dari 36 kasus pada penelitian ini diperoleh stadium 4
Universitas Sumatera Utara
dengan jumlah terbanyak yaitu 18 orang
(50%).
Tabel 3. Perbandingan Kadar sL-selectin Pada Endometriosis dan Non Endometriosis
Subyek
sL-selectin (ng/ml)
P value
N Mean SD
Endometriosis
36 1018,125 191,74 0.478
Non Endometriosis
36
985,608
195,219
Perbandingan kadar sL-selectin pada wanita penderita endometriosis dan non endometriosis ditampilkan pada tabel 3. Pada penelitian ini diperoleh kadar sL-selectin yang secara klinis lebih tinggi pada kelompok wanita penderita endometriosis namun tidak bermakna pada uji statistik. L-selectin dalam bentuk terikat sel dan terlarut (sL-selectin) telah dihubungkan dengan sejumlah penyakit seperti HIV, DM, sindroma Kawasaki, leukemia, limfoma, sklerosis multipel, neonatal bakterial infection, sepsis dan stroke.50 Barrier dan Sharpe-Timms telah melakukan penelitian yang membandingkan kadar sE-selectin, suatu
subfamili lain dari selectin, pada wanita
penderita endometriosis stadium 3 dan 4 yang
dibandingkan dengan wanita non-
endometriosis dan mereka memperoleh kadar sE-selectin yang tidak berbeda.53 Daniel dkk
(2000) juga melakukan penelitian untuk
membandingkan kadar sE-selectin dan sP-
selectin pada wanita penderita endometriosis
dengan
non-endometriosis,
mereka
memperoleh kadar sE-selectin dan sP-selectin
lebih tinggi pada penderita endometriosis namun tidak bermakna secara statistik.54 Hal
mungkin terjadi karena jumlah sampel
penelitian kurang banyak.
Tabel 4. Perbandingan Kadar sL-selectin Berdasarkan Stadium Endometriosis
Stadium Endometriosis
sL-selectin(ng/ml)
Mean
SD
P value
1 (sangat ringan)
0
0
2 (ringan)
771,86
78,87