Peranan L-Selectin Dalam Marker Dan Patogenesis Endometriosis

PERANAN L-SELECTIN DALAM MARKER DAN PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS
Henry Salim Siregar, M. Fidel Ganis Siregar, Herbet Sihite, Binarwan Halim, Sarah Dina, Kiko M.
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran – Universitas Sumatera Utara
Medan, Indonesia, 2013
Abstrak
Tujuan : Untuk membandingkan kadar L-selectin pada penderita endometriosis dibandingkan wanita normal dan membandingkan kadar serum L-selectin berdasarkan stadium endometriosis. Metode : Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan cross-sectional study. Didapatkan 72 sampel endometriosis berdasarkan pemeriksaan histopatologi dari jaringan peritoneum atau ovarium yang datang ke poliklinik ginekologi di RSUP. H. Adam Malik, RS Dr. Pirngadi Medan, RS. Permata Bunda, RS. Stella Maris, dan Klinik Mantap di Medan. Untuk kontrol adalah wanita yang merencanakan kontap dengan laparoskopi. Hasil Penelitian : Perbandingan kadar sL-selectin pada wanita penderita endometriosis dan non endometriosis ditampilkan pada tabel 4.3. Pada penelitian ini diperoleh kadar sL-selectin yang secara klinis lebih tinggi pada kelompok wanita penderita endometriosis namun tidak bermakna pada uji statistik. L-selectin dalam bentuk terikat sel dan terlarut (sL-selectin) telah dihubungkan dengan sejumlah penyakit seperti HIV, DM, sindroma Kawasaki, leukemia, limfoma, sklerosis multipel, neonatal bakterial infection, sepsis dan stroke. Bila sL-selectin dibandingkan berdasarkan stadium endometriosis pada kelompok kasus maka diperoleh hasil bahwa semakin tinggi stadium penyakit maka kadar sL-selectin akan semakin tinggi, dan bermakna. Hal ini mungkin terjadi karena proses inflamasi yang terjadi pada endometriosis semakin luas seiring dengan semakin tingginya stadium penyakit. Kesimpulan : Kadar sL-selectin pada wanita penderita endometriosis secara klinis lebih tinggi dibandingkan wanita non endometriosis namun tidak bermakna pada uji statistik dan semakin tinggi stadium endometriosis maka semakin tinggi kadar sL-selectin dan bermakna secara statistik. Kata Kunci : sL-selectin, endometriosis laparaskopi
Universitas Sumatera Utara

THE ROLE OF L-SELECTIN IN MARKER AND PATHOGENESIS ENDOMETRIOSIS
Henry Salim Siregar, M. Fidel Ganis Siregar, Herbet Sihite, Binarwan Halim, Sarah Dina, Kiko M.
Departement of Obstetric and Gynecology Medical Faculty – Universitas Sumatera Utara
Medan, Indonesia, 2013 Abstract
Objective: To compare the levels of L-selectin in patients with endometriosis compared to normal women and compare the serum levels of L-selectin based on the stage of endometriosis. Methods: This study is a descriptive analytical study using cross-sectional design. Obtained 72 samples of endometriosis based on histopathological examination of peritoneal or ovarian tissue that come to the clinic in the department of gynecology. Adam Malik, RS Dr. Pirngadi Medan, RS. Jewel Mother, RS. Stella Maris, and Steady Clinic in Medan. For women planning control is kontap with laparoscopy. Results: Comparison of sL-selectin levels in women with endometriosis and non endometriosis shown in Table 4.3. In this research, the sL-selectin levels were clinically higher in the group of women with endometriosis but not significant in statistical tests. L-selectin in cell bound and soluble forms (sL-selectin) have been associated with a number of diseases such as HIV, diabetes, Kawasaki syndrome, leukemia, lymphoma, multiple sclerosis, neonatal bacterial infection, sepsis and stroke. When sL-selectin compared based on the stage of endometriosis in the cases of the obtained results that the higher stage of disease then sL-selectin levels will be higher, and meaningful. This may occur because the inflammatory process that occurs in the more extensive endometriosis along with the high-stage disease. Conclusion: sL-selectin levels in women with endometriosis clinically higher than female non endometriosis but not significant in statistical tests and the higher stages of endometriosis, the higher levels of sL-selectin and statistically significant. Keywords: sL-selectin, endometriosis laparascopy
Universitas Sumatera Utara

LATAR BELAKANG

Endometriosis adalah kelainan ginekologi

jinak yang didefinisikan sebagai jaringan dan


kelenjar endometrium yang terdapat di luar

lokasi yang normal. Pertama kali diidentifikasi

pada pertengahan abad kesembilanbelas (Von

Rokitansky, 1860), endometriosis umumnya

ditemukan pada peritoneum pelvis namun

dapat juga ditemukan pada ovarium, septum

rektovagina, ureter, kandung pericardium, dan pleura.1

kemih,

Endometriosis paling sering terjadi pada usia

reproduksi. Prevalensi endometriosis pada


populasi umum diperkirakan 10%. Prevalensi

endometriosis mencapai 82% pada wanita

dengan nyeri panggul, dan 21% pada wanita

yang menjalani pemeriksaan infertilitas.2,3

Pada kelompok wanita dengan infertilitas yang

belum diketahui sebabnya ditemukan

endometriosis sebanyak 70-80%, sedangkan

pada kelompok wanita dengan infertilitas

primer ditemukan endometriosis sebanyak 25%.4 Meskipun endometriosis dikatakan

penyakit pada usia reproduksi, namun telah


ditemukan pula endometriosis pada usia remaja dan pascamenopause.5

Oleh karena itu, untuk setiap nyeri haid baik

pada masa usia remaja, maupun pada usia

menopause perlu dipikirkan adanya

endometriosis.

Penyebab endometriosis belum diketahui

secara pasti. Penyakit ini sering disebut juga

“the disease of theories”, karena banyaknya

postulasi teori yang mencoba menjelaskan

patogenesa penyakit ini. Teori-teori yang


paling banyak dianut adalah metaplasia epitel

coelomic atau implantasi fragmen endometrial

yang sampai ke kavum pelvis dengan cara regurgitasi menstruasi.4 L-selectin memainkan peran dalam langkah awal rekrutmen leukosit dari sirkulasi ke tempat inflamasi perifer yaitu rolling leukocytes yang diikuti oleh aktivasi leukosit, adesi yang kuat, dan transmigrasi leukosit ke dalam jaringan interstisial.8 Sebuah penelitian yang membandingkan profile ekspresi gen L-selectin dengan analisa cDNA microarray, quantitative real time RTPCR antara jaringan endometriosis model tikus dan jaringan endometrium eutopik manusia sehat. Mereka menemukan bahwa kadar transkrip L-selectin pada jaringan endometriosis lebih tinggi 46 kali lipat dibandingkan dengan jaringan endometrium eutopik manusia sehat. Sehingga mereka menyimpulkan bahwa L-selectin memainkan peran penting dalam patogenesis endometriosis9 dan dapat dijadikan penanda untuk endometriosis.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan cross-sectional study. Penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP. H. Adam Malik, RS Dr. Pirngadi Medan, RS. Permata Bunda, RS. Stella Maris dan Kinik Mantap Medan mulai bulan Januari 2013 - November 2013. Seluruh kasus endometriosis berdasarkan pemeriksaan histopatologi dari jaringan peritoneum atau ovarium yang datang ke poliklinik ginekologi di RSUP. H. Adam Malik, RS Dr. Pirngadi Medan, RS. Permata Bunda, RS. Stella Maris,

Universitas Sumatera Utara

dan Klinik Mantap di Medan. Untuk kontrol adalah wanita yang merencanakan kontap dengan laparoskopi. Sampel untuk kasus adalah wanita penderita endometriosis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel untuk kontrol adalah wanita nonendometriosis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Baik sampel untuk kasus maupun kontrol diperoleh dari sampel penelitian dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K. Kriteria Inklusi adalah wanita usia antara 1850 tahun, wanita dengan diagnosa endometriosis berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi, memiliki riwayat menstruasi reguler, bersedia mengikuti penelitian dan mensetujui informed consent tertulis, tidak memiliki kelainan ginekologi seperti kista ovarium yang bukan endometriosis, tumor ovarium, dan mioma, tidak memiliki riwayat HIV, DM, leukemia, limfoma, stroke, spinal muscular atrofi, celiac disease, dan sedang sepsis, tidak sedang menggunakan medikasi hormonal sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum rekrutmen, tidak mempunyai riwayat operasi bedah pelvik sebelumnya. Kriteria kontrol adalah wanita usia antara 18-50 tahun, pasien yang dilakukan laparoskopi kontap dan secara visualisasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi non-endometriosis, memiliki riwayat menstruasi reguler, dan bersedia mengikuti penelitian dan mensetujui informed consent tertulis. Kriteria ekslusi adalah subjek mengundurkan diri.
CARA KERJA Sampel darah diperiksakan pada laboratorium. Sampel darah baik pada kasus endometriosis

dan tidak endometriosis sebelum dilakukan

operasi diambil pada vena kemudian

dipisahkan untuk memperoleh serum.

Selanjutnya kadar sL-selectin serum diukur


menggunakan metode enzyme-linked

immunosorbent assay (ELISA).

1. Pasien yang datang ke poliklinik ginekologi

dilakukan anamnese, pemeriksaan

fisik/ginekologi dan ultrasonografi

transvaginal untuk mencari apakah terdapat

indikasi

untuk

dilakukan

laparoskopi/laparatomi.


2. Bila terdapat indikasi untuk dilakukan

laparoskopi/laparatomi seperti riwayat

infertilitas, dismenore, ingin tubektomi,

kista endometriosis dan lain-lain pasien

dijadwalkan laparoskopi pada saat fase

proliferasi dari siklus haid.

3. Sebelum operasi dilakukan pengambilan

sampel darah vena.

4. Pada waktu laparoskopi/laparatomi

dilakukan penilaian apakah terdapat


endometriosis atau tidak yang dibuktikan

dengan hasil histopatologi jaringan

peritoneum. Pasien dengan endometriosis

dimasukkan sebagai kelompok kasus,

dimana dilakukan penderajatan berat

ringannya berdasarkan ASRM 1997. Pasien

laparoskopi kontap tanpa endometriosis

berdasarkan visualisasi dan histopatologi

jaringan tuba dimasukkan sebagai

kelompok kontrol berdasarkan kriteria


inklusi dan eksklusi.

HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini diperoleh masing-masing sebanyak 36 orang untuk kelompok kasus

Universitas Sumatera Utara

yaitu wanita yang menderita endometriosis berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis dan kelompok kontrol yaitu wanita yang tidak

menderita endometriosis berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis.

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia.

Umur

Endometriosis

Non Endometriosis

N %N


%

18-35 tahun

21

55,3 17

44,7

>35 tahun 15 44,1 19

55,9

Total

36 50 36

50


Total N% 38 100 34 100 72 100

Distribusi responden penelitian berdasarkan usia ditampilkan pada tabel 1. Usia dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok 18-35 tahun dan kelompok di atas 35 tahun untuk masing-masing kelompok kasus dan kontrol. Berdasarkan literatur, endometriosis mengenai kira-kira 10% wanita

usia reproduksi.15 Umur rata-rata pasien pada waktu diagnosis endometriosis ditegakan adalah antara umur 25 dan 30 tahun.12 Namun pada penelitian ini diperoleh persentase kelompok usia di atas 35 tahun (44,1%) yang tidak jauh berbeda dengan kelompok usia 1835 tahun (55,3%).

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Stadium Endometriosis.

Stadium

Endometriosis

N%

2 (ringan)

5

13,89


3 (sedang)

13

36,11

4 (berat)

18

Distribusi responden berdasarkan stadium endometriosis pada kelompok kasus ditampilkan pada tabel 2 Stadium endometriosis berdasarkan American Society for Reproductive Medicine 1997. Sistim klasifikasi ini menggunakan poin berdasarkan

50
ukuran dan jumlah lesi dan apakah lesi bilateral, dan juga perlengketan yang ditemukan saat operasi dan sistim ini merupakan metode yang cukup akurat dalam merekam temuan pada saat operasi.16 Dari 36 kasus pada penelitian ini diperoleh stadium 4

Universitas Sumatera Utara

dengan jumlah terbanyak yaitu 18 orang

(50%).

Tabel 3. Perbandingan Kadar sL-selectin Pada Endometriosis dan Non Endometriosis

Subyek

sL-selectin (ng/ml)

P value

N Mean SD

Endometriosis

36 1018,125 191,74 0.478

Non Endometriosis

36

985,608

195,219

Perbandingan kadar sL-selectin pada wanita penderita endometriosis dan non endometriosis ditampilkan pada tabel 3. Pada penelitian ini diperoleh kadar sL-selectin yang secara klinis lebih tinggi pada kelompok wanita penderita endometriosis namun tidak bermakna pada uji statistik. L-selectin dalam bentuk terikat sel dan terlarut (sL-selectin) telah dihubungkan dengan sejumlah penyakit seperti HIV, DM, sindroma Kawasaki, leukemia, limfoma, sklerosis multipel, neonatal bakterial infection, sepsis dan stroke.50 Barrier dan Sharpe-Timms telah melakukan penelitian yang membandingkan kadar sE-selectin, suatu

subfamili lain dari selectin, pada wanita

penderita endometriosis stadium 3 dan 4 yang

dibandingkan dengan wanita non-

endometriosis dan mereka memperoleh kadar sE-selectin yang tidak berbeda.53 Daniel dkk

(2000) juga melakukan penelitian untuk

membandingkan kadar sE-selectin dan sP-

selectin pada wanita penderita endometriosis

dengan

non-endometriosis,

mereka

memperoleh kadar sE-selectin dan sP-selectin

lebih tinggi pada penderita endometriosis namun tidak bermakna secara statistik.54 Hal

mungkin terjadi karena jumlah sampel

penelitian kurang banyak.

Tabel 4. Perbandingan Kadar sL-selectin Berdasarkan Stadium Endometriosis

Stadium Endometriosis

sL-selectin(ng/ml)

Mean

SD

P value

1 (sangat ringan)

0

0

2 (ringan)

771,86

78,87