Kadar L-Selektin Pada Wanita Penderita Endometriosis
B AB II
T INJ AUAN K E P US T AK A AN
2.1 Definis i
Endometriosis secara klinis didefinisikan sebagai kondisi dimana
ditemukannya jaringan yang serupa dengan endometrium yang
ditemukan diluar uterus, yang menyebabkan reaksi inflamasi kronis.
Proses yang tidak lazim ini akan menyebabkan perdarahan internal
mikroskopis, tumbuhnya endometrioma, inflamasi, jaringan fibrosis, dan
pembentukan perlengketan (Gambar 1). Akibat hal-hal tersebut dapat
juga terjadi distorsi yang jelas dari anatomi panggul.10 Gejala yang
muncul sangat bervariasi pada tiap-tiap penderita dan yang paling
sering muncul saat usia muda, namun sering gejala yang muncul
tersebut tidak dikenali oleh praktisi kesehatan. Gejala dapat muncul
pada usia 8 tahun, namun paling sering setelah dewasa.11
Walaupun patogenesis endometriosis tetap kurang dimengerti,
pandangan baru yang didapat dari
penelitian baru-baru ini dengan
menggunakan metode genetik, molekular, dan biokimia yang baru telah
membantu untuk menjelaskan dengan lebih baik mekanisme yang
menyebabkan penyakit tersebut dan konsekuensi klinisnya dan telah
memberikan pendekatan baru terhadap diagnosis dan pengobatan
kelainan kompleks dan rumit ini.12
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Skema lesi endometriosis di dalam panggul.10
2.2 E pidemiologi Dan P atofis iologi
Prevalensi endometriosis dipengaruhi oleh dan meningkat dengan
pemahaman dan keterampilan ahli kandungan, namun diperkirakan
endometriosis diderita oleh 176 juta wanita di seluruh dunia.13 Pada
umumnya endometriosis paling sering ditemukan pada usia reproduksi.
Insidensi pastinya belum diketahui, namun prevalensinya pada
kelompok tertentu sering ditemukan.14 Endometriosis mengenai kirakira 10% wanita usia reproduksi, dari semua kelompok etnis dan
sosial.15 Umur rata-rata pasien pada waktu diagnosis endometriosis
ditegakkan adalah antara umur 25 dan 30 tahun. Endometriosis jarang
terjadi pada gadis remaja premenars tetapi dapat diidentifikasi pada
50% atau lebih wanita dengan umur kurang dari 20 tahun dengan
keluhan nyeri pelvik kronis atau dispareunia. Kurang dari 5% wanita
Universitas Sumatera Utara
pasca menopause yang kebanyakan menerima terapi estrogen
membutuhkan operasi karena endometriosis. Prevalensi endometriosis
asimptomatik mungkin lebih rendah pada wanita Negro dan lebih tinggi
pada wanita Asia dari pada wanita kulit putih.12
Paritas
dan
infertilitas
telah
lama
dihubungkan
dengan
endometriosis, dengan infertilitas sebagai temuan klinis yang paling
sering dijumpai. Konsekuensi klinis dari penyakit ini adalah nyeri,
distorsi anatomis, terbentuknya perlengketan di dalam panggul, respon
inflamasi yang terganggu yang ditandai dengan neovaskularisasi dan
terbentuknya fibrosis, fungsi sel T dan B yang tidak normal, deposisi
komplemen yang tidak abormal, dan interleukin-6 yang terganggu.16
Endometriosis juga dihubungkan dengan dysmenorrhea, namun tidak
diketahui apakah dysmenorrhea merupakan penyebab atau akibat dari
penyakit ini.17
Belum ada upaya pencegahan untuk penyakit ini. Endometriosis
dihubungkan
dengan
karakteristik
dan
terbentuknya
terbentuknya
faktor
gangguan
endometriosis
suatu
kanker.18
keturunan,
menstruasi,
sebagian
lingkungan,
dan
mirip
Endometriosis
epigenetik,
bahkan
proses
dengan
proses
dianggap
sebagai
penyebab utama infertilitas primer dan sekunder pada wanita,
prevalensinya 0.5% sampai 5.0% pada wanita yang subur, dan 25%
sampai 40% pada wanita yang tidak subur.19
Walaupun tidak ada karakteristik demografi, individu, atau suku yang
khusus yang telah diketahui, namun beberapa karakteristik tertentu
telah dihubungkan dengan diagnosis, yaitu menurunnya risiko terkena
Universitas Sumatera Utara
penyakit dengan usia menars yang telat20 dan siklus menstruasi yang
pendek dengan durasi yang panjang.21 Risiko endometriosis juga
berbanding terbalik dengan BMI dan jumlah kehamilan aterm.
Kehamilan memiliki efek protektif yang menurun dengan waktu dan
resiko meningkat dengan peningkatan lamanya tahun sejak kelahiran
anak terakhir22; sementara resiko endometriosis menurun dengan
paritas dan periode laktasi yang lama. Studi epidemiologi telah
menjelaskan bahwa konsumsi alkohol dan kafein yang berat meningkat
resiko dan
bahwa latihan teratur dan merokok dapat menurunkan
resiko endometriosis.23 Data pada primata telah menunjukkan bahwa
paparan terhadap polychlorinated biphenyl (PCB) atau dioxin mungkin
berhubungan dengan endometriosis, tetapi studi pada wanita telah
menghasilkan hasil yang tidak konsisten. Data lain menunjukkan bahwa
paparan in utero dapat memainkan peran dalam perkembangan
penyakit ini; insidensi endometriosis meningkat pada wanita yang telah
terpapar dietilstilbestrol pada masa prenatal.12
Endometriosis
menyebabkan
dampak
yang
besar
pada
kesejahteraan fisik, mental, dan sosial. Juga endometriosis merupakan
masalah kesehatan yang besar dan memberikan beban ekonomi yang
besar pada masyarakat.
2.3 Diagnos a E ndometrios is
Endometriosis sering terlambat didiagnosa,dan rata-rata wanita usia
7 sampai 12 tahun yang mengalami keterlambatan diagnosa.68 dan
lebih sering lagi penyakit ini dianggap sebagai nyeri haid biasa pada
wanita muda. Tidak mungkin menegakan penyebab pasti dari suatu
Universitas Sumatera Utara
nyeri panggul kronis hanya berdasarkan anamnesa saja, diperlukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dan standar emas
sampai saat ini adalah laparoskopi dan biopsi peritoneum.24
Diagnosis endometriosis ditegakkan dengan pembedahan, sehingga
diperlukan biomarker yang dapat membantu menegakkan diagnosa
penyakit ini tanpa prosedur yang invasif. Tidak adanya marker
nons urgical secara signifikan akan memperlambat diagnosa dan
penanganan yang tepat.25
2.3.1 Diagnos is K linis : P emeriks aan P anggul dan P emetaan Nyeri
Walaupun pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas, spesivisitas, dan
predictive value yang buruk dalam mendiagnosa endometriosis,
namun hal ini dapat dibantu dengan pemeriksaan scan sebelum
dilakukan operasi.26 Bahkan negative predictive value yang buruk
dari pemeriksaan panggul ditunjukkan pada satu penelitian terhadap
91 pasien, dimana sebanyak 47% pasien dengan endometriosis
yang dikonfirmasi lewat operasi dan nyeri panggul kronis ternyata
normal pada pemeriksaan bimanual.27
Area yang paling sering terlibat pada endometriosis adalah kavum
douglas, dan ligamentum sakrouterina, yang biasanya dapat dinilai
pada pemeriksaan dalam. Jika dilakukan pemeriksaan maka pasien
akan mengeluh nyeri. Kombinasi yang menyeluruh anamnesa,
pemeriksaan fisik,dan laboratorium dan pemeriksaan diagnostik
Universitas Sumatera Utara
tambahan yang sesuai dengan indikasi dapat menentukan penyebab
dari nyeri panggul dan menyingkirkan penyebab nyeri panggul
lainnya. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemetaan nyeri, suatu
prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi nyeri dengan
berbagai modalitas diagnostik. Banyak peneliti yang menyarankan
untuk melakukan palpasi nodul sakrouterina pada saat menstruasi,
dan dapat ditemukan massa berupa nodul sepanjang penebalan
ligamentum
sakrouterina,
posterior
uterus,
atau
septum
rektovagina.26 Obliterasi dari kavum douglas yang disertai dengan
retroversi uterus dapat juga mengindikasikan luasnya endometriosis.
Endometrioma yang ruptur dapat menyebabkan akut abdomen.
Keterlibatan yang pada rektum dan traktus gastrointestinal dapat
menyebabkan adesi dan obstruksi.16
2.3.2 P emeriks aan P enc itraan
Karena efek dari endometriosis yang luas maka ahli radiologi harus
terbiasa dengan berbagai manifestasi endometriosis yang mungkin
ditemukan pada pemeriksaan pencitraan, yang juga harus dibedakan
dengan lesi pada panggul lainnya.28 Walaupun pemeriksaan
pencitraan dapat membantu bukan berarti pemeriksaan ini tidak
punya keterbatasan. Dalam hal modalitas pencitraan yang terbaik,
dengan MRI mungkin dapat dideteksi
lesi endometriosis yang
Universitas Sumatera Utara
sangat kecil dan dapat membedakan apakah ada perdarahan dari
lesi endometriosis karena MRI memiliki resolusi yang sangat tinggi.29
MRI juga lebih baik dari CT scan dalam mendeteksi batas antara otot
dan jaringan subkutan abdomen.30 MRI terbukti akurat dalan
mendeteksi penyakit dan obliterasi pada rektovagina pada lebih dari
90% kasus jika gel USG dimasukkan ke dalam vagina dan rektum.31
USG
transvaginal
atau
endorektal
juga
dapat
mendeteksi
endometrioma, mulai dari simple cysts sampai complex cysts dengan
internal
echoes
vaaskularisasi
sampai
yang
solid
sedikit.33
masses,
CT
scan
biasanya
dapat
ditemukan
menunjukkan
endometrioma yang tampak sebagai massa kistik, namun gambaran
yang didapat tidak spesifik dan tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosa.
Dengan berkembangnya teknologi, gejala kinis yang dikombinasikan
dengan gambaran yang didapat dari pencitraan pada populasi pasien
yang tepat maka dapat mengurangi tindakan invasif dalam
menegakkan diagnosa endometriosis. Saat ini banyak dilakukan
penelitian untuk mencari biomarker endometriosis.
2.3.3 Diagnos is Operatif dan S taging
Laparoskopi masih menjadi baku untuk mendiagnosa endometriosis.
Konfirmasi histologi dari kelenjar dan stroma endometrium yang
diperoleh dari spesimen biopsi biasa diperlukan untuk diagnosa,
Universitas Sumatera Utara
walaupun temuan adanya fibrosis dan makrofag hemosiderin-laden
cukup untuk diagnosa presumptif.34
Karena penampakan implan yang tidak jelas maka akurasi diagnosis
tergantung kemampuan ahli bedah dalam mendeteksi endometriosis.
Pemeriksaan yang menyeluruh dari panggul dan abdomen adalah
hal yang utama pada semua pasien untuk mengidentifikasi semua
lesi dengan perhatian untuk tidak melewatkan kantung peritoneum
dan fossa ovarium.34
Klasifikasi T he American S ociety for R eproductive Medicine’s
membagi endometriosis menjadi satdium 1 sampai 4, dan klasifikasi
ini yang paling banyak digunakan. Sistim klasifikasi ini menggunakan
poin berdasarkan ukuran dan jumlah lesi dan apakah lesi bilateral,
dan juga perlengketan yang ditemukan saat operasi, dan sistim ini
merupakan metode yang cukup akurat dalam merekam temuan pada
saat
operasi. Namun sistim klasifikasi ini tidak berkorespondensi
dengan nyeri panggul dan dyspareuni, dan angka fekunditas tidak
dapat diprediksi dengan akurat.16
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengembangkan sistim
staging untuk memenuhi kebutuhan akan bahasa yang sama dalam
menggambarkan
temuan
operatif
endometriosis,
yang
memungkinkan diagnosa spesifik, perbandingan yang baku, dan
untuk
memfasilitasi
penelitian.
Adamson
dan
Pasta
telah
mengembangkan metode yang telah divalidasi yang berguna secara
klinis untuk pasien yang telah dikonfirmasi lewat operasi menderita
Universitas Sumatera Utara
endometriosis yang mencoba konsepsi non-IVF.35 (Gambar 2) Usaha
yang lebih jauh diperlukan untuk mengembangkan sistim staging
serupa yang dapat membantu memprediksi luaran pasien dengan
endometriosis dan nyeri panggul baik dengan pengobatan operatif
maupun non-operatif.
Gejala awal dari endometriosis mungkin akan terlewatkan oleh
dokter
dan
mungkin
diagnosis
baru
dapat
mengarah
ke
endometriosis setelah beberapa kali kunjungan, hal disebabkan
karena metode yang noninvasif dan dapat diandalkan masih sedikit.
Para praktisi kesehatan khususnya ahli penyakit kandungan harus
memahami bahwa tidak hanya aspek medis dari penyakit ini tetapi
psikososial dan biaya yang dihabiskan untuk pengobatan yang akan
membebani pasien yang menderita penyakit ini.
Endometriosis seharusnya dicurigai pada wanita dengan subfertilitas,
dismenore, dispareunia, atau nyeri pelvis kronik. Akan tetapi gejalagejala ini dapat juga disebabkan oleh penyakit lain. Endometriosis
bisa
asimptomatik,
bahkan
pada
beberapa
wanita
dengan
endometriosis tingkat lanjut (endometrioma atau endometriosis
rektovaginalis sebukan dalam) sedangkan pada wanita dengan
endometriosis minimal-ringan bisa memiliki gejala nyeri yang hebat.5
Dismenore adalah gejala yang paling sering dilaporkan; terutama bila
onsetnya
baru,
progresif,
atau
berat
sangat
menyokong
kemungkinan endometriosis.12
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar
2.
Klasifikasi
endometriosis
oleh
American
S ociety
for
R eproductive Medicine.14
Pada pemeriksaan fisik genitalia eksterna biasanya normal. Kadangkadang pada pemeriksaan spekulum bisa tampak implant yang khas
berwarna biru atau lesi proliferatif merah yang berdarah bila terkena
sentuhan, biasanya pada forniks posterior. Sementara endometriosis
pada wanita dengan endometriosis sebukan dalam yang mengenai
septum rektovagina sering dapat diraba, tetapi sangat jarang terlihat.
Uterus sering retroversi dan terfiksasi atau imobil. Wanita dengan
endometrioma mungkin memiliki massa adneksa yang terfiksasi.
Nyeri tekan lokal dan nodularitas ligamentum uterosakral menyokong
kuat ke arah endometriosis dan sering menjadi satu-satunya temuan
pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas
diagnostik tertinggi bila dilakukan selama menstruasi tetapi tidak
selalu dapat menyingkirkan diagnosa endometriosis pada hasil
pemeriksaan fisik adalah normal. Secara keseluruhan dibandingkan
dengan baku emas diagnosa endometriosis dengan pembedahan,
pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas, spesifisitas dan nilai duga
yang buruk.12
Universitas Sumatera Utara
2.4 P atogenes a
Sejak Sampson memperkenalkan istilah “endometriosis” pada tahun
1921, penelitian yang luas terhadap patogenesa endometriosis telah
banyak dilakukan. Namun sampai saat ini masih belum ada satu teori
pun yang dapat menjelaskan patogenesa penyakit ini. Saat ini diyakini
bahwa banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalah imunitas,
hormonal, genetik, lingkungan, dan faktor anatomis yang mungkin
bertanggung jawab.
Terdapat tiga pokok utama yang berbeda dalam patogenesa
endometriosis yang diajukan sampai saat ini: endometriosis peritoneal,
ovarium dan endometriosis fibrosis dalam (sebelumnya disebut dengan
endmetriosis sebukan dalam). Endometriosis yang dalam bersama
dengan endometriosis kista ovarium merupakan bentuk endometriosis
yang paling berat.36
Para peneliti setuju bahwa endometriosis cenderung bersifat
multifaktoral dan banyak penyebabnya, namun patogenesa yang pasti
masih belum jelas. Masing-masing teori gagal untuk menjelas seluruh
bentuk
endometriosis,
sehingga
dianggap
bahwa
memang
penyebabnya multifaktoral.
Terbentuknya endometriosis dapat dibedakan menjadi lima proses
dasar: adesi, invasi, perekrutan, angiogenesis, dan proliferasi. Genetik,
abnormalitas biomolekular pada endometrium eutopik, respon imun
yang disfungsional distorsi anatomis, dan lingkungan peritoneum yang
proinflamasi yang mungkin terlibat.25
Universitas Sumatera Utara
“Sampson’s theory,” yang diperkenalkan pada tahun 1921, mungkin
merupakan teori yang paling populer dari seluruh teori endometriosis.
Awalnya Sampson mengasumsikan bahwa lesi
persemaian
dari
ovarium.25
Kemudian
pada
dihasilkan dari
tahun
1927,
dia
mengusulkan bahwa endometriosis merupakan hasil dari reflux
menstruasi, dimana jaringan endometrium disebarkan ke peritoneum
dan ovarium, kemudian berimplantasi. Namun menstruasi retrograd
merupakan fenomena yang paling umum terjadi pada wanita usia
reproduksi, tidak diragukan lagi terdapat faktor-faktor yang berkontribusi
pada patofisiologi dan patogenesis endometriosis.37 Teori Sampson
gagal menjelaskan kenapa progresi terjadi hanya pada beberapa wanita
saja. Prinsipnya, teori ini mempertimbangkan endometriosis sebagai sel
endometrium yang normal yang menjadi abnormal karena peritoneum
yang abnormal, namun teori ini tidak diterima secara universal.38
Kunci dari proses ini adalah implantasi atau metaplasia, yang
kemudian menjadi subyek penelitian, dan lesi dini yang samar menjadi
penting.17 Peran dari gangguan molekuler yaitu ketidakstabilan genom
dan ketahanan sel menjadi perdebatan dari patogenesis endometriosis.
Stress oksidatif yang diinduksi zat besi diduga memainkan peran
penting, sekunder dari influks zat besi, saat menstruasi retrograd
dengan penelitian terbaru yang mendemonstrasikan overekspresi dari
HNF-1β di endometrium. HNF-1β meningkatkan ketahanan sel
endometriosis dibawah kondisi stress oksitadatif yang terinduksi zat
besi melalui aktivasi faktor transkripsi forkhead box (F OX) trans cription
factors dan/atau ekspresi endometriosis-specific dari microRNAs. Sel
Universitas Sumatera Utara
endometriosis yang mengekspresikan HNF-1β juga menunjukan jalur
siklus yang dibutuhkan untuk mempertahankan DNA dari kerusakan.39
2.5 Inflamas i dan E ndometrios is
Endometriosis dikaitkan dengan meningkatnya aktivitas inflamasi.
Beberapa penelitian telah membuktikan terjadi peningkatan serum
marker-marker inflamasi yang berada di dalam cairan peritoneum.40
Nyeri panggul, yang merupakan keluhan yang paling sering terjadi pada
endometriosis, dapat diatasi dengan obat-obatan antiinflamasi, hal
mendukung hipotesa yang menyatakan terdapat kontribusi dari
inflamasi kronis dalam patogenesa endometriosis.41 Fasciani dkk
menunjukkan bahwa sel-sel dari endometrium dapat berploriferasi dan
menginvasi matriks fibrin pada in vitro, yang akan membentuk jaringan
kelenjar baru, stroma dan pembuluh darah yang serupa dengan proses
awal terbentuknya lesi endometriosis.42 Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa berkurangnya aktivitas sitotoksis dari sel T dan
natural killer (NK) tampaknya memainkan peran penting dalam
ketahanan, implantasi dan proliferasi sel-sel endometrium pada kavum
peritoeum wanita yang menderita endometriosis.6 Keberadaan penyakit
autoimun dengan endometriosis telah dilaporkan oleh beberapa
peneliti.43 Peningkatan serum anti-endometrial antibody menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
adanya hubungan antara endometriosis dengan infertilitas yang tidak
diketahui penyebabnya.44.
Endometriosis sering dihubungkan dengan perlengketan di dalam
panggul yang luas. Terdapat bukti pada percobaan binatang yang
menunjukkan bahwa sistim fibrinolisis yang terganggu mungkin
berkontribusi dalam pembentukan adesi, namun masih belum jelas
apakah hal ini juga berlaku pada manusia.45 Terbentuknya adesi di
dalam panggul dapat disebabkan adanya ketidak-seimbangan antara
pembentukan
fibrin
dan
aktivitas
pemecahan
fibrin
di
dalam
peritoneum.46 Dalam suatu penelitian retrospektif pada wanita yang
menderita endometriosis dibandingkan dengan wanita yang sehat yang
dilakukan oleh Hellebrekers dkk47 dilaporkan bahwa wanita dengan
endometriosis dan adesi memiliki konsentrasi yang tinggi dari
plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), tissue plasminogen activator
(tPA) dan plasminogen di dalam cairan peritoneum, dibandingkan
dengan pasien dengan endometriosis yang tidak disertai adesi. Dalam
hal ini, Mohamed dkk memberikan hipotesa bahwa matrix fibrin yang
persisten di dalam kavum peritoneum akan meningkatkan kemungkinan
fregmen endometrium terdeposit sebagai akibat dari hipofibrinolisis.48
Bagian terpenting dari proses inflamasi adalah perekrutan leukosit
dari dalam sirkulasi menuju jaringan inflamasi. Hal ini mungkin terjadi
karena adanya suatu C ellular Adhes ion Molecules di antaranya adalah
s electin.
2.5.1 S electin
Universitas Sumatera Utara
S electin adalah molekul carbohydrate-binding yang mengikat ligand
fucos ylated dan s ialylated glicoprotein, yang dapat ditemukan di sel
endotel, lekosit, dan trombosit. S electin terlibat dalam lalu lintas selsel sistim imunitas tubuh, limfosit T dan trombosit. Absennya s electin
atau
s electin
ligand
pada
tikus
percobaan
dan
manusia
menyebabkan infeksi bakteri rekuren dan penyakit yang persisten.
S electin terlibat dalam induksi limfosit dalam sistim imun, proses
inflamasi akut maupun kronis, termasuk inflamasi post-iskemi dari
otot,
ginjal
dan
jantung,
inflamasi
kulit,
atherosklerosis,
glomerulonefritis dan lupus erythematosus. S electin merupakan
family dari 3 glikoprotein permukaan sel tipe 1 yaitu E-, L- dan P s electin. L-s electin diekspresikan pada seluruh granulosit dan
monosit dan kebanyakan limfosit. P -s electin disimpan di dalam
granula trombosit dan badan Weibel–Palade pada sel endotel, dan
ditranslokasi ke permukaan sel endotel dan trombosit yang
teraktivasi. E -s electin tidak diekspresikan dalam kondisi normal
kecuali pada pembuluh darah mikro di kulit, namun akan diinduksi
secara cepat oleh sitokin-sitokin inflamasi. Ketiga tipe s elektin ini
mengikat struktur gula yang sama dan molekul tersebut bertanggung
jawab untuk target yang berbeda-beda: P -s electin ke secretory
granules, E -s electin ke membran plasma. Dan L-s electin ke ujung
lipatan dari lekosit.49
2.5.2 L -s elec tin
Universitas Sumatera Utara
L-s electin adalah sebuah glikoprotein dengan berat molekul 75-110
kDa (bergantung pada tipe sel) yang secara konstitutif diekspresikan
pada
ujung-ujung
mikrovilli
pada
mayoritas
leukosit
dengan
pengecualian pada kelompok sel T memori dan sel natural killer
(NK). Variabilitas dalam berat molekul yang dilaporkan berasal dari
fakta bahwa gen L-s electin menyandi untuk sebuah protein inti
dengan berat molekul 37 kDa dengan 8 tempat yang mungkin untuk
N-linked glycosylation. L-s electin penting untuk pengikatan limfosit
pada high endothel venules (HEV) dan invasi neutrofil ke dalam
tempat inflamasi. Pada waktu aktivasi neutrofil, L-selectin dapat
dipecah dengan enzim proteolitik dekat domain transmembran dan
lepas dari permukaan. Konsentrasi yang tinggi dari L-s electin yang
dilepaskan atau terlarut, dapat menghambat perlekatan leukosit ke
endotel. L-s electin dalam bentuk terikat sel dan terlarut (s L-s electin)
telah dihubungkan dengan sejumlah penyakit seperti HIV, DM tipe 2,
sindroma Kawasaki, leukemia, limfoma, sklerosis multipel, neonatal
bakterial infection, sepsis dan stroke.50
2.5.3 P eran L -s elec tin dalam Inflamas i J aringan
Rekrutmen leukosit dari dalam sirkulasi menuju jaringan merupakan
tahapan utama dalam proses inflamasi. Untuk mencapai jaringan dan
memulai proses inflamasi lekosit akan melalui beberapa tahapan
yang
saat ini
diketahui
yaitu
leukocyte
rolling,
adesi,
dan
transmigrasi. Dengan ditemukannya integrin, selektin dan ligandligandnya, kemokin dan reseptornya maka saat ini dapat dijelaskan
Universitas Sumatera Utara
lebih mendalam tahapan yang dilalui lekosit untuk dapat sampai ke
tempat inflamasi yang spesifik.51
Rekrutmen leukosit dari kompartemen intravaskular ke tempat
jaringan
inflamasi
membantu
melindungi
vertebrata
dari
mikroorganisme yang menginvasi dan gangguan lain. Rekrutmen
leukosit mengikuti kaskade adesi multitingkat yang diregulasi secara
ketat (Gambar 3) yaitu:
1. Leukocyte capture
Pada waktu pengenalan patogen dan aktivasi oleh patogen,
makrofag yang menetap di jaringan yang mengalami inflamasi
melepaskan sitokin-sitokin seperti IL-1, TNF-α dan kemokin.
IL-1 dan TNF-α menyebabkan endotel-endotel pembuluh
darah yang dekat dengan tempat inflamasi mengekspresikan
cellular adhesion molecule, termasuk selektin. Leukosit
sirkulasi ditarik ke arah tempat inflamasi karena adanya
kemokin.
2. R olling adhes ion
Ligand karbohidrat pada leukosit sirkulasi mengikat molekul
selektin pada dinding sisi dalam dari pembuluh darah dengan
affinitas yang lemah sangat lemah. Ini menyebabkan leukosit
bergerak lambat dan mulai berputar menggelinding (rolling)
sepanjang
permukaan
dalam dinding
pembuluh
darah.
Universitas Sumatera Utara
Selama gerakan rolling ini, ikatan yang transien dibentuk dan
dirusak antara selektin dan ligandnya.
3. T ight adhes ion
Pada waktu yang sama, kemokin yang dilepaskan oleh
makrofag
mengaktifkan
leukosit
yang
berputar
dan
menyebabkan molekul integrin permukaan berubah dari
keadaan afinitas rendah ke keadaan affinitas tinggi. Ini dibantu
oleh aktivasi bersamaan integrin oleh kemokin dan faktor
terlarut yang dilepaskan oleh sel-sel endotel dengan affinitas
tinggi. Ini menyebabkan imobilisasi leukosit, walaupun adanya
s hear forces dari aliran darah yang sedang berlangsung.
4. T ransmigration
Sitoskeleton dari leukosit diorganisasi dengan cara bahwa
leukosit tersebar pada permukaan endotel. Pada bentuk ini,
leukosit membentuk pseudopodia dan menembus gaps antara
sel-sel antara. Transmigrasi leukosit terjadi karena protein
P E C AM, ditemukan pada permukaan leukosit dan sel-sel
endotel, berinteraksi dan menarik secara efektif leukosit
melalui endotelium. Leukosit mensekresikan protease yang
mendegradasi membran basalis, memungkinkan mereka
keluar dari pembuluh darah-proses yang disebut diapedesis.
Sewaktu leukosit sudah berada di cairan interstisial, leukosit
Universitas Sumatera Utara
bermigrasi sepanjang gradien kemotaksis menuju tempat
inflamasi.51
2.5.4 P eluruhan L -s electin
L-s electin di permukaan leukosit akan teraktivasi dan dimodulasi oleh
sitokin yang dilepaskan makrofag pada tempat inflamasi. L-s electin yang
termodulasi akan diluruhkan dari permukaan leukosit sehingga terlarut di
dalam darah. Peluruhan L-s electin ternyata memiliki pengaruh yang besar
dalam tahapan rekrutmen lekosit sebelum rolling. Terdapat dua mekanisme
yang menghubungkan peluruhan L-s electin dengan rekrutmen lekosit.8
Peningkatan paparan lekosit terhadap endotel ketika peluruhan Ls electin diblokir. Kecepatan rolling lekosit signifikan menurun dengan
diblokirnya
peluruhan
L-selectin.
Penurunan
kecepatan
tersebut
meningkatkan waktu transit dari rolling lekosit pada endotel yang
terstimulasi sitokin dan meningkatkan kesempatan aktivasi lekosit oleh
mediator endotel dan pada akhirnya terjadi arrest. Peluruhan L-selectin
tampaknya merupakan parameter regulator yang memengaruhi transisi dari
rolling sampai adhesi kuat. Jika peluruhan L-s electin dihambat maka dapat
meningkatkan paparan dari lekosit yang rolling terhadap endotel yang
terinflamasi dengan cara (a) peningkatan waktu transit dan (b) menaikkan
waktu
kontak yang
terus menerus dengan
endotel
dengan
cara
menghilangkan “microjumps ” yang terjadi pada saat lekosit rolling diatas
kecepatan kritis. Dengan demikian maka aktivasi lekosit meningkat setelah
peluruhan L-s electin diblokir.8
Universitas Sumatera Utara
L-s electin memiliki dua fungsi yaitu menangkap lekosit/rolling dan
sebagai molekul sinyal. Ikatan silang dari L-s electin dapat mengaktivasi
lekosit dan menyebabkan downregulasinya sendiri. Karena hambatan
terhadap peluruhan L-s electin dapat memperkuat aktivasi leukosit maka
tampaknya L-selectin shedding merupakan mekaniseme fisiologis untuk
membatasi rekrutmen netrofil selama proses inflamasi. Hafezi-Moghadam
dkk melalui penelitiannya menyimpulkan bahwa L-selectin memainkan dua
peranan penting dalam rekrutmen lekosit ke tempat inflamasi di perifer.
peluruhan L-selectin yang kontinu meregulasi kualitas dari lekosit rolling
sehingga waktu kontak lekosit dengan permukaan endotel menjadi lebih
lama yang memungkinkan aktivasi sistim sinyal permukaan endotel tersebut
untuk melepaskan kemokin.8
Gambar 3. Tahapan adesi lekosit.8
Sebelumnya dijelaskan tahapan yang lebih sederhana pada gambar
ditunjukkan dengan tulisan yang lebih tebal: rolling, yang dimediasi oleh
selektin, activation, yang dimediasi oleh kemokin, dan arrest, yang
dimediasi oleh integrin. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan maka
Universitas Sumatera Utara
tahapan ini dijelaskan lebih mendalam: capture, slow rolling adhesion
strengthening, spreading, intravascular crawling, dan paracellular dan
transcellular transmigration. Molekul-molekul kunci yang terlibat dalam
tahapan tersebut dicantumkan di dalam kotak. ESAM, endothelial cellselective adhesion molecule; ICAM1, intercellular adhesion molecule 1;
JAM, junctional adhesion molecule; LFA1, lymphocyte function-associated
antigen 1 (juga dikenal sebagai αLβ2-integrin); MAC1, macrophage antigen
1; MADCAM1, mucosal vascular addressin cell-adhesion molecule 1;
PSGL1, P‑ selectin glycoprotein ligand 1; PECAM1, platelet/endothelial-cell
adhesion molecule 1; PI3K, phosphoinositide 3‑ kinase; VCAM1, vascular
cell-adhesion molecule 1; VLA4, very late antigen 4 (juga dikenal sebagai
α4β1-integrin).8
Universitas Sumatera Utara
T INJ AUAN K E P US T AK A AN
2.1 Definis i
Endometriosis secara klinis didefinisikan sebagai kondisi dimana
ditemukannya jaringan yang serupa dengan endometrium yang
ditemukan diluar uterus, yang menyebabkan reaksi inflamasi kronis.
Proses yang tidak lazim ini akan menyebabkan perdarahan internal
mikroskopis, tumbuhnya endometrioma, inflamasi, jaringan fibrosis, dan
pembentukan perlengketan (Gambar 1). Akibat hal-hal tersebut dapat
juga terjadi distorsi yang jelas dari anatomi panggul.10 Gejala yang
muncul sangat bervariasi pada tiap-tiap penderita dan yang paling
sering muncul saat usia muda, namun sering gejala yang muncul
tersebut tidak dikenali oleh praktisi kesehatan. Gejala dapat muncul
pada usia 8 tahun, namun paling sering setelah dewasa.11
Walaupun patogenesis endometriosis tetap kurang dimengerti,
pandangan baru yang didapat dari
penelitian baru-baru ini dengan
menggunakan metode genetik, molekular, dan biokimia yang baru telah
membantu untuk menjelaskan dengan lebih baik mekanisme yang
menyebabkan penyakit tersebut dan konsekuensi klinisnya dan telah
memberikan pendekatan baru terhadap diagnosis dan pengobatan
kelainan kompleks dan rumit ini.12
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Skema lesi endometriosis di dalam panggul.10
2.2 E pidemiologi Dan P atofis iologi
Prevalensi endometriosis dipengaruhi oleh dan meningkat dengan
pemahaman dan keterampilan ahli kandungan, namun diperkirakan
endometriosis diderita oleh 176 juta wanita di seluruh dunia.13 Pada
umumnya endometriosis paling sering ditemukan pada usia reproduksi.
Insidensi pastinya belum diketahui, namun prevalensinya pada
kelompok tertentu sering ditemukan.14 Endometriosis mengenai kirakira 10% wanita usia reproduksi, dari semua kelompok etnis dan
sosial.15 Umur rata-rata pasien pada waktu diagnosis endometriosis
ditegakkan adalah antara umur 25 dan 30 tahun. Endometriosis jarang
terjadi pada gadis remaja premenars tetapi dapat diidentifikasi pada
50% atau lebih wanita dengan umur kurang dari 20 tahun dengan
keluhan nyeri pelvik kronis atau dispareunia. Kurang dari 5% wanita
Universitas Sumatera Utara
pasca menopause yang kebanyakan menerima terapi estrogen
membutuhkan operasi karena endometriosis. Prevalensi endometriosis
asimptomatik mungkin lebih rendah pada wanita Negro dan lebih tinggi
pada wanita Asia dari pada wanita kulit putih.12
Paritas
dan
infertilitas
telah
lama
dihubungkan
dengan
endometriosis, dengan infertilitas sebagai temuan klinis yang paling
sering dijumpai. Konsekuensi klinis dari penyakit ini adalah nyeri,
distorsi anatomis, terbentuknya perlengketan di dalam panggul, respon
inflamasi yang terganggu yang ditandai dengan neovaskularisasi dan
terbentuknya fibrosis, fungsi sel T dan B yang tidak normal, deposisi
komplemen yang tidak abormal, dan interleukin-6 yang terganggu.16
Endometriosis juga dihubungkan dengan dysmenorrhea, namun tidak
diketahui apakah dysmenorrhea merupakan penyebab atau akibat dari
penyakit ini.17
Belum ada upaya pencegahan untuk penyakit ini. Endometriosis
dihubungkan
dengan
karakteristik
dan
terbentuknya
terbentuknya
faktor
gangguan
endometriosis
suatu
kanker.18
keturunan,
menstruasi,
sebagian
lingkungan,
dan
mirip
Endometriosis
epigenetik,
bahkan
proses
dengan
proses
dianggap
sebagai
penyebab utama infertilitas primer dan sekunder pada wanita,
prevalensinya 0.5% sampai 5.0% pada wanita yang subur, dan 25%
sampai 40% pada wanita yang tidak subur.19
Walaupun tidak ada karakteristik demografi, individu, atau suku yang
khusus yang telah diketahui, namun beberapa karakteristik tertentu
telah dihubungkan dengan diagnosis, yaitu menurunnya risiko terkena
Universitas Sumatera Utara
penyakit dengan usia menars yang telat20 dan siklus menstruasi yang
pendek dengan durasi yang panjang.21 Risiko endometriosis juga
berbanding terbalik dengan BMI dan jumlah kehamilan aterm.
Kehamilan memiliki efek protektif yang menurun dengan waktu dan
resiko meningkat dengan peningkatan lamanya tahun sejak kelahiran
anak terakhir22; sementara resiko endometriosis menurun dengan
paritas dan periode laktasi yang lama. Studi epidemiologi telah
menjelaskan bahwa konsumsi alkohol dan kafein yang berat meningkat
resiko dan
bahwa latihan teratur dan merokok dapat menurunkan
resiko endometriosis.23 Data pada primata telah menunjukkan bahwa
paparan terhadap polychlorinated biphenyl (PCB) atau dioxin mungkin
berhubungan dengan endometriosis, tetapi studi pada wanita telah
menghasilkan hasil yang tidak konsisten. Data lain menunjukkan bahwa
paparan in utero dapat memainkan peran dalam perkembangan
penyakit ini; insidensi endometriosis meningkat pada wanita yang telah
terpapar dietilstilbestrol pada masa prenatal.12
Endometriosis
menyebabkan
dampak
yang
besar
pada
kesejahteraan fisik, mental, dan sosial. Juga endometriosis merupakan
masalah kesehatan yang besar dan memberikan beban ekonomi yang
besar pada masyarakat.
2.3 Diagnos a E ndometrios is
Endometriosis sering terlambat didiagnosa,dan rata-rata wanita usia
7 sampai 12 tahun yang mengalami keterlambatan diagnosa.68 dan
lebih sering lagi penyakit ini dianggap sebagai nyeri haid biasa pada
wanita muda. Tidak mungkin menegakan penyebab pasti dari suatu
Universitas Sumatera Utara
nyeri panggul kronis hanya berdasarkan anamnesa saja, diperlukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dan standar emas
sampai saat ini adalah laparoskopi dan biopsi peritoneum.24
Diagnosis endometriosis ditegakkan dengan pembedahan, sehingga
diperlukan biomarker yang dapat membantu menegakkan diagnosa
penyakit ini tanpa prosedur yang invasif. Tidak adanya marker
nons urgical secara signifikan akan memperlambat diagnosa dan
penanganan yang tepat.25
2.3.1 Diagnos is K linis : P emeriks aan P anggul dan P emetaan Nyeri
Walaupun pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas, spesivisitas, dan
predictive value yang buruk dalam mendiagnosa endometriosis,
namun hal ini dapat dibantu dengan pemeriksaan scan sebelum
dilakukan operasi.26 Bahkan negative predictive value yang buruk
dari pemeriksaan panggul ditunjukkan pada satu penelitian terhadap
91 pasien, dimana sebanyak 47% pasien dengan endometriosis
yang dikonfirmasi lewat operasi dan nyeri panggul kronis ternyata
normal pada pemeriksaan bimanual.27
Area yang paling sering terlibat pada endometriosis adalah kavum
douglas, dan ligamentum sakrouterina, yang biasanya dapat dinilai
pada pemeriksaan dalam. Jika dilakukan pemeriksaan maka pasien
akan mengeluh nyeri. Kombinasi yang menyeluruh anamnesa,
pemeriksaan fisik,dan laboratorium dan pemeriksaan diagnostik
Universitas Sumatera Utara
tambahan yang sesuai dengan indikasi dapat menentukan penyebab
dari nyeri panggul dan menyingkirkan penyebab nyeri panggul
lainnya. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemetaan nyeri, suatu
prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi nyeri dengan
berbagai modalitas diagnostik. Banyak peneliti yang menyarankan
untuk melakukan palpasi nodul sakrouterina pada saat menstruasi,
dan dapat ditemukan massa berupa nodul sepanjang penebalan
ligamentum
sakrouterina,
posterior
uterus,
atau
septum
rektovagina.26 Obliterasi dari kavum douglas yang disertai dengan
retroversi uterus dapat juga mengindikasikan luasnya endometriosis.
Endometrioma yang ruptur dapat menyebabkan akut abdomen.
Keterlibatan yang pada rektum dan traktus gastrointestinal dapat
menyebabkan adesi dan obstruksi.16
2.3.2 P emeriks aan P enc itraan
Karena efek dari endometriosis yang luas maka ahli radiologi harus
terbiasa dengan berbagai manifestasi endometriosis yang mungkin
ditemukan pada pemeriksaan pencitraan, yang juga harus dibedakan
dengan lesi pada panggul lainnya.28 Walaupun pemeriksaan
pencitraan dapat membantu bukan berarti pemeriksaan ini tidak
punya keterbatasan. Dalam hal modalitas pencitraan yang terbaik,
dengan MRI mungkin dapat dideteksi
lesi endometriosis yang
Universitas Sumatera Utara
sangat kecil dan dapat membedakan apakah ada perdarahan dari
lesi endometriosis karena MRI memiliki resolusi yang sangat tinggi.29
MRI juga lebih baik dari CT scan dalam mendeteksi batas antara otot
dan jaringan subkutan abdomen.30 MRI terbukti akurat dalan
mendeteksi penyakit dan obliterasi pada rektovagina pada lebih dari
90% kasus jika gel USG dimasukkan ke dalam vagina dan rektum.31
USG
transvaginal
atau
endorektal
juga
dapat
mendeteksi
endometrioma, mulai dari simple cysts sampai complex cysts dengan
internal
echoes
vaaskularisasi
sampai
yang
solid
sedikit.33
masses,
CT
scan
biasanya
dapat
ditemukan
menunjukkan
endometrioma yang tampak sebagai massa kistik, namun gambaran
yang didapat tidak spesifik dan tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosa.
Dengan berkembangnya teknologi, gejala kinis yang dikombinasikan
dengan gambaran yang didapat dari pencitraan pada populasi pasien
yang tepat maka dapat mengurangi tindakan invasif dalam
menegakkan diagnosa endometriosis. Saat ini banyak dilakukan
penelitian untuk mencari biomarker endometriosis.
2.3.3 Diagnos is Operatif dan S taging
Laparoskopi masih menjadi baku untuk mendiagnosa endometriosis.
Konfirmasi histologi dari kelenjar dan stroma endometrium yang
diperoleh dari spesimen biopsi biasa diperlukan untuk diagnosa,
Universitas Sumatera Utara
walaupun temuan adanya fibrosis dan makrofag hemosiderin-laden
cukup untuk diagnosa presumptif.34
Karena penampakan implan yang tidak jelas maka akurasi diagnosis
tergantung kemampuan ahli bedah dalam mendeteksi endometriosis.
Pemeriksaan yang menyeluruh dari panggul dan abdomen adalah
hal yang utama pada semua pasien untuk mengidentifikasi semua
lesi dengan perhatian untuk tidak melewatkan kantung peritoneum
dan fossa ovarium.34
Klasifikasi T he American S ociety for R eproductive Medicine’s
membagi endometriosis menjadi satdium 1 sampai 4, dan klasifikasi
ini yang paling banyak digunakan. Sistim klasifikasi ini menggunakan
poin berdasarkan ukuran dan jumlah lesi dan apakah lesi bilateral,
dan juga perlengketan yang ditemukan saat operasi, dan sistim ini
merupakan metode yang cukup akurat dalam merekam temuan pada
saat
operasi. Namun sistim klasifikasi ini tidak berkorespondensi
dengan nyeri panggul dan dyspareuni, dan angka fekunditas tidak
dapat diprediksi dengan akurat.16
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengembangkan sistim
staging untuk memenuhi kebutuhan akan bahasa yang sama dalam
menggambarkan
temuan
operatif
endometriosis,
yang
memungkinkan diagnosa spesifik, perbandingan yang baku, dan
untuk
memfasilitasi
penelitian.
Adamson
dan
Pasta
telah
mengembangkan metode yang telah divalidasi yang berguna secara
klinis untuk pasien yang telah dikonfirmasi lewat operasi menderita
Universitas Sumatera Utara
endometriosis yang mencoba konsepsi non-IVF.35 (Gambar 2) Usaha
yang lebih jauh diperlukan untuk mengembangkan sistim staging
serupa yang dapat membantu memprediksi luaran pasien dengan
endometriosis dan nyeri panggul baik dengan pengobatan operatif
maupun non-operatif.
Gejala awal dari endometriosis mungkin akan terlewatkan oleh
dokter
dan
mungkin
diagnosis
baru
dapat
mengarah
ke
endometriosis setelah beberapa kali kunjungan, hal disebabkan
karena metode yang noninvasif dan dapat diandalkan masih sedikit.
Para praktisi kesehatan khususnya ahli penyakit kandungan harus
memahami bahwa tidak hanya aspek medis dari penyakit ini tetapi
psikososial dan biaya yang dihabiskan untuk pengobatan yang akan
membebani pasien yang menderita penyakit ini.
Endometriosis seharusnya dicurigai pada wanita dengan subfertilitas,
dismenore, dispareunia, atau nyeri pelvis kronik. Akan tetapi gejalagejala ini dapat juga disebabkan oleh penyakit lain. Endometriosis
bisa
asimptomatik,
bahkan
pada
beberapa
wanita
dengan
endometriosis tingkat lanjut (endometrioma atau endometriosis
rektovaginalis sebukan dalam) sedangkan pada wanita dengan
endometriosis minimal-ringan bisa memiliki gejala nyeri yang hebat.5
Dismenore adalah gejala yang paling sering dilaporkan; terutama bila
onsetnya
baru,
progresif,
atau
berat
sangat
menyokong
kemungkinan endometriosis.12
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar
2.
Klasifikasi
endometriosis
oleh
American
S ociety
for
R eproductive Medicine.14
Pada pemeriksaan fisik genitalia eksterna biasanya normal. Kadangkadang pada pemeriksaan spekulum bisa tampak implant yang khas
berwarna biru atau lesi proliferatif merah yang berdarah bila terkena
sentuhan, biasanya pada forniks posterior. Sementara endometriosis
pada wanita dengan endometriosis sebukan dalam yang mengenai
septum rektovagina sering dapat diraba, tetapi sangat jarang terlihat.
Uterus sering retroversi dan terfiksasi atau imobil. Wanita dengan
endometrioma mungkin memiliki massa adneksa yang terfiksasi.
Nyeri tekan lokal dan nodularitas ligamentum uterosakral menyokong
kuat ke arah endometriosis dan sering menjadi satu-satunya temuan
pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas
diagnostik tertinggi bila dilakukan selama menstruasi tetapi tidak
selalu dapat menyingkirkan diagnosa endometriosis pada hasil
pemeriksaan fisik adalah normal. Secara keseluruhan dibandingkan
dengan baku emas diagnosa endometriosis dengan pembedahan,
pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas, spesifisitas dan nilai duga
yang buruk.12
Universitas Sumatera Utara
2.4 P atogenes a
Sejak Sampson memperkenalkan istilah “endometriosis” pada tahun
1921, penelitian yang luas terhadap patogenesa endometriosis telah
banyak dilakukan. Namun sampai saat ini masih belum ada satu teori
pun yang dapat menjelaskan patogenesa penyakit ini. Saat ini diyakini
bahwa banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalah imunitas,
hormonal, genetik, lingkungan, dan faktor anatomis yang mungkin
bertanggung jawab.
Terdapat tiga pokok utama yang berbeda dalam patogenesa
endometriosis yang diajukan sampai saat ini: endometriosis peritoneal,
ovarium dan endometriosis fibrosis dalam (sebelumnya disebut dengan
endmetriosis sebukan dalam). Endometriosis yang dalam bersama
dengan endometriosis kista ovarium merupakan bentuk endometriosis
yang paling berat.36
Para peneliti setuju bahwa endometriosis cenderung bersifat
multifaktoral dan banyak penyebabnya, namun patogenesa yang pasti
masih belum jelas. Masing-masing teori gagal untuk menjelas seluruh
bentuk
endometriosis,
sehingga
dianggap
bahwa
memang
penyebabnya multifaktoral.
Terbentuknya endometriosis dapat dibedakan menjadi lima proses
dasar: adesi, invasi, perekrutan, angiogenesis, dan proliferasi. Genetik,
abnormalitas biomolekular pada endometrium eutopik, respon imun
yang disfungsional distorsi anatomis, dan lingkungan peritoneum yang
proinflamasi yang mungkin terlibat.25
Universitas Sumatera Utara
“Sampson’s theory,” yang diperkenalkan pada tahun 1921, mungkin
merupakan teori yang paling populer dari seluruh teori endometriosis.
Awalnya Sampson mengasumsikan bahwa lesi
persemaian
dari
ovarium.25
Kemudian
pada
dihasilkan dari
tahun
1927,
dia
mengusulkan bahwa endometriosis merupakan hasil dari reflux
menstruasi, dimana jaringan endometrium disebarkan ke peritoneum
dan ovarium, kemudian berimplantasi. Namun menstruasi retrograd
merupakan fenomena yang paling umum terjadi pada wanita usia
reproduksi, tidak diragukan lagi terdapat faktor-faktor yang berkontribusi
pada patofisiologi dan patogenesis endometriosis.37 Teori Sampson
gagal menjelaskan kenapa progresi terjadi hanya pada beberapa wanita
saja. Prinsipnya, teori ini mempertimbangkan endometriosis sebagai sel
endometrium yang normal yang menjadi abnormal karena peritoneum
yang abnormal, namun teori ini tidak diterima secara universal.38
Kunci dari proses ini adalah implantasi atau metaplasia, yang
kemudian menjadi subyek penelitian, dan lesi dini yang samar menjadi
penting.17 Peran dari gangguan molekuler yaitu ketidakstabilan genom
dan ketahanan sel menjadi perdebatan dari patogenesis endometriosis.
Stress oksidatif yang diinduksi zat besi diduga memainkan peran
penting, sekunder dari influks zat besi, saat menstruasi retrograd
dengan penelitian terbaru yang mendemonstrasikan overekspresi dari
HNF-1β di endometrium. HNF-1β meningkatkan ketahanan sel
endometriosis dibawah kondisi stress oksitadatif yang terinduksi zat
besi melalui aktivasi faktor transkripsi forkhead box (F OX) trans cription
factors dan/atau ekspresi endometriosis-specific dari microRNAs. Sel
Universitas Sumatera Utara
endometriosis yang mengekspresikan HNF-1β juga menunjukan jalur
siklus yang dibutuhkan untuk mempertahankan DNA dari kerusakan.39
2.5 Inflamas i dan E ndometrios is
Endometriosis dikaitkan dengan meningkatnya aktivitas inflamasi.
Beberapa penelitian telah membuktikan terjadi peningkatan serum
marker-marker inflamasi yang berada di dalam cairan peritoneum.40
Nyeri panggul, yang merupakan keluhan yang paling sering terjadi pada
endometriosis, dapat diatasi dengan obat-obatan antiinflamasi, hal
mendukung hipotesa yang menyatakan terdapat kontribusi dari
inflamasi kronis dalam patogenesa endometriosis.41 Fasciani dkk
menunjukkan bahwa sel-sel dari endometrium dapat berploriferasi dan
menginvasi matriks fibrin pada in vitro, yang akan membentuk jaringan
kelenjar baru, stroma dan pembuluh darah yang serupa dengan proses
awal terbentuknya lesi endometriosis.42 Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa berkurangnya aktivitas sitotoksis dari sel T dan
natural killer (NK) tampaknya memainkan peran penting dalam
ketahanan, implantasi dan proliferasi sel-sel endometrium pada kavum
peritoeum wanita yang menderita endometriosis.6 Keberadaan penyakit
autoimun dengan endometriosis telah dilaporkan oleh beberapa
peneliti.43 Peningkatan serum anti-endometrial antibody menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
adanya hubungan antara endometriosis dengan infertilitas yang tidak
diketahui penyebabnya.44.
Endometriosis sering dihubungkan dengan perlengketan di dalam
panggul yang luas. Terdapat bukti pada percobaan binatang yang
menunjukkan bahwa sistim fibrinolisis yang terganggu mungkin
berkontribusi dalam pembentukan adesi, namun masih belum jelas
apakah hal ini juga berlaku pada manusia.45 Terbentuknya adesi di
dalam panggul dapat disebabkan adanya ketidak-seimbangan antara
pembentukan
fibrin
dan
aktivitas
pemecahan
fibrin
di
dalam
peritoneum.46 Dalam suatu penelitian retrospektif pada wanita yang
menderita endometriosis dibandingkan dengan wanita yang sehat yang
dilakukan oleh Hellebrekers dkk47 dilaporkan bahwa wanita dengan
endometriosis dan adesi memiliki konsentrasi yang tinggi dari
plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), tissue plasminogen activator
(tPA) dan plasminogen di dalam cairan peritoneum, dibandingkan
dengan pasien dengan endometriosis yang tidak disertai adesi. Dalam
hal ini, Mohamed dkk memberikan hipotesa bahwa matrix fibrin yang
persisten di dalam kavum peritoneum akan meningkatkan kemungkinan
fregmen endometrium terdeposit sebagai akibat dari hipofibrinolisis.48
Bagian terpenting dari proses inflamasi adalah perekrutan leukosit
dari dalam sirkulasi menuju jaringan inflamasi. Hal ini mungkin terjadi
karena adanya suatu C ellular Adhes ion Molecules di antaranya adalah
s electin.
2.5.1 S electin
Universitas Sumatera Utara
S electin adalah molekul carbohydrate-binding yang mengikat ligand
fucos ylated dan s ialylated glicoprotein, yang dapat ditemukan di sel
endotel, lekosit, dan trombosit. S electin terlibat dalam lalu lintas selsel sistim imunitas tubuh, limfosit T dan trombosit. Absennya s electin
atau
s electin
ligand
pada
tikus
percobaan
dan
manusia
menyebabkan infeksi bakteri rekuren dan penyakit yang persisten.
S electin terlibat dalam induksi limfosit dalam sistim imun, proses
inflamasi akut maupun kronis, termasuk inflamasi post-iskemi dari
otot,
ginjal
dan
jantung,
inflamasi
kulit,
atherosklerosis,
glomerulonefritis dan lupus erythematosus. S electin merupakan
family dari 3 glikoprotein permukaan sel tipe 1 yaitu E-, L- dan P s electin. L-s electin diekspresikan pada seluruh granulosit dan
monosit dan kebanyakan limfosit. P -s electin disimpan di dalam
granula trombosit dan badan Weibel–Palade pada sel endotel, dan
ditranslokasi ke permukaan sel endotel dan trombosit yang
teraktivasi. E -s electin tidak diekspresikan dalam kondisi normal
kecuali pada pembuluh darah mikro di kulit, namun akan diinduksi
secara cepat oleh sitokin-sitokin inflamasi. Ketiga tipe s elektin ini
mengikat struktur gula yang sama dan molekul tersebut bertanggung
jawab untuk target yang berbeda-beda: P -s electin ke secretory
granules, E -s electin ke membran plasma. Dan L-s electin ke ujung
lipatan dari lekosit.49
2.5.2 L -s elec tin
Universitas Sumatera Utara
L-s electin adalah sebuah glikoprotein dengan berat molekul 75-110
kDa (bergantung pada tipe sel) yang secara konstitutif diekspresikan
pada
ujung-ujung
mikrovilli
pada
mayoritas
leukosit
dengan
pengecualian pada kelompok sel T memori dan sel natural killer
(NK). Variabilitas dalam berat molekul yang dilaporkan berasal dari
fakta bahwa gen L-s electin menyandi untuk sebuah protein inti
dengan berat molekul 37 kDa dengan 8 tempat yang mungkin untuk
N-linked glycosylation. L-s electin penting untuk pengikatan limfosit
pada high endothel venules (HEV) dan invasi neutrofil ke dalam
tempat inflamasi. Pada waktu aktivasi neutrofil, L-selectin dapat
dipecah dengan enzim proteolitik dekat domain transmembran dan
lepas dari permukaan. Konsentrasi yang tinggi dari L-s electin yang
dilepaskan atau terlarut, dapat menghambat perlekatan leukosit ke
endotel. L-s electin dalam bentuk terikat sel dan terlarut (s L-s electin)
telah dihubungkan dengan sejumlah penyakit seperti HIV, DM tipe 2,
sindroma Kawasaki, leukemia, limfoma, sklerosis multipel, neonatal
bakterial infection, sepsis dan stroke.50
2.5.3 P eran L -s elec tin dalam Inflamas i J aringan
Rekrutmen leukosit dari dalam sirkulasi menuju jaringan merupakan
tahapan utama dalam proses inflamasi. Untuk mencapai jaringan dan
memulai proses inflamasi lekosit akan melalui beberapa tahapan
yang
saat ini
diketahui
yaitu
leukocyte
rolling,
adesi,
dan
transmigrasi. Dengan ditemukannya integrin, selektin dan ligandligandnya, kemokin dan reseptornya maka saat ini dapat dijelaskan
Universitas Sumatera Utara
lebih mendalam tahapan yang dilalui lekosit untuk dapat sampai ke
tempat inflamasi yang spesifik.51
Rekrutmen leukosit dari kompartemen intravaskular ke tempat
jaringan
inflamasi
membantu
melindungi
vertebrata
dari
mikroorganisme yang menginvasi dan gangguan lain. Rekrutmen
leukosit mengikuti kaskade adesi multitingkat yang diregulasi secara
ketat (Gambar 3) yaitu:
1. Leukocyte capture
Pada waktu pengenalan patogen dan aktivasi oleh patogen,
makrofag yang menetap di jaringan yang mengalami inflamasi
melepaskan sitokin-sitokin seperti IL-1, TNF-α dan kemokin.
IL-1 dan TNF-α menyebabkan endotel-endotel pembuluh
darah yang dekat dengan tempat inflamasi mengekspresikan
cellular adhesion molecule, termasuk selektin. Leukosit
sirkulasi ditarik ke arah tempat inflamasi karena adanya
kemokin.
2. R olling adhes ion
Ligand karbohidrat pada leukosit sirkulasi mengikat molekul
selektin pada dinding sisi dalam dari pembuluh darah dengan
affinitas yang lemah sangat lemah. Ini menyebabkan leukosit
bergerak lambat dan mulai berputar menggelinding (rolling)
sepanjang
permukaan
dalam dinding
pembuluh
darah.
Universitas Sumatera Utara
Selama gerakan rolling ini, ikatan yang transien dibentuk dan
dirusak antara selektin dan ligandnya.
3. T ight adhes ion
Pada waktu yang sama, kemokin yang dilepaskan oleh
makrofag
mengaktifkan
leukosit
yang
berputar
dan
menyebabkan molekul integrin permukaan berubah dari
keadaan afinitas rendah ke keadaan affinitas tinggi. Ini dibantu
oleh aktivasi bersamaan integrin oleh kemokin dan faktor
terlarut yang dilepaskan oleh sel-sel endotel dengan affinitas
tinggi. Ini menyebabkan imobilisasi leukosit, walaupun adanya
s hear forces dari aliran darah yang sedang berlangsung.
4. T ransmigration
Sitoskeleton dari leukosit diorganisasi dengan cara bahwa
leukosit tersebar pada permukaan endotel. Pada bentuk ini,
leukosit membentuk pseudopodia dan menembus gaps antara
sel-sel antara. Transmigrasi leukosit terjadi karena protein
P E C AM, ditemukan pada permukaan leukosit dan sel-sel
endotel, berinteraksi dan menarik secara efektif leukosit
melalui endotelium. Leukosit mensekresikan protease yang
mendegradasi membran basalis, memungkinkan mereka
keluar dari pembuluh darah-proses yang disebut diapedesis.
Sewaktu leukosit sudah berada di cairan interstisial, leukosit
Universitas Sumatera Utara
bermigrasi sepanjang gradien kemotaksis menuju tempat
inflamasi.51
2.5.4 P eluruhan L -s electin
L-s electin di permukaan leukosit akan teraktivasi dan dimodulasi oleh
sitokin yang dilepaskan makrofag pada tempat inflamasi. L-s electin yang
termodulasi akan diluruhkan dari permukaan leukosit sehingga terlarut di
dalam darah. Peluruhan L-s electin ternyata memiliki pengaruh yang besar
dalam tahapan rekrutmen lekosit sebelum rolling. Terdapat dua mekanisme
yang menghubungkan peluruhan L-s electin dengan rekrutmen lekosit.8
Peningkatan paparan lekosit terhadap endotel ketika peluruhan Ls electin diblokir. Kecepatan rolling lekosit signifikan menurun dengan
diblokirnya
peluruhan
L-selectin.
Penurunan
kecepatan
tersebut
meningkatkan waktu transit dari rolling lekosit pada endotel yang
terstimulasi sitokin dan meningkatkan kesempatan aktivasi lekosit oleh
mediator endotel dan pada akhirnya terjadi arrest. Peluruhan L-selectin
tampaknya merupakan parameter regulator yang memengaruhi transisi dari
rolling sampai adhesi kuat. Jika peluruhan L-s electin dihambat maka dapat
meningkatkan paparan dari lekosit yang rolling terhadap endotel yang
terinflamasi dengan cara (a) peningkatan waktu transit dan (b) menaikkan
waktu
kontak yang
terus menerus dengan
endotel
dengan
cara
menghilangkan “microjumps ” yang terjadi pada saat lekosit rolling diatas
kecepatan kritis. Dengan demikian maka aktivasi lekosit meningkat setelah
peluruhan L-s electin diblokir.8
Universitas Sumatera Utara
L-s electin memiliki dua fungsi yaitu menangkap lekosit/rolling dan
sebagai molekul sinyal. Ikatan silang dari L-s electin dapat mengaktivasi
lekosit dan menyebabkan downregulasinya sendiri. Karena hambatan
terhadap peluruhan L-s electin dapat memperkuat aktivasi leukosit maka
tampaknya L-selectin shedding merupakan mekaniseme fisiologis untuk
membatasi rekrutmen netrofil selama proses inflamasi. Hafezi-Moghadam
dkk melalui penelitiannya menyimpulkan bahwa L-selectin memainkan dua
peranan penting dalam rekrutmen lekosit ke tempat inflamasi di perifer.
peluruhan L-selectin yang kontinu meregulasi kualitas dari lekosit rolling
sehingga waktu kontak lekosit dengan permukaan endotel menjadi lebih
lama yang memungkinkan aktivasi sistim sinyal permukaan endotel tersebut
untuk melepaskan kemokin.8
Gambar 3. Tahapan adesi lekosit.8
Sebelumnya dijelaskan tahapan yang lebih sederhana pada gambar
ditunjukkan dengan tulisan yang lebih tebal: rolling, yang dimediasi oleh
selektin, activation, yang dimediasi oleh kemokin, dan arrest, yang
dimediasi oleh integrin. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan maka
Universitas Sumatera Utara
tahapan ini dijelaskan lebih mendalam: capture, slow rolling adhesion
strengthening, spreading, intravascular crawling, dan paracellular dan
transcellular transmigration. Molekul-molekul kunci yang terlibat dalam
tahapan tersebut dicantumkan di dalam kotak. ESAM, endothelial cellselective adhesion molecule; ICAM1, intercellular adhesion molecule 1;
JAM, junctional adhesion molecule; LFA1, lymphocyte function-associated
antigen 1 (juga dikenal sebagai αLβ2-integrin); MAC1, macrophage antigen
1; MADCAM1, mucosal vascular addressin cell-adhesion molecule 1;
PSGL1, P‑ selectin glycoprotein ligand 1; PECAM1, platelet/endothelial-cell
adhesion molecule 1; PI3K, phosphoinositide 3‑ kinase; VCAM1, vascular
cell-adhesion molecule 1; VLA4, very late antigen 4 (juga dikenal sebagai
α4β1-integrin).8
Universitas Sumatera Utara